• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Interleukin 6 dengan Serum Feritin pada Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang Anemia dan Menjalani Hemodialisis Reguler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Interleukin 6 dengan Serum Feritin pada Penderita Penyakit Ginjal Kronik yang Anemia dan Menjalani Hemodialisis Reguler"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1. Penyakit GinjalKronik 2.1.1. Definisi

Penyakit ginjal kronik merupakan masalah kesehatan diseluruh

dunia.Angka kejadiannya terus meningkat mempunyai prognosis yang

buruk,dan memerlukan biaya perawatan yang lebih mahal.Di Amerika

Serikat dijumpai prevalensi yang tinggi dari penyakit ginjal kronis tahap

awal danjuga terjadi peningkatan insidens dan prevalensi gagal ginjal

(National Kidney Foundation,2002)

Penyakit ginjal kronik (PGK) meliputi beberapa proses patofisiologi

yang dikaitkan dengan kelainan fungsi ginjal dan penurunan progresif dari laju

filtrasi glomerulus. Berdasarkan pedoman Kidney Dialysis Outcomes

Quality Initiative (KDOQI), penyakit ginjal kronik dapat dikIasifikasikan

dalam 5 tingkat (1-5). Gagal ginjal kronik (GGK) adalah proses ireversibel

dengan penurunan nefron berlanjut yaitu pada penyakit ginjal kronik tingkat

3-5. Definisi gagal ginjal kronik (GGK) adalah kerusakan ginjal atau laju

filtrasi glomerulus (LFG) dibawah 60 ml/menit/1.73 m2 selama 3 bulan

atau lebih, apapunpenyebabnya.

Prevalensi penyakit ginjal tahap akhir (end stage renal disease,

ESRD) meningkat secara dramatis. Di Amerika Serikat terjadi peningkatan

(2)

ini, penyakit ginjal kronik perlu mendapat perhatian besar.

Pada tahun 2002, National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease

Outcome Quality Initiative (K/DOQI) telah menyusun pedoman praktis

penatalaksanaan klinik tentang evaluasi, klasifikasi, dan stratifikasi

penyakit ginjal kronik.

Kriteria Penyakit Ginjal Kronik menurut NKF-K/DOQI :

1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan

struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi

glomerulus (LFG), denganmanifestasi:

- Kelainanpatologis

- Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests

Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi

darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imagingtests)

2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m2 selama 3 bulan, dengan

(3)

2.1.2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik Tabel 2.1.StagePGK

Stage Penjelasan

LFG

(ml/menit/1.73

m2)

2 Kerusakan ginjal dengan LFG↓ringan 60 -89

4 Kerusakan ginjal dengan LFG↓berat 15 -29

(Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam ,Ed.VI,2014)

Dalam hal untuk klasifikasi stage penyakit ginjal kronik maka

penting untuk menaksir laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR). Ada 2

persamaan (equation) yang sering dipakai pada orang dewasa, yaitu

Modification of Diet in Renal Disease Study (MDRD) dan Cockcroft-Gault,

yang menggabungkan pengukuran konsentrasi kreatinin plasma, umur,

jenis kelamin, ras dan berat badan (Tabel2.2)

5 Gagalginjal < 15 ataudialisis

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normalatau↑ ≥90

(4)

Tabel 2.2. Persamaan untuk menaksir LFG

Pada tahun 2012 definisi PGK ditinjau ulang oleh Kidney Disease:

Improving Global Outcomes (KDIGO). Menurut KDIGO, Penyakit Ginjal

Kronik didefinisikan sebagai kelainan struktural atau fungsional ginjal yang

terjadi lebih dari 3 bulan dengan implikasi pada kesehatan. Adapun kriteria

penyakit ginjal kronik menurut KDIGO berdasarkan pemeriksaan albumin

urin, sedimen urin, elektrolit, histologi, pencitraan dan riwayat transplantasi

(5)

Tabel 2.3. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik

(KDIGO 2012)

Menurut KDIGO 2012, klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan

atas penyebab, laju filtrasi glomerulus (Tabel 2.4) dan kategori albuminuria

(Tabel 2.5).

Tabel2.4.Laju Filtrasi Glomerulus pada PGK

(6)

2.1.3. Epidemiologi

Di Amerika Serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit

ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan

angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia dengan

populasi 18 juta, diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal

pertahunnya.Di Negara-negara berkembang lainnya, insidens ini

diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk

pertahun(Suwitra.K,Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,Ed.VI,2014)

Menurut data the National Health and Nutrition Education Survey

(NHANES) prevalensi penyakit ginjal kronis atau disebut juga Chronic

Kidney Disease (CKD) pada orang dewasa usia 20 tahun keatas di

Amerika Serikat diperkirakan 11% dari populasi, dimana 6.3% dari

populasi merupakan kombinasi stage 1 dan 2, 4.3% stage 3, dan 0.2%

merupakan stage 4 dan 5.(Mcciellan et al.,2009)

Di Amerika Serikat, terjadi kenaikan insiden dan prevalensi gagal

ginjal, yang menyebabkan hasil yang buruk dan biaya yang tinggi.

Penyakit ginjal kronis (PGK) mempengaruhi sekitar 11% dari Populasi

orang dewasa Spanyol.(Marrow.,et al D.A 2006 ).Selanjutnya, PGK terkait

dengan serangkaian komplikasi, termasuk anemia (yaswir et al., 2012)

yang telah dikaitkan dengan morbiditas yang lebih tinggi dan mortalitas

dan perkembangan PGK. Penyakit ginjal kronik saat ini merupakan

masalah kesehatan yang penting mengingat insidennya yang meningkat.

Di Indonesia, diperkirakan jumlahnya 100 penderita per satu juta

(7)

diperkirakan sebanyak 36 juta orang warga meninggal akibat gagal

ginjal.Penyakit gagal ginjal kronik merupakan penyakit yang diderita oleh 1

dari 10 orang dewasa.Menurut Pernefri 2010 diperkirakan ada 70 ribu

penderita gagal ginjal di Indonesia. Hasil rekam medik RSUP Dr. Soeradji

Tirtonegoro Klaten menunjukkan bahwa perbandingan jumlah pasien

gagal ginjal kronik dengan hemodialisis antara tahun 2010 dan 2011

terdapat peningkatan jumlah pasien yang cukup signifikan, yaitu sebesar

25 % (Rekam Medik,2010/2011).

Berdasarkan hasil penelitian Ginting (2008) terjadi peningkatan

penderita penyakit ginjal kronik di RSUP H.Adam Malik Medan,dimana

selama periode 2004-2007 terdapat 934 penderita penyakit ginjal kronik

yang sangat drastiss mencapai 633 penderita padatahun 2011(Siregar

BY,2012)

2.1.4. Etiologi

Penyebab dari gagal ginjal kronis antara lain :

1. Infeksi saluran kemih ( pielonefritiskronis)

2. Penyakit peradangan(glomerulonefritis)

3. Penyakit vaskuler hipertensi (nefrosklerosis,stenosis arterirenalis)

4. Gangguan jaringan penyambung(SLE,Poliarteritisnodusa,sklerosis)

5. Penyakit kongenital dan herediter(Penyakit ginjalpolikistik)

6. Penyakit metabolik (DM, gout,hiperparatiroidism)

7. Nefropatitoksik

(8)

Penyakit ginjal kronik merupakan suatu keadaan yang dapat menjadi

tahapan End Stage Renal Disease (ESRD) dan membutuhkan terapi

dialisa atau transplantasi ginjal. Penyakit ginjal kronik dapat terjadi pada

dewasa maupun anak-anak,dan penyebab penyakit ini adalah berbeda-

beda. (Sudoyo et al., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV,2006)

2.1.5. Patofisiologi gagal ginjalkronik

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada

penyakit yang mendasarinya,tapi dalam perkembangan selanjutnya

proses yang terjadi kurang lebih sama.Pengurangan massa ginjal

menyebabkan hipertropi sisa nefron secara struktural dan fungsional

sebagai upaya kompensasi.Hipertropi kompensatori ini akibat hiperfiltrasi

adaptif yang diperantarai oleh penambahan tekanan kapiler dan aliran

glomerulus.

Proses adaptasi ini berlangsung singkat akhirnya diikuti oleh proses

maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa.Proses ini

akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun

penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi.Adanya peningkatan aktifitas

aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal ikut memberikan kontribusi

terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut.

Aktifitas jangka panjang aksis renin - angiotensin - aldosteron, sebagian

diperantarai oleh growth factor β.Beberapa hal yang juga dianggap

berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronis adalah

(9)

Pada stadium yang paling dini penyakit ginjal kronik terjadi

kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan mana basal

LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi

pasti akan terjadi penurunan fungsi neuron yang progresif,yang ditandai

dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG

sebesar 60 %, pasien masih belum merasakan keluhan. (asimtomatik),

tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.Sampai

pada LFG sebesar 30 %, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti

nokturia,badan lemah,mual,nafsu makan kurang dan penurunan berat

badan.Sampai pada LFG dibawah 30 %, pasien memperlihatkan gejala

dan tanda uremia yang nyata seperti anemia,peningkatan tekanan darah,

gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,pruritus,mual,muntah dan lain

sebagainya.Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran

kemih,infeksi saluran nafas,maupun infeksi saluran cerna.Juga akan

terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia,

gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium.Pada

LFG dibawah 15 % akan terjadi gejala dan komplikasi (renal replacement

therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadan ini

pasien dikatakan sampai pada stadium gagalginjal.

2.1.5. Hemodialisis

Hemodialisis merupakan suatu proses yang digunakan pada pasien

dalam keadaan sakit akut dan memerlukan terapi dialisis jangka pendek

(10)

ginjal stadium akhir atau end stage renal disease (ESRD) yang

memerlukan terapi jangka panjang atau permanen.Tujuan hemodialisa

adalah untuk mengeluarkan zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam darah

dan mengeluarkan air yang berlebihan. (R.Roesli et al 2006).

Hemodialisis adalah proses pembersihan darah oleh akumulasi

sampah buangan.Hemodialisis digunakan bagi pasien dengan gagal ginjal

tahap akhir atau pasien berpenyakit akut yang membutuhkan dialisis

waktu singkat.Pada hemodialisis aliran darah yang penuh dengan toksin

dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien ke dializer tempat darah

tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ketubuh pasien.

Sebagian besar dializer merupakan lempengan rata atau serat artifisial

ginjal berongga yang berisi ribuan tubulus selofan yang halus dan bekerja

sebagai membran semi permiabel. Aliran darah akan melewati tubulus

tersebut sementara cairan dialisat bersirkulasi disekelilingnya. Pertukaran

limbah dari darah ke dalam cairan dialisat akan terjadi melalui membran

tubulus.

Terdapat tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi,

osmosis, ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan

melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki

konsentrasi tinggi ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah.

Cairan dialisat tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan

konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kelebihan cairan dikeluarkan dari dalam

tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan

(11)

tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke tekanan yang lebih rendah

(cairan dialisat). Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan

tekanan negative yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis.

Tekanan negative diterapkan Pada alat ini sebagai kekuatan penghisap

pada membran dan memfasilitasi pengeluaran air. (Raharjo et al., Buku

Ajar Ilmu Penyakit Dalam .2011).

(12)

2.1.6 Anemia pada penyakitkronik 2.1.6.1. Defenisianemia

Kriteria Kidney Disease Outcome Quality Initiative (KDOQI) dan

national Kidney Foundation (NKF) (2006) mengenai anemia pada penyakit

ginjal kronis, apabila kadar Hb <13,5 pada laki-laki,Hb <12 gr/dl pada

perempuan ( National Kidney Foundation, clinical practice guidelines for

anemia of chronic kidney disease., 2006)

2.1.6.2. Defenisi anemia pada penyakitkronik

Anemia pada penyakit kronik, merupakan anemia dengan

prevalensi terbanyak kedua setelah anemia yang disebabkan defisiensi

besi, terjadi pada pasien dengan aktivasi immun yang akut atau

kronis,kondisi tersebut di istilahkan anemia inflamasi. Kondisi frekuensi

terbanyak yang tergabung dalam anemia pada penyakit kronik.( Weiss G

et al.,2005)

Anemia penyakit kronis dimotori oleh immun, sitokin dan sel-sel dari

sel sistem retikuloendotethel menginduksi perubahan pada

hemostasis besi, proliferasi dari eritroid sel progenitor,produksidari

erithropoietindansiklushidupseldarahmerahdanseluruhnyaterlihat pada

Human Immunodefisiensi virus( HIV). Infeksi hepatitis Cdanmalaria.

Bahkan sel tumor dapat memproduksi proinflamasisitokindan radikal

bebas yang dapat merusak sel progenitoreritroid.Episode perdarahan,

defisiensi vitamin (kobalamin dan asam folat),

hipersplenisme, hemolisis autoimmun, disfungsi renal dan intervensiradio

(13)

Ciri khas dari anemia pada penyakit kronis adalah perkembangan

dari ganguan hemostasis besi dengan peningkatan pengambilan dan

retensi dari besi didalam sel sistem retikuloendothelial, dan batasan dari

ketersediaan besi untuk sel progenitor erotroid dan retriksi besi dari

erithropoiesis.

Pada tikus yang diinjeksikan dengan proinflammatori sitokin

interleukin1 dan tumor necrosa factor ( TNFα ) keduanya hypoferremia

dan bekembang anemia.Kombinasi ini pada kondisi berikatan dengan

sitokin yang menginduksi sintesa dari ferritin, protein besar yang

tergabung dalam penyimpanan besi oleh makrofag dan hepatosit.Pada

inflamasi kronik perolehan besi oleh makrofag lebih banyak pengambilan

melalui eritropoiesis dan import transmembran dari besi ferro oleh protein

(14)

Interferon ɣ, lipopolisakarida,dan TNF α meningkatkan regulasi

ekspresi dari DMT 1 dengan peningkatan dari pengambilan besi ke dalam

makrofag yang teraktivasi.Stimulus proinflammatori ini juga menginduksi

retensi besi pada makrofag oleh pengaturran menurun ekspresi dari

ferroportin ,ini menghambat pengeluaran besi dari sel-sel.Ferroportin

merupakan eksporter besi transmembran, suatu proses yang diyakini

respon terhadap transfer dari penyerapan besi ferro dari enterosit

duodenum kedalam sirkulasi.

Bahkan, anti inflammatori sitokin seperti IL-10 dapat menginduksi

anemia melalui stimulus transferrin yang dimediasi perolehan dari besi

oleh makrofag dan dengan translasi stimulus dari ekspresihepsidin.

Pengidentifikasian dari hepsidin ,suatu protein regulasi besi fase

akut yang tergabung dalam 25 asam amino,membantu untuk menjelaskan

hubungan dari respon immun ke homeostasis besi dan anemia pada

penyakit kronis.Ekspresi hepsidin diinduksi oleh lipopolisakarida dan IL-6

dan dihambat oleh TNF α. Transgenik atau ekspresi utama yang

berlebihan dari hepsidin pada anemia berat defisiensi besi pada

tikus.Inflamasi pada tikus yang kurang hepsidin tidak mengarah ke

hipoferremia.Suatu penemuan yang mensugesti bahwa hepsidin mungkin

terlibat dalam peralihan perjalanan besi melalui penurunan penyerapan

duodenum dari besi dan penghambatan dan pelepasan besi dari makrofag

yang terjadi pada anemia penyakit kronis.

Induksi dari hypoferremia oleh IL-6 dan hepsidin terjadi dalam

(15)

out,yang diterapi dengan turpentine sebagai model dari ekspresi

penemuan yang mensugesti bahwa hepsidin mungkin pusat dari anemia

penyakit kronis. Identifikasi terbaru gen, hemojuvelin bisa berperan dalam

hubungan dengan hepsidin dan menginduksi perubahan-perubahan ini.

( Weiss G.MD et al., 2005).

Respon yang tumpul dari eritropoietin

Eritropoietin mengatur sentral dari proliferasi sel-sel eritroid. Ekspresi

eritropoietin adalah berhubungan terbalik dengan oksigenasi jaringan dan

tingkat hemoglobin.Ikatan affinitas dari eritropoietin meginduksi faktor-

faktor transkripsi dan merusak sel-sel yang memproduksi eritropoietin.

Respon dari erithropoietin kedepannya dikurangi oleh inhibitor dari sitokin

proinflamasi terhadap proliferasi progenitor sel eritroid, regulasi menurun

dari reseptor eritropoietin dan keterbatasan dari ketersediaan besi.

Evaluasi laboratorium

Anemia penyakit kronik adalah normokrom normositik anemia

dengan karakteristik ringan Hb 9,5 g/dl ke sedang Hb 8 g/dl .(Weiss G et

(16)

2.1.7. Interleukin 6

IL-6 berfungsi dalam imunitas non spesifik dan spesifik,diproduksi

fagosit mononuklear, sel endothel vaskular, fibroblas dan sel lain sebagai

respon terhadap mikroba dan sitokin lain.IL-6 mempunyai berbagai fungsi.

Dalam imunitas non spesifik, IL-6 merangsang hepatosit untuk

memproduksi APP dan bersama CSF merangsang progenitor di sumsum

tulang untuk memproduksi neutrofil. Dalam imunitas spesifik, IL-6

merangsang pertumbuhan dan differensiasi sel B menjadi sel mast yang

memproduksi antibodi. (Bratawidjaya., 2006)

IL-6 dahulu dikenal sebagai IFN-β2, hepatocyte stimulating factor

dan plasmocytoma growth factor dan merupakan sitokin yang berfungsi

pada immuitas bawaan maupun didapat.Seperti halnya IL-1,IL-6 dibentuk

oleh banyak macam sel dan berpengaruh pada banyak jenis sel sasaran.

Sumber utama IL-6 adalah makrofag. Walaupun limfosit didaerah

(17)

diferensiasi sel B, IL-6 merupakan faktor induksi utama pada diferensiasi

fase terminal. IL-6 menginduksi sel B yang terinfeksi EBV untuk

memproduksi Ig,mempercepat sekresi IgA oleh sel B dalam peyer

patch.Dalam kaitannya dengan sel T, IL-6 memegang peran penting pada

respon sel T terhadap aloantigen dan pembentukan sel T sitotoksik,juga

berperan dalam meningkatkan respon thymocyte terhadap IL-1 dan IL-4.

Pertumbuhan dan diferensiasi sel-sel hemopoietik dipengaruhi oleh

interaksi sinergik beberapa jenis sitokin. Dalam hal ini IL-6 berperan

mempercepat masuknya sel kedalam fase G1dari siklus sel.IL-6 juga

memegang peranan penting pada respon fase akut akibat trauma dengan

meningkatkan sintesa protein fase akut akibat trauma dengan

meningkatkan sintesa protein fase akut oleh hepatosit dan memicu

produksi ACTH yang merangsang pembentukan glukokortikoid (Kresna

boedina, 2010)

Interleukin 6 (IL-6) merupakan interleukin yang berperan sebagai

sitokin proinflamasi. IL-6 disekresikan oleh sel T dan makrofag untuk

menstimulasi respons imun seperti infeksi, trauma, dll. IL-6 penting dalam

patofisiologi demam, inflamasi akut, dan kronik. IL-6 dapat disekresikan

oleh makrofag sebagai respons terhadap molekul mikroba spesifik, yang

disebut sebagai pathogen-associated molecular patterns (PAMPs).

PAMPS ini dapat berikatan dengan molekul dari sistem imun bawaan yang

disebut pattern recognition receptors (PRRs) termasuk Toll-like receptors

(18)

menginduksi kaskade sinyal intraseluler yang dapat menyebabkan

peningkatan produksi sitokin inflamasi.(Kaplanski,2003)

IL-6 penting dalam respons inflamasi kronik. IL-6 tidak hanya

berperan dalam reaksi fase akut tetapi juga perkembangan respons imun

seluler dan humoral, termasuk diferensiasi sel B tahap akhir, sekresi

imunoglobulin, dan aktivasi sel T. Peralihan dari inflamasi akut ke kronik

yang utama adalah adanya monosit pada area inflamasi. IL-6 ini penting

dalam transisi antara inflamasi akut ke kronik.(Marin V, 2001).

Kompleks IL-6 dan reseptor IL-6 dapat mengaktivasi sel endotel

untuk mensekresikan monocyte chemoattractant protein (MCP)-1 dan

menginduksi ekspresi molekul adesi.Kompleks IL-6/ Reseptor IL-6

memungkinkan transisi dari neutrofil ke monosit dalam patogenesis

inflamasi.Transisi dari akumulasi neutrofil ke monosit bisa akibat

pergeseran tipe kemokin yang diproduksi oleh sel stroma, makrofag atau

neutrofil. Neutrofil yang distimulasi sitokin inflamasi selama beberapa jam

akan secara selektif menghasilkan MCP-1. Aktivasi endotel (atau sel

stroma) oleh molekul proinflamasi menyebabkan sekresi PAF (Platelet

activating factor), IL-8, IL-6. Kombinasi IL-6R dengan IL-6 memungkinkan

ligasi ke gp130 pada membran sel endotel dan meningkatkan sekresi IL-6

dan MCP-1 sel endotel (atau stroma), yang memungkinkan transisi dari

rekrutmen neutrofil ke monosit. Transisi dari akumulasi neutrofil ke

monosit pada lokasi inflamasi tidak hanya terjadi rekrutmen monosit tetapi

(19)

membran baru yang dikenali oleh berbagai reseptor makrofag yang

menyebabkan terjadinya fagositosis. Fagositosis dari PMN apoptotik oleh

makrofag menyebakan peningkatan sekresi TGF-β dan sekresi MCP-1,

menyebabkan terjadinya rekrutmen monosit.( Jones SA, 2005)

Gambar 2.1. Peranan IL-6 terhadap inflamasi (Gabay C, 2006)

Keterangan. Tahap 1: pada respons inflamasi akut, IL-6 dapat

berikatan dengan dengan reseptornya. Tahap 2 : trans sinyal melalui

gp130 menyebabkan rekrutmen monosit. Tahap 3 : paparan jangka

panjang IL-6 menyebabkan apoptosis neutrofil, fagositosis, dan akumulasi

mononuklear pada lokasi cedera. IL: interleukin; JAK: Janus activated

(20)

IL-6 berperan penting dalam pertahanan pejamu sebagai messenger

antara sistem adaptif dan innate dengan menstimulasi produksi IFN-γ di

sel T, dengan meningkatkan sekresi imunoglobulin di sel B yang

teraktivasi dan melalui aktivasi polimorfoneutrofil. (Yamaoka Y,1996).

(21)

Jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh dipengaruhi oleh jumlah

besi dalam makanan, bioavailabilitas besi dalam makanan dan

penyerapan oleh muosa usus.Di dalam tubuh orang dewasa mengandung

zat besi sekitar 55mg/Kg BB atau sekitar 4 gram. Lebih kurang 67 % zat

besi tersebut dalam bentuk hemoglobin,30 % sebagai cadangan dalam

bentuk ferritin atau hemosiderin dan 3 % dalam bentuk mioglobin.Hanya

(22)

Ada 2 cara penyerapan besi dalam usus yang pertama adalah

penyerapan dalam bentu non heme (sekitar 90 % berasal dari makan)

yaitu besi harus diubah dulu menjadi bentuk yang diserap, sedangkan

bentuk yang kedua yaitu bentuk heme (sekitar 10 % berasal dari

makanan) besinya dapat langsung diserap tanpa memperhatikan

cadangan besi dalam tubuh, asam lambung ataupun zat makanan yang

dikomsumsi.

Besi non heme dilumen usus akan berikatan dengan apotransferin

membentukkompleks transferin besi yang kemudian akan masuk ke dalam

sel mukosa, besi akan dilepaskan dan apotransferinnya akan kembali

dalam lumen usus. Selanjutnya sebagian besi bergabung dengan

apoferitin membentuk feritin, sedangkan besi yang tidak diikat oleh

apoferitin akan masuk keperedaran darah dan berikatan dengan

apotransferin serum.

Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus

halus, terutama diduodenum sampai pertengahan jejunum,makin kearah

distal usus penyerapan semakin berkurang.Besi dalam makanan

terbanyak ditemukan dalam bentuk senyawa besi non heme berupa

kompleks senyawa besi inorganik (feri/Fe 3+) yang oleh pengaruh asam

lambung ,vitamin C dan asam amino mengalami reduksi menjadi bentuk

fero (Fe2+) bentuk ferro ini kemudian di absorpsi oleh sel mukosa usus dan

didalam sel usus bentuk ferro ini mengalami oksidasi menjadi bentuk ferri

yang selanjutnya berikatan dengan apoferritin menjadi ferritin.Selanjutnya

(23)

menjadi bentuk ferro dan didalam plasma in ferro direoksidasi kembali

menjadi bentuk ferri.Yang kemudian berikatan dengan 1 globulin

membentuk transferrin .Absorpsi besi non heme akan meningkat pada

penderita ADB.Transferin berfungsi untuk mengangkut besidan

selanjutnya didistribusikan ke dalam jaringanhati,limpa dan sumsumtulang

serta jaringan lain untuk disimpan sebagai cadangan besitubuh.

Didalam sumsum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam

eritrosit (retikulosit) yang selanjutnya bersenyawa dengan porfirin

membentuk heme dan persenyawaan globulin dengan heme membentuk

hemoglobin. Setelah eritrosit berumur ±120 hari fungsinya kemudian

menurun dan selanjutnya dihancurkan didalam sel retikuloendotelial.

Hemoglobin mengalami proses degradrsi menjadi biliverdin dan besi.

Selanjutnya biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin, sedangkan besi

akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus seperti diatas atau

akan tetap disimpan sebagai cadangan tergantung aktivitaseritropoiesis.

Bioavailabilitas besi dipengaruhi oleh komposisi zat gizi dalam

makanan. Asam askorbat, daging, ikan dan unggas akan meningkatkan

penyerapan besinon heme. Jenis makanan yang mengandung asam tanat

(terdapat dalam teh dan kopi) kalsium, beras, kuning telur, polifenol,

oksalat, fosfat dan obat-obatan (antasid, tetrasiklin dan kolesitramin) akan

mengurangi penyerapan zat besi.

Besi heme didalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh asam

lambung dan enzim proteosa. Kemudian besi heme mengalami oksidasi

(24)

kemudian akan dipecah oleh enzim homeoksigenase menjadi ion feri

bebas dan porfirin. Selanjutnya ion feri bebas ini akan mengalami siklus

seperti diatas.

Didalam tubuh cadangan besi ada 2 bentuk, yang pertama feritin

yang bersifat mudah larut,tersebar disel parenkim dan makrofag,

terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah

larut, lebih stabil tapi lebih sedikit daripada feritin. Hemosiderin terutama

diditemukan dalam sel kupfer hati dan makrofag dilimpa dan sumsum

tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi untuk mempertahankan

homeostasis besi dalam tubuh. Apabila pemasukan besi dari makan tidak

mencukupi, maka terjadi, mobilisasi besidan cadangan besi untuk

mempertahankan kadarHb.

FERRITIN

Kelebihan besi yang tidak dimanfaatkan lagi oleh sel akan diikat oleh

Apoferitin menjadi komplek besi simpanan yang disebut dengan feritin.

Sehingga perneriksaan feritin serum digunakan untuk mengevaluasi

cadangan besi total karena memberikan estimasi yang paling sesuai.

Pada kadar feritin antara 15 -5 ng/ml, tiap 1 ng/ml sebanding dengan kira-

kira I - 10 mg cadangan besi.

Feritin akan meningkat sebagai respon tubuh yang tidak spesifik

tefiadap pengaruh sistemik dari infeksi, inflamasi, penyakit hati, dan

keganasan. Pada penyakit hati feritin serum meningkat karena terjadi

(25)

mengalami kerusakan. Peningkatan serum pada keganasan terutama

keganasan hematologi, terjadi karena sintesis langsung dari sel-sel ganas

tersebut, pengaruh reaksi inflamasi, pelepasan dari sel-sel yang rusak

terutama setelah menjalani kemoterapi.

Nilai normal feritin bervariasi sesuai umur dan jenis kelamin. Laki-laki

umumnya lebih tinggi kadarnya dibandingkan perempuan, tetapi setelah

menopause kadarnya meningkat mendekati kadar laki-laki dewasa. Kadar

feritin normal pada laki-laki adalah 28 - 365 ng/ml sedangkan pada

perempuan 10 – 148 (teddy et al.,2011)

Struktur dan fungsi feritin

Ferritin merupakan protein cadangan besi terbesar pada jaringan

manusia.Protein ini memiliki kapasitas sequester diatas 4500 atom besi

(26)

diperlukan untuk keperluan metabolik immediate.Hal itu berisi 24 sub unit

dari 2 yipe.Liver (L) dan hati (H) dengan berat molekul masing-masing 19

dan 21 kD.Sub unit H memegang peranan pada rapid detoksifikasi dari

besi karena aktifitas peroksidase,yang mengoksidasi besi ke bentuk Fe(III)

untuk endapan dalam inti. Sedangkan sub unit L memfasilitasi besi

nukleasi,mineralisasi dan penyimpanan besi jangka panjang.Pada invivo

sel spesifik tipe sintesa suatu rasio spesifik dari ferritin H dan ferritin L sub

unit protein selama differensiasi rasio H : L sub unitprotein selalu stabil,

kecuali selama kelebihan besi kronik atau inflamasi (Takeshi et al.,2010)

Regulasi dari ferritin

Beberapa ulasan terbarudikatakan bahwa faktor regulasi dari seluler

ferritin masih sulit dimengerti secara tepat. Sistem yang sensitif tidak

hanya untuk ketersediaan besi tapi juga untuk status oksidasi dari sel.

Faktanya, regulasi besi yangtermasuk transferrin dan reseptor transferrin

(TfR) dan sebagai bagian dari protein pertahanan seluler terhadap stres

dan inflamasi, seperti garis besar dari beberapatulisan.

Takeshi et al., 2010 menemukan baru-baru ini pada pasien

hemodialisis reguler tanpa inflamasi yang jelas, bahwa level serum

hepsidin khususnya digabung dengan level ferritin,independen dari sitokin,

IL-6 dan TNF α.seperti tidak ada evidense korelasi dari ekspresi antara

hepsidin dan ferritin pada model kultur sel, itu mungkin alasan presumsi

bahwa IL-6 dan hepsidin mediasi dengan retensi besi di sel sistem

(27)
(28)

INFEKSI

2.6. Kerangka Konseptual

ANEMIA RENAL

PERDARAHAN

GANGGUAN FUNGSIHATI DEFISIENSIBESI

FERITIN

IL -6 PENYAKITGINJAL

KRONIK

ERITROPOIETIN

KEGANASAN

Gambar

Tabel 2.1.StagePGK
Tabel 2.2. Persamaan untuk menaksir LFG
Tabel 2.3. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik
Gambar 2.1. Peranan IL-6 terhadap inflamasi (Gabay C, 2006)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Copy (resultBuffer, 0, resultData.Scan0, resultBuffer.Length); resultBitmap. Copy (sourceData.Scan0, resultBuffer,

The decisions made at the 2007 United Nations Climate Change Conference, in Nusa Dua Bali, have the potential to influence environmental policies in countries around the

King James ataupun Alkitab berbahasa Indonesia versi Terjemahan Baru. b) Terdapat fitur Go To , yang dimana user dapat menampilkan ayat yang diinginkannya. Namun

[r]

Etnografi Mengenai Tanggapan Masyarakat Desa Sopokomil Kecamatan Silima Punggapungga Dairi. Dampak Sosial Ekonomi Masyarakat Atas

Pembelajaran Keterampilan Batik Tulis Bagi peserta Didik Tunarungu Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu..

Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa melalui penerapan model pembelajaran Make A Match berbantu permainan ular

Pola hias yang sudah dirancang untuk busana atau untuk keperluan lenan rumah tangga dipindahkan terlebih dahulu pada bahan yang akan dihias. Cara memindahkan desain hiasan