• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Dukungan Keluarga dan Faktor Sosial Budaya Terhadap Pemberian Asi Eksklusif Pada Bayi 0–6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraya Kecamatan Pancurbatu Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Dukungan Keluarga dan Faktor Sosial Budaya Terhadap Pemberian Asi Eksklusif Pada Bayi 0–6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraya Kecamatan Pancurbatu Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan sebagai bagian dari pembangunan nasional diarahkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia dan dilaksanakan guna tercapai kesadaran, kemauan dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.Tujuan dari pembangunan kesehatan salah satunya adalah menurunkan angka kematian bayi (PP 33, 2012).

Salah satu tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals (MDGs) adalah mencapai target menurunkan angka kematian bayi dan balita 23 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Untuk mencapai tujuan tersebut maka pemerintah melakukan strategi dan usaha, salah satunya yaitu melalui program pemberian Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif (Bappenas, 2005).

Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI, 2012) menyatakan bahwa angka kematian bayi di Indonesia saat ini adalah 32 per 1000 kelahiran hidup dan angka kematian balita adalah 40 per 1.000 kelahiran hidup.Dua per tiga kematian bayi biasanya terjadi pada usia 0–28 hari (neonatal) (SDKI, 2012).

(2)

bulan. Makanan padat seharusnya diberikan sesudah anak berumur 6 bulan, dan pemberian ASI dilanjutkan sampai anak berumur dua tahun (WHO, 2005).

Cakupan persentase bayi yang diberi ASI Eksklusif dari tahun 2004-2012 cenderung menurun secara signifikan, hanya pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 10,33% dibandingkan tahun 2007. Dan pencapaian pada tahun 2012 sebesar 20,33% merupakan pencapain terendah selama kurun waktu 2004- 2012. Terdapat 8 Kab/Kota yang pencapaian ASI Ekslusif 0% yaitu Kabupaten Tapanuli Tengah, Dairi, Karo, Langkat, Pakpak Bharat, Padang Lawas, Kota Medan dan Gunung Sitoli (Provil Kesehatan Provinsi Sumatera Utara, 2012).

Hasil Survei Demografi kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2002 dilaporkan bahwa bayi di Indonesia rata-rata hanya mendapatkan ASI sampai usia 1,6 bulan, sedangkan yang diberi ASI eksklusif sampai umur 4-5 bulan hanya 14%. Kondisi ini masih sangat jauh dari yang direkomendasikan dalam indikator Indonesia 2010 yaitu 80%.Meskipun pemerintah telah menghimbau pemberian ASI eksklusif, angka pemberian ASI eksklusif masih rendah. Data menunjukkan lebih kurang 1,5 juta anak meninggal karena pemberian makanan yang tidak benar. Kurang dari 15% bayi diseluruh dunia diberi ASI eksklusif selama 4 bulan dan pemberian makanan pendamping ASI yang tidak sesuai dan tidak aman bagi bayi (Depkes RI, 2007).

(3)

Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2010 cakupan ASI Eksklusif hanya mencapai 22% (Badan Pusat Statistik, BKKBN, Departemen Kesehatan, 2007).

Data di atas diperkuat dengan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1997-2007 memperlihatkan terjadinya penurunan prevalensi ASI Eksklusif dari 40,2% pada tahun 1997 menjadi 39,5% dan 32% pada tahun 2003 dan 2007 (Badan Pusat Statistik, BKKBN, Departemen Kesehatan, 2007).

Berdasarkan hasil survey sosial ekonomi nasioanal (Susenas) Tahun 2009 di Indonesia sebesar 61,3 % persentase meningkat di Tahun 2010 berdasarkan data terakhir cakupan pemberian ASI Eksklusif (0-6 bulan) di Indonesia sebesar 61,5 %, sementara itu cakupan pemberian ASI eksklusif (0-6 bulan) menurut Provinsi di Indonesia Tahun 2010 untuk Provinsi DKI Jakarta sebesar 62,1 % (Susenas, 2010).

Persentase pemberian ASI eksklusif pada bayi 0-6 bulan di Indonesia pada tahun 2012sebesar 48,6%, pada tahun 2013mengalami peningkatansebesar 54,3%. Persentase pemberian ASI eksklusif tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Barat sebesar 79,74%, diikuti oleh Sumatera Selatan sebesar 74,49%, dan Nusa Tenggara Timur sebesar 74,37%. Sedangkan persentase pemberian ASI eksklusif terendah terdapat di Provinsi Maluku sebesar 25,21%, diikuti oleh Jawa Barat sebesar 33,65% dan Sulawesi Utara sebesar 34,67% (Profil Kesehatan Indonesia, 2013).

(4)

8% bayi pada umur yang sama diberi susu lain, 8% diberi air putih. Pemberian ASI eksklusif kepada bayi berusia 4-5 bulan dalam SDKI 2012 adalah 27% lebih tinggi dibandingkan dengan hasil SDKI 2007 17% (SDKI, 2013).

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010 menunjukkan pemberian ASI di Indonesia saat ini memprihatinkan, persentase bayi yang menyusu eksklusif sampai dengan 6 bulan hanya 15,3 persen. Hal ini disebabkan kesadaran masyarakat dalam mendorong peningkatan pemberian ASI masih relatif rendah dan juga.Salah satu penyebab utama rendahnya pemberian ASI di Indonesia selain faktor sosial budaya, juga masih kurangnya pengetahuan ibu menyusui, keluarga, dan masyarakat (Depkes RI, 2010).

Menurut Danuatmaja, masyarakat Indonesia yang majemuk terdiri dari berbagai suku atau puak, dan memiliki sosial budaya yang beraneka ragam, hal ini berpengaruh besar terhadap pola perilaku masyarakatnya. Perilaku yang dilatar belakangi sosial budaya tersebut ada yang positif dan ada pula yang negatif dipandang dari sudut kesehatan, yang negatif tersebut merugikan program pembangunan kesehatan masyarakat. Salah satu program pembangunan kesehatan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan intelektualitas dan produktifitas sumber daya manusia adalah perbaikan gizimasyarakat yang memiliki daya ungkit yang cukup berarti untuk generasi mendatang yang dimulai sejak dini adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif terhadap bayi usia 0-6 bulan(Hasan, 2009).

(5)

mengalami kekurangan gizi berat pada masa ini, pengurangan sel otak akan terjadi sebanyak 15-20%. Bayi yang tidak mendapatkan ASI Eksklusif mempunyai resiko 2 kali lebih tinggi mengalami kematian akibat diare dan pneumonia dibanding bayi yang mendapat ASI Eksklusif (Roesli, 2008).

Hambatan lain dalam pemberian ASI Eksklusif adalah faktor sosial budaya, dimana ibu-ibu yang mempunyai bayi masih dibatasi oleh kebiasaan, adat istiadat maupun kepercayaan yang telah menjadi tata aturan kehidupan dala satu wilayah, dimana faktor sosial budaya tersebut mepunyai kecenderungan mengarah perilaku ibu untuk tidak mampu memberikan ASI Eksklusif.

Pemerintah telah menetapkan kebijakan pemberian ASI Eksklusif sampai bayi berumur 6 bulan dilanjutkan pemberian ASI sampai anak berumur 2 tahun pada Kepmenkes RI no.450/MENKES/IV/2004.Isi keputusan Kepmenkes di antaranya adalah pemberian ASI Eksklusif bagi bayi di Indonesia dan menetapkan agar semua tenaga kesehatan di sarana pelayanan kesehatan menginformasikan agar ibu yang baru melahirkan memberikan ASI Eksklusif.

Air Susu Ibu diberikan kepada bayi karena mengandung banyak manfaat dan kelebihan, di antaranya adalah menurunkan resiko terjadinya penyakit infeksi.ASI juga bisa menurunkan dan mencegah terjadinya penyakit noninfeksi, penyakit alergi, obesitas, kurang gizi, dan asma.Selain itu ASI dapat meningkatkan IQ (Intelegensi Question) dan EQ (Emosional Question) anak.Menyusui bayi bisa menjalin ikatan

(6)

dalam dekapan ibunya, mendengar langsung degup jantung ibu, serta merasakan sentuhan ibu saat disusui oleh ibunya (Roesli, 2008).

UNICEF-IDAI dalam memberikan rekomendasi tentang pemberian makanan bayi pada situasi darurat mengeluarkan pernyataan bersama di Jakarta pada tanggal 7 Januari 2005, yaitu mitos tentang menyusui dapat mengurangi rasa percaya diri ibu maupun dukungan yang diterimanya (Arini, 2012).

Masalah yang terkait dalam pencapaian cakupan ASI eksklusif antara lain: (1) pemasaran susu formula, (2) masih banyaknya perusahaan yang mempekerjakan perempuan tidak memberi kesempatan bagi ibu yang memiliki bayi 0–6 bulan untuk melaksanakan pemberian ASI secara eksklusif, (3) masih banyak tenaga kesehatan ditingkat pelayanan yang belum peduli atau belum berpihak pada pemenuhan hak bayi untuk mendapat ASI eksklusif, (4) masih sangat terbatas tenaga konselor ASI, (5) belum maksimalnya kegiatan edukasi, sosialisasi, advokasi, dan kampanye terkait pemberian ASI, dan belum semua rumah sakit melaksanakan 10 Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM) (Profil Kesehatan Indonesia, 2013).

(7)

yang berpengaruh terhadap pemberian ASI eksklusif.Faktor-faktor inilah yang menyebabkan pemberian ASI eksklusif di Indonesia cukup rendah (Depkes, 2005).

Beberapa kendala laindalam hal pemberian ASI eksklusif karena ibu tidak percaya diri bahwa dirinya mampu menyusui dengan baik sehingga mencukupi seluruh kebutuhan gizi Bayi. Hal ini antara lain disebabkan karena kurangnya pengetahuan ibu, kurangnya dukungan Keluarga serta rendahnya kesadaran masyarakat tentang manfaat pemberian ASI eksklusif. Selain itu kurangnya dukungan Tenaga Kesehatan, Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan produsen makanan bayi untuk keberhasilan ibu dalam menyusui bayinya (PP-ASI, 2012).

Selain itu peran suami juga sangat berpengaruh untuk mensukseskan program ASI Eksklusif karena dapat mempelancar ASI yang bermakna bagi peningkatan mutu kehidupan anak yang sayangnya tidak banyak dipahami oleh para suami.Karena masih banyak ibu yang tidak menyusui anaknya terutama secara eksklusif salah satu alasan terbesar adalah karena takut ditinggal suami (Roesli, 2008).

(8)

mertua. Kelancaran menyusui juga memerlukan kondisi kesetaraan antara keluarga terutama suami dan istri tetapi kenyataannya hingga saat ini masih sangat sedikit keinginan suami untuk ikut berperan serta dalam perawatan anaknya termasuk mendukung aktivitas menyusui.

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas yang menjadi masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh dukungan keluarga dan faktor sosial budaya terhadap pemberian ASI Eksklusif pada bayi 0-6 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraya Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.”

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh dukungan keluarga dan faktor sosial budaya terhadap pemberian ASI Eksklusifpada Bayi 0–6 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas SukarayaKecamatan Pancur BatuKabupaten Deli Serdang tahun 2015.

1.4. Hipotesis

(9)

2. Ada pengaruh faktor sosial budaya terhadap pemberian ASI Eksklusif pada Bayi 0–6 Bulandi Wilayah Kerja Puskesmas Sukaraya Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang tahun 2015.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar penentuan kebijakan dan perencanaan dalam memsukseskan program pemberian ASI Eksklusif.

Referensi

Dokumen terkait

Bagi perusahaan yang menjual barang atau jasa, dokumen ini diisi oleh fungsi kas dan berfungsi sebagai alat untuk menagih uang tunai dari bank yang mengeluarkan

Tujuan: Mendeskripsikan asuhan keperawatan pada pasien penyakit paru obstruktif kronik dengan masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas di Rumah Sakit PKU

• For the pollen grains to reach the ovules and fertilize them, a pollinating midge must carry the pollen from the father flower to the mother flower.

Machine compacted hollow sandcrete blocks made from mix ratio 1:6 and with up to 10% laterite content is found suitable and hence recommended for building construction having

Mampu berprestasi di tingkat kabupaten, provinsi dan

This paper presents the complete and detailed derivations of not only the moving least-squares shape functions, but also their derivatives (up to the second order derivatives),

Hasil penelitian mengenai Kinerja Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dalam melaksanakan program pengurangan angka pengangguran di Kota Bogor adalah baik.. Karena

Membuat Aplikasi Web dengan PHP+ Database MySQL.. Yogyakarta