• Tidak ada hasil yang ditemukan

Simulasi Koordinasi Rambu Lalu Lintas Terhadap Volume Kendaraan Saat Waktu Puncak Lalu Lintas di Persimpangan Menggunakan Software Vissim

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Simulasi Koordinasi Rambu Lalu Lintas Terhadap Volume Kendaraan Saat Waktu Puncak Lalu Lintas di Persimpangan Menggunakan Software Vissim"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Umum

Menurut Departemen Perhubungan Direktorat Jenderal Perhubungan Darat

(1996),persimpangan adalah simpul pada jaringan jalan di mana jalan-jalan

bertemu dan lintasankendaraan berpotongan. Lalu lintas pada masing-masing kaki

persimpangan bergerak secarabersama-sama dengan lalu lintas

lainnya.Persimpangan-persimpangan merupakan faktor faktor yang paling penting

dalam menentukan kapasitas dan waktu perjalanan pada suatujaringan jalan,

khususnya di daerah-daerah perkotaan.

Karena persimpangan harus dimanfaatkan bersama-sama oleh setiap orang

yang inginmenggunakannya, maka persimpangan tersebut harus dirancang dengan

hati-hati, denganmempertimbangkan efisiensi, keselamatan, kecepatan, biaya

operasi, dan kapasitas.Pergerakan lalu lintas yang terjadi dan urutan-urutannya

dapat ditangani dengan berbagaicara, tergantung pada jenis persimpangan yang

dibutuhkan (C. Jotin Khisty, 2003).

C.J.Khisty (2003) menambahkan, persimpangan dibuat dengan tujuan

untuk mengurangipotensi konflik diantara kendaraan (termasuk pejalan kaki) dan

sekaligus menyediakankenyamanan maksimum dan kemudahan pergerakan bagi

(2)

2.2 Jenis Persimpangan

Secara umum terdapat tiga jenis persimpangan, yaitu persimpangan

sebidang, pembagian jalur jalan tanpa ramp, dan simpang susun atau interchange (Khisty, 2003). Sedangkan menurut F.D. Hobbs (1995), terdapat tiga tipe umum

pertemuan jalan, yaitu pertemuan jalan sebidang, pertemuan jalan tak sebidang,

dan kombinasi antara keduanya.

Persimpangan sebidang adalah persimpangan dimana berbagai jalan atau

ujung jalan masuk persimpangan mengarahkan lalu lintas masuk kejalan yang

dapat belawanan dengan lalu lintas lainnya. (Morlok 1991)

Gambar 2.1. Berbagai jenis persimpangan jalan sebidang (Morlok, E. K. 1991)

Sedangkan persimpangan tak sebidang, sebaliknya yaitu

memisah-misahkan lalu lintas pada jalur yang berbeda sedemikian rupa sehingga

persimpangan jalur dari kendaraan-kendaraan hanya terjadi pada tempat dimana

Persimpangan jalan berkaki banyak

Y dengan jalan membelok Bentuk T tanpa kanalisasi

Dengan kanalisasi Melebar

Bentuk Y tanpa kanalisasi

Tanpa kanalisasi

Bundaran Persimpangan 3 kaki

T Melebar

(3)

Persimpangan T atau terompet

DaunSemanggi

Persimpangan T setengah langsung Intan yang biasa

Jalan-jalan kolektor dan distributor

Intan dengan jalan kolektor dan distributor

sama. (contoh jalan layang), karena kebutuhan untuk menyediakan gerakan

membelok tanpa berpotongan, maka dibutuhkan tikungan yang besar dan sulit

serta biayanya yang mahal. Pertemuan jalan tidak sebidang juga membutuhkan

daerah yang luas serta penempatan dan tata letaknya sangat dipengaruhi oleh

topografi. Adapun contoh simpang susun disajikan secara visual pada gambar

berikut.

.

Gambar 2.2. Beberapa contoh simpang susun jalan bebas hambatan

(Morlok, E.K. 1991)

Pergerakan arus lalu lintas pada persimpangan juga membentuk suatu

manuver yang menyebabkan sering terjadi konflik dan tabrakan kendaraan. Pada

(4)

1. Berpencar (diverging)

2. Bergabung (merging)

3. Bersilangan (weaving)

4. Berpotongan (crossing)

Gambar 2.3. Jenis-jenis dasar pergerakan

Sumber : Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas & Angkutan Kota,(1999; hal.31)

Pada persimpangan sebidang menurut jenis fasilitas pengatur lalu lintasnya

dipisahkan menjadi 2 (dua) bagian :

1. Simpang tidak bersinyal

Simpang tidak bersinyal (unsignalised intersection) adalah pertemuan jalan

yang tidak menggunakan sinyal pada pengaturannya.

2. Simpang Bersinyal

Simpang bersinyal (signalised intersection) adalah persimpangan jalan yang

pergerakan atau arus lalu lintas dari setiap pendekatnya diatur oleh lampu sinyal

(5)

Simpang-simpang bersinyal merupakan bagian dari sistem kendali waktu

tetap yang dirangkai atau sinyal aktual kendaraan terisolir.Simpang bersinyal

biasanya memerlukan metode dan perangkat lunak khusus dalam analisanya.

Kapasitas simpang dapat ditingkatkan dengan menerapkan aturan prioritas

sehingga simpang dapat digunakan secara bergantian.Pada jam-jam sibuk

hambatan yang tinggi dapat terjadi, untuk mengatasi hal itu pengendalian dapat

dibantu oleh petugas lalu lintas.Namunbila volume lalu lintas meningkat

sepanjang waktu, diperlukan sistem pengendalian untukseluruh waktu (full time) yang dapat bekerja secara otomatis.Pengendalian tersebut dapatdigunakan alat

pemberi isyarat lalu lintas (traffic signal) atau sinyal lalu lintas.

Menurut MKJI (1997), pada umumnya penggunaan sinyal lalu lintas

padapersimpangan dipergunakan untuk satu atau lebih alasan berikut ini :

1) Untuk menghindari kemacetan simpang akibat adanya konflik arus lalu

lintas, sehingga terjamin bahwa suatu kapasitas tertentu dapat

dipertahankan, bahkan selama kondisi lalu lintas jam puncak.

2) Untuk memberi kesempatan kepada kendaraan dan/atau pejalan kaki dari

jalan simpang (kecil) untuk memotong jalan utama.

3) Untuk mengurangi jumlah kecelakaan lalu lintas akibat tabrakan antara

(6)

2.3 Lampu Lalu Lintas

Satu metode yang paling penting dan efektif untuk mengatur lalu lintas di

persimpangan adalah dengan menggunakan lampu lalu lintas. Menurut C. Jotin

Khisty (2003), lampu lalu lintas adalah sebuah alat elektrik (dengan sistem

pengatur waktu) yang memberikan hak jalan pada satu arus lalu lintas atau lebih

sehingga aliran lalu lintas ini bias melewat persimpangan dengan aman dan

efisien.

Secara umum lalu lintas dipasang pada suatu persimpangan berdasarkan

alasan spesifik berikut ini:

1) Untuk meningkatkan keamanan system secara keseluruhan

2) Untuk mengurangi waktu tempuh rata-rata di sebuah persimpangan,

sehingga meningkatkan kapasitas

3) Untuk menyeimbangkan kualitas pelayanan di seluruh aliran lalu lintas

Menurut C.J.Khisty(2003) ketika telah ditentukan dan dirancang dengan

benar, pemasangan lampu lalu lintas dapat mencapai keuntungan berikut ini.

1) Mengurangi frekuensi tipe kecelakaan tertentu, khususnya kecelakaan tipe

sudut kanan.

2) Menghasilkan pergerakan lalu lintas yang teratur.

3) Menyediakan arus yang kontinu bagi iring/iringan kendaraan melalui

koordinasi yang memadai pada kecepatan tertentu di rute tertentu.

4) Pengendalian lalu lintas menjadi lebih ekonomis dibandingkan metode

manual.

(7)

Lampu lalu lintas yang tidak menentu, dirancang dengan buruk, dioperasikan

seadanya, dan tidak dipelihara dengan baik akan mengakibatkan :

1) Meningkatnya frekuensi kecelakaan.

2) Penundaan yang terlalu lama.

3) Pelanggaran Lampu Lalu Lintas.

4) Perjalanan memutar melalui rute alernatif.

2.4 Koordinasi Simpang Bersinyal

Dibutuhkan semacam koordinasi lampu lalu lintas pada jalan jalan utama

yang memiliki sejumlah jalan yang saling bersimpangan agar kendaraan dapat

melintas tanpa berhenti disetiap persimpangan.Lampu lalu lintas dapat

dikoordinasikan dalam beberapa cara, Tetapi tiga teknik yang paling banyak

dilakukan adalah system simultan, system alternative, dan system progresif

fleksibel. (C.J. Khisty 2003)

1. Sistem simultan

Dalam teknik ini, seluruh lampu lalu lintas disepanjang bagian jalan yang

dikoodinasi menampilkan aspek yang sama kepada aliran lalu lintas yang sama

pada waktu yang sama. Sistem ini mengurangi kapasitas dan cinderung untuk

mendorong perjalanan dengan kecapatan yang melampaui batas agar kendaraan

dapat melewati lampu lalu lintas sebanyak mungkin. Sistem ini dapat diterapkan

dengan baik jika blok blok kotanya pendek. Apabila jumlah kendaraan yang

berbelok tidak banyak, akan diperoleh keuntungan keuntungan bagi pejalan

(8)

kendaraan yang lewat, tetapi sebuah pengontrol utama menjaga seluruh

pengontrol local tetap selaras dan menerapkan waktu siklus yang sama.

2. Sistem alternative

Dalam system ini lampu lalu lintas alternative atau kelompok lampu lalu

lintas menunjukkan tanda yang berlawanan pada waktu yang sama, yang berarti

bahwa jika sebuah kendaraan melintasi jarak antara dua persimpangan dalam

waktu setengah siklus, maka kendaraan tidak perlu berhenti. Waktu siklus harus

sama untuk seluruh lampu lalu lintas, sehingga kecepatan pergerakan selalu

konstan.

3. Sistem progresif

Terdapat dua jenis system progresif yang digunakan.Dalam system

progresif yang sederhana, berbagai muka sinyal yang mengendalikan suatu jalan,

menampilkan warna hijau sesuai dengan jadwal waktu untuk tetap menjaga agar

iring iringan kendaraan tetap dapat bergerak pada kecepatan yang telah

direncanakan. Pada system progresif fleksibel, interval waktu pada lampu lalu

lintas dapat disesuaikan secara independen tergantung persyaratan lalu lintas dan

dimana warna hijau pada setiap lampu lalu lintas dapat saja menyala secara

independen pada saat yang akan memberikan efesiensi maksimum. Pengendali

utama tetap menjaga pengendali local, yang bias saja waktu tetap atau diaktuasi

(9)

Gambar 2.4.Koordinasi sinyal lampu lalu-lintas pada jalan satu arah

Gambar 2.5.Koordinasi sinyal lampu lalu-lintas pada jalan dua arah

2.4.1 Syarat Koordinasi Sinyal

Pada situasi di mana terdapat beberapa sinyal yang mempunyai jarak yang

cukupdekat, diperlukan koordianasi sinyal sehingga kendaraan dapat bergerak

(10)

Pada umumnya, kendaraan yang keluar dari suatu sinyal akan tetap

mempertahankan grupnya hingga sinyal berikutnya. Jarak di mana kendaraan

akan tetap mempertahankan grupnya adalah sekitar 300 meter (McShane dan

Roess, 1990).

Untuk mengkoordinasikan beberapa sinyal, diperlukan beberapa syarat

yang harus dipenuhi (McShane dan Roess, 1990), yaitu:

1 Jarak antar simpang yang dikoordinasikan tidak lebih dari 800 meter. Jika

lebih dari 800 meter maka kordinasi sinyal tidak akan efektif lagi.

2 Semua sinyal harus mempunyai panjang waktu siklus (cycle time) yang sama.

3 Umumnya digunakan pada jaringan jalan utama (arteri, kolektor) dan juga

dapat digunakan untuk jaringan jalan yang berbentuk grid.

4 Terdapat sekelompok kendaraan (platoon) sebagai akibat lampu lalu lintas di bagian hulu.

2.5 Greenwave (Gelombang Hijau)

Kendaraan yang telah bergerak (pada kecepatan yang telah ditetapkan)

meninggalkan satu simpang diupayakan memperoleh lampu hijau pada simpang

berikutnya.Kondisi ini disebut gelombang hijau (green wave).Beberapa variabel

penting yang harus dihitung dan ditetapkan untuk mengkondisikan green wave

pada suatu sistem lalulintas adalah waktu siklus dan kecepatan kendaraan.Green

(11)

kendaraan - kendaraan yang melakukan percepatan dari posisi berhenti pada garis

berhenti dan meningkatkan kapasitas (F.D. Hobbs 1995).

2.6 Vissim

Menurut PTV-AG (2011), VISSIM adalah multi-moda lalu lintasperangkat

lunak aliran mikroskopis simulasi. Hal ini dikembangkan oleh PTV (Planung

Transportasi Verkehr AG ) di Karlsruhe, Jerman. Nama ini berasal dari "Verkehr

Städten - SIMulationsmodell"(bahasa Jerman untuk "Lalu lintas di kota - model

simulasi").VISSIM dimulai pada tahun1992 dan saat ini pemimpin pasar

global.VISSIM model simulasi telah dipilih untuk mengkalibrasi kondisi lalu

lintas.

Adapun kemampuannya yakni, VISSIM menyediakan kemampuan

animasi denganperangkat tambahan besar dalam 3-D. Simulasi jenis kendaraan

(yaitu dari mobil penumpang,truk, kereta api ringan dan kereta api berat). Selain

itu, klip video dapat direkam dalamprogram, dengan kemampuan untuk secara

dinamis mengubah pandangan dan perspektif.Elemen visual lainnya, seperti

pohon, bangunan, fasilitas transit dan rambu lalu lintas, dapatdimasukkan ke

(12)

2.7 MKJI (Manual Kapasitas Jalan Indonesia) 2.7.1 Teori

Teori yang digunakan yakni untuk menguraikan tata cara untuk

menentukan waktu sinyal, kapasitas, dan perilaku lalu-lintas (tundaan, panjang

antrian dan rasio kendaraan terhenti) pada simpang bersinyal di daerah perkotaan

dan semi perkotaan.

A. Karakteristik Sinyal Lalu Lintas

Untuk sebagian besar fasilitas jalan, kapasitas dan perilaku lalu-lintas

terutama adalah fungsi dari keadaan geometrik dan tuntutan lalu-Iintas.Dengan

menggunakan sinyal, perancang/insinyur dapat mendistribusikan kapasitas kepada

berbagai pendekat melalui pengalokasian waktu hijau pada

masing-masingpendekat.Maka dari itu untuk menghitung kapasitas dan perilaku

lalu-Iintas, pertama-tama perluditentukan fase dan waktu sinyal yang paling sesuai

untuk kondisi yang ditinjau.

Penggunaan sinyal dengan lampu tiga-warna (hijau, kuning, merah)

diterapkan untuk memisahkanlintasan dari gerakan-gerakan lalu-lintas yang sating

bertentangan dalam dimensi waktu.Hal iniadalah keperluan yang mutlak bagi

gerakan-gerakan lalu-lintas yang datang dari jalan jalan yang saling

berpotongan = konflik-konflik utama. Sinyal-sinyal dapat juga digunakan untuk

memisahkangerakan membelok dari lalu-lintas lurus melawan, atau untuk

memisahkan gerakan lalu-lintasmembelok dari pejalan-kaki yang menyeberang =

(13)

Gambar 2.6. Konflik-konflik pada simpang bersinyal empat lengan (Sumber: MKJI, 1997)

B.Defenisi dan Istilah

Notasi, istilah dan definisi khusus untuk simpang bersinyal terdapat dibawah

KONDISI DAN KARAKTERISTIK LALU LINTAS.

Emp Ekivalen Mobil Penumpang

Faktor dari berbagai tipe kendaraan sehubungan dengan keperluan waktu hijau untuk keluar dari antrian apabila dibandingkan dengan sebuah kendaraan ringan (untuk mobil penumpang dan kendaraan ringan yang sasisnya sama, emp=1,0)

Smp Satuan Mobil Penumpang

Satuan arus lalu-lintas dari berbagai tipe kendaraan yang diubah menjadi kendaraan ringan (termasuk mobil penumpang) dengan menggunakan faktor emp.

Type O Arus Berangkat Terlawan

Keberangkatan dengan konflik antara gerak belok kanan dan gerak lurus/belok kiri dari bagian pendekat dengan lampu hijau pada fase yang sama.

Type P Arus Berangkat Terlindung

Keberangkatan tanpa konflik antara gerakan lalu lintas belok kanan dan lurus

LT Belok Kiri Indeks untuk lalu-lintas yang belok kiri.

LTOR Belok Kiri Langsung Indeks untuk lalu-lintas belok kiri yang diijinkan lewat pada saat sinyal merah

ST Lurus Indeks untuk lalu-lintas yang lurus

(14)

T Pembelokan Indeks untuk lalu-lintas yang berbelok

PRT Rasio Belok Kanan Rasio untuk lalu-lintas yang belok kekanan

Q Arus Lalu Lintas Jumlah unsur lalu-lintas yang melalui titik tak terganggu di hulu, pendekat per satuan waktu (sbg. contoh: kebutuhan lalu-lintas kend./jam;

smp/jam).

Q0 Arus Melawan Arus lalu-lintas dalam pendekat yang berlawanan, yang berangkat dalam fase hijau yang sama.

QRT0 Arus Melawan, Belok Kanan Arus dari lalu-lintas belok kanan dari pendekat yang berlawanan (kend./jam; smp/jam).

S Arus Jenuh Besarnya keberangkatan antrian didalam suatu pen dekat selama kondisi yang ditentukan (smp/jam hijau).

S0 Arus Jenuh Dasar Besarnya keberangkatan antrian di dalam pendekat selama kondisi ideal (smp/jam hijau).

DS Derajat Kejenuhan Rasio dari arus lalu-lintas terhadap kapasitas untuk suatu pendekat (Q×c/S×g).

FR Rasio Arus Rasio arus terhadap arus jenuh (Q/S) dari suatu pendekat

IFR Rasio Arus Simpang Jumlah dari rasio arus kritis (= tertinggi) untuk semua fase sinyal yang berurutan dalam suatu siklus

PR Rasio Fase Rasio untuk kritis dibagi dengan rasio arus simpang (sbg contoh: untuk fase i : PR = FRi/IFR).

C Kapasitas Arus lalu-lintas maksimum yang dapat dipertahankan. (sbg.contoh, untuk bagian pendekat j: Cj = Sj×gj//c;

kend./jam, smp/jam)

F Faktor Penyesuaian Faktor koreksi untuk penyesuaian dari nilai ideal ke nilai sebenarnya dari suatu variabel

D Tundaan Waktu tempuh tambahan yang diperlukan untuk melalui simpang apabila dibandingkan lintasan tanpa melalui suatu simpang.

Tundaan terdiri dari TUNDAAN LALULINTAS(DT) dan TUNDAAN GEOMETRI (DG). DT adalah waktu menunggu yang disebabkan interaksilalu-lintas dengan gerakan lalu-lintas yangbertentangan. DG adalah disebabkan oleh perlambatandan percepatan kendaraan yang membelokdisimpangan dan/atau yang terhenti oleh lampu merah.

QL Panjang Antrian Panjang antrian kendaraan dalam suatu pendekat (m).

NQ Antrian Jumlah kendaraan yang antri dalam suatu pendekat (kend; smp).

NS Angka Henti Jumlah rata-rata berhenti per kendaraan (termasuk berhenti berulang-ulang dalam antrian)

PSV Rasio Kendaraan Terhenti Rasio dari arus lalu-lintas yang terpaksa berhenti sebelum melewati garis henti akibat pengendalian sinyal.

(15)

KONDISI DAN KARAKTERISTIK GEOMETRIK

Pendekat Daerah dari suatu lengan persimpangan jalan untuk kendaraan mengantri sebelum keluar melewati garis henti. (Bila gerakan lalu-lintas kekiri atau kekanan dipisahkan dengan pulau lalu-lintas, sebuah lengan persimpangan jalan dapat mempunyai dua pendekat.) WA Lebar Pendekat Lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, yang

digunakan oleh lalu-lintas buangan setelah melewati persimpangan jalan (m).

WMASUK Lebar Masuk Lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, diukur

pada garis henti (m).

WKELUAR Lebar Keluar Lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, yang

digunakan oleh lalu-lintas buangan setelah melewati persimpangan jalan (m).

We Lebar Efektif Lebar dari bagian pendekat yang diperkeras, yang

digunakan dalam perhitungan kapasitas (yaitu dengan pertimbangan terhadap WA , WMASUK danWKELUAR

dan gerakan lalu-lintas membelok; m). L Jarak Panjang dari segmen jalan (m).

GRAD Landai Jalan Kemiringan dari suatu segmen jalan dalam arah perjalanan (+/-%).

Tabel 2.2 Defenisi dan Istilah Geometrik

KONDISI LINGKUNGAN

COM Komersial Tata guna lahan komersial (sbg.contoh: toko, restoran, kantor) dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan

RES Permukiman Tata guna lahan tempat tinggal dengan jalan masuk langsung bagi pejalan kaki dan kendaraan

RA Akses Terbatas Jalan masuk langsung terbatas atau tidak ada sama sekali (sbg.contoh, karena adanya hambatan fisik, jalan samping

db.).

CS Ukuran Kota Jumlah penduduk dalam suatu daerah perkotaan. SF Hambatan Samping Interaksi antara arus lalu-lintas dan kegiatan di

samping jalan yang menyebabkan pengurangan terhadap arus jenuh di dalam pendekat

Tabel 2.3 Defenisi dan Istilah Kondisi Lingkungan

PARAMETER PENGATURAN SINYAL

I Fase Bagian dari siklus-sinyal dengan lampu-hijau disediakan bagi kombinasi tertentu dari gerakan lalu lintas (i =indeks untuk nomor fase)

C Waktu Siklus Waktu untuk urutan lengkap dari indikasi sinyal (sbg. contoh, diantara dua saat permulaan hijau yang berurutan di dalam pendekat yang sama; det.)

G Waktu Hijau Fase untuk kendali lalu-lintas aktuasi kendaraan (det.)..

gmax Waktu Hijau Maksimum Waktu hijau maksimum yang diijinkan dalam suatu fase untuk kendali lalu-lintas aktuasi kendaraan (det.) gmin Waktu Hijau Minimum Waktu hijau minimum yang diperlukan (sbg.contoh,

(16)

ALL RED

Waktu Merah Semua Waktu di mana sinyal merah menyala bersamaan dalam pendekat-pendekat yang dilayani oleh dua fase sinyal yang berturutan (det.)

AMBER Waktu Kuning Waktu di mana lampu kuning dinyalakan setelah hijau dalam sebuah pendekat (det..).

IG Antar Hijau Periode kuning+merah semua antara dua fase sinyal yangberurutan (det.).

LTI Waktu Hilang Jumlah semua periode antar hijau dalam siklus yang lengkap (det). Waktu hilang dapat juga diperoleh dari beda antara waktu siklus dengan jumlah waktu hijau dalam semua fase yang berurutan

Tabel 2.4 Defenisi dan Istilah Pengaturan Sinyal

2.7.2 Metodologi

Metodologi untuk analisa simpang bersinyal yang diuraikan di bawah ini,

didasarkan pada prinsipprinsip utama sebagai berikut

a) Geometri

Perhitungan dikerjakan secara terpisah untuk setiap pendekat.Satu lengan

simpang dapat terdiri lebih dari satu pendekat, yaitu dipisahkan menjadi duaatau

lebih sub-pendekat.Hal ini terjadi jika gerakan belok-kanan dan/ataubelok-kiri

mendapat sinyal hijau pada fase yang berlainan dengan lalu-lintasyang lurus, atau

jika dipisahkan secara fisik dengan pulau-pulau lalu-lintas dalam pendekat.

b) Arus lalu-lintas

Perhitungan dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya

didasarkan pada kondisi arus lalu-lintas rencana jam puncak pagi, siang dan sore.

Arus lalu-lintas (Q) untuk setiap gerakan (kiri QLT, lurus QST dan

belok-kanan QRT) dikonversi dari kendaraan per-jam menjadi satuan mobil penumpang

(smp) per-jam dengan menggunakan ekivalen kendaraan penumpang (emp) untuk

(17)

Tabel 2.5Nilai Emp Untuk Jenis Kendaraan Berdasarkan Pendekat

Jenis Kendaraan

emp untuk tipe pendekat:

Terlindung Terlawan

Kapasitas pendekat simpang bersinyal dapat dinyatakan sebagai berikut

C = S × g/c

(2.1)

di mana:

C = Kapasitas (smp/jam)

S = Arus Jenuh, yaitu arus berangkat rata-rata dari antrian dalam pendekat selama sinyal hijau (smp/jam hijau = smp per-jam hijau)

g = Waktu hijau (det).

c = Waktu siklus, yaitu selang waktu untuk urutan perubahan sinyal yang lengkap (yaitu antara dua awal hijau yang berurutan pada fase yang sama)

Oleh karena itu perlu diketahui atau ditentukan waktu sinyal dari simpang

agar dapat menghitung kapasitas dan ukuran perilaku lalu-lintas lainnya.Pada

rumus (2.1) di atas, arus jenuh dianggap tetap selama waktu hijau.Meskipun

demikian dalam kenyataannya, arus berangkat mulai dari 0 pada awal waktu hijau

dan mencapai nilai puncaknya setelah 10-15 detik. Nilai ini akan menurun sedikit

sampai akhir waktu hijau, lihat Gambar 2.7 di bawah. Arus berangkat juga terus

berlangsung selama waktu kuning dan merah-semua hingga turun menjadi 0, yang

(18)

Gambar 2.7Arus jenuh yang diamati per selang waktu enam detik

Permulaan arus berangkat menyebabkan terjadinya apa yang disebut sebagai

'Kehilangan awal' dari waktu hijau efektif, arus berangkat setelah akhir waktu hijau menyebabkan suatu 'Tambahan akhir' dari waktu hijau efektif, lihat Gambar 2.8. Jadi besarnya waktu hijau efektif, yaitu lamanya waktu hijau di mana

arus berangkat terjadi dengan besaran tetap sebesar S, dapat kemudian dihitung

sebagai:

(19)

Melalui analisa data lapangan dari seluruh simpang yang disurvai telah ditarik

kesimpulan bahwa ratarata besarnya Kehilangan awal dan Tambahan akhir,

keduanya mempunyai nilai sekitar 4,8 detik. Sesuai dengan rumus (2.1) di atas,

untuk kasus standard, besarnya waktu hijau efektif menjadi sama dengan waktu

hijau yang ditampilkan. Kesimpulan dari analisa ini adalah bahwa tampilan waktu

hijau dan besar arus jenuh puncak yang diamati dilapangan untuk masing-masing

lokasi, dapat digunakan pada rumus (2.1) di atas, untuk menghitung kapasitas

pendekat tanpa penyesuaian dengan kehilangan awal dan tambahan akhir.

Arus jenuh (S) dapat dinyatakan sebagai hasil perkalian dari arus jenuh dasar

(S0) yaitu arus jenuh pada keadaan standar, dengan faktor penyesuaian (F) untuk

penyimpangan dari kondisi sebenarnya, dari suatu kumpulan kondisi-kondisi

(ideal) yang telah ditetapkan sebelumnya.

S = S0 × F1 × F2 × F3 × F4 ×….× Fn

(2.3)

Untuk pendekat terlindung arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar

efektif pendekat (We):

So = 600 × We

(2.4)

Penyesuaian kemudian dilakukan untuk kondisi-kondisi berikut ini

• Ukuran kota CS, jutaan penduduk

• Hambatan samping SF, kelas hambatan samping dari lingkungan jalan dan

kendaraan tak bermotor

• Kelandaian G, % naik(+) atau turun (-)

• Parkir P, jarak garis henti - kendaraan parkir pertama.

• Gerakan membelok RT, % belok-kanan LT, % belok-kiri

Untuk pendekat terlawan, keberangkatan dari antrian sangat dipengaruhi

oleh kenyataan bahwa sopir-sopir di Indonesia tidak menghormati "aturan hak

(20)

menerobos lalu-lintas lurus yang berlawanan. Model-model dari negara Barat

tentang keberangkatan ini, yang didasarkan pada teori "penerimaan celah" (gap -

acceptance), tidak dapat diterapkan.Suatu model penjelasan yang didasarkan pada

pengamatan perilaku pengemudi telah dikembangkan dan diterapkan dalam

manual ini.Apabila terdapat gerakan belok kanan dengan rasio tinggi, umumnya

menghasilkan kapasitas-kapasitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan

model Barat yang sesuai.Nilai-nilai smp yang berbeda untuk pendekat terlawan

juga digunakan seperti diuraikan diatas.

Arus jenuh dasar ditentukan sebagai fungsi dari lebar efektif pendekat

(We) dan arus lalu-lintas belok kanan pada pendekat tersebut dan juga pada

pendekat yang berlawanan, karena pengaruh dari faktorfaktor tersebut tidak linier.

Kemudian dilakukan penyesuaian untuk kondisi sebenarnya sehubungan dengan

Ukuran kota, Hambatan samping, Kelandaian dan Parkir sebagaimana terdapat

dalam rumus 2.4 di atas.

d) Penentuan waktu sinyal.

Penentuan waktu sinyal untuk keadaan dengan kendali waktu tetap dilakukan

berdasarkan metoda Webster (1966) untuk meminimumkan tundaan total pada

suatu simpang. Pertama-tama ditentukan waktu siklus ( c ), selanjutnya waktu

hijau ( gi ) pada masing-masing fase ( i ).

WAKTU SIKLUS

C

= (1,5 x LTI + 5) / (1 -

Σ

FRcrit)

(2.5)

(21)

LTI = Jumlah waktu hilang per siklus (detik)

FR = Arus dibagi dengan arus jenuh (Q/S)

FRcrit = Nilai FR tertinggi dari semua pendekat yang berangkat pada suatu fase

sinyal.

Σ(FRcrit) = Rasio aru s simp ang = jumlah FRcrit d ari semua fase pada siklus

tersebut.

Jika waktu siklus tersebut lebih kecil dari nilai ini maka ada risiko serius

akan terjadinya lewat jenuh pada simpang tersebut. Waktu siklus yang terlalu

panjang akan menyebabkan meningkatnya tundaan rata-rata. Jika nilai Σ(FRcrit)

mendekati atau lebih dari 1 maka simpang tersebut adalah lewat jenuh dan rumus

tersebut akan menghasilkan nilai waktu siklus yang sangat tinggi atau negatif.

WAKTU HIJAU

gi = (c - LTI) x FRcrit, / L(FR

Crit

)

(2.6)

di mana:

gi = Tampilan waktu hijau pada fase i (detik)

Kinerja suatu simpang bersinyal pada umumnya lebih peka terhadap

kesalahan-kesalahan dalam pembagian waktu hijau daripada terhadap terlalu

panjangnya waktu siklus.Penyimpangan kecilpun dari rasio hijau (g/c) yang

ditentukan dari rumus 2.5 dan 2.6 diatas menghasilkan bertambah tingginya

tundaan rata-rata pada simpang tersebut.

e) Kapasitas dan derajat kejenuhan

Kapasitas pendekat diperoleh dengan perkalian arus jenuh dengan rasio

(22)

Derajat kejenuhan diperoleh sebagai:

DS = Q/C = (Q×c) / (S×g

(2.7)

f) Perilaku lalu-lintas (kualitas lalu-lintas)

Berbagai ukuran perilaku lalu-lintas dapat ditentukan berdasarkan pada

arus lalu-Iintas (Q), derajat kejenuhan (DS) dan waktu sinyal (c dan g)

sebagaimana diuraikan di bawah

PANJANG ANTRIAN

Jumlah rata-rata antrian smp pada awal sinyal hijau (NQ) dihitung sebagai

jumlah smp yang tersisa dari fase hijau sebelumnya (NQ1) ditambah jumlah smp

yang datang selama fase merah (NQ2)

NQ = NQ1 +NQ2

(2.8)

NQl : jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya. NQ2 : jumlah smp yang datang selama fase merah.

DS :derajat kejenuhan GR :rasio hijau

c :waktu siklus (det)

C :kapasitas (smp/jam) = arus jenuh kali rasio hijau (S × GR) Q :arus lalu-lintas pada pendekat tersebut (smp/det)

(23)

dikehendaki.Panjang antrian (QL) diperoleh dari perkalian (NQ) dengan luas

rata-rata yang dipergunakan per smp(20�2) dan pembagian dengan lebar masuk.

��

=

��

���x ��

�����

(2.9)

ANGKA HENTI

Angka henti (NS), yaitu jumlah berhenti rata-rata per-kendaraan (termasuk

berhenti terulang dalam antrian) sebelum melewati suatu simpang, dihitung

sebagai

��

=

,

��

���

�����

(2.10)

dimana c adalah waktu siklus (det) dan Q arus lalu-lintas (smp/jam) dari

pendekat yang ditinjau.

RASIO KENDARAAN TERHENTI

Rasio kendaraan terhenti PSV ,yaitu rasio kendaraan yang harus berhenti akibat sinyal merah sebelum melewati suatu simpang, i dihitung sebagai:

PSV = min (NS,1)

(2.11)

dimana NS adalah angka henti dan suatu pendekat.

TUNDAAN

Tundaan pada suatu simpang dapat terjadi karena dua hal:

1) TUNDAAN LALU LINTAS (DT) karena interaksi lalu-lintas dengan

(24)

2) TUNDAAN GEOMETRI (DG) karena perlambatan dan percepatan saat

membelok pada suatu simpang dan/atau terhenti karena lampu merah.

Tundaan rata-rata untuk suatu pendekat j dihitung sebagai:

Dj=DTj+DGj

(2.12)

dimana:

Dj = Tundaan rata-rata untuk pendekat j (det/smp)

DTj = Tundaan lalu-lintas rata-rata untuk pendekat j (det/smp) DGj = Tundaan geometri rata-rata untuk pendekat j (det/smp)

Tundaan lalu-lintas rata-rata pada suatu pendekat j dapat ditentukan dari rumus berikut

(didasarkan pada Akcelik 1988):

��

=

×

,

× (

� − ��

)

DTj = Tundaan lalu-lintas rata-rata pada pendekat j (det/smp) GR = Rasio hijau (g/c)

DS= Derajat kejenuhan C = Kapasitas (smp/jam)

NQ1=Jumlah smp yang tertinggal dari fase hijau sebelumnya(Rumus 2.8.1 diatas)

Perhatikan bahwa hasil perhitungan tidak berlaku jika kapasitas simpang

dipengaruhi oleh faktor-faktor "luar" seperti terhalangnya jalan keluar akibat

kemacetan pada bagian hilir, pengaturan oleh polisi secara manual dsb.

Tundaan geometri rata-rata pada suatu pendekat j dapat diperkirakan sebagai

berikut

(25)

Psv = Rasio kendaraan terhenti pada suatu pendekat PT = Rasio kendaraan membelok pada suatu pendekat

Nilai normal 6 detik untuk kendaraan belok tidak berhenti dan 4 detik untuk yang berhenti didasarkan anggapan-anggapan:

1) kecepatan = 40 km/jam

2) kecepatan belok tidak berhenti = 10 km/jam 3)percepatan dan perlambatan = 1,5 m/det2

(26)

2.7.3 Prosedur Perhitungan

Bagan alir prosedur perhitungan digambarkan seperti dibawah.

(27)

Formulir-formulir berikut ini digunakan untuk perhitungan:

SIG-I GEOMETRIK, PENGATURAN Lalu-lintas, LINGKUNGAN SIG-II ARUS Lalu-lintas

SIG-III WAKTU ANTAR HIJAU, WAKTU HILANG SIG-IV PENENTUAN WAKTU SINYAL, KAPASITAS

SIG-V TUNDAAN, PANJANG ANTRIAN, JUMLAH KENDARAAN TERHENTI

Adapun contoh formulir seperti berikut

(28)
(29)
(30)
(31)
(32)

Prosedur yang diperiukan untuk perhitungan waktu sinyal, kapasitas dan ukuran

kinerja diuraikan di bawah, langkah demi langkah dalam urutan berikut (lihat juga bagan

alir pada gambar 2.8 di atas) :

LANGKAH A: DATA MASUKAN

A-1: Geometrik, pengaturan lalu-lintas dan kondisi lingkungan. A-2: Kondisi arus lalu-lintas

LANGKAH B: PENGGUNAAN SINYAL

B-1: Fase sinyal

B-2: Waktu antar hijau dan waktu hilang

LANGKAH C: PENENTUAN WAKTU SINYAL

C-1: Tipe pendekat

C-2: Lebar pendekat efektif C-3: Arus jenuh dasar

C-4: Faktor-faktor penyesuaian C-5: Rasio arus/arus-jenuh

C-6: Waktu siklus dan waktu hijau

LANGKAH D: KAPASITAS

D-1: Kapasitas

D-2: Keperluan untuk perubahan

LANGKAH E: PERILAKU LALU-LINTAS

Gambar

Gambar 2.1. Berbagai jenis persimpangan jalan sebidang (Morlok, E. K. 1991)
Gambar 2.2. Beberapa contoh simpang susun jalan bebas hambatan
Gambar 2.3. Jenis-jenis dasar pergerakan
Gambar 2.5.Koordinasi sinyal lampu lalu-lintas pada jalan dua arah
+7

Referensi

Dokumen terkait