• Tidak ada hasil yang ditemukan

Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Penyelesaian Kredit Macet (Studi pada PT Bank BNI Cabang Pemuda, Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Penyelesaian Kredit Macet (Studi pada PT Bank BNI Cabang Pemuda, Medan)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN UMUM MENGENAI PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN

A. Perjanjian Kredit Perbankan

1. Pengertian Perjanjian Kredit Perbankan

Pinjam meminjam uang dalam kegiatan perbankan di Indonesia disebut

kredit.Salah satu kegiatan usaha yang pokok bagi bank konvensional adalah

berupa pemberian kredit dan dikenal dengan sebutan kredit perbankan.8Dalam

istilah umum, kredit perbankan hampir dipersamakan dengan utang piutang pada

umumnya.Namun senyatanya dalam kaidah hukum perdata, antara utang dan

kredit merupakan dua perbuatan hukum yang berbeda dan memiliki konsekuensi

yuridis yang berbeda pula.9

Utang piutang pada umumnya disebut dengan pinjam habis pakai atau

dengan istilah verbuikleen dalam bahasa Belanda yang kemudian diartikan lanjut

sebagai pinjam mengganti. Menurut hukum perdata, pinjam mengganti adalah

dimana salah satu pihak melepaskan sejumlah uang atau barang tertentu kepada

pihak lain yang menghabiskannya apabila dipakai dengan janji bahwa dikemudian

hari uang atau barang tersebut dikembalikan dalam jumlah yang sama.Berbeda

dengan kredit, yaitu kredit berasal dari kata creditusyangberarti “kepercayaan”,

merupakan bentuk past principle dari kata credere yang berarti “to trust”

(kepercayaan).10

8 M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, Rajawali Pers,

Jakarta, 2015, Hal 73

9 Badriah Harun, Penyelesaian Sengketa Kredit Bermasalah, Pustaka Yustisia, Jakarta,

2010, Hal 1

10 Neni Sri Imaniati, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, Refika Aditama, Bandung,

(2)

Kepercayaan yang dimaksud adalah kepercayaan dalam penundaan

pembayaran, baik penundaan hutang piutang maupun penundaan jual beli. Debitur

tidak wajib membayar utangnya secara langsung atau tunai, melainkan ia

diberikan kepercayaan oleh undang – undang dalam kepercayaan oleh undang –

undang dalam perjanjian kredit untuk membayar belakangan secara bertahap atau

mencicil.

Dengan demikian maka perkreditan memiliki unsur utama kepercayaan

walaupun kredit itu sendiri bukan hanya sekedar kepercayaan. Makna

kepercayaan di sini mengandung arti, yaitu : pihak yang memberikan kredit

(kreditur) percaya bahwa penerima kredit (debitur) akan sanggup memenuhi

segala sesuatu yang telah diperjanjikan.11

11Ibid, Hal 138

Pengertian Kredit menurut Undang –

Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan (selanjutnya disebut sebagai

UU Perbankan) Pasal 1 angka (11) :

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dipersamakan dengan itu

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan

pihak yang menjanjikan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka

waktu tertentu dengan pemberian bunga.”

Kegiatan pemberian kredit merupakan kegiatan yang sangat pokok dan

sangat konvensional dari suatu bank, sementara pakar mengatakan bahwa fungsi

awal bankadalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana

kepada masyarakat. Penyaluran dana pada umumnya dilakukan dalam bentuk

(3)

Dalam pelaksanaan pemberian kredit perbankan tersebut biasanya dikaitkan

dengan berbagai persyaratan, antara lain mengenai jumlah maksimal kredit,

jangka waktu kredit, tujuan penggunaan kredit, suku bunga kredit, cara penarikan

dana kredit, jadwal pelunasan kredit, dan jaminan kredit. Dalam melayani anggota

masyarakat yang memerlukan dana bank, masing – masing bank mempunyai

berbagai pembayaran kredit tersendiri sesuai dengan kebijakannya. Pembayaran

kredit yang ditawarkan bank kepada masyarakat memuat persyaratan yang harus

dipenuhi untuk memperoleh kredit yang diatur dalam pembayaran kredit

tersebut.12

2. Prinsip Dan Aspek Perjanjian Kredit Bank

Literatur – literatur yang menelaah tentang perjanjian kredit, pada

umumnya dibahas secara detail tentang prinsip – prinsip perjanjian kredit.Prinsip

perjanjian kredit diuraikan secara garis besar, yaitu terdiri dari:

a. Prinsip Kepercayaan

Kredit yang berarti kepercayaan, maka setiap pemberian kredit

mestilah diikuti oleh kepercayaan, yakni kepercayaan dari kreditur

akan bermanfaatnya kredit bagi debitursekaligus kepercayaan oleh

kreditur bahwa debitur dapat membayar kembali kreditnya.13

b. Prinsip 5-C

Prinsip ini dikenal dalam dunia perbankan di dunia, yaitu singkatan

dari character, capacity, capital, condition of economy, dan

collateral.Character adalah watak/kepribadian calon debitur yang

12 M. Bahsan, Loc.Cit

(4)

harus menjadi perhatian bank sebelum perjanjian kredit

ditandatangani.Capacity adalah kemampuan calon debitur sehingga

diprediksi kemampuannya untuk melunasi utangnya. Capital adalah

permodalan dari suatu debitur yang harus diketahui oleh seorang calon

kreditur karena kemampuan permodalan dan keuntungan dari debitur

mempunyai korelasi langsung dengan tingkat kemampuan membayar

kredit.Condition of economy adalah suatu kondisi perekonomian baik

secara micro maupun secara macro yang harus dianalisis sebelum

kredit diberikan terutama yang berhubungan langsung dengan bisnis

pihak debitur. Collateral atau agunan merupakan the last resort bagi

kreditur, akan tetapi tidak diragukan lagi betapa pentingnya fungsi

agunan dalam setiap pemberian kredit. Agunan akan direalisasi atau

dieksekusi jika suatu kredit benar – benar dalam keadaan macet.14

c. Prinsip 7-P

Dalam prektik perbankan dikenal pula prinsip 5-P yang harus

diperhatikan oleh bank dalam penyaluran kredit, yaitu prinsip party,

purpose, payment, profitability,protection, personality,

danprospect.Prinsip party atau para pihak, merupakan titik sentral

yang harus diperhatikan dalam setiap pemberian kredit menyangkut

karakternya, kemampuan dan sebagainya. Payment atau pembayaran,

masalah pembayaran kembali kredit yang sudah diberikan dalam

keadaan lancar merupakan hal yang sangat diharapkan bank, oleh

karena itu harus diperhatikan apakah sumber pembayaran kredit dari

(5)

calon debitur cukup aman dan tersedia sehingga mencukupi untuk

membayar kredit.Profitability, yaitu penilaian terhadap kemampuan

calon debitur untuk memperoleh keuntungan dalam

usahanya.Protection atau perlindungan, yaitu perlindungan dari

kelompok perusahaan atau jaminan dari jaminan pribadi pemilik

perusahaan.Personality atau kepribadian nasabah berdasarkan tingkah

laku dan kepribadian nasabah sehari – hari maupun masa lalunya,

termasuk juga emosi, sikap dan tindakan nasabah dalam menghadapi

suatu masalah.Prospect atau nilai usaha nasabah di masa yang akan

datang, menguntungkan atau tidak. Apabila tidak terdapat prospek

pada usaha yang dibiayai kredit, maka bukan hanya bank yang akan

menghadapi risiko kesulitan mengadakan tagihan, tetapi juga nasabah

yang menjalankan usahanya akan kesulitan dalam membayar

tagihannya.15

d. Prinsip 3-R

Prinsip 3-R, yaitu return, repayment, risk bearing ability. Return yaitu

hasil yang akan diperoleh debitur, artinya perolehan tersebut dapat

memberikan manfaat dan mampu mengembalikan kredit beserta

bunga, ongkos disamping membayar keperluan perusahaan yang lain.

Repayment,yaitu kemampuan bayar dari pihak debitur. Hal yang perlu

diperhatikan adalah kemampuan bayar yang sesuai jadwal

pembayaran kembali dari kredit yang diberikan.Risk bearing ability

atau kemampuan menanggung resiko, yaitu kemampuan debitur untuk

(6)

menanggung resiko dalam hal – hal diluar antisipasi kedua belah

pihak yang menyebabkan kredit macet.16

e. Prinsip Kehati – hatian

Untuk bisa memenuhi unsur kepercayaan oleh kreditur mestilah

dilihat apakah calon debitur memenuhi kriteria yang biasanya

diberlakukan terhadap suatu kredit. Karena itu timbul prinsip lain

yang disebut prinsip kehati – hatian. Prinsip kehati – hatian ini adalah

satu konkretisasi dari prinsip kepercayaan dalam suatu pemberian

kredit, dan sebagai suatu perwujudan dari prinsip prudent banking

bagi seluruh kegiatan perbankan.Untuk mewujudkan prinsip ini dalam

pemberian kredit berbagai usaha pengawasan dilakukan baik

pengawasan internal (dalam bank itu sendiri) maupun eksternal (pihak

luar). Untuk itulah Bank Indonesia mengeluarkan berbagai macam

ketentuan antara lain mengenai batas maksimun pemberian kredit

(legal landing limit)17

Disamping pemberian kredit harus berdasar pada prinsip pemberian kredit, bank

juga mengadakan penilaian berdasarkan aspek aspek tertentu dalam memberikan

kredit kepada nasabahnya.18

1. Aspek Hukum

Aspek – aspek tersebut antara lain :

Bank harus mencermati dan mengamati legalitas badan usaha terkait

dengan izin, akta pendirian usaha, pemilik usaha serta modal yang ada

sebagai jaminan apabila seseorang atau badan usaha tersebut dinyatakan

insolven atau tidak mampu membayar.

16Ibid. Hal 14

(7)

2. Aspek Pemasaran

Aspek pemasaran dapat dilihat dari peerkembangan usaha secara

periodik.Penilaian pemasaran sangat penting guna menentukan prospek

kedepan.

3. Aspek Keuangan

Bank menilai aspek ini berdasarkan sumber daya dana yang dimiliki oleh

nasabah. Berdasarkan sumber – sumber tersebut, bank dapat memastikan

bahwa kredit yang diberikan akan dapat tepat pada waktunya.

4. Aspek Operasional

Aspek operasional perusahaan antara lain mesin – mesin produksi yang

digunakan, desain ruang, apakah usaha tersebut masih layak beroperasi

sehingga patut diberikan kredit, bank melihat dari alat – alat penunjang

usahanya.

5. Aspek Managemen

Bank dapat melihat sebuah perusahaan memiliki prospek atau tidak

berdasarkan manajemen perusahaan dalam menjalankan usahanya. Bila

manajemennya buruk, maka besar kemungkinan modal yang diberikan

akan menjadi sia – sia sehingga tidak sesuai dengan prospek yang

diharapkan oleh para pihak.

6. Aspek Sosial Ekonomi

Aspek sosial ekonimi merupakan gambaran analisis pemberian kredit

apabila kredit tersebut diberikan.

(8)

Dewasa ini dunia sedang berkonsentrasi terhadap isu yang berbasis

ekologi yang menyelamatkan dunia dari pemanasan global. Isu tersebut

menganggap bahwa sebagian pencemar lingkungan adalah industri yang

memiliki dampak yang besar dan penting terhadap lingkungan, sehingga

salah satu cara yang dianggap dapat mencegah kerusakan lingkungan yang

dilakukan oleh industri adalah menerapkan strategi kebijakan dari

pemerintah dengan memudahkan pemberian kredit terhadap produk bersih

serta melarang pemberian kredit perbankan terhadap industri yang

“hitam”. Kebijakan tersebut terdapat pada bagian umum penjelasan UU

Perbankan, dinyatakan bahwa:

“Prinsip kehati – hatian harus dipegang teguh sedangkan ketentuan mengenai usaha bank perlu disempurnakan terutama yang berkaitan dengan penyaluran dana, termasuk didalamnya peningkatan peranan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi perusahaan berskala besar dan atau beresiko tinggi.”

B. Landasan Hukum Dan Perspektif Di Dalam KUH Perdata Mengenai

Perjanjian Kredit Perbankan

Sumber hukum yang berlaku di Indonesia sebagaimana yang lazim

dikemukakan dalam pembahasan tata hukum Indonesia, salah satu diantaranya

adalah peraturan perundang – undangan.Peraturan perundang – undangan yang

berlaku saat ini sangat banyak jumlahnya dan terdiri dari beberapa bentuk dan

tingkatan.Bentuk dan tingkatannya adalah sebagaimana yang ditetapkan oleh

ketentuan tata urutan peraturan perundang – undangan yang ditetapkan oleh

(9)

bannyak yang berbentuk peraturan pelaksanaan yang kedudukannya dibawah

undang – undang.19

Mariam Darus Badzulzamanmenyatakan bahwa landasan perkreditan yang

tercantum dalam Undang – Undang Pokok Perbankan terdiri dari landasan idiil,

landasan konstitusional, dan landasan politis.

Diantara peraturan perundang – undangan yang berlaku tersebut terdapat pula

yang mengatur atau yang berkaitan dengan penjaminan utang yang selanjutnya

sering disebut sebagai hukum jaminan.Hukum jaminan terdapat di dalam KUH

Perdata, KUH Dagang, dan beberapa Undang – Undang tersendiri yang ditetapkan

secara terpisah.

20

Landasan idiil adalah pembinaan sistem ekonomi terpimpin yang

berdasarkan pada Pancasila yang menjamin berlangsungnya demokrasi ekonomi

yang bertujuan menciptakan masyarakat adil dan makmur yang diridhoi oleh

Tuhan Yang Maha Esa seperti yang tercantum dalam Pasal 5 Ketetapan MPRS

Nomor XXIII/MPRS/1966 tentang Pembaharuan Kebijaksanaan Landasan

Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan. Sedangkan landasan konstitusional

Undang – Undang Perbankan Tahun 1967 ialah Pasal 33 Undang – Undang Dasar

1945 yang menurutnya mengandung ajaran demokrasi ekonomi.21

Mariam Darus Badrulzamanmenyatakan dalam menganalisis landasan

hukum perkreditan berdasarkan Undang - Undang Pokok Perbankan 1967

dihubungkan dengan perjanjian pinjam mengganti yang tercantum dalam Pasal

1754 KUH Perdata. Dengan landasan yuridis yang telah dipaparkan, beliau

19 M. Bahsan, Op.Cit, Hal 7

20Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Citra Aditya Bhakti, Bandung,

1992, Hal. 56

(10)

menyimpulkan bahwa perkreditan seperti yang tercantum dalam Undang -

Undang Pokok Perkreditan tahun 1967 bukan ketentuan – ketentuan perjanjian

pinjam mengganti menurut KUH Perdata.22

Inventarisasi aturan perjanjian kredit yang dilakukan Mariam Darus

Badrulzaman,yaitu23

1. KUH Perdata Bab XII, mengenai Perjanjian pinjam meminjam uang.

:

2. Undang – Undang Perbankan Nomor 7 Tahun1992 (Undang - Undang

Perbankan):

a. Pasal 1 Angka 12 tentang Perjanjian Kredit.

b. Perjanjian anjak piutang, yaitu perjanjian pembiayaan dalam

bentuk pembelian atau pengalihan serta pengurusan piutang atau

tagihan – tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi

perdagangan dalam atau luar negeri.

c. Perjanjian kartu kredit, yaitu perjanjian dagang dengan

mempergunakan kartu kredit yang kemudian diperhitungkan

untuk melakukan pembayaran melalui penerbit kartu kredit.

d. Perjanjian sewa guna usaha,yaitu perjanjian sewa – menyewa

barang yang berakhir dengan opsi untuk meneruskan perjanjian

itu atau melakukan jual beli.

3. Perjanjian sewa beli, yaitu perjanjian yang pembayarannya dilakukan

secara angsuran dan hak milik atas barang itu beralih kepada pembeli

setelah angsurannya lunas dibayar (Keputusan Menteri Perdagangan

dan Koperasi Nomor 34/KP/II/80 tentang Perizinan Kegiatan Usaha

(11)

Sewa Beli (Hire Purcase) Jual Beli dengan Angsuran, dan Sewa

(renting))

Indonesia yang menganut sistem Hukum Eropa Kontinental, kedudukan

Undang – Undang sebagai hukum sangat penting.Maka harus diurutkan kepada

sumber peraturan yang tertinggi yaitu Pancasila dan Undang – Undang Dasar

1945, TAP MPR, Undang – Undang, dan peraturan pelaksaan lainnya.

Munir Fuadyjugamenyatakan dasar – dasar hukum perjanjian kredit bank

sebagai berikut24

1. Perjanjian diantara para pihak;

:

Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata menyatakan bahwa semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang – undang

bagi yang membuatnya. Maka dengan ketentuannya sama dengan

kekuatan undang – undang. Demikian pula dalam bidang perkreditan,

khususnya kredit bank yang diawali oleh satu perjanjian kredit dan

umumnya dilakukan dalam bentuk tertulis.

2. Undang – Undang tentang perbankan;

Di Indonesia Undang – Undang yang khusus mengatur tentang

perbankan adalah Undang – Undang Nomor 10 Tahun 1998 Jo.

Undang – Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

3. Peraturan Pelaksanaan dari Undang – Undang;

Peraturan perundang – undangan seperti ini cukup banyak. Hal ini

diakibatkan oleh karena suatu karakter yuridis dari bisnis perbankan

yakni bidang bisnis yang sarat dengan peraturan dan petunjuk

24 Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bhakti, Bandung, 1996,

(12)

pelaksanaan (heaviy regulated bussines). Di antara peraturan

perundang – undangan yang mengatur juga tentang perkreditan dapat

diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Peraturan Pemerintah;

b. Peraturan Perundang – Undangan oleh Menteri Keuangan;

c. Peraturan Perundang – Undangan oleh Bank Indonesia;

d. Peraturan Perundang – Undangan lainnya.

4. Yurisprudensi;

Disamping peraturan perundang – undangan yang telah disepakati

sebagai dasar hukum untuk kegiatan perkreditan yurisprudensi dapat

juga menjadi dasar hukum.

5. Kebiasaan perbankan;

Dalam ilmu hukum, kebiasaan juga dapat menjadi suatu sumber

hukum.Demikian pula dalam bidang perkreditan, kebiasaan dalam

praktik perbankan dapat juga menjadi suatu dasar hukumnya.

Memang banyak hal yang telah sering dilaksanakan akan tetapi belum

terdapat aturan yang mengaturnya di dalam perundang – undangan,

namun hal tersebut diperbolehkan selama tidak bertentangan dengan

peraturan perundang – undangan yang berlaku. Menurut Undang –

Undang Perbankan Nomor 10 Tanhun 1998, bank bahkan dapat

melakukan kegiatan lain dari yang telah diperincikan di dalam Pasal 6,

jika hal tersebut merupakan kelaziman dalam dunia perbankan (vide

(13)

6. Peraturan perundang – undangan terkait lainnya.

Dalam pemberian kredit bank seringkali terkait dengan beberapa

peraturan perundang – undangan, sebagai contoh karna kredit pada

hakikatnya suatu wujud perjanjian, maka akan terkait buku ketiga

KUH Perdata tentang Perikatan. Demikian halnya dengan ketentuan

mengenai hipotik atau hak tanggungan yang diatur dalam Undang

Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, UUHT, HIR tentang

eksekusi hipotik, KUH Acara Perdata dan lain – lain.

Ruang lingkup hukum jaminan di Indonesia mencakup berbagai ketentuan

peraturan perundang – undangan yang mengatur hal – hal yang berkaitan dengan

penjaminan yang terdapat dalam hukum positif Indonesia.Dalam hukum positif di

Indonesia terdapat peraturan perundang – undangan yang sepenuhnya mengatur

tentang hal – hal yang berkaitan dengan penjaminan utang. Materi peraturan

perundang – undangan tersebut memuat ketentuan – ketantuan yang secara khusus

mengatur tentang hal – hal yang berkaitan dengan penjaminan utang, antara lain

mengenai penjaminan utang, antara lain mengenai prinsip – prinsip hukum

jaminan, lembaga – lembaga jaminan, objek jaminan utang, penanggungan utang

dan sebagainya. Beberapa ketentuan yang terdapat dalam KUH Perdata dan KUH

Dagang mengatur sepenuhnya atau berkaitan dengan penjaminan utang.

Disamping itu terdapat pula undang – undang tersendiri yaitu UUHT dan Undang

- Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (selanjutnya disebut

sebagai UU Fidusia) yang masing – masing mengatur tentang lembaga jaminan

(14)

Prinsip – prinsip hukum jaminan sebagaimana yang diatur oleh ketentuan

– ketentuan KUH Perdata adalah sebagai berikut.25

1. Kedudukan harta pihak peminjam

Pasal 1131 KUH Perdata mengatur tentang kedudukan harta pihak

peminjam, yaitu bahwa harta pihak peminjam adalah sepenuhnya

merupakan jaminan (tanggungan atas utangnya.

Pasal 1131 KUH Perdata menetapkan bahwa semua harta pihak

peminjam, baik yang berupa harta bergerak maupun yang tidak

bergerak, baik yang sudah ada maupun yang aka nada di kemudian

hari merupakan jaminan atas perikatan utang pihak peminjam.

Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata merupakan salah satu ketentuan

pokok dalam hukum jaminan, yaitu mengatur tentang kedudukan harta

pihak yang berutang (pihak peminjam) atas perikatan utangnya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata pihak pemberi

pinjaman akan dapat menuntut pelunasan utang pihak peminjam dari

semua harta yang bersangkutan, termasuk harta yang masih akan

dimilikinya dikemudian hari. Pihak pemberi pinjaman mempunyai hak

untuk menuntut pelunasan utang dari harta yang akan diperoleh oleh

pihak peminjam di kemudian hari.

Ketentuan Pasal 1131 KUH Perdata sering pula dicantumkan sebagai

salah satu klausul dalam perjanjian kredit perbankan.Ketentuan Pasal

1131 KUH Perdata yang dicantumkan sebagai klausul dalam

perjanjian kredit bila ditinjau dari isi perjanjian, disebut dengan isi

(15)

naturalia. Klausul perjanjian yang tergolong sebagai isi yang naturalia

merupakan klausul fakultatif, artinya bila dicantumkan sebagai isi

perjanjian akan lebih baik, tetapi bila dicantumkan, tidak menjadi

masalah kecacatan perjanjian karena hal (klausul) yang seperti

demikian sudah diatur oleh ketentuan hukum yang berlaku.

Dengan memprihatinkan kedudukan ketentuan Pasal 1131 KUH

Perdata bila dikaitkan dengan suatu perjanjian pinjaman uang, akan

lebih baik ketentuan tersebut dimasukkan sebagai klausul dalam

perjanjian pinjaman uang, termasuk dalam perjanjian kredit.

2. Kedudukan pihak pemberi pinjaman

Bagaimana kedudukan pihak pemberi pinjaman terhadap harta pihak

peminjam dapat diperhatikan dari ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata dapat disimpulakan

bahwa kedudukan pihak pemberi pinjaman dapat dibedakan atas dua

golongan, yaitu yang mempunyai kedudukan berimbang sesuai dengan

piutang masing – masing dan yang mempunyai kedudukan

didahulukan dari pihak pemberi pinjaman yang lain berdasarkan suatu

peraturan perundang – undangan.

Pasal 1132 KUH Perdata menetapkan bahwa harta pihak peminjam

menjadi jaminan bersama bagi semua pihak pemberi pinjaman, hasil

penjualan harta tersebut dibagi – bagi menurut keseimbangan, yaitu

menurut besar kecilnya piutang masing – masing, kecuali apabila

diantara pihak pemberi pinjaman itu mempunyai alasan yang sah untuk

(16)

disebut kreditor dan pihak peminjam disebut nasabah debitur atau

debitur.

Pihak pemberi pinjaman yang mempunyai kedudukan didahulukan

lazim disebut sebagai kreditur preferen dan pihak pemberi pinjaman

yang mempunyai hak berimbang disebut sebagai kreditur konkuren.

Mengenai alasan yang sah untuk didahulukan sebagaimana yang

tercantum pada bagian akhir ketentuan dari peraturan perundang –

undangan, antara lain berdasarkan ketentuan yang diterapkan oleh

Pasal 1133 KUH Perdata, yaitu dalam hal jaminan utang diikat melalui

gadai atau hipotek. Kedudukan sebagai kreditur yang mempunyai hak

didahulukan juga ditetapkan juga ditetapkan oleh ketentuan UUHT dan

UU Fidusia.Pemegang hak tanggungan dan pemegang jaminan fidusia

mempunyai hak didahulukan dari kreditur lainnya untuk memperoleh

pelunasan piutangnya dari hasil pencairan jaminan utang yang diikat

dengan hak tanggungan atau jaminan fidusia.

3. Larangan memperjanjikan pemilikan objek jaminan utang oleh pihak

pemberi pinjaman.

Pihak pemberi pinjaman dilarang memperjanjikan akan memiliki objek

jaminan utang apabila pihak peminjam ingkar janji (wanprestasi).

Ketentuan yang demikian diatur oleh Pasal 1154 KUH Perdata tentang

gadai, Pasal 1178 KUH Perdata tentang Hipotek.

Larangan yang sama terdapat pula dalam ketentuan peraturan

perundang – undangan lain, yaitu pada Pasal 12 UUHT, Pasal 33 UU

(17)

Larangan bagi pihak pemberi jaminan untuk memperjanjikan akan

memiliki objek jaminan utang sebagaimana yang ditetapkan dalam

ketentuan – ketentuan lembaga jaminan tersebut tentunya akan

melindungi kepentingan pihak peminjam dan pihak pemberi jaminan

lainnya, terutama bila objek jaminan melebihi besarnya utang yang

dijamin. Pihak pemberi pinjaman yang mempunyai hak berdasarkan

ketentuan lembaga jaminan dilarang secara serta – merta menjadi

pemilik objek jaminan utang bila pihak peminjam ingkar janji.

Ketentuan – ketentuan seperti tersebut diatas tentunya akan dapat

mencegah tindakan sewenang – wenang pihak pemberi pinjaman yang

akan merugikan pihak peminjam.

C. Klausul Perjanjian Kredit Perbankan

Perjanjian kredit pada umumnya harus memenuhi presyaratan sahnya

perjanjian yang diatur didalam Pasal 1320 KUH Perdata, yang menentukan empat

syarat sahnya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan dari para pihak yang membuat

perjanjian, kecakapan para pihak untuk membuat perjanjian, dan adanya objek

tertentu, serta adanya suatu sebab yang halal. Syarat – syarat tersebut merupakan

syarat essensial dari suatu perjanjian, yang artinya tanpa keempat syarat tersebut

perjanjian dianggap tidak pernah ada.

Pelaksanaan penyaluran kredit bank dilakukan dengan melalui beberapa

tahapan.Tahapan – tahapan tersebut, yaitu tahap analisis kredit pemutusan

(18)

tahap penyelamatan dan penagiha/penyelesaian kredit.Keempat tahap tersebut

dalam istilah perbankan dinamakan credit management. Dasar hukum pembuatan

perjanjian kredit terdapat dalam Pasal 1 angka 12 Undang – Undang Nomor 7

Tahun 1992 tantang Perbankan (selanjutnya disebut dengan UU Perbankan Tahun

1992), yaitu bahwa kredit diberikan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan

pinjam – meminjam antara bank dan pihak lain.Kata persetujuan atau kesepakatan

pinjam – meminjam didalam definisi atau pengertian kredit sebagaimana maksud

diatas mempunyai bebrapa maksud, bahwa pembentuk undang –undang

bermaksud untuk menegaskan bahwa hubungan kredit bank adalah hubungan

kontraktual anatara bank dan nasabah debitur yang membentuk pinjam –

meminjam. Dengan demikian bagi hubungan kredit bank berlaku buku ketiga

(tentang perikatan) pada umumnya dan bab ketiga belas tentang pinjam –

meminjam KUHPerdata pada khususnya.26

1. Jumlah hutang

Mengenai isi perjanjian kredit bank yang ada pada saat ini masih berbeda -

beda antara satu bank dengan bank lainnya. Namun pada dasarnya prototipe suatu

perjanjian kredit harus memenuhi 6 syarat minimal, yaitu

2. Besar bunga

3. Waktu pelunasan

4. Cara pembayaran

5. Klausul opeisbearheid, dan

6. Barang jaminan.

(19)

Munir Fuadymenyatakan bahwa isi dari suatu perjanjian kredit terdapat

variasi satu jenis kredit dengan kredit jenis lainnya, besarnya uang pinjaman

mempengaruhi klausul – klausul yang dituangkan dalam perjanjian tersebut.

Namun demikian ada beberapa klausul penting dari perjanjian kredit yang didapat

dalam hampir semua jenis perjanjian kredit,27

1. Definisi – definisi

yaitu :

Bagian ini sangat penting terutama bagi perjanjian kredit yang bernilai

besar.Istilah penting yang digunakan dalam perjanjian disebutkan dan

atau diterangkan di bagian ini.Persisnya isi bagian definisi ini sangat

bervariasi dari satu kontrak kredit ke kontrak kredit lainnya.

2. Pinjaman yang diberikan

Pada bagian ini dijelaskan tentang besarnya pinjaman atau besarnya

maksimum pinjaman, tujuan penggunaan uang pinjaman, metode

penarikan pinjaman oleh debitur, pembayaran kembali pinjaman

sebelum waktu (repayment), besarnya bunga, dan lain sebagainya.

3. Biaya – biaya

Dalam bagian ini ditentukan biaya – biaya apa yang mesti dikeluarkan,

siapa yang mengeluarkannya baik berupa fee tertentu maupun hanya

sebagai kost saja.

4. Representasi dan waransi

Pada bagian ini pihak debitur menjamin kebenaran dan keabsahan dari

beberapa corporateaction, dokumen, dan hal – hal lainnya.

(20)

5. Affirmative covenants

Bagain ini sering juga disebut dengan “ketentuan afirmasi” yang

berisikan hal – hal yang harus dilakukan oleh debitur selama

berlangsungnya kontrak kredit.

6. Neative covenants

Bagian ini berisi larangan – larangan bagi debitur selam

berlangsungnya perjanjian kredit, misalnya larangan untuk membuat

hutang baru, kecuali dalam keadaan ordinary cause of business, atau

larangan untuk menjadikan aset perusahaan sebagai jaminan utang

untuk utang – utang lain.

7. Jaminan utang

Pada bagian ini biasanya diatur jenis – jenis jaminan hutang yang

diberikan oleh debitur untuk kredit yang bersangkutan, namun tentang

rincian dari masing – masing jaminan hutang tersebut draft dokumen

jaminan utang diperinci dalam bagian lampiran perjanjian kredit yang

bersangkutan.

8. Condition presedent

Dalam bagian ini ditentukan hal – hal atau syarat – syarat apa saja

yang harus dipenuhi oleh debitur sebelum pemberian pinjaman

direalisasi. Syarat – syarat yang harus dipenuhi oleh debitur, antar lain:

hal – hal yang disebutkan dalam bagian representasi dan waransi, tidak

boleh terjadi apa yang oleh perjanjian kredit yang bersangkutan

dikategorikan sebagai kejadian – kejadian yang merupakan

(21)

9. Event of default

Seperti perjanjian lainnya biasanya diperinci hal – hal yang bila

dilakukan oleh salah satu pihak, maka dikatakan wanprestasi dan

menyebabkan pihak lain dapat memutuskan perjanjian tersebut. Hal –

hal atau kejadian inilah yang disebut dengan istilah event of default

antara lain wanprestasi pembayaran (payment default), wanprestasi

yang berhubungan dengan hal – hal yang dilarang (covenant default),

wanprestasi karena kasus hukum (judgement default), dan lain – lain.

10.Klausul – klausul lainnya

Bagian ini berisi ketentuan – ketentuan antara lain mengenai pelepasan

hak (waiver). Bukti kelalaian, perubahan perjanjian (amandemen),

hukum yang berlaku (choice of law), pengadilan berwenang

(yuridiction), dan lain – lain.

Berdasarkan Pasal 29 ayat (4) UU Perbankan, undang – undang

mewajibkan kepada bank untuk menyediakan informasi mengenai kemungkinan

timbulnya resiko kerugian sehubungan dengantransaksi nasabah yang dilakukan

melalui bank demi kepentingan nasabah. Sayangnya tidak semua bank dapat

menyediakan informasi mengenai timbulnya resiko kerugian yang akan diterima

nasabah. Sejak dibuatnya klausul tersebut, resiko yang akan terjadi sengaja

ditutupi untuk membebaskan atau membatasi tanggung jawab bank terhadap

gugatan pihak lainnya dalam perjanjian kredit atau itikad buruk dari bank untuk

mengalihkan kewajibannya kepada pihak lain dengan semestinya. Klausul –

klausul yang demikian di dalam hukum disebut sebagai klausul eksemsi (klausul

(22)

Untuk mengetahui adanya klausul eksemsi, tidak ada cara lain selain

membaca dan mempelajari dengan seksama isi perjanjian yang dimuat dalam

perjanjian perbankan. Mengutip Sjahdeini dalam Usman (2001:276),

mengemukakan beberapa klausul eksemsi dalam kredit perbankan antara lain28

1. Kewenangan bank untuk sewaktu – waktu tanpa alasan apapun dan

tanpa pemberitahuan sebelumnya, secara sepihak menghentikan izin

tarik kredit.

:

2. Kewenangan bank untuk secara sepihak menentukan harga jual dari

barang agunan dalam hal dilakukan penjualan barang agunan karena

kredit nasabah debitur macet

3. Kewenangan bank untuk secara sepihak sewaktu – waktu mengubah

tingkat suku bunga kredit.

4. Kewajiban nasabah debitur untuk tunduk kepada segala petunjuk dan

peraturan bank yang telah ada dan yang masih akan ditetapkan

kemudian oleh bank.

5. Keharusan nasabah debitur untuk tunduk kepada syarat – syarat dan

ketentuan – ketentuan umum hubungan rekening koran tersebut.

6. Kuasa nasabah debitur yang tidak dapat dicabut kembali kepada bank

untuk dapat melakukan segala tindakan yang dipandang perlu oleh

bank.

7. Kuasa nasabah debitur kepada bank untuk mewakili dan melaksanakan

hak – hak nasbah debitur secara sepihak oleh pihak bank semata.

(23)

8. Pencantuman klausul – klausul eksemi yang membebaskan bank dari

tuntutan ganti kerugian oleh nasabah debitur atas terjadinya kerugian

yang diderita olehnya sebagai akibat tindakan bank.

Klausul eksemi sengaja dibentuk untuk membantu debitur dalam

mengurangi resiko yang akan terjadi dalam perjanjian kredit dengan kreditur.

D. Hapus Dan Batalnya Perjanjian Kredit Perbankan

Menurut Pasal 1381 KUH Perdata menyebutkan bahwa hapusnya

perjanjian disebabkan karena29

1. Pembayaran

:

2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau

penitipan

3. Pembaruan utang

4. Perjumpaan utang

5. Pencampuran utang

6. Pembebasan utang

7. Musnahnya barang terutang

8. Pembatalan

9. Berlakunya suatu syarat batal

10.Lewatnya waktu

(24)

Sebab hapusnya perjanjian kredit tersebut dijelaskan sebagai berikut :

1. Pembayaran

Terpenuhinya kontra presentasi yang dilakukan oleh nasabah debitur

adalah dengan melakukan pembayaran atas kredit yang diterimanya.

Mengenai pembayaran ini dapat dilakukan oleh siapa saja yang

berkepentingan, seperti turut berutang maupun seorang penanggung

utang, termasuk jugapihak ketiga yang tidak mempunyai kepentingan,

dengan syarat bertindak atas nama debitur dan untuk melunasi kredit.

Atau jika pihak ketiga tersebut tidak menggantikan hak – hak

debitur.;pihak ketiga yang menggantikan debitur untuk melakukan

pembayaran harus sesuai dengan kemauan debitur.

Pembayaran harus dilakukan sesuai dengan perjanjian, yaitu kepada

bank, orang yang dikuasakan oleh bank, atau orang yang dikuasakan

oleh hakim atau undang – undang untuk menerima

pembayaran.Namun, pembayaran juga dianggap sah kepada orang

yang tidak memiliki kuasa asalkan kreditur menyetujui dan secara

nyata telah mengambil manfaat dari pembayaran tersebut.

2. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau

penitipan

Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau

penitipan terjadi bila kreditur menolak pembayaran kredit secara

tunai.Terhadap pembayaran tunai yang ditawarkan oleh nasabah

(25)

menyimpan atau menitipkan pada pengadilan. Agar penawaran

tersebut sah maka harus dipenuhi syarat – syarat sebagai berikut :

a. Penawaran pembayaran tunai ditujukan kepada kreditur yang

bersangkutan

b. Dilakukan oleh orang berkuasa membayar

c. Pembayaran meliputi semua kredit pokok dan bunga yang dapat

ditagih, segala biaya yang telah ditetapkan dengan tidak

mengurangi penetapan biaya dikemudian hari

d. Ketetapan waktu telah tiba dan dibuat demi kepentingan kreditur

e. Segala persyaratan yang telah dibuat telah dipenuhi

f. Penawaran dilakukan di tempat yang menurut perjanjian harus

dilakukan

g. Penawaran dilakukan oleh seorang notaries atau juru sita dengan

disertai dua orang saksi

3. Pembaruan utang

Pembaruan utang disebut juga novasi.Dikatakan pembaruan utang

karena utang yang ada pada perjanjian lama dihapus pada waktu yang

bersamaan dengan adanya utang dengan perjanjian yang baru.

Terdapat tiga cara dalam membuat pembaruan utang, yaitu :

a. Kredit yang lama hapus karena kredit yang baru

b. Kreditur membebaskan diri dari piutangnya dan menunjuk bank

yang baru sebagai kreditur, baik dilakukan tanpa atau dengan

sepengetahuan debitur

(26)

Dengan adanya pembaruan utang, maka perjanjian ikutannya seperti

hak tanggungan, gadai, dan hak istimewa lainnya tidak ikut beralih

kepada perjanjian baru kecuali diperjanjikan secara tegas dalam

perjanjian novasi.

4. Perjumpaan utang

Perjumpaan utang disebut juga kompensasi.Terjadi kompensasi

dikarenakan dua orang saling berutang. Cara melakukan kompensasi

dapat dilakukan dengan cara otomatis dimana para pihak saling

melepaskan haknya guna menunaikan kewajibannya terhadap hutang,

maupun dilakukan dengan cara mengadakan pembicaraan terlebih

dahulu.

Untuk melkukan kompensasi terdapat persyaratan sebagaimana dimuat

dalam Pasal 1427 KUH Perdata yang mensyaratkan bahwa :

a. Kedua utang harus mengenai uang atau barang yang berasal dari

jenis dan kualiatas yang sama

b. Kedua utang harus sama sama besar dan seketika dapat ditagih

dalam waktu yang sama

Dalam kredit perbankan, biasanya bank mengadakan perjumpaan

utang dengan nasabahnya dengan jaminan atau agunan tambahan yang

diserahkan kepada bank dari nasabahnya.

5. Pencampuran utang

Pencampuran utang dapat terjadi karena cara pihak baik debitur

maupun kreditur berkumpul menjadi satu. Dengan tercampurnya

(27)

terhapus apabila terdapat tanggung – menanggung antara kreditur dan

debitur.

Pencampuran utang dalam kredit juga bisa terjadi bila seorang debitur

tercantum utangnya pada kreditur tersebut, sehingga kredit tersebut

asalkan disetujui oleh para pihak

6. Pembebasan utang

Dalam pembebasan utang yang dilakukan oleh kreditur, kreditur wajib

secara tegas memberitahukan kepada debitur bahwa kreditur telah

membebaskan piutangnya.Debitur yang menyetujui pembebasan utang

tersebut wajib menjawabnya. Hal tersebut sesuai dengan Pasal 1438

KUH Perdata yang menyatakan bahwa “pembebassan suatu utang

tidak boleh dipersangkakan, tetapi harus dibuktikan”, dengan demikian

baik kreditur maupun debitu harus secara tegas menyatakannya.

Menurut Pasal 1440 KUH Perdata, pembebasan utang yang dilakukan

secara tanggung – menanggung ditentukan juga oleh beberapa hal,

yaitu:

a. Pembebasan utang uang diberikan kepada debitur utama juga

membebaskan penanggungnya.

b. Sedangkan pembebasan penanggung tidak berarti membebaskan

juga debitur utama.

c. Pembebasan salah satu penanggung utang tidak berarti

membebaskan penanggung yang lain.

(28)

Debitur dapat membebaskan dirinya dari uang apabila barang yang

diperjanjikan hilang atau musnah di luar kekuasaannya.Hilang atau

musnahnya barang bukan berasal dari kelalaian debitur dan debitur

dapat membuktikannya.

Namun, sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 1445 KUH

Perdata, jika bukan karena kesalahan debitur kemudian barang tersebut

jadi musnah, tidak dapat diperdagangkan, atau hilang dan jika debitur

mempunyai hak – hak atau tuntutan – tuntutan ganti rugi mengenai

barang tersebut, maka debitur wajib memberikan hak dan tuntutan

tersebut kepada kreditur. Dengan demikian Pasal 1445 KUH Perdata

menghendaki adanya ganti kerugian oleh kreditur bila debitur

menuntutnya.

8. Pembatalan

Batal atau pembatalan dapat menghapus suatu utang, yaitu apabila

tidak terpenuhinya persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal

1320 KUH Perdata.Pasal 1449 KUH Perdata juga membolehkan

pembatalan apabila perikatan tersebut mengandung paksaan,

kekhilafan, atau penipuan.

9. Berlakunya suatu syarat batal

Berlakunya syarat batal hanya terdapat pada perjanjian bersyarat yang

mensyaratkan suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi pada masa

mendatang dan peristiwa itu masih belum terjadi. Misalnya, bila

jaminan ternyata tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan, maka

(29)

10.Lewatnya waktu

Dasar hukum berakhirnya perjanjian yang melewati waktu

(kadaluwarsa) sebagaimana diatur dalam Pasal 1946 KUH

Perdata.Kadaluwarsa merupakan sebuah upaya untuk memperoleh atau

membebaskan suatu perikatan dengan lewatnya waktu dengan syarat –

syarat sebagaimana ditetapkan oleh undang – undang.

Hak yang diperoleh terkait kaluwarsanya misalnya seseorang yang

memegang Hak Guna Bangunan selama 30 tahun maka ia akan dapat

merubahnya menjadi Hak Milik yang kedudukannya lebih tinggi dari

Hak Guna Bangunan. Dengan demikian, si pemilik tanah akan dapat

melepaskan haknya apabila hak guna bangunan tersebut telah

berlangsung selama 30 tahun, atau seorang yang tergugat dapat

terlepas dari gugatan apabila gugatan tersebut tidak diajukan ke

pengadilan selama 30 tahun.

Dalam utang piutang, undang – undang memberikan batas waktu

kadaluwarsa baik kadaluwarsa tuntutan perorangan atau kebendaan

selam 30 tahun.Waktu tersebut sudah dianggap cukup lama untuk

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil penghubungan ujung-ujung terminal belitan sisi tegangan rendah, LV (x1-x0; x2-x0; x3-x0) yang dihubung terbuka, maka jika dilihat tanggapan kurva LV pada

tangga UPTD PPMHP Kantor UPTD PPHMP Jumlah pelayanan peralatan rumah tangga (bulan) 2.05.01.21 Penyediaan makan minum. rapat UPTD PPMHP Kantor UPTD PPHMP Jumlah pelayanan makan

Sangat fleksibel dalam pembuatan koding program, karena sudah menggunakan konsep OOP dimana pemrograman dapat dimulai dari objek yang diinginkan tanpa harus

Hasil yang diperoleh dari perhitungan penulis dengan menggunakan bantuan program SPSS penelitian menunjukan persebaran angket serta pengolahan data-data yang

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan ruang kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kawasan agropolitan yang berada dalam 1 (satu) kabupaten

Menindaklanjuti surat kami Nomor 3287/E5.2/PL/2015 tanggal 31 Desember 2015 mengenai penerimaan proposal penelitian lanjutan untuk pendanaan tahun 2016, dengan

Guru memberi kesempatan kepada setiap kelompok mengamati pragmen dan mencermati ulasan tentang makna infaq dan sedekah yang terdapat dalam buku teks9. Setiap

Pengembangan Model Pembelajaran Ips Berbasis Kearifan Lokal Dengan Bengawan Solo Sebagai Sumber Belajar Dalam Upaya Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Dan Memperkuat Karakter