• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penggunaan Sabut Kelapa Sebagai Media Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Tanaman Sukun (Artocarpus Communis Forst) Pada DTA Danau Toba

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penggunaan Sabut Kelapa Sebagai Media Penahan Air Untuk Mendukung Pertumbuhan Tanaman Sukun (Artocarpus Communis Forst) Pada DTA Danau Toba"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Tanaman Sukun

Sukun (A. Communis) adalahtumbuhan dari genus Artocarpus dalam

famili moraceae yang banyak terdapat di kawasan tropika seperti Malaysia dan

Indonesia. Dalam sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan,

klasifikasiTaksonomi tanaman sukun (A. communis) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Dilleniidae

Ordo : Urticales

Famili

Genus

Spesies : Artocarpus communis Forst

Nama Umum : Sukun

Nama daerah

Sumatera : Sukun (Aceh), Hatopul (Batak), dan Amu (Meteyu)

Jawa : Sukun (Jawa), Sakon (Madura)

Bali : Sukun (Bali)

Nusa Tenggara : Sukun (bali)

(2)

Botani Tanaman Sukun

Tanaman sukun merupakan tanaman multiguna, dimana: buah dapat

digunakan sebagai bahan makanan, bunga digunakan sebagai bahan ramuan

obat-obatan; daun dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak dan kayunya dapat

digunakan sebagai bahan perkakas rumah tangga. Sampai saat ini, pengembangan

dan pemanfaatan tanaman sukun masih terbatas, belum dibudidayakan secara

intensif, buahnya masih diolah dalam skala industri rumah tangga dan dipasarkan

untuk memenuhi permintaan lokal. Budidaya Tanaman sukun belum secara

intensif, masih sebagai tanaman pekarangan, sehingga memunculkan

permasalahan terkait pengembangan tanaman Sukun, antara lain: (1). Perusahaan

pengolah buah sukun masih dalam betuk home industri. (2). Ketersedian bahan

baku masih terbatas, karena produksi buah sukun masih tergantung pada musim.

(3). Terbatasnya akses permodalan. (4). Minat Petani untuk membudidayakan

tanaman sukun masih rendah. (5). Belum adanya kepastian pasar (Dephut, 2005).

Pohon sukun bertajuk rimbun dengan percabangan melebar kesamping dan

tingginya dapat mencapai 10-20 meter, kulit batangnya hijau kecoklatan

(Departemen Kehutanan, 1995). Pohon sukun membentuk percabangan sejak

ketinggian 1,5 meter dari tanah. Tekstur kulitnya sedang. Pohon sukun yang

dipangkas akan cepat membentuk cabang kembali (Pitojo, 1999).

Tanaman sukun merupakan tanaman hutan yang tingginya mencapai 20 m.

Kulit kayunya berserat kasar, dan semua bagian tanaman bergetah encer. Daunnya

lebar, bercagap menjari dan berbulu kasar. Bunganya keluar dari ketiak daun pada

ujung cabang dan ranting, tetapi masih dalam satu pohon (berumah satu). Bunga

(3)

berbentuk bulat bertangkai pendek yang biasa disebut babal seperti pada

nangka.Bunga betina ini merupakan bunga majemuk sinkarpik. Kulit buah

bertonjolan rata sehingga tidak jelas yang merupakan bekas putik dari bunga

sinkarpik tersebut (Sunarjono, 1999). Kayu sukun tidak terlalu keras tapi kuat,

elastis dan tahan rayap (Irwanto, 2006).

Tanaman sukun memiliki banyak kegunaan, antara lain buah sukun yang

merupakan hasil utama dimanfaatkan sebagai bahan makanan, diolah menjadi

berbagai macam makanan, misalnya getuk sukun, klepon sukun, stik sukun,

keripik sukun dan sebagainya. Batang pohon (kayu) sukun dapat dimanfaatkan

sebagai bahan bangunan maupun dibuat papan kayu yang kemudian dikilapkan

(Dephut, 1998).

Daunnya banyak dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai gangguan

kesehatan, selain dapat menurunkan kadar kolestrol darah, ada pula yang

memanfaatkannya sebagai obat ginjal. Daun sukun diyakini mengandung

beberapa zat berkhasiat seperti asam hidrosianat, asetilleolin, tannin, dan

riboflavin. Zat-zat ini ini juga mampu mengatasi peradangan. Getahnya dapat

diolah untuk bahan campuran dalam pembuatan bejana tidak tembus air.

Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian telah merintis

pengembangan sukun sejak 2002. Sejak saat itu pula produksi sukun di indonesia

terus meningkat dari 62.432 ton pada 2003 menjadi 66.994 pada 2004, dan pada

tahun 2005 menjadi 73.637 ton. Sentra produksi sukun terbesar adalah produksi

terbesar adalah Jawa Barat dengan produksi 14.262 ton dan Jawa Tengah dengan

(4)

Tabel 1. Tanaman sukun yang menghasilkan, luas panen, hasil per hektar,

Kandungan karbohidrat dari 100 gram sukun sama dengan 1/3 karbohidrat

beras (tabel 1). Apabila buah sukun tersebut diolah menjadi tepung sukun maka

kandungan karbohitratnya menjadi setara dengan beras, hanya jumlah kalorinya

yang sedikit lebih rendah, dibandigkan dengan dengan jenis pangan lainnya

seperti jagung, ubikayu, dan kentang., maka posisi sukun sebgai sumber

karbohitrat masih diatas ketiga kominitas tersebut (Supriati, 2010).

Tabel 2. Perbandingan komposisi kandungan gizi sukun (per 100 g) dengan beberapa bahan pangan lainnya.

Jenis Bahan Pangan Energi (Kal) Karbohidrat (g) Protein (g) Lemak (g)

Tepung sukun dari tua 302 78.9 3.6 0.8

Sumber : Supriati (2010)

Tanaman sukun berbuah dua kali dalam satu tahun, dimana musim panen

pertama umumnya pada bulan Januari dan Februari yang produksinya lebih tinggi

dibandingkan dengan panen musim kedua pada bulan Agustus dan September.

(5)

600-700 buah dan pada musim panen kedua diasumsikan 50% atau 300 buah,

maka satu tanaman sukunn dapat menghasilkan 600 buah + 300 buah = 900 buah

pertahun. Faktor geografis,agroekosistem, dan potensi lahan merupakan factor

yang mempengaruhi tingkat produksi sukun. Jika dalam estimasi potensi sukun ini

dugunakan nilai koreksi antaragroekosisitem sebesar 30%, maka produksi buah

sukun per tanamanam rata-rata 600 buah. Dengan asumsi bobot rata-rata sebuah

sukun 600 gram (Syah dan Nazarudin, 1994), dan rendemen buah menjadi tepung

adalah 30% (Noviarso, 2003) maka satu tanaman sukun dapat menghasilkan 600

buah x bobot per buah persetase kadar tepung per buah = 600 buah x 600 gram x

30% = 108.000 gram tepung sukun per tanaman atau 108 kg tepung sukun per

tanaman.

Buah sukun umumnya dikonsumsi dalam keadaan matang (fully mature),

tetapi karena respirasinya demikian cepat maka dalam selang beberapa hari saja

buah sukun segera membusuk sehingga tidak dapat dimakan. Proses respirasi dan

pematangan buah sukun dapat dihambat dengan menyimpannya pada suhu dingin,

tetapi proses pematangannya menjadi tidak normal (Thomson et al. 1974 dalam

Sukmaningrum, 1990).

Secara sederhana petani di Cilacap menepungkan buah sukun dengan cara

memarut, menjemur, dan kemudian menggilingnya. Tepung yang diperoleh masih

berwarna kekuningan. Warna tepung dapat dibuat lebih putih sehingga mendekati

tepung terigu, dengan cara merendam daging buah segar yang telah dikupas dalam

larutan bisulfit 1000 bpj selama 5 menit. Beberapa produk makanan berbahan

baku tepung sukun adalah cake, putri salju, kue pukis, nogosari, kroket sukun, dan

(6)

Selain praktis untuk dikonsumsi, mie juga dapat dapat dibuat dari aneka

ragam pangan olahan sehingga tidak mengherankan kalau mie menjadi pangan

favorit di kalangan generasi muda. Mie sukun dibuat dari bahan baku tepung

komposit sukun dengan terigu dan bahan tambahan yang lain seperti telur, garam,

dan soda kue. Komposisi tepung terigu biasanya 70% dan tepung sukun 30%.

Tepung terigu masih diperlukan dalam jumlah banyak karena kandungan

glutennya tinggi. Gluten berperan dalam membentuk struktur mie agar tidak

mudah patah secara umum, berikut disajikan proses pembuatan mie:

pencampuran, pencetakan, perebusan, perendaman, penerisan

(Kartono et al, 2014)

Tempat Tumbuh

Tanaman sukun dapat tumbuh dan dibudidayakan pada berbagai jenis

tanah mulai dari tepi pantai sampai pada lahan dengan ketinggian ±600 m dari

permukaan laut.Sukun juga toleran terhadap curah hujan yang sedikit maupun

curah hujan yang tinggi antara 80-100 inchi per tahun dengan kelembaban

60-80%, namun lebih sesuai pada daerah-daerah yang cukup banyak mendapat

penyinaran matahari.Tanaman sukun tumbuh baik di tempat yang lembab, panas,

dengan temperatur antara 15-38°C.Tanaman sukun ditanam di tanah yang subur,

dalam dan drainase yang baik, tetapi beberapa varietas tanpa biji dapat tumbuh

baik di tanah berpasir (Tridjaja, 2003).

Iklim mikro yang baik untuk pertumbuhan tanaman sukun adalah pada

lahan terbuka dan banyak menerima sinar matahari, sebagai indikator adalah

apabila tanaman keluwih bisa tumbuh dengan baik maka sukun juga bisa tumbuh

(7)

(tanah podsolik merah kuning, tanah berkapur, tanah berpasir), namun akan lebih

baik bila ditanam pada tanah gembur yang bersolum dalam, berhumus dan

tersedia air tanah yang dangkal dengan pH 5-7. Tanaman sukun tidak baik

dikembangkan pada tanah yang memiliki kadar garam tinggi (Alrasjid, 1993).

Media Tanam Tumbuhan

Tanah yang digunakan sebagai media pembibitan harus memiliki

kesuburan yang baik, tidak berkerikil, memiliki aerasi yang baik, tidak terlalu

mengandung liat, sumber air cukup tersedia dan berkualitas baik. Hal yang

penting untuk diperhatikan dalam memproduksi media bibit adalah sifat

medianya. Media yang memiliki sifat fisik baik memiliki struktur remah, daya

serap dan daya simpan air baik serta kapasitas udaranya cukup (Khaerudin, 1999).

Media tanam merupakan komponen utama ketika akan bercocok tanam.

Media tanam yang akan digunakan harus disesuaikan dengan jenis tanaman yang

ingin ditanam. Menentukan media tanam yang tepat dan standar untuk jenis

tanaman yang berbeda habitat asalnya merupakan hal yang sulit. Hal ini

disebabkan setiap daerah memiliki kelembaban dan kecepatan angin yang

berbeda. Secara umum, media tanam harus dapat menjaga kelembaban daerah

sekitar akar, menyediakan cukup udara, dan dapat menahan ketersediaan unsur

hara. Jenis media tanam yang digunakan pada setiap daerah tidak selalu sama

(Khaerudin, 1999).

Kelapa merupakan salah satu komuditas yang memiliki nilai ekonomi

tinggi. Indonesia merupakan salah satu Negara didunia yang memiliki potensi

(8)

maksimal. Luas areal kebun kelapa di indonesia adalah yang terbesar di dunia,

yaitu 3,76 juta hektar (Setiadi, 2001).

Sabut kelapa segar mengandung tanin 3,12%. Senyawa tanin dapat

mengikat enzim yang dihasilkan oleh mikroba sehingga mikroba menjadi tidak

aktif. Serbuk sabut kelapa ini juga telah dikembangkan untuk pembuatan briket

serbuk sabut kelapa yang digunakan sebagai bahan penyimpan air pada lahan

pertanian. Berdasarkan sifat penyerapan air dan oli yang tinggi ini memungkinkan

pemanfaatan produk papan partikel yang terbuat dari serbuk sabut kelapa ini dapat

digunakan sebagai bahan penyerap air atau oli. Disamping itu dapat digunakan

sebagai pengganti papan busa (stiroform)sebagai bahan pembungkus anti pecah

yang ramah lingkungan karena bahan ini kemungkinan besar dapat

terdekomposisi secara alami(Subiyanto et al., 2003).

Pengolahan sabut kelapa menghasilkan serat sabut dan serbuk kelapa.

Pemanfaatan keduanya sangat banyak. Seperti seratnya dapat dimanfaatkan untuk

aneka kerajinan rumah tangga seperti sapu, keset, dan untuk bahan jok mobil,

untuk reklamasi seperti cocomesh, untuk membantu kesuburan tanah seperti

cocopeat dan lain-lain. Penggunaan dan permintaan sabut kelapamengalami

peningkatan pasar yang digunakan sebagai media tanam. Cocopeat adalah tempat

untuk tanaman yang dibuat dari serabut kelapa sama halnya dengan pot-pot

tanaman lainnya tetapi kalau pot tanaman lainnya ada yang terbuat dari plastik,

semen, tanah liat dan sebagainya(Mashuri, 2009).

Penggunaan cocopeat (sabut kelapa) sebagai media tanam sangat baik

diaplikasikan pada tanah gersang atau lahan kritis. Lahan kritis seperti bekas

(9)

(mudah terurai) akan membantu kesuburan tanah, menambah unsur hara, sehingga

penggunaannya akan menumbuhkan tumbuhan baru di area yang di tanmani

cocopeat. Cocopeat sangat berguna untuk mencegah kerusakan pada tanaman,

adapun kegunanan lain dari cocopeat antara lain : (1). Memproteksi akar didalam

permukaan lapisan tanah, (2). Keseimbangan suhu kebasahan konstan pada tanah,

(3). Proteksi ekolagi dari hama, (4). 100% dapat didaur ulang dan mempermudah

proses pemindahan tanaman, (5). Hemat didalam penggunaan konsimsi air untuk

tanaman (Mashuri, 2009).

Pemanfaatan sabut kelapa sebagai cocopeat yaitu sabut kelapa yang diolah

menjadi butiran-butiran gabus sabut kelapa. Cocopeat dapat menahan kandungan

air dan unsur kimia pupuk serta dapat menetralkan keasaman tanah. Karena sifat

tersebut, cocopeat dapat digunakan sebagai media yang baik untuk pertumbuhan

tanaman Holtikultura dan media tanaman rumah kaca. Secara umum, derajat

keasaman media cocopeat adalah 5,8 – 6. Pada kondisi itu tanaman optimal

menyerap unsure hara. Drajat keasaman ideal yang diperlukan tanaman 5,5- 6,5.

Komposisi kimia sabut kelapa terdiri atas selulosa, lignin, pyroligneous acid,

gasas, arang, tannin, dan potasium (Rindengan et al dalam Sittadewi, 2011).

Menurut Mashud et al, (1993), sabut mengandung mineral cukup tinggi

yang terdiri dari N (1,25 %), P (0,18 %), K (3,05 %), CaO (0,97 %) dan MgO

(0,58 %). Proporsi sabut adalah sekitar 33% dari buah kelapa utuh.

Sabut kelapa mangandung unsur-unsur hara makro yang dibutuhkan oleh

tanaman. Unsur-unsur makro tersebut merupakan komponen utama sabut kelapa.

Herath (1993), melakukan penelitian terhadap komponen utama sabut kelapa,

(10)

Tabel 3. Komponen Utama Sabut Kelapa

Unsur Total (ppm)

Total Nitrogen (Kjeldahl) 5238

Nitrogen dalam bentuk N-NH 96

Nitrogen dalam bentuk N-NO 45

Fosfor (P) 330

Kalium (K) 9787

Kalsium (Ca) 2521

Magnesium (Mg) 2006

Sumber : herath (1993).

Banzon dan Velasco (1982), menyatakan bahwa sabut kelapa banyak

mengandung unsur hara, dengan K dan Cl merupakan unsure dominan. Sifat fisik

sabut kelapa antara lain memiliki porositas 95% dan densitas kamba atau bulk

density ± 0,25 gram/ml (Manzeen dan Van Holm, 1993).

Salah satu kekurangan dari cocopeat adalah banyak mengandung zat

tannin. Zat tannin diketahui merupakan zat yang dapat menghambat pertumbuhan

tanaman. Untuk menghilangkan zat tannin yang berlebihan maka dapat dilakukan

dengan cara merendam cocopeat di dalam air bersih. Proses perendaman yang

kurang sempurna dapat menyebabkan zat tannin belum hilang seluruhnya,

sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan pada tanaman (Irawan dan Hidayah,

2014)

Kandungan Air Tanah

Kandungan air didalam tanah merupakan faktor yang paling penting dalam

menentukan keberhasilan pertumbuhan dan produksi tanaman.Kandungan air

didalam tanah sangat dipengaruhi oleh iklim, curah hujan dan dipengaruhi oleh

sifat tanah seperti tekstur dan struktur tanah.Persentase kandungan air tanah

berbeda dengan berbedanya sifat tekstur tanah.

Air tersedia bagi pertumbuhan tanaman merupakan air yang terikatantara

(11)

cukup tersedia di dalam tanahguna dapat melarutkan pupukyang diberikan, karena

tanaman hanya dapat menyerap unsur hara dalam bentuk terlarut didalam larutan

tanah.Air tanah sangat berperan dalam hal mekanisme pergerakan hara keakar

tanama. Perkembangan akar tanaman sangat dirangsang oleh kondisi tanah yang

lembab, sehingga kesempatan dari akar untuk lebih dekat dengan unsur hara yang

berasal daripupuk akan lebih besar. Demikian juga dengan aliran massauntuk

keperluan transpirasi diperlukan air tanah dan pada waktu bersamaan juga akan

mengangkut unsur-unsur hara ke akar dari daerah yang jauh dari jangkauan akar

(Damanik et al., 2010).

Air sangat berfungsi bagi pertumbuhan tanaman, khususnya air tanah yang

digunakan oleh tumbuhan sebagai bahan melalui proses fotosintesis. Air diserap

tanaman melalui akar bersama dengan unsur hara yang larut di dalamnya,

kemudian diangkut melalui pembuluh Xylem (Lakitan, 1993).

Sel tanaman yang telah kehilangan air dan berada pada tekanan turgor

yang lebih rendah daripada nilai maksimumnya, disebut menderita stress air. Hal

ini merupakan suatu istilah yang menyesatkan karena stress mempunyai defenisi

yang tepat dalam mekanika dan dapat dengan mudah diukur. Stress air adalah

suatu istilah yang sangat tidak tepat, yang menunjukkan bahwa kandungan air sel

telah turun dibawah nilai optimum, menyebabkan suatu tingkat gangguan

metabolisme (Fitter, 1981).

Karakteristik Lokasi

Secara geografis kawasan Danau Toba terletakdi pegunungan Bukit

Barisan Propinsi Sumatera Utara pada titik koordinat 2021’ 32” – 20 56’ 28”

(12)

berada pada ketinggian 903 meter dpl, dan Daerah Tangkapan Air (DTA) 1.981

mdpl. Luas Perairan Danau Toba yaitu 1.130 Km2 dengan kedalaman maksimal

danau 529 meter. Total luas Daerah Tangkapan Air (DTA) Danau Toba lebih

kurang 4.311,58 km2. Curah hujan tahunan yang terdapat di kawasan Daerah

Tangkapan Air Danau Toba berkisar antara 1.700 sampai dengan 2.400

mm/tahun. Sedangkan puncak musim hujan terjadi pada bulan Nopember –

Desember dengan curah hujan antara 190 – 320 mm/tahun dan puncak musim

kemarau terjadi selama bulan juni – juli dengan curah hujan berkisar 54 – 151

mm/tahun (Kementerian Lingkunagn Hidup, 2011).

Danau Toba terbentuk sebagai akibat terjadinya runtuhan (depresi)

tektonik vulkanis yang dasysat pada zaman Pleiopleistosen dengan luas 1100 km2.

Ketinggian permukaan air Danau Toba yang pernah diamati dan dicatat adalah

sekitar ± 906 meter dpl (diatas permukaan laut). Kedalaman air Danau Toba

berkisar 400 – 600 meter dan terdapat di depan teluk Haranggaol (± 460 meter).

Jenis tanah yang terdapat disekeliling Danau Toba mempunyai sifat kepekaan

terhadap erosi yang cukup tinggi. Hal ini dapat kita lihat banyaknya bagian yang

terkena longsor dan adanya singkapan batuan sesi (PPT Bogor, 1990).

Berdasarkan struktur vegetasinya, penutupan lahan dikawasan Danau Toba

terdiri atas hutan yang didominasi oleh pohon, semak/belukar yang didonimasi

oleh perdu, padang rumput yang didominasi oleh herba dan rumput, serta lahan

tak bervetasi. Dari segi kerapatannya hutan dikawasan Danau Toba dapat

dikelompokkan menjadi hutan berpohon rapat dan hutan berpohon jarang.

Wilayah danau toba didominasi oleh kelas kemiringan lereng landai (3% - 8%)

(13)

ditempati oleh kelas agak miring (8 – 15%) yang mencapai 20,5% dan daerah

dengan kemiringan sangat curam hamper dijumpai di sekeliling danau yang

mencapai 4,5% dari luas DTA.tutupan lahan merupakan salah satu factor yang

mempengaruhi kualitas dan kuantitas perairan danau. Pola penggunaan lahan

dapat menimbulkan kerusakan/pencemaran lingkungan apabila dipergunakan

melampui batas. Komposisi tutupan lahan diDTA danau toba berupa lahan hutan

hanya mencapai 23%, dan untuk aktivitas budidaya sekitar 48,6% dari luas DTA,

yang sebagian besar merupakan pertanian lahan kering (27,6%) dan bagian lain

berupa lahan terbuka (20,6%) (BP DAS Barumun, Dapertemen Kehutanan, 2009;

tidak diterbitkan).

Tebel 4. Kelas Lereng di DTA Danau Toba

No. Kelas

Sumber : LPPM USU-Bappeda Sumut, (2000) dalam Kuswara (2007)

Dengan melihat perkembangan dikawasan DTA Danau Toba yang

salahsatunya dicirikan dengan tingkatpertumbuhan penduduk yang

terusmeningkat sebagai akibat meningkatnyaaktivitas di kawasan ini, maka

tingkatfluktuasi debit air dan erosi dapatmenjadi semakin tinggi juga. Hal

inidisebabkan semakin meningkatnya luaslahan yang dijadikan kawasan

budidaya,sehingga kondisi penutupan lahan yangdapat menyerap air hujan

menjadisemakin berkurang. Kondisi ini didukungoleh data penutupan lahan di

kawasanDTA Danau Toba selama kurun waktu 12tahun dari tahun 1985 – 1997

(14)

antaralain perubahan penutupan lahan darihutan menjadi penutupan non

hutan.Dalam kurun waktu tersebut areal hutanseluas 31.895,83 ha berubah dari

hutanmenjadi ladang, sawah, alang-alang,dan semak serta permukiman (Kuswara,

Gambar

Tabel 2. Perbandingan komposisi kandungan gizi sukun (per 100 g) dengan beberapa bahan pangan lainnya
Tabel 3. Komponen Utama Sabut Kelapa

Referensi

Dokumen terkait

Pengadaan, antara lain: latar belakang pendidikan, pengalaman kerja dan identitas yang

BerdasarkanPenetapanPengadaanLangsung nomor: TGL.UGM/PP/PenEL/05/YLI/20L2 tanggal 26 Juli 2Ol2 untuk pekerjaan Pengadaan Peralatan Elektronik Untuk Juntsan Teknik Geologi

Dalam rangka pelaksanaan pelelangan paket pekerjaan pada Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Deputi IGT Badan Informasi Geospasial Tahun Anggaran 2017, dengan ini kami

 Persyaratan khusus untuk penambahan Program Studi Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Perguruan Tinggi Terdiri atas :.. Perjanjian Kerjasama Antara Fakultas

Jadual Kegiatan, termasuk Pengaturan Jaga (Rawat Inap). BAB III STANDAR

[r]

19 Tahun 2005, namun PP tersebut juga mengatur bahwa setiap satuan pendidikan tinggi dapat melampaui kedelapan standar minimum tersebut dengan merumuskan/

Yunita sebagai pimpinan puncak perusahaan kosmetik terkemuka meminta tim manajemen biaya pada perusahaan tersebut untuk melakukan analisis profitabilitas terhadap