• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komunikasi Antarpribadi Pasien Danperawat (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Komunikasi Antarpribadi Pasienrawat Inap Dan Perawat (Terapeutik) Di Rumah Sakit Setiabudi Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komunikasi Antarpribadi Pasien Danperawat (Studi Deskriptif Kualitatif Tentang Komunikasi Antarpribadi Pasienrawat Inap Dan Perawat (Terapeutik) Di Rumah Sakit Setiabudi Medan)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Konteks Masalah

Manusia tidak terlepas dari komunikasi. Komunikasi merupakan alat

dalam berkomunikasi. Terjadinya komunikasi adalah konsekwensi hubungan

sosial (social relation).Hubungan sosial ini akan menciptakan interaksi sosial antar individu yang satu dengan lainnya dalam proses mendapatkan informasi

(Effendy, 2004:3). Oleh karena itu manusia harus selalu berhubungan dengan

manusia lainnya.

Harold D. Lasswell berpendapat bahwa cara yang tepat untuk menjelaskan

arti dari komunikasi adalah dengan menjawab beberapa pertanyaan, yang salah

satu diantaranya adalah : What In Which Channel? atau dengan saluran apa?saluran yang biasanya disebut media, media yang dimaksud disini adalah alat

yang digunakan untuk memindahkan pesan dari komunikator (sumber) kepada

komunikan (penerima) (Cangara, 2009:19-25)

Kegiatan berkomunikasi juga dilakukan antara perawat dan pasien. Bentuk

komunikasi yang dilakukan disebut komunikasi antarpribadi. Dalam ilmu

kesehatan,komunikasi antarpribadi ini disebut juga dengan Komunikasi Terapeutik. Komunikasi Terapeutik adalah bentuk khusus dari komunikasi yang digunakan dalam pengaturan perawatan kesehatan untuk mendukung, mendidik,

dan secara efektif memberi kekuatan dalam mengatasi masalah sulit yang

berhubungan dengan kesehatan (Elizabeth, 2003:200)

Komunikasi yang dilakukan perawat menjadi sangat penting mengingat

perawat merupakan komponen tenaga kesehatan terbesar dibandingkan dengan

proporsi profesi kesehatan lain,sehingga profesi perawat menempati urutan

pertama secara kuantitas. Jumlah perawat diseluruh rumah sakit berdasarkan

Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS Tahun 2000) sebanyak 107.029 orang.

Sedangkan perawat yang bekerjadiPuskesmas berdasarkan Profil Kesehatan tahun

2009 berjumlah 52.753 orang. Angka tersebut terus mengalami peningkatan setiap

(2)

Pada tahun 2013, berdasarkan data Kementrian Kesehatan (Kemenkes RI,

2013) jumlah perawat di seluruh rumah sakit di Indonesia sebanyak

220.575orang. Jumlah tersebut belum mencakup perawat di lembaga pendidikan

dan rumah sakit swasta. Total jumlah perawat yang ada di Indonesia

diperkirakan sekitar 624.000 orang.Dibandingkan dengan jumlah penduduk

berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 yaitu 237,6 juta orang, maka rasio

perawat dengan jumlah penduduk Indonesia adalah 262,6 orang perawat setiap

100.000 penduduk(Qodriyyah, 2013).

Menurut Abdul Nasir (2009) Komunikasi antarpribadipasien dan perawat

dimulai dari pertama bertemu pasien dengan perawat yang disebut tahap pra

interaksi, perkenalan, orientasi, tahap kerja dan terminasi. Pada tahap pra

interaksiperawat menggali potensi dirinya, menampilkan penampilan yang rapi

dan berusaha tidak mencampurkan masalah pribadinya ketika bertemu dengan

pasien.Pra interaksi ini juga saat-saat dimana pasien merasakan ketakutan dan

kecemasan ketika pertama kali bertemu dengan perawat karena merasa bertemu

dengan orang asing dan tidak tahu harus berkata dan berbuat apa dan itu sering

terjadi kepada kebanyakan pasien. Dalam hal ini penampilan perawat juga

mempengaruhikecemasan yang dihadapi pasien seperti yang diungkapkan

AbdulNasir (2010:169) bagaimana penampilan perawat bisa mengurangi

kecemasan pasien.

Perkenalan juga proses yang penting dimana pasien dan perawat mulai

mengembangkan rasa percaya. Rasa percaya pasien kepada perawat sangat

tergantung bagaimana perawat memperkenalkan diri dan dengan sikap yang baik

dan ramah melakukan pendekatan dengan pasien. Berdasarkan pra penelitian yang

peneliti lakukan banyak perawat yang tidak memperkenalkan nama saat pertama

bertemu dengan pasien, sehingga pasien tidak mengingat nama perawat tersebut

walaupun sudah beberapa hari di rumah sakit. Setelah tahap perkenalan dan mulai

tahap orientasi dimana pasien menceritakan keluhan kepada perawat kemudian

tahap kerja yang tentunya di tahap ini banyak dilakukan komunikasi antarpribadi

dan interaksi pasien kepada perawat hingga tahap terminasi atau keluarnya pasien

(3)

Kualitas pelayanan keperawatan suatu Rumah Sakit bisa dinilai dari

kepuasan pasien yang sedang atau pernah dirawat yang merupakan ungkapan rasa

lega atau senang karena harapan tentang sesuatu kebutuhan pasien terpenuhi oleh

pelayanan keperawatan yang bila diuraikan berarti kepuasan terhadap

kenyamanan, kecepatan, pelayanan, keramahan dan perhatian. Sementara rasa

puas sendiri mempunyai nilai yang relatif tergantung dari masing-masing individu

(Natsir, 2008). Sebaliknya ketidakpuasan pasien disebabkan oleh pelayanan

keperawatan yang kurang professional, dalam arti perawat dalam memberikan

asuhan keperawatan tidak dapat memenuhi semua kebutuhan pasien.

Fenomena yang sering terjadi di beberapa rumah sakit terutama yang

berkaitan dengan pelayanan perawat adalah adanya kesenjangan antara

kualitaspelayanan perawat dengan tingginya tuntutan dan harapan pasien

terhadappelayanan. Mengingat tugas perawat sangat penting, seperti diagnosa,

perawatan,mengobatan, mencegahan akibat penyakit, serta pemulihan penyakit,

maka upayaperbaikannya terutama untuk meningkatkan kualitas agar pasien

merasaterpuaskan harus terus dilakukan.

Hal yang juga sering terjadi pada institusi pelayanan kesehatan adalah

pasien sering mengeluh karena tenaga kesehatan tidak mengerti maksud pesan

yang disampaikan pasien, sehingga pasien tersebut menjadi marah dan tidak

datang lagi mengunjungi pelayanan kesehatan tersebut. Atau contoh lain adalah

selisih faham atau pendapat antara tenaga kesehatan karena salah mempersepsikan

informasi yang diterima yang berakibat terjadinya konflik antara tenaga kesehatan

tersebut.Kondisi tersebut akan berdampak pada rendahnya mutu pelayanan yang

diberikan tenaga kesehatan, dan larinya pasien kepada institusi pelayanan

kesehatan lainnya yang dapat memberikan kepuasan.

Oleh karena itu, alangkah bijaksana dan tepat jika institusi pelayanan

kesehatan (Rumah Sakit) dapat meningkatkan kualitas pelayanannya. Salah satu

bentuknya adalah dengan meningkatkan komunikasi yang baik dan efektif melalui

komunikasi terapeutik perawat itu sendiri.

Yayasan Perlindungan Konsumen Kesehatan Indonesia (YPPKI)

(4)

Memang masyarakat dewasa ini lebih kritis untuk memilih pelayanan mana yang

akan mereka gunakan di antara rumah sakit yang bertebaran di tanah air kita.

Ironisnya, meskipun jumlah rumah sakit menjamur tidak pula menambah mutu

sehingga masyarakat akhirnya berobat keluar negeri. Setiap tahun, tak kurang dari

600 ribu pasien Indonesia berobat keluar negeri dengan tujuan Singapura,

Malaysia, Tiongkok, India, Australia, Jerman dan Amerika Serikat. Kunci dari

permasalahan itu sebenarnya adalah rendahnya moral dan etika tim kesehatan dan

buruknya perawat mendapatkan sorotan sebagai pelakunya. Hal ini beralasan

karena perawatlah yang paling banyak bersentuhan langsung dengan pasien.

(http:www.myopera.com)

Rumah Sakit Aloei Saboe, Gorontalo pernah mendapatkan kritik dari

pasiennya bagaimana rumah sakit tersebut membiarkan pasien rawat inap nya

menahan sakitnya sedangkan tidak ada satupun perawat jaga yang datang. Pihak

keluarga sudah menekan bel berkali-kali memanggil perawat, dan akhirnya

mendatangi ruang perawat jaga ternyata perawat tersebut sedang tidur padahal

pada saat jam kerjanya (robinkarim.blogspot.com)

Untuk menghindari rendahnya mutu pelayanan yang diberikan tenaga

kesehatan (perawat) dan hilangnya pasien atau pelanggan ke tempat lain maka

alangkah sangat bijaksana dan tepat, jika suatu institusi pelayanan kesehatan dapat

meningkatkan kualitas pelayanannya. Salah satu bentuknya adalah dengan

meningkatkan kemampuan komunikasi yang baik dan tepat bagi perawat.

Satu kasus di RSUD Selasih, Riau bagaimana seorang pasien yang pindah

ke rumah sakit lain karena mendapat bentakan atau perawat yang berkata kasar .

menurut pasien ini dirinya mendapatkan pelayanan yang buruk oleh perawat

medis yang seharusnya memberikan rasa nyaman kepada pasien. Awalnya ketika

beliau membawa anaknya yang panas tinggi ke rumah sakit tersebut dan dirujuk

ke UGD. Perawat yang bersangkutan langsung mengambil sampel darah anaknya.

Sebagai orangtua pasien beliau bertanya dengan sopan apa memang prosedurnya

seperti itu. Sebaliknya, perawat menjawab dengan kasar “anaknya mau dirawat

atau tidak”, tanpa menunggu lama orangtua pasien ini langsung membawa

(5)

Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial

yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin

dalam perilaku “caring” atau kasih sayang / cinta dalam berkomunikasi dengan

orang lain. Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik

tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah

terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan

keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit,

tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan

pertolongan terhadap sesama manusia.

Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak

saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah

terjadinya masalah legal, juga dapat memberikan kepuasan dalam melakukan

pelayanan keperawatan kepada pasiennya.Komunikasi interpersonal dalam proses

keperawatan bertujuan membangun hubungan kepercayaan antara perawat dan

pasien. Komunikasi interpersonal yang efektif membantu membangun

kepercayaan dan hubungan interpersonal yang baik antara perawat dan pasien

(Ellis dkk, 2000).

Komunikasi interpersonal antara perawat dengan pasien dalam hal ini

lebih ditekankan pada hubungan yang bersifat humanistik yang mengharuskan

perawat untuk terlibat secara mendalam dengan pasien dan memandang pasien

sebagai individu yang mempunyai kebutuhan fisik, psikologis dan sosial. Melalui

komunikasi interpersonal perawat berhadapan langsung dengan pasien. Dalam

situasi komunikasi seperti ini, umpan balik terjadi secara langsung, yaitu perawat

dapat mengetahui efek komunikasinya pada saat itu juga, karena reaksi pasien

dapat diketahui pada saat perawat menyampaikan pesannya.

Menurut Pace & Faules (2005) perilaku komunikasi dan reaksi telah lama

dianggap sebagai anteseden dan konsekuensi keadaan yang penuh stres. Dengan

kata lain, cara orang berkomunikasi boleh jadi menimbulkan stres pada diri

mereka dan orang lain, dan stres boleh jadi mempengaruhi cara orang

berkomunikasi. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa komunikasi

(6)

stress” akan mempengaruhi bagaimana perawat mengadakan interaksi dengan pasiennya, termasuk salah satu diantaranya adalah kemampuan komunikasi

interpersonal.

Pada hakikatnya perawat harus memahami pasien, karena perawat

memang diwajibkan untuk memberikan pelayanan sebaik mungkin, walaupun

terkadang dalam keperawatan pasien tidak bekerjasama dengan baik. Perawat

sendiri memahami kondisi dari si pasien dimana seseorang yang sedang sakit

tentu emosinya tidak stabil, sehingga dibutuhkan pengertian yang lebih, bahwa

orang yang sedang sakit akan mengalami hambatan dalam menjalin kerjasama

ataupun berkomunikasi dengan baik.

Namun, perawat juga tidak memungkiri bahwa terkadang muncul perasaan

jenuh untuk memahami keadaan tersebut, dimana pada akhirnya perawat merasa

putus asa dalam menjalani pekerjaannya, dan dapat memunculkan gejala-gejala

stres pada dirinya yaitu mudah marah atau mudah sekali tersinggung. Sehingga

perawat dikatakan galak atau tidak memahami pasiennya. Untuk itulah perawat

dituntut lebih bijak dalam menghadapi pasien dengan berbagai karakter, di mana

perawat yang kompeten harus menjadi seorang komunikator yang efektif dan

setiap perawat mempunyai tanggung jawab untuk memperhatikan

perkembangannya sendiri dalam bidang komunikasi interpersonalnya.

Menurut Joseph A. Devito, ciri komunikasi antarpribadi yang efektif

adalah keterbukaan (openness), empati (empathy), dukungan (supportiveness),

rasa positif (positiveness), kesetaraan (equality).Kadangkala individu merasakan komunikasi menjadi tidak efektif karena kesalahan dalam menafsirkan pesan yang

diterimanya. Hal ini disebabkan karena setiap manusia mempunyai keterbatasan

dalam menelaah komunikasi yang disampaikan. Kesalahan dalam menafsirkan

pesan bisa disebabkan karena persepsi yang berbeda-beda (Lasmawati,2011).

Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara sadar

dan bertujuan serta kegiatannya dipusatkan untuk kesembuhan pasien (Indrawati,

2003). Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik

tolak saling memberikan pengertian antar perawat dengan pasien. Persoalan

mendasar dan komunikasi ini adalah adanya saling membutuhan antara perawat

(7)

perawat dan pasien, perawat membantu dan pasien menerima bantuan (Indrawati,

2003). Komunikasi terapeutik bukan pekerjaan yang bisa dikesampingkan, namun

harus direncanakan, disengaja, dan merupakan tindakan profesional. Akan tetapi,

jangan sampai karena terlalu asyik bekerja, kemudian melupakan pasien sebagai

manusia dengan beragam latar belakang dan masalahnya.

Tahun 2013, diadakan satu test keperawatan di Surabaya dimana perawat

yang lolos test tersebut akan dikirim dan dipekerjakan ke luar negeri, berupa test

kecakapan antarpersonal, disamping kemampuan teknis dalam bidang

keperawatan, Nyatanya banyak perawat yang tidak lolos hanya karena tidak tahu

bagaimana berempati kepada pasiennya. Agen tersebut tidak mau mengirimkan

perawat yang tidak bisa tersenyum dan beramah tamah kepada pasiennya apalagi

memiliki rasa empati yang rendah (http:www.kesehatan kompasiana.com)

Salah satu rumah sakit di kota itu juga awalnya mengalami masalah seperti

banyaknya keluhan masyarakat tentang komunikasi perawat. Namun ketika terjadi

perubahan manajemen, pihak HRD memberikan training-training khusus bagi

perawat dan dokter, untuk meningkatkan interpersonal skills mereka dan

menanamkan mindset untuk memanusiakan-manusia. Mereka diajarkan untuk

berempati, berkomunikasi secara afirmatif, melakukan kontak mata saat berbicara

dengan pasien, bahasa tubuh dan kemampuan lainnya. Tentu saja langkah ini

dibarengi dengan peningkatan kesejahteraan dan pemberlakukan reward and

punishment. Kotak pengaduan yang disediakan oleh manajemen, bukan hanya sekedar hiasan dan persyaratan akreditasi rumah sakit, tetapi semua kritik dan

saran yang masuk benar-benar ditindaklanjuti. Seorang perawat yang diadukan,

akan dipanggil oleh kepala perawat didampingi pihak HRD untuk dimintai

klarifikasi (http:www.kompasiana.com)

Berdasarkan fenomena-fenomena di atas, peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian mengenai komunikasi antarpribadi pasien rawat inap dan

perawat di Rumah Sakit Setiabudi Medan judul penelitian : “KOMUNIKASI

ANTAR PRIBADI PASIEN DAN PERAWAT (Studi Deskriptif Kualitatif tentang

Komunikasi AntarpribadiPasien Rawat Inap dan Perawat (terapeutik) di Rumah

(8)

Peneliti memilih Rumah Sakit Setiabudi sebagai rumah sakit ortopedi

satu-satunya di Sumatera yang baru berdiri sekitar empat tahun yang lalu yang

mengalami peningkatan pasien setiap bulannya dilihat berdasarkan pra penelitian

yang dilakukan peneliti pada bulan Oktober 2013. Rumah sakit ini mengadakan

evaluasi setiap bulannya tentang kepuasan pasien secara menyeluruh mulai dari

pelayanan dokter, perawat para medis non perawat, administrasi, fasilitas,

lingkungan pelayanan, melalui kuesioner yang dibagikan oleh bagian Humas

kemudian dirangkum untuk disampaikan pada saat pertemuan manajemen dan

direksi rumah sakit. Peneliti juga melakukan penelitian pada pasien rawat inap,

karena pasien rawat inap lah yang lebih lama berinteraksi dengan perawat rumah

sakit

1.2 Fokus Masalah

Fokus masalah merupakan permasalahan yang sentral yang menjadi

perhatian penelitian dan dicari jawabannya dalam penelitian. Adapun fokus

masalah yang akan diteliti sebagai berikut: “Bagaimana Komunikasi Antarpribadi

antara Pasien Rawat Inap dan Perawat diRumah Sakit Setiabudi Medan?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui karakteristik pasien rawat inap Rumah Sakit Setiabudi

Medan

2. Untuk mengetahui alasan pasien rawat inapmemilih Rumah Sakit

Setiabudi Medan.

3. Untuk mengetahui hubungan komunikasi antarpribadi yang dilakukan

pasien rawat inap dengan perawat Rumah Sakit Setiabudi Medan.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Secara akademis, penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang berguna

dalam memperkaya khasanah penelitian Ilmu Komunikasi.

2. Secara teoritis, penelitian ini dapat menambah wawasan peneliti dan bisa

dijadikan sebagai bahanpembelajaran. Penelitian ini diharapkan dapat

memperkaya pengetahuan mahasiswa FISIP USU jurusan Ilmu

(9)

3. Secara praktis, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi yang dapat

menjadi bahan perbandingan dalam melakukan penelitian di masa

Referensi

Dokumen terkait

bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Sekretaris Daerah tentang Pembentukan Tim Pendamping Program Pinjaman

[r]

[r]

Peraturan Daerah Kabupaten Bantul Nomor 10 Tahun 2007 tentang Pokok-Pokok Pengelolaan Keuangan Daerah Kabupaten Bantul (Lembaran Daerah Kabupaten Bantul Tahun 2007

Adalah cara pengambilan sampel dengan semua objek atau elemen populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel..

Model pembelajaran CTL ini bertujuan untuk memotivasi siswa untuk memahami makna materi pelajaran yang dipelajarinya dengan mengkaitkan materi tersebut dengan konteks

Sehingga kegunaan informasi jika suatu perusahaan mengalami financial distress adalah dapat mempercepat tindakan manajemen untuk mencegah masalah sebelum terjadinya

- Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham Perusahaan yang Dapat Mengakibatkan