• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB III Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Merek NonTradisional Berbasis Daya Pembeda di Indonesia T1 BAB III

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB III Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Merek NonTradisional Berbasis Daya Pembeda di Indonesia T1 BAB III"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

KAJIAN KONSEP DAYA PEMBEDA DAN KEDUDUKANNYA DALAM PERLINDUNGAN BENTUK, BUNYI, DAN AROMA

SEBAGAI MEREK

A. BBA MEMIIKI DAYA PEMBEDA

Bentuk, bunyi dan aroma (BBA) adalah merek non-tradisional yang memiliki daya pembeda. Daya pembeda tersebut dapat dijelaskan dengan dua pendekatan. Pertama, hubungan emosional sebagai sifat dan karakter pembeda yang dimiliki; Kedua, BBA tidak tergolongan sebagai tanda yang bersifat fungsional yaitu dengan penelusuran terhadap konsep functionality, berikut uraiannya.

1. Hubungan Emosional

Hubungan emosional adalah konsep yang berbasis pada ikatan emosi antara orang dalam proses interaksi. Konsep ini akrab dengan ilmu psikologi yang mengkaji tentang manusia sebagai mahkluk emosi, ataupun ilmu manajemen ekonomi dalam metode dan teknik pemasaran barang (marketing). Atas hal ini Penulis kemudian melihat kedepan terhadap hukum, yaitu term “hubungan emosional” dapat juga diletakan sebagai pendekatan dalam hukum merek.

(2)

berdasarkan mereknya saja? Ataukah berdasarkan kesukaan, kepekaan dan atau kedekatan konsumen terhadap merek yang kemudian menuntunnya untuk mengenali dan membedakan antara barang dan jasa tertentu?

Terhadap merek non-tradisional, konsumen membedakan barang dan jasa berdasarkan kedekatannya atas merek terhadap barang. Pandangan demikian terlihat pada pendapat Jerome dan Anne dalam artikel Cinnamon Buns, Marching Ducks And Cherry-Scented Racecar Exhaust: Protecting Nontraditional Trademarks. Mereka mencatat bahwa: “using nontraditional trademarks and

other off-beat stimuli to differentiate and reinforce a brand is imperative. Brand

owners must pursue multisensory ways to entice consumers and get their message across.”1 Jerome dan Anne menjelaskan bahwa penggunaan merek non-tradisional yang dilakukan secara multi-indrawi akan lebih menarik perhatian konsumen terhadap barang dan atau jasa. “Menarik perhatian” tersebutlah yang kemudian

akan membingkai pembedaan merek non-tradisional yaitu, penampilan BBA yang lebih dari satu indra berupa penciuman (tanda aroma), pendengar (tanda bunyi), dan atau peraba (tanda bentuk) akan lebih jauh menciptakan emosi kedekatan antara seorang konsumen dengan merek untuk selanjutnya membedakan barang dan jasa.

Hubungan antara penampakan tanda yang beranekaragam dan respon konsumen terhadapnya, oleh Martin Lindstrom disebut dengan istilah “emotional connection2”. Ia menjelaskan bahwa: Sight may convey information well, but even at best it creates a less deeply felt emotional response.., An emotional connection

1 Jerome Gilson dan Anne Gilson LaLonde, Op.cit., h. 775

2 Secara harafiah istilah emotional connection terdiri dari kata emotion yang berarti “strong

(3)

to a brand makes the brand more compelling and engenders consumer loyalty3. Sebagai merek non-tradisional, pembedan BBA adalah dilakukan dengan berdasarkan emotional response konsumen atas tanda yang adalah merek barang dan jasa tertentu. Artinya, hubungan emosional antara tanda dengan konsumen akan lebih jauh merangsang emosi seorang konsumen untuk selanjutnya memberikan respon yang dalam (creates a less deeply felt emotional response) atas tanda BBA. Yang selanjutnya akan membawa konsumen pada kemampuan untuk menentukan dan membedakan antara barang atau jasa yang satu dengan barang dan jasa yang lain.

Lebih lanjut, dalam rangka mengidentifikasi eksistensi hubungan emosional pada tanda bentuk, bunyi dan aroma sebagai merek, berikut diuraikan pembedaan berdasarkan respon emosional pada masing-masing tanda.

1.1. Hubungan Emosional pada Bunyi

Jerome dan Anne mengkategorikan bunyi sebagai tanda yang memiliki hubungan emosional langsung (emotionally direct). Langsung (direct) artinya seketika didengarkan bunyi dapat mempengaruhi indra pendengaran yang kemudian menciptakan respon emosional orang tersebut. Pendapat demikian juga disampaikan Lindstrom, bahwa “music can affect purchasers in stores and

restaurants, just as the pipedin sound in Disney World can improve the mood of visitors4.

Kemampuan bunyi untuk langsung menarik respon emosional konsumen didasarkan pada pegenalan umum bunyi yang diidentikan dengan luapan

(4)

emosional. Sebagaimana dijelaskan Colleen Fahey bahwa bunyi sebagai merek dalam jasa dapat menggambarkan beberapa situasi emosional yaitu: 1)sensuality/Seduction, Orchestrated in more or less a cinematic, romantic, or symphonic fashion; 2)Indulgent Pleasures, orchestrated in a more dramatic and

cinematic manner thats recurring theme in many coffee advertisements5.

Dalam hukum merek, penegasan pembedaan bunyi yang berdasarkan hubungan emosional secara implisit juga dapat dilihat pada pendaftaran merek bunyi oleh General Electric Broadcasting Company. Dalam pendaftarannya, Trademark Trial and Appeal Board (TTAB) memberikan pertimbangan bahwa: a sound mark depends upon aural perception of the listener.., unless, of course, the sound is so inherently different or distinctive that it attaches to the subliminal mind of the listener to be awakened when heard and to be associated with the source. Makna frasa “perception of the listener“ di atas jika diartikan bersama dengan frasa “subliminal mind mengandung arti bahwa bunyi dalam penampakannya menciptakan persepsi yang berdampak jauh sampai pada alam bawa sadar pendengar untuk menyadarkannya akan sumber masing-masing barang. Proses tersebut terjadi karena adanya Hubungan Emosional antara konsumen dengan tanda terhadap barang.

1.2. Hubungan Emosonal pada Bentuk

Lindstrom menjelaskan bahwa pendekatan hubungan emosional terhadap tanda bentuk pada intinya adalah makes the brand more attractive. Bentuk adalah tanda dengan hubungan emosional berdasarkan keunikannya yang menarik

5 Colleen Fahey, How Audio Enhances Your Brand Content: Find Your Signature Sound,

(5)

(attractive). Model dari bentuk misalnya, ketimbang memberikan petunjuk berupa alunan nada tertentu seperti bunyi, bentuk adalah tanda yang meggambarkan keunikannya yang melekat pada produk. Sehingga tidak hanya pembedaanya dapat dilihat seperti merek tradisional (visual) saja, melainkan secara unik dapat dibedakan dengan menyentuh menggunakan indra peraba.

Dalam hukum merek, pembedaan dengan hubungan emsonal pada tanda bentuk belum digunakan. Pada kasus pendaftaran bentuk cukur berkepala tiga dalam kasus Philips v Remington misalnya, hanya menjadi legal standing bahwa bentuk juga dilindungi sebagai merek. Yaitu sebagai terlihat pada pertimbangan European Court of Justice (ESJ) yang menyatakan: because of extensive use of a particular shape, the relevant trade and public believe that goods of that shape come from a particular undertaking.

Namun, atas hal di atas tidak berarti bahwa argumen perlindungan bentuk berdasarkan hubungan emosional tidak diakui dalam hukum merek merek. Sebab, dalam kasus Philips bentuk juga diletakan sebagai tanda dengan penampakan yang menarik (triple-headed rotary shavers). Sehingga berarti bahwa sekalipun belum sampai, tetapi konsep “menarik” dapat lebih jauh ditarik sampai pada hubungan emosional seorang konsumen terhadap tanda.

1.3. Hubungan Emosional pada Aroma

(6)

mind. For example, the smell of fresh-cut grass may induce a person to think of springtime, or the smell of salty air may trigger thoughts of the beach”

Aroma juga dapat menggambarkan rasa nyaman seseorang, sebagaimana yang dijelaskan Nagourney bahwa: “researchers in France found that customers stayed longer and spent more in a restaurant infused with the scent of lavender,

concluding that “scents could influence many consumption environments6.” Tanda

jenis ini bersifat mempengaruhi emosi konsumen melalui bau tertentu, untuk kemudian akan diidentikan oleh barang dan jasa tertentu. Sehingga oleh konsumen dapat dibedakan antara barang atau jasa berdasarkan bau yang disukainya.

Dalam hukum merek, perlindungan aroma yang berdasarkan hubungan emosional dapat merujuk pada pendaftaran “Smell of fresh cut grass” di Uni Eropa (EU), dimana OHIM memberikan pertimbangan bahwa: .., the scent or fragrance

of freshly cut grass reminds them of spring, or summer, manicured lawns or

playing fields, or other such pleasant experiences. Aroma merupakan tanda yang

melakukan pembedaan berdasarkan emosional konsumen atas ingatan aroma

terentu mereka. Sehingga pembedaan berdasarkan hubungan emosional dalam

aroma yaitu pembedaan berdasarkan ingatan alam bawah sadar merek terhadap bau

tertentu yang identik dengan barang dan jasa tertentu.

Berdasarkan ketiga uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa melalui karakteristiknya tanda bunyi, bentuk, dan aroma memiliki hubungan emosional dengan konsumen terhadap barang dan jasa. Namun, apakah eksistensi hubungan emosional tersebut sudah tepat untuk dijadikan justifikasi keberadaan daya pembeda? Sebagai pengagas, masalah ini juga telah dikuatirkan Lindstrom, ia

(7)

mencatat bahwa: Is the brand using all available sensory touch points? Is the sensory experience of the brand strong, consistent and distinctive? To what extent

does the consumer associate these sensory signals with this brand and how authentic do they perceive these signals to be?7

Pada pendapat di atas, Lindstrom meragukan justifikasi hubungan emosional sebagai daya pembeda tanda non-tradisional8. Ia kuatir akan kejelasan dan autentifikasi respon emosional setiap konsumen terhadap tanda yang cenderung bersifiat subjektif. Sehingga tidak bisa ditarik kesimpulan yang objektif, yaitu BBA memiliki daya pembeda. Atas hal ini, Penulis menegaskan bahwa kejelasan dan autentifikasi respon emosional dalam hubungan emosional antara konsumen dengan tanda yang bersifat reatif adalah justru menguatkan argumen bahwa BBA memiliki daya pembeda.

Pendirian di atas didasarkan pada common sense bahwa konsep daya pembeda dalam hukum merek adalah pembeda dalam arti materil dan bukan formil. Artinya ketimbang mempermasalahkan proses pembedaan suatu tanda terhadap barang dan jasa, secara hukum merek, sesuatu dikatakan memiliki daya pembeda adalah ketika tanda tersebut tergolongan satu dari kelima sifat dasar pembeda tanda. Adapun sifat tersebut muncul pada sengketa Abercrombie & Fitch Co. Vs Hunting World di Amerika Serikat. Dalam kasus tersebut, digolongankan karakteristik kekuatan daya pembeda (the spectrum of trademark distinctiveness) yang terdiri atas golonganan:

7 Martin Lindstrom, Op Cit., h. 96.

8 Menurut hemat Penulis hal ini wajar karena, lindstrom bukanlah ahli hukum merek tetapi

(8)

a. Fanciful

Tanda berupa khayalan yang unik dan menarik dengan tidak menggambarkan secara jelas barang dan jasa yang diwakilinya. Tanda dalam jenis ini, lebih fokus kepada upaya untuk membedakan barang dan jasa melalui keunikannya yang tidak dimiliki tanda lain. Yaitu dengan tidak membangun keterkaitan langsung antara tanda yang digunakan sebagai merek dengan objek yang diwakilinya. Sebagai tanda khayalan, tanda fanciful merupakan tanda yang berasal dari setiap imajinasi atas masing-masing orang.

b. Arbitrary

Berbeda dengan tanda fanciful yang menggunakan unsur khayalan, tanda arbitrary lebih menggunakan makna yang secara langsung memiliki kaitan dengan objek yang lain dibandingkan barang atau jasa yang direpresentasikannya. Tujuan tanda ini adalah memfokuskan pembedaan suatu barang jasa, dengan terlebih dahulu mengenal tanda khas yang melekat padanya.

c. Suggestive

Sebagai kebalikan dari fanciful dan arbitrary, tanda yang tergolongan sebagai suggestive lebih mengutamakan penciptaan kesan tanda mana memiliki hubungan erat dan bahkan langsung dengan barang dan jasa.

d. Descriptive

(9)

dilekatinya. Sehingga ketimbang memberikan pembeda pada barang dan jasa melalui pemaknaan terkait dengan tanda. Sebagaimana yang dilakukan oleh tanda suggestive, tanda descriptive lebih mengutamkan deskripsi langsung suatu objek yang dilekatinya. e. Generic term

Tanda yang disebut generic adalah tanda yang menggambarkan genus produk yang direpresentasikannya. Oleh karenanya, perlindungan terhadap tanda generic akan merugikan barang sejenis. Sebab ketimbang memberikan pembeda khusus atas objek, tanda jenis ini lebih bersifat menerangkan objek secara umum.

Berdasarkan kelima sifat pembeda di atas, konsep hubungan emosional adalah terkategori sebagai ciri pembeda dengan sifat fanciful. Mengapa? Hal ini dikarenakan pembedaan berdasarkan respon emosional adalah pembedaan barang dan jasa yang tergolongan unik. Keunikan tersebut terlihat pada beberapa hal, yaitu:

 Sebagai merek non-tradisional, BBA tampil dengan multisensory ways yaitu melaui indra penciuman (tanda aroma), pendengar (tanda bunyi), dan atau peraba (tanda bentuk) seorang konsumen untuk mengidentifikasi dan membedakan antara barang dan jasa.

(10)

menyentuh pengalaman emosional setiap konsumen yang selanjutnya membawanya pada pembedaan barang dan jasa.

 Pembedaan barang dan jasa tersebut lebih jauh dilakukan berdasarkan emotional response konsumen terhadap BBA. Yang selanjutnya akan menyentuh perasaan konsumen untuk mengenali tanda, sehingga kemudian menjadi akrab dan nyaman terhadap tanda untuk yang kemudian akan menuntunnya untuk membedakan antara barang dan jasa dalam perdagangan.

(11)

2. Doktrin Fungsional

Justifikasi daya pembeda pada BBA yang berdasarkan hubungan emosional harus diadu dengan persoalan utama atas perlindungan merek non-tradisional. Yaitu tidak dipandang sebagai tanda dengan daya pembeda melainkan hanya sebatas pelengkap saja. Mengambil contoh bentuk sebagai tanda non-tradisional yang akan dilindungii sebagai merek, Jeremy Philips dalam pendapatnya mengatakan9:

“A container is not generally reckoned to be a ‘mark’. On this basis

the distinctive Cola Cola bottle could not be registered as a ‘mark’ in respect on beverages, even though a drawing of the bottle would

be a ‘device’ and therefor a mark. This conclusion is hard to justify when one considers that a container can be as effective as any other means of indicating a link between a trader and his goods”10

Dikuatirkan sebagai tanda yang tidak mampu mengidentifikasi asal barang. Juga merupakan pandangan yang dipertimbangkan Jerome dan Anne, yang menyatakan:

“Another major problem with enforcement in this context is that

consumers may not perceive certain nontraditional marks as trademarks at all. They may see them as merely decorative, as an inherent part of the product or as an attempt to amuse rather than to indicate the source of the goods11

Satu kesamaan pada kedua pendapat di atas adalah merek non-tradisional dikuatirkan tidak dapat dipandang sebagai tanda dengan daya pembeda oleh konsumen. Artinya inti persoalan adalah terletak pada fungsi merek, yang rentan sebagai pelengkap (decorative) ketimbang tanda yang membedakan.

Dalam hukum merek, doktrin fungsional merupakan tolak ukur untuk menentukan suatu tanda bersifat pembeda atau hanya sekedar pelengkap barang

9 Jeremy Phillips, Op Cit., h. 227. 10 Ibid.,

(12)

atau jasa. Pada kasus pendaftaran “warna” oleh Qualitex Co Vs Jacobson Products

Co, pertimbangan fungsional diartikan sebagai berikut:

In general terms, a product feature is functional,” and cannot serve as a trademark,“if it is essential to the use or purpose of the article or if it affects the cost or quality of the article,” that is, if exclusive

use of the feature would put competitors at a significant non-reputation-related disadvantage.

Pada kasus di atas tanda warna dikategorikan bersifat fungsional karena kedudukannya esensial dalam penggunaan, peruntukan ataupun terkait dengan pemberian efek pada barang. Tanda jenis ini merupakan “features” yang artinya “fitur” suatu barang. oleh karenanya tidak dapat dilindungii sebab hanya akan

menyebabkan monopoli dan berujung pada persaingan usaha yang tidak sehat. Hal ini sejalan dengan pendapat Justin Hughes, yang menjelaskan:

a product feature is “functional” where exclusive use of that feature by a single producer “would put competitors at a significant non -reputation-related disadvantage.

Bahwa lebih jauh konsep fungsional terbagi menjadi dua yaitu secara penggunaan yang sifat utility; dan tanda yang berdasarkan pada keindahannya disebut fungsional estetika, berikut uraiannya:

2.1. Fungsional Utilitarian

Pada sengketa antara Eppendorf-Netheler-Hinz GMBH Vs Ritter GMBH, hakim Huges memberikan pertimbangan bahwa: particular arrangement of fins

along the side of Eppendorf’s syringe product was functional because “fins of some

shape, size or number are necessary to provide support for the flange a nd to prevent

deformation of the product”.

(13)

provide stability to the product”. Artinya fins adalah fitur untuk mengexplorasi dan

menambah nilai produk. Sehingga suatu tanda dikatakan fungsional adalah ketika tanda tersebut bersifat esensial dalam pemasaran barang atau jasa, hadir sebagai penambah nilai dan merupakan bentuk pengoptimalan penampakan barang dan jasa dalam perdagangan.

Penggunaan pendekatan utilitarian yang lain terlihat pada pada kasus Sylvania Elec. Prods. v. Dura Elec. Lamp Co, dalam kasus tersebut pengadilan memberikan pertimbangan: the blue dot on Sylvania flash bulbs for cameras was found functional because a change in the dot’s color was used to detect defective

bulbs in the manufacturing process as well as bulbs which had developed air leakage after purchase. Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka terlihat pararel dengan kasus Qualitex Co sebelumnya, dimana secara spesifik hakim mempertimbangkan tiga hal sebagai point utama dalam fungsi utility yaitu: a)feature is essential to the use or purpose of the product; b) feature affects the cost or quality of the product; c)whether granting of tr ademark for the exclusive use of the feature would put competitors at a significant non-reputation related disadvantage. Artinya tanda dikategorikan fungsional adalah ketika eksistensi didasarkan pada fungsi suatu barang dan jasa yang dilekatinya. Misalnya eksistensi titik berwarna biru dalam flash kamera, warna tersebut tergolongan fungsional karena tujuan penggunaanya adalah untuk mendeteksi kerusakan pada lampu kamera digital.

2.2. Fungsional Estetis

(14)

the use of color (or other ornamentation) provides a competitive advantage resulting from an aesthetic appeal to consumers rather than a utilitarian pur pose. Atas hal ini Tanda tidak disebut utilitarian melainakan estetis adalah ketika tanda tersebut lebih fokus pada penampakannya, ketimbang pemberian fungsi tertentu pada barang dan jasa.

Pengunaan pertimbangan estetika juga terlihat pada kasus pendaftaran “fins” dalam sengketa antara Eppendorf-Netheler-Hinz GMBH Vs Ritter GMBH, dalam pertimbangnya Huges menerangkan bahwa: “as befits that broad definition,

the doctrine has been applied to both “utilitarian” advantages—such as

strengthening fins on a plastic walland to product features that are so attractive

or pleasing that they are said to be “aesthetically functional.” Pada kasus “fins”

selain mempertimbangkan, apakah fins tergolongan fungsional karena sifatnya dalam penggunaan (strengthening fins on a plastic wall)? Pengadilan juga memperhatikan apakah fings memenuhi unsur estetika produk, sehingga cenderung menarik (so attractive) sehingga bersifat fungsional yaitu fungsional estetis.

Atas uraian di atas, secara gamblang langsung dapat disimpulkan bahwa BBA bersifat fungsional! Artinya, bentuk bersifat fungsional karena melekat dengan produk, kemudian tanda aroma dan bunyi yang juga dapat dikelompokan sebagai hal yang bersifat kesenian dalam perdagangan. Namun, menurut hemat Penulis pandangan demikian adalah terlalu dangkal dalam hukum merek. Bahwa karakteristik tanda dari pada BBA yang dapat diidentikan bersifat fungsional tidak serta merta berarti bahwa BBA tidak memiliki daya pembeda.

(15)

bahwa, kedua konsep fungsional yang telah diuraikan sebelum tidak tepat untuk menjadi justifikasi bahwa BBA bersifat fungsional. Penerapan konsep fungsional terhadap BBA harus dilakukan dengan memperhatikan karakteristik BBA yaitu berbeda dan cenderung fungsional, tapi tetap TIDAK bersifat fungsional.

BBA tidak bersifat fungsional sebab karakteristik BBA sendiri merupakan penanda eksistensinya sebagai tanda pembeda. Sehingga dalam kasus BBA, konsep fungsional harus diterapkan dengan memperhatikan bahwa “BBA adalah tanda yang fungsional tetapi tetap memiliki daya pembeda”. Sehingga, sebagai merek

BBA berdasarkan daya pembedanya mengesampingkan penerapan penuh akibat konsep fungsional. Argumen ini sejalan dengan Putusan Penthouse International Ltd pada 1977 dalam kasus trademark registration for key symbol, dimana dicatat bahwa: “Penthouse understandably took the view that “ornamentation of a special nature” could serve as an indicator of source“even though it may also create a desire to purchase.”

Kesimpulan tersebut juga pararel dengan pendirian Court of Customs and Patent Appeals (C.C.P.A.) pada waktu menolak penggunaan aesthetic functionality (functionality in ornamentation), bahwa dalam petimbangannya pengadilan mencatat: in the parlance we would use today, that de facto functionality and source-indicating trademark status “are not in every case mutually exclusive” and

that “mere possession of a function (utility) is not sufficient reason to deny

protection.”

(16)

bersifat pembeda. Artinya ketika BBA tidak eksis untuk menerangkan barang dan jasa, melainkan hadir menyatu dengan barang yaitu menentukan secara kausalitas eksistensi suatu barang dan jasa. Pendapat ini sejalan dengan kasus Dippin’ Dots, Inc. v. Frosty Bites Distribution, LLC, dimana tanda dikategorikan sebagai tanda funsional karena eleventh Circuit concluded that certain colors for ice cream indicate the flavor of the ice cream, for example, pink signifies strawberry, white signifies vanilla, brown signifies chocolate.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa BBA dengan karakteristik fungsional tetap harus dikategorikan sebagai merek dengan daya pembeda, ketika tidak digunakannya features tersebut oleh pedagang lain tidak berpotensi merugikan dan atau menurunkan kualitas barang atau jasa. Hal ini ditegaskan majelis hakim dalam sengketa antara Rogers Co. Vs Keene, bahwa:

“an aesthetic functionality claim in relation to a hexagonal design for the ends of molded plastic stackable trays (of the kind that would be used on office desks). Based on the general standard that a design feature can be trademarked as long as effective competition is possible without copying that feature.”

(17)

B. SUPERIORITAS DAYA PEMBEDA DALAM PERLIDUNGAN BBA SEBAGAI MEREK

Untuk dilindungii sebagai merek suatu tanda harus memenuhi berbagai syarat perlindungan sebagai merek. Bab pertama pada tulisan ini telah menegaskan bahwa tanda harus lah dibuat atas dasar itikad baik, tidak bertentangan dengan peraturan perundangan dan kepatutan, harus memiliki daya pembeda, tidak menjadi milik umum, tidak membingungkan pada penampilannya, serta dapat ditampilkan secara grafis.

Dalam semangat perlindungan bunyi, bentuk dan aroma sebagai merek, sekurangnya terdapat tiga syarat yang sering dipermasalahan keabsanhanya. Yaitu syarat untuk dapat ditampilan secara grafis (be visually perceptible), kemampuan membedakan (capable of distinguishing) dan tidak bersifat membingungkan (likelihood of confusion). Kemudian dari ketiga syarat tersebut, menurut hemat Penulis syarat daya pembeda lah yang memiliki kedudukan dan posisi alpha terhadap yang lain.

Eksistensi daya pembeda harus ditempatkan sebagai premis mayor dalam perlindungan tanda sebagai merek. Tanpa adanya daya pembeda, suatu tanda tidak dapat dilindungii sebagai merek. Hal ini sejalan dengan kasus Qualitex Co dalam hal pendaftaran warna sebagai merek, dimana pengadilan memberikan pertimbangan bahwa: “the Qualitex doctrine stands for the fundamental premise

that color is capable of distinguishing goods or services. Without distinctiveness

there is no trademark.”

(18)

grafis dan tidak bersifat membingunkan. Namun, kemudian penting untuk juga ditempatkan kedudukan secondary meaning dalam konsep daya pembeda. Yaitu sebagai penegasan daya pembeda sendiri dalam perlindungan merek.

1. Daya Pembeda Vs Penampilan Grafis

Manakah yang lebih utama dalam perlindungan merek, apakah penampilan secara grafis (graphical reprentation)? Ataukah daya pembeda (capable of distinguishing) yang dimiliki tanda? Menjawab pertanyaan ini Penulis akan membandingkan penempatan pertimbangan masing-masing syarat tersebut dalam perlindungan merek.

Rumusan pengertian merek pada Pasal 1 angka 1 UU Merek dan Indikasi Geografis sesungguhnya pararel dengan Pasal 2 First Trademark Directive European Union 1988, yaitu menegaskan bahwa:

a trade mark may consist of any sign capable of being represented graphically, particularly words, including personal names, designs, letters, numerals, the shape of goods or of their packaging, provided that such signs are capable of distinguishing the goods or services of one undertaking from those of other undertakings.

(19)

tidak dapat ditampilkan secara grafis sekalipun tanda tersebut memliki daya pembeda.

Selanjutnya melihat Pasal 15 ayat (1) Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS) 1994, yang menyatakan:

“Any sign, or any combination of signs capable of distinguishing goods or services of one undertaking from those of undertakings shall capable of constituting of trademark. such signs, in particular words including names, letters, numerals, figurative elements and combinations of colours of such signs shall be eligible for registration of trademarks. Where signs are not inherently capable of distinguishing the relevant good or services, member may make registerably dependend on distinctiviness acquired through use. Member may require as a condition of registration that signs be visually perceptible.

Pasal 15 di atas merupakan kebalikan dari First Trademark Directive di Uni Eropa, sebab berdasarkan rumusan tersebut terlhat bahwa kemampuan memiliki daya pembeda adalah ditempatkan lebih dahulu dibandingkan penampilan secara grafis. Artinya kemampuan membedakan tanda adalah premis mayor dalam perlindungan merek, sedangkan penampilan secara grafis merupakan premis minor yaitu ikut menyesuaikan dengan premis mayor.

Atas kedua pendirian dalam penempatan syarat di atas, dalam hukum merek seharusnyanya yang benar adalah ketentuan Pasal 15 TRIPS. Menempatkan daya pembeda sebagai dasar perlindungan tanda sebagai merek adalah sesuai dengan sifat dasar merek itu sendiri yaitu “tanda dengan daya pembeda” dan bukan “tanda yang dapat ditampilkan secara grafis”. Dalam praktik peradilan merek, penegasan

demikian juga dapat diketemukan pada kasus Qualitex Co, dalam sengketa pendaftaran warna sebagai merek, yaitu pengadilan memberikan pertimbangan bahwa: “the Qualitex doctrine stands for the fundamental premise that color is

(20)

trademark.” Artinya daya pembeda merupakan hakikat dari merek itu sendiri, sehingga sudah seharusnya menjadi penentu dalam perlindungan merek.

Dengan menempatkan daya pembeda sebagai premis mayor, maka pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah bagaimanakah hubungan kedua syarat dalam perlindungan merek yaitu khusus tanda BBA sebagai merek? Artinya, apakah tanda yang memiliki daya pembeda juga harus dapat ditampilkan secara grafis? Menjawab pertanyaan ini dapat dilakukan dengan menganalisis lebih jauh tentang ketentuan Pasal 15 TRIPS sebagaimana dikutip sebelumnya.

Namun, apakah tepat untuk mendasarkan TRIPS sebagai standar perlindungan BBA sebagai merek? Secara prinsip hukum merek, TRIPS mengandung klausa yang tepat yaitu menempatkan syarat daya pembeda sebagai dasar perlindungan. Selain itu, mengacu pada Pasal 15 TRIPS dan bukan Pasal 2 DEU adalah dikarenakan Indonesia bukanlah bagian dari Uni Eropa dan sementara Indonesia adalah Negara yang telah meratifikasi TRIPS (lihat Bab 2 huruf A pada angka 4 yaitu “Tinjauan Umum Perjanjian Internasional Tentang Merek”).

Selanjutnya, juga harus ditegaskan bahwa tidak termuat secara explisitnya frasa “bunyi, bentuk dan aroma” pada rumusan Pasal 15 TRIPS tidak berarti bahwa

ketentuan tersebut tidak melingkupi tanda BBA. Melainkan pasal 15 TRIPS adalah juga mencangkup tanda BBA. BBA tetap harus dianggap disebut dalam rumusan. Tesis ini pararel dengan penyebutan jenis tanda yang dengan menggunakan frasa ” such signs” pada Pasal. Dimana berarti bahwa tanda yang dimaksud pada pasal

(21)

Sebagai patokan maka rumusan Pasal 15 TRIPS menjelaskan hubungan kedua syarat dalam perlindungan merek. Yaitu terletak pada frasa “shall capable of constituting pada kalimat sign, or any combination of signs capable of distinguishing, shall capable of constituting of trademark. Kemudian frasa ”may require” pada kalimat “member may require signs be visually perceptible”12. Artinya syarat daya pembeda adalah wajib statusnya, bahkan disebut dengan pemaknaan daya pembeda merupakan merek itu sendiri. Sedangkan penampilan grafis sifatnya relatif. Sehingga kesimpulannya adalah tidak terpenuhinya syarat penampilan secara grafis oleh BBA sebagaimana yang sampai saat merupakan isu kontroversial adalah tidak menghilangkan status BBA sebagai merek sepanjang ia memiliki daya pembeda. tetapi, benarkah BBA tidak dapat ditampilkan secara grafis?

Dapat dan tidaknya ditampilkan secara grafis jelas tidak menggurkan eksistensi BBA sebagai merek karena memiliki daya pembeda. Namun kemudian sebagaimana sebelumnya Penulis menegaskan “penampilan BBA secara grafis merupakan isu kontroversial”13 maka lebih bijaksana jika pada ulasan ini adalah dilengkapi dengan penegasan isu tersebut.

Bahwa eksistensi penampilan secara grafis sering ditafsirkan keliru dalam perlindungan suatu tanda sebagai merek. Pada kasus BBA, tanda jenis ini

12 Daya pembeda dikatakan ditempatkan secara utama dibandingkan penampilan secara

grafis adalah kesimpulan dari pemaknaan kata “shall capable of constituting of trademark” pada penegasan keberadaan daya pembeda dalam perlindungan merek. Sedangkan di lain sisi, digunakan

frasa ”may require” untuk penempatan syarat penampilan grafis.

13 Dalam kasus di Negara-negara Uni Eropa, dengan mensyaratkan penampilan secara

(22)

dipermasalahkan perlindunganya karena dianggap tidak dapat ditampilkan secara grafis sewaktu dipasaran (pada waktu perdagangan). Pendirian seperti ini terlihat pada kasus Playboy Enterprises V. Germain, dalam kasus pengadilan Federal memberikan pertimbangan bahwa: "..the ordinary meaning of the word a mark and held that in order for there to be use in association with wares the trademark had to be a something which can be see..,"

Pandangan di atas adalah salah! Penampilan grafis (be visually perceptible) yang dimaksud oleh TRIPS adalah pada waktu pendaftaran tanda sebagai merek bukan penampakanya sewaktu diperdagangan suatu barang dan jasa. Hal ini senada dengan Kritarth Pandey yang berpendapat bahwa: “It further states that Members may require, as a condition of registration, signs to be visually perceptible. This

means that it is not compulsory for the Trademark to be visually perceptible so far TRIPs Agreement is concerned.14”

Sehingga berarti bahwa tanda bunyi, bentuk dan aroma secara hukum merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis. Yaitu dimuat dalam bentuk tertentu pada waktu pendaftarannya, dimana sekurangnya terdapat beberapa cara bagaimana menampilkan secara grafis BBA pada waktu pendaftaran. Misalnya dengan pengambaran berupa kata-kata atas aroma ataupun penulisan note nada pada tanda bunyi.

(23)

2. Daya Pembeda dan Penampilan yang Membingungkan

Sebagai syarat ikutan dari daya pembeda, merek juga dituntut untuk tidak bersifat membingunkan (likelihood of confusion). Tidak membingungkan artinya merek dapat memberikan penerangan yang jelas akan satu sumber barang untuk kemudian diidentifikasi oleh konsumen. Hal ini sejalan dengan pengertian oleh Chudomira Dzhurkovas, bahwa likelihood of confusion adalah: “the risk that the public might believe that the goods and services in question come from the same

undertaking or from economically linked undertaking15.” Penampilan yang tidak membingungkan dimaksudkan untuk menjaga tingkat kepercayaan konsumen atas barang. Ketika suatu merek tampil membingungkan maka banyak orang yang akan terkecoh untuk memberikan pilihannya atas barang, yaitu pilihan berdasarkan tingkat kualitas pembuatan produk oleh pelaku usaha tertentu.

Situasi merek yang diidentifikasi membingungkan di pasaran selanjutnya terbagi atas dua. Kategori tersebut terlihat pada sengketa antara Sabel BV Vs. Puma AG, dalam kasus penampilan yang membingungkan terbagi atas: a) confusion between the marks themselves; b) confusion as to origin.

a. Direct confusion

Dipertimbangkan membingungkan secara langsung yaitu ketika “the differences between the marks and the goods are so small”. Sehingga

eksistensi merek suatu barang sifatnya kabur terkait kedudukannya dengan merek lain yang menerangkan barang yang lain. Artinya tanda secara langsung penampakannya bersifat membingungkan karena memiliki kemiripian dengan tanda yang lain.

15 Chudomira Dzhurkova, Likelihood of confusion: The nature of the criterion of an

(24)

b. Indirect confusion

Disebut membingungakan secara tidak langsung yaitu penampakan tanda yang membingungkan tidak antara tanda dengan tanda. Melainkan antara tanda dengan barang atau jasa. Sebagai source identification, tanda gagal untuk menciptakan pembeda terhadap barang. Sehingga membuat konsumen bingung dalam mengidentifikasi sumber barang (confusion as to origin).

Pararel dengan pembagian di atas, dalam hukum merek standar suatu tanda dikatakan membingunkan sewaktu dipasarkan dapat dikelompokan menjadi tiga kriteria yaitu:

a)similarity between the mark and the sign and identity between the goods or services; b) identity between the mark and the sign, but only similarity between the goods and services; c) similarity between the mark and the sign and similarity between the goods and services16.

Berdasarkan uraian penampilan yang membingungkan di atas, terlihat bahwa alasan utama tanda dikatakan membingungkan adalah karena tidak adanya daya pembeda yaitu baik terhadap barang atau antara tanda. Atas hal ini maka sesuai dengan pendirian Penulis pada tulisan ini, yaitu Daya pembeda bersifat premair terhadap syarat yang lain. Pandangan ini sejalan dengan pendapat Wauran dan Kurnia, yang menerangkan bahwa: “konsep daya pembeda memiliki fungsi yang sifatnya vital dan fundamental dalam suatu merek. Keberadaan daya pembeda suatu merek, akan berdampak pada kemampuan merek tersebut untuk tidak menyebabkan kebingungan pada waktu dipasarkan.17

(25)

Berangkat dari pendapat di atas, syarat memiliki daya pembeda (capable of distinguishing) dan syarat penampilan yang tidak membingunkan (likelihood of confusion) senyatanya merupakan syarat yang memiliki hubungan kausalitas.

Artinya kuatnya daya pembeda pada suatu tanda maka tanda tersebut tidak akan membingungkan pada waktu pemasaran.

3. Daya Pembeda dan Secondary Meaning

Secondary meaning adalah konsep pelengkap daya pembeda pada suatu

tanda sebagai merek. Konsep ini menjadi keharusan dalam perlindungan tanda yang memiliki pembeda bukan inherent. Menjelaskan hal ini, Eric dan Mark menegaskan tanda yang disebut: “Capable of becoming distinctive: eligible for protection only after development of consumer association (secondary meaning).”

Dilindungii berdasarkan secondary meaning mengadung arti bahwa tanda tersebut harus mendapat pengakuan sebagai pembeda dan source identicators dari para konsumen (development of consumer association).

Penggunaan konsep secondary meaning dapat dilihat pada sengketa antara Mana Products inc v. Columbia Cosmetics Mfg inc. Dalam kasus tersebut, pengadilan banding Second Circuit, United States Court memberikan pertimbangan bahwa: “to establish secondary meaning, a manufacturer must show that, in the

minds of the public, the primary significance of a product feature or term is to identify the source of the product rather than the product itself.” Berdasarkan

(26)

tersebut dilihat sebagai bagian dari barang atau jasa? Sehingga tidak menjadi daya pembeda antara barang.

Kemudian dalam hal cara dan atau metode untuk membuktikan secondary meaning pada suatu tanda. Pada kasus Mana Products inc, pengadilan memberikan petunjuk praktis yaitu meliputi:

Plaintiff failed to submit any consumer surveys, information as to the relative market share of its cosmetics, unsolicited media coverage, or the amount of time that the compacts made exclusive use of the challenged design. Absent this sort of information Mana failed to raise a material issue of fact as to whether its compacts had acquired secondary meaning in the marketplace.

Pembuktian secondary meaning dapat dilakukan dengan survei pada konsumen, liputan media yang relevan bahwa tanda tersebut dikenal debagai pembeda antara barang, serta bukti waktu penggunaan tanda sebagai merek yang telah dikenal lama dan oleh bannyak orang.

Lalu, apakah perlindungan bunyi, bentuk dan aroma (BBA) harus dengan didasarkan pada secondary meaning? ini adalah sisi dilematis dalam perlindungan bunyi, bentuk dan aroma sebagai merek, hal tersebut dapat diuraikan dengan dua hal yaitu;

Pertama, secara das sollen dengan diketemukannya hubungan emosional pada pembedaan melalui karakteristik BBA yang kemudian berujung pada kesimpulan bahwa tanda tersebut adalah bersifat fanciful.18 Maka tesis yang berlaku adalah bunyi, bentuk dan aroma TIDAK harus mendasarkan pada secondary meaning untuk dapat dilindungii sebagai merek. pandangan demikian

18 Pembahasan lebih dalam tentang pembeda pada tanda BBA adalah bersifat murni yaitu

inherently distinctive dapat dilihat pada pada bab III "Kajian Konsep Daya Pembeda Dan Kedudukannya Dalam Perlindungan Bentuk, Bunyi, Dan Aroma Sebagai Merek" dalam angka 1

(27)

sejalan dengan pertimbangan pengadilan dalam kasus Mana Products inc, bahwa mahkamah menegaskan: “If a trade dress is inherently distinctive, it is not

necessary to establish that a product has acquired secondary meaning in the

marketplace because the packaging itself “is capable of identifying products or

services as coming from a specific source.”

Kedua, secara das sein rumitnya penampilan tanda bunyi, bentuk dan aroma yaitu bersifat extra indra (penciuman, pendengaran, dan peraba) telah membawa kesulitan tersendiri pada tataran praktis untuk mencari keaslian tanda oleh pengadilan. Hal tersebut terlihat pada beberapa kasus diantaranya:

a. Pendaftaran Ride the Ducks, dalam sengketa antara L.L.C. v. Duck Boat Tours, yaitu bunyi berupa panggilan bebek “the sound of duck calls” di Trademark Trial and Appeal Board (TTAB);

b. Pendaftaran bentuk botol Cola-Cola di Uni Eropa pada The Office for Harmonization in the Internal Market (OHIM);

c. Pendaftaran aroma bunga plumeria dengan dideskripsi “a high impact, fresh, floral fragrance reminiscent of plumeria blossoms” di United

States Patent and Trademark Office (USPTO)

Ketiga kasus di atas, dalam pertimbangannya mahkamah tetap mendasarkan putusannya pada pembuktian berdasarkan secondary meaning. Sehingga tesis yang muncul adalah tanda bunyi, bentuk dan aroma HARUS didukung dengan secondary meaning.

(28)

Dimana sebagai tanda bersifat fanciful, BBA tergolongan sebagai pembeda inherently distinctives dimana oleh Eric dan Mark dijelaskan sebagai berikut19:

a) Inherently distinctives: eligible for immediate protection upon use.

b) Capable of becoming distinctive: eligible for protection only after development of consumer association (secondary meaning).

c) Incapable of becoming distinctive: not eligible for trademark protection regardless of length of use. Generic term

Namun, lebih jauh Penulis melihat bahwa karena karakteristiknya suatu tanda BBA dalam proses pendaftaran tidak dapat lepas dari klausul secondary meaning. Sehingga Penulis ikut mengkritisi pengelompokan oleh Erik dan Mark di atas, yaitu terhadap tanda BBA selain prinsip fungsional juga dikecualikan adalah batasan akibat tanda. Artinya, antara tanda bersifat inherently dan capable of becoming tidak tepat untuk dipisahkan murni yaitu dalam hal eksistensi secondary meaning. Olehkarenanya lebih bijaksana adalah menempatkan BBA sebagai tanda

yang dilindungii karena sifatnya fanciful, yang dalam pendaftarannya dapat dilengkapi20 oleh klausul secondary meaning.

19 Eric Gastinel dan Mark Milford, Op Cit., h.117

20 Sebenarnya berdasarkan pengelompoka oleh oleh Eric dan Mark tersebut, tidak mungkin

Referensi

Dokumen terkait

Anak-anak memiliki kecenderungan bergerak karena kecenderungan anak selalu jangan bergerak membawa ia lebih tertarik pada ajaran agama yang mengandung gerak pula. Seperti

Pengendalian dalam proyek konstruksi pada umumnya menyangkut tiga aspek utama, yaitu, biaya, waktu dan SDM.Didalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi, perencanaan

Kolaborasi Think Pair Share (TPS) dan Talking Stick terhadap Hasil Belajar.. Matematika Siswa Kelas VII MTs Darul Falah Bendiljati Kulon

PINDAAN KEPADA LAMPIRAN SURAT SIARAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN MALAYSIA BILANGAN 24 TAHUN 2013 : PENGGAL PERSEKOLAHAN, CUTI PERISTIWA DAN CUTI BERGANTI TAHUN 2014 BAGI

iv) Kalau tak biasa makan sarapan pada awal pagi, boleh makan makanan yang tinggi karbohidrat sebelum tidur sehari sebelum perlawanan contohnya bijirin, oat, roti sapu

Guru sebagai pendidik, pembimbing dan fasilitator bagi siswa dan juga merupakan seseorang yang paling sering berinteraksi dengan siswa- siswanya seharusnya seorang guru

Berdasarkan pandangan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa penerapan kesepakatan damai melalui mediasi penal yang berkedudukan untuk menghentikan proses perkara

maka terbentuk 3 faktor namun karena dalam penelitian ini faktor yang. diperlukan hanya dua faktor yaitu verbal dan matematis maka