MAKALAH
PENGERTIAN KEKUASAAN, LEGITIMASI
KEKUASAAN DAN PANDANGAN PARA AHLI
TENTANG KEKUASAAN DAN LEGITIMASI
KEKUASAAN
NAMA : IBRAHIM DARSO
NIM
: 15360021
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
ILMU NEGARA
YOGYAKARTA
mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu.Menurut OSSIP K. FLECHTHEIM: “Kekuasaan sosial adalah keseluruhan dari kemampuan, hubungan – hubungan dan proses – proses yang menghasilkan ketaatan dari pihak lain ... untuk tujuan – tujuan yang ditetapkan pemegang kekuasaan (Social power is the sum total of all those capacities, relationships and processes by which compliance of others is secured ... for ends determined by the power holder).
Menurut Robert M. MacIver: “Kekuasaan sosial adalah kemampuan untuk mengendalikan tingkah laku orang lain, baik secara langsung dengan jalan memberi perintah, maupun secara tidak langsung dengan mempergunakan segala alat dan cara yang tersedia (Social power is the capacity to control the behavior of others either directly by fiat or indirectly by the manipulation of available means). Kekuasaan politik adalah kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum (pemerintah) baik terbentuknya maupun akibat – akibatnya sesuai dengan tujuan – tujuan pemegang kekuasaan sendiri.
OSSIP K. FLECHTHEIM membedakan dua macam kekuasaan politik, yakni:
a. Bagian dari kekuasaan sosial yang (khususnya) terwujud dalam negara (kekuasaan negara atau state power), seperti DPR, Presiden dan sebagainya.
b. Bagian dari kekuasaan sosial yang ditujukan kepada Negara.1
B. PENGERTIAN LEGITIMASI KEKUASAAN
Legitimasi adalah suatu tindakan perbuatan dengan hukum yang berlaku, atau perbuatan yang ada, baik secara hokum formal, etis, adat istiadat, maupun hokum kemasyarakatan yang sudah lama tercipta secara syah. Jadi dalam legitimasi kekuasaan, bila seorang pemimpin menduduki jabatan dan memiliki kekuasaan secara legitimasi (legitimate power) adalah bila yang bersangkutan mengalami pengangkatan, sehingga dengan demikian yang bersangkutan dianggap abash memangku jabatannya dan menjalankan kekuasaannya.
Secara etimologis legitimasi berasal dari bahasa Latin “Lex” yang berasal hokum. Kata legitimasi identik dengan munculnya kata-kata seperti legalitas, legal, dan legitim. Sesuatu yang tidak legal (biasa disebut dengan istilah ilegal) dianggap di luar peraturan yang syah, kendati peraturan itu sendiri bisa diciptakan oleh perbuatannya, kecuali hukum Allah yang sudah terpatri.
Oleh karena hal-hal yang disampaikan di atas itulah, maka legitimasi kekuasaan sangat penting, karena seseorang perebut kekuasaan lalu selanjutnya akan membuat hukum dan melaksanakan segala sesuatunya. Dengan demikian legitimasi juga mesti dikaitkan dengan norma dan agama. Di dalam pendemokrasian pemerintahan, legitimasi kekuasaan diimbangi dengan adanya pembagian kekuasaan.
Setelah secara legitimasi memperoleh kedudukan dengan abash, maka serta merta yang bersangkutan memiliki kekuasaan. Kekuasaan sendiri berasal dari kata “kuasa” yang berarti mampu, sanggup, dapat, atau kuat. Kekuasaan (Inu Kencana, 1997 :53) adalah kesempatan seseorang atau kelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkan terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu.
kekuasaan dapat diidentifikasikan dari hasil pengaruh yang diinginkan seseorang atau sekelompok orang. Sehingga dengan demikian dapat merupakan suatu konsep kuantitatif, karena dapat dihitung hasilnya. Misalnya berapa luas wilayah jajahan seseorang, berapa banyak orang yang berhasil dipengaruhi, berapa lama yang bersangkutan berkuasa, berapa banyak uang dan barang yang dimilikinya.Dari uraian tersebut dimuka, berarti secara filsafati kekuasaan dapat meliputi ruang, waktu, barang dan manusia. Tetapi pada galibnya kekuasaan itu ditunjukan pada diri manusia, terutama kekuasaan pemerintahan dalam negara. Akan halnya kekuasaan negara dalam menguasai masyarakatnya, memiliki otoritas dan kewenangan. Otoritas dalam arti hak untuk memiliki legitimasi kekuasaan, dan sedangkan kewenangan dalam arti hak untuk ditaati.
Sebagai suatu kekuasaan yang dilembagakan, pemerintahan suatu negara tidak hanya tampak bagaikan kenyataan memiliki kekuasaan, tetapi juga diakui mempunyai hak untuk menguasai. Wewenang yang dimiliki suatu pemerintahan negara, dapat saja dipertanyakan apakah memiliki keabsahan atau tidak, misalnya bila ada kabinet dimensioner pada suatu sistem pemerintahan negara, lalu berdiri kabinet tandingan sebagai kabinet bayangan, apakah masyarakat mempercayai dan mengakuinya.2
C. PANDANGAN PARA AHLI TENTANG LEGITIMASI KEKUASAAN
Samuel kant mengatakan bahwa tujuan negara itu adalah untuk menengakkan hukum dan menjamin kebebasan dari pada warga negaranya. Dalam pengertian bahwa kebebasan disini adalah kebebasan dalam batas-batas perundang-undangan,sedangkan undang-undang disini yang berhak membuat adalah rakyat itu sendiri.Maka kalau begitu undang-undang itu adalah merupakan penjelmaan daripada kemauan atau kehendak rakyat.
Jadi rakyatlah yang mewakili kekuasaan tertinggi,atau kedaulatan.Jadi pembicaraan souvereiniteit ini adalah bahwa kiranya orang tidak perlu terlalu menteoritiser ada pada siapakah kedaulatan itu. Sebab yang penting adalah ada pada siapakah
kedaulatan itu sehari-harinya dilaksanakan,karena yang kita usahakan adalah apa yang bahwa negara memerlukan kekuasaan yang mutlak,Kekuasaan ini diperlukan untuk mendidik warganya dengan nilai-nilai moral yang rasional. Bagi Plato, individu memiliki kecenderungan yang keras untuk bertindak atas dasar kepentingan sendiri.Negara harus mencegah ini,ini memang mengurangi kebebasan individu,tetapi apa boleh buat.Negara harus mengatur semuanya.”Negara ideal bagi Plato mengandung ketidakadilan terhadap manusia;tidak ada kebebasan bagi manusia individu,sebab plato mengucilkan semua keindividuan yang pribadi dari konsep negaranya,demi mempertahankan moral yang baku”.
Untuk mendidik warganya,menurut Plato negara harus dikuasai oleh para ahli pikir atau filsuf.karena hanya filsuf yang dapat melihat persoalan yang sebenarnya dalam kehidupan,yang dapat membedakan mana yangt baik dan mana yang buruk.Filsuf melihat nilai-nilai yang abadi,filsuf dapat membebaskan diri dari”dunia lahir yang berubah dan berganti-ganti dalam gejalanya”.
2.Antonio Gramsci
politik sebenarnya melayani kepentingan borjuasi(dan merugikan kepentingan kaum buruh),ternyata para buruh tetep mendukung pemerintah yang dijalankan oleh partaiini.Maka dikatakan partai ini memiliki kekuasaan hegemonik terhadap masyarakat tesebut.
Kekuasaan hegemonik diperoleh dari ideologi.Partai kaum borjuis mempersembahkan program-programnya (yang sebenarnya membela kepentingan kaum borjuasi) sedemikian rupa sehingga seakan-akan program itu benar-benar berguna bagi kepentingan seluruh masyarakat,termasuk sekelompok buruh dan orang-orang tersisih lainnya.Atau dengan kata lain,kepentingan kaum borjuasi diartikulasikan sebagai kepentingan sekuruh masyarakat.Kalau ini berhasil,partai borjuis berhasil menegakkan kekuasaan hegemonik. Ideologi yang menghasilkan kekuasaan hegemonik ini dapat kita liat pada acara negara-negara di Dunia Ketiga yang menganut sistem kapitalis mempersembahkan kebijakan-kebijakan pembanguanan.3
BAB II KESIMPULAN
Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa, sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu.
Legitimasi adalah suatu tindakan perbuatan dengan hukum yang berlaku, atau perbuatan yang ada, baik secara hokum formal, etis, adat istiadat, maupun hokum kemasyarakatan yang sudah lama tercipta secara syah. Jadi dalam legitimasi kekuasaan, bila seorang pemimpin menduduki jabatan dan memiliki kekuasaan secara legitimasi (legitimate power) adalah bila yang bersangkutan mengalami pengangkatan, sehingga dengan demikian yang bersangkutan dianggap abash memangku jabatannya dan menjalankan kekuasaannya.
Bagi Plato, individu memiliki kecenderungan yang keras untuk bertindak atas dasar kepentingan sendiri.Negara harus mencegah ini,ini memang mengurangi kebebasan individu,tetapi apa boleh buat.Negara harus mengatur semuanya.”Negara ideal bagi Plato mengandung ketidakadilan terhadap manusia;tidak ada kebebasan bagi manusia individu,sebab plato mengucilkan semua keindividuan yang pribadi dari konsep negaranya,demi mempertahankan moral yang baku”.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Miriam Budiardjo. Dasar – Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. 2000.
Syafiie Inu kencana, ilmu politik, Jakarta: PT. Rineka Cipta. 1997