• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

10

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

Teks Risalah Ilmu Hakikat dan Zikir merupakan naskah yang di dalamnya mengandung banyak ajaran tasawuf, yaitu akidah, ibadah, akhlaki. Penelitian terhadap teks Risalah Ilmu Hakikat dan Zikir dilakukan dalam rangka menyajikan teks ke dalam bentuk suntingan kemudian menganalisis isi teks tersebut berdasarkan tinjauan tasawuf. Istilah tasawuf merupakan salah satu langkah awal bagi seorang sufi untuk mendekatkan diri pada Allah yang dilakukan dengan cara beribadah, baik dalam ibadah wajib maupun ibadah sunah.

Ada tiga kajian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Ketiga kajian tersebut adalah skripsi berjudul Manhaju ‘l-Atammi Fi tabwibi ‘l-Chikam:

Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Tinjauan Tasawuf yang disusun oleh Farida Hidayati Asni (2010) dari Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta skripsi berjudul Risālah Tabyin

Ath-Tharīq ilā ‘l-Lāhi Ta’ālā karya Ali Al-Muttaqi: Suntingan Teks dan Tinjauan Tasawuf yang disusun oleh Siti Fathilah Nur Hidayati (2006) dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret serta skripsi yang berjudul Akhlaqul Mahmudah: Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Isi Ajaran Tasawuf yang disusun oleh Fatmawati dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Ketiga kajian tersebut akan disajikan secara ringkas sebagai berikut.

Penelitian pertama adalah skripsi berjudul Manhaju ‘l-Atammi Fi tabwibi

(2)

oleh Farida Hidayati Asni (2010) dari Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret Surakarta. Teks yang disingkat MATC merupakan naskah yang di dalamnya mengandung ajaran tasawuf. Garis besar ajaran tasawuf yang terkandung dalam teks MATC adalah sebagai berikut.

1. Penjelasan mengenai ilmu yang memberi manfaat.

2. Penjelasan mengenai mengasingkan diri dalam rangka menjauhi kenikmatan duniawi.

3. Penjelasan mengenai keadaan fakir dan hajat.

4. Penjelasan mengenai mensucikan nafas serta takut apabila mengotorinya. 5. Penjelasan mengenai perasaan takut dan harap.

6. Penjelasan mengenai zikir khafī yang disunahkan bagi seorang hamba.

Penelitian kedua adalah skripsi berjudul Risālah Tabyin Ath-Tharīq ilā

‘l-Lāhi Ta’ālā karya Ali Al-Muttaqi: Suntingan Teks dan Tinjauan Tasawuf yang disusun oleh Siti Fathilah Nur Hidayati (2006) dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Secara keseluruhan, ajaran tasawuf yang terkandung dalam teks Risālah Tabyin Ath-Tharīq ilā ‘l-Lāhi Ta’ālā karya Ali Al-Muttaqi adalah penjelasan mengenai jalan untuk mengenal Tuhan yang ditempuh dengan cara mengamalkan zikir lā ilāha illa ‘l-Lāh. Dalam teks itu juga disebutkan mengenai faedah dari mengamalkan zikir lā ilāha illa ‘l-Lāh. Faedah itumeliputi: selamat di dunia dan di akhirat, dijauhkan dari api neraka, dan semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Penelitian ketiga adalah skripsi yang berjudul Akhlaqul Mahmudah: Suntingan Teks, Analisis Struktur, dan Isi Ajaran Tasawuf yang disusun oleh

(3)

Fatmawati dari Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret. Ajaran tasawuf yang terkandung dalam teks Akhlaqul Mahmudah adalah sebagai berikut. 1. Zikir kepada Allah Swt.

2. Perintah untuk beribadah hanya kepada Allah Swt dan tidak boleh berputus asa.

3. Larangan kufur terhadap nikmat Allah Swt.

4. Membelanjakan rizki yang diberikan Allah Swt dengan sebaik-baiknya. 5. Janganlah melihat hal yang gaib selain Allah Swt.

Berdasarkan deskripsi dari penelitian filologi terdahulu baik dari analisis struktur sastra kitab maupun analisis isi teks dan mengkaji ajaran tasawuf dapat diketahui bahwa penelitian terhadap teks Risalah Ilmu Hakikat dan Zikir belum pernah dilakukan sebelumnya.

B. Landasan Teori 1. Teori Penyuntingan Teks

Dalam filologi, menyunting adalah menyediakan naskah yang mendekati aslinya, yaitu naskah yang baik dan benar. Baik, dalam arti mudah dibaca dan mudah dipahami, sebab sudah ditransliterasikan dan ejaannya sudah disesuaikan dengan ejaan bahasa sasaran. Benar, dalam arti “kebenaran” isi teks dapat dipertanggungjawabkan karena sudah dibersihkan dari kesalahan-kesalahan pada penyalinan (Dasuki, 1996:60).

Filologi adalah suatu disiplin ilmu pengetahuan yang bertujuan memahami kebudayaan suatu bangsa melalui teks-teks tertulis di dalam naskah-naskah klasik. Salah satu bentuk kegiatan praktis filologi ialah membuat suntingan (edisi) suatu

(4)

teks dan mengadakan perbaikan-perbaikan bagian teks yang rusak (Sudardi, 2003:7).

2. Teori Pengkajian Teks a. Sastra Kitab

Dalam kesusastraan melayu klasik, terdapat suatu karya sastra yang disebut dengan sastra kitab. Genre sastra ini muncul sekitar abad 17 yang sebagian besar mendapat pengaruh ajaran Islam. Liaw Yock Fang (1991:286) menyebutnya dengan istilah “sastra keagamaan”.

Sastra kitab merupakan karya sastra yang berisi ajaran Islam seperti tasawuf, tauhid, mistik, dan akhlak. Ajaran itu bertujuan untuk menanamkan ajaran islam, menguatkan iman kepada Allah, dan meluruskan ajaran yang menyimpang. Hal itu dikarenakan jenis sastra kitab disajikan secara sistematis dan bersifat ilmiah. Oleh karena itu, jika ditinjau dari konvensi ekspresinya, sastra kitab mempunyai ciri-ciri yang khusus yang meliputi struktur penyajian, gaya penyajian, pusat penyajian, dan gaya bahasa (Chamamah-Soeratno, 1982:209).

Teks Risalah Ilmu Hakikat dan Zikir termasuk dalam sastra kitab karena banyak ditemukan istilah-istilah tasawuf dan isinya secara keseluruhan memuat masalah-masalah tasawuf, terutama konsep zikir dalam hubungannya dengan makrifatullah. Jika dilihat dari struktur penyajian teks, teks Risalah Ilmu Hakikat dan Zikir mempunyai struktur yang sistematis, yaitu terdiri dari pendahuluan, isi, dan penutup.

Sebuah karya sastra mengandung unsur-unsur yang membangun karya sastra tersebut. Unsur-unsur dalam karya sastra bersifat timbal balik,

(5)

saling berkaitan, dan saling mempengaruhi satu sama lain untuk menjadi satu kesatuan utuh dan bermakna. Struktur sastra kitab sama halnya dengan struktur penyajian dalam sastra fiksi yang berupa plot atau alur (Chamamah-Soeratno, 1982:152). Struktur narasi teks Risalah Ilmu Hakikat dan Zikir adalah sebagai berikut.

1) Pendahuluan

Pendahuluan berisi doa dan seruan. Doa dan seruan terdiri dari bismillah, doa pengarang dengan bacaan bismillah untuk memulai mengarang teks, hamdalah sebagai rasa syukur pengarang kepada Allah Swt, doa untuk orang mukmin, dan salawat untuk Nabi Muhammad saw, keluarga, sahabat, serta umatnya.

Kata wa ba’du. Kata wa ba’du merupakan ungkapan penanda selesainya bacaan pembukaan teks. Keterangan judul teks dan uraian singkat mengenai isi teks. Setelah kata wa ba’du, terdapat judul teks, penjelasan mengenai pengertian judul teks, dan penjelasan singkat mengenai isi teks.

2) Isi

Isi berupa uraian suatu masalah yang dibahas dalam teks. Pada umumnya, isi menguraikan satu per satu permasalahan kemudian diikuti dengan komentar atau tanggapan.

3) Penutup

Penutup berupa doa kepada Alah Swt, menyebutkan hari, waktu, dan bulan selesainya teks ditulis dan kata tamma.

(6)

3. Gaya Penyajian

Gaya penyajian sastra kitab adalah cara pengarang dalam menyampaikan ide atau gagasan, cerita, pikiran, dan pendapat-pendapatnya. Siti Chamamah Soeratno menyatakan bahwa gaya penyajian sastra kitab dimulai dengan doa dalam bahasa Arab kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu. Begitu juga ajaran takwa dan salawat kepada nabi Muhammad saw ditulis dalam bahasa Arab dan diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu (1982:160).

4. Pusat Penyajian

Siti Chamamah Soeratno, “Pusat penyajian adalah orang yang menyampaikan cerita atau ajaran menjadi pusat atau titik pandang pertama. Seorang pengarang menggunakan tiga metode dalam menyampaikan cerita” (1982:172). Pusat penyajian meliputi tiga hal. Pertama, pusat pengisahan metode orang pertama (Ich-Erzahlung). Dalam metode ini, pengarang memposisikan dirinya sebagai orang pertama dalam menyampaikan cerita.

Kedua, metode pusat penyajian orang ketiga (omniscient author). Pengarang sebagai orang ketiga dalam menyampaikan cerita. Dalam hal ini, pengarang serba tahu karena ia mengetahui segala-galanya tentang tokoh yang diberikan.

Ketiga, metode romantik-ironik dan objektif. Metode romantik-ironik ini pengarang memperbesar peranannya dalam menyampaikan cerita. Metode objektif, yaitu pengarang membiarkan para tokohnya berbicara dan berbuat sendiri, sedangkan pengarang hanya berada di balik layar.

(7)

5. Gaya Bahasa

Gorys Keraf, “Style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa)” (2002:113). Sastra kitab sebagai sarana untuk mengajarkan agama Islam mengandung unsur-unsur istilah dalam bahasa Arab. Istilah tersebut meliputi: kosa kata, ungkapan, sarana retorika, dan sintaksis.

Sarana retorika atau bahasa retoris adalah cara pemakaian bahasa yang satu-satunya merupakan penyimpanan dari susunan dan hubungan kata dalam kalimat atau kelompok kata biasa untuk mencapai efek tertentu. Bahasa retoris meliputi gaya polisindeton, gaya eufemisme, dan gaya litotes. (Keraf, 2007:129-132)

1) Polisindeton

Polisindeton merupakan suatu gaya bahasa dengan cara beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan kata penghubung. Polisindeton terbagi menjadi gaya penguraian, gaya pengulangan, gaya paralesisme, gaya penguatan, dan gaya penyimpulan.

2) Eufemisme

Eufemisme merupakan suatu gaya bahasa berupa ungkapan yang lebih halus sebagai pengganti ungkapan yang dirasakan kasar atau tidak menyenangkan.

(8)

3) Litotes

Litotes adalah suatu gaya bahasa berupa pernyataan yang memperkecil sesuatu dan menyatakan kebalikannya dengan tujuan merendahkan diri. Bahasa kiasan adalah cara pemakaian bahasa yang merupakan penyimpangan yang lebih jauh, khususnya dalam makna berupa perbandingan dengan hal yang lain.

Teks Risalah Ilmu Hakikat dan Zikir menggunakan gaya polisindeton yang berisikan tentang gaya pengulangan, gaya penguatan dan gaya penyimpulan. Teks Risalah Ilmu Hakikat dan Zikir tidak menggunakan majas yang dapat menyulitkan pembaca untuk memahami isi teks.

6. Tasawuf

Secara etimologi, tasawuf berasal dari kata shafaa yang berarti „suci‟ karena proses penyucian diri merupakan salah satu langkah awal bagi seorang sufi untuk mendekatkan diri pada Allah. Adapun makna termologis kata tasawuf adalah kesadaran murni untuk mengerahkan jiwa pada amal dan kegiatan yang sungguh-sungguh untuk menjauhkan diri dari keduniaan dalam rangka pendekatan diri pada Allah (Dede Rosyada dan Abudin Nata, 1995:260-261).

Istilah tasawuf atau sufisme diartikan sebagai aspek esoterisisme Islam yang berorientasi kepada pembinaan moral dan ibadah. Sebagai ilmu pengetahuan, tasawuf mempelajari cara dan jalan seorang muslim dapat berada sedekat mungkin dengan Allah Swt (Asmaran As., 2002:400). Dalam kajian Islam dipaparkan bahwa di dalam tasawuf terdapat dua corak aliran besar, yaitu tasawuf sunni dan tasawuf falsafi. Dinamakan tasawuf sunni karena ajaran sufinya tetap konsisten dan komitmen dengan prinsip-prinsip Islam. Apabila dilihat dari aspek

(9)

tujuan dan proses kerjanya maka tasawuf sunni dapat dibagi lagi menjadi tasawuf akhlaki dan tasawuf amal. Tasawuf sunni sudah muncul sejak abad pertama hijriah, tetapi pada saat itu barulah berupa gerakan asketik (zuhud) yaitu menjauhkan diri dari dampak negatif kehidupan dunia. Pemahaman dan pengamalannya benar-benar berdasar Islam, baik bersumber dari alQuran, sunnah, maupun kehidupan sahabat nabi. Ciri-ciri asketisme pada periode awal ini terlihat dari beberapa prinsip, yaitu (1) bersifat praktis sehingga tidak ditemukan konsep-konsep teoritis. Sarana-sarana praktisnya antara lain meliputi: kehidupan yang tenang dalam kesederhanaan, banyak beribadah, selalu ingat kepada Allah, sangat takut pada dosa dan murka Allah, dan tidak tertarik pada gaya kehidupan yang berlebihan, tetapi mengutamakan kehidupan rohaniah atau spiritual, (2) idenya berakar pada memperoleh kebahagiaan hidup di akhirat dan melupakan kehidupan duniawi, serta (3) motivasinya adalah karena rasa takut kepada siksa Allah di satu sisi dan karena cinta kepada Allah di sisi lainnya.

Corak tasawuf akhlaki, yaitu pembahasannya berfokus pada tema jiwa manusia, klasifikasinya, kelemahan-kelemahannya, penyakit-penyakit jiwa, dan sekaligus jalan keluar atau pengobatannya. Kesemuanya itu adalah upaya untuk menciptakan moral yang sempurna. Para sufi telah mengenali bahwa manusia adalah makhluk jasmani dan rohani karena kepribadiannya tersusun dari kualitas-kualitas material dan kualitas-kualitas-kualitas-kualitas rohaniah atau spiritual yang hidup dan dinamik. Para tokoh sufi aliran ini sangat gemar melakukan kajian diri dan sekaligus mengatur perilaku. Hal itu seperti yang ada pada diri Sufi besar Al-Muhasabi. Al-Muhasabi, segala sesuatu mempunyai substansi. Substansi manusia adalah akal budi yang disertai moralitas dan substansi akal budi adalah kesabaran.

(10)

Ciri terpenting lain dari tasawuf akhlaki adalah lebih mengutamakan rasa dan pengagungan rohani yang bebas dari egoisme, tetapi tidak mengabaikan aspek lahiriahnya yang dimotivasikan untuk membersihkan jiwa, serta kesetiaan akan kehadiran Tuhan yang terus-menerus dalam segala perasaan dan perilaku. Sistem pembinaan akhlak yang mereka susun terdiri dari tiga tahapan. Pertama, yaitu tasawuf akhlaki. Pada tahap awal memasuki kehidupan tasawuf, seorang murid diharuskan melakukan amalan dan latihan kerohanian yang cukup berat. Tujuannya untuk menguasai hawa nafsu dalam rangka pembersihan jiwa untuk dapat berada di hadirat Allah (Asmaran As, 2002:68). Tindakan manusia yang sering dikendalikan oleh hawa nafsu dalam mengejar kehidupan duniawi merupakan tabir penghalang antara manusia dan Tuhan. Sebagai usaha menyingkap tabir yang membatasi manusia dengan Tuhan, ahli tasawuf membuat suatu sistem ajaran yang tersusun atas tiga tingkat. Sistem tersebut terdiri dari takhalli, tahalli, dan tajalli (Asmaran As, 2002:68).

Takhalli berarti membersihkan diri dari sifat tercela. Di antara sifat-sifat tercela yang mengotori hati manusia, yaitu dengki, rasa dongkol, buruk sangka, sombong, membanggakan diri, pamer, kikir, dan pemarah. Takhalli juga berarti mengosongkan diri dari sikap ketergantungan terhadap kelezatan hidup duniawi. Tahalli adalah fase setelah takhalli, yaitu mengisi diri dengan sifat-sifat terpuji. Tahalli merupakan tahap pengisian jiwa yang telah dikosongkan pada tahap takhalli. Dengan kata lain, sesudah tahap pembersihan diri dari sifat-sifat tercela (takhalli), usaha itu harus berlanjut ke tahap berikutnya, yaitu pengisian diri dengan sifat-sifat terpuji (tahalli). Adapun tajalli merupakan pemantapan dan pendalaman materi yang telah dilalui pada fase tahalli. Tajalli berarti terungkapnya nur gaib untuk hati (Asmaran As, 2002:68).

(11)

Apabila jiwa telah terisi dengan sifat-sifat yang mulia dan organ-organ tubuh sudah terbiasa melakukan amal saleh dan perbuatan luhur, maka untuk selanjutnya, agar hasil yang sudah diperoleh itu tidak berkurang, maka diperlukan penghayatan rasa ketuhanan. Untuk melestarikan dan memperdalam rasa ketuhanan, ada beberapa cara yang diajarkan kaum sufi, antara lain munajat,

muraqabah, muhasabah, memperbanyak wirid dan zikir, mengingat mati, serta

tafakur (Asmaran As, 2002:76-90).

Adapun tasawuf amali merupakan lanjutan dari tasawuf akhlaki karena seseorang tidak dekat dengan Tuhan dengan amalan yang ia kerjakan sebelum ia membersihkan jiwanya. Jiwa yang bersih merupakan syarat utama untuk kembali kepada Tuhan. Ada beberapa istilah yang merupakan tahapan pelaksanaan ajaran tasawuf sebagai upaya mendekatkan diri kepada Tuhan. Pelaksanaan ajaran tasawuf dilaksanakan melalui empat tahap, yaitu syariat, tarikat, hakikat, dan makrifat (Asmaran As, 2002:95–104).

Tasawuf sunni yang bercorak amali lebih memfokuskan pembahasannya (cara kerja) pada tema ilmu dan amal. Ilmu dan amal selalu terbagi dua, yaitu lahir dan batin. Makna yang kedua itulah yang menjadi ciri khas dalam tasawuf, meskipun begitu keduanya perlu dipelajari atau diketahui dan diamalkan secara bersamaan, serta tidak boleh mengabaikan antara aspek yang satu dengan yang lainnya. Tokoh tasawuf sunni dengan corak amali adalah Imam al-Ghazali. Al-Ghazali mempelajari ilmu fikih dan menghafal syair-syair tentang mahabbah (cinta) kepada Tuhan, alQuran, serta sunah.

Ihwal tujuan dari tasawuf sendiri adalah tercapainya kedekatan hamba dengan Tuhan. Oleh karena itu, seorang sufi harus menempuh jalan yang sangat panjang dan sulit serta harus melalui beberapa tahap secara berurutan dan tidak

(12)

mungkin dilakukan secara terputus maupun terbalik, yaitu: syariat, tarekat, hakikat, dan sampai pada tahap makrifat.

Syariat adalah tahapan yang terdiri dari ajaran-ajaran fikih dan moralitas yang membimbing manusia, membangun kesadaran diri, kesadaran beribadah, dan kesadaran ketuhanan untuk mencapai hidup yang semestinya. Adapun tarekat adalah tahapan disiplin karena pada tahap ini seorang sufi harus beribadah untuk mencapai makrifat. Oleh karena itu, tarekat mempunyai tingkatan-tingkatan atau

maqam di antaranya adalah taubat, zuhud, tawakal, muraqabah, dan mujahadah. Pada tahap ini petunjuk seorang guru (syekh) sangat diperlukan.

Hakikat adalah suasana kejiwaan sufi dalam mencapai suatu tujuan sehingga ia dapat menyaksikan tanda-tanda ketuhanan dengan mata hatinya. Tahapan ini adalah pemahaman batin yang mendalam yang diperoleh dari pengalaman mistis. Adapun makrifat berasal dari kata Al-ma’rifat yang berarti „mengetahui atau mengenal sesuatu‟. Bila dihubungkan dengan pengalaman tasawuf, maka istilah makrifat berarti mengenal Allah ketika sufi mencapai suatu

maqam dalam tasawuf. Untuk mencapai suatu tingkatan maqam, diperlukan latihan-latihan kerohanian yang dilakukan dengan penuh ketekunan dan kesinambungan dan inti pokoknya adalah memperbanyak amalan sunah dan selalu berzikir.

Makrifat merupakan pengenalan hati terhadap objek-objek yang menjadi sasarannya. Untuk memperoleh pengetahuan yang meyakinkan tentang segala sesuatu, al-Ghazali haruslah diketahui arti pengetahuan atau ilmu yang benar dan meyakinkan itu. al-Ghazali juga menyatakan bahwa ilmu yakin (ilmu yang meyakinkan), yaitu tersingkapnya sesuatu dengan jelas sehingga tidak ada lagi

(13)

ruang untuk ragu-ragu dan tidak mungkin salah atau keliru, tidak ada tempat di hati untuk itu. Makrifat berarti mengetahui Tuhan dari dekat sehingga hati sanubari dapat melihat Tuhan (Amin, 2015:51).

C. KERANGKA PIKIR

Penelitian skripsi yang berjudul Risalah Ilmu Hakikat dan Zikir dapat dituangkan ke dalam kerangka pikir sebagai berikut.

Langkah pertama dalam penelitian ini adalah melakukan suntingan teks. Sutingan teks terdiri atas inventarisasi naskah, deskripsi naskah, ikhtisar isi teks, suntingan teks, dan daftar kata sukar. Penyuntingan teks bertujuan untuk menyediakan suntingan teks yang baik dan benar. Baik dalam arti mudah dibaca karena sudah ditransliterasikan ke dalam huruf latin dan benar dalam arti kebenaran isi teks dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Langkah kedua, yaitu melakukan analisis struktur dan isi teks Risalah Ilmu Hakikat dan Zikir. Analisis struktur terdiri dari struktur penyajian teks, gaya penyajian teks, pusat penyajian teks, dan gaya bahasa. Isi teks Risalah Ilmu Hakikat dan Zikir membahas tentang hakikat zikir untuk mendekatkan diri kepada Allah berdasarkan tinjauan tasawuf.

(14)

Bagan Kerangka Pikir

Teks Risalah Ilmu Hakikat dan Zikir

Analisis struktur Analisis isi teks

a. Inventarisasi Naskah b. Deskripsi Naskah c. Ikhtisar isi teks d. Kritik Teks e. Suntingan Teks f. Daftar Kata Sukar

a. Struktur penyajian teks b. Gaya penyajian teks c. Pusat penyajian teks d. Gaya bahasa

Mengetahui ajaran tasawuf Islam

Menyediakan suntingan teks yang baik dan benar, serta menjelaskan isi teks berdasarkan ajaran tasawuf

Suntingan Teks Risalah Ilmu Hakikat dan Zikir

Referensi

Dokumen terkait

Cook membagi klausa menurut hubungan subjek dengan predikatnya menjadi empat yang meliputi : (i) kalimat aktif, yaitu kalimat yang subjeknya merupakan pelaku predikat;

Tujuan dari penelitian tersebut yaitu untuk mendeskripsikan gambaran problem-problem sosial yang meliputi perseteruan antar geng dalam film Serigala Terakhir. Kemudian

anggota kelompok yang mempunyai ketentuan khusus terhadap kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak. 5)

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada permasalahan yang diangkat yaitu pada pemilihan diksi (pilihan kata) dan gaya bahasa dalam

Penelitian terhadap Alkitābu ˋs-Safīnah ditujukan untuk mendapatkan suntingan teks Alkitābu ˋs-Safīnah, mengungkap struktur Alkitābu ˋs-Safīnah sebagai salah satu

Latar belakang karya sastra meliputi semua faktor kehidupan manusia dan lingkungannya, yang meliputi: geografi, sejarah, tipografi, iklim, mitologi, legenda,

Dalam jurnal penelitian sastra yang ditulis oleh Desie ini membincarakan mengenai kekerasan atau penyiksaan yang terjadi pada TKW yang dikaitkan dengan tokoh utama

Resepsi pembaca dalam antologi puisi Aku Ingin Jadi Peluru karya Wiji Thukul, meliputi: 1) pembaca biasa, 2) pembaca ideal, 3) pembaca eksplisit. Dari ketiga kategori