• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Studi Terdahulu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. A. Tinjauan Studi Terdahulu"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

11

A. Tinjauan Studi Terdahulu

Pembahasan mengenai taharah dan salat merupakan hal yang harus dipelajari oleh seorang muslim. Topik tersebut sangat penting dan relevan sampai saat ini sehingga penelitian-penelitian terkait pernah dilakukan. Berikut beberapa penelitian yang berhubungan dengan penelitian filologi dan penelitian hadis mengenai taharah dan salat.

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret dalam penelitian berjudul Asrāru `sh-Shalāt: Suntingan Teks, Analisis Struktur dan Resepsi (Megawati, Skripsi, 2011). Penelitian tersebut membicarakan rukun salat. Pertama, tentang sembahyang yang terdiri: salat sebagai perintah Allah, salat sebagai ibadah semua makhluk, salat sebagai tiang agama, asal yang mengerjakan salat, sebab difardukan salat lima waktu, makna jumlah rakaan salat, hakikat salat, rukun salat, penggolongan salat, rupa (kenampakan) salat, dan waktu-waktu salat. Kedua tentang ma’rifatu’l-Lāh meliputi: ibadah-ibadah dalam tataran syariat, tarekat, dan hakikat (taharah, syahadat, sembahyang, puasa, zakat, dan haji) serta syarat tarekat, hakikat dan makrifat.

Kedua, penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Jurusan Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam penelitian yang berjudul Hadis Tentang Shalat Arba‘īn (Fauzan, Skripsi, 2008). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas hadis yang membahas tentang salat arba‘īn dan kehujahan hadis serta makna yang terkandung dalam hadis.

(2)

Hadis tentang salat arba‘īn menjelaskan pelaksanaan salat wajib lima waktu yang dikerjakan di Masjid Nabawi secara berturut-turut hingga sampai 40 salat, maka akan terlepas dari siksa neraka, lepas dari azab, dan bersih dari kemunafikan. Hadis tersebut diteliti menggunakan metode kritik sanad M. Syuhudi Ismail dan metode kritik matan Shalah al-Din al-Adlabi. Dari hasil penelitian tersebut, hadis tentang salat arba‘īn berstatus sahih kecuali hadis riwayat Ibnu Majah telah terjadi keputusan sanad. Akan tetapi, karena didukung oleh sahih, maka derajatnya naik menjadi hasan lighairihi. Tidak ada kerancuan dari segi matan hadis sehingga hadis tersebut bersifat sahih dan dapat dijadikan hujah.

Ketiga, Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang berjudul Studi Analisis Pemikiran Hasbi ash-Shiddiq tentang Hukum Salat sesudah Mandi Janabat tanpa Wudu (Qomaruddin, Skripsi, 2005). Penelitian tersebut terdapat tiga pendapat yang berbeda mengenai wajib atau tidak wudu lagi sesudah mandi janabah. Pendapat yang pertama, Abu Tsaur, Daud, dan kebanyakan ulama Irrah mewajibkan wudu atas orang mandi janabah sesudah mandi. Pendapat kedua, Ibnu Baththal, ulama-ulama besar telah berijmak tidak usah berwudu sesudah mandi janabah. Pendapat ketiga, yaitu Ahmad Hassan, ia menganggap boleh salat sesudah mandi tanpa wudu, sedang mandinya boleh karena mandi biasa dan boleh juga karena mandi janabah.

Penelitian-penelitian tersebut memiliki perbedaan dengan penelitian pada teks “Faedah Hadis”, yaitu (1) penelitian lain membahas teks tentang taharah dan salat berdasarkan resepsi dan pemikiran seorang ahli, (2) penelitian tentang hadis meneliti tentang sanad dan matan untuk mengetahui kualitas hadis, (3) penelitian

(3)

teks “Faedah Hadis” membahas hadis pahala dan iqāb mengenai mandi janabah, wudu, dan salat.

B. Landasan Teori

1. Suntingan Teks

Menyunting dalam filologi adalah menyediakan naskah yang mendekati aslinya, yaitu naskah yang baik dan benar. Baik, berarti mudah dibaca dan dipahami karena sudah ditransliterasikan dan ejaannya sudah disesuaikan dengan bahasa sasaran. Benar, berarti bahwa kebenaran isi teks dapat dipertanggungjawabkan karena sudah dibersihkan dari kesalahan (Dasuki, 1996:60).

Penyuntingan teks “Faedah Hadis” dilakukan dengan teori penyuntingan naskah tunggal. Hal tersebut berdasarkan studi lapangan, studi katalog terbitan, dan pencarian online terkait penelitian naskah, hanya ditemukan satu naskah yang berjudul “Faedah Hadis”. Djamaris (2006:24– 26) menjelaskan langkah-langkah yang dilakukan dalam penyuntingan naskah tunggal sebagai berikut.

a. Inventarisasi naskah

Tahap pertama dalam proses pengumpulan data berupa inventarisasi naskah. Inventarisasi naskah dilakukan untuk melakukan pendataan terhadap naskah yang akan diteliti. Pendataan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu studi katalog dan studi lapangan.

Studi katalog merupakan pencarian naskah-naskah melalui daftar yang ada di katalog online maupun terbitan. Naskah yang terdaftar di

(4)

katalog adalah naskah-naskah yang dimiliki oleh suatu museum atau lembaga lain. Jadi, naskah tersebut sudah bukan milik warga masyarakat. Pencarian naskah dengan katalog dilakukan dengan cara melihat judul dan keterangan-keterangan dalam katalog.

Studi lapangan merupakan pencarian naskah yang dilakukan langsung di masyarakat dengan cara mendatangi orang-orang tertentu atau tempat-tempat tertentu yang diduga menyimpan koleksi naskah, seperti masjid, pondok pesantren, perpustakaan, dan sebagainya sesuai dengan tujuan penelitian.

b. Deskripsi naskah

Tahap deskripsi naskah dilakukan setelah berhasil menentukan naskah yang akan diteliti. Deskripsi naskah dilakukan dengan menguraikan secara rinci keadaan naskah yang akan diteliti. Semua naskah dideskripsikan dengan pola yang sama, yaitu nomor naskah, ukuran naskah, keadaan naskah, tulisan naskah, bahasa, kolofon, dan garis besar isi cerita (Djamaris, 2006:11).

c. Transliterasi

Transliterasi adalah penggantian jenis tulisan, huruf demi huruf dari abjad satu ke abjad yang lain (Baried, dkk., 1994:63). Naskah-naskah kuno pada umumnya tidak menyertakan tanda baca. Kata-kata yang bersifat arkais juga masih banyak dijumpai. Oleh karena itu, penyunting harus dapat menyajikan bahan transliterasi yang baik agar tidak terjadi kekeliruan dan salah tafsir.

(5)

d. Kritik Teks

Langkah berikutnya, setelah tahap transliterasi adalah melakukan kritik teks. Kata ‘kritik’ berasal dari bahasa Yunani, yaitu krites yang berarti ‘seorang hakim’, krinein berarti ‘menghakimi’, dan kriterion berarti ‘dasar penghakiman’. Kritik teks memiliki makna, yaitu memberikan evaluasi terhadap teks, meneliti, dan menempatkan teks pada tempatnya yang tepat. Kegiatan kritik teks bertujuan untuk menghasilkan teks yang sedekat-dekatnya dengan teks aslinya (Baried, dkk., 1994:61).

Kritik teks bertujuan untuk memberikan catatan terhadap kesalahan-kesalahan yang terdapat pada teks. Kesalahan-kesalahan tersebut meliputi: (1) lakuna, yaitu penghilangan atau pengurangan huruf, kata, frasa, klausa, atau kalimat pada teks; (2) adisi, yaitu penambahan huruf, kata, frasa, klausa, atau kalimat pada teks; (3) substitusi, yaitu penggantian huruf, kata, frasa, klausa, atau kalimat pada teks; (4) transposisi, yaitu perpindahan huruf, kata, frasa, klausa, atau kalimat pada teks; (5) ditografi, yaitu perangkapan huruf, kata, frasa, klausa, atau kalimat pada teks.

2. Pengkajian Teks

a. Sastra Kitab

Dunia pernaskahan sangat luas karena ia mengandung kekayaan informasi yang berlimpah. Isi naskah tidak terbatas pada kesusastraan tetapi mencakup berbagai bidang lain, seperti agama, sejarah, hukum, adat, obat-obatan, teknik, dan lain-lain (Chambert-Loir, Henri dan Oman Fathurahman, 1999:7). “Kajian tentang Alquran, tafsir, tajwid,

(6)

arkanul-Islam, ilmu usuluddin, ilmu fikih, ilmu sufi, ilmu tasawuf, tarekat, zikir, rawatib, doa, jimat, risalah, wasiat dan kitab tib (obat-obatan, jampi-menjampi), semuanya dapat digolongkan ke dalam sastra kitab” (Roolvink dalam Fang, 2011:380).

Chamamah-Soeratno (1982:149) membagi jenis dan corak-corak sastra Islam menjadi tiga, yaitu sastra rekaan, sastra kesejarahan, dan sastra kitab. Sastra kitab adalah sastra klasik berisi ajaran Islam yang bersumber pada ilmu fikih, ilmu tasawuf, ilmu kalam, dan tarikh serta riwayat tokoh-tokoh historis.

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa sastra kitab adalah suatu jenis karya yang mengemukakan ajaran Islam bersumber dari ilmu fikih, tasawuf, ilmu kalam, dan kitab-kitab lain dalam agama Islam. Teks “Faedah Hadis” tergolong dalam sastra kitab karena berisi hadis-hadis berkaitan dengan ilmu fikih.

b. Struktur Sastra Kitab

Sebuah karya sastra merupakan suatu kesatuan yang utuh. Ada beberapa unsur pembangun yang terstruktur hingga menjadi suatu karya sastra yang menarik dan mudah dimengerti. Hal ini mengacu pada pernyataan Sutrisno (1983:36) bahwa setiap karya sastra merupakan satu kesatuan yang didukung oleh bagian-bagiannya guna membawakan suatu kesan. Sastra kitab pada umumnya menunjukkan struktur yang tetap, yaitu sebagai berikut.

(7)

1) Struktur Penyajian Sastra Kitab

Struktur yang akan dibahas adalah struktur narasi. Struktur narasi sastra kitab adalah struktur penyajian teks, sama halnya dengan struktur penceritaan dalam sastra fiksi yang berupa plot atau alur (Chamamah-Soeratno, 1982:152). Adapun struktur narasi sastra kitab pada umumnya terdiri dari tiga bagian, yaitu pendahuluan, isi, dan penutup (Chamamah-Soeratno, 1982:209).

Pendahuluan dimulai dengan satu rangkaian pembuka karangan yang berupa basmallah, hamdallah, serta selawat untuk Nabi Muhammad saw, untuk keluarganya dan para sahabatnya, yang dipakai secara berturut-turut. Lalu, kata wabakdu merupakan ungkapan tetap untuk menyudahi bacaan pembukaan kemudian motivasi penulisan kitab tersebut dan judul atau nama kitab. Semua ditulis dalam bahasa Arab dan diikuti terjemahan yang dilakukan kalimat per kalimat secara intensif. Isi menguraikan pokok permasalahan yang dibahas dan sebagai penutup digunakan kata “tamat” yang berarti selesai atau sempurna (Chamamah-Soeratno, 1982:156—157).

2) Gaya Penyajian Teks

Gaya penyajian adalah cara pengarang yang khusus dalam menyampaikan ceritanya, pikiran, serta pendapat-pendapatnya. Gaya pengisahan dalam sastra kitab seringkali menggunakan dua bahasa sekaligus, yakni dimulai dengan doa yang menggunakan bahasa Arab

(8)

diikuti dengan terjemahannya dalam bahasa Melayu (Chamamah-Soeratno, 1982:160).

Setiap pengarang mempunyai gaya khas tersendiri yang membedakannya dengan gaya tulisan orang lain. Oleh karena itu, dengan mengetahui penyajiannya, maka akan mudah memahami uraian karya sastra.

3) Pusat Penyajian Teks

Pusat penyajian sering disebut dengan point of view atau sudut pandang, yaitu posisi seorang pengarang dalam meyampaikan cerita atau ajarannya. Pusat penyajian sastra kitab dibedakan menjadi dua tipe. Tipe pertama adalah pusat penyajian orang pertama (ich-erzahlung) dimana semua pendapat dituturkan sendiri oleh pengarang yang dicirikan dengan penggunaan kata ganti aku, saya, kami, atau kita. Tipe kedua adalah pusat penyajian orang ketiga (omniscient author). Pada tipe ini pengarang dianggap sebagai maha tahu terhadap teks yang ditulisnya (Chamamah-Soeratno, 1982:172).

4) Gaya Bahasa

Gaya bahasa merupakan bagian dari diksi atau pilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa tertentu untuk menghadapi situasi tertentu. Keraf (2009:113) berpendapat bahwa style atau gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakaian bahasa). Terdapat berbagai jenis gaya bahasa di dalam pemakaian sebuah

(9)

bahasa. Chamamah-Soeratno, dkk. (1982:211) mengatakan bahwa gaya bahasa dalam sastra kitab memiliki keunikan sendiri karena sastra kitab merupakan karya yang ilmiah. Sastra kitab sebagai ragam sastra Islam mempunyai gaya bahasa yang khusus. Kekhususan tersebut dapat dilihat dalam kosa kata, istilah, dan kalimat yang mempergunakan istilah Islam dan istilah Arab.

3. Hadis

Islam mempunyai dua sumber hukum yaitu Alquran dan Hadis. Keduanya merupakan referensi tertinggi bagi setiap muslim dalam memahami hukum Islam. Dalam memahami kedua sumber tersebut, jauh lebih berat mengembangkan pemikiran terhadap hadis dari pada Alquran. Abdullah (1996:308-309) mengatakan bahwa posisi Alquran sebagai wahyu, pegangan hidup, dan sumber utama ajaran Islam tidak mengandung kontoversi karena telah dijamin Allah ketakberubahan esensi misi Alquran. Oleh karena itu, pemikiran tajam dan inovatif dapat muncul secara bebas. Berbeda dengan hadis, sebagian besar hadis Nabi tidak diriwayatkan secara mutawātir, sehingga untuk mengembangkan pemikiran terhadap hadis harus memahami aspek-aspek tertentu terlebih dahulu.

Hadis menurut bahasa artinya baru. Hadis secara bahasa berarti “sesuatu yang dibicarakan dan dinukil”, juga “sesuatu yang sedikit dan banyak”. Bentuk jamaknya adalah ahadis. Hadis menurut istilah ahli hadis adalah apa yang disandarkan kepada Nabi Muhammad saw, baik berupa ucapan, perbuatan, penetapan, sifat, atau sirah beliau baik sebelum kenabian maupun sesudahnya. Menurut ahli ushul fikih, hadis adalah perkataan,

(10)

perbuatan, dan penetapan yang disandarkan kepada Rasulullah saw setelah kenabian. Adapun sebelum kenabian, tidak dianggap sebagai hadis karena yang dimaksud hadis adalah mengerjakan yang menjadi konsekuensinya. Hal tersebut tidak dapat dilakukan kecuali dengan apa yang terjadi setelah kenabian (Al-Qaththan, 2013:22).

4. Fikih

Dalam kamus Al-Muljam Al-Wasith disebutkan kata “faqiha-faqhan-fiqhan” berarti memahami. Bentuk isian fa‘il-nya adalah “faqihun”, artinya orang yang memahami. Apabila derivasinya berasal dari kata faquha, maka bentuk isim fa‘il-nya adalah “faqīhun”, yang berarti ahli fikih. Adapun kata al-Fiqh (bentuk mashdar) bermakna pemahaman atau kecerdasan. Kata ini juga dikaitkan dengan ilmu, tepatnya ilmu-ilmu syariat dan ushuluddin (Al-Indunisi, 2008:378).

Pembahasan mengenai fikih mencakup banyak hal, di antaranya adalah pembahasan mengenai taharah dan salat. Masalah taharah perlu dibahas karena ia menjadi syarat sah salat, yaitu dengan membersihkan hadas yang ada pada seseorang sebab batalnya wudu, baik karena buang air kecil, buang air besar, maupun hal yang sejenis. Atau dengan menghilangkan najis yang melekat pada badan, pakaian, dan tempat. Hal ini berdasarkan dalil hadis yang berbunyi, “Kunci salat adalah kesucian atau bersuci” (Zuhaili, 2012:85).

Secara etimologi, taharah berarti kebersihan, sedangkan menurut terminologi syarah, taharah adalah menghilagkan hadas, menghilangkan najis, atau melakukan sesuatu yang semakna atau memiliki bentuk yang serupa dengan kedua kegiatan tersebut. Adapun yang termasuk kategori yang

(11)

semakna dengan keduanya adalah tayamum, beberapa jenis mandi yang disunahkan, memperbaharui wudu atau tayamum yang sebenarnya tidak termasuk tindakan untuk menghilangkan hadas atau najis, tetapi masih semakna dengan kegiatan bersuci. Hadas terdiri dari dua macam, yaitu hadas kecil atau sesuatu yang membatalkan wudu, dan hadas besar atau sesuatu yang mewajibkan mandi, baik disebabkan persetubuhan, keluarnya sperma, haid, maupun nifas (Zuhaili, 2012:86). Cara membersihkan hadas kecil adalah dengan berwudu, sedangkan cara membersihkan hadas besar adalah dengan mandi.

Menurut Al-Qahthani (2006:159), “wudu berasal dari kata ‘al-wudhu’ berarti menggunakan air pada anggota tubuh tertentu. Pengertian wudu seperti inilah yang dimaksud dalam pembahasan ini. Kata al-wudhu berarti air yang digunakan untuk berwudu”. Wudu merupakan salah satu syarat salat yang paling penting. Pengertian mandi yaitu meratakan air ke seluruh tubuh. Mandi disyariatkan berdasarkan firman Allah Taala yang artinya “dan jika kamu junub hendaklah bersuci”. Setelah bersuci, maka baru diperbolehkan untuk salat.

Menurut bahasa, kata salat berarti doa. Menurut syariat, salat berarti ibadah kepada Allah berupa ucapan dan perbuatan yang dikenal khusus, diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Disebut salat karena salat itu meliputi doa (Al-Qahthani, 2006:160-161). Berdasarkan Alquran, hadis, dan ijmak para ulama, salat itu wajib bagi setiap muslim yang sudah balig atau berakal, kecuali bagi wanita yang sedang haid atau nifas. Salat merupakan tiang agama dan juga amal yang pertama kali dihisab pada hari Kiamat kelak

(12)

(Al-Qahthani, 2006:165,171). Salat dibagi menjadi dua macam, yaitu salat fardu dan tathawwu’. Tathawwu’ merupakan sinonim dari nafilah yang berarti sunah. Tathawwu’ berarti yang dilakukan seorang muslim atas dorongan sendiri yang tidak diharuskan (Al-Qahthani, 2006:393).

C. Kerangka Pikir

Teks “Faedah Hadis”

Suntingan Teks Analisis Struktur

Analisis Isi

Teori Suntingan Teks: 1. Inventarisasi

Naskah

2. Deskripsi Naskah 3. Ikhtisar Isi Teks 4. Kritik Teks 5. Suntingan Teks 6. Daftar Kata Sukar

Teori Analisis Struktur:

1. Struktur Penyajian Teks

2. Gaya Penyajian Teks 3. Pusat Penyajian Teks 4.Gaya Bahasa

Teori Analisis Isi: 1. Pahala 2. Iqāb 3. Fardu 4. Sunah 5. Kaifiah 6. Makruh Metode Standar Metode Kualitatif

Deskriptif

Menyediakan suntingan teks yang baik dan benar, mengungkapkan analisis struktur dan isi teks.

Referensi

Dokumen terkait

Maka dari itu diperoleh hasil persamaan regresi menunjukkan bahwa variabel Lingkungan Kerja (X1), Standar Operasional Prosedur (X2), dan Penjadwalan (X3)

Pemeriksaan data dilakukan dengan cara trianggulasi data dan trianggulasi metode, dengan model evaluasi yang digunakan adalah evaluasi model Context, Input, Process, Product

Persepsi positif dalam penelitian ini digambarkan dengan pemikiran siswa bahwa dengan mengunjungi layanan informasi karir, kebutuhan akan informasi yang berkaitan

Dari beberapa dimensi yang terdapat dalam modal insani, wirausaha yang pendidikannya sesuai bidang usahanya memiliki skill dan knowledge yang levelnya lebih tinggi

Pasien dengan lesi lobus frontal yang timbul perlahan lahan sering menimbulkan gejala yang samar ; diperlukan pemahaman tentang fungsi lobus frontalis dan sindroma

Pelaksanaan tracer study dengan responden jumlah lulusan sebanyak 32 responden menggunakan kuesioner dengan 5 kategori karakteristik yaitu kategori

Analisis yang digunakan untuk mengetahui apakah pengendalian internal terhadap proses penggajian CV Genta Shamballa sudah sesuai dengan prinsip pengendalian internal yang

Menurut opini Akuntan Publik, laporan keuangan terlampir menyajikan secara wajar, dalam semua hal yang material, laporan posisi keuangan (neraca) dan laporan investasi Dana