1 PENDAHULUAN
Usaha bisnis yang ada di Indonesia mayoritas adalah usaha kecil menengah (UKM). Data Badan Pusat Stastistik merilis keadaan tersebut pasca krisis ekonomi jumlah UKM tidak berkurang, justru pertumbuhannya meningkat, bahkan UKM mampu menyerap 85 juta hingga 107 juta tenaga kerja sampai tahun 2012. Pada tahun itu jumlah pengusaha di Indonesia sebanyak 56.539.560 unit. Dari jumlah tersebut, UKM sebanyak 56.534.592 unit atau sebesar 99,99%. Sisanya sekitar 0,01% atau sebesar 4.968 unit adalah usaha berskala besar (Suci, 2017). Meskipun usahanya tidak dalam skala besar, tetapi UKM inilah yang sangat berpengaruh bagi perekonomian Indonesia. Stel et al (2004). Sudah terbukti UKM mampu bertahan dalam goncangan ekonomi pada tahun 1997. Saat terjadinya krisis ekonomi itu, banyak sekali usaha besar yang gulung tikar. Scarborough dan Zimmerer (2005) saat pemulihan krisis ekonomi selama tujuh tahun, peran UKM lah yang mempunyai ketahanan lebih baik jika dibandingkan usaha skala lebih besar. Tetapi UKM dapat bertahan dan menjadi pondasi dasar dalam membangun perekonomian yang baru.
Pengembangan UKM tentunya tidak mudah, diperlukannya seorang yang memiliki jiwa kewirausahaan. Dalam pengembangan bisnis tentunya seorang pemilik usaha atau calon pengusaha memerlukan beberapa hal untuk awal memulai bisnis. Perencanaan yang matang akan mempermudah dalam menjalankan bisnis, berbeda jika persiapan kurang matang maka bisnis tidak akan berjalan dengan baik. Jiwa kewirausahaan perlu dimiliki bagi seorang yang akan menciptakan usaha baru. Karena calon pengusaha harus bisa memanfaatkan peluang yang ada, dan mengubahnya menjadi usaha yang menjanjikan kedepannya. Kurangnya kemampuan dalam mengembangkan bisnis, membuat para pengusaha usaha kecil gulung tikar. Hadiyati (2011) kelemahan UKM karena kurangnya modal, kesulitan pemasaran, kurangnya kreativitas dan inovasi. Banyaknya UKM yang gulung tikar juga disebabkan karena kurangnya modal. Modal disini bisa dalam bentuk finansial maupun sosial. Sudah bukan hal yang asing lagi jika UKM mengalami kesulitan dalam permodalan usaha. Karena bisnisnya yang masih dalam skala kecil membuat pemberi pinjaman ragu untuk memberi pinjaman untuk mengembangkan usaha. Pinjaman sebagai modal awal juga sulit diberikan karena kebanyakan dari UKM yang baru akan memulai tidak memiliki jaminan yang besar.
2
Selain kesulitan dalam bentuk finansial, UKM juga memiliki masalah dalam manajemen usahanya. Sebagian besar pekerjaan diambil alih oleh pemilik usaha, yang harus mengatur keuangan, produksi dan sebagainya. Terkadang pemilik usaha kurang mampu untuk mengerjakan semua itu dengan sempurna. Kurangnya karyawan yang memiliki keahlian dalam bidangnya yang diperlukan dibisnis belum dapat dimaksimalkan karena keterbatasan usaha. Lingkungan keluarga juga berpengaruh dalam jalannya bisnis UKM. Peran dari para anggota keluarga, lingkungan pemilik usaha dapat menjadi modal dalam usaha. Menurut Hadiyati (2011) upaya yang dilakukan pemerintah untuk mempertahankan UKM dengan program kewirausahaan dan kemitraaan. Program kewirausahaan sangat penting karena sumber daya manusia merupakan elemen dasar untuk menjadi pelaku usaha.
Stewart et al (1998) menyatakan bahwa minat berwirausaha dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang berasal dari dalam diri wirausahawan dapat berupa sifat-sifat personal, sikap, kemauan dan kemampuan individu yang dapat memberi kekuatan individu untuk berwirausaha (Koranti, 2013). Faktor eksternal dapat berasal dari keluarga dan lingkungan tempat usaha. Modal dalam berwirausaha dibedakan menjadi dua bagian, pertama adalah modal berwujud seperti modal material atau uang, dan kedua adalah modal yang tidak berwujud atau modal yang ada dalam individu itu sendiri Suryana (2013). Modal insani atau human capital, merupakan kombinasi antara pengetahuan, keterampilan dan inovasi dalam mencapai suatu tujuan (Ongkoraharjo, 2009). Penelitian Primandaru (2017) menemukan bahwa faktor yang mempengaruhi minat berwirausaha mahasiswa, yaitu internal locus of control, social support dan need for achievement. Penelitian Sugiyanto (2017) menghasilkan modal insani dapat dikembangkan melalui modal sosial internal maupun eksternal. Dukungan sosial dan dukungan akademi atau intelektual berpengaruh positif terhadap minat berwirausaha, Suharti (2012). Hasil penelitian sebelumnya mengatakan bahwa modal sosial memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan perilaku kewirausahaan (Thobias, 2013), hal inilah yang diperlukan pelaku UKM tersebut untuk menjalankan bisnis. Modal sosial merupakan bagian dalam modal insani kewirausahaan. Penelitian ini akan difokuskan pada modal insani kewirausahaan pada usaha kecil dan menengah.
Sebuah penelitian dari India membuktikan bahwa kesuksesan kewirausahaan yang dijalankan dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan formal, Sinha (1996). Hisrich (1995:13)
3
juga menyatakan bahwa pendidikan formal menjadi potensi utama seseorang dalam menjadi wirausahawan yang berhasil. Modal insani yang dimiliki setiap individu akan membawa dampak bagi jalannya suatu usaha. Penelitian Mahy, Benoit et al (2015) mengatakan pekerja yang kriteria pendidikannya tidak sesuai (over or less) dengan yang dibutuhkan dan dijalani pada sebuah bidang usaha, maka akan berproduktifitas rendah. Seorang wirausaha yang menjalankan usaha dalam skala kecil dan menengah di Indonesia, pada umumnya memanajemeni sendiri usahanya, bahkan juga ikut mengerjakan sendiri kegiatan operasionalnya. Pada kenyataannya ada wirausaha yang memiliki pendidikan formal yang tidak sesuai dengan bidang usahanya, tetapi kinerja usahanya baik dan berkembang. Ada pula wirausaha yang bidang usahanya sesuai dengan pendidikan formalnya tetapi kinerja usahanya sulit berkembang. Pertanyaannya, apakah tingkat penguasaan modal insani kewirausahaan mereka berbeda? Pertanyaan itu akan dijawab melalui penelitian ini, yang difokuskan pada modal insani kewirausahaan pelaku usaha skala kecil dan menengah. Penelitian ini dibatasi pada dua kategori wirausaha, yaitu wirausaha yang bidang usahanya tidak sesuai dengan pendidikan formalnya, dan wirausaha yang bidang usahanya sesuai dengan pendidikan formalnya. Batasan tersebut dimaksudkan untuk melihat peran faktor pendidikan formal pada tingkat penguasaan modal insani kewirausahaan.
Persoalan Penelitian
Apakah ada perbedaan tingkat penguasaan modal insani kewirausahaan pada wirausaha yang bidang pendidikannya sesuai dengan bidang usahanya, dengan wirausaha yang bidang pendidikannya tidak sesuai dengan bidang usahanya.
Tujuan Penelitian
Mengetahui perbedaan tingkat penguasaan modal insani kewirausahaan pada wirausaha yang bidang pendidikannya sesuai dengan bidang usahanya, dengan wirausaha yang bidang pendidikannya tidak sesuai dengan bidang usahanya.
4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
Mengarahkan pemilihan bidang pendidikan dan bidang usaha bagi calon wirausaha, untuk meningkatkan penguasaan modal insani kewirausahaannya.
Mengarahkan pilihan bidang pendidikan dalam pengembangan sumber daya manusia wirausaha.
5 KAJIAN PUSTAKA
Modal Insani Kewirausahaan
Modal insani adalah kombinasi antara pengetahuan, inovasi, dan kemampuan yang dimiliki seseorang ketika melakukan tugasnya untuk mencapai tujuannya (Ongkoraharjo, 2009). Becker (1964) mendefinisikan sumber daya manusia sebagai keterampilan dan pengetahuan yang diperoleh individu melalui investasi disekolah, pelatihan di tempat kerja, dan jenis pengalaman lainnya. Investasi modal manusia termasuk pengalaman seperti pendidikan dan pengalaman kerja yang mungkin atau mungkin tidak mengarah pada pengetahuan dan keterampilan. Modal insani kewirausahaan bersumber pada keterbiasaan dengan aktivitas kewirausahaan yang dilakukan setiap hari secara berulang yang bercampur dengan modal lain seperti pendidikan, warisan genetik serta tradisi yang diajarkan dan mencakup pengalaman pengalaman pribadi, Modal insani kewirausahaan bisa dilakukan dengan cara learning by doing (Toth, 2012). Nilai modal insani dapat juga ditingkatkan melalui kemauan dan niat yang dibangun terhadap hubungan-hubungan sosial untuk memudahkan jalannya bisnis, menurut (Widodo, 2009). Kekurangan modal kewirausahaan adalah salah satu hambatan terbesar dalam kegiatan kewirausahaan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan, minat seorang untuk berwirausaha dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, Suharti (2012). Faktor internal berasal dari dalam diri wirausahawan itu sendiri, dan faktor eksternal berasal dari luar wirausahawan. Faktor yang paling penting di antara semua inisiatif kewirausahaan adalah ketersediaan modal. Teori human capital memprediksi bahwa individu atau kelompok yang memiliki level lebih besar pengetahuan, keterampilan, dan kompetensi lainnya akan mencapai hasil kinerja yang lebih besar daripada mereka yang memiliki lebih rendah level (Ployhart dan Moliterno, 2011).
Menurut Suryana (2013) dalam kewirausahaan, modal tidak yang hanya berwujud seperti uang dan barang saja, tetapi modal juga dapat berupa sumber daya yang tidak terwujud. Secara umum, modal yang tidak berwujud dapat dibedakan seperti modal intelektual, modal sosial, modal moral dan mental dan modal motivasi. Penelitian ini hanya akan berfokus pada modal intelektual dan modal sosial.
6 a. Modal intelektual
Modal intelektual dapat diartikan sebagai sumber daya tidak berwujud dan kegiatan yang dapat membuat kecakapan menciptakan sebuah value (Cut Zurnali, 2010). Petty dan Guthrie (2000, p. 158) modal intelektual adalah indikasi nilai ekonomi dari dua kategori, modal individu dan organisasi dalam perusahaan.Mouritsen et al. (2004, p. 48) modal intelektual adalah kemampuan dari sebuah perusahaan untuk mengoordinasi, mengatur dan menggunakan sumber daya penegetahuannya untuk menciptakan nilai. Modal intelektual menjadi penting untuk mempertahankan keunggulan, keberhasilan organisasi, inovasi, kinerja organisasi yang memungkinkan untuk menggambarkan semua sumber daya yang tersedia di usaha dan bagaimana mereka berinteraksi untuk menciptakan nilai organisasi (Ramezan, 2011). Modal intelektual adalah jumlah dari semua faktor berbasis pengetahuan yaitu, sumber daya, kemampuan, dan kompetensi yang sangat penting untuk penciptaan nilai organisasi dan keuntungan kompetitif jangka panjang berkelanjutan (Lytras dan Pablos, 2009). Modal intelektual adalah kepemilikan pengetahuan, pengalaman terapan, teknologi organisasi, hubungan pelanggan, dan keterampilan profesional yang memberi perusahaan keunggulan kompetitif di pasar (Rudez dan Mihalic, 2007).
Modal intelektual bisa juga disebut dengan modal yang utama, karena seseorang memiliki pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan untuk berwirausaha (Suryana, 2013). Menurut Stewart (1977) modal intelektual terdiri dari kompetensi, kemampuan, komitmen, kemampuan, tanggung jawab, pengetahuan dan keterampilan. Sehingga dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Intellectual Capital = Competency + Commitment, pengetahuan yang tinggi wajib dimiliki seorang wirausaha, tetapi juga harus disertai dengan komitmen yang tinggi juga, dengan begitu ia baru dapat menggunakan modal intelektualnya. Modal intelektual telah dilihat sebagai "kombinasi & modal manusia, modal organisasi & modal pelanggan, atau hanya sebagai kompetensi × komitmen" (Bukh et al, 2001)
Kompetensi kewirausahaan menurut Suryana (2003) adalah kemampuan, sikap dan keterampilan yang saling terhubung dan diperlukan oleh seorang
7
wirausaha untuk dikembangkan dan dilatih untuk hasil yang terbaik. Menurut Sarwoko et al (2013) kompetensi kewirausahaan didefiniskan sebagai karakteristik individu termasuk perilaku yang dilakukan wirausaha untuk mencapai kesuksesan bisnis. Kompetensi kewirausahaan adalah karakteristik individu termasuk ciri wirausaha, motivasi, gambaran diri, perilaku, kemampuan dan pengetahuan (Boyatzis, 1982). Hisrich et al (2008) membagi karakteristik kewirausahaan enam bagian yaitu, pendidikan, nilai personal, usia, pengalaman kerja, dukungan moral, dan dukungan jaringan profesional. Oleh karena itu kompetensi merupakan gugus yang terkait pengetahuan, sikap, dan keterampilan, yang diperoleh dan digunakan individu bersama, untuk menghasilkan kinerja yang luar biasa di area tanggung jawab yang diberikan (Inyang, 2009). Kompetensi kewirausahaan termasuk kelompok-kelompok pengetahuan terkait, sikap, dan keterampilan yang suatu pengusaha harus memperoleh melalui pelatihan manajerial dan pengembangan untuk memungkinkannya menghasilkan yang luar biasa kinerja, dan memaksimalkan laba, sambil mengelola usaha bisnis atau perusahaan (Inyang, 2009). Menurut Wu (2009) wirausaha harus memiliki kemampuan menganalisis, kemampuan mengambil peluang dan pengelolaan sumber daya, kemampuan menganalisis kebutuhan konsumen, kemampuan belajar untuk meningkatkan kompetensi dan memiliki kemampuan berkomunikasi. (Graham dan Harris, 2000) (1)skill, yang merupakan kemampuan dari keahlian yang dimiliki seseorang misalnya kemampuan berkomunikasi, kemampuan bernegosiasi, (2)knowledge berkenaan dengan akumulasi dari area-area utama dari keahlian yang dinilai seseorang, (3)self concepts, berkenaan dengan sikap dan perilaku, nilai dan self image, (4)traits berkenaan dengan perilaku secara umum, misalnya fleksibilitas seseorang dalam menghadapi situasi lain dan motive berkaitan dengan dorongan seorang berperilaku.
Dari kedua definisi tersebut yang paling lengkap adalah milik Boyatzis (1982), karena kompetensi dalam kewirausahaan menurut definisi Boyatzis (1982) menjelaskan lima dimensi, yaitu citra diri, motivasi, perilaku, kemampuan dan pengetahuan. Ulrich (1998) telah mengusulkan formula inovatif berdasarkan prinsip Manajemen Sumber Daya Manusia (SDM): modal intelektual =
8
kompetensi x komitmen, ini adalah potensi penghasilan masa depan dari kombinasi modal manusia (otak, keterampilan, wawasan), dan potensi orang-orang organisasi (Edvinsson, 2000).
Mowday et al (1982) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai kekuatan relatif dari identifikasi individu dan keterlibatan dalam organisasi khusus, meliputi kepercayaan, dukungan terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi. Meyer dan Allen (1991) mengajukan tiga komponen model komitmen organisasi dan direfleksikan dalam tiga pokok utama: affective commitment, continuance commitment, normative commitment. Continuance commitment adalah keinginan untuk tetap bekerja pada perusahaan karena tidak ingin kehilangan sesuatu yang terkait dengan pekerjaanya. Normative commitment adalah keinginan untuk tetap bekerja pada perusahaan adanya tekanan dari pihak lain. Meninggalkan perusahaan dianggap bertentangan dengan pendapat umum yang berlaku. Affective commitment adalah keinginan untuk bekerja pada perusahaan karena sepakat terhadap tujuan organisasi dan ada keinginan untuk menjalankannya. Komitmen afektif sering digambarkan sebagai loyalitas kepada organisasi, ditunjukkan oleh ikatan emosional dan identifikasi dengan tujuan organisasi (Meyer dan Allen, 1991).
Oleh karena itu pesan untuk organisasi yang tertarik dalam meningkatkan modal intelektual mereka, adalah bahwa mereka perlu memperhatikan semua aspek kompetensi, komitmen dan kontrol yang berbeda dan menempatkan 'bundel' pelengkap praktik HRM. Penelitian empiris dan teoritis mendukung proposisi bahwa desain pekerjaan (variabel modal struktural) dan khususnya kontrol pekerjaan atau otonomi kerja (Hackman & Oldham 1976).
2. Competency = Capability + Authority, wirausaha dituntut untuk mengembangkan kemampuan dengan cepat atau dinamis yang berarti wirausaha harus memiliki kompetensi tingkat tinggi untuk mengembangkan kemampuan dalam mengintegrasikan, membangun, merekrut, sumber daya (Teece, 2012). Menurut Teece, sehingga kemampuan tersebut dapat dihubungkan menjadi pembelajaran ditingkat individu, kelompok dan organisasi. Kemampuan dinamis dapat
9
dianggap sebagai bagian dari tiga kelompok kegiatan dan penyesuaian: (1)mengidentifikasi dan penilaian peluang (sensing) sebagai seorang wirausaha perlu untuk mengidentifikasi peluang sehingga bisa mencari jalan ataupun strategi untuk mendapatkan kesempatan memenangkan peluang tersebut; (2)mobilisasi sumber daya untuk menjalankan peluang dan untuk menangkap nilai serta evaluasi dari hal yang sudah dilakukan, setelah mendapat peluang tersebut tentunya strategi telah dijalankan mulai dari mengkoordinasikan sumber daya yang dimiliki, dari adanya usaha yang dilakukan akan menimbulkan berbagai macam reaksi yang dapat ditarik kesimpulan serta menjadi bahan evaluasi dari peluang bisnis yang dijalankan (merebut); dan (3)pembaharuan lanjutan, bahan dari evaluasi yang dihasilkan dapat memberikan gambaran untuk langkah selanjutnya dalam pengembangan usaha dan diharapkan bisa tepat sasaran untuk memperbaiki segi bisnis yang perlu diperbaiki (transformasi) (Teece, 2012).
Authority atau otoritas merupakan konfirmasi dari kontrol dari individu atas norma dan kode etik (Sennet, 1981). Berkaitan dengan kepemilikan jika dikaitkan dalam usaha, authority ini dapat digambarkan sebagai pemilik usaha yang memegang kendali dari usaha tersebut, pemilik dapat memberikan arahan yang dapat dituangkan dari pencapaian visi misi. Otoritas ini merangsang untuk pengembangan modal sosial. Dua penelitian Sennet (1981) dan Kojève (2004) mempelajari kemampuan untuk menafsirkan dan memutuskan norma sehingga masuk kedalam pengembangan otoritas individu. Menurut Daryanto (2012: 2) kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda melalui berpikir kreatif dan bertindak inovatif untuk menciptakan peluang. Wirausaha yang berkompeten adalah wirausaha yang memiliki wewenang sendiri dalam mengelola usahanya.
3. Capability = Skill + Knowledge, keterampilan dan pengetahuan pengusaha sangat diperlukan. Kegiatan wirausaha membutuhkan beragam keterampilan, yaitu technical skill, managerial skill, entrepreneurial skill, dan personal maturity skill (Lyons, 2003). Lichtenstein dan Lyons (1996) menunjukkan bahwa wirausahawan yang lebih sukses memiliki keterampilan teknis lebih dari sekadar
10
memproduksi produk atau layanan. Mereka memiliki technical skill yang kuat tetapi mengabaikan skill lainnya, seperti pengalaman manajemen dan kemampuan komunikasi (Smith et al, 2007). Lyons (2002) menggambarkan managerial skill adalah sebagai keterampilan untuk mengatur pekerjaan sehari hari. Menggunakan orang lain untuk melakukan pekerjaan dalam bisnis, ini berkaitan dengan pengalokasian tugas untuk setiap bagian yang dimana lebih terkenal dengan kalimat “the right man on the right place”. Lyons (2002) menggambarkan entrepreneurial skill sebagai keterampilan yang diperlukan untuk melakukan pengembangan produk dan inovasi untuk menghasilkan kebutuhan yang muncul di pasar. Mengenali kebutuhan yang muncul dipasar merupakan kunci kesuksesan dari wirausaha (Smith et al, 2007). Personal maturity skill menurut Lyons (2002) adalah keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai kesadaran diri, kematangan emosional, dan kemampuan untuk menerima tanggung jawab (Smith et al, 2007) .
Pengetahuan kewirausahaan adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang baru dengan cara berpikir kreatif dan bertindak inovatif, sehingga mampu menciptakan ide-ide atau peluang dan dapat dimanfaatkan dengan baik (Mustofa, 2014). Untuk menjadi wirausahawan yang berhasil, seseorang harus memiliki bekal pengetahuan kewirausahaan dan bekal keterampilan kewirausahaan (Purwanti, 2013). Bekal pengetahuan yang terpenting adalah bekal pengetahuan bidang usaha dan lingkungan usaha yang dimasuki, pengetahuan tentang peran dan tanggung jawab, pengetahuan tentang kepribadian dan kemampuan diri, pengetahuan tentang manajemen dan organisasi bisnis. Pengetahuan adalah sumber daya yang membentuk dasar dari kemampuan perusahaan, kemampuan bergabung menjadi kompetensi dan ini adalah kompetensi inti. Kemampuan organisasi menjadi dasar dari pengetahuan, dengan demikian pengetahuan adalah sumber daya yang membentuk dasar dari kemampuan perusahaan. Khususnya di tingkat individu, itu mencakup pengetahuan pribadi dan keterampilan dan bakat individu; sedangkan di tingkat organisasi, kompetensi mencakup infrastruktur, hubungan jaringan. Bagian yang lebih umum menyatakan bahwa pengetahuan adalah upaya sosial dan itu
11
mencirikan lebih jelas hubungan antara pengetahuan dan modal intelektual mengikutinya. Modal intelektual adalah produk kapasitas yang merupakan pengetahuan, keterampilan, kemampuan, informasi dan pengalaman orang termasuk kemauan orang untuk menerapkan kapasitas, dan peluang yang disediakan oleh sistem kerja untuk mengaktifkan stok modal intelektual (Burr dan Girardi, 2002).
b. Modal sosial
Putnam (1993) mendefiniskan modal sosial adalah karakteristik suatu organisasi seperti norma, kepercayaan yang memudahkan organisasi bekerja sama untuk manfaat organisasi. Menurut Fujiwara dan Kawachi dalam Wardhani (2017) modal sosial adalah sumber daya yang dapat diakses oleh individu atau kelompok dalam sebuah struktur untuk mencapai tujuan bersama dengan menjaga norma yang ada. Hasbullah (2006: 6) memberikan definisi modal sosial sebagai suatu rangkaian proses hubungan antar manusia yang ditopang oleh jaringan, norma-norma, dan kepercayaan sosial yang memungkinkan efisien dan efektifnya koordinasi dan kerjasama untuk keuntungan dan kebajikan bersama. Modal sosial merupakan fasilitator penting dalam perekonomian, karena berbagai penelitian menunjukan bahwa modal sosial dibentuk berdasarkan kegiatan ekonomi dan sosial yang diharapkan dapat memperkuat pembangunan ekonomi (Suharto dan Yuliani, 2005).
Dampak diferensial dari norma, nilai, dan kepercayaan pada kepercayaan, jaringan, dan institusi adalah dasar dari modal sosial (Fukuyama, 2001). Modal sosial mengacu pada koneksi antar individu - jejaring sosial dan norma timbal balik dan kepercayaan yang muncul dari mereka (Putnam, 2000: 18-19). Menurut Putnam (2000) hubungan sosial memiliki nilai yang mempengaruhi produktivitas individu dan organisasi. Quibria (2003) mengkaji berbagai definisi yang menyimpulkan bahwa modal sosial merupakan aset individu yang berasal dari networks dan social connection, sedangkan yang lain melihatnya sebagai aset bersama yang berada di entitas kolektif yang homogen seperti komunitas dengan kepentingan bersama dan nilai-nilai bersama. Modal sosial termasuk sebagai salah satu penunjang keberhasilan suatu usaha. Menurut
12
(Doh dan Zolnik, 2011) modal sosial jika dihubungkan dengan kewirausahaan, maka akan diidentifikasikan ke beberapa dimensi yaitu, trust, associational activities, dan civic norms. Dalam penelitian tersebut, ketiga dimensi diterjemahkan seperti berikut:
1. Dimensi trust, merupakan dukungan finansial yang didapatkan dari lingkungan sosial responden. Sebuah keluarga akan memberikan apa yang dibutuhkan oleh anggota keluarga. Maka orang tua akan memberikan bantuan finansial kepada anaknya ketika akan memulai suatu usaha bisnis. Finansial diberikan orang tua sesuai dengan kemampuan yang mereka miliki.
2. Dimensi associational activities. Dimensi ini menjelaskan tentang dukungan jaringan yang dimiliki. Dukungan dalam bentuk jaringan mempermudah seorang pengusaha untuk menjalankan bisnisnya. Dukungan itu bisa dari lingkungan keluarga maupun lingkungan bisnis. Dukungan dalam bentuk jaringan cenderung lebih mudah diberikan oleh orang-orang di sekeliling pengusaha, mulai dari orang tua, anggota keluarga, teman, pasangan hidup, tetangga, rekan, serta organisasi atau kelompok tempat pengusaha tergabung (Tommy, 2013). Semakin banyak orang tua dari pengusaha terlibat dalam kelompok atau organisasi, semakin besar pula kemungkinan bertambahnya jaringan yang secara tidak langsung maupun langsung juga berdampak terhadap jaringan anak yang merupakan pengusaha itu sendiri (Tommy, 2013). Semakin banyak tergabung dengan jaringan, maka semakin banyak peluang yang didapatkan untuk membangun jaringan bisnis.
3. Dimensi civic norms berkaitan dengan dukungan moril yang didapat oleh seorang pengusaha. Dukungan moril bisa datang dari keluarga maupun organisasi bisnis. Dukungan moril ini diperlukan oleh seorang pengusaha, tanpa adanya dukungan, pengusaha akan mudah terjatuh ketika dihadapkan oleh permasalahan bisnis. Pengusaha tidak semata mata memerlukan bantuan modal dan jaringan saja, melainkan dukungan positif dari anggota sosialnya. Dukungan moril berkaitan dengan dukungan modal sosial yaitu civic norms. Nilai dan norma yang berlaku dimasyakarat akan mendorong seseorang untuk membantu terhadap sesama. Dukungan moril diberikan bukan karena lingkungan sekitarnya tidak memiliki kemampuan untuk memberikan
13
dukungan dalam bentuk finansial dan jaringan, namun dalam situasi tertentu seorang pengusaha terutama pengusaha UMK di sektor informal lebih membutuhkan dukungan moril daripada kedua bentuk dukungan tersebut (Tommy, 2013).
Dari beberapa definisi tersebut, definisi dari Doh Zolnik (2011) lebih tepat untuk penelitian ini karena modal sosial merupakan karakteristik suatu organisasi seperti kepercayaan, jaringan, dan norma yang berlaku. Dalam kewirausahaan norma dan kepercayaan antar individu merupakan hal penting dalam kegiatan berwirausaha. Kepercayaan yang dibangun antara pemilik usaha dengan pembeli dan hubungan antara pengusaha dengan pemasok bahan baku. Melihat cara pengusaha untuk menjalin hubungan kerja sama agar pembeli dan pemasok bahan tetap menjalin hubungan bisnis yang baik. Melihat kemampuan pengusaha untuk membangun kepercayaan dengan lingkungan bisnisnya.
Seorang wirausaha selain memerlukan modal material, juga memerlukan modal insani sebagai dasar untuk proses kewirausahan. Modal insani dapat berbentuk modal intelektual yang didapatkan wirausaha saat sekolah formal. Wirausaha yang memiliki pendidikan sesuai dengan bidang usahanya mendapatkan ilmu saat menjalani pendidikan formal dan ilmu digunakan untuk menciptakan dan mengembangkan suatu usaha. Wirausaha yang tidak memiliki pendidikan sesuai bidang usahanya mendapatkan ilmu secara informal. Penelitian ini akan berfokus pada modal intelektual dan modal sosial. Dalam modal intelektual yang menjadi dasar untuk terciptanya modal intelektual adalah skill dan knowledge wirausaha.
Modal intelektual dibagi menjadi empat sub dimensi yaitu technical, managerial, entrepreneurial, dan personal maturity. Wirausaha yang memiliki latar belakang pendidikan berbeda memiliki perbedaan di setiap sub dimensinya. Technical wirausaha yang memiliki pendidikan sesuai bidang usahanya memiliki kemampuan dalam proses produksi dari bahan baku menjadi barang siap jual. Wirausaha yang memiliki pendidikan tidak sesuai juga dapat melakukan proses produksi. Berdasarkan urian tersebut dapat di buat hipotesis :
14
H1: Technical skill dan technical knowledge wirausaha yang memiliki bidang pendidikan sesuai bidang usahanya berbeda signifikan dengan wirausaha yang memiliki bidang pendidikan tidak sesuai dengan bidang usahanya.
Sub dimensi managerial mengatur tentang cara wirausaha melakukan planning, organising, actuating dan controlling. Wirausaha yang memiliki latar belakang pendidikan ekonomi mampu untuk melakukan planning hingga melakukan controlling karena mendapatkan ilmu saat sekolah. Sedangkan wirausaha yang tidak memiliki latar belakang ekonomi dan tidak memiliki knowledge tentang pengelolaan manajemen dapat mendapatkan ilmu saat mempraktekkan secara langsung. Untuk menguji perbedaan kemampuan managerial dapat diajukan hipotesa sebagai berikut:
H2: Managerial skill dan managerial knowledge wirausaha yang memiliki bidang pendidikan sesuai bidang usahanya berbeda signifikan dengan wirausaha yang memiliki bidang pendidikan tidak sesuai dengan bidang usahanya.
Sub dimensi entrepreneurial menuntut wirausaha untuk memiliki kreatifitas dalam pengembangan bisnis. Wirausaha yang memiliki latar belakang pendidikan seni dan memiliki minat terhadap seni memiliki kemampuan lebih untuk berfikir kreatif. Karena memiliki konsep bisnis untuk mencari keuntungan dalam bisnis. Terilbat langsung dalam proses produksi hingga melakukan penjualan produk membuat wirausaha mengerti tentang detail usaha. Sedangkan wirausaha yang tidak fokus pada usaha karena memiliki pekerjaan lain kurang teliti dalam detail usaha sehingga kurang all out dalam melakukan pengembangan usaha. Berdasarkan uraian diatas dapat diajukan hipotesa berikut:
H3: Entrepreneurial skill dan entrepreneurial knowledge wirausaha yang memiliki bidang pendidikan sesuai bidang usahanya berbeda signifikan dengan wirausaha yang memiliki bidang pendidikan tidak sesuai dengan bidang usahanya.
Sub dimensi personal maturity adalah kedewasaan emosi wirausaha dalam menghadapi permasalahan dan cara penyelesainnya. Wirausaha yang sering berinteraksi dengan orang akan memudahkan wirausaha mengenal karakter orang yang terlibat dalam
15
usaha. Otoritas dikendalikan oleh wirausaha sendiri tanpa adanya campur tangan orang lain dan memudahkan dalam pengambilan keputusan .
H4: personal maturity skill dan personal maturity knowledge wirausaha yang memiliki bidang pendidikan sesuai bidang usahanya berbeda signifikan dengan wirausaha yang memiliki bidang pendidikan tidak sesuai dengan bidang usahanya.
Dimensi modal sosial berkaitan dengan hubungan wirausaha dengan lingkungan sekitar, dan lingkungan usaha. Wirausaha yang terlibat langsung pada usaha akan sering berhadapan dengan customer, supplier dan karyawan. Membuat wirausaha memiliki skill untuk berinteraksi dengan karyawan dibandingkan wirausaha yang tidak terlibat dalam proses usaha. Tetapi wirausaha yang tidak memiliki waktu untuk mengawasi usaha terlibat dalam organisasi-organisasi yang memudahkan dirinya untuk membentuk relasi atau jaringan dengan orang-orang dalam organisasi tersebut.
H5: Skill modal sosial dan knowledge modal sosial wirausaha yang memiliki bidang pendidikan sesuai bidang usahanya berbeda signifikan dengan wirausaha yang memiliki pendidikan tidak sesuai dengan bidang usahanya.
Operasionalisasi Konsep
Konsep utama penelitian ini adalah modal insani kewirausahaan. Menurut Suryana (2013) modal insani dibagi menjadi empat sub konsep yaitu modal intelektual, modal sosial, modal mental, dan modal motivasi. Penelitian ini hanya akan berfokus pada dua subkonsep, modal intelektual dan modal sosial.
16
Bagan 1. Swimlane Mapping Operasionalisasi Konsep
Konsep Modal Insani adalah kombinasi antara pengetahuan, inovasi, dan kemampuan yang
dimiliki seseorang ketika melakukan tugasnya untuk mencapai tujuannya (Ongkoraharjo, 2009).
Sub Konsep
Modal intelektual adalah jumlah dari semua faktor berbasis pengetahuan yaitu, sumber
daya, kemampuan, dan kompetensi yang sangat penting untuk penciptaan nilai
organisasi dan keuntungan kompetitif jangka panjang, berkelanjutan (Lytras dan Pablos, 2009).
Kompetensi Kompetensi kewirausahaan merupakan pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang terhubung satu dengan lainnya, yang diperlukan pengusaha untuk dilatih dan dikembangkan agar mampu menghasilkan kinerja terbaik dalam mengelola usahanya (Suryana,2003).
Capability wirausaha harus memiliki kompetensi tingkat tinggi untuk mengembangkan kemampuan dalam mengintegrasikan, membangun, merekrut sumber daya (Teece, 2012).
Skill Kegiatan wirausaha membutuhkan beragam keterampilan, yaitu technical skill, managerial skill, entrepreneurial skill, dan
personal maturity skill ( Lyons, 2003).
Technical skill menunjukkan bahwa wirausahawan yang lebih sukses memiliki keterampilan teknis lebih dari sekadar memproduksi produk atau layanan Lichtenstein dan Lyons (1996).
Operasional
Keterampilan untuk menghasilkan produk dan memberikan layanan.
Bahan Baku
Keterampilan untuk mendapatkan bahan baku
Tempat Produksi
Keterampilan mencocokkan kebutuhan yang diperlukan dengan barang yang tersedia.
Perlengkapan Usaha
Keterampilan untuk mengidentifikasi peralatan yang diperlukan.
Managerial Skill Lyons (2002) menggambarkan
managerial skill adalah sebagai keterampilan untuk
mengatur pekerjaan sehari hari
Manajemen
Keterampilan yang berkaitan dengan planning,
organising, actuating dan controlling. Pemasaran
Keterampilan mengidentifikasi permintaan pelanggan dan distribusi.
Finansial
Keterampilan untuk mengatur dan mengelola sumber daya uang.
Legal
17
Lanjutan 1. Bagan 1. Swimlane Mapping Operasionalisasi Konsep
Administrasi
Keterampilan untuk menjalin hubungan dengan orang lain dalam organisasi usaha.
Higher order
Keterampilan penyelesaian masalah dan pelajaran yang didapatkan.
Entrepreneurial Skill Lyons (2002) keterampilan yang diperlukan untuk melakukan pengembangan produk dan inovasi untuk menghasilkan kebutuhan yang muncul di pasar
Konsep Bisnis
Keterampilan merancang rencana bisnis
Lingkungan Usaha
Keterampilan untuk melihat kesenjangan dan permintaan pasar
Networking
Keterampilan menjalin relasi dengan karyawan dan lingkungan untuk menunjang produktivitas
Personal Maturity Skill Lyons (2002) keterampilan yang dibutuhkan untuk mencapai kesadaran diri, kematangan emosional, dan kemampuan untuk menerima tanggung jawab
Refleksi Diri
Keterampilan untuk intropeksi dan refleksi diri
Tanggung Jawab
Mengambil tanggung jawab untuk menyelesaikan masalah
Emotional Coping
Kemampuan emosional untuk mengatasi masalah
Kreativitas
Mencari cara kreatif untuk penyelesaian masalah Knowledge Pengetahuan kewirausahaan adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan sesuatu yang baru melalui berpikir kreatif dan bertindak inovatif, sehingga dapat menciptakan ide-ide atau peluang dan dapat dimanfaatkan dengan baik (Mustofa, 2014).
Authority atau otoritas merupakan konfirmasi dari kontrol dari individu atas norma dan kode etik (Sennet, 1981).
Komitmen Mowday et. al. (1982) mendefinisikan komitmen organisasi sebagai
kekuatan reratif dari identifikasi individu dan keterlibatan dalam organisasi khusus, meliputi kepercayaan, dukungan terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi.
18
Lanjutan 2. Bagan 1. Swimlane Mapping Operasionalisasi Konsep
Modal Sosial Putnam (1993) mendefiniskan modal sosial adalah karakteristik suatu
organisasi seperti norma, kepercayaan yang memudahkan organisasi bekerja sama untuk manfaat organisasi.
Trust atau kepercayaan adalah dukungan finansial yang didapatkan dari lingkungan sosial responden.
Associational Activities dukungan jaringan yang dimiliki
Civic Norms berkaitan dengan dukungan moril yang didapat oleh seorang pengusaha. Dukungan
Struktur Konsep
Gambar 1. Modal Intelektual + Modal Sosial
Kemampuan seorang wirausaha dipengaruhi oleh keterampilan dan pengetahuannya dalam menjalankan usaha. Setelah memiliki kemampuan, wirausaha memiliki otoritas atau wewenang bagi usahanya. Wewenang untuk mengatur dan mengkoordinir anggota usaha. Kemudian wirausaha memiliki komitmen dengan usaha yang dijalankan, memiliki tujuan yang akan dicapai wirausaha. Tetapi dalam menjalankan usaha, diperlukannya dukungan dari orang
19
lain. Wirausaha memerlukan associational activities untuk membangun networking dengan customer, membangun hubungan dengan memegang norma norma yang menjadi landasan berwirausahanya. Tidak semua orang memiliki kepaduan dengan wirausaha, hubungan sosial dijalin dengan orang yang memiliki kepaduan dengan wirausaha. Hubungan ini dijalin agar para customer memiliki kepercayaan terhadap wirausaha.
20 METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan studi perbandingan kasus dengan obyek wirausaha yang menjalankan bisnis dalam skala kecil dan menengah dengan kriteria usaha itu berdiri sendiri dan bukan merupakan anak dari cabang usaha. Penelitian ini membandingkan dua wirausaha yang independen. Wirausaha pertama memiliki latar belakang bidang pendidikan sesuai dengan bidang usahanya, yaitu perusahaan kerajinan ukir kuningan dan pigura milik Ibu Romiyatun. Ibu Romiyatun memiliki latar belakang pendidikan formal seni di universitas Jogja. Wirausaha kedua memiliki latar belakang bidang pendidikan tidak sesuai dengan bidang usahanya, yaitu perusahaan kerajinan mebel milik Bapak Joko. Bapak Joko memiliki latar belakang pendidikan formal sarjana ekonomi. Kedua wirausaha memiliki bidang kerajinan berbasis keterampilan secara manual, yaitu kerajinan ukir. Penggunaan alat atau mesin hanya sebagai penunjang keterampilan. Kesamaan karakteristik usaha kerajinan tersebut, maka kedua wirausaha dipilih untuk menjadi obyek penelitian ini. Perbedaan kedua obyek adalah Ibu Romiyatun memiliki bidang pendidikan seni merchandising sehingga memiliki pengetahuan dan keterampilan seni ukir. Ibu Romiyatun mendirikan sendiri usahanya, sehingga dapat mengembangkan penguasaan modal insaninya dari pengalaman di usahanya sejak tahun 2005. Bapak Joko memiliki bidang pendidikan sarjana ekonomi, namun memperoleh keterampilan dan pembelajaran dalam kerajinan mebel ukir secara informal dari orang tuanya. Bapak Joko mengembangkan penguasaan modal insaninya sejak terlibat dalam usaha mebel orang tuanya.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dan diuji secara statistik dengan non parametrik. Penelitian kualitatif deskriptif yaitu penelitian yang menggunakan metode wawancara terbuka untuk menganalisis sikap, perasaan, pandangan, dan perilaku individu atau sekelompok orang (Moleong, 2011).
Jenis Data Penelitian
Penelitian ini bersifat eksploratif, karena sifatnya eksploratif maka penelitian ini masih terdapat muatan subyektif dan hasil penelitian ini diharapkan menjadi dasar atau landasan untuk penelitian selanjutnya yang dilakukan lebih dalam. Data yang dikumpulkan adalah data primer. Untuk data primer dikumpulkan dengan cara wawancara dan observasi, data akan didapatkan dari pengelola usaha. Wawancara digunakan untuk mengetahui hal hal yang diberikan oleh
21
responden lebih spesifik. Karena peneliti bertatap langsung dengan responden dan menggunakan alat bantu untuk pengumpulan data. Observasi juga digunakan untuk mengetahui keadaan sebenarnya, karena peneliti mendatangi langsung ke tempat responden.
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengumpulan data ialah cara untuk mendapatkan data dalam penelitian. Metode yang diterapkan pada penelitian ini adalah hasil triangulasi yang menurut Sugiyono (2013) berisi cakupan dari tiga hal meliputi wawancara, pengamatan serta dokumentasi. Ketiga proses tersebut digunakan dalam penelitian ini. Selain pengamatan, wawancara mendalam secara berulang dilakukan untuk mendapatkan hasil yang relevan, sahih dan handal. Pendokumentasian hasil pengamatan dan wawancara dilakukan secara bertahap, melalui transkripsi, kategorisasi dan tabulasi, sehingga membentuk kesimpulan berupa interpretasi, untuk menemukan makna dan ukuran data. Proses tersebut dirangkum dalam matriks berikut.
Matriks proses penelitian
Dimensi Konsep tingkat penguasaan modal insani
kewirausahaan
Skill Knowledge
Observasi Wawancara Observasi Wawancara
Pendidikan Formal Pendidikan Informal - Wirausaha - Wirausaha Praktek Bisnis Modal Intelektual a. Technical ✓ Wirausaha Karyawan ✓ Wirausaha Karyawan b. Managerial ✓ Wirausaha Karyawan ✓ Wirausaha Karyawan c. Entrepreneurial ✓ Wirausaha Karyawan ✓ Wirausaha Karyawan d. Personal Maturity ✓ Wirausaha Karyawan ✓ Wirausaha Karyawan
Modal Sosial ✓ Wirausaha
Karyawan Customer
✓ Wirausaha
Karyawan Customer
22 Teknik Analisis Data
Tujuan utama penelitian ini adalah menguji hipotesis perbedaan tingkat penguasaan modal insani diantara wirausaha yang bidang pendidikannya sesuai dengan bidang usahanya dengan wirausaha yang bidang pendidikannya tidak sesuai dengan bidang usahanya. Berhubung data hasil pengukuran konsep modal insani bersifat kualitatif, berada pada aras ukur ordinal yang dikuantifikasi sementara melalui pemberian skor sehingga menjadi interval (kuantitatif).
Konsep yang diteliti meliputi kesesuaian bidang pendidikan dengan bidang usaha pada aras ukur nominal, sehingga datanya kualitatif. Sedangkan konsep modal insani berada pada aras ukur ordinal, sehingga datanya juga kualitatif, namun dalam penelitian ini dilakukan proses scoring dengan metode Likert Scale pada rentang 1-10 agar terdapat spectrum pilihan yang lebih luas dan independen (Joshi et al, 2015). Kategorisiasi skala pilihan tersebut digunakan untuk mengukur tingkat penguasaan modal insani, sebagai berikut:
Skor Kategori
1-2 Sangat tidak menguasai
3-4 Tidak menguasai
5-6 Cukup menguasai
7-8 Menguasai
9-10 Sangat menguasai
Proses scoring dilakukan dengan expert judgement yang melibatkan peneliti dan pembimbing. Proses ini dimungkinkan karena telah terjadi akumulasi pengetahuan lapangan yang dimiliki oleh peneliti dari (1) proses magang usaha dan penelitian selama satu tahun di perusahaan kerajinan ukir kuningan, dan dari (2) proses pengamatan dan komunikasi intensif dengan pemilik usaha kerajinan mebel yang berstatus saudara.
Uji hipotesis statistik beda rata-rata skor tingkat penguasaan modal insani tersebut menggunakan teknik analisis statistik nonparametrik dengan uji t-test independen. Pada tingkat
23
signifikansi 5% jika probabilitas kesalahan (p-value) dari t-test independen <5% maka Ho ditolak. Rumus t-test independen tersebut sebagai berikut:
Proses perhitungan nilai t-test dan p value dibantu dengan aplikasi SPSS.
Secara ringkas, prosedur pengumpulan data, pengolahan data, pengukuran konsep/variabel hingga huji hipotesis digambarkan dalam bagan berikut.
Gambar 2. Proses Penelitian
Tahap 4. Uji Hipotesis (beda rata-rata) Tahap 2. Pengolahan Data:
1. Pemetaan Data/Info 2. Kategorisasi Data/ Info 3. Komparasi Obyek
Tahap 3. Proses Pengukuran Konsep 1. Diskusi hasil komparasi 2. Tabulasi indikator kunci 3. Scoring (Expert judgment) Tahap 1. Pengumpulan Data:
1. Observasi 2. Wawancara 3. Pendokumentasian
24 PEMBAHASAN
Penelitian ini akan membandingkan modal insani kedua wirausaha yang memiliki usaha sejalan dengan bidang pendidikannya dan wirausaha yang memiliki usaha tidak sejalan dengan bidang pendidikannya. Modal insani dilihat dari modal intelektual dan modal sosial yang dimiliki wirausaha. Kemudian data yang dikumpulkan akan di analisis menggunakan metode triangulasi. Tahap reduksi data, pertama hasil wawancara ditabulasi berdasarkan indikator empirisnya (lampiran). Kemudian setelah ditabulasi, langkah berikutnya adalah meringkas skill dan knowledge pada setiap dimensi. Tahap ketiga adalah memberikan skor pada skill dan knowledge disetiap dimensi. Setelah proses reduksi data, kemudian data akan dibandingkan menggunakan grafik dan akan diuji dengan t-test dengan alat bantu SPSS.
Setiap indikator akan diberikan nilai berdasarkan skill dan knowledge yang dimiliki oleh obyek 1 dan obyek 2. Setelah diberi skor kemudian akan dianalisis dan oleh expert judgements dengan spektrum 1-10.
Tabel 1. Matriks Capability Dimensi Technical
Dimensi Capability Skill Knowledge Technical Operational Keterampilan untuk menghasilkan produk dan melakukan layanan.
Ibu Romiyatun: Ibu Romi
berlatarbelakang pendidikan seni rupa, mampu mengkonsep
dan mendesain produk baru hingga
mengoperasionalkannya dalam bentuk prototipe maupun
produk nyata.
Bapak Joko: Bapak Joko
memiliki latarbelakang sarjana ekonomi, cukup menguasai
untuk membuat prototipe maupun produk nyata. Dalam hal keterampilan operasional skor untuk Ibu
Romiyatun: 8 dan Bapak Joko: 7
Ibu Romiyatun: memiliki
pengetahuan tentang proses operasional dari input hingga output mendapatkan
pengetahuan dari pendidikan yang dilakukan
Bapak Joko: mengetahui
proses operasional pembuatan mebel, sejak
sekolah sudah ikut membantu orang tua dalam
mengelola mebel. Dalam hal pengetahuan tentang operasional skor untuk Ibu Romiyatun: 8
25
Lanjutan 1. Tabel 1. Matriks Capability Dimensi Technical
Dimensi Capability Skill Knowledge Bahan Baku Keterampilan untuk mengolah dan mendapatkan bahan
baku dalam proses produksi.
Ibu Romiyatun: Mampu
untuk menilai dan memilih bahan yang cocok digunakan
dalam produksi, memiliki lahan untuk menyediakan kayu
yang dibutuhkan.
Bapak Joko: kurang memiliki
keterampilan dalam pengolahan bahan baku, mendelegasikan kepada
karyawan
Dalam hal keterampilan untuk pengolahan bahan baku skor
Ibu Romiyatun: 9 dan Bapak Joko: 5
Ibu Romiyatun: sudah
mencoba berbagai macam kayu sebagai bahan produk untuk mencari kayu terbaik
yang cocok digunakan.
Bapak Joko: menyediakan
beberapa pilihan kayu untuk customer yang akan
memesan mebel, memberikan keterangan bagi calon customer tentang
kelebihan dan kekurangan kayu yang akan digunakan
sebagai bahan mebel Dalam hal pengetahuan pengolahan bahan baku skor
Ibu Romiyatun: 8 dan Bapak Joko: 6 Tempat Produksi Keterampilan melakukan penataan tempat dan mencocokkan kebutuhan dengan bahan yang tersedia.
Ibu Romiyatun: menata
tempat produksi agar dapat berjalan efektif dan efisien, menyediakan bahan baku
diruangan produksi agar mempermudah operasional
Bapak Joko: menata tempat
produksi dan tempat penyediaan bahan baku, tempat lingkungan usaha satu
lingkungan dengan pemotongan dari log kayu Dalam hal penataan tempat
produksi skor Ibu
Romiyatun: 6 dan Bapak Joko: 5
Ibu Romiyatun : memiliki
pengetahuan tentang penataan tempat produksi
Bapak Joko: memiliki
pengetahuan dalam penataan tempat agar proses
produksi bisa efektif dan efisien
Dalam hal penataan tempat produksi skor Ibu
Romiyatun: 6 dan Bapak Joko: 5
26
Tabel 2. Matriks Capability Dimensi Managerial
Dimensi Capability Skill Knowledge Managerial Manajemen Kemampuan untuk melakukan Planing, Organising, Actuating dan Controling
Ibu Romiyatun: planning
organising actuating dan controlling dikerjakan sendiri,
karyawan hanya ditugaskan dalam pengerjaan produk,
Bapak Joko: berlatarbekalang
pendidikan ekonomi manajemen, POAC tertata
dengan rapi, controlling didelegasikan kepada
karyawan Dalam hal keterampilan
manajemen skor ibu
romiyatun: 6 dan Bapak Joko: 7
Ibu Romiyatun :
berlatarbelakang pendidikan seni membuat kemampuan manajemen kurang, sedikit memiliki ilmu manajemen karena pernah mengambil pendidikan STIE meskipun
tidak selesai.
Bapak Joko : menguasai
manajemen usaha karena memiliki pendidikan ekonomi di universitas, meskipun mendelegasikan
kepada karyawan tetap memiliki standard untuk
karyawan yang didelegasikan Dalam pengetahuan manajemen skor ibu romiyatun : 3 dan bapak
joko : 8
Perlengkapan Usaha
Keterampilan untuk menggunakan alat dan
mengidentifikasi alat yang dibutuhkan.
Ibu Romiyatun: dapat
menggunakan peralatan produksi dengan lancar, mengerjakan sendiri produk
khusus
Bapak Joko: dapat
menggunakan peralatan dan perlengkapan produksi mebel, pengerjaan mebel sedikit lebih lama dibandingkan karyawan karena kurang terbiasa dalam
pengerjaan produk secara langsung. Dalam hal penggunaan
peralatan skor Ibu
Romiyatun: 9 dan Bapak Joko: 4
Ibu Romiyatun:
pengetahuan penggunaan peralatan didapatkan saat memiliki toko material
Bapak Joko: memiliki
pengetahuan penggunaan alat dan peralatan , bapak joko memikirkan peralatan
terbaru untuk mempermudah dalam
proses diperlukan pembuatan mebel Dalam hal penggunaan
peralatan skor Ibu
Romiyatun: 7 dan bapak Joko: 8
27
Lanjutan 1. Tabel 2. Matriks Capability Dimensi Managerial
Dimensi Capability Skill Knowledge Pemasaran Kemampuan untuk mengidentifikasi permintaan pelanggan dan distribusi
Ibu Romiyatun: melakukan
pemasaran dengan jaringan yang didapatkan saat mengelola toko material yang
dimiliki. Membuka jaringan baru dengan menawarkan produk dan turun langsung
lapangan
Bapak Joko: karena sibuk
dalam pekerjaan lainnya sebagai guru, tidak memiliki
waktu untuk turun langsung dalam pemasaran. Bapak Joko
membuat showroom untuk menampilkan produk yang
telah dibuat.
Dalam hal pemasaran skor Ibu
Romiyatun: 7 Bapak Joko: 3
Ibu Romiyatun: memiliki
pengetahuan pemasaran produk karena turun langsung menawarkan
produk ke konsumen
Bapak Joko: memiliki
pengetahuan pemasaran yang didapatkan melalui
pendidikan formal Dalam pengetahuan pemasaran skor Ibu
Romiyatun: 5 dan Bapak Joko: 7
Finansial
Kemampuan untuk mengelola sumber
daya uang
Ibu Romiyatun: keuangan
dikelola dan dikerjakan sendiri,
Bapak Joko: pengelolaan
keuangan sedikit rumit karena catatan keungan yang diberikan oleh karyawan hanya berupa kertas kecil Dalam finansial skor Ibu
Romiyatun: 6 dan Bapak Joko: 5
Ibu Romiyatun:
pengetahuan pengelolaan keuangan kurang karena tidak didapatkan melalui
pendidikan formal
Bapak Joko: memiliki
pengetahuan pengelolaan keuangan yang didapatkan melalui pendidikan formal Dalam finansial skor Ibu
Romiyatun: 3 dan Bapak Joko: 8
Legal
Kemampuan bentuk usaha dan manajemen
risiko
Ibu Romiyatun: melakukan
pengawasan terhadap karyawan, pesanan khusus
dikerjakan sendiri
Bapak Joko: mengawasi
pengerjaan produk dengan menugaskan kepada karyawan,
memberikan arahan atau saran kepada calon customer agar
tidak salah memilih bahan Dalam legal skor Ibu
Romiyatun: 8 bapak joko: 4
Ibu Romiyatun: kurang
mengerti tentang cara meminimalisir risiko,
Bapak Joko: memberikan
penjelasan kepada customer agar tidak salah memilih bahan yang akan digunakan
sebagai mebel Dalam hal legal skor Ibu
Romiyatun: 5 dan Bapak Joko: 7
28
Lanjutan 2. Tabel 2. Matriks Capability Dimensi Managerial
Dimensi Capability Skill Knowledge Administrasi Kemampuan menjalin hubungan dengan orang dalam lingkungan kerja
Ibu Romiyatun: mendapatkan
kemampuan administrasi saat mengerjakan usaha pigura, kemampuan tidak didapatkan
saat sekolah formal
Bapak Joko: memiliki
karyawan banyak tetapi hanya mendelegasikan kepada
beberapa orang saja Dalam hal administrasi skor
Ibu Romiyatun: 8 bapak Joko: 7
Ibu Romiyatun: kurang
memiliki pengetahuan administrasi karena
pengetahuan yang didapatkan saat turun
lapangan
Bapak Joko: pengetahuan
administrasi memadai karena memiliki kemampuan dalam
manajerial Dalam pengetahuan administrasi skor Ibu
Romiyatun: 6 Bapak Joko: 7
Higher Order Penyelesaian masalah
dan pelajaran yang didapatkan
Ibu Romiyatun:
menyelesaikan masalah dengan mencari akar
permasalahan,
Bapak Joko: memiliki
keterampilan dalam penyelesaian masalah Dalam higher order skor Ibu
Romiyatun: 7 Bapak Joko: 2
Ibu Romiyatun: secara
informal mendapat pengetahuan cara penyelesaian masalah,
Bapak Joko: memiliki
pengetahuan dalam penyelesaian masalah Dalam higher order skor
Ibu Romiyatun: 5 Bapak Joko: 6
29
Tabel 3. Matriks Capability Dimensi Entrepreneurial
Dimensi Capability
Skill Knowledge
Entrepreneurial Konsep Bisnis
Kemampuan untuk menciptakan
inovasi baru dalam produk
Ibu Romiyatun: memiliki
kemampuan mengembangkan usaha dengan mencipatakan
produk yang sama dengan harga yang berbeda.
Bapak Joko: bisnis
dijalankan untuk membantu sesama, karena pekerjaan utamanya adalah seorang
guru
Dalam hal konsep bisnis skor
Ibu Romiyatun: 8 Bapak Joko: 4
Ibu Romiyatun : memiliki
pengetahuan untuk mengembangkan bisnis,
karena ingin
mengekspresikan hobi dalam bidang seni
Bapak Joko : memiliki
pengetahuan untuk mengembangkan bisnis, karena merupakan warisan
dari orang tua
Dalam hal konsep bisnis skor
Ibu Romiyatun: 8 Bapak Joko: 7 Lingkungan Usaha Kemampuan melakukan scanning pada lingkungan sekitar untuk melihat peluang yang ada
Ibu Romiyatun: melihat
sesuatu yang tidak dilihat oleh orang lain, pergi berjalan
jalan untuk mencari inspirasi produk
Bapak Joko: kurang mampu
untuk melihat kebutuhan pasar, kebanyakan pembuatan
produk berdasar permintaan customer
Dalam hal lingkungan usaha skor Ibu Romiyatun: 8
Bapak Joko: 5
Ibu Romiyatun: memiliki
pengetahuan untuk melihat peluang, karena sering pergi
berjalan jalan
Bapak Joko: kurang
memiliki pengetahuan dalam melihat peluang Dalam hal lingkungan usaha
skor Ibu Romiyatun: 9
30
Lanjutan 1. Tabel 3. Matriks Capability Dimensi Entrepreneurial
Dimensi Capability Skill Knowledge Networking Kemampuan menjalin hubungan atau relasi dengan karyawan, customer, dan supplier. Ibu Romiyatun : menganggap karyawan sebagai mitra kerja dengan memberikan kesempatan jika
memiliki ide yang berkaitan dengan usaha, tidak terlambat
saat pembayaran dengan supplier dan tidak terlambat
dalam pengerjaan produk.
Bapak Joko : memberi
kebebasan bagi karyawan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan cara mereka masing masing, tidak
membatasi kreatifitas karyawan
Dalam hal networking skor
Ibu Romiyatun: 9 Bapak Joko: 7
Ibu Romiyatun: memiliki
pengetahuan untuk menjalin relasi dengan orang lain
Bapak Joko: memiliki
pengetahuan untuk menjalin relasi dengan karyawan dan
customer
Dalam networking skor Ibu
Romiyatun: 8 Bapak Joko: 7
Tabel 4. Matriks Capability Dimensi Personal Maturity
Dimensi Capability Skill Knowledge Personal Maturity Self Awareness Kemampuan refleksi diri untuk
kematangan emosi
Ibu Romiyatun: pergi
berjalan ke tempat lain untuk menenangkan diri
Bapak Joko: sering
begadang mengawasi asset yang dirumah dengan
merefleksikan diri Skor untuk Ibu Romiyatun:
9 Bapak Joko: 6
Ibu Romiyatun: memiliki
pengetahuan dalam mengendalikan emosi
Bapak Joko: memiliki
pengetahuan untuk mengendalikan emosi agar
tidak terjadi permasalahan yang berlanjut Skor untuk Ibu Romiyatun:
31
Lanjutan 1. Tabel 4. Matriks Capability Dimensi Personal Maturity
Dimensi Capability
Skill Knowledge
Accountability Tanggung jawab
atas masalah yang ada dalam
usaha
Ibu Romiyatun: sebagai
bentuk tanggung jawab kepada customer maka memperbaiki produk yang
ada kecacatannya
Bapak Joko: memperbaiki
produk yang rusak, jika tidak bisa diperbaiki akan dibuatkan produk yang baru
Skor Ibu Romiyatun: 8
Bapak Joko: 7
Ibu Romiyatun:
memperbaiki produk sebagai tanggung jawab kepada customer, agar customer merasa dilayani dengan baik.
Ibu romi mengetahui cara agar customer tidak pergi
kepada kompetitor
Bapak Joko: memperbaiki
produk, mengganti yang baru jika memang harus diganti.
Bapak Joko lebih memilih rugi daripada mengecawakan
customer Skor Ibu Romiyatun: 8
Bapak Joko: 7 Emotional Coping Kematangan emosi dalam membuat keputusan ketika terjadi masalah
Ibu Romiyatun: memberikan
sanksi sesuai pelanggaran yang dilakukan. Berupa teguran lisan, potongan gaji
dan dipecat jika sudah berkaitan dengan kriminalitas
Bapak Joko: membiarkan
karyawan jika melakukan kecurangan asalkan tidak terlalu berdampak bagi usaha
Skor Ibu Romiyatun: 6
Bapak Joko: 5
Ibu Romiyatun: memiliki
pengetahuan untuk pengambilan keputusan karena otoritas dikendalikan
oleh ibu romi sendiri
Bapak Joko: kurang
memiliki pengetahuan untuk pengambilan keputusan, kurang tegas karena merasa tidak enak kepada karyawan
Skor Ibu Romiyatun: 8
Bapak Joko:7 Creativity Cara kreatif dalam penyelesaian masalah
Ibu Romiyatun: mampu
menyelesaiakan masalah dengan mencari cara yang
kreatif, melihat akar dari masalah dan dicari cara
penyelesainnya
Bapak Joko: menyelesaikan
masalah dengan asas kekeluargaan, mengalah daripada terjadi keributan Dalam kreatifitas skor Ibu
Romiyatun: 9 Bapak Joko: 5
Ibu Romiyatun: memiliki
pengetahuan yang kreatif untuk menyelesaikan masalah, selalu berfikir out
of the box Bapak Joko: kurang
memiliki pengetahuan dalam penyelesaian masalah, terpaku dengan beberapa cara penyelesaian yang biasa
digunakan
Dalam kreatifitas skor Ibu
Romiyatun: 10 Bapak Joko: 4
32
Tabel 5. Matriks Capability Dimensi Modal Sosial
Dimensi Indikator Capability
Skill Knowledge
Modal Sosial Trust
Dukungan finansial yang diberikan oleh keluarga dan lingkungan sekitar
Ibu Romiyatun: Dukungan
finansial sebagian besar diberikan oleh kredit bank. Dukungan yang diberikan oleh keluarga dengan membantu dalam proses pengerjaan produk. Suami ibu romi memiliki kemampuan dalam proses pemotongan kayu dan pengecatan.
Bapak Joko: Finansial
didapatkan dari warisan orang tua dan berasal dari bapak joko sendiri. Keluarga tidak terlalu terlibat dalam operasional usaha, tetapi memberikan dukungan secara non material kepada bapak joko.
Skor untuk Ibu Romiyatun:
8 dan Bapak Joko: 7
Ibu Romiyatun: memiliki
pengetahuan untuk menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh keluarga dan pihak bank, membayar sesuai tepat waktu.
Bapak Joko: memanfaatkan
warisan dari orangtua untuk dikembangkan diusaha, menggunakan materi pribadi untuk pengembangan tanpa membebankan kepada keluarga
Skor untuk Ibu Romiyatun:
33
Lanjutan 1. Tabel 5. Matriks Capability Dimensi Modal Sosial
Dimensi Capability Skill Knowledge Associational Activities Dukungan yang diberikan dari jaringan yang dimiliki
Ibu Romiyatun: menjaga
hubungan dengan relasi toko material yang dimiliki, sehingga saat memiliki usaha pigura dan kuningan ibu romi sudah memiliki beberapa relasi. Dukungan jaringan yang diberikan berupa bantuan bahan baku dan penyediaan peralatan. Ibu romi memperkerjakan karyawan dari tetangga lingkungan sekitar.
Bapak Joko: mendapatkan
jaringan sebagian besar dari ayah obyek 2. Saat usaha masih dipegang oleh ayahnya, obyek 2 sudah membantu dalam usaha furniturenya. Dukungan pemberian bahan baku berupa log kayu yang siap diolah oleh obyek 2. Skor untuk Ibu Romiyatun :
7 dan Bapak Joko: 6
Ibu Romiyatun: mampu
menjalin relasi dengan supplier saat memiliki toko material untuk membangun relasi yang lebih luas untuk pengembangan usaha.
Bapak Joko: ikut dalam
organisasi guru untuk membuka jaringan pasar yang baru, sebelumnya jaringan hanya berasal dari orang tua.
Skor Ibu Romiyatun: 6 dan
Bapak Joko: 7
Civic Norms Dukungan moril yang didapatkan
Ibu Romiyatun: menjadikan
tetangga sebagai karyawan bebas / freelance untuk membantu perekonomian tetangga lingkungan sekitar, tetangga juga memberikan kontribusi bagi usaha Romiyatun.
Bapak Joko: mampu
menjaga hubungan dengan asas kekeluargaan,
menganggap usaha adalah ladang bersama dengan karyawan untuk diolah dan kerjakan bersama. Lebih memilih untuk menyelesaikan masalah tanpa perselisihan meski merugikan diri sendiri. Skor untuk Ibu Romiyatun:
7 dan Bapak Joko: 7
Ibu Romiyatun: mengerti
bahwa tanpa adanya dukungan dari lingkungan sekitar akan berdampak bagi usaha, menjadikan tetangga sebagai karyawan sebagai bentuk salah satu menjalin hubungan dengan lingkungan sekitar.
Bapak Joko: membantu
kebutuhan lingkungan sekitar dengan memberikan apa yang dibutuhkan lingkungan tempat tinggal, lingkungan juga mendukung Joko untuk menjalankan bisnis furniture. Skor untuk Ibu Romiyatun:
34 Pemberian Skor Pada Setiap Indikator
Tabel 6. Skor penilaian berdasarkan indikator setiap dimensi.
Wirausaha yang memiliki pendidikan sesuai bidang usahanya (obyek 1) dan wirausaha yang pendidikannya tidak sesuai dengan bidang usahanya (obyek 2).
No Dimensi Indikator Skor
Obyek 1 Obyek 2
Skill Knowledge Skill Knowledge
1 Technical Operasional 8 8 7 6 Bahan Baku 9 8 5 6 Tempat Produksi 6 6 5 5 Perlengkapan Usaha 9 7 4 8 2 Managerial Manajemen 6 3 7 8 Pemasaran 7 5 3 7 Finansial 6 3 5 8 Legal 8 5 4 7 Administrasi 8 6 7 7 Higher order 7 5 2 6
3 Entrepreneurial Konsep Bisnis 8 8 4 7
Lingkungan Usaha 8 9 5 6 Networking 9 8 7 7 4 Personal Maturity Self Awareness 9 8 6 6 Accountability 8 8 7 7 Emotional Coping 6 8 5 7 Creativity 9 10 8 4
5 Modal Sosial Trust 8 6 7 8
Associational Activities
8 6 6 7
35 Perbandingan obyek 1 dan obyek 2
Perbandingan modal insani kedua obyek dilihat dari sisi modal intelektual dan modal sosial. Dalam modal intelektual terdapat 17 indikator yang dikelompokkan menjadi 4 dimensi yaitu technical, managerial, entrepreneurial dan personal maturity. Perbandingan dilakukan terhadap wirausaha yang memiliki pendidikan sesuai dengan bidang usahanya (obyek 1) dan wirausaha yang memiliki pendidikan tidak sesuai dengan usahanya (obyek 2). Dimensi operasional, dalam sisi skill wirausaha yang sesuai lebih baik dibandingkan wirausaha yang tidak sesuai karena wirausaha yang sesuai turun langsung di usahanya. Sehingga wirausaha yang sesuai mengerti keadaan sesungguhnya dilapangan. Obyek 1 juga melakukan pengawasan dari awal hingga akhir produksi, sedangkan wirausaha yang tidak sesuai (obyek 2) kurang memahami karena obyek 2 mendelegasikan kepada karyawan yang dipercayainya. Obyek 2 memiliki pengetahuan tentang operasional karena sudah ikut membantu orang tua saat sekolah. Dalam pengolahan bahan baku obyek 1 lebih memiliki skill dibandingkan obyek 2, tetapi pengetahuan obyek 2 tentang bahan baku lebih tinggi dikarenakan sejak sekolah sudah ikut orang tua untuk bernegosiasi dengan penjual kayu untuk memilih kayu sebagai bahan mebel. Untuk tempat produksi obyek 2 lebih tinggi daripada obyek 1 karena obyek 2 memiliki skill dan pengetahuan untuk penataan tempat produksi agar proses produksi bisa efisien dan efektif. Obyek 1 lebih memiliki skill dan pengetahuan dalam penggunaan peralatan dan perlengkapan produksi karena obyek 1 membantu pengerjaan produk, sedangkan obyek 2 kurang memiliki skill untuk penggunaan alat tetapi obyek 2 memiliki pengetahuan dalam penggunaan peralatan. Obyek 2 memiliki pengetahuan untuk pencipataan peralatan terbaru yang dapat membantu dalam pengerjaan produk. Dimensi operasional lebih tinggi wirausaha yang pendidikan sesuai dengan bidang usahanya karena wirausaha yang sesuai (obyek 1) mendapatkan skill dan knowledge saat obyek 1 menempuh pendidikan formal dan mengasah kemampuannya secara informal.
Manajemen obyek 2 lebih baik dibandingkan obyek 1 dari sisi pengetahuan. Obyek 2 memiliki pengetahuan tentang manajemen yang didapatkan saat kuliah bidang ekonomi. Oleh karena itu planning, organising, actuating dan directing lebih terstruktur dibandingkan obyek 1. Pemasaran obyek 2 juga lebih memiliki pengetahuan dibandingkan obyek 1. Skill pemasaran obyek 1 lebih tinggi dibandingkan obyek 2 karena obyek 1 memasarkan produk kepada customer sendiri. Pengetahuan tentang pengelolaan finansial obyek 1 lebih rendah dibandingkan obyek 2