• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVES

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVES"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)

PADA MATERI LITHOSFER MATA PELAJARAN GEOGRAFI SISWA KELAS X IPS SMA NEGERI 1 MALANG

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

OLEH

NIKMATUL ISTIKHOMAH 14317108365

UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS ILMU SOSIAL

(2)

i

Puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat taufiq, dan hidayah-Nya sehingga PTK ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, yang telah menuntun manusia dari jaman jahiliyah menuju jaman penuh rahmat ini.

Penulisan PTK ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak tersebut, diantaranya adalah:

1. Drs Budi Handoyo, M.Si selaku dosen pembimbing lapangan yang telah memberi bimbingan serta pengarahan terbaik dalam penyusunan PTK ini.

2. Rochmad Priyanto,S.Pd selaku guru pamong yang telah memberikan banyak waktu, serta bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan PTK ini.

3. Anis Isrofin, M.Pd, selaku Kepala SMA Negeri 1 yang telah memberikan ijin untuk melakukan penelitian, serta siswa-siswa SMA Negeri 5 Malang yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.

4. Keluarga besar Mbah Marijan-Mbah Sukiran di Trenggalek dan keluarga besar Tarbiyah yang selalu mendukung penulis dalam menggapai mimpi

5. Keluarga besar PPG SM3T angkatan 3 dan keluarga besar PPG Geografi UM

6. Teman seperjuangan PPL PPG di SMAN 1 Malang serta teman-teman observer yang telah meluangkan waktunya untuk menjadi observer di dalam PTK ini

Penulis menyadari bahwa dalam PTK ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran selalu diharapkan untuk perbaikan ke depan. Akhirnya, penulis berharap semoga PTK ini dapat bermanfaat bagi semua. Amiin.

Malang, Oktober 2015

(3)
(4)

iii

KATA PENGANTAR ...i

LEMBAR PENGESAHAN ...ii

DAFTAR ISI...iii

DAFTAR TABEL...v

DAFTAR GAMBAR ...vi

(5)

iv

C. Manfaat Penelitian ...5

D. Ruang Lingkup ...5

E. Definisi Operasional ...6

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Berpikir Kritis ...7

1. Konsepsi Berpikir kritis ...7

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berpikir Kritis ...13

3. Penilaian Kemampuan Berpikir Kritis...14

4. Prinsip Pembuatan Soal Berpikir Kritis Berdasarkan Taksonomi Bloom ...14

B. Model Pembelajaran Group Investigation (GI) ...17

1. Konsepsi Model Pembelajaran Group Investigation ...18

2. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Group Investigation...19

3. Langkah-langkah Pelaksanaan Model Pembelajaran Group Investigation ... 22

C. Keterkaitan Model Pembelajaran Group Investigation (GI) dengan Kemampuan Berpikir Kritis ...26

D. Kajian Penelitian Terdahulu ...29

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian dan Rancangan Penelitian...31

B. Kehadiran Peneliti ...33

C. Lokasi penelitian...33

D. Subjek Penelitian ...34

E. Data dan Sumber Data ...34

F. Instrumen Penelitian ...34

G. Teknik Pengumpulan Data ...35

H. Teknik Analisis Data ...35

I. Prosedur Penelitian ...37

BAB IV PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Paparan Data ...49

B. Analisa Data...65

C. Temuan Penelitian ...55

BAB V PEMBAHASAN ...70

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ...76

B. Saran...76

DAFTAR RUJUKAN ...78

(6)

v

(7)

vi

2.1 Diagram Keterkaitan Model Pembelajaran Group Investigation dengan

Kemampuan Berpikir Kritis... 28

3.1 Spiral Penelitian Tindakan Kelas... 32

4.1 Grafik Presentasi Ketuntasan Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Pra Siklus... 45

4.2 Grafik Ketuntasan Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siklus I... 54

4.3 Grafik Ketuntasan Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siklus II... 64

4.4 Grafik Peningkatan Rata-Rata Nilai Tes Kemampuan Berpikir Kritis... 66

4.5 Grafik Peningkatan Ketuntasan Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X IPS... 67

(8)

vii

1. Rekapitulasi Nilai Tes Kemampuan Berbikir Kritis Siswa Kelas X IPS

Pra Siklus……… 80

2. Soal Pra Siklus………... 81

3. Kunci Jawaban Pra Siklus……….. 82

4. Pedoman Penskoran Soal Pra Siklus……….. 83

5. Contoh Jawaban Siswa Pada Soal Pra Siklus……… 85

6. RPP Siklus I………... 86

7. Ringkasan Materi Siklus I………. 97

8. Pembagian Kelompok Investigasi Siklus I……… 103

9. Lembar Investigasi Kelompok Siklus I………. 104

10. Kisi Kisi Soal Tes Berpikir Kritis Siklus I……… 105

11.Soal Tes Siklus I……… 106

12.Kunci Jawaban Tes Siklus I……….. 107

13.Pedoman Penskoran Tes Siklus I……….. 110

14.Lembar Jawaban Siswa Tes Siklus I……… 112

15. Contoh Jawaban Siswa Pada Tes Siklus I……… 113

16. Rekapitulasi Nilai Tes Berpikir Kritis Siklus I………. 115

17. Lembar Observasi Kemampuan Berpikir Kritis Siklus I………. 116

18. Contoh Hasil Observasi Kemampuan Berpikir Kritis Siklus I…………. 119

19. Rekapitulasi Hasil Observasi KemampuanBerpikir Kritis Siklus I…… 120

20. Lembar Observasi Keterlaksanaan Kegiatan Pembelajaran Siklus I…… 121

21. Contoh Hasil Observasi Keterlaksanaan Kegiatan Pembelajaran Siklus I. 127 22. RPP Siklus II……….. 130

23. Ringkasan Materi Siklus II………. 145

24. Pembagian Kelompok Investigasi Siklus II……… 153

25. Lembar Investigasi Kelompok Siklus II………. 154

26. Kisi Kisi Soal Tes Berpikir Kritis Siklus II……… 158

27. Soal Tes Siklus II……… 159

28. Kunci Jawaban Tes Siklus II……….. 161

29. Pedoman Penskoran Tes Siklus II……….. 163

30. Lembar Jawaban Tes Siklus II……… 165

31. Contoh Jawaban Siswa Pada Tes Siklus II………. 166

32. Rekapitulasi Nilai Tes Berpikir Kritis Siklus II………. 167

33. Lembar Observasi Kemampuan Berpikir Kritis Siklus II……….. 168

34. Contoh Hasil Observasi Kemampuan Berpikir Kritis Siklus II…………. 171

35. Rekapitulasi Hasil Observasi Kemampuan Berpikir Kritis Siklus II…… 172

36. Lembar Observasi Keterlaksanaan Kegiatan Pembelajaran Siklus II…... 173

(9)

1 A. Latar Belakang Masalah

Setiap bidang kehidupan selalu mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman. Salah satu bidang yang mengalami perubahan secara cepat dan pesat adalah pendidikan. Perubahan dalam bidang pendidikan tersebut mengakibatkan semua pihak membutuhkan informasi yang melimpah dan cepat dari berbagai sumber. Sumber yang digunakan untuk memperoleh informasi perlu dipilih secara selektif. Informasi dari berbagai sumber yang terpilih perlu diolah dengan efektif dan efisien. Apabila siswa terbiasa memilih dan berusaha mengolah informasi yang telah diperoleh, maka mereka akan terlatih untuk memecahan masalah, berpikir kritis, kreatif, sistematis, dan logis, Depdiknas (dalam Fachrurazi, 2011:76).

Kemampuan memecahkan masalah, berpikir kritis, kreatif, sistematis, dan logis sangat dibutuhkan untuk menghadapi berbagai perubahan dalam perkembangan zaman. Beberapa kemampuan tersebut termasuk dalam kompetensi masa depan yang harus dimiliki oleh siswa. Sumarmi (2013:3) menjelaskan bahwa salah satu kompetensi masa depan yang harus dimiliki oleh siswa adalah kemampuan berpikir kritis.

Kemampuan berpikir kritis perlu dilatih agar siswa lebih terbiasa untuk melakukannya. Selaras dengan pendapat (Dewi, 2011:1) bahwa siswa perlu dibiasakan untuk berpikir kritis agar mereka memperoleh banyak manfaat. Pihak pemerintah sebenarnya juga sudah menuntut guru untuk melatih siswanya untuk berpikir kritis. Pernyataan ini sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomer 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi kelulusan bahwa setiap siswa diharapkan dapat menunjukkan kemampuannya untuk berpikir kritis dan logis.

(10)

(2001: 20) menyatakan bahwa pembelajaran geografi dapat mengembangkan kemampuan intelektual tiap orang atau secara khusus para siswa yang mempelajarinya. Dengan demikian, Geografi memiliki peran untuk melatih siswa dalam berpikir dan mengembangkan keterampilannya.

Keberhasilan pengembangan keterampilan siswa dalam pembelajaran salah satunya dapat ditentukan oleh pemilihan model pembelajaran yang digunakan. Pemilihan model pembelajaran yang tepat sangat dibutuhkan untuk melatih keterampilan berpikir siswa. Keterampilan berpikir diartikan sebagai kecakapan yang dimiliki seseorang dalam menggunakan beberapa metode yang berfungsi untuk menyelesaikan masalah (Sidharta, 2005: 7).

Salah satu kemampuan berpikir yang perlu dimiliki oleh siswa adalah berpikir tingkat tinggi. Keterampilan berpikir kritis termasuk dalam jenis keterampilan berpikir tingkat tinggi, Johnshon (dalam Suprapto, 2008: 1). Salah satu model pembelajaran alternatif yang dapat membidik kemampuan berpikir kritis dan meningkatkan kerjasama siswa dalam bekerja kelompok adalah Group Investigation (Fachrurazi, 2011: 81).

Kemampuan menyampaikan pendapat dengan disertai bukti yang relevan termasuk wujud dari kemampuan berpikir kritis. Hal ini selaras dengan pendapat Fisher (2009) bahwa dibutuhkan kemampuan berkomunikasi yang baik disertai bukti relavan agar dapat dikatakan sebagai pemikir kritis. Latihan untuk menyampaikan pendapat agar mampu berkomunikasi dengan baik dapat diwujudkan dalam sebuah diskusi kelompok karena akan terjadi pertukaran ide dari masing-masing anggota. Pertukaran ide tersebut dapat terjadi karena setiap siswa dituntut untuk mampu berkomunikasi (Riadi, 2012: 1).

Perbedaan ide yang terjadi dalam setiap diskusi dari setiap anggota kelompok merupakan hal yang biasa terjadi. Kondisi semacam ini mengajak siswa untuk berusaha mengahargai pendapat. Model pembelajaran Group Investigation mampu melatih siswa menghargai pendapat orang lain dan memperoleh banyak informasi dari sebuah diskusi (Sumarmi, 2012: 127).

(11)

menumbuhkan ketertarikan siswa dalam belajar. Dari hasil penelitian Zingaro (2008: 1) dijelaskan bahwa rasa ketertarikan dalam belajar akan mampu meningkatkan prestasi, motivasi, dan mengembangkan interaksi sosial siswa. Interaksi sosial dapat tumbuh dari kegiatan komunikasi dan sikap saling menghargai pendapat anggota kelompok.

Keunggulan lain yang dapat diperoleh dari penerapan model pembelajaran Group Investigation adalah mengajak siswa untuk mengenal lingkungan sekitarnya. Apabila siswa telah mengenal lingkungan mereka akan peka terhadap masalah-masalah di sekitarya dan berusaha untuk mencari alteranatif solusi untuk menyelesaikannya (Sumarmi, 2012: 124). Keterkaitan pembelajaran dengan lingkungan tersebut merupakan wujud dari interaksi langsung dengan sumber belajar.

Pemanfaatan sumber belajar dapat membantu kelancaran pembelajaran. Sumber belajar terbagi menjadi dua macam, yaitu sumber yang sengaja dibuat dan dipergunakan untuk membantu pembelajaran dan sumber lainnya yang digunakan tanpa rancangan karena telah ada di sekeliling kita (Muhtadi, 2006: 4). Sumber belajar yang sengaja dibuat, misalnya modul, slide, audio sedangkan yang telah ada di sekeliling kita, misalnya hutan, sawah, ataupun sungai. Di dalam pelaksanaannya model pembelajaran Group Investigation memanfaatakan kedua sumber belajar tersebut (Sumarmi, 2012: 124).

Pembagian kelompok dilakukan setelah penentuan topik masalah. Langkah tersebut disesuaikan dengan urutan pelaksanaan model pembelajaran Group Investigation. Slavin (2005: 218-219) menjelaskan bahwa langkah-langkah model pembelajaran Group Investigation dapat dilakukan dengan mengidentifikasi topik dan mengatur murid ke dalam kelompok, melaksanakan investigasi, menyiapkan laporan akhir, presentasi, serta evaluasi.

(12)

yakni dapat memecahkan masalah-masalah lingkungan, Sumaatmaja (1988). Pendapat tersebut didukung oleh hasil penelitian Tejeda (2002), Dumas (2003), Konberg dan Gifin (2000), (dalam Arnyana, 2006: 501) bahwa ”salah satu model pembelajaran yang dapat melatih siswa untuk berpikir kritis adalah Group Investigation”.

Demikian pula yang terjadi di SMAN 1 Malang, berdasarkan observasi awal yang dilakukan pada tanggal 05 dan 07 September 2015 dikelas X IPS belum menunjukkan adanya pembelajaran yang dapat melatih siswa berpikir secara kritis. Pembelajaran Geografi yang berlangsung selama ini

menggunakan metode ceramah, pemberian tugas dan kerja kelompok. Metode yang digunakan kurang melatih siswa berfikir kritis dalam proses

pembelajaran. Hal ini terlihat dari kegiatan pembelajaran yang ada di kelas didominasi guru sehingga siswa hanya menerima materi yang diberikan oleh guru, jarang secara mandiri berupaya memperoleh pengetahuan, sehingga dampaknya interaksi antara siswa dengan siswa belum optimal.

Berdasarkan pengamatan dan wawancara tidak tersruktur dengan guru mata pelajaran ditunjukkan dengan 15 siswa dari 26 siswa yang berpartisipasi dalam proses pembelajaran sedangkan siswa yang lain hanya diam, berbicara sendiri dengan teman sebangku dan cenderung pasif, sehingga mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Berdasarkan nilai hasil belajar, rata-rata masih rendah dengan rata-rata kelas yang dicapai hanya 63,59 dari Standar Ketuntasan Minimal 78.

(13)

Berdasarkan penjelasan di atas peneliti ingin menerapkan pembelajaran Group Investigation pada siswa kelas X IPS SMA Negeri 1 Malang untuk meningkatkan ketrampilan berpikir secara kritis pada siswa karena kemampuan ketrampilan berfikir siswa masih rendah.

B. Tujuan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka tujuan penelitian tindakan kelas ini adalah penerapan model pembelajaran Group Investigation untuk peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas X IPS SMAN 1 Malang pada mata pelajaran Geografi materi Litosfer.

C. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat, kepada:

1. Guru Geografi

Sebagai bahan pemikiran dan rujukan dalam melakukan tindakan kelas untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation.

2. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi kepada pihak sekolah dalam usaha peningkatan kualitas pembelajaran.

3. Peneliti Lanjut

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk referensi atau rujukan pada penelitian lain dengan menggunakan model, materi, atau tempat yang berbeda.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Menyadari adanya keterbatasan waktu dan tenaga, maka perlu diadakan pembatasan-pembatasan masalah yang diteliti dalam ruang lingkup tertentu yang memungkinkan pemecahannya. Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Malang dengan subyek penelitian adalah siswa kelas X IPS semester ganjil tahun

(14)

dalam penelitian ini adalah berfikir kritis siswa pada mata pelajaran Geografi kelas X IPS SMA Negeri 1 Malang.

E. Definisi Operasional

Definisi operasional dari variabel dalam peneltian ini adalah.

1. Berpikir kritis merupakan kemampuan siswa untuk merumuskan masalah dan menjawab pertanyaan, memberikan argumen disertai saran, memberikan penjelasan dimulai dari hal umum ke khusus, melakukan evaluasi berdasarkan fakta, memberikan solusi alternatif dari masalah, dan membuat kesimpulan yang diwujudkan berupa skor/nilai dengan menggunakan rentang nilai 1-4. 2. Group Investigation merupakan sebuah model pembelajaran yang dilakukan

(15)

7

KAJIAN PUSTAKA

A. BERPIKIR KRITIS

Untuk mengkaji lebih dalam tentang pengaruh penerapan model

Pembelajaran Group Investigation terhadap kemampuan berfikir kritis siswa kelas X IPS materi litosfer di SMA Negeri 1 Malang diperlukan beberapa teori yang relevan sebagai landasan dalam penelitian. Teori-teori yang dijabarkan

disesuaikan dengan variabel penelitian yang digunakan. Oleh sebab itu, perlu penjabaran teori tentang berpikir kritis sebagai variabel terikat yang meliputi (a) Konsepsi Berpikir Kritis (b) Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kemampuan Berpikir Kritis (c) Penilaian Kemampuan Berpikir Kritis (d) Prinsip Pembuatan Soal Berpikir Kritis Berdasarkan Taksonomi Bloom.

1. Konsepsi Berpikir Kritis

Kemampuan berpikir kritis dapat dimulai dari penyelesaian masalah kecil yang ada di sekitar kita, misalnya berusaha untuk menyelesaikan tugas dengan tepat waktu dan mengerjakannya secara maksimal. Penyelesaian masalah

semacam ini dibutuhkan kemampuan berpikir kritis dari dalam diri siswa. Sesuai dengan pendapat Fachrurazi (2011: 81)bahwa ”berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan

(16)

Melatih kemampuan berpikir kritis siswa berarti mengarahkannya untuk berusaha menggali informasi, sehingga dapat menambah pengetahuan yang dimiliki. Informasi tersebut dapat diperoleh dari sumber belajar yang digunakan. Pengetahuan yang dimiliki siswa dari beragam sumber belajar dapat

mempermudah mereka dalam mengambil keputusan dan tidak membuatnya gegabah, sehingga akan memperoleh hasil yang sesuai harapan.

Sumber belajar yang dimanfaatkan siswa berfungsi untuk menemukan fakta-fakta, sehingga dapat mendukung pendapatnya. Di sisi lain, argumen dari seorang siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis akan menjadi lebih terpercaya, jika diambil dari hasil penelitian. Hal ini sesuai dengan pendapat Fisher (2009: 9) bahwa dalam berpikir kritis dituntut adanya evaluasi terhadap observasi, komunikasi, dan sumber-sumber informasi lainnya.

Hasil yang diperoleh dari berbagai sumber informasi dibutuhkan keterampilan berkomunikasi dan bukti yang relevan agar argumen yang dimiliki dapat tersampaikan dengan baik. Bukti-bukti untuk memperoleh informasi yang mendukung argumen dapat diperoleh dengan cara observasi ataupun wawancara (Fisher, 2009: 10). Di dalam kegiatan wawancara dibutuhkan kemampuan komunikasi yang baik dan dianggap relevan agar hasilnya akurat.

(17)

bereksperimen. Seseorang yang bersifat imajinatif dapat ditunjukkan dari kegiatannya yang mampu berkhayal dan membayangkan hal-hal yang belum pernah terjadi, namun tetap dapat membedakan antara khayalan dan kenyataan.

Seorang siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis berusaha menyampaikan pendapatnya dan menyertakan sumber untuk memperkuat setiap argumen yang dimilikinya. Kemampuan berpikir kritis dapat pula dilihat dari kemampuan siswa untuk mengetahui kemampuan temannya, bersikap sensitif, menahan diri dari sifat impulsif, bersikap terbuka dan selalu mencari kejelasan, serta mampu bersikap akurat, Marzano (dalam Sidharta, 2005: 10). Maksud dari bersikap akurat adalah menyampaikan informasi yang dijelaskan sesuai dengan fakta dan dipertegas dengan bukti-bukti yang sesuai.

Seseorang yang melatih dirinya untuk berpikir kritis, maka akan memperoleh manfaat dari kegiatannya itu. Beberapa kelebihan yang dapat

diperoleh dari melatih kemampuan berpikir kritis menurut Ennis (2010: 1), yaitu: Is open-minded and mindful of alternatives; Desires to be, and

is, well-informed; Judges well the credibility of sources; Iden-tifies reasons, assumptions, and conclusions; Judges well the quality of an argument, including its reasons, assumptions,evi-dence, and their degree of support for the con-clusion.

(18)

Manfaat lain yang dapat diperoleh adalah siswa dapat mengidentifikasi, memberi tanggapan, dan membuat kesimpulan dari suatu masalah yang ada. Semua pendapat yang disampaikan siswa tergolong baik dan berkualitas,

mencakup semua sumber dan bukti/fakta yang dapat dipercaya. Hal penting lain yang dapat diperoleh adalah siswa akan berusaha mempertimbangkan pendapat, asumsi, fakta, dan hal-hal lain untuk mendukung saat membuat kesimpulan.

Perlu adanya proses dan tahapan untuk mengetahui pencapaian

kemampuan berpikir kritis seseorang. Menurut Brookfield (2012: 1) proses dasar berpikir kritis meliputi:

(1) Identifying the asumption that frame our thinking and de-termine our action (2) checking out the degree to which this assumption are accurate or valid (3) looking at our ideas and decisions (intellectual, organizational, and personal) from several different perspectives, (4) on the basic of all this,taking informed actions.

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa diperlukan kemampuan mengidentifikasi asumsi untuk menentukan tindakan yang harus dilakukan. Kegiatan yang perlu dilakukan setelah mengidentifikasi asumsi adalah memeriksa keakuratannya serta melihat ide-ide dan keputusan dari pandangan yang berbeda. Kegiatan yang perlu dilakukan selanjutnya adalah mengambil tindakan

berdasarkan informasi yang diperoleh.

(19)

Melatih dan mendorong siswa untuk selalu berusaha memberikan pendapatnya berdasarkan fakta-fakta dan bukti yang akurat sangat dibutuhkan agar mereka terbiasa berpikir kritis. Dengan kemampuannya tersebut, seseorang siswa juga akan mampu memberikan alternatif pemecahan masalah yang

berfungsi untuk menyelesaikan masalah. Hal ini akan membuat kemampuan seseorang terus berkembang serta mendorongnya untuk membuat kesimpulan dan mengambil sebuah keputusan, serta memberikan alternatif solusi dari masalah yang ada.

Guru harus mampu membimbing dan mengarahkan siswa agar mereka memiliki kemampuan berpikir kritis dengan baik. Oleh sebab itu, guru perlu menerapkan cara pembelajaran khusus agar siswa mampu mencapai kemampuan berpikir kritis. Amri (2012: 33) menjelaskan bahwa ada empat ciri khas cara mengajar untuk mencapai kemampuan berpikir kritis, yaitu:

Meningkatkan interaksi di antara para siswa, mengajukan pertanyaan (open-ended); Memberikan waktu yang memadai kepada siswa untuk memberikan refleksi terhadap pertanyaan yang diajukan atau masalah-masalah yang diberikan; Meng-ajarkan penggunaan kemampuan yang baru saja diperoleh terhadap situasi-situasi dan pengalaman yang dimiliki para siswa (teaching for transfer).

Diperlukan landasan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan berpikir kritis dari seseorang. Menurut Glaser (dalam Fisher, 2009: 10)

keterampilan berpikir kritis dapat dilihat dari beberapa kemampuannya. Beberapa kemampuan untuk mengetahui keterampilan berpikir kritis seorang siswa sebagai berikut.

(20)

ba-hasa yang tepat, jelas, dan khas, menganalisis data, menilai fakta dan mengevaluasi pertanyaan-pertanyaan, mengenal adanya hu-bungan yang logis antara masalah-masalah, menarik kesimpulan, menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan yang diambil oleh seseorang, menyusun kembali pola-pola keyakinan berdasarkan pengalaman yang lebih luas, dan membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dengan kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari.

Kemampuan berpikir kritis dapat diketahui dari beberapa aspek. Dari beberapa aspek tersebut dibagi ke dalam beberapa indikator kemampuan berpikir kritis. Indikator berpikir kritis yang digunakan untuk penelitian dan sesuai dengan model pembelajaran Group Investigation sebagai berikut.

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis

Sumber: Modifikasi dari Ennis (dalam Agustina, 2012:20)

Penemuan indikator keterampilan berpikir kritis dapat diungkapkan melalui aspek-aspek kegiatan dalam definisi berpikir kritis. Indikator-indikator pada tabel 2.1 dalam prakteknya dapat bersatu padu membentuk sebuah kegiatan atau terpisah-pisah hanya beberapa indikator saja (Umami, 2010). Beberapa kegiatan tersebut mengindikasikan bahwa perilakunya masuk dalam kriteria berpikir kritis.

No Kemampuan Berpikir Kritis Indikator

1. Merumuskan masalah Merumuskan permasalahan dan memberi arah

untuk memperoleh jawaban

2. Memberikan argumen Memberikan argumen disertai saran

3. Melakukan deduksi Memberikan penjelasan dimulai dari hal umum

ke khusus

4. Melakukan Induksi Membuat simpulan terkait masalah

5. Melakukan evaluasi Melakukan evaluasi berdasarkan fakta

(21)

2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kemampuan Berpikir Kritis

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk menjadi seseorang yang mampu berpikir kritis. Haskins (2002: 1) menjelaskan bahwa faktor yang

memengaruhi kemampuan berpikir kritis, yaitu: sifat berpandangan terbuka, sehat skeptisisme, intelektual kerendahan hati, gratis pemikiran, dan motivasi tinggi. Sifat berpandangan terbuka dan motivasi yang tinggi yang dimiliki siswa akan mempermudah mereka untuk menyampaikan pendapat sebagai salah satu cara untuk melatih kemampuan berpikir kritis serta menerima saran dari orang lain.

Seorang pemikir kritis harus tidak mudah ditipu dan selalu berpikiran terbuka. Oleh sebab itu, perlu adanya usaha untuk mencari fakta-fakta yang akurat, sumber informasi, dan penalaran yang mendukung pendapatnya

(Sumarmi, 2012: 126). Makna dari memiliki kerendahan hati intelektual berarti mengikuti sementara pendapat yang baru saja diakuisisi, kemudian

mempersiapkan untuk memeriksa bukti-bukti baru untuk mendukung pendapat yang ada.

Seorang pemikir kritis juga harus menjadi pemikir bebas. Kemampuan ini dapat dilihat dari keinginannya untuk tidak percaya terhadap isu dari tekanan sosial tanpa adanya bukti yang relevan. Kemampuan berpikir bebas yang dimiliki siswa akan membantu mereka untuk menyelesaikan masalah secara lebih obyekif, menyeluruh, dan sesuai bukti serta fakta yang sesuai.

Pemikir yang kritis juga harus memiliki rasa ingin tahu untuk

(22)

membaca dan tetap belajar. Hal ini nantinya akan mendorong siswa untuk mencapai tingkat pemahaman yang cukup sebelum membuat keputusan.

3. Penilaian Kemampuan Berpikir Kritis

Menentukan nilai siswa dengan mengolah skor menggunakan pendekatan Penilaian Acuan Patokan (PAP). PAP digunakan untuk membuat keputusan penilaian, guru memanfaatkan kriteria tertentu untuk memutuskan penilaian siswa secara adil dan obyektif. Penilaian digunakan untuk dasar pertimbangan membuat keputusan (Purwanto, 2005: 25). Khusus untuk fungsi ini dan fungsi lain yang sangat penting, sebaiknya digunakan pendekatan PAP agar hasilnya lebih akurat.

Berdasarkan pendapat tersebut penilaian kemampuan berpikir kritis dalam penelitian ini menggunakan PAP dengan rumus Model I. Berdasarkan rumus Model I skor kemampuan berpikir kritis siswa dihitung dengan menggunakan persamaan dari perbandingan antara jumlah skor yang dapat

diperoleh siswa dan jumlah skor maksimal ideal kemudian dikalikan dengan nilai maksimal yang digunakan, yaitu 100 (Purwanto, 2010: 16).

4. Prinsip Pembuatan Soal Berpikir Kritis Berdasarkan Taksonomi Bloom Pembuatan soal untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa perlu disesuaikan dengan kata kerja kerja operasional di dalam taksonomi Bloom. Menurut Dimyati (2006: 21) kebaikan taksonomi Bloom ini terletak pada rincinya jenis perilaku yang terkait dengan kemampuan internal dan kata-kata kerja

(23)

Di dalam ranah kognitif merupakan tujuan pendidikan yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek kecerdasan dan intelektual yang meliputi aspek- aspek kognitif pada diri seseorang, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir. Ranah kognitif dinyatakan dengan skor disertai deskripsi kompetensi dasar yang telah dicapai atau belum. Ranah kognitif taksonomi Bloom (dalam Dimyati, 2006: 26) mempunyai enam tingkatan

kemampuan, dari yang paling sederhana hingga paling kompleks, yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

Pada tingkatan pengetahuan (C1) mencakup kemampuan mengenali dan mengingat tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Hal yang diukur meliputi kemampuan untuk mengenali dan mengingat istilah, definisi, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metodologi, dan prinsip dasar yang telah dipelajari sebelumnya. Kata kerja operasional yang digunakan, yaitu

menyebutkan, menghafal, mengulang, mengurutkan, mengaitkan, dan menyusun. Kemampuan memahami (C2) dapat terwujud karena adanya

keterampilan menjabarkan materi lain. Pemahaman juga dapat ditunjukkan dengan kemampuan memperkirakan kecenderungan, kemampuan meramalkan akibat-akibat dari berbagai penyebab suatu gejala. Kata kerja operasional yang dapat digunakan yaitu memperkirakan, menjelaskan, mengkategorikan,

mencirikan, menghitung, menguraikan, mencontohkan, menerangkan, dan mengemukakan.

(24)

situasi konkret, nyata, atau baru. Kata kerja yang digunakan, misalnya menerapkan, menggunakan, memilih, menentukan, atau menafsirkan.

Analisa merupakan kemampuan untuk menguraikan materi ke dalam bagian-bagian yang lebih terstruktur dan mudah dimengerti dan masuk dalam kategori C4. Kemampuan lain yang perlu dimiliki adalah menganalisis informasi yang masuk dan membagi-bagi atau menstrukturkan informasi ke dalam bagian yang lebih kecil untuk mengenali pola atau hubungannya. Keterampilan

menganalisa juga dapat dilihat dari kemampuan untuk mengenali serta

membedakan faktor penyebab dan akibat dari sebuah skenario yang rumit. Kata kerja yang digunakan, misalnya membedakan, membandingkan, mengkritik, mengkategorikan, menganalisis, memecahkan, mendeteksi, mendiagnosis, mengkorelasikan, atau menelaah.

Sintesis merupakan kemampuan untuk mengumpulkan bagian-bagian menjadi suatu bentuk yang utuh dan menyeluruh dan tergolong C5. Kemampuan sintesis menekankan pada perilaku kreatif dengan mengutamakan perumusan perilaku atau struktur baru dan unik. Kata kerja operasional yang dapat digunakan, misalnya mengabstraksi, mengkategorikan, mengkode, mengombinasikan,

menyusun, mengarang, membangun, menanggulangi, menghubungkan, meru-muskan, menggeneralisasi, menggabungkan, atau memadukan.

(25)

Kata kerja yang dapat digunakan, misalnya menilai, mengarahkan, mengkritik, menimbang, memutuskan, memisahkan, memprediksi, mengukur, mendukung, memilih, dan memproyeksikan.

Keenam ranah tersebut bersifat hierarkhis, yang berarti mencakup pengetahuan dengan kriteria rendah hingga tinggi. Tingkatan kemampuan

terendah harus dimiliki terlebih dahulu sebelum mempelajari perilaku yang lebih tinggi. Hal ini dapat dimisalkan untuk dapat menganalisis siswa harus memiliki pengetahuan, pemahaman, menerapkan.

Keterampilan yang perlu dicapai, agar siswa dapat dikategorikan mampu berpikir kritis adalah membandingkan, menganalisis, dan memecahkan masalah. Beberapa kategori kemampuan tersebut sesuai dengan ranah kognitif C4 yakni menganalisa. Hal ini dipertegas oleh pendapat Lipman (dalam Kuswana 2012: 20) bahwa ”berpikir kritis menyerupai analisis (C4) dalam taksonomi Bloom”. Oleh sebab itu, acuan pembuatan soal kemampuan berpikir kritis adalah ranah kognitif C4 dan pembuatannya disesuaikan dengan indikator-indikator berpikir kritis.

B. MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION

Variabel bebas dari penelitian ini adalah model pembelajaran Group Investigation. Untuk mengkaji lebih dalam tentang Group Investigation

(26)

1. Konsepsi Model Pembelajaran Group Investigation

Berdasarkan namanya Group Investigation merupakan sebuah model pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok. Salah satu manfaat

pembelajaran secara berkelompok adalah terjadinya pertukaran pendapat dari salah satu anggota kelompok dengan yang lain. Sebagaimana dijelaskan oleh Slavin (2005: 215) bahwa komunikasi antara teman sekelas akan memperoleh hasil yang baik jika dilakukan dalam kelompok kecil.

Pelaksanaan model pembelajaran Group Investigation dibutuhkan kekompakkan dalam kerja kelompok. Hal ini sesuai dengan pendapat Utari (2009: 3) bahwa model pembelajaran Group Investigation membutuhkan kerja sama kelompok yang biasanya terdiri dari 5 hingga 6 siswa. Di dalam kelompok tersebut para anggotanya menyelesaikan tugas untuk memecahkan masalah berdasarkan topik yang telah ditentukan.

Topik-topik masalah yang dibahas dalam kelompok dipilih oleh anggota kelompok dalam diskusinya. Slavin (2005: 218) menjelaskan para siswa dalam kelompok mengusulkan sejumlah topik lalu mempelajarinya. Hal ini berarti setelah memperoleh topik, mereka akan membahasnya sesuai dengan topik yang dipilih. Di sisi lain, penentuan topik juga dapat dilakukan oleh guru, sehingga siswa dapat langsung membahas topik yang telah terpilih. Alasan ini diperjelas oleh Sumarmi (2012: 130) bahwa guru dapat memilih suatu topik untuk dibahas dalam diskusi kelompok atau dibentuk kelompok terlebih dahulu kemudian siswa diminta menentukan topiknya sendiri.

(27)

seperti yang dijelaskan oleh Sumarmi (2012: 131) bahwa model pembelajaran Group Investigation melibatkan kelompok kecil yang di dalamnya terdapat diskusi kemudian setiap kelompok mendapat kesempatan untuk

mempresentasikan hasil kerjanya. Dengan adanya presentasi dari setiap kelompok, maka akan dapat menambah informasi kepada siswa yang lain.

2. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Group Investigation Pemilihan model pembelajaran yang akan digunakan pada setiap proses belajar mengajar perlu disesuaikan dengan materi dan kondisi siswa. Pemilihan model juga disesuaikan dengan tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Hal yang lebih penting adalah disesuaikan dengan kelebihan dan kekurangan dari model pembelajaran.

Diskusi kelompok yang terjadi di dalam model pembelajaran Group Investigation akan mendorong siswa untuk belajar mandiri dan berusaha untuk menyampaikan pendapatnya. Hal ini juga akan dapat melatih mereka untuk menghargai pendapat dari siswa lain. Sumarmi (2012: 127) menjelaskan bahwa penerapan model pembelajaran Goup Investigation menghasilkan beberapa keuntungan, yaitu:

(28)

Manfaat lain yang dapat diperoleh dari penerapan model pembelajaran Group Investigation adalah melatih tanggung jawab setiap siswa untuk

memberikan kontribusi dalam penyelesaian tugas kelompok. Hal ini sesuai dengan pendapat Sumarmi (2012: 127) yang menjelaskan bahwa setiap anggota kelompok wajib menyelesaikan tugas masing-masing sesuai dengan persetujuan kelompok. Dengan demikian, akan lebih baik jika setiap anggota kelompok mendapatkan soal yang berbeda, sehingga masing-masing anggota memiliki tanggung jawab untuk menyelesaikan tugas.

Belajar di dalam kelompok akan melatih siswa untuk bekerjasama dan bertukar pikiran, sehingga mampu meningkatkan prestasi mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Sharan (dalam Sumarmi, 2012: 127) yang menjelaskan bahwa ”penerapan model pembelajaranGroup Investigation mampu meningkatkan prestasi belajar siswa”. Untuk mampu bertukar pikiran, maka siswa diharapkan

berusaha mencari hal-hal baru secara mandiri salah satunya dengan cara membaca buku.

Dari beberapa pendapat yang telah dijelaskan, model pembelajaran Group Investigation dapat mendorong siswa untuk aktif dalam menyampaikan pendapat sesuai dengan masalah yang saat itu dibahas. Dengan menerapkan model

(29)

Di sisi lain, penerapan model pembelajaran Group Investigation juga memiliki kekurangan jika diterapkan di dalam kelas. Menurut Sumarmi (2012: 127) kelemahan dari pembelajaran kooperatif Model Group Investigation yaitu:

Group Investigation tidak ditunjang oleh adanya hasil pene-litian yang khusus; Proyek-proyek kelompok sering melibat-kan siswa-siswa yang memiliki kemampuan lebih karena me-reka lebih mampu mengarahkan belajar meme-reka sendiri; Group Investigation terkadang memerlukan pengaturan si-tuasi dan kondisi yang berbeda, jenis materi yang berbeda, dan gaya mengajar yang berdeda pula; Keadaan kelas tidak selalu memberikan lingkungan fisik yang baik bagi kelompok kecil karena antara kelompok satu dengan kelompok yang lain terlalu dekat sehingga diskusi kelompok tidak dapat ber-jalan dengan baik maka saling mengganggu; dan keberhasilan model Group Investigation bergantung pada kemampuan sis-wa memimpin kelompok atau bekerja mandiri.

Berdasarkan pernyataan tersebut, pelaksanaan model pembelajaran Group Investigation dapat mengakibatkan diskusi kurang berjalan dengan baik dan sesuai dengan kaidah diskusi, karena tempat duduk dari tiap kelompok yang berdekatan. Hal ini dikhawatirkan akan terjadi saling contoh dalam mengerjakan tugas. Kegiatan diskusi pada model pembelajaran Group Investigation juga cenderung didominasi oleh siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedangkan siswa yang memiliki kemampuan lebih rendah akan bersikap pasif.

(30)

Masih ada beberapa kekurangan lain dari model pembelajaran Group Investigation. Slavin (2010: 216-217) menyebutkan kelemahan Group

Investigation sebagai berikut.

(1) Model pembelajaran yang paling kompleks (2) Guru ha-rus membuat model komunikasi dan sosial sesuai dengan apa yang diharapkan siswa (3) Sebagian aspek yang berhubungan dengan kurikulum mungkin tidak dapat disesuaikan dengan Group Investigation (4) Sulit memperoleh dan mengamati siswa yang kurang aktif dikelas.

Kelemahan lain dari model pembelajaran Group Investigation

berhubungan dengan alokasi waktu yang digunakan. Pendapat ini dikemukan oleh Shachar, dkk. (2004: 69-87).

Group investigation as a learning strategy is not always ap-propriate, however. In situations where time is limited, when students may be too young or not have the skills to collect a variety of resources independently, the teacher may wish to provide appropriate resources for each group.

Dari kelebihan dan kelemahan tersebut akan dijadikan guru sebagai upaya untuk memaksimalkan pelaksanaan pembelajaran dengan model

pembelajaran Group Investigation. Guru akan menggunakan kelebihan model pembelajaran Group Investigation dalam pelaksanaan untuk dapat

memaksimalkan kemampuan berpikir kriitis siswa. Di sisi lain, kelemahan model pembelajaran Group Investigation dapat digunakan guru sebagai acuan agar kelemahan tersebut tidak menjadi hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran geografi yang memanfaatkan model pembelajaran ini.

(31)

model pembelajaran Group Investigation dapat dilakukan melalui enam tahapan, yaitu mengidentifikasi topik dan mengatur murid ke dalam kelompok,

melaksanakan investigasi, menyiapkan laporan akhir, mempresentasikan laporan akhir, dan melaksanakan evaluasi”. Untuk memperoleh topik yang akan dibahas dan diinvestigasi, guru dapat memberikan kesempatan kepada siswa menemukan topik sendiri ataupun guru yang mempersiapkannya (Sumarmi, 2012: 130).

Pendapat lain menjelaskan bahwa pelaksanaan model pembelajaran Group Investigation dimulai dengan membagi kelompok. Kegiatan selanjutnya adalah guru memilih topik tertentu yang di dalamnya terdapat masalah untuk dibahas dan diselesaikan. Setelah topik dan permasalahannya telah disepakati, guru meminta siswa untuk melakukan diskusi kelompok (Suprijono, 2011: 25). Diskusi yang dilakukan diharapkan dapat membantu siswa untuk bertukar pendapat dan berbagi informasi.

Ada lima tahapan dalam pelaksanaan model pembelajaran Group Investigation. Kelima tahapan dalam pelaksanaan model pembelajaran Group Investigation, yaitu (1) membentuk kelompok dan mengidentifikasi topik (2) melakukan perencanaan kelompok (3) melaksanakan investigasi (4) menganalisis hasil dan membuat laporan (5) menyajikan laporan (Sumarmi, 2012: 130). Dalam tiap tahapan model Group Investigation guru berperan sebagai pengarah dan membantu jalannya diskusi, serta evaluator, sehingga siswa dapat memahami materi saat model pembelajaran ini dilaksanakan (Alifah, 2011: 1).

(32)

penyelesaian masalah akan segera dapat teratasi jika dibahas atau dikerjakan secara bersama-sama. Masalah yang akan dipecahkan atau diselesaikan telah dirumuskan dari diskusi di kelas besar setelah menentukan topik-topik

permasalahan. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Suprijono (2011: 25) bahwa setiap kelompok mengerjakan tugas dengan metode invetigasi, lalu berusaha mengumpulkan, menganalisis, mensintesis data, hingga membuat kesimpulan.

Di dalam penyelesaian tugas kelompok ini guru memberikan waktu kepada setiap kelompok untuk menyelesaikan tugasnya. Kemudian, masing-masing kelompok akan diminta untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka. Setiap siswa diharapkan akan memperoleh berbagai pengetahuan dari diskusi yang telah dilaksanakan. Sebagaimana dijelaskan oleh Suprijono (2011: 25) bahwa pada tahap diskusi akan terjadi intersubyektif dan obyektivikasi pengetahuan yang terbangun di dalam kelompok.

(33)

Suatu kegiatan evaluasi bernilai baik jika dilakukan di akhir kegiatan pembelajaran. Hal ini berfungsi untuk mengetahui kemampuan siswa setelah pembelajaran, khususnya setelah pelaksanaan model pembelajaran Group Investigation. Hal ini dipertegas oleh Suprijono (2011) bahwa perlu adanya evaluasi untuk mengetahui assesmen individual setelah pelaksanaan model pembelajaran Group Investigation.

Hasil evaluasi ditentukan dari keberhasilan pelaksanaan model pembelajaran pada tiap langkah-langkah kegiatannya. Penelitian ini akan

melaksanakan langkah-langkah model pembelajaran Group Investigation sesuai dengan pendapat Slavin (2005: 218). Langkah-langkah model pembelajaran yang akan dilaksanakan adalah membentuk kelompok, dan meminta siswa menemukan topik masalah yang akan dibahas dan diselesaikan.

(34)

C. KETERKAITAN MODEL PEMBELAJARAN GROUP INVESTIGATION TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS

Bentuk pembelajaran akan tergambar secara khas ketika guru menyajikan materi sejak awal hingga akhir. Penyajian materi oleh guru akan menjadi lebih sempurna jika dilakukan dengan menerapkan suatu pendekatan, metode, dan teknik mengajar yang terbungkus menjadi sebuah model pembelajaran. Di dalam model pembelajaran tersebut terdapat langkah-langkah (sintaks) pembelajaran, (Yuliana, 2011: 16).

Langkah-langkah pembelajaran perlu diperhatikan sebelum

melaksanakan sebuah model. Group Investigation sebagai salah satu model pembelajaran secara umum memiliki langkah-langkah pembelajaran, meliputi (1) identifikasi topik masalah dan membagi siswa ke dalam kelompok belajar (2) merencanakan tugas-tugas belajar (3) melakasanakan investigasi (4) menyiapkan laporan (5) menyajikan/mempresentasikan laporan (6) melaksanakan evaluasi (Slavin, 2005: 218-219). Berdasarkan langkah-langkah tersebut jelas bahwa setiap langkah kegiatan dari model pembelajaran Group Investigation dapat melatih kemampuan siswa untuk berpikir. Dalam hal ini berarti belajar untuk berpikir mencari topik masalah, mencari alternatif pemecahan masalah, menyampaikan ide, hingga menghargai pendapat orang lain.

Group Investigation merupakan salah satu model pembelajaran yang dilakukan secara berkelompok. Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan

(35)

memberikan hasil yang baik (Slavin, 2005: 215). Sebagaimana dijelaskan oleh Suprijono (2011: 25) bahwa pada tahap diskusi akan terjadi intersubyektif dan obyektivikasi pengetahuan yang terbangun di dalam kelompok, sehingga mampu memberikan pengaruh positif dalam sebuah diskusi.

Kemampuan berpikir seseorang perlu dilatih secara terus menerus agar senantiasa berkembang. Kemampuan berpikir kritis merupakan suatu kompetensi yang harus dilatihkan pada peserta didik, karena kemampuan ini sangat

diperlukan dalam kehidupan (Mahmud, 2013: 2). Kesempatan berpikir yang dimiliki oleh siswa berarti sebuah peluang untuk mereka dalam memecahkan masalah dan mewujudkan kemampuan pengembangan berpikirnya (Sidharta, 2005: 10).

Model pembelajaran yang dilandasi oleh filosofi pendidikan dari Dewey ini memiliki beberapa strategi untuk melatih kemampuan berpikir kritis. Strategi yang digunakan untuk melatih kemampuan berpikir kritis memiliki langkah-langkah yang hampir sama dengan sintaks Group Investigation. Bonie dan Potts (dalam Amri, 2012: 25) menjelaskan bahwa ”ada tiga buah strategi untuk mengajarkan kemampuan berpikir kritis, yaitu: building categories (membuat klasifikasi), finding problem (menemukan masalah), dan enhanching the environment (mengkondusifkan lingkungan)”.

(36)

Melatih siswa untuk dan mencari bukti/fakta dari beberapa sumber belajar untuk memperkuat pendapatnya

Mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan baik, serta memiliki sikap rendah hati

Group Investigation Kemampuan Berpikir Kritis

Memanfaatkan sumber belajar

Mengajak siswa untuk saling bekerja sama dan menghargai pendapat, serta mengarahkannya untuk berpikir kritis

Memiliki rasa ingin tahu dan berusaha menggali informasi dari berbagai sumber

Malang tahun ajaran 2007/2008 (Devi, 2008). Hasil penelitian tersebut senada dengan hasil penelitian Tejeda (2002), Dumas (2003), Konberg dan Gifin (2000) (dalam Arnyana, 2006: 6) bahwa ”salah satu model pembelajaran yang dapat melatih siswa untuk berpikir kritis adalah Group Investigation”.

Kerangka berpikir kaitan model pembelajaran Group Investigation terhadap kemampuan berpikir kritis dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.1 Diagram Keterkaitan Model Pembelajaran Group Investigation dengan Kemampuan Berpikir Kritis

(37)

Alternatif pemecahan masalah yang diberikan akan sesuai jika seorang siswa memiliki pemikiran yang terbuka dan bersedia menerima saran dan pendapat orang lain untuk mendukung argumennya. Berbagai sumber belajar, yang digunakan dalam pelaksanaan model pembelajaran Group Investigation dan mencari fakta/bukti yang akurat dapat melatih kemampuan berpikir kritis siswa.

D. KAJIAN PENELITIAN TERDAHULU

Model pembelajaran yang dilandasi oleh filosofi pendidikan dari Dewey, dinamika kelompok dari Lewin, dan teori konstruktivistik dari Piaget ini dapat diterapkan pada berbagai jenis materi, baik yang bersifat fisik ataupun sosial. Hal ini terbukti dari beberapa penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya bahwa model pembelajaran Group Investigation dapat dilakukan pada mata pelajaran Fisika. Dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa model pembelajaran Group Investigation dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa pada mata pelajaran Fisikadi SMA Negeri Ngoro Jombang (Sayidatutakhiyati, 2010).

Pada bidang sosial, model pembelajaran Group Investigation pernah diujicobakan dalam mata pelajaran Sejarah. Penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan ketrampilan berfikir kritis tersebut dilakukan pada siswa kelas VIII.2 SMP Negeri 6 Malang. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Devi (2008) penerapan model Group Investigation dapat

meningkatkan kemampuan berfikir kritis kelas siswa VIII.2 SMP Negeri 6 Malang tahun ajaran 2007/2008.

(38)

Group Investigation ini masuk dalam kompetensi dasar menganalisis. Beberapa materi dalam Geografi yang pernah disampaikan dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation yaitu materi Sumber Daya Alam. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dijelaskan bahwa penerapan model pembelajaran Group Investigation (GI) berpengaruh terhadap hasil belajar Geografi siswa kelas XI khususnya pada materi Sumber Daya Alam (Almarumi, 2011).

Materi lain dalam mata pelajaran Geografi yang pernah diujicobakan dengan menggunakan model pembelajaran Group Investigation adalah lingkungan hidup serta lithosfer dan pedhosfer. Berdasarkan hasil penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa keaktifan belajar siswa pada materi lingkungan hidup mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II (Kurniawan, 2012).

Penelitian lain dilakukan oleh Prastiwi (2011) menunjukkan bahwa aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi lithosfer dan pedhosfer mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II.

(39)

44

PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN

A. PAPARAN DATA

Paparan data dalam penelitian ini meliputi deskripsi kegiatan pra siklus, tindakan siklus I dan II. Berikut pemaparannya:

1. Pra Siklus

Kegiatan pada pra siklus ini meliputi observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran geografi di kelas X IPS serta wawancara dengan guru geografi yang mengajar untuk mengetahui permasalahan pembelajaran geografi di SMA Negeri 1 Malang, khususnya di kelas X IPS . Berdasarkan observasi yang dilaksanakan pada bulan Agustus semester gasal tahun ajaran 2015/2016, diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis siswa masih rendah. Hal ini tampak dari hasil tes kemampuan berpikir kritis yang dilakukan pada tanggal 22

September 2015, rata-rata nilai yang diperoleh sebesar 70.33 dengan hasil ketuntasan sebesar 64.00%. Hasil ketuntasan siswa masih belum mencapai standar ketuntasan yang ditentukan, yaitu 85% (rekapitulasi nilai tes pra siklus siswa tercantum pada lampiran 1 sedangkan soal tes kemampuan berpikir kritis pra siklus tercantum pada lampiran 2). Berikut disajikan pada tabel 4.1 distribusi frekuensi hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa kelas X IPS.

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Pra Siklus

No. Nilai F %

1. 86-100 1 4

2. 78-85 4 16

3. 60-77 16 64

4. 50-59 2 8

5. <50 2 8

25 100

(40)

(64%) berada pada kualifikasi cukup, 4 siswa (16%) berada pada kualifikasi baik dan 1 siswa (4%) siswa berada pada kualifikasi sangat baik.

Berikut disajikan tabel distribusi frekuensi hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa kelas X IPS pada pra siklus atau sebelum dilakukan tindakan.

Tabel 4.2 Ketuntasan Hasil Kemampuan Berpikir Kritis Pra Siklus

No. Nilai F %

1. Tuntas 5 20

2. Tidak Tuntas 20 80

25 100

Untuk lebih jelasnya, berikut disajikan grafik hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa kelas X IPS pada pra siklus atau sebelum dilakukan tindakan.

Gambar 4. 1 Grafik Prosentase Ketuntasan Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Pra Siklus

Berdasarkan grafik tersebut, tampak bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kelas X IPS masih belum mencapai standar yang ditentukan (85%), Siswa yang memperoleh nilai≥ 78 dan dinyatakan tuntas terdapat 5 orang (20 %), sedangkan 20 siswa (80%) memperoleh nilai kurang dari 78 dinyatakan tidak tuntas. Dalam hal ini, ketuntasan belajar masih

mencapai 20%. Hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa kelas X IPS sebelum dilaksanakan tindakan tercantum pada lampiran 1.

60% 70% 80% 90%

5 20

tuntas tidak tuntas

(41)

Hasil tersebut diperkuat dengan hasil wawancara dengan guru geografi dan juga sebagian siswa, bahwa pembelajaran yang dilakukan selama ini seringkali sebatas penyampaian konsep. Model pembelajaran yang digunakan guru dalam menyampaikan materi belum melatih siswa untuk berpikir kritis terhadap hal-hal yang terjadi di sekitar lingkungan mereka. Oleh karena itu diperlukan tindakan untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X IPS SMA Negeri 1 Malang.

2. Siklus I

a. Perencanaan Tindakan Siklus I

Langkah selanjutnya setelah mengetahui permasalahan yang terjadi dalam pembelajaran geografi di kelas X IPS adalah menentukan dan merumuskan rancangan tindakan berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa kemampuan berpikir kritis siswa rendah.

Untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa di kelas X IPS, maka akan diterapkan model pembelajaran Group Investigation (GI). Tindakan tersebut direncakan akan dilaksanakan pada materi Lithosfer. Pelaksanaan tindakan ini adalah pada bulan September sampai Oktober 2015.

(42)

tidak ada pengelompokan siswa pandai dalam satu kelompok yang akan mendominasi aktivitas pembelajaran GI. Adapun daftar pembagian kelompok heterogen di kelas X IPS tercantum pada lampiran 8.

Pada pembelajaran dengan model GI, masing-masing kelompok siswa diarahkan untuk melakukan sebuah investigasi mengenai permasalahan umum yang berkaitan dengan Lithosfer Indonesia, yakni permasalahan eksogen dan dampaknya di Indonesia. Permasalahan atau sub topik yang akan diinvestigasi merupakan hasil identifikasi siswa secara mandiri terhadap permasalahan yang disebabkan oleh tenaga eksogen dan dampaknya Indonesia. Setiap kelompok akan diberikan lembar investigasi yang berisi panduan kerja disesuaikan dengan tahapan-tahapan yang ada pada model pembelajaran GI. Lembar investigasi tersebut mengarahkan siswa pada kegiatan 1) penentuan topik, perumusan masalah dan tujuan investigasi; 2) perencanaan investigasi; 3) panduan pelaksanaan investigasi meliputi data yang ditemukan; 4) penulisan laporan investigasi meliputi pemaparan data, analisa, hingga membuat kesimpulan; serta pembuatan bahan presentasi yang menarik mengenai laporan investigasi yang telah mereka lakukan. Melalui model pembelajaran GI dengan beberapa tahap yang memerlukan kemampuan berpikir tingkat tinggi, maka kemampuan berpikir kritis siswa dapat ditingkatkan.

b. Pelaksanaan Tindakan Siklus I

Sesuai dengan perencanaan pelaksanaan pembelajaran siklus I, tindakan siklus I dibagi menjadi 3 kali pertemuan masing-masing 90 menit disesuaikan dengan tahapan yang ada dalam model pembelajaran GI. Pada pelaksanaan tindakan, peneliti bertindak sebagai guru dan 3 orang teman sejawat bertindak sebagai observer. Adapun kegiatan belajar mengajar pada siklus I adalah sebagai berikut:

(43)

Pertemuan pertama dilaksanakan pada hari Selasa, 22 September 2015. Kegiatan pembelajaran dilaksanakan selama dua jam pelajaran yakni 90 menit dimulai pukul 11.30– 13.00 WIB.

a) Kegiatan Pendahuluan

Pembelajaran diawali dengan salam pembuka dan presensi kehadiran siswa. Pada pertemuan pertama ini, semua siswa hadir. Setelah melakukan presensi kehadiran siswa, peneliti melakukan apersepsi dengan bertanya dampak letusan gunung api terhadap kondisi alam. Siswa diberikan kesempatan untuk mengutarakan pendapatnya. Selanjutnya peneliti menyampaikan topik dan tujuan pembelajaran secara umum yang akan dilakukan selama 3 kali pertemuan pada siklus pertama. Pada kegiatan pendahuluan ini peneliti juga memberikan soal pretest pada siswa untuk mengetahui kemampuan awal materi sekaligus mengukur kemampuan kritis siswa

b) Kegiatan Inti

Kegiatan inti dimulai dengan penjelasan dengan media power point mengenai model pembelajaran GI yang akan digunakan selama tiga kali pertemuan beserta tahapan-tahapan yang harus dilalui siswa. Selanjutnyasiswa menyaksikan video singkat tentang “pengaruh proses eksogen terhadap kehidupan”. peneliti menjelaskan materi secara singkat mengenai proses eksogen dan dampaknya bagi kehidupan. Kemudian peneliti membagi siswa menjadi 6 kelompok yang masing-masing beranggotakan 4-5 siswa dengan kemampuan akademik yang berbeda-beda. Pembagian kelompok secara heterogen ini bertujuan agar tidak ada

(44)

menentukan topik yang akan mereka investigasi. Berikut topik yang telah ditentukan oleh masing-masing kelompok: 1) macam macam tenaga eksogen yang ada di Indonesia, 2) pelapukan batuan di hutan Cangar, 3) erosi daerah Batu, 4) sedimentasi sungai Brantas 5) mass wasting di daerah Pujon dan 6) pengaruh tenaga eksogen bagi kehidupan, studi khasus bantaran sungai Banyumas. Setelah menentukan topik, setiap kelompok mendapatkan lembar investigasi sebagai panduan kerja selama siklus I. lembar investigasi disusun sesuai dengan tahapan-tahapan yang ada pada model pembelajaran GI untuk memudahkan siswa dalam mengikuti pembelajaran pada siklus I ini. Adapun lembar investigasi siklus I tercantum pada lampiran 9.

Siswa kemudian bekerja untuk merencanakan investigasi dengan membuat rumusan masalah dari topik yang mereka pilih dan merumuskan tujuan investigasi mereka berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat. Pada kegiatan ini mereka juga melakukan pembagian kerja setiap anggota kelompok, beberapa anggota mencari literatur yang akan mereka gunakan untuk menyusun laporan di perpustakaan atau media internet. Peneliti berkeliling untuk memantau aktivitas siswa. Setelah literatur telah terkumpul, selanjutnya kelompok menyusun laporan investigasi berdasarkan data-data yang mereka peroleh. Data hasil investigasi dituliskan ke dalam format penulisan yang telah tertera pada lembar investigasi kelompok, meliputi pendahuluan, kajian teori, hasil dan pembahasan, serta penutup.

Selanjutnya mereka membuat power point untuk mempresentasikan hasil investigasi mereka pada pertemuan selanjutnya. Setelah semua kelompok menyelesaikan investigasi literatur secara umum, masing-masing perwakilan kelompok menyampaikan gambaran umum tentang temuan mereka dalam tahapan investigasi yang telah mereka lakukan dan sebagai bahan presentasi yang akan mereka lakukan pada pertemuan selanjutnya.

(45)

Kegiatan penutup pada pertemuan ini dilakukan dengan menunjuk siswa untuk menyimpulkan kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan sekaligus merefleksikan kegiatan pembelajaran. Selanjutnya peneliti mengingatkan siswa untuk membuat makalah dan mempersiapkan presentasi yang akan dilaksanakan pada pertemuan selanjutnya. Sebelum kegiatan pembelajaran diakhiri, peneliti menawarkan kepada siswa untuk bertanya apabila ada hal yang masih belum jelas. Pembelajaran diakhiri dengan salam setelah tidak ada siswa yang bertanya.

2) Pertemuan ke-2 (2 x 45 menit)

Pertemuan kedua dilakukan pada hari Sabtu, 26 September 2015. Kegiatan

pembelajaran ini dilaksanakan selama dua jam pelajaran yakni 90 menit yang dimulai pukul 06.45–08.15 WIB.

a) Kegiatan Pendahuluan

Kegiatan pendahuluan pada pertemuan kedua ini dimulai dengan mengucapkan salam dan melakukan presensi kehadiran siswa. Pada pertemuan kedua ini, semua siswa hadir. Setelah melakukan presensi kehadiran siswa, peneliti menjelaskan secara singkat tahap kelima GI yang akan dilakukan pada hari ini, yakni mempresentasikan hasil akhir. Peneliti menjelaskan aturan main dalam kegiatan presentasi, dimana setiap presentasi hanya terdapat 2 sesi pertanyaan, dengan satu sesi maksimal 3 pertanyaan. waktu untuk melakukan

presentasi selama 10 menit. b) Kegiatan Inti

Pada kegiatan ini, peneliti memberikan lembar penilaian presentasi kepada masing-masing kelompok agar siswa dapat menilai sendiri presentasi temannya. Selanjutnya peneliti mengundi kelompok yang akan presentasi terlebih dahulu. Berdasarkan hasil undian,

(46)

yang ada di Indonesia, disusul kelompok 4 sedimentasi, studi khasus sungai Brantas , kelompok 2 dengan topik pelapukan batuan di hutan Cangar, dan kelompok 3 topik Erosi daerah Batu.

Kegiatan presentasi berjalan lancar, banyak siswa yang aktif bertanya dan bahkan beberapa siswa terlihat kecewa ketika tidak dipersilahkan oleh penyaji untuk bertanya. Beberapa kelompok (kelompok 3 dan kelompok 2) memutarkan video dalam presentasinya.

c) Kegiatan Penutup

Kegiatan penutup pada pertemuan kedua ini dilakukan dengan menunjuk beberapa siswa untuk menyimpulkan hasil presentasi kelompok dan memberikan refleksi tentang kegiatan yang telah dilaksanakan. Selanjutnya peneliti memberi kesempatan kepada semua siswa yang ada di dalam kelas untuk bertanya apabila ada hal yang belum jelas pada saat kegiatan presentasi. Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan salam dan pemberitahuan bahwa pertemuan selanjutnya akan diadakan tes kemampuan berpikir kritis siklus pertama

3) Pertemuan ke-3 (2 x 45 menit)

Pertemuan ketiga dilaksanakan pada hari Senin, 28 September 2015. Kegiatan pembelajaran ini dilaksanakan selama dua jam pelajaran yakni 90 menit yang dimulai pukul 08.00–10.00 WIB.

a) Kegiatan Pendahuluan

Kegiatan pendahuluan pada pertemuan ketiga dimulai dengan salam dan presensi kehadiran siswa. Siswa semua hadir. Selanjutnya peneliti menanyakan kesiapan siswa untuk melanjutkan presentasi dan melaksanakan tes kemampuan berpikir kritis siklus I

b) Kegiatan Inti

(47)

sungai Banyumas dan kelompok 5 mass wasting di daerah Pujon. Peraturan yang digunakan untuk presentasi masih sama seperti peraturan pertemuan sebelumnya. Setelah presentasi selesai, peneliti memberikan kesempatan kepada siswa terkait beberapa hal yang sekiranya belum dipahami.

Kegiatan selanjutnya adalah pelaksanaan tes kemampuan berpikir kritis yang dilakukan selama 45 menit mulai dari pukul 08.45–09.30 WIB. Selanjutnya peneliti membagikan lembar soal dan lembar jawaban (format lembar jawaban siklus I tercantum pada lampiran 14).

c) Kegiatan Penutup

Kegiatan penutup pada pembelajaran ketiga ini dilakukan dengan memberi

kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan kesan selama pembelajaran siklus I. Evaluasi dari siswa tersebut akan dijadikan salah satu pertimbangan dalam menyusun rencana tindakan pada siklus II. Kemudian peneliti mengingatkan siswa untuk mempelajari materi selanjutnya tentang pedosfer dengan menggunakan model pembelajaran yang sama, yaitu GI. Selanjutnya pembelajaran diakhiri dengan salam dan ucapan terima kasih telah melaksanakan

pembelajaran dengan baik selama siklus I.

c. Hasil Observasi Kemampuan Berpikir Kritis Siklus I

Selama proses pembelajaran berlangsung, 3 orang observer melakukan observasi terhadap kemampuan siswa berpikir kritis dengan menggunakan lembar observasi siswa. Observasi terhadap pelaksanaan tindakan siklus I ini menyangkut pelaksanaan kegiatan pembelajaran, apakah pelaksanaan telah sesuai dengan perencanaan ataukah belum. Hasil observasi siswa tindakan siklus I dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini:

Tabel 4.3 Rata-rata Hasil Observasi Kemampuan Siswa Berpikir Kritis Siklus I No Indikator Kemampuan Berpikir Kritis Rata-rata Skor Kualifikasi

1 Merumuskan masalah 80.00 Baik

2 Memberikan argumen 73.00 Cukup

(48)

4 Melakukan Induksi 75.00 Cukup

5 Melakukan evaluasi 75.00 Cukup

6 Memutuskan solusi 78.00 Cukup

Rata-rata 75.83 Cukup

Tabel 4.3 tersebut menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa pada siklus I tergolong cukup baik dengan perolehan nilai rata-rata pada semua indikator adalah 75.83. Perolehan rata-rata tertinggi terdapat pada indikator merumuskan masalah dengan perolehan 80,00, sedangkan perolehan rata-rata terendah terdapat pada indikator memberikan argumen dengan perolehan 73.00. Rekapitulasi nilai observasi kemampuan berpikir kritis siswa siklus I tercantum pada lampiran 19, sedangkan lembar observasi kemampuan berpikir siswa siklus I tercantum pada lampiran 17).

d. Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siklus I

Selain pengukuran kemampuan berpikir kritis secara kelompok melalui lembar

observasi, juga dilakukan pengukuran kemampuan berpikir kritis secara individu yang berupa tes akhir siklus. Rata-rata nilai yang diperoleh siswa pada siklus I adalah 75.83 (rekapitulasi nilai tes siklus I siswa tercantum pada lampiran 16, sedangkan soal tes kemampuan berpikir kritis siklus I tercantum pada lampiran 11). Berikut disajikan pada tabel 4.4 distribusi frekuensi hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa kelas X IPS pada siklus I.

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siklus I

No. Nilai F %

1. 86-100 0 0

2. 76-85 8 32

3. 60-75 17 68

4. 50-59 0 0

5. <50 0 0

33 100

Berdasarkan tabel 4.4 tersebut, dapat dijelaskan bahwa terdapat 17 (68%) siswa berada pada kualifikasi cukup, 8 siswa (32%) berada pada kualifikasi baik.

(49)

Tabel 4.5 Ketuntasan Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siklus I

No. Nilai F %

1. Tuntas 8 32

2. Tidak Tuntas 17 68

33 100

Untuk lebih jelasnya, berikut disajikan grafik hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa kelas X IPS pada siklus I.

Gambar 4. 2 Grafik Ketuntasan Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Siklus I

Berdasarkan grafik tersebut tampak bahwa siswa yang tuntas sebanyak 32% artinya terdapat 8 siswa yang memiliki nilai lebih dari 78, sedangkan yang belum tuntas sebesar 68% atau sebanyak 17 siswa yang memiliki nilai kurang dari 78. Dalam hal ini, ketuntasan belajar siswa masih di bawah 85%.

e. Hasil Observasi Mengajar Guru

Observasi terhadap pelaksanaan tindakan siklus I pada penelitian ini menyangkut pelaksanaan kegiatan pembelajaran, apakah telah sesuai dengan perencanaan yang telah dilakukan ataukah belum. Perencanaan kegiatan inti pembelajaran disesuaikan dengan sintaks atau langkah-langkah pada model pembelajaran GI.

0%

(50)

Pembelajaran telah dilaksanakan sesuai dengan tahapan-tahapan yang direncanakan pada rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) mulai dari kegiatan pembuka hingga penutup dengan alokasi waktu yang juga telah ditentukan. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh observer diperoleh hasil bahwa 100 % kegiatan pembelajaran dengan model GI telah terlaksana. Adapun lembar observasi keterlaksanaan kegiatan pembelajaran siklus I

tercantum pada lampiran 20 dan hasil observasi keterlaksanaan kegiatan pembelajaran siklus I tercantum pada lampiran 21.

f. Refleksi

Sesuai dengan tahapan dalam penelitian tindakan kelas, tahap yang dilakukan setelah observasi hasil tindakan adalah melakukan refleksi. Tahap refleksi dilakukan untuk

mengetahui keberhasilan maupun kekurangan pelaksana-an tindakan pada siklus I yang akan dijadikan dasar untuk penentuan kegiatan pembelajaran pada siklus II. Selanjutnya disusun rencana perbaikan tindakan pada siklus II agar pembelajaran dapat mencapai standar ketuntasan yang diharapkan.

Adapun keberhasilan maupun kekurangan tindakan serta rencana perbaikan tindakan siklus I adalah sebagai berikut:

1) Keberhasilan

a. Siswa terlibat secara aktif pada setiap tahapan GI mulai dari penentuan topik,

perencanaan, melakukan investigasi, penulisan laporan, presentasi, hingga evaluasi. Hal ini dapat dilihat pada hasil penilaian observasi kemampuan berpikir kritis siswa serta hasil observasi kegiatan GI yang dilakukan oleh guru dan juga observer.

(51)

c. Pada saat mengerjakan tes kemampuan berpikir kritis, siswa tampak tenang dan tidak ada yang menyontek pekerjaan teman lain .

d. Adanya peningkatan hasil tes kemampuan berpikir kritis siswa dari pra siklus ke siklus I dengan rata-rata nilai 70.67 menjadi 75.83 pada siklus I dan adanya kenaikan ketuntasan siswa sebesar 20.00 pada pra siklus menjadi 32.00 pada siklus I.

2) Kekurangan

a. Pembentukan anggota kelompok secara heterogen oleh guru kurang disetujui oleh sebagian besar siswa. Hal ini tampak dari adanya rasa ketidakyamanan beberapa

kelompok pada saat melakukan kegiatan kelompok yang berimbas pada laporan mereka. b. Sebagian kelompok kurang memahami apa yang harus mereka lakukan pada kegiatan GI. c. Partisipasi siswa dalam diskusi dan presentasi hasil akhir masih kurang, terbukti hanya

beberapa siswa yang bertanya maupun mengemukakan pendapatnya.

d. Persiapan siswa dalam presentasi topik masih kurang, terbukti dalam kegiatan presentasi siswa membaca penuh power point yang ditampilkan.

3) Rencana Perbaikan

a. Pembentukan kelompok dipilih oleh siswa secara mandiri namun tetap heterogen agar mereka lebih nyaman dan lebih semangat serta fokus dalam melakukan setiap tahapan GI.

b. Menjelaskan tentang model pembelajaran GI agar siswa benar-benar memahami setiap langkah yang akan mereka lakukan.

(52)

3. Siklus II

a. Perencanaan Tindakan Siklus II

Berdasarkan hasil observasi tindakan siklus I, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kelas X IPS belum mencapai standar ketuntasan minimal yang telah ditetapkan. Rata-rata nilai tes kemampuan berpikir kritis yang mereka peroleh adalah 75.83 dengan nilai ketuntasan sebesar 32.00%. Hal ini menunjukkan bahwa perlu dilakukan tindakan siklus II dengan memperhatikan kekurangan yang ada pada tindakan siklus I.

Berdasarkan hasil refleksi pada siklus I, terdapat beberapa perubahan pada Rencana Pelaksanaan Pembelajaran siklus II yang meliputi perubahan anggota kelompok serta perhatian dan bimbingan guru terhadap masing-masing kelompok. Pada tahap perencanaan tindakan siklus II ini Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) disusun berdasarkan kelengkapan instrumen yang juga digunakan pada tindakan siklus I dengan memperhatikan hasil refleksi tindakan siklus I.

b. Pelaksanaan Tindakan Siklus II

Sesuai dengan perencanaan pelaksanaan pembelajaran siklus II, tindakan pada siklus II ini dibagi menjadi tiga kali pertemuan masing-masing berdurasi 90 menit disesuaikan dengan tahapan yang ada dalam model pembelajaran GI. Pelaksanaan tindakan pada siklus II ini dilakukan dengan memperhatikan hasil refleksi tindakan pada siklus I. Berikut paparan data pelaksanaan tindakan pada siklus II:

1) Pertemuan ke-1 (2 x 45 menit)

(53)

a) Kegiatan Pendahuluan b) Kegiatan Pendahuluan

Pembelajaran diawali dengan salam pembuka dan presensi kehadiran siswa. Pada pertemuan pertama ini, semua siswa hadir. Setelah melakukan presensi kehadiran siswa, peneliti melakukan apersepsi berkaitan dengan materi sebelumnya. Peneliti memberi

pertanyaan berkaitan dengan pengaruh masswasting terhadap kondisi tanah. Siswa diberikan kesempatan untuk mengutarakan pendapatnya. Selanjutnya peneliti menyampaikan topik dan tujuan pembelajaran secara umum yang akan dilakukan selama 3 kali pertemuan pada siklus kedua. Peneliti juga memperkenalkan dan mendemonstrasikan peralatan untuk meneliti tanah (test kit tanah ) pada siswa

c) Kegiatan Inti

(54)

Setelah menentukan topik, setiap kelompok memperolah lembar investigasi sebagai panduan kerja selama siklus II. Lembar investigasi disusun sesuai dengan tahapan-tahapan yang ada pada model pembelajaran GI untuk memudahkan siswa dalam mengikuti

pembelajaran pada siklus II ini. Adapun lembar investigasi siklus II tercantum pada lampiran 26.

Siswa kemudian bekerja untuk merencanakan investigasi dengan membuat rumusan masalah dari topik yang mereka pilih dan merumuskan tujuan investigasi mereka berdasarkan rumusan masalah yang telah dibuat. Pada kegiatan ini mereka juga melakukan pembagian kerja setiap anggota kelompok, beberapa anggota mencari literatur yang akan mereka gunakan untuk menyusun laporan di perpustakaan atau media internet. Peneliti berkeliling untuk memantau aktivitas siswa. Setelah literatur telah terkumpul, selanjutnya kelompok menyusun laporan investigasi berdasarkan data-data yang mereka peroleh. Data hasil investigasi dituliskan ke dalam format penulisan yang telah tertera pada lembar investigasi kelompok, meliputi pendahuluan, kajian teori, hasil dan pembahasan, serta penutup.

Selanjutnya mereka membuat power point untuk mempresentasikan hasil investigasi mereka pada pertemuan selanjutnya. Setelah semua kelompok menyelesaikan investigasi literatur secara umum, masing-masing perwakilan kelompok menyampaikan gambaran umum tentang temuan mereka dalam tahapan investigasi yang telah mereka lakukan dan sebagai bahan presentasi yang akan mereka lakukan pada pertemuan selanjutnya.

d) Kegiatan Penutup

(55)

kegiatan pembelajaran diakhiri, peneliti menawarkan kepada siswa untuk bertanya apabila ada hal yang masih belum jelas. Pembelajaran diakhiri dengan salam setelah tidak ada siswa yang bertanya.

2) Pertemuan ke-2 (2 x 45 menit)

Pertemuan kedua dilakukan pada hari Sabtu, 3 Oktober 2015. Kegiatan

pembelajaran ini dilaksanakan selama dua jam pelajaran yakni 90 menit yang dimulai pukul 06. 45–08.15 WIB.

a) Kegiatan Pendahuluan

Kegiatan pendahuluan pada pertemuan kedua ini dimulai dengan mengucapkan salam dan melakukan presensi kehadiran siswa. Pada pertemuan kedua ini siswa yang hadir

sebanyak 100%. Setelah melakukan presensi kehadiran siswa, peneliti menjelaskan secara singkat tahap kelima GI yang akan dilakukan pada hari itu, yakni mempresentasikan hasil akhir. Peneliti menjelaskan aturan main dalam kegiatan presentasi, dimana setiap presentasi hanya terdapat 2 kali pertanyaan, dan waktu untuk melakukan presentasi selama 10 menit.

b) Kegiatan Inti

Gambar

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Kritis
Gambar 2.1 Diagram Keterkaitan Model Pembelajaran Group Investigationdengan Kemampuan Berpikir Kritis
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Hasil Tes Kemampuan Berpikir Kritis Pra SiklusNo.NilaiF%
Tabel 4.2 Ketuntasan Hasil Kemampuan Berpikir Kritis Pra SiklusNo.NilaiF
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat diperoleh suatu rumusan masalah yaitu bagaimana membuat suatu alat pembangkit pola video untuk monitor komputer komputer yang

Berdasarkan hasil diskusi dengan guru mata pelajaran banyak siswa yang masih mengalami kesulitan dalam memahami materi kalor diantaranya siswa masih sulit menentukan

Penyimpangan prinsip kerja sama apa sajakah yang terdapat dalam. wacana kartun Tom and Jerry karya

Dalam mapel IPA, mapel IPS, dan mapel lain, guru dapat memberikan beberapa situs di internet yang berkaitan dengan konsep, prinsip atau teori yang

Penulis juga telah menyelesaikan Praktek Kerja Lapangan dengan judul “Diagnosa Koi Herves Virus (KHV) Pada Ikan Mas ( Cyprinus carpio) Dengan Polymerase Chain

Parameter yang digunakan dalam perbandingan metode ini adalah parameter rasio (Rc, Cr), Space savings (Ss), Redundancy data (Rd), waktu yang dibutuhkan selama

Di samping itu ditunjukkan juga dalam simulasi ini pengaruh perubahan parameter serat optis dan sistem komunikasi optis terhadap besarnya daya sinyal FWM yang dibangkitkan..

Namun demikian penggunaan sistem kredit di SMA/MA saat ini tampaknya masih mengalami banyak kendala teknis; Hal lain yang dapat dilakukan ialah mengubah sistem