BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Kesetaraan Gender merupakan isu lama yang hingga saat ini konsisten diperjuangkan diseluruh dunia, perjuangan kaum feminis dalam memperjuangkan
hak perempuan belum menemui akhirnya, karena dirasa posisi perempuan belum
setara dengan laki-laki. World Economic Forum (WEF) melakukan penelitian mengenai gender gap yang terjadi di 4 sektor besar paling berpengaruh dalam suatu negara yaitu sektor kesehatan, pendidikan, ekonomi dan dalam kategori
politik, hingga akhir tahun 2016 perkembangan melawan gender gap oleh
berbagai negara masih dinilai sangat lambat. Berikut ini hasil survey dari WEF data mengenai perkembangan pemimpin perempuan dalam kepemerintahan
negara-negara di dunia.
Gambar 1. 1 Data Partisipasi Perempuan dalam Politik Dunia
Kepemimpinan perempuan didalam suatu Negara telah dimulai pada abad
ke-19 oleh para pejuang feminis gelombang I, yaitu feminism liberal. Berangkat
dari kesadaran bahwa didalam kepemimpinan suatu negara perlu adanya
kesetaraan antar laki-laki maupun perempuan. Jumlah perempuan yang
mendominasi populasi kependudukan dunia mengharuskan perempuan
menempati posisi yang lebih banyak dalam kepemimpinan dan pengambilan
keputusan secara umum pada tatanan kepemerintahan suatu negara (United
Nation Women,1979). Hingga saat ini telah lahir beberapa tokoh pemimpin
perempuan seperti Hilary Clinton dan Margareth Thatcher yang
merepresentasikan partisipasi perempuan dalam kepemimpinan dunia.
Namun perjuangan panjang ini masih dipandang lemah karena adanya
pengaruh dari konstruksi maskulinitas dalam karakter yang berkembang di dunia
(Lovenduski,2008:91). Nilai-nilai maskulinitas yang dominan juga akhirnya
menjadi kriteria utama dalam dunia politik hingga politik sendiri dianggap dunia
maskulinitas (Rifka Media,2009) Dengan adanya maskulinitas dalam politik,
perjuangan kaum feminis cendrung ragu-ragu karena adanya penilaian bahwa
adanya hasil konstruksi budaya maskulinitas diatas (Lovenduski,2008:91). Hal
diatas mendukung hadirnya perempuan yang maskulin, hasil dari pengaruh
peraturan dalam lapang kerja mereka yang cendrung hasil konstruksi budaya
maskulin, yang menjadi keprihatinan dari feminism disini adalah praktek
perwakilan politik akan mensyaratkan kaum perempuan untuk bertingkah laku
seperti laki-laki yang ingin mereka gantikan. (Lovenduski,2008:92).
Margareth Thatcher merupakan salah satu contoh pemimpin perempuan
yang menjadi menteri di Inggris dengan karakter kepemimpinan yang maskulin.
Hal ini di potret dengan jelas dalam film biography dari tokoh ini. salah satu
bagian cerita menceritakan bagaimana Thatcher kehilangan pendukungnya karena
karakter kepemimpinan yang otoriter dan tegas, sehingga di juluki The Iron Lady.
Dalam ranah kepemimpinan perempuan di dunia, begitu banyak karakter
maskulinitas yang ditemui dalam sosok seorang pemimpin perempuan ada dalam
suatu tatanan kepemerintahan Negara. Salah satunya yang dijelaskan diatas,
Margaret Thatcher untuk kepemimpinan di Inggirs. Hal itu tidak hanya dialami di
Inggris, perjuangan kaum perempuan untuk melawan budaya maskulinitas yang
ada di kepemimpinan dunia juga terjadi di Indonesia, perjuangan kaum feminis di
Indonesia telah berjalan sejak Kongres Wanita Indonesia pertama tahun 1928
yang menyadarkan akan rasionalitas dan nasionalisme perempuan untuk
berpartisipasi dalam pembangunan dan politik Negara. (Trimurtini,2015).
Perjuangan pemimpin perempuan di Indonesia dimulai dengan perjuangan
kesetaaan gender untuk berkarir. Kesempatan bagi perempuan Indonesia untuk
memperjuangkan kesetaraan hak sebagai perempuan dalam berkarir terbuka lebar,
dengan ditunjang kualitas dan kapasitas tanggung jawabnya sebagai perempuan
berkarir dan seorang ibu. Kemandirian perempuan dalam berkarir di Indonesia di
gaungkan melalui emansipasi perempuan yang dipelopori oleh perjuangan
pahlawan Nasional perempuan : Raden Ajeng Kartini. Beliau memperjuangkan
hak-hak perempuan untuk memperoleh keadilan mendapatkan pendidikan dan
kesetraan gender agar tidak tertindas dan dilecehkan oleh kaum laki-laki.
Perjuangan ini terus berlanjut dengan adanya Keadilan dan Kesetaraan Gender
(KKG) yang akan terus memperjuangkan karir perempuan hingga menjadi
seorang pemimpin dalam tataran sosial,ekonomi maupun politik (Jefry,2014).
Perjuangan panjang perempuan di Indonesia mulai Nampak jelas dengan
berkembangnya orientasi organisasi perempuan hingga keterlibatan kaum
perempuan Indonesia dalam tatanan Negara, salah satunya Putri Mardika yang
menjadi ketua organisasi Keputrian di Budi Utomo (Trimurtini,2015). Tidak
berhenti sampai disitu, perjuangan kaum perempuan dalam mengambil bagian
dimampukan untuk menjadi pemimpin dalam tatanan struktur kabinet maupun
tatanan legislatif.
Data terbaru mengenai pemimpin perempuan yang mengambil bagian
dalam tatanan kepemerintahan Indonesia adalah untuk partisipasi perempuan pada
tingkatan Menteri “Kabinet Kerja” Presiden Joko Widodo pada sejak tahun 2014 terhitung 8 orang perempuan menjadi Menteri, yaitu Menteri Badan Usaha Milik
Negara Rini Soemarno (Birokrat Karir), Menteri Kehutanan dan Lingkungan
Hidup Siti Nurbaya, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan Puan Maharani, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, Menteri Sosial
Khofifah Indar Parawansa, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak Yohana Yembise, Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, dan Menteri
Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti (Liputan 6,2016).
Sedemikian panjang perjuangan perempuan di ranah kepemimpinan
Indonesia yang memberikan hasil diatas, namun tantangan maskulinitas yang
dihadapi tidak hilang begitu saja, hal yang dihadapi oleh kementrian Inggris oleh
Margareth Thatcher juga dihadapi di Indonesia. Tak jarang menemui politisi
perempuan yang memiliki gaya kepemimpinan maskulin. Salah satunya yang
berada dalam jejeran menteri “Kabinet Kerja” yaitu Menteri Kelautan dan
Perikanan Susi Pudjiastuti.
Menteri Susi Pudjiastuti merupakan menteri kelautan dan perikanan pada
pemerintahan presiden Joko Widodo, dia merupakan menteri kelautan dan
perikanan ke-6 untuk Indonesia yang bahkan tidak lulus Sekolah Menengah Atas
(SMA). Merupakan pemilik PT.ASI Pudjiastuti Marine Product dan Pemilik
PT.ASI Pudjiastuti Aviation. Menteri Susi dilantik menjadi menteri kabinet
Presiden Joko Widodo pada 26 Oktober 2014 dan masih bekerja hingga sekarang
(2016). Menteri Susi belakangan ini sering di kenal dengan kebijakannya yang
Serta keunikan lainnya adalah karena ketegasan yang tidak tanggung-tanggung
dan kebiasaan merokok serta tubuhnya yang memiliki tattoo.
(Merdeka.com,2014).
―Masyarakat pun heboh mendapati tingkah nyentrik Susi.Ia
membalikkan stereotip citra pejabat ―baik-baik‖ yang umum selama ini.Ia memiliki tato di sepanjang betis kanannya yang, pada saat
pelantikan Senin, keesokan harinya, bahkan mengintip di belahan
kebaya Susi. Sebagai pejabat baru, Susi, yang seorang perempuan,
juga tidak segan merokok di muka umum di lingkungan Istana Negara.
Yang juga menjadi perdebatan, ia ternyata hanya tamatan SMP,
sementara menteri lainnya bertitel profesor.‖(Sumber: Rubrik Fokus,
Majalah Detik, 3-9 November 2014 dalam Aprilianti Oki,2015)
Menteri Susi sebagai seorang tokoh pemimpin perempuan di Indonesia
dengan karakte maskulin, menjadi sorotan Media Indonesia Media saat ini yang
masih sangat dipercaya oleh kosumennya dan media Televisi masih dipercaya
oleh 95% masyarakat Indonesia dari total 200 Juta Penduduk Indonesia, Oleh
sebab itu perspektif Televisi sangat dekat dan mempengaruhi masyarakat
(Nielsen,2014), salah staunya dengan pembentukan karakter mengenai Menteri
Susi ini pada masyarakat, Menteri susi juga pernah memberikan keluhan
mengenai tayangan-tayangan menyangkut kehidupan pribadinya yang
bertentangan dengan kehidupan seorang perempuan maupun seorang menteri
pada umumnya, dikutip dari tulisan Uni Lubis Jurnalis Senior yang hadir dalam
pelantikan Susi, susi memberikan keluhan bahwa
Tahu nggak bahwa aset saya, pesawat-pesawat dan pabrik itu lebih besar nilainya?” lontaran keluhan dari mentri susi ini menjadi sangat fenomenal dan menunjukan bagaimana media mengkonstruksi pribadinya sebagai seorang perempuan sekaligus menteri di Indonesia (Republika,2014).
Dalam relasi media dan para pemimpin perempuan serta keterlibatan
sosok Menteri Susi Pudjiastuti seperti yang dijelaskan diatas, Talkshow kick
Andy merupakan program talkshow inspiratif (human interest) yang ditayangkan
di Metro TV setiap hari Jumat pukul 20.05 WIB dan pada hari Sabtu pukul 13.30
WIB (kickandy.com,2017). Tayangan ini menjadi salah satu tayangan yang
berpengaruh dimasyarakat dengan Host fenomenalnya Andy Flores Noya. Talkshow ini mulai ditayangkan pada 1 Maret 2006 dengan
narasumber-narasumber yang berkualitas, program ini memiliki kutipan popular yang menjadi
karakternya yaitu “Disini ada cerita tentang mereka, tentang orang-orang biasa dengan aksi dan dedikasi yang luar biasa” yang menunjukan konsep utama setiap
narasumber yang diundang dalam program ini. Hingga saat ini talkshow ini mulai
menjelma menjadi sebuah paket tayangan televise yang dirangkai dengan
program kepedulian sosial untuk masyarakat (Sohib,2009:2).
Dalam edisi 8 April 2016 tersebut diberikan tema “Kartini Benyali”
dengan mengundang menteri Susi sebagai narasumber utama berangkat dari latar
belakang menteri Susi sebagai salah satu perempuan sukses di Indonesia yang
saat ini mengambil bagian dalam kepemimpinan Negara. Selama durasi 1 jam
program ini mengulas kehidupan menteri Susi melalui pertanyaan yang diajukan
Gambar 1.2. Menteri Susi dalam Program Talkshow Kick Andy pada tanggal 8 April 2016
Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=wVpSLXpgQvI&t=87s
Penjelasan diatas yang melatar belakangi penulis untuk meneliti lebih
lanjut mengenai Maskulinitas dalam karakter Kepemimpinan Perempuan di
Televisi Indonesia (Analisis Wacana Kritis Sara Mills Pada Menteri Susi
1.1Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah dikemukakan diatas,penulis dapat merumuskan
masalah yaitu : Bagaimana analisis wacana kritis maskulinitas Menteri Susi
Pudjiastuti sebagai pemimpin Perempuan di Indonesia dalam tayangan Kick Andy
Metro TV edisi 8 April 2016 ?
1.2Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskrisipkan Bagaimana analisis wacana kritis
maskulinitas Menteri Susi Pudjiastuti sebagai pemimpin Perempuan di Indonesia
dalam tayangan Kick Andy Metro TV edisi 8 April 2016.
1.3Manfaat Penelitian Manfaat Teoritis
Memberikan kontribusi bagi ilmu pengetahuan, khususnya ilmu komunikasi
(penyiaran) yang berkaitan dengan peran media massa (Televisi) terhadap
representasi Politik berbasis Gender.
Manfaat Praktis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman menganai
bagaiamana media massa terutama televisi merepresentasikan pemimpin perempuan.
Selain itu penelitian ini dapat menjadi acuan bagi penelitian lain yang
mengembangkan ilmu pengetahuan berbasis Media Massa dan Gender atau pada
1.4Definisi Konsep Gender
Konsep Gender sangat dekat dengan pemahaman nuansa barat
(western invention). Konsep gender kemudian di adopsi ke Indonesia, karena
masyarakat Indonesia modern kurang memperhatikan esensi budaya local
mengenai dinamika relasi-relasi seksual. Gender sebagai suatu konsep
bertumpuh pada aspek biologis (biological reductionism), gender memiliki dua ketgori biologis yang berbeda namun saling mengisi, yaitu laki-laki dan
perempuan (Cucchiari,1994)
Maskulinitas
Terminologi maskulin sama halnya jika berbicara mengenai feminin.
Maskulin merupakan sebuah bentuk konstruksi kelelakian terhadap laki-laki.
Laki-laki tidak dilahiran begitu saja dengan sifat maskulinnya secara alami,
maskulinitas dibentuk oleh kebudayaan. Hal yang menentukan sifat
perempuan dan laki-laki adalah kebudayaan (Barker, dalam Nasir, 2007:1
dalam Demartoto,2016).
Feminisme
“the belief that women should be allowed the same rights, power, and
opportunities as men and be treated in the same way, or the set of activities
intended to achieve this state”- Dictionary Of Cambridge University
Konsep Feminisme disini menjelaskan bagaiaman seorang perempuan
percaya bahwa dia harus memperoleh hak,kekuasaan dan kesempatan yang
sama dengan laki-laki dalam berbagai bidang dan berbagai aktivitas
“Programs that are broadcast by Television”- Dictionary of Merriam Webster
Definisi singkat diatas menjelaskan bahwa dalam penelitian ini peneliti
membatasi konsep dari televisi pada program yang disiarkannya, yang
berkenaan dengan issue yang menjadi perhatian penulis. Kepemimpinan
“Leadership involves a set of interpersonal influence processes. The processes are aimed at motivating sub-ordinates, creating a vision for the future, and developing strategies for achieving goals” (Sweeney & McFarlin,2002)
Definisi diatas dapat diartikan bahwa kepemimpinan melibatkan aliran
proses mempengaruhi antar individu dalam suatu keolompok, proses tersebut
bertujuan untuk memotivasi, menciptakan visi masa depan dan
mengembangkan startegi untuk mencapai tujuan.