• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER GANJIL SMP NEGERI 2 WAY KENANGA TAHUN PELAJARAN 2014/2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER GANJIL SMP NEGERI 2 WAY KENANGA TAHUN PELAJARAN 2014/2015"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

STUDI PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) DAN MAKE A MATCH PADA SISWA KELAS VIII SEMESTER GANJIL

SMP NEGERI 2 WAY KENANGA TAHUN PELAJARAN 2013/2014

Oleh

ARIF BUDI SETIAWAN

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan pendekatan komparatif yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPS Terpadu

menggunakan NHTdan Make a Macth dalam ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Way Kenanga Tahun Pelajaran 2014/2015 berjumlah 83 siswa. Sampel penelitian adalah siswa kelas VIII A dan VIII B berjumlah 56 siswa yang ditentukan dengan teknik cluster random sampling.

Hasil penelitian menunjukkan: (1) rata-rata hasil belajar IPS Terpadu ranah sikap siswa yang pembelajarannya menggunakan NHT lebih tinggi dibandingkan Make a Macth; (2) rata-rata hasil belajar IPS Terpadu ranah pengetahuan siswa yang pembelajarannya menggunakan NHT lebih tinggi dibandingkan Make a Macth; (3) rata-rata hasil belajar IPS Terpadu ranah keterampilan siswa yang

pembelajarannya menggunakan NHT lebih tinggi dibandingkan Make a Macth.

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i

1.6. Manfaat Penelitian... 12

1.7. Ruang Lingkup ... 13

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS 2.1. Tinjauan Pustaka ... 14

2.1.1. Pengertian Belajar ... 14

2.1.2. Teoril Belajar ... 16

2.1.3. Hasil Belajar ... 21

2.1.4. Mata Pelajaran IPS Terpadu ... 25

2.1.5. Model Pembelajaran Kooperatif ... 26

2.1.6. Model Pembelajaran Kooperatif NHT ... 28

2.1.7. Model Pembelajaran Kooperatif Make a Match ... 33

2.2. Hasil Penelitian yang Relevan... 36

2.3. Kerangka Pikir... 37

2.4. Hipotesis ... 46

(7)

ii

3.4. Definisi Konseptual dan Operasional Variabel ... 56

3.4.1. Definisi Konseptual ... 56

3.4.2. Definisi Operasional Variabel ... 58

3.5. Teknik Pengumpulan Data ... 60

3.5.1. Observasi ... 60

3.5.2. Dokumentasi ... 61

3.5.3. Wawancara ... 62

3.5.4. Tes ... 64

3.6. Uji Persyaratan Instrumen ... 64

3.6.1. Uji Validitas Instrumen ... 65

3.6.2. Uji Reliabilitas Instrumen ... 66

3.6.3. Tingkat Kesukaran ... 68

3.6.4. Daya Pembeda ... 69

3.7. Uji Persyaratan Analisis Data ... 70

3.7.1. Uji Normalitas ... 70

3.7.2. Uji Homogenitas ... 71

3.8. Teknik Analisis Data ... 72

3.9. Pengujian Hipotesis ... 74

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 76

4.1.1. Sejarah Berdirinya SMP Negeri 2 Way Kenanga ... 76

4.1.2. Profil Sekolah ... 78

4.1.3. Visi, Misi dan Tujuan ... 78

4.1.4. Data siswa ... 83

4.1.5. Data Guru dan Pegawai ... 83

4.1.6. Kegiatan Ekstrakurikuler ... 84

4.1.7. Sarana dan Prasarana ... 84

4.2. Gambaran Umum Responden ... 85

4.3. Deskripsi Data ... 85

4.3.1. Deskripsi Data Hasil Belajar Kelas Eksperimen ... 86

4.3.2. Deskripsi Data Hasil Belajar Kelas Kontrol ... 91

4.4. Uji Persyaratan Instrumen dan Analisis Data ... 96

4.4.1. Uji Normalitas ... 96

4.4.2. Uji Homogenitas ... 101

4.5. Pengujian Hipotesis ... 103

4.6. Pembahasan ... 105

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... 115

5.2. Saran ... 117 DAFTAR PUSTAKA

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel

1. Rekapitulasi Hasil Ujian Tengah Semester IPS Terpadu dalam ranah

pengetahuan Siswa Kelas VIII ... 4

2. Hasil Penelitian yang Relevan ... 36

3. Desain Penelitian ... 49

4. Jumlah Seluruh Siswa SMP Negeri 2 Way Kenanga Tulang Bawang Barat Tahun Pelajaran 2014/2015 ... 53

5. Definisi Operasional Variabel ... 59

6. Kategori Besarnya Realibilitas ... 67

7. Kategori Tingkat Kesukaran ... 68

8. Kriteria Tingkat Daya Pembeda ... 70

9. Jumlah Siswa SMP Negeri 2 Way Kenanga Tahun 2014 ... 83

10. Jumlah Guru dan Staff Tata Usaha SMP Negeri 2 Way Kenanga... 83

11. Tingkat Pendidikan Guru dan Staff Tata Usaha SMP Negeri 2 Way Kenanga ... 84

12. Sarana dan Prasarana SMP Negeri 2 Way Kenanga ... 84

13. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Ranah Sikap Siswa Kelas Eksperimen ... 87

14. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Ranah Pengetahuan Siswa Kelas Eksperimen ... 88

15. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Ranah Keterampilan Siswa Kelas Eksperimen ... 90

16. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa dalam Ranah Sikap Kelas Kontrol ... 92

17. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa dalam Ranah Pengetahuan Kelas Kontrol ... 93

18. Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Siswa dalam Ranah Keterampilan Kelas Kontrol ... 95

19. Hasil Uji Normalitas Sampel Hasil Belajar IPS Terpadu Ranah Sikap Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 96

20. Hasil Uji Normalitas Sampel Hasil Belajar IPS Terpadu Ranah Pengetahuan Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 98

(9)

21. Hasil Uji Normalitas Sampel Hasil Belajar IPS Terpadu Ranah

Keterampilan Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 99 22. Hasil Uji Homogenitas Hasil Belajar Ranah Sikap pada Kelas

Eksperimen dan Kontrol ... 101 23. Hasil Uji Homogenitas Hasil Belajar Ranah Pengetahuan pada Kelas

Eksperimen dan Kontrol ... 102 24. Hasil Uji Homogenitas Hasil Belajar Ranah Keterampilan pada Kelas

(10)
(11)

I. PENDAHULUAN

Bagian pertama ini akan membahas mengenai latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian. Pembahasan secara rinci akan diuraikan pada bagian-bagian berikut ini.

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan komponen yang sangat penting bagi setiap bangsa, karena kemajuan suatu negara akan sangat dipengaruhi oleh kualitas

pendidikan yang terdapat negara tersebut. Sebagai negara yang mempunyai cita-cita luhur, Indonesia sangat memperhatikan pentingnya bidang

pendidikan, begitu penting arti kemajuan pendidikan bagi bangsa Indonesia. Setelah lebih dari 68 tahun Indonesia merdeka, mutu pendidikan di

Indonesia masih kalah dari negara-negara tetangga. Berdasarkan data

Education Development Index (EDI), pada tahun 2011 Indonesia berada di peringkat ke-69 dari 127 negara, Indonesia masih tertinggal dari Singapura, Malaysia, bahkan Brunei Darussalam.

(12)

tenaga pengajar melalui berbagai pendidikan dan pelatihan, perbaikan kurikulum, pembenahan sarana dan prasarana pendidikan, menciptakan pendidikan yang dapat dijangkau masyarakat dari berbagai kalangan, baik berupa Biaya Operasional Sekolah (BOS) maupun melalui beasiswa yang tidak sedikit jenisnya. Semua itu dilakukan dengan tujuan agar rakyat Indonesia menjadi bangsa yang cerdas dengan taraf pendidikan yang tinggi, sehingga akan berpengaruh bagi kemajuan Indonesia di segala bidang.

Lembaga pendidikan seperti sekolah merupakan lembaga yang mempunyai peranan penting dalam melaksanakan program pemerintah di bidang pendidikan. Sekolah Menengah Pertama (SMP) yang merupakan lanjutan dari sekolah dasar, banyak hal yang harus dilakukan oleh pihak sekolah agar dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Membangun sistem sekolah yang baik sangat penting, dimulai dari kepala sekolah, staff tata usaha, guru, serta peningkatan sarana dan prasarana sekolah guna menunjang kegiatan belajar yang diharapkan mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Guru sebagai salah satu bagian dari sistem sekolah mempunyai peranan yang sangat penting, karena guru akan berinteraksi langsung dengan peserta didik. Sangat penting bagi guru untuk menyiapkan perencanaan

(13)

Hasil belajar merupakan salah satu indikator keberhasilan seorang peserta didik dalam menempuh suatu pendidikan. Hasil belajar dapat diartikan hasil yang diperoleh dari proses belajar yang telah dilakukan. Hasil belajar

merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar. Hasil yang didapat oleh peserta didik memiliki tingkatan yang berbeda-beda dan untuk mencapai hasil belajar yang maksimal, maka perlu diperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar tersebut, antara lain faktor yang berasal dari dalam peserta didik tersebut (factor intern) dan faktor yang berasal dari luar diri peserta didik tersebut (factor ekstern)

Menurut Slameto (2013:54), faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut.

1. Faktor internal.

a. Jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh).

b. Psikologos (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan).

c. Kelelahan. 2. Faktor Eksternal.

a. Keluarga (cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan).

b. Sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah).

c. Faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat.

(14)

sebagai hasil belajar siswsa kedalam tiga ranah, yaitu ranah kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan siswa. Dengan demikian kurikulum pendidikan Indonesia juga menuntut siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan pembelajaran, dengan kata lain bukan lagi menjadi objek, tetapi menjadi subjek.

Berdasarkan penelitan pendahuluan yang dilaksanakan di SMP Negeri 2 Way Kenanga menunjukkan bahwa hasil belajar siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Way Kenanga, penilaian guru masih menekankan pada ranah pengetahuan (kognitif). Hasil belajar ranah kognitif yang diambil dari nilai ujian tengah semester belum maksimal. Sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Ujian Tengah Semester Siswa Ranah Pengetahuan Kelas VIII SMP Negeri 2 Way Kenanga Tahun Pelajaran 2014/2015

No Kelas Interval nilai Jumlah Siswa 0 – 69 7,00 – 100

1 VIII A 15 13 28

2 VIII B 14 14 28

3 VIII C 12 15 27

Jumlah siswa 41 42 83

Presentase 49,40% 50,60% 100%

Sumber: SMP Negeri 2 Way Kenanga 2014

(15)

Terpadu yang telah ditetapkan sebesar 70. Dengan demikian, Tabel 1 telah menunjukkan bahwa hasil belajar IPS Terpadu yang diperoleh siswa dalam ranah pengetahuan kelas VIII SMP Negeri 2 Way Kenanga masih tergolong rendah.

Menurut Djamarah (2002: 128) apabila presentasi siswa tuntas belajar kurang dari 65%, maka presentase keberhasilan siswa pada mata pelajaran tersebut tergolong rendah. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Way Kenanga belum dapat menyerap dan

menguasai materi pelajaran secara optimal sehingga tidak dapat mencapai KKM yang telah ditetapkan.

Menurut Djamarah dan Zain (2006: 121) kriteria tingkat ketuntasan belajar siswa adalah sebagai berikut.

1. Istimewa/maksimal apabila seluruh pelajaran yang diajarkan dapat dikuasai siswa 100%.

2. Baik sekali/optimal apabila sebagian besar dapat dikuasai siswa yaitu 76%-99%.

3. Baik/minimal apabila bahan pelajaran yang dikuasai siswa sebesar 60%-76%.

4. Kurang apabila bahan pelajaran yang dikuasai siswa < 60%.

Tabel 1 juga memperlihatkan ketiga kelas tersebut mempunyai kemampuan akademis yang relatif sama. Sebagai upaya untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran yang kemudian berdampak pada pencapaian hasil belajar IPS Terpadu yang sesuai dengan KKM adalah dengan menerapkan model pembelajaran coopereative learning (model pembelajaran

(16)

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu bentuk penyempurnaan dari belajar kelompok biasa. Salah satunya adalah pembagian anggota-anggota dalam kelompok, pembagian kelompok disusun sedemikian rupa sehingga terbentuk kelompok yang heterogen.

Berdasarkan observasi, sikap siswa juga dinilai kurang baik, dalam hal sikap spiritual siswa sudah cukup baik, siswa sudah mempunyai kesadaran untuk melaksanakan shalat dzuhur berjamaah di sekolah bagi yang beragama Islam, tetapi masih ada beberapa yang belum mempunyai kesadaran untuk melaksanakan shalat. Selain itu siswa bersama-sama membaca do’a ketika hendak memulai dan selesai belajar di kelas, akan tetapi masih banyak siswa yang bermain-main dalam berdo’a.

Sementara itu sikap sosial siswa masih dinilai kurang baik, hal ini

(17)

Berdasarkan observasi dan wawancara juga diketahui psikomotor siswa juga dinilai masih kurang, menurut guru mata pelajaran saat menyajikan hasil pengamatan yang ditugaskan oleh guru, hasil pengamatan yang disajikan peserta didik masih kurang lengkap, tidak sistematis, dan penggunaan kosa kata yang belum baik sehingga belum sesuai dengan apa yang ditugaskan oleh guru. Sebaiknya saat menyajikan tugas siswa harus mampu menyajikan dengan lengkap sesuai dengan kegiatan pengamatan yang dilakukan.

Kemudian siswa masih belum mampu menghasilkan gagasan-gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Saat menyajikan presentasi tugas beberapa siswa belum mampu menyajikan secara baik dengan sistematis.

Uraian di atas menunjukan bahwa hasil belajar siswa pada ketiga ranah pengetahuan, sikap, dan keterampilan belum tercapai dengan maksimal. Peserta didik belum mampu menampakkan kompetensi yang hendak dicapai dalam Kompetensi Inti (KI). Kompetensi yang dimaksud ada dalam KI 1, KI 2, KI 3 dan KI 4 yang akan dijabarkkan dalam Kompetensi Dasar dan Indikator Pembelajaran.

(18)

siswa untuk lebih bersemangat dalam mempelajari IPS Terpadu. Siswa perlu diperkenalkan suatu model pembelajaran yang bukan hanya sekedar

mendengarkan dan menghafal, tetapi mampu melibatkan mereka dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan wawancara dengan guru mata pelajaran IPS Terpadu, para siswa juga jarang mengajukan pertanyaan jika sedang mengalami kesulitan dalam poses belajar walaupun guru sering meminta agar siswa bertanya jika ada hal-hal yang belum jelas, dan kurangnya keberanian siswa inilah yang menyebabkan pembelajaran cenderung pasif. Padahal guru mengharapkan keaktifan siswa, baik dalam hal bertanya materi maupun menjawab

sejumlah soal yang diajukan oleh guru. Keaktifan siswa dalam pembelajaran menunjukan tingkat kemampuan pemahaman siswa terhadap materi yang telah diajarkan oleh guru.

Upaya untuk meningkatkan aktivitas siswa dalam kegiatan pembelajaran yang kemudian akan berdampak pada pencapaian hasil belajar IPS Terpadu yang lebih baik adalah dengan menerapkan pembelajaran kooperatif

(19)

Model pembelajaran kooperatif ada beberapa macam, yaitu pembelajaran kooperatif tipe Students Team Achivement Division (STAD), Jigsaw, Think Pair Share (TPS), Group Investigation (GI), Numbered Heads Together (NHT), Make a Match, Two Stay Two Stray (TSTS) dan lain lain. Masing-masing tipe mempunyai langkah-langkah, kelebihan, dan kekurangan yang berbeda-beda. Guru hendaknya menggunakan model pembelajaran yang bervariasi, tergantung pada materi dan tujuan pembelajaran agar siswa tidak jenuh dan tercipta suasana belajar yang menyenangkan.

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti melakukan penelitian untuk membandingkan hasil belajar IPS Terpadu siswa kelas VIII SMP Negeri 2 Way Kenanga dengan menerapkan dua model pembelajaran kooperatif yaitu tipe Numbered Heads Together (NHT) dan tipe Make a Match. Pemilihan kedua model tersebut karena dianggap mampu meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS Terpadu.

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Studi Perbandingan Hasil Belajar IPS Terpadu Menggunakan Model

Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Make a Match pada Siswa Kelas VIII Semester Ganjil SMP Negeri 2 Way Kenanga Tahun Pelajaran 2014/2015 .

1.2 Identifikasi Masalah

(20)

1. Hasil belajar IPS terpadu yang masih rendah, dilihat dari presentase siswa yang mencapai KKM pada ujian tengah semester.

2. Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran masih rendah. 3. Kurangnya semangat dan kreativitas siswa dalam belajar.

4. Banyak siswa yang tidak dapat fokus untuk memperhatikan guru yang sedang menyampaikan materi.

5. Kurangnya penerapan model pembelajaran kooperatif di kelas. 6. Proses pembelajaran masih cenderung berpusat pada guru (teacher

centered)

1.3 Pembatasan Masalah

Memperhatikan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, agar dalam pembahasan tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang ingin diteliti, maka perlu adanya batasan masalah dalam penelitian ini dibatasi pada kajian membandingkan hasil belajar IPS Terpadu melalui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Make a match pada siswa kelas VIII Semester Genap SMP Negeri 2 Way Kenanga Tahun Pelajaran 2014/2015.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan penjabaran permasalahan dan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

(21)

Together (NHT) lebih tinggi dari siswa pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match?

2. Apakah hasil belajar IPS Terpadu ranah pengetahuan siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) lebih tinggi dari siswa pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match?

3. Apakah hasil belajar IPS Terpadu ranah keterampilan siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) lebih tinggi dari siswa pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian masalah yang telah dijabarkan, maka tujuan penelitaian ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui efektifitas antara model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan Make a Match dalam pencapaian hasil belajar IPS Terpadu pada aspek sikap.

2. Untuk mengetahui efektifitas antara model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan Make a Match dalam pencapaian hasil belajar IPS Terpadu pada aspek pengetahuan.

(22)

1.6 Manfaat Penelitian

Pelaksanakan penelitian ini, diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara praktis. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1.Secara teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat dijadikan pengujian bahwa penerapan model pembelajaran merupakan salah satu hal yang penting dalam pendidikan.

2. Secara praktis

Hasil penelitan ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan berguna untuk bahan informasi sebagai berikut.

a. Bagi guru, diharapkan dapat menjadi masukan dalam memperluas pengetahuan dan wawasan mengenai model pembelajaran dalam meningkatkan hasil belajar.

b. Bagi siswa, dapat mempermudah cara belajar, sehingga siswa yang mengalami kesulitan dalam menerima pelajaran IPS Terpadu mampu meningkatkan hasil belajar.

c. Sebagai bahan masukan bagi sekolah dalam rangka perbaikan pembelajran IPS Terpadu.

(23)

1.7 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Ruang lingkup objek penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Make a Match untuk mengetahui hasil belajar IPS Terpadu.

2. Ruang lingkup subjek penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII Semester Ganjil. 3. Tempat penelitian

Tempat penelitian ini adalah SMP Negeri 2 Way Kenanga, Tulang Bawang Barat.

4. Waktu penelitian

Waktu penelitian ini adalah Semester Ganjil Tahun Pelajaran 2014/2015. 5. Ruang lingkup ilmu penelitian

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

Bagian kedua ini membahas mengenai tinjauan pustaka, hasil penelitian yang relevan, kerangka pikir, dan hipotesis. Pembahasan lebih rinci akan dibahas pada bagian-bagian berikut ini.

2.1. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka ini akan membahas tentang teori-teori yang mendasari tentang belajar, hasil belajar, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dan model pembelajaran tipe Make a Match.

2.1.1. Pengertian Belajar

Menurut Slameto (2013: 2) belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkat laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Pendapat lainnya menyatakan bahwa belajar adalah berusaha (berlatih) supaya mendapat suatu kepandaian/ilmu (Poerwadarminta dalam Masruroh, 2009: 7)

(25)

maupun nonformal yaitu pendidikan dari keluarga dan lingkungannya sampai dalam pendidikan sekolah yang memiliki tujuan untuk merubah tingkah laku, sikap, keterampilan, kebiasaan, serta perubahan seseorang menuju arah yang lebih baik.

Gagne dalam Dimyati dan Mudjiono (2006: 29) belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Kompleksitas belajar tersebut dipandang dari dua subjek, yaitu dari siswa dan dari guru. Dari siswa, belajar dialami sebagai suatu proses. Dari segi guru, proses belajar tersebut tampak sebagai perilaku belajar tentang suatu hal. Pendapat lain Ahmadi (2004: 128) mengatakan belajar adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungan. Sedangkan menurut Hamalik (2004: 154) mengemukakan bahwa belajar adalah suatu proses. Belajar bukan satu tujuan, tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan.

Rogers dalam Dimyati dan Mudjiono (2006: 10) mengemukakan belajar dengan pendekatan prinsip pendidikan dan pembelajaran yaitu:

1) menjadi manusia berarti memiliki kekuatan wajar untuk belajar. siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya. 2) siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi siswa. 3) pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan

bahan dan ide baru, sebagai bagian yang bermakna bagi siswa. 4) belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar

(26)

5) belajar yang optimal akan terjadi bila siswa berpartisipasi secara bertanggungjawab dalam proses belajar.

6) belajar mengalami (experiental learning) dapat terjadi, bila siswa mengevaluasi dirinya sendiri. Belajar mengalami dapat memberi peluang untuk belajar kreatif, self evaluation dan kritik diri. Hal ini berarti bahwa evaluasi dari instruktur bersifat sekunder. 7) belajar mengalami menuntut keterlibatan siswa secara penuh dan

sungguh-sungguh.

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, maka belajar adalah suatu proses dalam menemukan perubahan dalam diri seseorang, baik berupa tingkah laku, keterampilan, maupun pengetahuan dari hasil interaksi dengan lingkungan yang akan menciptakan hasil yang disebut hasil belajar yang dapat diukur melalui sistem penilaian tertentu.

2.1.2. Teori Belajar

Secara umum teori belajar dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok atau aliran yaitu :

a. Aliran Behavioristik (Tingkah Laku)

Pandangan tentang belajar menurut aliran tingkah laku, tidak lain adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respons (Nara dan Siregar, 2010: 25). Atau dengan kata lain, belajar adalah perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respons.

(27)

a) Teori Behaviorisme Menurut Watson

Teori Behaviorisme menurut Watson (1970) dalam Nara dan Siregar (2010: 26) sebagai proses interaksi antara stimulus dan respon, namun stimulus dan respon yang dimaksud harus dapat diamati (observable) dan dapat diukur. Dengan kata lain, Watson mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang tidak perlu diketahui. Bukan berarti semua perubahan mental yang terjadi dalam benak siswa tidak penting. Semua yang terjadi itu penting, tetapi faktor-faktor tersebut tidak bisa menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum

b) Teori Behaviorisme Menurut Edwin Guthrie

Guthrie dalam Nara dan Siregar (2010: 27) mengemukakan hukum kontiguiti yang memandang bahwa belajar merupakan kaitan asosiatif antara stimulus tertentu dan respons tertentu. Selanjutnya Edwin Guthrie berpendirian bahwa hubungan antara stimulus dengan respons merupakan faktor kritis dalam belajar. Guthrie juga mengemukakan bahwa “hukuman” memegang peran penting dalam proses belajar. Menurutnya suatu hukuman yang diberikan pada saat yang tepat, akan mampu mengubah kebiasaan seseorang. Meskipun demikian, nantinya faktor hukuman ini tidak dominan dalam teori-teori tingkah laku. Terutama setelah Skiner makin mempopulerkan ide tentang “penguatan” (reinforcement).

c) Teori Behaviorisme Menurut Skinner

(28)

teori Skiner mungkin yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan belajar. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus respons serta mementingkan faktor-faktor penguat (reinforcement), merupakan program

pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner. (Nara dan Siregar, 2010: 27)

Berdasarkan teori behaviorisme yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas, menekankan pada sebuah proses perubahan tingkah laku berdasarkan apa yang diberikan (dalam bentuk stimulus) dan diterima melalui respon. Perubahan yang terjadi tersebut merupakan perubahan yang bersifat nyata ataupun tidak nyata. Dari teori ini yang mungkin berpengaruh terhadap proses belajar adalah dari teori Skiner.

b. Aliran Kognitivistik

a) Teori Kognitif Menurut Piaget

Menurut Jean Piaget seorang penganut aliran kognitif yang kuat, bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan, yakni : asimilasi; akomodasi; dan equilibrasi (penyeimbangan). Proses asimilasi adalah proses penyatuan (pengintegrasian) informasi baru ke informasi struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi yang baru. Equilibrasi adalah penyesuaian

berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. (Nara dan Siregar, 2010: 32)

b) Teori Kognitif Menurut Ausubel

(29)

adalah proses mengaitkan dalam informasi baru dengan konsep-konsep yang relevan dan terdapat dalam struktur kognitif seseorang. (Nara dan Siregar, 2010: 36)

c) Teori Kognitif Menurut Bruner

Menurut pandangan Bruner, bahwa teori belajar itu bersifat deskriptif, sedangkan teori pembelajaran itu bersifat preskriptif. Misalnya, teori penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran menguraikan bagaimana cara mengajarkan penjumlahan. (Nara dan Siregar, 2010: 34)

Berdasarkan teori kognitif di atas, memberikan pengaruh terhadap kegiatan belajar yang mengacu pada kognitif yaitu pengetahuan yang struktur dan telah ada dalam benak siswa yang kemudian akan disesuaikan oleh kemampuannya dalam

mengintreprestasikan pengetahuan tersebut. Penelitian ini merujuk pada teori kognitif dari Piaget dan David Ausubel.

c. Aliran Humanistik

a) Teori Humanistik Menurut Bloom dan Krathowl

Teori dalam Bloom dan Krathowl dalam Nara dan Siregar (2010: 8-12) menunjukkan apa yang mungkin telah dikuasai (dipelajari) oleh siswa, yang tercakup dalam tiga kawasan berikut:

1. Kognitif

(30)

2. Psikomotor

Psikomotor terdiri dari lima tingkatan yaitu : (1) peniruan (menirukan gerak); (2) penggunaan (menggunakan konsep untuk melakukan gerak); (3) ketepatan (melakukan gerak dengan benar); (4) perangkaian (beberapa gerakan sekaligus dengan benar); (5) naturalisasi (melakukan gerak secara wajar).

3. Afektif

Afektif terdiri dari lima tingkatan yaitu : (1) pengenalan (ingin menerima, sadar akan adanya sesuatu); (2) merespon (aktif berpartisipasi); (3) penghargaan (menerima nilai-nilai, setia pada nilai-nilai tertentu); (4) pengorganisasian

(menghubung-hubungkan nilai-nilai yang dipercaya); (5) pengalaman atau menjadikan nilai-nilai sebagai bagian dari pola hidup.

b) Teori Humanistik Menurut Kolb

Seorang ahli yang bernama Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat tahap, yaitu; pengalaman konkret, pengalaman aktif dan reflektif, konseptualisasi, dan eksperimen aktif. pada tahap awal pembelajaran siswa hanya mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian. Pada tahap kedua, siswa secara lambat laun akan mulai mampu mengadakan observasi aktif terhadap kejadian itu, dan mulai berusaha memikirkan dan memahaminya. Pada tahap ketiga, siswa mulai belajar membuat konsep “teori” tentang hal yang diamatinya. Dan pada tahap terakhir, siswa mampu untuk mengaplikasikan suatu aturan umum ke situasi yang baru. (Nara dan Siregar, 2010: 35) c) Teori Humanistik Menurut Honey dan Mumford

Berdasarkan teori yang diterapkan oleh Kolb, Honey and Mumford membuat penggolongan siswa. Menurut mereka ada empat macam atau tipe siswa, yaitu : aktivis; reflektor; teoris; dan pragmatis. (Nara dan Siregar, 2010: 36)

(31)

perubahan terhadap tingkah laku dalam diri seseorang. Dari teori tersebut, teori yang dikemukakan oleh Bloom dan Krathowl adalah yang paling dikenal atau sering disebut dalam Taksonomi Bloom. d. Teori Konstruktivistik

Glaserfeld, Betercourt (1989) dan Mathews (1994) dalam Nara dan Siregar(2010: 39) mengemukakan bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang adalah hasil konstruksi (bentukan) orang itu sendiri. Sementara Piaget (1971) dalam Nara dan Siregar (2010: 39) mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalamannya. Hal ini sedikit berbeda dengan pendapat Lorsbach dan Tobin (1992) yang menyatakan bahwa pengetahuan ada dalam diri seseorang yang mengetahui, pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari otak seseorang kepada yang lain. Sedangkan Nara dan Siregar (2010: 36) sendiri mengemukakan teori konstruktivistik sebagai proses pembentukan (Konstruksi) pengetahuan oleh si belajar itu sendiri.

Driver dan Oldham (1994) dalam Nara dan Siregar (2010: 36) mengemukakan cirri-ciri belajar berbasis konstrutivistik adalah orientasi, elisitasi, restrukturusasi ide, penggunaan ide baru, dan review.

2.1.3. Hasil Belajar

(32)

mengadakan evaluasi dari proses belajar yang dilakukan dinyatakan kedalam ukuran dan data hasil belajar.

Merujuk pendapat Gagne dalam Suprijono (2013: 5-6) mengatakan bahwa hasil sebagai berikut.

a. Informasi verbal, yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan. Kemampuan merespon secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak memerlukan manipulasi symbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

b. Keterampilan intelektual, yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta konsep dan mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.

Keterampilan intelektual merupakan kemampuan melakukan aktivitas kognitif bersifak khas.

c. Strategi kognitif, yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

d. Keterampilan motorik, yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, seingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

e. Sikap, adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan penelitian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai. Sikap merupakan kemampuan menjadikan nilai-nilai sebagai standar perilaku.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006: 3) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar.dilihat dari sisi siswa hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar, sedangkan dari sisi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dan menurut Djamarah (2008: 11) hasil belajar adalah proses perubahan perilaku berkat pengalaman dan latihan.

(33)

adalah knowlwdge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis (menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain efektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respons), valuing (nilai),

organization (organisasi), characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized.

Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial dan intelektual. Sementara menurut Lindgrend hasil

pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian dan sikap. Yang harus diingat, hasil belajar adalah perubahan perilaku secara keseluruhan, bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja, artinya hasil belajar tidak dilihat secara fragmentis atau terpisah, melainkan komperhensif.

Berdasarkan uraian para ahli di atas dapat diketahui bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan dan hasil akhir yang dimiliki seorang siswa dari suatu proses belajar yang mencakup kemampuan afektif, kognitif dan psikomotorik yang dinyatakan dalam bentuk skor atau angka.

(34)

kondisi kondisi lingkungan, unsur-unsur dinamis dalam pembelajaran, dan upaya guru dalam membelajarkan siswa.

Slameto (2013 : 54-71) ada 2 faktor yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu sebagai berikut.

1. Faktor internal

a. Jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh)

b. Psikologos (intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, kesiapan)

c. Kelelahan 2. Faktor Eksternal

a. Keluarga (cara orang tua mendidik, trelasi antar anggota

keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan)

b. Sekolah (metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran diatas ukuran, keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah)

c. Faktor masyarakat (kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul, dan bentuk kehidupan masyarakat). Dari pendapat di atas, dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa dipengaruhi dua faktor utama, yaitu faktor dari dalam siswa itu sendiri (internal) seperti kesehatan, kesiapan, minat, motivasi dan cita-cita dan fakor dari luar siswa (eksternal) seperti keluarga, sekolah dan

masyarakat. Apabila faktor internal dan eksternal siswa baik, maka akan menunjang pencapaian hasil belajar siswa.

Menurut Hamalik (2004: 32) belajar yang efektif sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor kondisional yang ada. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut.

1. Faktor kegiatan, penggunaan dan ulangan, maksudnya materi yang telah dipelajari perlu digunakan secara praktis dan diadakan ulangan secara bersambung.

(35)

pelajaran yang belum dikuasai akan dapat lebih mudah dipelajari dan dipahami.

3. Belajar akan lebih berhasil jika siswa merasa berhasil dan mendapatkan kepuasannya.

4. Siswa yang belajar perlu mengetahui apa ia berhasil atau gagal dalam belajarnya.

5. Faktor asosiasi dalam belajar, karena semua pengalaman belajar antara yang lama dan yang baru secara berurutan diasosisikan sehingga menjadi satu kesatuan pengalaman.

6. Pengalaman masa lampau (bahan apersepsi) dan pengertian-pengertian yang telah dimiliki oleh siswa untuk menjadi dasar dalam menerima pengalaman-pengalaman baru dan pengertian-pengerian baru.

7. Faktor kesiapan belajar. Faktor ini erat kaitannya dengan masalah kematangan siswa, motivasi, kebutuhan dan tugas-tugas

perkembangan.

8. Faktor motivasi dan usaha. Belajar dengan motivasi akan mendorong siswa belajar daripada siswa belajar tanpa motivasi. 9. Faktor-faktor fisiologis.

10.Faktor intelegensi. Siswa yang cerdas akan lebih berhasil dalam kegiatan belajar, karena ia akan lebih mudah menangkap dan memahami pelajaran dan akan lebih mudah mengingatnya.

2.1.4. Mata Pelajaran IPS Terpadu

IPS atau studi sosial merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu sosial yaitu Sosiologi, Sejarah, geografi, Ekonomi, Politik Antropologi, Filsafat dan Psikologi Sosial (Harianti, 2006: 7). Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Terpadu sebagai mata pelajaran yang wajib ditempuh oleh

peserta didik, merupakan mata pelajaran yang disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu sebagaimana yang tertuang dalam

(36)

Kosasih Djahiri dalam Sapriya dkk (2008: 8) mengemukakan karakteristik pembelajaran IPS adalah sebagai berikut:

1) IPS berusaha mempertautkan teori ilmu dan fakta atau sebaliknya (menelaah fakta dari segi ilmu);

2) penelaahan dan pembahasan IPS tidak hanya dari satu bidang disiplin ilmu saja, melainkan bersifat komprehensif (meluas/dari berbagai ilmu sosial lainnya, sehingga berbagai konsep ilmu secara terintegrasi terpadu) digunakaan untuk menelaah suatu

masalah/tema/topik. Pendekatan seperti ini disebut juga sebagai pendekatan integated, juga menggunakan pendekatan broadfield (luas), dan multiple resources (banyak sumber);

3) mengutamakan peran aktif siswa melalui proses belajar inquri agar siswa mampu mengembangkan berpikir kritis, rasional, dan analistis. 4) program pembelajaran disusun dengan meningkatkan/

menghubungkan bahan-bahan dari berbagai disiplin ilmu sosial dan lainnya dengan kehidupan nyata di masyarakat, pengalaman, permasalahan, kebutuhan, dan memproyeksikan kepada kehidupan dimasa depan baik dari lingkungan fisik/alam maupun budayanya; 5) IPS dihadapkan secara konsep dan kehidupan sosial yang sangat

labil, sehingga titik berat pembelajaran adalah terjadi proses internalisasi secara mantap dan aktif pada diri siswa memiliki kebiasaan dan kemahiran untuk menelaah permasalahan kehidupan nyata pada masyarakat;

6) IPS mengutamakan hal-hal, arti, dan penghayatan hubungan masyarakat yang sifatnya manusiawi;

7) pembelajaran yang tidak hanya mengutamakan pengetahuan semata, juga nilai dan keterampilannya;

8) berusaha untuk memuaskan setiap siswa yang berbeda melalui program maupun pembelajarannya dalam arti memperhatikan minat siswa dan masalah-masalah kemasyarakatan yang dekat dengan kehidupannya;

9) dalam pengembangan program pembelajaran senantiasa melaksanakan prinsip-prinsip, karakteristik (sifat dasar) dan pendekatan-pendekatan IPS itu sendiri;

2.1.5. Model Pembelajaran Kooperatif

(37)

Terdapat berbagai macam model pembelajaran yang dapat dijadikan alternatif bagi guru untuk menjadikan kegiatan pembelajaran di kelas berlangsung efektif dan optimal. Salah satunya yaitu dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif.

Slavin dalam Solihatin dan Raharjo (2005: 4) menyatakan bahwa cooperative learning adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari 4 sampai 6 orang, dengan struktur

kelompoknya yang bersifat heterogen. selanjutnya dikatakan pula, keberhasilan belajar dari kelompok tergantung pada kemampuan dan aktivitas anggota kelompok baik secara individu maupun kelompok. Sedangkan Solihatin dan Raharjo (2005: 4) mendefinisikan

pembelajaran kooperatif sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama daam struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilannya sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok tersebut.

Menurut Lie dalam Huda (2013:56) menyatakan bahwa “model

pembelajaran kooperatif merupakan sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada siswa untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur”. Adapun prinsip-prinsip dasar menurut Huda (2013:78), meliputi.

1) Tujuan perumusan pelajaran siswa harus jelas.

(38)

3) Ketergantungan yang bersifat positif. 4) Interaksi yang bersifat terbuka. 5) Tanggung jawab individu. 6) Kelompok bersifat heterogen.

7) Interaksi sikap dan perilaku sosial yang positif. 8) Tindak lanjut (follow up).

9) Kepuasan dalam belajar.

Sadker dan Sadker dalam Huda (2013: 66) menjabarkan beberapa manfaat pembelajaran kooperatif. Selain meningkatkan keterampilan kognitif dan afektif siswa, pembelajaran kooperatif juga memberikan manfaat sebagi berikut.

1) Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif akan mendapatkan hasil yang lebih tinggi.

2) Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki sikap harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar.

3) Siswa menjadi lebih peduli dengan teman-temannya dan diantara mereka akan terbangun rasa ketergantungan yang positif untuk proses belajar.

4) Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang berbeda-beda.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat diketahui bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menuntut siswa untuk terlibat untuk berinteraksi, bekerjasama, dan bertukar fikiran dalam suatu kelompok kecil yang bersifat heterogen guna mencapai tujuan pembelajaran.

2.1.6. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)

(39)

kelompoknya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Head Together (NHT) atau model pembelajaran kooperatif tipe kepala bernomor.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dikembangkan Spencer Kagan. Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan pertimbangan jawaban yang paling tepat. Selain itu teknik ini mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka. Maksud dari kepala bernomor yaitu setiap anak mendapatkan nomor tertentu, dan setiap nomor mendapatkaan

kesempatan yang sama untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam menguasai materi. (Suprijono, 2013: 92).

Penggunaan model pembelajaran NHT tidak hanya menuntut siswa untuk menguasai konsep yang diberikan, akan tetapi juga menuntut siswa untuk dapat saling berinteraksi, bekerjasama dan bertukar pendapat dalam kelompoknya. Siswa juga dituntut untuk berani dalam mengemukakan pendapat. Suasana kelas yang santai dan

menyenangkan serta tidak terdapatnya siswa yang mendominasi dalam kegiatan pembelajaran karena semua siswa memiliki peluang yang sama untuk tampil menjawab pertanyaan. Menurut Suprijono (2013: 92) langkah-langkah model pembelajaran NHT yaitu sebagai berikut.

a. Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.

(40)

c. Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat mengerjakannya/menge-tahui jawabannya.

d. Guru memanggil salah satu nomor siswa dan nomor yang dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka.

e. Tanggapan dari teman yang lain, kemudian guru menunjuk nomor yang lain.

Ibrahim (2000: 28) mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yaitu sebagai berikut.

1. Hasil belajar akademik struktural

bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.

2. Pengakuan adanya keberagaman

bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai latar belakang yang berbeda.

3. Pengembangan keterampilan sosial

bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa.

Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mampu menjelaskan dan

mengungkapkan ide atau pendapat, mampu bekerja dalam kelompok, dan sebagainya. Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep Kagen dalam Ibrahim (2000: 29), dengan tiga langkah yaitu:

a. pembentukan kelompok b. diskusi masalah

c. tukar jawaban antar kelompok

Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000: 29) menjadi enam langkah sebagai berikut.

Langkah 1. Persiapan

(41)

sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).

Langkah 2. Pembentukan Kelompok

Pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT). Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberikan nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Kelompok yang dibentuk

merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin, dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok.

Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket/bahan panduan Pembentukan kelompok tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru.

Langkah 4. Diskusi masalah

Kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap anggota kelompok berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum. Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban Tahap ini, guru menyebutkan satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.

Langkah 6. Memberikan kesimpulan

Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.

(42)

kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah yang kompleks yang sengaja ditimbulkan.

Nurhadi, dkk (2003: 66) berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dikembangkan dengan melibatkan para siswa dalam me-review bahan yang dicakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa mengenai isi pelajaran tersebut. Sebagai pengganti pertanyaan langsung kepada seluruh siswa, guru menggunakan struktur 4 langkah sebagai berikut.

a. Penomoran (Numbering) yaitu guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan 3 sampai 5 orang dan memberikan mereka nomor sehingga setiap siswa dalam kelompok tersebut memiliki nomor yang berbeda;

b. Pengajuan pertanyaan (Questioning) yaitu guru mengajikan pertanyaan kepada siswa;

c. Berfikir bersama (Heads Together) yaitu para siswa berfikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap siswa mengetahui jawaban tersebut;

d. Pemberian jawaban (Answering) yaitu guru menyebut satu nomor dan para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas. Suprijono (2009: 92) menyatakan bahwa model pembelajaran

(43)

Mereka diberi kesempatan untuk memberikan jawaban atas pertanyaan yang diberikan oleh guru.

Setiap model pembelajaran yang diterapkan tentunya mempunyai kelebihan dan kekurangan tertentu. Ada beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together (NHT) terhadap siswa yang memiliki hasil belajar yang masih rendah yang

dikemukakan oleh Lundgeren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain: 1. rasa harga diri menjadi lebih tinggi;

2. memperbaiki kehadiran;

3. penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar; 4. perilaku menggangu menjadi lebih kecil;

5. konflik antara pribadi berkurang; 6. pemahaman yang lebih mendalam;

7. meningkatakan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi; 8. hasil belajar lebih tinggi.

Model NHT juga mempunyai kekurangan. Salah satu kekurang model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) adalah kelas cendurung menjadi ramai jika guru tidak dapat mengkondisikan dengan baik, keramaian itu dapat menjadi tidak terkendalikan. Sehingga mengganggu proses belajar mengajar, tidak hanya dikelas sendiri tetapi bisa juga mengganggu kelas lain. Terutama untuk kelas-kelas dengan jumlah murid yang lebih dari 35 orang.

2.1.7. Model Pembelajaran Kooperatif tipe Make a Match

(44)

oleh Curran dalam Huda (2013:134-135) menyatakan bahwa Make a Match adalah kegiatan siswa untuk mencari pasangan kartu yang merupakan jawaban soal sebelum batas waktunya, siswa yang dapat mencocokkan kartunya akan diberi poin dan yang tidak berhasil mencocokkan kartunya akan diberi hukuman sesuai dengan yang telah disepakati bersama. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan ruangan kelas juga perlu ditata sedemikian rupa, sehingga menunjang

pembelajaran kooperatif. Keputusan guru dalam penataan ruang kelas harus disesuaikan dengan kondisi dan situasi ruang kelas dan sekolah.

Model pembelajaran Make a Match mengajak murid mencari jawaban terhadap suatu pertanyaan konsep melalui suatu permainan kartu pasangan (Komalasari, 2010: 85). Model Make a Match ini dikembangkan oleh Lurna Curran pada tahun 1994, berawal dari banyaknya siswa di tingkat dasar (young student) yang mempunyai kesulitan untuk mengembangkan social skill (keterampilan sosial) siswa dalam bekerjasama dengan orang lain dalam pelajaran berhitung

(matematika). Salah satu keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topik dalam suasana yang menyenangkan. Bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.

Langkah-langkah Model Pembelajarn Make a Match menurut Huda (2013: 135) sebagai berikut.

(45)

2) Siswa dibagi menjadi 3 kelompok, kelompok 1 mendapat kartu soal dan kelompok 2 mendapat kartu jawaban sedangkan kelompok 3 berfungsi sebagai penilai.

3) Tiap peserta didik mendapatkan satu kartu yang berisi pertanyaan atau jawaban.

4) Setiap peserta didik mencari pasangan yang cocok dengan kartunya (Pasangan pertanyaan-jawaban)

Langkah-langkah penerapan model Make a Match menurut Lurna Curran (Komalasari, 2010: 85) adalah sebagai berikut:

1) guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review, satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban;

2) setiap siswa mendapatkan sebuah kartu yang bertuliskan soal/jawaban;

3) tiap siswa memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang dengan mencari materi tersebut;

4) setiap siswa mencari pasangan kartu yang cocok dengan kartunya; 5) setiap siswa yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas

waktu diberi poin, dan membentuk kelompok kecil sesuai topik; 6) jika siswa tidak dapat mencocokkan kartunya dengan kartu

temannya (tidak dapat menemukan kartu soal atau kartu jawaban) akan mendapatkan hukuman, yang telah disepakati bersama; 7) setelah satu babak, kartu diundi lagi agar tiap siswa mendapat

kartu yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya; 8) guru bersama-sama dengan siswa membuat kesimpulan terhadap

materi pelajaran.

Setiap model pembelajaran kooperatif mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing, begitu juga dengan model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian ini yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match. Kelebihan atau manfaat dari model pembelajaran Make a Match adalah sebagai berikut.

1) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik.

2) Karena ada unsur permainan, model ini menyenangkan.

3) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. 4) Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

(46)

6) Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.

Kekurangan atau kelemahan dari model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match antara lain sebagai berikut.

1) Jika guru tidak merancangnya dengan baik, maka banyak waktu terbuang.

2) Pada awal-awal penerapan model ini, banyak siswa yang malu bisa berpasangan dengan lawan jenisnya.

3) Jika guru tidak mengarahkan siswa dengan baik, saat presentasi banyak siswa yang kurang memperhatikan.

4) Guru harus hati-hati dan bijaksana saat memberi hukuman pada siswa yang tidak mendapat pasangan, karena mereka bisa malu. 5) Menggunakan model ini secara terus menerus akan menimbulkan

kebosanan.

(sumber : http://s4iful4min.blogspot.com/2011/02/metode-make-match-tujuan-persiapan-dan.html)

2.2. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan merupakan hasil penelitian terdahulu yang relevan dijadikan titik tolak penelitian dalam mencoba melakukan pengulangan, revisi, modifikasi, dan sebagainya. Penelitian yang relevan dan selaras dengan judul penelitian “Studi Perbandingan Hasil Belajar IPS Terpadu

Siswa yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Make a Match ” dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut.

Tabel 2. Hasil Penelitian yang Relevan Thn Nama

Peneliti Judul Penelitian Kesimpulan 2012 Sigit

Sukendr o

Studi Perbandingan Hasil Belajar Ekonomi dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan Make a Match pada Siswa Kelas X Semester Ganjil SMAN 1 Pagar Dewa Tahun Pelajaran 2011/2012”.

Ada perbedaan hasil belajaran antara model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan

(47)

2012 Ayu Rachma

Studi Perbandingan Hasil Belajar Ekonomi dengan Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dan Model Pembelajaran Make a Match Kelas X SMA Al-Azhar 3 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2011/2012

Tidak ada perbedaan hasil belajar ekonomi siswa yang diberi model pembelajaran kooperatif

Studi Perbandingan Hasil Belajar Ekonomi Siswa melalui Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Student Team Achievment Division (STAD) dengan Memperhatikan Minat Belajar (Studi pada Kelas X SMA Negeri 1

Negerikaton Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran 2011/2012

Ada perbedaan rata-rata hasil belajar ekonomi siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran koopeatif tipe STAD

2012 Eis Sumiyat i

Studi Perbandingan Hasil Belajar Ekonomi Melalui model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dengan model pembelajaran langsung pada siswa kelas X semester genap SMAN 1 Terbanggi Besar tahun pelajaran 2011/2012

Hasil penelitian ada perbedaan hasil belajar ekonomi antara siswa yang pembelajarannya

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dengan siswa yang

pembelajarannya menggunakan model pembelajaran langsung, diperoleh Fhitung 5,891 >

Ftabel 4,00

2.3. Kerangka Pikir

(48)

belajar IPS Terpadu siswa dalam ranah sikap, pengetahuan dan keterampilan. Untuk merumuskan hipotesis, maka perlu dilakukan argumentasi, yaitu terdapat perbedaan antara hasil belajar IPS Terpadu siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.

2.3.1. Hasil Belajar IPS Terpadu Ranah Sikap Siswa yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Lebih Tinggi daripada Siswa yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match

Penerapan model pembelajaran yang tepat pada materi pelajaran membantu siswa dalam menunjang keberhasilan. Guru-guru di sekolah masih banyak yang menggunakan metode langsung (teacher centered) sehingga guru dituntut untuk menguasai materi pelajaran sehingga siswa menjadi pasif dan kreativitasnya terbatas. Namun, adanya model-model pembelajaran kooperatif yang mulai digunakan, membuat kreativitas dan keaktifan siswa dalam mengikuti pelajaran menjadi motivasi siswa dalam mencapai keberhasilan. Guru hanya sebagai fasilitator bagi siswa. Terdapat banyak model pembelajaran kooperatif, tetapi penelitian ini hanya membandingkan model pembelajaran

kooperatif tipe NHT dan Make a Match.

Penerapan model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk menciptakan suasana dimana siswa dapat saling berinteraksi dan bekerja sama

(49)

tipe NHT dan Make a Match. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT dan Make a Match mempunyai beberapa kesamaan dalam langkah pembelajaran, diantaranya adalah dalam cara menentukan kelompok heterogen yang berdasarkan dari kemampuan akademis, jenis kelamin, suku dan ras yang berbeda.

Model kooperatif tipe NHT guru membentuk kelompok yang

anggotanya heterogen, kemudian guru mengajukan pertanyaan dalam bentuk lembaran soal yang dibagikan pada tiap kelompok. Guru juga memberikasn nomor kepala masing-masing siswa dalam kelompok dan berinteraksi dengan teman satu kelompoknya untuk menyelesaikan tugas, lalu guru memanggil salah satu nomor untuk mempresentasikan jawaban di depan kelas. Langkah terakhir adalah guru bersama siswa menyimpulkan jawaban yang tepat dan menyimpulkan materi yang sedang dibahas. Pembelajaran model ini mendapat penomoran sehingga siswa tidak tergantung pada anggotanya dan akan menimbulkan rasa tanggung jawab belajar pada diri siswa. Tipe ini juga melibatkan siswa untuk kerjasama karena melibatkan seluruh siswa dalam memecahkan masalah. Setiap siswa dalam kelompok tersebut memiliki kesempatan yang sama untuk saling berbagi ide atau pendapat sehingga dapat menghindari dominasi oleh beberapa siswa saja. Ibrahim (2000: 28) mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yaitu sebagai berikut.

1. Hasil belajar akademik struktural

bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.

(50)

bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai latar belakang yang berbeda.

3. Pengembangan keterampilan sosial

bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Selain itu, beberapa manfaat pada model pembelajaran kooperatif Numbered Heads Together (NHT) terhadap siswa yang memiliki hasil belajar yang masih rendah yang dikemukakan oleh Lundgeren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain:

1. rasa harga diri menjadi lebih tinggi; 2. memperbaiki kehadiran;

3. penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar; 4. perilaku menggangu menjadi lebih kecil;

5. konflik antara pribadi berkurang; 6. pemahaman yang lebih mendalam;

7. meningkatakan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi; 8. hasil belajar lebih tinggi.

Model pembelajaran Make a Match, guru menjelaskan materi sebagai pengantar, kemudian guru membagi siswa ke dalam kelompok

beranggotakan 4-6 orang untuk mendiskusikan materi yang diberikan. Kemudian masing-masing kelompok diberikan kartu soal dan kartu jawaban. Setiap kelompok yang memiliki kartu soal dan kartu jawaban harus mencari pasangan dari kartu yang dipegangnya, lalu dibacakan di depan kelas sesuai dengan pasangannya. Kemudian kembali pada keadaan semula dan materi diakhiri dengan membuat kesimpulan yang dipandu oleh guru. Sehingga dalam hal ini siswa dapat kurang

memahami pelajaran apabila mengalami kesulitan karena tidak adanya kelompok teman untuk berdiskusi.

(51)

1) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik.

2) Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan.

3) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. 4) Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

5) Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.

6) Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar. (sumber : http://s4iful4min.blogspot.com/2011/02/metode-make-match-tujuan-persiapan-dan.html

Jika dikaitkan dengan teori behavioristik Model NHT ataupun Make a Match dapat menciptakan stimulus dan respon yang berbeda pada siswa untuk belajar karena adanya penomoran dan kelompok kartu

berpasangan sehingga akan menciptakan respon kegiatan belajar aktif yang berbeda. Pada model pembelajaran NHT tiap-tiap siswa dituntut untuk lebih aktif dalam pembelajaran dan dilakukan dalam kelompok kecil . kerjasama dalam tim membuat siswa mendapat dorongan siswa lebih bertanggung jawab, meningkatkan kepekaan, toleransi, dan disiplin, sehingga dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam ranah sikap. Sedangkan pada model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match siswa dituntut secara individu meskipun pada dasarnya model pembelajaran ini adalah kooperatif.

(52)

dapat menjawab dengan baik, sehingga akan melatih sikap tanggung jawab siswa. Model NHT juga menuntut siswa untuk peduli dengan siswa lain khususnya dalam kelompoknya dan juga akan menciptakan suasana saling menghargai. Selain itu model NHT juga melatih siswa untuk disiplin yang mana semua itu adalah indikator penilaian ranah sikap.

2.3.2. Hasil belajar IPS Terpadu Ranah Sikap Pengetahuan yang

Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT LEBIH tinggi daripada Siswa yang menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match

Model NHT ataupun Make a Match dapat menciptakan stimulus yang berbeda pada siswa untuk belajar karena adanya penomoran dan kelompok kartu berpasangan sehingga akan menciptakan respon kegiatan belajar aktif yang berbeda. Pada model pembelajaran NHT tiap-tiap siswa dituntut untuk lebih aktif dalam pembelajaran dan dilakukan dalam kelompok kecil . kerjasama dalam tim menjadikan siswa saling bertukar pikiran dan bertukar pendapat sehingga dapat meningkatkan pengetahuan siswa khususnya pada materi yang sedang dipelajari, sehingga hal ini sangat baik untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam ranah sikap. Sedangkan pada model pembelajaran

kooperatif tipe Make a Match siswa dituntut secara individu meskipun pada dasarnya model pembelajaran ini adalah kooperatif.

Manfaat pada model pembelajaran kooperatif Numbered Heads

(53)

rendah yang dikemukakan oleh Lundgeren dalam Ibrahim (2000: 18), antara lain:

1. rasa harga diri menjadi lebih tinggi; 2. memperbaiki kehadiran;

3. penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar; 4. perilaku menggangu menjadi lebih kecil;

5. konflik antara pribadi berkurang; 6. pemahaman yang lebih mendalam;

7. meningkatakan kebaikan budi, kepekaan, dan toleransi; 8. hasil belajar lebih tinggi.

Sedangkan kelebihan atau manfaat dari model pembelajaran Make a Match adalah sebagai berikut.

1) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik.

2) Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan.

3) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. 4) Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

5) Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.

6) Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar. (sumber : http://s4iful4min.blogspot.com/2011/02/metode-make-match-tujuan-persiapan-dan.html

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti menduga model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik dari model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dalam meningkatkan hasil belajar siswa ranah

(54)

2.3.3. Hasil Belajar IPS Terpadu Ranah Keterampilan Siswa yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Lebih Tinggi daripada Siswa yang Menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make a Match

Model NHT ataupun Make a Match dapat menciptakan stimulus yang berbeda pada siswa untuk belajar karena adanya penomoran dan kelompok kartu berpasangan sehingga akan menciptakan respon kegiatan belajar aktif yang berbeda. Pada model pembelajaran NHT tiap-tiap siswa dituntut untuk lebih aktif dalam pembelajaran dan dilakukan dalam kelompok kecil. Kerjasama dalam tim menjadikan siswa saling bertukar pikiran dan bertukar pendapat sehingga dapat meningkatkan pengetahuan siswa khususnya pada materi yang sedang dipelajari. Selain itu siswa juga dituntut untuk berani dalam

mengemukakan pendapat, bertanya dan menjawab pertanyaan dengan baik. sehingga hal ini akan berdampak baik pada kemampuan siswa dalam hal keterampilan, khususnya keterampilan ranah abstrak seperti menulis dan berbicara yang diharapkan berdampak baik dalam

peningkatkan hasil belajar siswa dalam ranah keterampilan. Sedangkan pada model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match siswa dituntut secara individu meskipun pada dasarnya model pembelajaran ini adalah kooperatif.

Ibrahim (2000: 28) mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yaitu sebagai berikut.

1. Hasil belajar akademik struktural

(55)

2. Pengakuan adanya keberagaman

bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai latar belakang yang berbeda.

3. Pengembangan keterampilan sosial

bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Sedangkan kelebihan atau manfaat dari model pembelajaran Make a Match adalah sebagai berikut.

1) Dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, baik secara kognitif maupun fisik.

2) Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan.

3) Meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari. 4) Dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.

5) Efektif sebagai sarana melatih keberanian siswa untuk tampil presentasi.

6) Efektif melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu untuk belajar.

(sumber : http://s4iful4min.blogspot.com/2011/02/metode-make-match-tujuan-persiapan-dan.html)

Berdasarkan uraian tersebut, peneliti menduga model pembelajaran kooperatif tipe NHT lebih baik dari model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match dalam meningkatkan Hasil belajar siswa ranah

keterampilan. Karena dalam prosesnya model pembelajaran kooperatif tipe NHT membuat lebih aktif dari Make a Match, siswa ditintut untuk memahami materi dan mencari jawaban sendiri sehingga dapat melatih siswa dalam menyusun kata-kata yang bai dalam menjawab pertanyaan. Berbeda dengan pembelajaran kooperatif time Make a Match yang jawabannya sudah disediakan oleh guru.

(56)

2.4. Hipotesis

Hipotesis merupakan asumsi atau dugaan mengenai sesuatu yang dibuat dan untuk menjelaskan hal tersebut dilakukan pengecekan atau penelitian yang mengarah pada penyelidikan yang lebih lanjut. Berdasarkan kerangka pikir diatas, penulis merumuskan hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Hasil belajar IPS Terpadu dalam ranah sikap siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) lebih tinggi dari siswa pembelajarannya menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.

2. Hasil belajar IPS Terpadu ranah pengetahuan siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) Numbered Heads

Together (NHT)

Hasil Belajar IPS Terpadu

Model Pembelajaran

.

Make a Match

Hasil Belajar IPS Terpadu

Sikap Pengetahuan Keterampilan Sikap Pengetahuan Keterampilan

(57)

lebih tinggi dari siswa pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.

3. Hasil belajar IPS Terpadu ranah keterampilan siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) lebih tinggi dari siswa pembelajarannya menggunakan model

(58)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah metode penelitian eksperimen dengan menggunakan pendekatan komparatif. Penelitian eksperimen adalah metode yang mencoba mencari hubungan antar variabel, yaitu mencari hubungan dari beberapa variabel secara valid dan dapat digunakan untuk mecari kesimpulan-kesimpulan yang berlaku secara umum/generalisasi dan memiliki dua kriteria yaitu kelompok

(59)

Penelitian komparatif adalah suatu penelitian yang bersifat

membandingakan. Menguji hipoesis komparatif berarti menguji parameter populasi yang berbentuk perbandingan (Sugiyono, 2005: 115).

3.1.1. Desain Penelitian

Penelitian ini bersifat quasi eksperimen dengan pola non equivalent control group design. Dua macam eksperimen tersebut digunakan pada dua kelompok sampel yang berbeda yaitu kelas VIIIA melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dan kelas VIIIB melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe Make a Match.

Berdasarkan keterangan di atas, untuk lebih jelasnya desain dalam penelitian ini dapat dilihat secara rinci pada Tabel 5 sebagai berikut.

Tabel 3. Desain Penelitian

Kelas Q R S

-

-

Keterangan:

= kelas VIIIB (kelas eksperimen) X2 = kelas VIIIC (kelas kontrol)

Q = NHT (Numbered Heads Together) R = Make a Match

(60)

Penelitian ini akan membandingkan keefektifan dua model pembelajaran yaitu tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan Make a Match, terhadap hasil belajar ekonomi dikelas VIIIB dan VIIIC dengan keyakinan bahwa mungkin kedua model pembelajaran ini akan mampu meningkatkan hasil belajar IPS Terpadu siswa.

3.1.2. Prosedur Penelitian

Prosedur yang dijalankan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

a. Melakukan observasi pendahuluan disekolah, untuk mengetahui jumlah kelas yang akan dijadikan sebagai populasi dan kemudian digunakan sebagai sampel dalam penelitian. Selain itu, untuk mengetahui proses belajar mengajar di SMP Negeri 2 Way Kenanga.

b. Untuk mengetahui jumlah kelas yang akan digunakan sebagai sampel penelitian menetapkan sampel dengan menggunakan teknik cluster random sampling.

c. Melaksanakan model pembelajaran kooperatif NHT Langkah-langkah dalam penerapan sebagai berikut.

1) Siswa dibagi dalam kelompok, setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.

2) Guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya.

Gambar

Tabel
Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Ujian Tengah Semester Siswa Ranah
Tabel 2. Hasil Penelitian yang Relevan
Tabel 2. Hasil Penelitian yang Relevan (Lanjutan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

perubahan kurs valas terhadap nilai ekuivalen mata uang domestik atas aktiva dan kewajiban dalam mata uang asing yang dimiliki oleh perusahaan..  Sebagai contoh, sebuah

Scanned by CamScanner... Scanned

Pertama , periode diskursus kenabian ( Prophetic Discourse ), di mana al-Qur’an lebih suci, lebih autentik, dan lebih dapat dipercaya dibanding ketika dalam bentuk

Hasil survei yang didapat menunjukan bahwa potensi lokal yang terdapat di wilayah Kulon Progo berupa daerah pegunungan, dataran rendah, kawasan hutan mangrove dan

HARAPAN MANUSIA AKAN KEKUATAN ALLAH SWT DAN GAIB PADA RAJAH DALAM TRADISI TERBANGAN DI KABUPATEN BANDUNG. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Penelitian ini menggunakan Analisis Wacana Kritis dengan pendekatan Norman Fairclough, dalam penelitian sebelumnya teori ini telah digunakan untuk membedah penelitian

Dalam perencanaan dan penyususnan Laporan Akhir yang berjudul “Implementasi IP Camera Untuk Monitoring Ruang Teori dan Lab Praktikum Berbasis Web Server di

dengan klik tombol open setelah dokumen yang akan dibut telah disorot. Segera isi dokumen Excel tersebut akan dibuka oleh program Excel.