PENGARUH PERLAKUAN IRADIASI SINAR GAMMA
TERHADAP BEBERAPA PATOGEN TERBAWA UMBI
BAWANG MERAH
JONI HIDAYAT
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ‘Pengaruh Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Beberapa Patogen Terbawa Umbi Bawang Merah’ adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Mei 2012
Joni Hidayat
ABSTRACT
JONI HIDAYAT. Effects of Gamma Irradiation Treatment Against Pathogens of Shallot. Supervised by ABDJAD ASIH NAWANGSIH and WIDODO.
Indonesia is known as shallot-producing countries, but also imported shallot in a large numbers. The high rate of import may increase the risk of entry and spread of quarantine pests from the country of origin into the territory of Indonesia. Some of those quarantine pests are Cercospora duddiae, Pseudomonas syringae pv. syringae and Erwinia carotovora subsp. atroseptica. Gamma irradiation (cobalt-60) is a developing technique of quarantine treatment for eliminating the quarantine pests. The aims of this study are to see the effectiveness of gamma irradiation for eliminating quarantine pests and its effect on tuber’s germination as well as marketable tubers, to determine the feasibility of gamma irradiation as one of quarantine treatment techniques. In this experiment, the quarantine pests were replaced with non quarantine pathogen as a model, which are C. personata, E. carotovora, and fluorescence Pseudomonads. Dose of 50 Gy shows its effectiveness in inhibiting the germination percentage of shallot up to 10.3% and increasing the percentage of marketable tubers during storage up to 8.7%. The effective doses to eliminate fluorescence Pseudomonads, C. personata, and E. carotovora were 1500 Gy, 2000 Gy, and more than 5000 Gy, respectively. But those doses, caused more than 80% un-marketable. Based on those data, gamma irradiation could not be recommended as a quarantine treatment for imported shallot.
Keywords: Cercospora duddiae, Erwinia carotovora, Pseudomonas syringae
RINGKASAN
JONI HIDAYAT. Pengaruh Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Beberapa Patogen Terbawa Umbi Bawang Merah. Dibimbing oleh ABDJAD ASIH NAWANGSIH dan WIDODO.
Indonesia merupakan negara produsen sekaligus pengimpor bawang merah (Allium ascalonicum L.) dengan volume yang cukup tinggi. Tingginya laju impor bawang merah meningkatkan potensi masuk dan tersebarnya OPTK A1 dari negara asal ke wilayah Indonesia. Potensi tersebarnya OPTK menjadi semakin besar karena petani sering menggunakan bawang merah konsumsi sebagai bibit tanaman. Pengembangan teknologi perlakuan karantina perlu dilakukan untuk mengeliminasi OPTK yang terbawa umbi sekaligus menghilangkan daya tumbuh (devitalisasi) umbi bawang merah. Penggunaan iradiasi sinar gamma pada bawang merah telah banyak diterapkan, namun belum diketahui dosis iradiasi yang efektif untuk tujuan tindakan karantina terhadap impor bawang merah ke Indonesia. Dalam penelitian ini digunakan beberapa patogen tumbuhan sebagai model yang memiliki karakter mirip dengan OPTK sasaran yaitu Cercospora personata, Erwinia carotovora, dan Pseudomonas kelompok fluorescent. Tujuan penelitian ini adalah 1) menguji keefektifan iradiasi sinar gamma dalam mengeliminasi OPTK yang dimodelkan dengan beberapa patogen; 2) menguji pengaruh iradiasi terhadap persentase umbi berkecambah dan umbi layak jual untuk konsumsi; dan 3) menilai kelayakan penggunaan iradiasi sinar gamma sebagai teknik perlakuan karantina terhadap impor bawang merah untuk konsumsi.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fitopatologi Balai Uji Terap Teknik dan Metode Karantina Pertanian Bekasi, Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional Jakarta, dan PT. Rel-Ion Sterilization Bekasi dari bulan Agustus 2011 sampai Januari 2012. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 ulangan. Pada percobaan pertama dilakukan perlakuan iradiasi terhadap C. personata, E. carotovora, dan
Pseudomonas kelompok fluorescent. Isolat bakteri E. carotovora yang digunakan adalah E. carotovora resisten Rifampicin. Isolat bakteri E. carotovora disiapkan dengan menumbuhkan suspensi E. carotovora pada media Nutrient Agar (NA) yang telah ditambahkan 20 mg Rifampicin setiap 100 ml media. Isolat
Pseudomonas kelompok fluorescent dibiakkan pada media King’s B. Cendawan
cendawan yang diperoleh dicampur dengan larutan yang mengandung dekstrosa dan L-arginin masing-masing 0.5 g/l. Penghitungan persentase perkecambahan spora dilakukan dengan menjumlahkan spora yang berkecambah pada 4 bidang pandang pengamatan. Kelimpahan E. carotovora dan Pseudomonas kelompok fluorescent dihitung dari jumlah bakteri yang masih tumbuh setelah perlakuan iradiasi pada masing-masing media. Pada percobaan kedua dilakukan pengujian pengaruh iradiasi terhadap perkecambahan dan daya tumbuh umbi bawang merah. Perkecambahan umbi bawang merah dihitung dari persentase umbi yang berkecambah setelah iradiasi. Dosis iradiasi yang diujikan sebesar 0, 50, 75, 100, 125, 150, 175, 200, 225, dan 1000 Gy. Bahan uji berupa bawang merah varietas Bima Curut sebanyak 100 butir per dosis iradiasi. Pengamatan dilakukan setiap 7 hari selama 4 bulan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis ragam, dan jika terdapat perbedaan yang nyata dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan tingkat kesalahan 5%. Pada uji daya tumbuh, dilakukan pemotongan 1/3 bagian atas umbi untuk merangsang pertunasan. Bawang merah selanjutnya ditumbuhkan pada kertas tisu basah. Pengamatan persentase umbi tumbuh normal dan panjang tunasnya dilakukan setiap 3 hari selama 60 hari. Pada percobaan ketiga dilakukan pengujian pengaruh iradiasi terhadap persentase umbi layak jual. Persentase umbi layak jual dihitung dari jumlah total umbi yang diuji dikurangi jumlah umbi yang busuk, berkecambah, dan kering setelah perlakuan. Dosis iradiasi yang digunakan adalah 0, 50, 75, 100, 125, 150, 175, 200, 225, dan 1000 Gy. Pengamatan dilakukan setiap 7 hari selama 4 bulan. Pada tahap akhir penelitian dilakukan penilaian kelayakan iradiasi sinar gamma sebagai teknik perlakuan karantina pada bawang merah. Penilaian didasarkan pada asumsi-asumsi ideal yaitu kemampuan teknik perlakuan untuk menghasilkan persentase umbi berkecambah maksimal 30% pada 2 bulan setelah perlakuan, persentase umbi layak jual minimal 90% pada 2 bulan setelah perlakuan, dan tidak ditemukan OPTK setelah perlakuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa iradiasi sebesar 50 Gy sampai 75 Gy mampu menurunkan persentase umbi berkecambah mulai minggu ke-9 hingga minggu ke-16. Namun iradiasi pada dosis lebih dari 225 Gy justru menstimulasi perkecambahan umbi. Iradiasi dengan dosis 50 Gy sampai 75 Gy mampu meningkatkan persentase umbi layak jual dan memperpanjang masa simpan bawang merah hingga 4 bulan penyimpanan. Iradiasi dengan dosis 1500 Gy mampu mengeliminasi Pseudomonas kelompok fluorescent, namun hingga dosis 5000 Gy iradiasi tidak dapat mengeliminasi E. carotovora. Iradiasi dengan dosis 2000 Gy menyebabkan spora C. personata tidak berkecambah. Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa tidak terdapat dosis iradiasi sinar gamma yang mampu memenuhi ketiga asumsi ideal. Untuk tujuan devitalisasi umbi dan meningkatkan persentase umbi layak jual, diperoleh dosis optimal sebesar 50 Gy. Namun dosis tersebut belum mampu mengeliminasi patogen model. Dosis yang mampu mengeliminasi patogen lebih besar dari 5000 Gy, tetapi dosis tersebut menyebabkan kerusakan pada umbi bawang merah. Tidak terpenuhinya ketiga asumsi ideal menjadi dasar untuk tidak merekomendasikan iradiasi sinar gamma sebagai alternatif perlakuan karantina terhadap impor bawang merah untuk konsumsi ke Indonesia.
Kata kunci: Cercospora duddiae, Erwinia carotovora, Pseudomonas syringae
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
PRAKATA
Puji syukur hanya bagi Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Pengaruh Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Beberapa Patogen Terbawa Umbi Bawang Merah”.
Tesis ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Fitopatologi Sekolah Pascasarjana IPB. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi sebagai ketua komisi pembimbing yang
telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan tesis ini
2. Dr. Ir. Widodo, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan masukan yang bermanfaat bagi penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini
3. Ir. Riza Desnurvia, MSc sebagai penguji luar komisi pada ujian tesis yang telah memberikan saran-saran yang berguna dalam perbaikan penulisan tesis 4. Ir. Hari Priyono, MSi, Ir. Banun Harpini, MSc, Dr. Ir. Eliza S. Rusli, MSi, Ir.
Wiismantono, dan Dr. Ir. Antarjo Dikin, MSc yang telah memberikan keteladanan mendalam, bimbingan, saran, dan motivasi kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian
5. Badan Karantina Pertanian yang telah memberikan beasiswa Pendidikan Magister Sains Program Khusus Karantina
6. PT. Rel-Ion Sterilization yang telah menyediakan bahan dan fasilitas penelitian sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan baik
7. Teman-teman S2 Karantina: Nur Fitriawati, Selamet, Nurul Dwi Handayani,
Arif Kurniawan, Yuli Fitriati, Ratih Rahayu, Catur Yogo Hendro Utomo, Erna Maryana, Aulia Nusantara, Dwi Wahidati Oktarima, Lulu Sugiharto, Rahma Susila Handayani, Sri Setyawati, dan Aprida Christin atas kebersamaan selama menempuh pendidikan
8. Ayah, Emak, Bapak, Ibu, istriku, Mumtaz, abang, kakak, dan adik-adikku atas dukungan, doa, semangat dan nasehat yang sangat berharga
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari sempurna, tetapi penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Bekasi, Mei 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Talangpadang pada tanggal 12 Juni 1982 dari pasangan Ibrahim Harun dan Juwairiah. Penulis merupakan anak ke-3 dari empat bersaudara.
Pada tahun 2000 penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Lampung (UNILA) melalui jalur UMPTN. Penulis menyelesaikan program sarjana pada tahun 2007.
Penulis pernah bekerja paruh waktu di PT. Aman Asri Cabang Lampung pada tahun 2006-2007. Selama kuliah penulis juga aktif pada beberapa organisasi kemahasiswaan dan kepemudaan, diantaranya Himaprotekta FP Unila, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), dan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).
PENGARUH PERLAKUAN IRADIASI SINAR GAMMA
TERHADAP BEBERAPA PATOGEN TERBAWA UMBI
BAWANG MERAH
JONI HIDAYAT
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Fitopatologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Pengaruh Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma terhadap Beberapa Patogen Terbawa Umbi Bawang Merah
Nama : Joni Hidayat NRP : A352100154
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi Dr. Ir. Widodo, MS Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Fitopatologi
Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
DAFTAR ISI
Peran Karantina Tumbuhan dalam Perlindungan Tanaman ... 5
Beberapa Patogen Tumbuhan Model OPTK ... 7
Iradiasi Sinar Gamma dan Penggunaannya dalam Tindakan Karantina ... 8
Pengaruh Iradiasi terhadap Patogen Tumbuhan ... 10
Iradiasi pada Cendawan ... 10
Iradiasi pada Bakteri ... 11
Pengaruh Iradiasi terhadap Tanaman dan Benih Tanaman ... 12
BAHAN DAN METODE ... 15
Tempat dan Waktu ... 15
Metode Penelitian ... 15
Perlakuan Iradiasi terhadap Beberapa Patogen Tumbuhan... 15
Patogen model ... 15
Penyediaan inokulum... 15
Perbanyakan inokulum ... 16
Penularan bakteri dan cendawan ... 17
Perlakuan iradiasi sinar gamma ... 18
Penghitungan kelimpahan patogen ... 18
Uji Pengaruh Iradiasi terhadap Perkecambahan dan Daya Tumbuh Bawang Merah ... 19
Uji Pengaruh Iradiasi terhadap Persentase Umbi Layak Jual ... 20
Penilaian Kelayakan Iradiasi Sinar Gamma ... 20
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23
Pengaruh Iradiasi terhadap Kelimpahan Beberapa Patogen Tumbuhan ... 23
Persentase Perkecambahan dan Daya Tumbuh Bawang Merah ... 26
Persentase Umbi Layak Jual ... 32
Kelayakan Teknik Perlakuan Iradiasi Sinar Gamma ... 34
KESIMPULAN DAN SARAN ... 37
Saran ... 37 Halaman
DAFTAR PUSTAKA ... 39
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kelimpahan bakteri E. carotovora dan Pseudomonas kelompok
fluorescent setelah perlakuan beberapa dosis iradiasi ... 25
2 Perkecambahan spora cendawan C. personata setelah perlakuan
beberapa dosis iradiasi... 26
3 Rerata perkecambahan umbi bawang merah 4 bulan setelah
perlakuan beberapa dosis iradiasi ... 27
4 Pertumbuhan umbi bawang merah setelah perlakuan iradiasi ... 30
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Iradiator sinar gamma di BATAN... 9
2 Perbanyakan inokulum ... 17
3 Kondisi pertumbuhan umbi setelah perlakuan iradiasi ... 20
4 Hasil ideal yang diharapkan dari perlakuan iradiasi sinar gamma
sebagai teknik perlakuan karantina pada bawang merah ... 21
5 Pertumbuhan E. carotovora dan Pseudomonas kelompok
fluorescent setelah perlakuan iradiasi sinar gamma sebesar 1000 Gy ... 24
6 Perkecambahan spora C. personata pada larutan yang
mengandung dekstrosa dan L-arginin setelah perlakuan iradiasi
sebesar 225 Gy ... . 24
7 Perkecambahan umbi bawang merah 16 minggu setelah perlakuan
beberapa dosis iradiasi ... 28
8 Pertumbuhan bakal tunas umbi bawang merah pada 30 hari setelah
perlakuan beberapa dosis iradiasi sinar gamma ... . 30
9 Pertumbuhan akar umbi bawang merah setelah perlakuan iradiasi ... 31
10 Persentase umbi bawang merah layak jual setelah perlakuan
iradiasi selama 16 minggu penyimpanan ... . 33
11 Perbandingan nilai ideal dan dosis iradiasi sinar gamma terhadap persentase umbi berkecambah, umbi layak jual, dan kelimpahan
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Sidik ragam pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap
persentase umbi berkecambah ... 45
2 Sidik ragam pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap
persentase umbi tumbuh normal ... 45
3 Sidik ragam pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bawang merah (Allium cepa L. var. ascalonicum Backer) merupakan
komoditas yang mempunyai nilai ekonomi penting bagi Indonesia. Selain sebagai
negara produsen, Indonesia juga sebagai negara pengimpor bawang merah dengan
volume yang cukup tinggi. Produksi nasional tahun 2010 mencapai 1048 934 ton
(Badan Pusat Statistik 2012), dengan estimasi kebutuhan domestik tahun 2010
sebesar 976 284 ton (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2005) dan
ekspor tahun 2010 sebesar 1.237 ton (Badan Karantina Pertanian 2012).
Meskipun kebutuhan domestik dapat terpenuhi oleh produksi dalam negeri, impor
bawang merah tetap dilakukan. Impor bawang merah tahun 2011 mencapai
158.288 ton yang didatangkan dari negara Filipina, Thailand, Vietnam, India,
Myanmar, dan China. Bawang merah yang diimpor berupa bahan konsumsi
maupun dalam bentuk bibit (Badan Karantina Pertanian 2012).
Tingginya volume impor bawang merah perlu mendapat perhatian dilihat
dari sisi potensi masuk dan tersebarnya OPTK (Organisme Pengganggu
Tumbuhan Karantina) kategori A1 dari negara asal ke dalam wilayah Indonesia.
Beberapa OPTK A1 yang berpotensi terbawa oleh umbi bawang merah yaitu
cendawan Cercospora duddiae, bakteri Erwinia carotovora subsp. atroseptica
dan Pseudomonas syringae pv. syringae (Departemen Pertanian 2008). Potensi
tersebarnya OPTK menjadi semakin besar karena di lapangan petani sering
melakukan pengalihan tujuan penggunaan bawang merah, dimana bawang merah
konsumsi digunakan sebagai bibit tanaman.
Untuk mencegah masuk dan tersebarnya OPTK yang berpotensi terbawa
umbi bawang merah, pemerintah telah menetapkan Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 18 Tahun 2008. Peraturan ini mempersyaratkan impor komoditas Allium
dari lokasi produksi yang bebas OPTK, dan dilakukan devitalisasi terhadap Allium
dengan perlakuan membersihkan perakaran dan daun yang tersisa. Selain itu,
direkomendasikan penggunaan fumigasi metil bromida dengan dosis tinggi
sebagai teknik perlakuan karantina (Departemen Pertanian 2008). Namun upaya
2
daya tumbuh (devitalisasi) Allium. Penggunaan metil bromida pada produk yang
bersifat sukulen (kadar air tinggi) seperti umbi bawang merah berdampak pada
percepatan kerusakan fisik produk (Badan Karantina Pertanian 2006).
Pengembangan teknologi perlakuan karantina perlu dilakukan untuk
mengeliminasi OPTK yang terbawa umbi sekaligus menghilangkan daya tumbuh
umbi bawang merah.
Penggunaan iradiasi sinar gamma dengan karakteristik daya penetrasi yang
tinggi mampu mengeliminasi mikroorganisme pada bahan pangan dan dapat
menghambat perkecambahan umbi tanaman (Arvanitoyannis & Stratakos 2010a;
International Atomic Energy Agency 1997). Iradiasi sinar gamma pada buah
pisang (Musa acuminate L.) dapat mengeliminasi Colletotrichum musae pada
dosis 2000 Gy (Jitareerat et al. 2005). Iradiasi sinar gamma sebesar 1500 Gy
dapat menginaktifkan spora Bacillus pumilus (Saleh et al. 1988). Iradiasi sinar
gamma sebesar 150 Gy dapat menghambat daya tumbuh kentang dan bawang
bombai (Matsuyama & Umeda 1983). Namun belum banyak diketahui dosis
iradiasi sinar gamma yang efektif untuk tujuan tindakan karantina terhadap impor
bawang merah ke Indonesia.
Pengujian keefektifan iradiasi sinar gamma dalam mengeliminasi OPTK A1
tidak dapat dilakukan secara langsung pada OPTK sasaran. Hal ini dikarenakan
OPT tersebut secara peraturan dilarang untuk dimasukkan ke wilayah Indonesia
(Departemen Pertanian 2008). Oleh karenanya, penelitian ini menggunakan
beberapa patogen tumbuhan sebagai model yang memiliki karakter mirip dengan
OPTK sasaran. Patogen tersebut yaitu C. personata, E. carotovora, dan
Pseudomonas kelompok fluorescent.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
1) Menguji keefektifan iradiasi sinar gamma dalam mengeliminasi beberapa
OPTK A1 pada bawang merah yang dimodelkan dengan C. personata, E.
carotovora, dan Pseudomonas kelompok fluorescent;
2) Menguji pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap persentase umbi
3
3) Menilai kelayakan penggunaan iradiasi sinar gamma sebagai teknik perlakuan
karantina terhadap impor bawang merah untuk konsumsi.
Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian ini adalah:
1) Iradiasi sinar gamma dapat mengeliminasi C. personata, E. carotovora, dan
Pseudomonas kelompok fluorescent pada bawang merah;
2) Iradiasi sinar gamma dapat menghambat perkecambahan bawang merah dan
meningkatkan persentase umbi layak jual untuk konsumsi;
3) Iradiasi sinar gamma layak sebagai teknik perlakuan karantina terhadap impor
4
TINJAUAN PUSTAKA
Peran Karantina Tumbuhan dalam Perlindungan Tanaman
Pembangunan pertanian di Indonesia bertujuan meningkatkan kualitas dan
kuantitas hasil pertanian. Pencapaian tujuan tersebut diarahkan pada upaya
pemenuhan kebutuhan pangan dan gizi, bahan baku industri, kebutuhan pasar
domestik dan perluasan pasar luar negeri. Namun upaya tersebut masih
menghadapi berbagai kendala, diantaranya serangan Organisme Pengganggu
Tumbuhan (OPT) (Diphayana 2009). Kerugian yang disebabkan oleh serangan
OPT dapat menimbulkan dampak yang sangat luas terhadap stabilitas ekonomi
dan ketahanan pangan nasional. Kerugian potensial ditingkat petani karena
serangan OPT pada tanaman hortikultura seperti bawang merah, cabai, kentang,
kubis dan tomat mencapai 1.7 triliun per tahun (Departemen Pertanian 2003).
Berbagai upaya perlindungan tanaman dari serangan OPT telah dilakukan,
dan terus mengalami kemajuan. Di Indonesia telah ditetapkan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, yang menjelaskan
bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan sistem Pengendalian Hama
Terpadu. Sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang tersebut telah diterbitkan
Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentang perlindungan tanaman.
Dalam peraturan ini disebutkan bahwa perlindungan tanaman dilakukan melalui
kegiatan pencegahan, pengendalian, dan eradikasi. Pengendalian hama terpadu
juga meliputi pengendalian penyakit tumbuhan.
Beberapa metode pengendalian penyakit tumbuhan dapat dikelompokkan
sebagai pengendalian dengan peraturan-peraturan, pengendalian secara kultural,
biologi, fisik, dan kimiawi. Pengendalian dengan peraturan-peraturan bertujuan
untuk mencegah masuknya patogen dari tanaman inang atau dari wilayah
geografis tertentu (Agrios 2005). Pengendalian penyakit tumbuhan dengan
peraturan-peraturan (peraturan pemerintah) meliputi tindakan eradikasi dan
karantina tumbuhan. Tindakan eradikasi diperlukan untuk mengeliminasi patogen
yang baru saja masuk ke suatu wilayah baru. Karantina tumbuhan ditujukan
untuk mencegah masuknya suatu patogen ke suatu wilayah baru (Diphayana
5
Karantina tumbuhan di Indonesia diselenggarakan sebagai upaya
pencegahan masuk dan tersebarnya OPT dari luar negeri dan dari suatu area ke
area lain di dalam negeri atau keluarnya dari dalam wilayah Negara Republik
Indonesia. Karantina tumbuhan dilakukan oleh pemerintah dengan beberapa
tindakan yaitu pemeriksaan, pengasingan, pengamatan, perlakuan, penahanan,
penolakan, pemusnahan, dan pembebasan (Badan Karantina Pertanian 2008a).
OPT yang harus dicegah pemasukan dan penyebarannya dalam karantina
tumbuhan disebut Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK). OPTK
adalah OPT yang mempunyai potensi merugikan ekonomi nasional, belum
terdapat di wilayah negara Indonesia (disebut OPTK kategori A1), atau telah
terdapat tetapi belum tersebar luas dan sedang dikendalikan (OPTK kategori A2)
(Badan Karantina Pertanian 2008a). OPTK juga dibedakan atas 2 golongan, yaitu
golongan I dan II. OPTK golongan I adalah OPTK yang tidak dapat dibebaskan
dari media pembawanya dengan cara perlakuan. OPTK golongan II adalah OPTK
yang dapat dibebaskan dari media pembawanya dengan cara perlakuan. Tindakan
perlakuan karantina yang dimaksud adalah upaya untuk membebaskan media
pembawa dari OPTK. Tindakan perlakuan dapat dilakukan secara fisik maupun
kimiawi (Departemen Pertanian 2006).
Tumbuhan dan bahan tumbuhan yang akan diimpor ke Indonesia harus
diperiksa oleh petugas karantina. Impor komoditas umbi lapis seperti bawang
merah dan bawang bombai untuk tujuan konsumsi harus memenuhi
persyaratan-persyaratan yang tercantum dalam Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18 Tahun
2008. Persyaratan yang dimaksud yaitu 1) telah didevitalisasi di negara asal; 2)
bebas dari partikel tanah; 3) bebas dari kompos; 4) dalam kondisi tidak busuk atau
tidak rusak; dan 5) untuk umbi lapis yang berasal dari area yang tidak bebas dari
OPTK harus diberi perlakuan. Untuk tindakan perlakuan karantina,
direkomendasikan penggunaan fumigasi metil bromida dengan dosis tinggi
(Departemen Pertanian 2008). Selain untuk mencegah masuknya OPTK,
peraturan ini diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap peningkatan mutu
dan ketersediaan bawang merah produksi dalam negeri (Badan Karantina
6
Pengujian keefektifan iradiasi sinar gamma dalam mengeliminasi OPTK A1
tidak dapat dilakukan secara langsung pada OPTK sasaran. Hal ini dikarenakan
OPT tersebut secara peraturan dilarang untuk dimasukkan ke wilayah Indonesia
(Departemen Pertanian 2008). Oleh karenanya, penelitian ini menggunakan
beberapa patogen tumbuhan sebagai model yang memiliki karakter mirip dengan
OPTK sasaran.
Beberapa Patogen Tumbuhan Model OPTK
Bakteri Erwinia merupakan genus bakteri yang berbentuk batang, bergerak
dengan beberapa atau banyak flagel peritrik, dan bersifat anaerob fakultatif.
Serangan bakteri ini menyebabkan gejala busuk lunak, nekrosis, dan kelayuan. E.
carotovora merupakan bakteri yang memiliki sifat pektolitik yang kuat, anaerob
fakultatif, katalase positif, dan oksidase negatif (Schaad et al. 2001). Sebagai
penyebab busuk lunak, E. carotovora merusak lamela tengah sel tumbuhan inang
karena bakteri ini menghasilkan enzim protopektinase. E. carotovora
menyebabkan busuk lunak pada kentang, tomat, bawang bombai, dan sayuran
lainnya. Pada kondisi yang sesuai, E. carotovora dapat menyebabkan kerusakan
yang seriuspada bawang bombai di pergudangan (Mohan 1999a).
Bakteri Pseudomonas kelompok fluorescent merupakan bakteri berbentuk
batang, membentuk pigmen yang larut dalam air, berwarna hijau kebiru-biruan
atau hijau kekuning-kuningan. Bakteri ini dapat bergerak dengan flagel monotrik
atau lofotrik, tidak membentuk spora, dan termasuk kelompok gram negatif.
Bakteri Pseudomonas kelompok fluorescent terbagi menjadi 5 kelompok menurut
uji LOPAT yaitu 1) kelompok patovar P. syringae; 2) P. viridiflava; 3) kelompok
P. cichorii dan P. agarici; 4) kelompok patovar P. marginalis; dan 5) P. tolaasii
(Goszczynska et al. 2000). Bakteri P. syringae pv. syringae menyebabkan
nekrosis pada daun komoditas Allium seperti bawang merah (Mohan 1999b;
Lelliott & Stead 1987).
Cendawan Cercospora merupakan cendawan dengan konidiofor berwarna
gelap, konidiofor muncul dari dalam jaringan daun dan tumbuh secara
berkelompok. Konidia tidak berwarna atau abu-abu, berbentuk silindris
7
Cercospora bersifat parasit pada tanaman, biasanya menyebabkan bercak-bercak
pada daun (Barnett & Hunter 1999). Pada C. personata (Berk & Curt) terdapat
stromata berbentuk bulat, berwarna coklat hingga hitam, dengan diameter 20
hingga 30 µm. Konidia berwarna kuning gelap, berbentuk silindris dengan bagian
bawah berbentuk gelendong, lurus atau sedikit melengkung, sebagian besar terdiri
dari 2 hingga 5 septa, dengan panjang berkisar antara 5-7,5 x 20-70 µm. C.
personata merupakan penyebab penyakit bercak daun (leaf spot) pada tanaman
kacang tanah (Cock 2000).
Iradiasi Sinar Gamma dan Penggunaannya dalam Tindakan Karantina
Radiasi adalah pancaran energi melalui suatu materi atau ruang dalam
bentuk panas, partikel, atau gelombang elektromagnetik (foton) dari suatu sumber
energi. Radiasi dengan tingkat energi yang terukur atau diketahui dosisnya
disebut iradiasi. Iradiasi dengan energi yang tinggi dapat mengadakan reaksi
dengan obyek yang dikenai dengan cara ionisasi, yaitu dihasilkannya ion-ion
dalam bahan yang ditembus oleh energi tersebut (Badan Tenaga Nuklir Nasional
2009).
Terdapat beberapa tipe radiasi yang digunakan dalam radiasi komersial
yaitu radiasi sinar X, sinar gamma, dan tembakan elektron (electron beam).
Iradiasi sinar gamma dipancarkan dari isotop radioaktif yang dihasilkan oleh
cobalt-60 (60Co) (Gambar 1) dan cesium-137 (137Cs). Panjang gelombang sinar
gamma lebih pendek dari sinar X dan tembakan elektron, sehingga daya
tembusnya lebih kuat dibanding keduanya (Riganakos 2010).
Sinar gamma dapat menembus jaringan tanaman hingga beberapa
sentimeter, dan merusak jaringan yang dilewatinya. Iradiasi sinar gamma
menghasilkan radikal bebas yang reaktif dan bereaksi dengan molekul di dalam
sel. Reaksi yang terjadi mengacaukan proses-proses biokimia di dalam sel
sehingga mengganggu keseimbangan sel. Keadaan ini menyebabkan molekul lain
di dalam sel tidak dapat bekerja seperti semula (Skou 1971). Iradiasi dapat
menginduksi terjadinya mutasi pada sel tanaman. Sel yang terpapar iradiasi akan
8
reaksi kimia sel tanaman. Perubahan tersebut dapat menyebabkan terjadinya
perubahan susunan kromosom tanaman (Poespodarsono 1988).
Badan Pengawasan Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) pada tahun
1986 telah menyetujui penggunaan perlakuan iradiasi sinar gamma pada buah dan
sayuran sampai dengan dosis 1000 Gy. Iradiasi dapat digunakan untuk
membunuh atau mencegah perkembangan hidup berbagai serangga hama penting
pada buah dan sayuran. Hasil-hasil penelitian telah menunjukkan bahwa dosis
yang diperlukan untuk membunuh serangga di bawah 750 Gy, sedangkan dosis
yang efektif untuk mengendalikan kebusukan pada buah dan sayuran lebih besar
dari 1000 Gy (Mitcham 1999).
Gambar 1 Iradiator sinar gamma di BATAN, (1) iradiator untuk dosis rendah; (2) iradiator untuk dosis sedang hingga tinggi; (a) bagian iradiator untuk tempat meletakkan produk; (b) mesin yang mengandung sumber iradiasi 60Co dengan aktivitas radiasi rendah; (c) konveyor tempat meletakkan produk; dan (d) sumber iradiasi 60
Co dengan aktivitas radiasi tinggi.
Departemen Pertanian California telah menyetujui perlakuan karantina
dengan iradiasi pada dosis 165 Gy untuk membunuh Cylas formicarius yang
terbawa oleh ubi jalar dari Florida (Hallman 2010). Pada tahun 2006 Animal and
Plant Health Inspection Service (APHIS), lembaga perkarantinaan dibawah
9
penggunaan iradiasi yang mencantumkan dosis generik radiasi untuk perlakuan
karantina. Ditetapkan bahwa dosis radiasi untuk lalat buah (Tephritidae) sebesar
150 Gy, dan 400 Gy untuk semua serangga lain kecuali famili Lepidoptera.
Perlakuan dosis generik radiasi berlaku untuk semua komoditas hortikultura
bentuk segar (Follet 2001).
International Plant Protection Convention (IPPC) menerbitkan
International Standards for Phytosanitary Measures (ISPM) nomor 28 tahun
2007 tentang standar minimum dosis iradiasi perlakuan karantina untuk mencegah
menetasnya serangga dewasa Ceratitis capitata sebesar 100 Gy (Food and
Agriculture Organization 2009).
Pengaruh Iradiasi terhadap Patogen Tumbuhan
Iradiasi sinar gamma telah banyak digunakan dalam sterilisasi atau eliminasi
mikroorganisme seperti cendawan, bakteri dan virus pada berbagai produk
kesehatan dan pangan. Keberhasilan metode eliminasi sangat bergantung pada
tipe mikroorganisme sasaran (Arvanitoyannis & Stratakos 2010a). Beberapa
faktor yang mempengaruhi ketahanan mikroorganisme terhadap iradiasi sinar
gamma adalah a) ukuran dan struktur penyusun DNA sel mikroba; b) komponen
di dalam sel yang berasosiasi dengan DNA seperti peptida, nukleoprotein, RNA,
dan lipid; c) keberadaan oksigen selama proses iradiasi; d) kandungan air; e) suhu;
f) medium yang melingkupi mikroba; dan g) kondisi setelah iradiasi (Skou 1971).
Iradiasi pada Cendawan
Perlakuan iradiasi sinar gamma terhadap patogen buah pisang menunjukkan
bahwa iradiasi diatas 2000 Gy mampu membunuh cendawan Colletotrichum
musae. Namun hingga dosis 4000 Gy, iradiasi tidak mampu membunuh
Lasiodiplodia theobromea dan Fusarium spp. (Jitareerat et al. 2005). Iradiasi
sinar gamma sebesar 526 Gy mampu menghambat pertumbuhan koloni
Cercospora kikuchii dibanding tanpa iradiasi. Iradiasi dapat menginduksi
terbentuknya variasi morfologi pada koloni, berupa penghambatan pembentukan
pigmen ungu pada koloni cendawan. Namun demikian, iradiasi hingga dosis 526
10
diketahui bahwa persentase perkecambahan spora Botrytis cinerea mengalami
penurunan setelah diiradiasi sebesar 1000 Gy, dan 3000 Gy pada Alternaria
tenuissima (Geweely & Nawar 2006).
Iradiasi sinar gamma menghambat pertumbuhan cendawan dengan cara
merusak struktur DNA pada sel, sehingga sel tidak dapat menjalankan fungsinya.
Energi yang tinggi dari iradiasi sinar gamma secara langsung merusak DNA yang
berhubungan dengan pertumbuhan dan reproduksi. Saat sinar gamma berinteraksi
dengan molekul air di dalam tubuh organisme, dihasilkan radikal bebas yang
dapat menyebabkan kerusakan tambahan pada DNA (Skou 1971).
Sensitivitas maupun ketahanan cendawan terhadap iradiasi sinar gamma
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Cendawan dengan spora multiseluler atau
biseluler lebih tahan terhadap iradiasi sinar gamma dibanding cendawan dengan
spora uniseluler. Tingkat kepadatan miselium cendawan yang diiradiasi
mempengaruhi dosis yang dibutuhkan untuk membunuh cendawan. Peningkatan
kepadatan miselium inokulum akan diikuti dengan peningkatan dosis iradiasi
yang dibutuhkan. Miselium yang berusia muda lebih tahan dibanding miselium
usia tua, dan konidia lebih tahan terhadap iradiasi dibanding keduanya (Saleh et
al. 1988).
Kandungan melanin pada sel juga memberikan peran penting terhadap
ketahanan cendawan. Melanin merupakan pigmen hitam yang diproduksi dan
terakumulasi di dalam miselium. Peningkatan produksi melanin pada cendawan
Alternaria spp. setelah iradiasi berkaitan erat dengan ketahanan cendawan
terhadap iradiasi (Nosanchuk & Casadevall 2006; Geweely & Nawar 2006).
Iradiasi pada Bakteri
Iradiasi sinar gamma pada dosis 177 Gy sampai 4774 Gy tidak mampu
mencegah kerusakan kentang yang diinokulasi dengan bakteri E. carotovora.
Bakteri tersebut tetap tumbuh dan menyebabkan gejala busuk lunak pada semua
dosis yang diujikan (Beraha et al. 1959). Pada buah tomat yang diinokulasi
dengan E. carotovora pv. atroseptica dan Pseudomonas kelompok fluorescent
(penyebab penyakit busuk lunak), iradiasi sinar gamma hingga dosis 1000 Gy
11
terserang E. carotovora pv. atroseptica setelah iradiasi sebesar 30%, dan hanya
5% terserang Pseudomonas kelompok fluorescent. Bakteri Pseudomonas
kelompok fluorescent lebih rentan terhadap iradiasi dibandingkan dengan E.
carotovora pv. atroseptica (Spalding & Reeder 1986).
Pengaruh Iradiasi terhadap Tanaman dan Benih Tanaman
Penelitian penggunaan iradiasi pada tanaman sebagai prosedur karantina
telah dilakukan pada tanaman hias dalam pot dengan dosis 300 Gy hingga 750
Gy. Tanaman anggrek spesies tertentu tahan terhadap iradiasi sinar gamma
hingga dosis 750 Gy. Namun pada spesies anggrek yang lain, dosis 300 Gy
menyebabkan tangkai bunga mengalami kerusakan, terhambatnya pembukaan
kuncup bunga, dan terdeteksi adanya fitotoksik yang tinggi. Iradiasi sinar gamma
menyebabkan kerusakan tanaman diantaranya klorosis pada daun, nekrosis pada
daun dan bunga, terhambatnya pertumbuhan, dan kematian tanaman (Manners
2011).
Penggunaan iradiasi sinar gamma pada umbi tanaman seperti umbi kentang,
bawang bombai, dan bawang merah juga telah banyak dilaporkan. Telah
diketahui bahwa dosis optimum untuk menghambat perkecambahan pada umbi
tanaman berkisar antara 20 sampai 70 Gy, jika perlakuan dilakukan segera setelah
panen atau pada saat periode dormansi (BPOM 2004). Iradiasi mengganggu
pembentukan asam nukleat yang akhirnya menekan kemampuan perkecambahan
umbi bawang bombai. Iradiasi sebesar 30 Gy sampai 100 Gy pada bawang
bombai dapat menghentikan pembentukan asam nukleat ditempat penyimpanan,
dan dosis yang lebih tinggi dapat menyebabkan kerusakan secara langsung (Skou
1971).
Kandungan asam nukleat pada bakal tunas umbi bawang bombai saat
berkecambah normal meningkat 4 sampai 5 kali. Pada perlakuan iradiasi dosis
100 Gy hanya terjadi sedikit peningkatan asam nukleat. Iradiasi dengan dosis
tinggi antara 120 Gy sampai 250 Gy dan lebih akan menyebabkan stimulasi
perkecambahan pada bawang bombai. Namun pertumbuhan kecambah tidak
12
mendorong peningkatan kebusukan dan pengaruh lain yang merugikan pada
iradiasi komersial (Matsuyama & Umeda 1983).
Iradiasi sinar gamma pada benih gandum, jagung, dan buncis dengan dosis
hingga 10.000 Gy, menunjukkan bahwa pada dosis lebih besar dari 2000 Gy benih
tidak berkecambah (Khawar et al. 2010). Iradiasi sinar gamma dengan dosis lebih
dari 35 Gy pada stek anggrek Vanda Genta Bandung berukuran 90 cm
menyebabkan pertumbuhan anggrek terhambat, dan akhirnya mengalami
kematian (Suskandari et al. 1999). Kecambah benih gandum yang terpapar sinar
gamma sebesar 100 Gy dan 200 Gy memperlihatkan peningkatan pada jumlah
klorofil a, b dan jumlah total klorofil jika dibandingkan dengan yang tidak
diiradiasi. Jumlah klorofil meningkat sebesar 64.5% pada kecambah yang
diiradiasi pada dosis 100 Gy (Borzouei et al. 2010).
Penelitian prospek iradiasi sinar gamma dalam peningkatan mutu benih
tanaman hutan juga sudah dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan
variasi genetik dan pemecahan masa dormansi benih. Peningkatan mutu fisiologis
benih tanaman hutan dapat dilakukan dengan iradiasi dosis rendah dibawah 40 Gy
13
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fitopatologi Balai Uji Terap
Teknik dan Metode Karantina Pertanian (BUTTMKP) Bekasi, Pusat Aplikasi
Teknologi Isotop dan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) Jakarta,
dan PT. Rel-Ion Sterilization Bekasi dari bulan Agustus 2011 sampai Januari
2012.
Metode Penelitian
Perlakuan Iradiasi terhadap BeberapaPatogen Tumbuhan
Patogen model. OPTK A1 pada bawang merah diantaranya adalah E.
carotovora subsp. atroseptica, P. syringae pv. syringae, dan C. duddiae. Namun
dalam penelitian ini yang akan diuji adalah beberapa patogen tumbuhan sebagai
model OPTK A1 yaitu E. carotovora, Pseudomonas kelompok fluorescent, dan C.
personata.
Penyediaan inokulum. Bakteri E. carotovora diisolasi dari umbi lobak
(Raphanus sativus L.) bergejala penyakit busuk lunak yang disebabkan oleh E.
carotovora. Umbi lobak diambil di lokasi kebun percobaan Balai Penelitian
Tanaman Sayuran Lembang propinsi Jawa Barat. Umbi lobak bergejala
disterilisasi permukaan menggunakan 0.5% kloroks selama 3 menit dan dibilas 3
kali menggunakan air destilata. Bakteri diisolasi dengan cara menggerus 1 g umbi
yang diambil dari bagian umbi bergejala dalam 10 ml air destilata. Suspensi yang
diperoleh dipindahkan ke tabung reaksi dan dibuat pengenceran secara berseri
hingga 10-5. Sebanyak 100 µl suspensi dari tiap-tiap pengenceran disebar pada
media Nutrient Agar (NA) dan diinkubasi pada suhu ruang selama 3 hari. Koloni
bakteri yang tumbuh selanjutnya diamati.
Koloni bakteri yang menunjukkan karakter berwarna bening kemudian diuji
dengan reaksi Gram menggunakan KOH 3%, pertumbuhan pada media selektif
CVP, dan uji pektolitik pada irisan umbi kentang. Bakteri yang tergolong Gram
negatif, tumbuh pada media CVP dengan membentuk cekungan yang dalam, dan
menunjukkan gejala busuk lunak pada irisan umbi kentang merupakan E.
14
Bakteri Pseudomonas kelompok fluorescent diisolasi dari bagian daun
bawang merah yang bergejala nekrotik di kebun percobaan Balai Penelitian
Tanaman Sayuran Lembang propinsi Jawa Barat. Daun bawang merah
disterilisasi permukaan menggunakan 0.5% kloroks selama 3 menit dan dibilas 3
kali menggunakan air destilata. Daun bawang merah bergejala seberat 1 g digerus
dalam 10 ml air destilata. Suspensi yang diperoleh kemudian dibuat pengenceran
berseri hingga 10-5. Sebanyak 100 µl suspensi dari tiap-tiap pengenceran disebar
pada media King’s B dan diinkubasi pada suhu ruang selama 2 hari. Media
selanjutnya ditempatkan pada ruang gelap dan diberi sinar ultraviolet dengan
panjang gelombang 366 nm.
Koloni bakteri pada media King’s B yang menunjukkan karakter berpendar
hijau kebiru-biruan atau hijau kekuning-kuningan dibawah sinar ultraviolet
selanjutnya dilakukan uji reaksi Gram menggunakan KOH 3%. Koloni Bakteri
yang tergolong Gram negatif merupakan bakteri Pseudomonas kelompok
fluorescent (Goszczynska et al. 2000).
Cendawan C. personata diperoleh dari daun tanaman kacang tanah (Arachis
hypogaea L.) bergejala penyakit bercak daun yang disebabkan oleh C. personata
(Cock 2000). Daun kacang tanah diambil dari pertanaman kacang tanah
kecamatan Bogor Barat propinsi Jawa Barat. Bagian daun yang bergejala
digunting mengikuti lingkar bercak sehingga hanya diambil bagian bercak.
Bagian daun yang mengandung bercak kemudian dikumpulkan dan dijadikan
bahan inokulum.
Perbanyakan inokulum. Isolat bakteri E. carotovora yang digunakan
adalah E. carotovora resisten Rifampicin. Isolat bakteri disiapkan dengan
menumbuhkan 10 ml suspensi E. carotovora pada media Nutrient Broth (NB)
yang telah ditambahkan 20 mg Rifampicin dalam 100 ml NB (Gambar 2a).
Setelah 3 hari, sebanyak 100 µl larutan ditumbuhkan pada media NA yang juga
telah ditambahkan 20 mg Rifampicin setiap 100 ml media. Bakteri E. carotovora
yang tumbuh dipindahkan kembali pada media yang sama hingga 6 kali ulangan.
Bakteri yang tumbuh merupakan bakteri mutan Rifampicin yang akan digunakan
15
25 cawan petri media NA yang telah ditambahkan 20 mg Rifampicin setiap 100
ml media.
Bakteri Pseudomonas kelompok fluorescent dibiakkan pada media King’s B
(Gambar 2b) mengikuti petunjuk Schaad et al. (2001). Isolat bakteri digoreskan
pada media King’s B sebanyak 25 cawan petri dan diinkubasikan pada suhu ruang
selama 2 hari. Bakteri Pseudomonas kelompok fluorescent yang tumbuh akan
digunakan pada tahap berikutnya.
Perbanyakan cendawan C. personata (Gambar 2c) dilakukan dengan
mengumpulkan bagian daun kacang tanah bergejala bercak daun. Untuk 100 butir
umbi bawang merah yang akan diuji dibutuhkan 4 g daun bergejala.
Gambar 2 Perbanyakan inokulum, a) perbanyakan isolat E. carotovora pada media NA yang ditambah dengan Rifampicin; b) perbanyakan
Pseudomonas kelompok fluorescent pada media King’s B; dan c) perbanyakan C. personata dari daun kacang tanah bergejala penyakit bercak daun, spora C. personata (insert).
Penularan bakteri dan cendawan. Bawang merah varietas Bima Curut
sebanyak 5 butir untuk setiap perlakuan diinokulasi dengan suspensi bakteri E.
carotovora dan Pseudomonas kelompok fluorescent secara terpisah, dengan cara
direndam dalam suspensi bakteri berumur 24 sampai 48 jam dengan kepadatan
108 cfu/ml. Perendaman dilakukan selama 3 jam (Beraha et al. 1959). Bawang
merah selanjutnya dikering-anginkan dan ditempatkan dalam kantong plastik.
Inokulasi cendawan C. personata dilakukan dengan mencampurkan daun
bergejala pada tepung talk murni dengan perbandingan 1:10 g (b/b). Campuran
16
dibasahi dengan air destilata, kemudian dikering-anginkan dan ditempatkan dalam
kantong plastik. Untuk setiap perlakuan digunakan 5 butir bawang merah.
Perlakuan iradiasi sinar gamma. Bawang merah yang telah diinokulasi
patogen diberi perlakuan iradiasi sinar gamma, dengan dosis 0 (kontrol), 50, 75,
100, 125, 150, 175, 200, 225, 1000, 1500, 2000, 3000, 4000, dan 5000 Gy (Arabi
et al. 2004). Sinar gamma yang digunakan memiliki panjang gelombang sebesar
3x10-9 cm sampai 3x10-11 cm, dan energi yang dihasilkan sebesar 1.17 MeV
sampai 1.33 MeV. Pengujian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 3 ulangan.
Penghitungan kelimpahan patogen. Pada bawang merah yang telah
mendapat perlakuan sinar gamma dilakukan pengujian terhadap keberadaan C.
personata dengan metode pencucian menggunakan teknik sentrifugasi. Bawang
merah sebanyak 1 butir dimasukkan dalam tabung plastik volume 50 ml yang
berisi 20 ml air destilata, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 500 rpm.
Supernatan diambil dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 6.000 rpm.
Padatan berisi spora cendawan yang diperoleh kemudian dicampur dengan larutan
dekstrosa dan L-arginin masing-masing 0.5 g/l untuk merangsang perkecambahan
spora. Selanjutnya perkecambahan spora diamati menggunakan mikroskop
kompon. Penghitungan persentase perkecambahan spora dilakukan dengan
menjumlahkan spora yang berkecambah pada 4 bidang pandang pengamatan.
Penghitungan kelimpahan E. carotovora dan Pseudomonas kelompok
fluorescent dilakukan dengan cara menggerus 1 g umbi yang diambil dari 1/4
bagian umbi dalam 30 ml air destilata. Seluruh hasil gerusan disentrifugasi
dengan kecepatan 500 rpm. Supernatan yang diperoleh disentrifugasi kembali
dengan kecepatan 6000 rpm. Endapan yang terbentuk dipisahkan dari supernatan
dan selanjutnya diresuspensikan dengan 10 ml air destilata steril. Dari suspensi
tersebut kemudian dibuat pengenceran berseri hingga 10-7. Sebanyak 100 µl
suspensi dari tiap-tiap pengenceran selanjutnya ditumbuhkan pada media NA
modifikasi (NA ditambah 20 mg Rifampicin) untuk E. carotovora, dan King’s B
untuk Pseudomonas kelompok fluorescent. Koloni bakteri yang tumbuh dihitung
17
Uji Pengaruh Iradiasi terhadap Perkecambahan dan Daya Tumbuh Bawang
Merah
Pengujian perkecambahan (viabilitas) bawang merah dilakukan dengan
menghitung persentase umbi yang berkecambah setelah iradiasi. Pengujian
menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 ulangan. Sinar gamma
yang digunakan memiliki panjang gelombang sebesar 3x10-9 cm sampai 3x10-11
cm, dan energi yang dihasilkan sebesar 1.17 MeV sampai 1.33 MeV. Dosis
iradiasi yang diujikan adalah 0 (kontrol), 50, 75, 100, 125, 150, 175, 200, 225, dan
1000 Gy. Bahan uji berupa bawang merah varietas Bima Curut sebanyak 100
butir per dosis iradiasi. Setelah perlakuan iradiasi bawang merah ditempatkan
pada wadah nampan plastik yang disusun secara acak pada rak-rak penyimpanan
selama 4 bulan, dengan kelembaban ruang 60–95% dan suhu 24 oC–34 oC. Umbi
yang berkecambah dihitung setiap 7 hari selama 4 bulan. Data yang diperoleh
dianalisis menggunakan analisis ragam (ANOVA), dan jika terdapat perbedaan
yang nyata dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) dengan tingkat
kesalahan 5% (Gomes & Gomes 1995).
Pada uji daya tumbuh, bawang merah yang telah mendapat perlakuan
iradiasi ditumbuhkan dengan cara memotong 1/3 bagian atas umbi untuk
merangsang pertunasan. Selanjutnya umbi ditumbuhkan pada nampan plastik
yang telah ditempatkan 6 lapis kertas tisu yang dibasahi dengan air destilata steril
dan ditutup dengan plastik. Umbi tumbuh normal memiliki ciri tunas panjang dan
berwarna hijau seperti daun, akar panjang dan kurus, sedangkan umbi tumbuh
tidak normal memiliki ciri tunas sangat pendek, lemah dan membusuk (Gambar
3). Pada umbi tumbuh tidak normal bagian pangkal umbi tidak tumbuh akar, atau
jika tumbuh ukurannya pendek dan lemah (Kamil 1979). Pengamatan persentase
18
Gambar 3 Kondisi pertumbuhan umbi setelah perlakuan iradiasi, a) umbi tumbuh normal; b) umbi tumbuh tidak normal.
Uji Pengaruh Iradiasi terhadap Persentase Umbi Layak Jual
Persentase umbi layak jual dihitung dari jumlah total umbi yang diuji
dikurangi jumlah umbi yang busuk, berkecambah, dan kering setelah perlakuan
iradiasi. Dosis iradiasi yang digunakan adalah 0 (kontrol), 50, 75, 100, 125, 150,
175, 200, 225, dan 1000 Gy. Bawang merah setelah perlakuan iradiasi disimpan
pada rak penyimpanan pada suhu ruang 26.oC-30.oC. Pengamatan dilakukan
setiap 7 hari selama 4 bulan. Pengujian menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan 3 ulangan.
Penilaian Kelayakan Iradiasi Sinar Gamma
Penilaian kelayakan penggunaan iradiasi sinar gamma sebagai teknik
perlakuan karantina terhadap bawang merah didasarkan pada asumsi-asumsi ideal.
Asumsi ideal tersebut dibuat berdasarkan tujuan kegiatan impor, pelaksanaan
tindakan karantina di tempat-tempat pemasukan, dan perilaku konsumen (petani)
dalam pemanfaatan bawang merah impor.
Suatu teknik perlakuan karantina harus mampu mengeliminasi OPTK yang
terbawa umbi bawang merah. Perlakuan karantina juga harus mampu
menghilangkan atau menghambat daya kecambah umbi bawang merah agar tidak
dijadikan sebagai bibit oleh petani. Persentase umbi berkecambah maksimal 30%
19
merugikan bagi petani jika tetap menggunakan umbi yang telah diberi perlakuan
sebagai bibit tanaman. Waktu 2 bulan yang diberikan berkaitan dengan waktu
kecepatan distribusi bawang merah untuk sampai ke konsumen. Selain itu,
bawang merah yang telah diberi perlakuan harus tetap layak jual agar tidak
merugikan pihak importir. Persentase umbi layak jual minimal 90% pada 2 bulan
setelah perlakuan, dengan asumsi jumlah tersebut masih menguntungkan bagi
importir.
Asumsi ideal dalam penilaian kelayakan penggunaan iradiasi sinar gamma
meliputi kemampuan teknik perlakuan untuk menghasilkan 1) persentase umbi
berkecambah maksimal 30% pada 2 bulan setelah perlakuan; 2) persentase umbi
layak jual minimal 90% pada 2 bulan setelah perlakuan; dan 3) tidak ditemukan
OPTK setelah perlakuan. Data hasil penelitian berupa persentase umbi
berkecambah, persentase umbi layak jual, dan kelimpahan patogen tumbuhan
selanjutnya dibandingkan dengan hasil ideal. Perlakuan iradiasi sinar gamma
dikatakan layak sebagai teknik perlakuan karantina jika hasil penelitian memenuhi
asumsi ideal seperti dalam Gambar 4.
Gambar 4 Hasil ideal yang diharapkan dari perlakuan iradiasi sinar gamma sebagai teknik perlakuan karantina pada bawang merah.
20
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Iradiasi terhadap Kelimpahan BeberapaPatogen Tumbuhan
Iradiasi sinar gamma sebesar 50 Gy hingga 1000 Gy tidak mampu
mengeliminasi E. carotovora, Pseudomonas kelompok fluorescent, dan C.
personata pada umbi bawang merah. Masih ditemukan pertumbuhan bakteri pada
media buatan dengan kepadatan koloni yang tinggi setelah perlakuan iradiasi
(Gambar 5). Perkecambahan spora C. personata juga masih terjadi pada larutan
yang mengandung dekstrosa dan L-arginin setelah perlakuan iradiasi (Gambar 6).
Hal ini menunjukkan bahwa iradiasi dosis rendah hingga 1000 Gy belum
mencukupi untuk mengeliminasi ketiga patogen.
Iradiasi dengan dosis 1500 Gy mampu mengeliminasi Pseudomonas
kelompok fluorescent pada umbi bawang merah. Namun hingga dosis 5000 Gy
iradiasi tidak dapat mengeliminasi bakteri E. carotovora (Tabel 1). Jika dilihat
dari kemampuannya bertahan hidup setelah iradiasi, E. carotovora lebih tahan
dibanding Pseudomonas kelompok fluorescent. Hal ini sejalan dengan penelitian
Spalding dan Reeder (1986) bahwa beberapa bakteri Pseudomonas kelompok
fluorescent lebih rentan dibanding E.carotovora ketika diiradiasi hingga 1000 Gy
pada buah tomat. Menurut Beraha et al. (1959), E. carotovora tetap tumbuh dan
menyebabkan gejala busuk lunak pada kentang yang diiradiasi sinar gamma
sebesar 4774 Gy.
Iradiasi dengan dosis 2000 Gy menyebabkan spora C. personata tidak
berkecambah dalam larutan dekstrosa yang ditambah dengan L-arginin (Tabel 2).
Hal ini menunjukkan bahwa untuk tujuan mengeliminasi C. personata pada umbi
bawang merah, dosis iradiasi sinar gamma yang diperlukan minimal 2000 Gy.
Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Saleh et al. (1988) menunjukkan
bahwa iradiasi sinar gamma sebesar 2900 Gy dapat menyebabkan cendawan
Curvularia geniculata menjadi tidak aktif. Iradiasi sebesar 1000 Gy sampai 3000
Gy pada miselium cendawan dapat digunakan untuk dekontaminasi spesies yang
rentan dan tahan terhadap iradiasi.
Menurut Jitareerat et al. (2005) dan Beraha et al. (1959), iradiasi sebesar
21
hingga dosis iradiasi 4564 Gy tidak mampu membunuh dan mempengaruhi
patogenisitas Fusarium spp. Konidia Fusarium sp. dan C. personata bersifat
multiseluler dan memiliki dinding sel yang tebal. Struktur sel ini memberikan
kontribusi pada ketahanan cendawan terhadap sinar gamma. Jika iradiasi
dilakukan pada miselium, dosis iradiasi yang dibutuhkan akan lebih rendah.
Konidia lebih tahan terhadap iradiasi dibanding miselium (Saleh et al. 1988).
Gambar 5 Pertumbuhan E. carotovora (a) dan Pseudomonas kelompok
fluorescent (b) setelah perlakuan iradiasi sinar gamma sebesar 1000 Gy. Koloni bakteri ditunjukkan dengan tanda panah.
22
Tabel 1 Kelimpahan bakteri E. carotovora dan Pseudomonas kelompok fluorescent setelah perlakuan beberapa dosis iradiasi
terhadap iradiasi sinar gamma. Iradiasi sinar gamma dosis rendah (5 Gy sampai
250 Gy) pada Fusarium sp. menstimulasi produksi total protein dan asam amino.
Peningkatan produksi protein dan asam amino memberikan pengaruh pada
peningkatan ketahanan cendawan terhadap iradiasi (Geweely & Nawar 2006).
Iradiasi sinar gamma sebesar 526 Gy mampu menghambat pertumbuhan koloni C.
kikuchii dibanding tanpa iradiasi. Iradiasi dapat menginduksi terbentuknya variasi
morfologi pada koloni, berupa penghambatan pembentukan pigmen ungu pada
koloni cendawan. Namun demikian, iradiasi hingga dosis 526 Gy tidak
mempengaruhi sporulasi C. kikuchii (Lo 1963).
Faktor lain yang mempengaruhi ketahanan mikroorganisme terhadap iradiasi
sinar gamma adalah kandungan air pada umbi bawang merah. Penyerapan energi
iradiasi oleh molekul air akan menghasilkan radikal bebas yang reaktif dan
bereaksi dengan molekul organik seperti DNA di dalam sel patogen. Reaksi yang
terjadi mengacaukan proses-proses biokimia di dalam sel sehingga mengganggu
keseimbangan sel dan akhirnya menyebabkan kematian patogen (Skou 1971).
23
kerusakan sel patogen, selain pengaruh langsung dari energi iradiasi terhadap
patogen. Kandungan air pada umbi bawang merah berkisar antara 80% hingga
83%, sehingga sebagian besar interaksi iradiasi dengan patogen terjadi secara
tidak langsung.
Pada bawang merah yang telah diiradiasi masih ditemukan beberapa genus
cendawan lain yaitu Aspergillus sp., Penicillium sp., Rhizopus sp., dan Fusarium
sp. Kelembaban ruang simpan setelah iradiasi berkisar antara 60% sampai 95%
dengan suhu 22 oCsampai 34 oC. Pada tingkat kelembaban lebih dari 85% dapat
merangsang perkembangan mikroba terutama cendawan (Badan Pengawas Obat
dan Makanan 2004).
Aspergillus sp. merupakan kelompok cendawan yang resisten terhadap
paparan iradiasi gamma. Untuk tujuan pengawetan beberapa jenis makanan,
sterilisasi produk dari cendawan Aspergillus sp. biasanya menggunakan dosis
iradiasi hingga 10.000 Gy. A. niger merupakan penyebab penyakit Black mold
pada umbi bawang merah. R. stolonifer merupakan penyebab penyakit mushy rot
pada bawang merah (Sumner 1999). P. hirsutum merupakan penyebab penyakit
blue mold pada umbi bawang putih dan bawang merah (Davis 1999). F.
oxysporum merupakan penyebab penyakit Fusariumbasal plate rot pada bawang
merah (Havey 1999).
Tabel 2 Perkecambahan spora cendawan C. personata setelah perlakuan beberapa dosis iradiasi
Persentase Perkecambahan dan Daya Tumbuh Bawang Merah
Perlakuan beberapa dosis iradiasi sinar gamma terhadap bawang merah
24
Iradiasi sebesar 1000 Gy dan 225 Gy menyebabkan peningkatan persentase umbi
berkecambah dibandingkan dengan kontrol masing-masing sebesar 46% dan 36%.
Pada dosis 50 Gy dan 75 Gy, persentase umbi berkecambah lebih rendah
dibandingkan dengan kontrol (Tabel 3). Pada dosis 50 Gy dan 75 Gy hanya
ditemukan 10% dan 11% umbi berkecambah dibandingkan dengan kontrol
sebesar 20%. Penggunaan iradiasi sinar gamma dengan dosis rendah dapat
menghambat perkecambahan umbi, sedangkan iradiasi dengan dosis tinggi justru
meningkatkan jumlah umbi berkecambah.
Persentase umbi berkecambah pada bawang merah yang tidak diberi
perlakuan iradiasi (kontrol) tergolong rendah yaitu sebesar 20%. Hal ini
disebabkan bawang merah yang digunakan sebagai bahan uji merupakan bawang
merah konsumsi dengan kualitas yang rendah. Bawang merah untuk tujuan
konsumsi biasanya sudah dipanen pada usia tanam kurang dari 55 hari, sedangkan
untuk bibit pada usia tanam 60 sampai 80 hari. Selain itu, bawang merah
konsumsi biasanya tidak dipilih dari tanaman yang sehat, seperti halnya bawang
merah untuk tujuan sebagai bibit (Karno 2011). Daya kecambah dan daya
tumbuh umbi pada usia tanaman muda relatif rendah. Hal ini berkaitan dengan
pertumbuhan jaringan penunjang (supporting tissue) yang belum sempurna, berat
kering umbi rendah, dan secara fisiologis umbi belum tua (Kamil 1979).
Tabel 3 Rerata perkecambahan umbi bawang merah 4 bulan setelah perlakuan beberapa dosis iradiasi
Angka dalam kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5%.
25
Pengamatan umbi berkecambah dilakukan setiap minggu hingga 16 minggu.
Iradiasi sebesar 50 Gy dan 75 Gy mampu menurunkan persentase umbi
berkecambah mulai minggu ke-11 hingga minggu ke-16 atau 4 bulan
penyimpanan (Gambar 7). Pada minggu pertama hingga minggu ke-8 iradiasi
dosis 50 Gy dan 75 Gy lebih banyak menyebabkan umbi berkecambah, namun
pada minggu berikutnya lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan iradiasi sinar gamma sebesar 50 Gy
dan 75 Gy dapat digunakan untuk menghambat perkecambahan bawang merah
hingga 4 bulan penyimpanan.
Menurut Nouri dan Toofanian (2001), iradiasi sinar gamma dengan dosis
rendah (100 Gy) dapat menghambat perkecambahan umbi hingga 7 bulan
penyimpanan. Skou (1971) menyatakan bahwa iradiasi dosis 60 Gy sampai 120
Gy dapat menghambat perkecambahan umbi bawang bombai, sedangkan dosis
500 Gy sampai 5000 Gy menyebabkan stimulasi pada perkecambahan umbi.
Gambar 7 Perkecambahan umbi bawang merah 16 minggu setelah perlakuan beberapa dosis iradiasi.
Iradiasi sinar gamma dapat menimbulkan perubahan kimia ketika
26
setelah iradiasi selesai terjadi perubahan kimia akibat adanya eksitasi, ionisasi,
dan reaksi-reaksi kimia (Badan Tenaga Nuklir Nasional 2009). Perubahan kimia
yang terjadi pada sel hidup akan menghambat sintesis DNA sehingga proses
pembelahan sel terganggu. Gangguan pembelahan sel ini menyebabkan proses
kehidupan normal dalam sel juga terganggu. Sifat ini kemudian banyak
dikembangkan untuk tujuan penghambatan perkecambahan umbi atau
memperpanjang masa simpan umbi kentang dan bawang bombai (Skou 1971).
Perlakuan beberapa dosis iradiasi sinar gamma mempengaruhi pertumbuhan
bakal tunas umbi bawang merah pada 30 hari setelah perlakuan. Perlakuan
iradiasi sebesar 200 Gy sampai 1000 Gy cenderung merangsang pertumbuhan
bakal tunas jika dibandingkan dengan tanpa iradiasi (Gambar 8). Namun pada
iradiasi sebesar 50 Gy, pertumbuhan bakal tunas lebih rendah dibandingkan
dengan kontrol dan dosis iradiasi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa iradiasi
pada dosis rendah (50 Gy) mampu menghambat pertumbuhan bakal tunas umbi
bawang merah. Iradiasi pada dosis 200 Gy atau lebih justru merangsang
pertumbuhan bakal tunas umbi bawang merah.
Persentase umbi tumbuh normal pada dosis 1000 Gy lebih tinggi jika
dibandingkan dengan perlakuan dosis 50, 75, 100, 150, 175, dan 200 Gy. Hal ini
menunjukkan bahwa perlakuan iradiasi menggunakan dosis lebih dari 225 Gy
cenderung meningkatkan persentase umbi yang tumbuh normal. Sedangkan pada
dosis 50 Gy, persentase umbi tumbuh normal menurun jika dibandingkan dengan
kontrol (Tabel 4). Pada umbi yang tumbuh normal, iradiasi dosis 50 Gy
menyebabkan penurunan panjang tunas hingga 2 cm.
Iradiasi pada dosis 50 Gy dapat menurunkan jumlah umbi yang masih layak
sebagai bibit tanaman. Pada dosis tersebut diperoleh persentase umbi tumbuh
normal sebesar 78%, sedangkan standar daya kecambah untuk bibit yang baik
harus dihasilkan umbi tumbuh normal minimal 80% (Kamil 1979). Sehingga
iradiasi dosis 50 Gy dapat digunakan untuk menghindari penyalahgunaan bawang
27
Gambar 8 Pertumbuhan bakal tunas umbi bawang merah pada 30 hari setelah perlakuan beberapa dosis iradiasi, a) kontrol; b) 50 Gy; c) 100 Gy; d) 150 Gy; e) 200 Gy; dan f) 1000 Gy. Pertumbuhan bakal tunas ditunjukkan oleh tanda panah.
Tabel 4 Pertumbuhan umbi bawang merah setelah perlakuan iradiasi
Dosis (Gy) Umbi tumbuh normal (%)* Tunas normal (cm)**
Kontrol 92.00 ab 6.2
50 78.25 e 4.2
75 83.00 cde 5.8
100 88.75 abcd 5.5
125 92.00 ab 6.0
150 85.50 bcde 6.3
175 82.25 de 6.0
200 83.25 cde 6.0
225 94.00 a 6.3
1000 90.75 abc 7.3
F hitung : 3.67 dan Pvalue : 0.003
Angka dalam kolom yang sama diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji BNT 5%
*
Pengamatan selama 60 hari setelah perlakuan
**
28
Hasil pengamatan pertumbuhan kecambah bawang merah setelah ditanam di
media tanah menunjukkan bahwa tunas pada umbi yang diiradiasi mengalami
kelayuan pada semua dosis kecuali pada kontrol. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Borzouei et al. (2010) bahwa dosis antara 100 sampai 200 Gy dan
lebih menyebabkan stimulasi sementara pada perkecambahan. Bakal tunas yang
terpapar iradiasi mengalami peningkatan jumlah klorofil sebesar 64.5%.
Peningkatan jumlah klorofil tersebut menyebabkan terjadinya peningkatan
panjang tunas. Meskipun demikian pertumbuhan kecambah tidak berkembang
lebih lanjut, layu, dan akhirnya mengalami kematian.
Kematian tunas umbi bawang merah setelah perlakuan iradiasi disebabkan
oleh terhambatnya pertumbuhan akar pada umbi. Akar pada umbi berfungsi
menambatkan umbi pada tanah dan menyerap air dari tanah (Kamil 1979). Fungsi
akar dalam penyerapan air dan mineral tanah terganggu akibat pertumbuhan akar
yang tidak normal. Pertumbuhan akar pada umbi yang tidak diiradiasi terlihat
panjang, sedangkan akar pada umbi yang diiradiasi pada semua dosis terlihat
pendek atau bahkan tidak tumbuh (Gambar 9). Kematian tunas pada umbi yang
diiradiasi kemungkinan disebabkan oleh tidak tersedianya air dalam jumlah yang
cukup untuk melanjutkan metabolisme sel jaringan tunas.