• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Bahasa Jawa di TV Lokal: Analisis Wacana Kritis Program Acara Kuthane Dhewe dan Campursarinan Kompas TV Jawa Tengah T1 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Penggunaan Bahasa Jawa di TV Lokal: Analisis Wacana Kritis Program Acara Kuthane Dhewe dan Campursarinan Kompas TV Jawa Tengah T1 BAB II"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Komunikasi Massa

Istilah komunikasi massa dikenal pada tahun 1930-an. Menurut

Gerbner (1967) dalam Morissan (2013:7) mendefinisikan komunikasi sebagai interaksi sosial melalui pesan.Sedangkan istilah massa memiliki arti banyak atau kontroversial. Tidak hanya Gerbner, Janiwitz (1960) dalam Morissan (2013:7-8) menyebutkan bahwa

“komunikasi massa itu terdiri dari lembaga dan teknik dimana kelompok-kelompok terlatih menggunakan teknologi untuk menyebarluaskan simbol-simbol kepada audien yang tersebar luas dan bersifat heterogen.”

Lalu menurut Apriadi Tamburaka (2012:15) menjelaskan bahwa komunikasi massa alah proses komunikasi yang dilakukan di dalam sebuah media yang disebut media massa yang memiliki tujuan untuk memberikan informasi kepada khalayak.

2.1.2 Media Massa

Media menurut Apriadi Tamburaka (2012:9) adalah alat untuk memindahkan pesan dari komunikator ke komunikan.Media digunakan untuk menyebutkan sebuah saluran, alat, sarana maupun channel atau medium.

(2)

11 merupakan sekumpulan orang banyak yang saling berhubung untuk melakukan minat atau kepentingan bersama yang bersifat sementara.

Sedangkan media massa merupakan sarana untuk menyampaikan pesan atau informasi secara massal kepada khalayak. Informasi ini disebarluaskan kepada masyarakat, adapun dalam penyebaran dan penyeleksi informasi diawasi oleh gatekeeper (Tamburaka, 2012:13).

2.1.3 Televisi

Salah satu media siaran yang masuk dalam sistem penyiaran adalah televisi. Televisi memiliki karasteristik sebagai media siaran yang menyalurkan audio dan visual. Informasi yang diberikan kepada masyarakat tidak hanya mengedepankan suara namun juga tampilan dari suatu progam. Menurut Undang-Undang Penyiaran 2002, disebutkan bahwa penyiaran televisi adalah media komunikasi massa dengar pandang, yang menyalurkan gagasan dan informasi dalam bentuk suara dan gambar secara umum baik terbuka maupun tertutup, berupa program acara yang teratur dan berkesinambungan (Arifin, 2014:190).

Tidak hanya karakter, televisi juga memiliki sifat sebagai berikut,

 Dapat didengar dan dilihat bila ada siaran

 Dapat dilihat dan didengar kembali, bila diputar kembali  Daya rangsang sangat tinggi

 Elektris  Sangat mahal  Daya jangkau besar

(3)

12 siaran terkecil. Sesuai dengan Peraturan KPI tentang Standar Program acara Siaran (SPS) BAB XXV tentang Program acara Lokal Dalam Sistem Stasiun Jaringan Pasal 68 ayat (1), program acara siaran lokal wajib diproduksi dan ditayangkan paling sedikit 10%.

2.1.4 Program Informasi dan Hiburan 2.1.4.1 Program Informasi

Program informasi menurut Morissan (2008:218) adalah segala jenis siaran yang memberikan tambahan pengetahuan atau informasi kepada khalayak. Program informasi dibagi menjadi dua bagian besar yaitu berita keras (hard news) dan berita lunak (soft news).

Berita atau “news” berisi tentang informasi yang bersifat baru dan penting bagi khalayak. Menurut Hornbby dalam Tamburaka (2012:135) menjelaskan bahwa “news” sebagai laporan tentang apa yang terjadi dan paling mutakhir atau sangat baru. Dapat dikatakan berita adalah laporan tentang peristiwa yang bersifat aktual dan menarik perhatian khalayak. Dalam tujuannya untuk menarik perhatian khalayak, berita dibuat dengan memperhitungkan setiap bagiannya. Berita pun tidak luput dari sebuah kontruksi tertentu (Tamburaka, 2012:137).

Adapun kriteria layak berita, jika berita berisi peristiwa yang segar (aktualitas) berita dianggap layak jika memiliki relevansi bagi pembaca dan memiliki kedekatan secara geografis maupun emosional, konflik yang menarik bagi khalayak adalah konflik yang bersifat fisik maupun nonfisik. Selanjutnya, berita dianggap layak jika menyangkut sebuah peristiwa atau

tentang orang terkenal. Berita juga akan layak jika memiliki konsekuensi pada kehidupan khalayak, dan yang terakhir adalah berita yang menyentuh

(4)

13 Menurut Junaedi (2013:11-13) menyebutkan 6 unsur dari sebuah berita yaitu

1. What (apa) : apa yang terjadi, tema berita yang diangkat. 2. Who (siapa) : siapa dan kepada siapa peristiwa itu terjadi 3. When(kapan) : kapan peristiwa itu terjadi

4. Where (di mana) : di mana peristiwa itu terjadi

5. Why (mengapa) : keterangan tentang mengapa peristiwa terjadi

6. How (bagaimana) : bagaimana peristiwa yang diberitakan terjadi

Berita dapat digologkan ke dalam dua jenis yaitu, hardnews dan softnews. Hardnews adalah berita langsung yang yang terikat oleh waktu.Dalam penyampaian sebuah berita atau informasi harus cepat dan tepat waktu.Jika suatu berita terlambat untuk diinformasikan, maka berita dianggap basi. Contoh dari hardnews antara lain: rapat kabinet, peristiwa olahraga, kecelakaan, bencana alam, dan meninggalnya orang terkenal (Junaedi, 2013:6-7). Softnews adalah berita tidak langsung dan tidak terikat waktu.Berita yang disajikan pun dapat dibaca kembali, didengar dan dilihat kapan pun tanpa terikat pada aktualitas. Contoh dari softnews antara lain penemuan ilmiah, kisah sukses, dan kisah tragis (Junaedi, 2013:7).

2.1.4.2 Program Hiburan

Program hiburan menurut Morissan (2008:223) adalah segala bentuk siaran yang memiliki tujuan untuk menghibur, baik dalam bentuk musik, lagu, cerita dan permainan. Program yang termasuk dalam kategori hiburan adalah drama, permainan (game), musik dan pertunjukan.

Salah satu kategori hiburan yaitu musik. Dalam program musik

(5)

14 beberapa hal agar acara musik bisa mendapatkan sebanyak mungkin audien, seperti :

a. Pemilihan artis yang memiliki daya tarik demografis yang besar, dalam hal ini si artis memiliki banyak penggemar

b. Pengambilan gambar yang menarik secara visual, dan televisi harus menampilkan banyak gambar pendukung. Mengambil gambar juga harus berganti-ganti secara dinamis.

2.1.5 Analisis Wacana Kritis

Analisis wacana kritis, M. Wetherell (2001:301-340) dalam Haryatmoko (2016:2) sebagai penerapan analisis kritis terhadap bahasa yang terinspirasi oleh Marxisme ketika menyoroti aspek-aspek budaya dalam kehidupan sosial, yaitu ketika dominasi dan eksploitasi dipertahankan melalui budaya dan ideologi.

Analisis wacana kritis sendiri tertarik pada bagaimana cara bahasa dan wacana digunakan untuk mencapai tujuan-tujuan sosial termasuk perubahan-perubahan sosial. Sedangkan asumsi dasar analisis wacana kritis menurut Haryatmoko (2016:5) ialah bahasa digunakan untuk berbagai fungsi dan memiliki berbagai konsekuensi. Bahasa dapat digunakan untuk memerintah, mempengaruhi, mendeskripsikan, mengiba, memanipulasi, menggerakan kelompok. Tidak hanya itu bahasa juga dapat dikonstruksi dan mengkonstruksi masyarakat, maka bahasa berubah sesuai dengan konteks dan situasi tertentu.

Tujuan akhir dari analisis wacana kritis yaitu membongkar

bentuk-bentuk dominasi, diskriminasi atau prasangka yang merugikan. Sehingga bahasa harus dianalisis dan dibongkar agar muncul nilai ataupun ideologi

(6)

15 1. Menganalisis praktik wacana yang mencerminkan atau

mengonstruksi masalah sosial

2. Meneliti bagaimana ideologi dibekukan dalam bahasa dan menemukan cara untuk mencairkan ideologi yang terikat dalam bahasa

3. Meningkatkan kesadaran terhadap ketidakadilan, diskriminasi,

prasangka dan penyalahgunaan kekuasaan

4. Membantu memberikan pemecahan terhadap

hambatan-hambatan yang menghalangi perubahan sosial

2.1.6 Analisis Wacana Kritis Fairclough

Analisis wacana menitik-beratkan pembahasan pada pemakaian bahasa, membahas mengenai perbedaan paradigma analisis wacana dalam melihat bahasa sebagai berikut.

Pandangan pertama oleh kaum positivism-empiris. Bahasa dilihat sebagai jembatan antara manusia dengan objek di luar dirinya. Orang tidak perlu mengetahui makna subjektif atau nilai yang mendasari suatu pernyataan yang terpenting adalah pernyataan dilontarkan secara benar menurut khaidah sintaksis dan semantik. Sehingga tata bahasa dan kebenaran sintaksis adalah bidang utama dalam analisis wacana ini. Maksud dari analisis ini untuk menggambarkan tata aturan kalimat, bahasa dan pengertian bersama (Eriyanto, 2001:4).

Konstruktivisme, menganggap bahwa subjek sebagai faktor sentral dalam kegiatan wacana serta hubungan-hubungan sosialnya. Wacana adalah suatu upaya pengungkapan maksud tersembunyi dari sang subjek

(7)

16 sebagai representasi yang membentuk suatu subjek tertentu, tema wacana tertentu dan strategi di dalamnya (Eriyanto, 2001:6).

Karakteristik Analisis Wacana Kritis

Wacana tidak dipahami sebagai studi bahasa, walaupun pada akhirnya bahasa dalam teks digunakan untuk dianalisis. Bahasa dianalisis bukan untuk penggambaran aspek dari kebahasaan namun

menghubungkan dengan konteks. Konteks di mana bahasa dipakai untuk tujuan dan praktik tertentu (Eriyanto, 2001:7).

Teori Analisis Wacana Kritis Fairclough

Pada latar belakang telah dipaparkan bahwa program acara Kuthane Dhewe ini menggunakan bahasa pengantar yaitu bahasa Jawa Ngoko Semarangan sedangkan Campursarinan menggunakan bahasa Jawa Ngoko yang disisipi bahasa Indonesia. Pada bab II akan dijelaskan mengenai teori yang digunakan sebagai analisis pada penggunaan bahasa Jawa pada program acara Kuthane Dhewe dan Campursarinan di Kompas TV Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan Teori Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough.Teori dipilih karena dianggap relevan dalam penelitian ini.

Fairclough (2010:235) (dalam Haryatmoko, 2016:19-22) menawarkan empat langkah metode analisis wacana kritis yaitu,

1. Pertama, memfokuskan pada suatu „ketidakberesan sosial‟. Ketidakberesan sosial dipahami sebagai aspek-aspek sistem sosial, bentuk dan tatanan yang merugikan. Ketidakberesan meliputi kemiskinan, ketidaksetaraan, diskriminasi maupun

kurangnya kebebasan dan rasisme.

(8)

17 yang pertama, menganalisis hubungan-hubungan antara tatanan wacana dan unsur-unsur politik sosial lain ataupun antara teks dengan unsur-unsur kejadian. Kedua, menyeleksi teks dan memfokuskan pada analisis teks tersebut dan mengelompokkan sesuai tujuannya untuk membentuk objek penelitian. Ketiga, melakukan analisis teks, baik analisis interdiskursif maupun

analisis linguistik dan semiotik.

3. Ketiga, mengidentifikasi apakah tatanan sosial „membutuhkan‟ ketidakberesan sosial. Jika suatu tatanan sosial menghasilkan ketidakberesan yang besar maka harus ada penanganan dalam sistem tersebut. Ini adalah cara menghubungkan antara „yang faktual‟ dan „yang seharusnya‟. Hal ini terkait dengan ideologi: wacana selalu ideologis sejauh untuk menyumbang untuk mendukung suatu keuasaan maupun dominasi tertentu.

4. Keempat, mengidentifikasi cara-cara yang mungkin untuk mengatasi hambatan-hambatan. Pada tahap keempat ini akan diidentifikasi kemungkinann-kemungkinan dalam proses sosial yang ada untuk mengatasi hambatan dalam menangani ketidakberesan sosial. Kehidupan sosial merupakan jaringan praksis sosial yang saling terhubung (ekonomi, sosial, budaya). Sehingga praksis sosial pasti mengandung semiotik. Dalam praksis sosial ada aktivitas produktif, sarana produksi, hubungan sosial, identitas sosial, nilai budaya, kesadaran dan proses semiosis. Dalam tahap ini analisis wacana kritis adalah

(9)

18 Fairclough memusatkan pembahasan wacana pada bahasa. Wacana dalam pemahaman Fairclough di bagi ke dalam tiga dimensi yaitu text,

discourse practice, dan sociocultural practice.

1. Teks menurut Fairclough dalam Haryatmoko (2016:23) yaitu mengacu pada wicara, tulisan, grafik dan kombinasinya atau semua bentuk linguistik teks (khasanah kata, gramatika, syntax, struktur matafora, retorika). Lalu Fairclough juga menambahkan (dalam

Darma, 2009:89-90) bahwa teks dianalisis secara linguistik dengan melihat kosakata, semantik dan tata kalimat. Fairclough juga memasukan koherensi dan kohevisitas untuk melihat bagaimana kata atau kalimat tersebut digabung dan membentuk pengertian. Elemen yang dianalisis tersebut dipakai untuk melihat tiga masalah. Yaitu yang pertama, ideasional yang merujuk pada referensi tertentu, apa yang ditampilkan dalam teks, yang umumnya membawa ideologi tertentu. Kedua, relasi, merujuk pada bagaimana konstruksi hubungan diantara wartawan dengan pembicara, apakah tekad disampaikan secara informal atau formal, tertutup atau terbuka. Ketiga, identitas, merujuk pada konstruksi identitas penulis dan pembaca dan bagaimana personal dan identitas ditampilkan.

2. Discourse practice menurut Fairclough (dalam Eriyanto, 2001;

Haryatmoko, 2016) memusatkan pada bagaimana produksi dan konsumsi teks. Produksi teks berhubungan dengan pola dan rutinitas dalam pembentukan berita di bagian redaksi. Selain itu pada dimensi ini ada proses menghubungkan antara produksi dan

(10)

19 3. Sociocultural practice atau praksis sosial menurut Fairclough (dalam

Eriyanto, 2001; Haryatmoko, 2016) didasarkan pada asumsi bahwa sosial yang ada di luar media mempengaruhi bagaimana wacana yang muncul dalam media. Dimensi ini memang tidakberhubungan langsung dengan produksi teks namun menentukan bagaimana teks itu diproduksi dan dipahami. Praksis sosial biasanya tertanam

dalam tujuan, jaringan dan praktis budaya sosial yang luas. Pada dimensi ini telah masuk ke pemahaman intertektual, peristiwa

sosial di mana teks dibentuk dan membentuk praktis sosial. Fairclough juga membagi praktik sosial ini menjadi tiga level yaitu situasional, institusional dan sosial.

a. Situasional

Teks dihasilkan dari situasi tertentu yang khas sehingga teks dihasilkan berbeda dari teks yang lain.

b. Institusional

Berasal dari dalam maupun luar media yang akan menentukan proses sebuah produksi berita atau teks. Tidak hanya itu saja, faktor dari institusi seperti ekonomi media, tema berita, persaingan antar media, modal atau kepemilikan terhadap media dan faktor politik turut mempengaruhi dalam proses produksi sebuah berita atau teks.

c. Sosial

(11)

20 Gambar 7 Tiga dimensi analisis wacana kritis model Fairclough (1995:98) dalam Haryatmoko (2016:23)

2.2 Penelitian Terdahulu

No Nama Peneliti

Judul Penelitian

Tujuan

Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian 1. Lanjar

Rani

Analisis Wacana Kritis dalam Pagelaran Wayang Kulit Lakon “Petruk Dadi Ratu”

Melukiskan pesan apa yang

disampaikan dalang dalam pagelaran wayang kulit pada lakon “Petruk Dadi Ratu”

Menjelaskan

Penelitian ini menggunakan

metode penelitian deskriptif kualitatif. Unit amatannya adalah pagelaran Lakon “Petruk Dadi Ratu” di daerah Klaten dan unit analisisnya adalah lakon wayang kulit “Petruk Dadi Ratu”.

Lakon wayang kulit “Petruk Dadi Ratu” merupakan sebuah

fakta yang

direalisasikan lewat lakon dalam sebuah pagelaran wayang kulit. Pada titik ini

Lakon Petruk Dadi Ratu mewacanakan kepemimpinan dan simbolisasi dari PRAKSIS SOSIO-BUDAYA

(12)

21 bagaimana

pesan disampaikan dalang dalam pagelaran wayang kulit pada lakon “Petruk Dadi Ratu”

Menjelaskan

apa tujuan penyampaian pesan dalam pagelaran wayang kulit pada lakon “Petruk Dadi Ratu‟

Sumber informasi diambil dari hasil wawancara dan pengamatan

terhadap lakon wayang “Petruk Dadi Ratu” dan dalang dalam paguyuban Cinde

Laras. Sedangkan data sekunder yang

dipakai merupakan data-data dari artikel, website serta terbitan yang relevan. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu metode wawancara dan studi dokumentasi.

perlawanan

terhadap kekuasaan yang dijungkir balikan melalui cerita wayang kulit. Didalam pagelaran kesenian wayang kulit khususnya, memberikan pesan

dan nilai moral dan untuk mengkritisi

kinerja para wakil

rakyat dan

memberikan

wacana representasi tentang kekuasaan dan kepemimpinan sesuai dengan ideologi cerita pewayangan.

2. Maya Sari

Potret Relasi Dosen dan Mahasiswa Dalam Tumblr “YeahMaha siswa” (Sebuah Analisis

Tujuan dari penelitian yaitu untuk menjelaskan relasi dosen dan mahasiswa dalam Tumblr “YeahMahasis wa” yang digambarkan

Jenis penelitian ini menggunakan

kualitatif deskriptif. Data diperoleh dari proses observasi dan penyalinan data. Untuk metode penelitian, peneliti menggunakan

Analisis Wacana

Hasilnya adalah masih terjadi relasi top-down, dosen memiliki kekuasaan untuk memberi tugas, kuis, ujian sedangkan

(13)

22 Wacana

Kritis Norman Fairclough)

melalui komik meme.

Kritis Fairclough. situs jejaring sosial ini mahasiswa memiliki ruang untuk mengutarakan pengalaman dan perasaan para mahasiswa saat menghadapi

persoalan

perkuliahan dalam bentuk komik meme

yang menjadi tren

anak muda

sekarang. 3. Nesya

Stephani

Komodifika

si Budaya Jawa

(Wayang) dalam Program Acara Opera Van

Java di

TRANS7

Menjelaskan

komodifikasi budaya Jawa (wayang) dalam program acaraOpera Van Java di Trans7.

Penelitian ini

menggunakan

pendekatan kualitatif

dan metode

deskriptif. Unit analisa penelitian yaitu komodifikasi pada tayangan Opera Van Java

episode Pertarungan Anak Arjuna, Sayembara Drupadi,

dan Wahyu

Cakraningrat. Unit amatan penelitian adalah komodifikasi dari seluruh isi

Komodifikasi isi

terlihat pada isi cerita yang disajikan. Tayangan dikemas dalam tayangan media massa sebagai media, sehingga mendapatkan

perubahan baik dari alur cerita, penokohan, tata panggung, pesan cerita. Komodifikasi

(14)

23 tayangan Opera Van

Java episode

Pertarungan Anak Arjuna, Sayembara Drupadi dan wahyu Cakraningrat.

Teknik

pengumpulan data dalam penelitian ini

menggunakan studi dokumen. Metode

analisis yang digunakan, metode Vincent Mossco yang memfokuskan

baik pada

komodifikasi isi, audience, dan pekerja.

audience dalam acara tersebut.Dan yang terakhir adalah komodifikasi

pekerja, para pekerja membuat program acara semenarik mungkin dari segi kemasan

dan isi sehingga khalayak dan

pengiklan menyukai program acara tersebut.

4. Fransiska Ayu Rosalina Nugrahen i Penggunaan Bahasa Jawa di TV Lokal (Analisis Wacana Kritis Program acara Kuthane Dhewe dan Campursari

Mendeskripsik an pemilihan dasar

penggunaan bahasa Jawa dalam

produksi program acara Kuthane Dhewe dan Campursarina n di Kompas

Jenis pendekatan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif

dan metode

deskriptif. Unit amatan penelitian ini adalah program acara Kuthane

Dhewe dan

(15)

24 nan Kompas

TV Jawa Tengah)

TV Jawa

Tengah.

penelitian ini adalah

teks, data

kebahasaan dan penggunaan bahasa

Jawa dalam

program acara Kuthane Dhewe dan Campursarinan. Sumber data berasal

dari wawancara mendalam dan studi

pustaka. Teori yang digunakan adalah analisis wacana Fairclough.

Deskripsi Penelitian

Penelitian ini menggunakan Analisis Wacana Kritis dengan pendekatan Norman Fairclough, dalam penelitian sebelumnya teori ini telah digunakan untuk membedah penelitian tentang Pagelaran Wayang Kulit Lakon “Petruk Dadi Ratu” dan juga Potret Relasi Dosen dan Mahasiswa Dalam Tumblr “YeahMahasiswa”. Sehingga penelitian sebelumnya dapat menjadi pengetahuan bagi peneliti untuk melihat bagaimana teori ini membedah suatu unit analisa. Selain itu untuk penelitian komodifikasi budaya Jawa (wayang) dalam program acara acara Opera Van Java di Trans7 peneliti melihat dari segi budaya yang telah dimodifikasi sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat dan juga bertujuan untuk memikat para pengiklan sehingga pihak Trans7 dapat memperoleh keuntungan.

(16)

25 dari penelitian sebelumnya yaitu, dalam penelitian ini akan fokus pada penggunaan bahasa Jawa dalam program acara Kuthane Dhewe dan Campursarinan di Kompas TV Jawa Tengah. Dalam unit analisa, fokus penggunaan bahasa Jawa ini akan diarahkan untuk mengungkap tiga dimensi dari pendekatan Fairclough, dengan wawancara dan studi pustaka yang mendalam. Faktor pembeda lainnya dalam penelitian ini dengan ketiga penelitian sebelumnya

yaitu, peneliti juga akan membandingkan hasil analisis kedua program acara yang nantinya akan didukung dengan hasil wawancara pengamat budaya Jawa dilihat

dari segi fenomena penggunaan bahasa Jawa dalam program acara televisi.

Melalui penelitian ini, diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang ilmu komunikasi dan dapat memberikan pemahaman mengenai teori analisis wacana kritis khususnya penggunaan bahasa Jawa dalam program acara berita Kuthane Dhewe dan Campursarinan.

2.3 Kerangka Pikir

Kerangka pikir merupakan sebuah cara kerja yang dilakukan oleh peneliti untuk menyelesaikan permasalahan yang diteliti. Program acara Kuthane Dhewe dengan menggunakan bahasa Jawa Ngoko Semarangan dan program acara Campursarinan dengan menggunakan bahasa Jawa ngoko yang disisipi bahasa Indonesia yang merupakan bahasa pengantar dan sebagai fokus kajian dalam penelitian ini. Dari latar belakang yang sudah dipaparkan, rumusan masalah yang muncul sangat relevan jika diteliti dengan Teori Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough yang terdiri dari tiga dimensi yaitu text, discourse practice (berhubungan dengan proses produksi maupun konsumsi dari teks)dan

sociocultural practice. Dengan ketiga dimensi di atas, peneliti akan mendapatkan jawaban dari permasalahan yang ada. Berikut kerangka pikir dalam penelitian

(17)

26 Bagan 1. Kerangka Pikir Penggunaan Bahasa Jawa dalam program acara Kuthane Dhewe dan Campursarinan

empat langkah metode analisis wacana kritis menurut Haryatmoko Kompas TV Jawa Tengah (TV

Lokal)

Analisis Wacana Kritis Fairclough tiga dimensi yaitu

1. Text (teks)

2. Discourse Practice (praktik diskursif)

3. Sociocultural Practice (praksis sosial)

Program acara Kuthane Dhewe dalam bahasa Jawa Ngoko

Semarangan

Program acara Campursarinan dalam bahasa Jawa ngoko Semaranganyang yang disisipi

bahasa Indonesia

Gambar

gambar juga harus berganti-ganti secara dinamis.
Gambar 7 Tiga dimensi analisis wacana kritis model Fairclough

Referensi

Dokumen terkait

Disamping tidak dicantumkannya secara tegas asas-asas umum pe nye- lenggaraan bangunan gedung dalam batang tubuh, pengaturan sanksi dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lombok

Sehingga tanah ulayat yang didaftarkan menjadi Hak Pengelolaan lebih mirip dengan pemberian hak kepada kesatuan masyarakat hukum adat atau daerah swatantra yang disebutkan

Terbilang : Lima puluh tujuh juta delapan ratus sembilan puluh rihu

Although growth faltering is uncommon in developed countries, a recent pooled analysis of U.S., Canadian, and European data sets undertaken by the WHO Working Group on Infant

Dalam pada itu di dalam menjalankan pencabutan hal tersebut kepentingan daripada yang empunya tidak boleh diabaikan begitu saja. Oleh karena itu, maka selain wewenang untuk

This empirical work examines why manufacturing dis- parity exists, and what institutional and spatial factors empirically have an important effect on the manufacturing

 SKBKBT (Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan) adalah surat keputusan yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang

[r]