BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepuasan Kerja
1. Pengertian Kepuasan Kerja
Kerja merupakan interaksi antara individu dan lingkungan kerja, di mana
masing-masing memiliki persyaratannya masing-masing. Lingkungan kerja
memerlukan tugas-tugas tertentu yang akan dilakukan individu, sedangkan
individu membawa keterampilan untuk melakukan tugas-tugas dalam
pekerjaannya. Untuk mendukung kinerja dari pekerjaannya, individu memiliki
kebutuhan yang berasal dari dalam dirinya sebagai individu dan juga kebutuhan
yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan pekerjaaannya. Pada dasarnya kepuasan
kerja merupakan reaksi individu dari segi afeksi terhadap pekerjaan dan
lingkungan tempat ia bekerja (Davis & Newstrom, 2002). Kepuasan kerja adalah
sekumpulan perasaan emosi pekerja, baik yang menyenangkan ataupun tidak,
yang merupakan hasil pandangan pekerja terhadap pekerjaan dan lingkungan
kerjanya (Davis & Newstrom, 2002).
Seorang karyawan yang masuk dan bergabung dalam suatu organisasi
ataupun perusahaan mempunyai seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat dan
pengalaman masa lalu yang menyatu dan membentuk suatu harapan yang
diharapkan dapat dipenuhi di tempatnya bekerja. Menurut Hoppock (1935)
kepuasan kerja merupakan penilaian dari karyawan mengenai seberapa jauh
Kepuasan kerja akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan pekerja
dengan kenyataan yang didapatkannya dari tempatnya bekerja (Sopiah, 2008).
Howell dan Dipboye (1986), memandang kepuasan kerja sebagai hasil
keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya tenaga kerja terhadap
berbagai aspek dari pekerjaannya (Munandar, 2008). Dengan kata lain kepuasan
kerja mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya. Hal ini sejalan
dengan pandangan Robbins (2003) yang mengatakan bahwa istilah kepuasan
kerja merujuk pada sikap umum seseorang terhadap pekerjaannya. Seseorang
dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap yang positif terhadap
pekerjaannya, sedangkan seseorang yang tak puas dengan pekerjaannya
menunjukkan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu. Apabila aspek-aspek
negatif dari pekerjaan seseorang lebih besar daripada aspek positif dari
pekerjaannya maka akan menyebabkan ketidakpuasan kerja (Robbins, 2003).
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual.
Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan
sistem nilai yang berlaku pada dirinya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan pada
masing-masing individu. Semakin banyak aspek-aspek dalam pekerjaan yang
sesuai dengan keinginan individu tersebut, maka semakin tinggi tingkat kepuasan
yang dirasakannya dan sebaliknya. Kepuasan kerja bukanlah merupakan konsep
tunggal, melainkan seseorang dapat secara relatif puas dengan satu aspek dari
pekerjaannya dan tidak puas dengan satu atau lebih aspek yang lainnya (Kreitner
dan Kinicki, 2010). Karyawan akan merasa puas dalam bekerja apabila aspek
Spector (1997) mendefinsikan kepuasan kerja sebagai sikap yang
menggambarkan bagaimana perasaan seseorang terhadap pekerjaannnya secara
keseluruhan maupun aspek-aspek tertentu pekerjaan, serta sikap dan persepsi yang
dipengaruhi oleh tingkat kesesuaian antara individu dan organisasi (Spector
1997). Itu merupakan tingkat dimana seseorang menyukai (merasa puas) atau
tidak menyukai (tidak puas) akan pekerjaannya. Kepuasan kerja yang tinggi
menunjukkan bahwa sebuah organisasi telah mengelola kebutuhan karyawan
dengan baik.
Menurut Spector (2000) kepuasan kerja juga bukan hanya merupakan
respon afektif maupun sikap terhadap aspek-aspek pekerjaan, tetapi juga berasal
dari proses kognitif karyawan dalam membandingkan aspek pekerjaan yang ada
dengan apa yang dia harapkan. Locke memberikan definisi komprehensif dari
kepuasan kerja yang meliputi reaksi atau sikap kognitif, afektif dan evaluatif dan
menyatakan bahwa kepuasan kerja adalah keadaan emosi yang senang atau emosi
positif yang berasal dari penilaian pekerjaan atau pengalaman kerja seseorang
(Luthans, 2005). Hal ini didukung oleh pandangan Wagner dan Hollenback
(2010) bahwa kepuasan kerja adalah perasaan nyaman yang merupakan hasil dari
persepsi seseorang bahwa pekerjaan tersebut telah memenuhi nilai-nilai penting
dalam pekerjaannya.
Berdasarkan definisi-definisi kepuasan kerja yang dikemukakan di atas
maka dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah perasaan senang (puas)
atau tidaknya (tidak puas) seseorang terhadap pekerjaannya, baik secara
2. Aspek-aspek Kepuasan Kerja
Celluci dan DeVries (1978) menguraikan lima aspek kepuasan kerja
seperti kepuasan terhadap gaji, kepuasan terhadap promosi, kepuasan terhadap
rekan kerja, kepuasan terhadap supervisi dan kepuasan terhadap pekerjaan itu
sendiri (Koh & Boo, 2001), sebagai berikut:
a. Kepuasan terhadap gaji (satisfaction with pay), merupakan hal yang
berkaitan dengan gaji yang diberikan lembaga dibandingkan dengan
lembaga yang lain, mempertimbangkan gaji dengan tanggung jawab
dan tunjangan-tunjangan yang memuaskan di tempat kerja.
b. Kepuasan terhadap promosi (satisfaction wirh promotions), merupakan
hal yang berhubungan dengan dasar atau sistem promosi di tempat
kerja dan tingkat kemajuan karir pegawai yang bekerja dalam suatu
lembaga.
c. Kepuasan terhadap rekan kerja (satisfaction with co-workers),
merupakan hal yang berhubungan dengan dukungan rekan kerja dan
kerja sama dari rekan kerja.
d. Kepuasan terhadap supervisi (satisfaction with supervisors),
merupakan hal yang berhubungan dengan dukungan dari atasan, atasan
yang memiliki kompeten di bidangnya, sikap tidak mendengar
pendapat dan perlakuan yang tidak adil oleh atasan.
e. Kepuasan terhadap pekerjaan itu sendiri (satisfaction with work itself),
rasa senang dengan jumlah beban pekerjaan dan kurangnya prestasi
pegawai dalam mengerjakan tugas.
3. Faktor yang mempengaruhi Kepuasan Kerja
Kepuasan dan ketidakpuasan kerja akan muncul ketika seorang karyawan
membandingkan antara kenyataan dan harapan-harapan mereka di tempat kerja
(Mathis dan Jackson, 2001). Seorang karyawan akan merasa puas jika
faktor-faktor yang berkaitan dengan pekerjaan dan pribadinya terpenuhi dan sebaliknya.
Weiss, Dawis, England dan Loqfuist (1967) yang menyatakan dalam Theory of
Work Adjustment bahwa kepuasan kerja ditentukan dari faktor individu dan
lingkungan pekerjaan. Karyawan akan mendapatkan kepuasan kerja jika mereka
merasakan bahwa kebutuhan dan persyaratan yang diharapkan oleh pekerjaan
mereka (seperti: ketrampilan, pengetahuan, sikap dan perilaku kerja) dapat
mereka penuhi secara individu dan lingkungan pekerjaan juga dapat memenuhi
kebutuhan dan persyaratan yang karyawan harapkan dari lingkungan
pekerjaannya (seperti: kompensasi, penghargaan dan kondisi lingkungan kerja).
Kepuasan kerja terjadi apabila ada kesesuaian antara individu dengan pekerjaan
dan lingkungan pekerjaannya.
Kepuasan kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap
pekerjaannya sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dengan karyawan
(As’ad, 2004). Ini berarti bahwa konsepsi kepuasan kerja melihatnya sebagai hasil
interaksi manusia terhadap lingkungan kerjanya.
Kepuasan kerja menurut pendapat di atas, tidak hanya dipengaruhi oleh
halnya mental dan emosional, namun juga faktor eksternal yaitu faktor-faktor
yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan, meskipun demikian, faktor internal
dan eksternal saling berhubungan. Mental seseorang di samping dipengaruhi oleh
lahiriah individu, namun juga dipengaruhi oleh pengalaman individu tersebut
selama berinteraksi dengan lingkungannya. Dengan demikian ada dua faktor
utama yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu: faktor individu dan faktor
lingkungan pekerjaan:
a. Faktor Individu
Faktor individu adalah faktor-faktor individu yang dibawa seseorang
dalam pekerjaannya (Spector, 1997). Ketika seseorang bekerja dia membawa ke
dalam organisasi kemampuan, kepercayaan pribadi, pengharapan kebutuhan, dan
pengalaman masa lalunya. Ini semuanya adalah karakteristik yang dipunyai
individu, dan karakteristik ini akan dibawa olehnya manakala memasuki sesuatu
lingkungan pekerjaan ataupun organisasi (Thoha, 2008). Faktor individu meliputi
karakteristik biografis (seperti usia, gender, ras dan masa jabatan), kemampuan
(kemampuan intelektual dan fisik), nilai, sikap, kepribadian dan emosi (Robbin &
Judge, 2008). Kepuasan kerja dinilai meningkat seiring dengan bertambahnya usia
seseorang, perempuan dinilai lebih merasa puas dengan pekerjaannya karena
memiliki pengharapan yang rendah terhadap pekerjaannya. Kepribadian
diantaranya locus of control dan negative affectivity (contohnya, depresi dan
kecemasan) juga dapat mempengaruhi kepuasan kerja serta adanya person job fit,
yaitu perasaan kecocokan yang dimiliki karyawan antara karakteristik pekerjaan
Di dalam faktor individu juga ada dua prediktor penting terhadap kepuasan
kerja yaitu status dan senioritas. Status kerja yang rendah dan pekerjaan yang
rutin akan banyak kemungkinan mendorong karyawan untuk mencari pekerjaan
lain, hal itu berarti dua faktor tersebut dapat menyebabkan ketidakpuasan kerja
dan karyawan yang memiliki ketertarikan dan tantangan kerja akan lebih merasa
puas dengan hasil kerjanya apabila mereka dapat menyelesaikan dengan maksimal
(Baron & Byrne, 1994). Faktor individu adalah faktor yang berhubungan dengan
sikap orang terhadap pekerjaannya, oleh karena itu secara umum menurut
Mangkunegara (2000), yang termasuk faktor individu juga adalah kemampuan,
keterampilan, motivasi, pendidikan, kepribadian, sikap kerja dan sebagainya.
b. Faktor Lingkungan Pekerjaan
Faktor lingkungan pekerjaan adalah faktor-faktor yang berhubungan
dengan pekerjaan. Menurut Spector (1997) yang termasuk dalam lingkungan
pekerjaan adalah karakteristik pekerjaan (gambaran dari tugas dan pekerjaan),
lingkungan dalam perusahaan (kondisi lingkungan dalam perusahaan yang
berhubungan dengan kinerja karyawan), peranan dalam perusahaan, (pola perilaku
yang dibutuhkan individu dalam perusahaan), konflik antara pekerjaan dan
keluarga, upah, stres kerja, beban kerja, yaitu pekerjaan yang membutuhkan usaha
baik fisik maupun mental dan jadwal kerja, diantaranya jadwal yang tidak
menentu, pembagian kerja yang panjang, jam kerja malam, dan kerja paruh
waktu.
Organisasi mempunyai karakteristik tertentu yang struktur dan tujuannya
mengkoordinasikan aktivitas dalam organisasi tersebut. Organisasi mempunyai
tujuan agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga memperoleh kepuasan
(Mangkunegara, 2000). Kepuasan kerja yang tinggi merupakan tanda organisasi
telah melakukan manajemen perilaku yang efektif (Siagian, 2001). Baron &
Byrne (1994) menyebutkan yang termasuk dalam faktor lingkungan pekerjaan
adalah kebijaksanaan perusahaan dan iklim kerja.
Motivasi intrinsik yang merupakan dorongan dalam diri individu terhadap
pekerjaannya termasuk bagian dari faktor individu, sedangkan iklim organisasi
sebagai persepsi individu mengenai lingkungan organisasinya termasuk faktor
organisasi atau lingkungan pekerjaan. Keduanya dilihat sebagai faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja.
B. Motivasi Intrinsik
1. Pengertian Motivasi
Setiap tindakan manusia selalu didorong oleh faktor-faktor tertentu,
sehingga terjadi tingkah laku atau perbuatan. Faktor pendorong ini biasanya
disebut motivasi atau motif untuk berbuat sesuatu (Handoko, 2002). Motivasi
menggambarkan alasan yang mendorong tindakan dan perilaku individu dalam
suatu organisasi (Mitchell & Daniels, 2003). Motivasi setiap individu dalam
bekerja sangat mempengaruhi cara mereka bersikap. Organisasi ataupun
perusahaan tidak hanya mengharapkan kemampuan dan keterampilan karyawan
saja tetapi juga kemauan karyawan untuk bekerja lebih giat dan mempunyai
termotivasi kemungkinan akan mengeluarkan usaha yang kecil dalam
pekerjaannya, menghindari pekerjaan dan menghasilkan kualitas kerja yang
rendah, oleh karena itu suatu organisasi harus mampu memahami karakteristik
setiap individu dalam motivasinya untuk bekerja (Amabile, 1993).
Kata motivasi sendiri berasal dari bahasa latin “movere” yang berarti
bergerak, berasal dari kata “motivus” yang berarti alasan-alasan untuk bergerak
atau motus yang dianggap hal yang mendasar dalam kehidupan manusia. Kinicki
dan Kreitner (2003), menggambarkan motivasi seperti proses psikologis yang
menyebabkan stimulasi, arah, dan penentuan sukarela tindakan yang berorientasi
pada tujuan.
Menurut Luthans (2005) bahwa motivasi merupakan proses yang
membangkitkan, memberikan energi, mengarahkan dan mendorong perilaku
dalam bekerja untuk mencapai tugas yang diinginkan. Motivasi menurut Siagian
(2004) adalah daya pendorong yang mengakibatkan seorang anggota organisasi
mau dan rela untuk mengerahkan kemampuan dalam bentuk keahlian atau
keterampilan, tenaga dan waktunya untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan
yang menjadi tanggung jawabnya dan menunaikan tanggung jawab, dalam rangka
pencapaian tujuan dan berbagai sasaran organisasi yang telah ditentukan
sebelumnya.
Dengan demikian motivasi kerja karyawan dalam melaksanakan
pekerjaannya sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu perusahaan ataupun
2. Pengertian Motivasi Intrinsik
Deci dan Ryan (2000) membedakan tipe motivasi berdasarkan perbedaan
alasan dan tujuan yang menyebabkan terjadinya suatu tindakan. Motivasi
seseorang tidak hanya jumlah atau level motivasi (seberapa besar motivasi), tetapi
juga jenis motivasi yang berbeda dalam orientasi dari motivasi (tipe motivasi).
Orientasi motivasi menekankan pada tingkah laku dan tujuan yang mendasari
terjadinya suatu tindakan yaitu menekankan pada alasan mengapa suatu perbuatan
bisa terjadi. Menurut Amabile (1993) pada dasarnya ada dua jenis motivasi
seseorang bekerja yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi
intrinsik, yaitu dorongan bekerja yang rangsangannya datang dari dalam diri
individu terhadap pekerjaan itu sendiri. Individu melakukan pekerjaannya untuk
tujuan dan kepentingan diri sendiri karena adanya ketertarikan dan kenikmatan
yang didapatkan dari pekerjaan itu. Sedangkan motivasi ekstrinsik yaitu motivasi
yang rangsangannya datang dari luar diri individu terhadap pekerjaannya.
Motivasi ekstrinsik adalah motivasi melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan
eksternal seperti: gaji, bonus tambahan, insentif, promosi jabatan, pengakuan dan
evaluasi dari orang lain (Hennessey & Amabile, 2005). Motivasi ekstrinsik
muncul dari hasrat untuk memperoleh hasil di luar dari kepuasan yang dapat
diperoleh secara langsung dari pekerjaan itu sendiri. Karyawan yang termotivasi
secara ekstrinsik dilihat dari orientasinya pada kompensasi dan pengakuan atau
perintah orang lain.
Menurut Amabile (1994) yang disebut sebagai penggerak secara
intrinsik. Motivasi intrinsik adalah motivasi untuk melakukan sesuatu murni
untuk kesenangan dari pekerjaan itu sendiri (Hennessey & Amabile, 2005).
Motivasi intrinsik mengacu pada penyebab yang merangsang keinginan bekerja
terutama untuk penilaian diri sendiri yang memandang pekerjaan itu menarik,
menantang dan memuaskan (Loo, 2001). Robbins (2003) menggambarkannya
sebagai keinginan mengerjakan sesuatu yang menarik, menantang, memuaskan,
atau melibatkan. Karyawan yang termotivasi secara intrinsik dilihat dari
kemampuannya menghadapi tantangan dalam pekerjaannya, serta kesenangan
atau kegairahannya dalam pekerjannnya. Deci dan Ryan (2000) menyatakan
individu-individu yang termotivasi secara intrinsik cenderung memperlihatkan
penguatan dalam tampilannya, meliputi ketahanan, kreativitas dan vitalitas apabila
dibandingkan dengan individu-individu yang termotivasi oleh rewards eksternal.
Dari perspektif organisasi, motivasi intrinsik mencerminkan seorang karyawan
yang peduli tentang pekerjaannya, berkomitmen dan bersemangat untuk unggul
dalam pekerjaannya (Thomas, 2000). Motivasi intrinsik secara utuh mengaitkan
motivasi dengan pekerjaan itu sendiri sehingga seseorang akan merasa bahwa
pekerjaannya itu menyenangkan, mengikat dan memuaskan bagi dirinya. Dengan
kata lain seseorang yang termotivasi secara intrinsik, akan menemukan sendiri
bahwa proses tersebut memberi kepuasan bagi dirinya sendiri (Hennessey &
Amabile, 2005).
Berdasarkan definisi-definisi motivasi intrinsik yang dikemukakan di atas
oleh Amabile (1993), motivasi intrinsik yaitu motivasi yang rangsangannya
datang dari dalam diri individu terhadap pekerjaannya.
3. Subfaktor Motivasi Intrinsik
Ada dua subfaktor dari motivasi intrinsik yang mempengaruhi motivasi
intrinsik (Amabile, 1994), yaitu:
a. Tantangan (challenge)
Motivasi intrinsik individu dalam bekerja dilihat dan dinilai dari kemauan
dan kemampuan kerja individu dalam menghadapi tantangan dalam
pekerjaaannya.
b. Kesenangan (Enjoyment)
Motivasi individu dalam bekerja dilihat dan dinilai dari kesenangan dan
kenikmatan yang diperoleh individu dalam melakukan pekerjaannya.
4. Aspek Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik yang kemukakan oleh Amabile (1994) terdiri dari lima
aspek yaitu:
a. Penentuan nasib sendiri (Self determination).
Aspek ini mengukur sejauh mana individu dapat memilih, menentukan
sikap dan mengambil keputusan dalam melakukan pekerjaannya dan
mengembangkan kemampuannya dalam bekerja.
b. Kompetensi (Competence).
Aspek ini mengukur sejauh mana individu memiliki kemampuan atau
daya tahan dalam menghadapi dan menyelesaikan masalah dalam
c. Keingintahuan (Curiosity).
Aspek ini mengukur sejauh mana dorongan semangat dan rasa ingin
tahu individu dalam penyelesaian tugas-tugas dalam pekerjaannya.
d. Keterlibatan Kerja (Task involvement).
Aspek ini mengukur sejauh mana individu memiliki tanggung jawab dan
merasa terlibat melakukan pekerjaannya.
e. Ketertarikan (Interest).
Aspek ini mengukur sejauh mana ketertarikan dan keterlibatan individu
dalam melakukan pekerjaannya.
C. Iklim Organisasi
1. Pengertian Iklim Organisasi
Iklim atau climate berasal dari bahasa Yunani yaitu incline, kata ini tidak
hanya memberikan arti yang terbatas pada hal-hal fisik saja seperti temperatur
atau tekanan, tetapi juga memiliki arti psikologis bahwa orang-orang yang berada
di dalam organisasi menggambarkan tentang lingkungan internal organisasi
tersebut (Litwin & Stringer, 1968).
Dalam teori motivasi Lewin, konsep dari “atmosfir” atau “iklim”
merupakan esensi dari fungsi hubungan manusia (person) dan lingkungan
(environment) (Stringer, 2002). Ikim merupakan persepsi yang timbul dari
perasaan individu-individu dalam organisasi (Jones, 2007). Iklim organisasi
merujuk pada situasi khusus berhubungan dengan pikiran, perasaan dan perilaku
dari anggota organisasi yang dipersepsikan dan dialami oleh anggota dalam
Stringer (2002) mendefinisikan iklim organisasi adalah kualitas lingkungn
internal organisasi yang dialami oleh anggota organisasi, juga mempengaruhi
perilaku anggota. Ikim dirasakan langsung atau tidak langsung oleh orang yang
bekerja dan tinggal di suatu lingkungan organisasi dan mempengaruhi motivasi
serta perilaku orang tersebut (Litwin & Stringer, 1968). Menurut Stinger (2002)
iklim organisasi adalah sebagai suatu koleksi dan pola lingkungan yang
menentukan motivasi. Wirawan (2008) mendefenisikan iklim secara luas. Ia
menjelaskan bahwa iklim organisasi adalah persepsi anggota organisasi (secara
individual dan kelompok) dan mereka yang secara tetap berhubungan dengan
organisasi mengenai apa yang ada atau terjadi di lingkungan internal organisasi
secara rutin, yang mempengaruhi sikap dan perilaku organisasi dan kinerja
anggota organisasi yang kemudian menentukan kinerja organisasi.
Iklim (climate) selalu dilihat sebagai descriptive concept yang tertuju
pada fakta tentang lingkungan, di lain pihak iklim digunakan untuk mengevaluasi
kepuasan kerja (Neal, Griffin & Hart, 2000). Iklim organisasi adalah suatu sistem
sosial yang selalu dipengaruhi oleh lingkungan baik internal maupun eksternal.
Iklim organisasi yang baik penting untuk diciptakan karena merupakan persepsi
seorang karyawan tentang apa yang diberikan oleh organisasi dan dijadikan dasar
bagi penentuan tingkah laku karyawan selanjutnya. Oleh karena itu iklim
organisasi merupakan hal yang krusial dan berdampak pada motivasi individu
dalam pencapaian suatu hasil (Neal, Griffin & Hart, 2000)
Iklim organisasi terdiri dari campuran norma, nilai-nilai, harapan,
kinerja individu. Shukla dan Mishra (2006) dalam penelitiannya yang menemukan
bahwa iklim organisasi mengacu pada kualitas lingkungan kerja. Jika karyawan
merasa bahwa mereka dihargai dan dihormati dalam organisasi, mereka lebih
mungkin untuk memberikan kontribusi positif terhadap pencapaian tujuan
organisasi. Iklim organisasi yang dirasakan individu secara positif
(menyenangkan) akan memberikan tampilan kerja yang baik dan efektif yang
berpengaruh pada keberhasilan organisasi.
Berdasarkan definisi-definisi iklim organisasi yang dikemukakan di atas
maka definisi yang dipakai dalam penelitian ini adalah berdasarkan pada definisi
iklim organisasi Wirawan (2007) bahwa iklim organisasi adalah persepsi individu
mengenai lingkungan organisasinya yang mempengaruhi perilaku mereka.
2.Aspek Iklim Organisasi
Ada enam aspek iklim organisasi (Stringer, 2002; Wirawan, 2007), yaitu:
1. Struktur, merefleksikan perasaan bahwa karyawan diorganisasi dengan baik
dan mempunyai definisi yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab
mereka. Meliputi posisi karyawan dalam perusahaan. Struktur dikatakan
tinggi saat setiap orang merasakan pekerjaannya didefinisikan dengan baik.
Struktur akan rendah bila pekerja bingung tentang tugas-tugas apa dan siapa
yang mempunyai otoritas dalam membuat keputusan. Struktur yang tepat
mempunyai dampak besar atas motivasi yang ditimbulkan manusia.
Pelayanan keperawatan merupakan bagian integral dari organisasi Rumah
Sakit yang memiliki tujuan, visi dan misi, sehingga perawat sebagai bagian
hendak dicapai melalui tugas pokok dan fungsinya yang terlihat melalui visi
dan misi (Swansburg, 2000).
2. Standar, mengukur perasaan dari tekanan untuk meningkatkan kinerja, serta
derajat dalam melakukan pekerjaan dengan baik. Standar yang tinggi artinya
adalah bahwa orang selalu memperlihatkan cara untuk meningkatkan kinerja.
Standar yang rendah merefleksikan ekspektasi yang rendah untuk kinerja.
Meliputi kondisi kerja yang dialami karyawan dalam perusahaan. Dalam
memberikan pelayanan keperawatan yang berkualitas seorang perawat
berpedoman pada standar yang telah ditentukan oleh organisasi profesi
seperti standar praktek keperawatan (PPNI, 2004)
3. Tanggung jawab merefleksikan perasaan pekerja dengan menjadikan diri
sendiri sebagai pimpinan. Dimensi ini menggambarkan rasa tanggung jawab
yang tumbuh dalam organisasi, sehingga setiap anggota benar-benar memiliki
tanggung jawab yang besar terhadap pelaksanaan tugas, hasil dari pekerjaan
dan mutu output. Sebuah organisasi yang baik harus dapat menumbuhkan
rasa tanggung jawab pada diri anggota organisasi dengan memberikan
kepercayaan dan memberikan kesempatan ataupun diajak secara
bersama-sama untuk memikirkan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan. Dalam
bentuk konteks dimensi iklim organisasi tanggungjawab adalah perasaan
yang dimiliki oleh pegawai tentang berjalannya pekerjaannya walaupun tanpa
supervisi, perasaan pertanggunggugatan secara penuh terhadap hasil, dan
perasaan memiliki terhadap proses pekerjaan tersebut (Kolomboy, 2009).
merasa termotivasi untuk memecahkan masalahnya sendiri. Sebaliknya
tanggung jawab rendah mengindikasikan bahwa pengambilan risiko dan
percobaan terhadap metode baru tidak harapkan. Ini menunjukan bahwa
tanggungjawab dalam pelayanan keperawatan berkaitan dengan uraian tugas
yang telah ditetapkan oleh Rumah Sakit dan digunakan untuk mengetahui
batas dan kewenangan tugas perawat. Dimensi ini menggambarkan rasa
tanggung jawab yang tumbuh dalam organisasi Rumah Sakit yang harus
dilaksanakan oleh perawat sesuai uraian tugasnya.
4. Penghargaan, mengindikasikan bahwa anggota organisasi merasa dihargai
jika mereka dapat menyelesaikan tugas dengan baik. Hal ini mengukur
kedudukan reward terhadap kritik dan hukuman (punishment). Penghargaan
dibagi menjadi dua yaitu imbalan instrinsik (intrinsic rewards) dan
penghargaan ekstrinsik (extrinsic rewards). Imbalan instrinsik (intrinsic
rewards) dapat berupa pemberi kompensasi, bonus, insentif. Wujud dari
penghargaan ekstrinsik (extrinsic rewards) dapat berbentuk umpan balik yaitu
ungkapan kepuasan yang dapat disampaikan oleh pimpinan organisasi tempat
perawat bekerja (Jannah, 2011). Gillies (1996) membagi penghargaan
menjadi tiga kategori yaitu: Penghargaan psikologi meliputi kesempatan
mengikuti program pendidikan, kenaikan karier, pengakuan dari rekan kerja
dan supervisor, serta tambahan tanggung jawab. Penghargaan Keamanan
meliputi peningkatan gaji, tambahan waktu libur. Sedangkan ketiga adalah
penghargaan sosial yaitu hubungan sosial rekan kerja dan supervisor melalui
dicirikan dengan keseimbangan yang tepat dari reward dan punishment.
Penghargaan rendah artinya penyelesaian pekerjaan dengan baik diberi
imbalan secara tidak konsisten (Wirawan, 2007).
5. Dukungan, merefleksikan perasaan dari rasa percaya (trust) dan dukungan
yang saling menguntungkan yang berlaku dalam kelompok kerja. Dukungan
yang tinggi terdapat saat pekerja merasa bahwa dirinya menjadi bagian dari
fungsi yang baik dari suatu tim dan saat merasa dibutuhkan terutama oleh
pimpinan. Dimensi ini akan mengungkap mengenai bagaimana suasana
interaksi antar anggota organisasi. Dalam sebuah organisasi harus tercipta
interaksi yang baik dan harmonis dari seluruh anggota organisasi. Mereka
harus dapat menjalin komunikasi yang baik, memberikan dukungan dan
bantuan serta menciptakan persahabatan, sehingga semua anggota merasa
senang dan nyaman dengan iklim yang diciptakan di dalam organisasi.
6. Komitmen, merefleksikan perasaan bangga dalam kepemilikan organisasi.
Selain itu juga menunjukkan derajat komitmen pekerja dalam mencapai
tujuan organisasi. Meliputi pemahaman karyawan mengenai tujuan yang
ingin dicapai oleh perusahaan. Komitmen pada organisasi merupakan
hubungan antara individu dengan organisasinya, dimana seorang dengan
komitmen tinggi memperlihatkan keinginan yang kuat untuk menjadi anggota
organisasi serta memiliki penerimaan yang kuat terhadap nilai–nilai dan
tujuan organisasi. Komitmen merefleksikan perasaan bangga anggota
terhadap organisasinya dan derajat keloyalan terhadap pencapaian tujuan
Level rendah komitmen artinya karyawan merasa apatis terhadap organisasi
dan tujuannya.
D. Perawat
Pelayanan kesehatan yang baik dan berkualitas tidak terlepas dari peran
tenaga medis dan non medis, salah satu diantaranya adalah tenaga perawat.
Tenaga perawat mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas
pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang diberikannya
berdasarkan pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual dan dilaksanakan selama 24
jam secara berkesinambungan (Depkes RI, 2001).
Berdasarkan Musyawarah Nasional PPNI (1999), mengatakan bahwa
perawat adalah seorang yang telah lulus pendidikan formal dalam bidang
keperawatan yang program pendidikannya telah disahkan oleh pemerintah.
Dewan pimpinan pusat PPNI (1999), mempertegas yang dikatakan perawat
profesional yaitu perawat yang mengikuti pendidikan keperawatan pada jenjang
pendidikan tinggi sekurang-kurangnya DIII Keperawatan. Perawat berpendidikan
DIII Keperawatan disebut perawat profesional pemula (Nursalam, 2002).
Keperawatan menurut lokakarya Nasional Keperawatan tahun 1983 adalah
suatu bentuk pelayanan keperawatan profesional yang merupakan bagian integral
dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan berbentuk
pelayan bio-psiko-sosio-spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu,
keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang mencakup seluruh proses
kehidupan manusia (Nursalam, 2002). Keperawatan sebagai pelayanan/asuhan
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berorientasi kepada kebutuhan objek
klien, mengacu pada standar profesional keperawatan dan menggunakan etika
keperawatan sebagai tuntutan utama.Perawat dituntut untuk selalu melaksanakan
asuhan keperawatan dengan benar atau rasional dan baik atau etikal (Nursalam,
2002).
Karakteristik perawat profesional adalah sebagai berikut (Nursalam,
2002):
a. Dalam melakukan tindakannya berdasarkan pada proses intelektual,
mempunyai kualitas dalam membuat keputusan.
b. Menerapkan ilmu yang dipelajari dalam melaksanakan prakteknya sebagai
perawat dalam penerapannya selalu memperhatikan kepentingan
masyarakat.
c. Selalu mengikuti perkembangan keperawatan maupun kesehatan.
d. Mempunyai ilmu-ilmu yang berhubungan dengan bidangnya dan informasi
yang dipunyai kepada teman sejawatnya.
e. Memperhatikan faktor kemanusiaan dalam keperawatan.
f. Menjadi anggota dan turut berpartisipasi dalam organisasi profesi.
g. Meyakini atau mempercayai keperawatan sebagai profesi yang hidup atau
dan memikirkan idealisme keperawatan dari pada uang yang diperoleh.
Pada dasarnya peran dan tugas perawat di rumah sakit adalah :
a. Perawatan dasar yaitu kegiatan atau proses memberikan asuhan
dilakukan sendiri karena dihambat oleh keadaan sakitnya. Sebagai
contoh memandikan pasien, menyiapkan tempat tidur, memberi makan.
b. Perawatan teknis untuk memenuhi kebutuhan klinis pasien, seperti
mengukur suhu tubuh, mengukur tekanan darah, membantu operasi dan
memberikan pelayanan di unit terapi khusus yang menuntut pengetahuan,
ketrampilan dan pengalaman lebih tinggi, serta sudah menjurus ke arah
spesialisasi keperawatan tetapi keputusan tetap di tangan dokter.
c. Kegiatan memantau (observasi) dan melapor keadaan pasien kepada
dokter, dalam hal ini perawat berperan sebagai sumber informasi klinis.
d. Kegiatan memenuhi kebutuhan emosional pasien dan non-fisik pasien
karena perawat merupakan pendamping pasien selama 24 jam per hari.
e. Kegiatan bukan perawatan seperti memelihara kebersihan, tugas
administrasi dan manajemen. Kegiatan ini harus lebih ditangani dengan
seksama karena perawat ikut menentukan keberhasilan manajemen
rumah sakit.
f. Perawatan kesehatan masyarakat, yang mengutamakan perawatan
kesehatan primer. Hal ini didukung oleh adanya program PKMRS
(Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit).
Dari rincian peran dan tugas di atas dapat disimpulkan bahwa kegiatan
perawatan dasar dan teknis, observasi dan hubungan antar manusia cukup besar
peranannya dalam menentukan derajat mutu pelayanan rumah sakit. Demikian
terungkap yaitu melayani obyek yang sama, namun dari sudut pendekatan yang
berbeda.
Sehubungan dengan peran dan fungsi perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan, khususnya di rumah sakit dengan tugas yang harus dilaksanakan
berkenaan dengan pasien dan aspek-aspeknya sebagai manusia yang utuh
dibutuhkan tidak hanya tenaga perawat yang terampil, berbudi luhur, tetapi juga
mempunyai motivasi yang tinggi yang perlu didukung oleh iklim organisasi yang
positif dan kondusif untuk dapat meningkatkan kepuasan kerjanya sehingga dapat
memberikan pelayanan yang bermutu.
E. Dinamika Pengaruh Motivasi Intrinsik terhadap Kepuasan Kerja
Permasalahan yang sudah sejak dulu melekat pada pelayanan keperawatan
adalah tugas sehari-hari perawat hanya sebagai suatu rutinitas dan merupakan
sebuah intuisi semata (Nursalam, 2001). Oleh karena itu perawat yang
mempunyai motivasi tinggi dalam melaksanakan asuhan keperawatan mempunyai
arti penting dalam upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Motivasi kerja
perawat merupakan faktor penting karena merupakan daya penggerak atau daya
dorong seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan, khususnya motivasi
intrinsik. Menurut Amabile (1993), motivator intrinsik yang selalu terikat dengan
pekerjaan itu sendiri. Orang-orang akan puas dengan pekerjaan mereka ketika
mereka menikmati pekerjaannya.
Hasil penelitian Taris dan Feij (2001) menemukan bahwa kepuasan kerja
perawat menurun ketika motivasi intrinsik tidak terpenuhi. Penelitian yang
ekstrinsik terhadap kepuasan kerja antara perawat dengan pekerja call center
menemukan bahwa kepuasan kerja perawat lebih dipengaruhi oleh motivasi
intrinsik dibanding dengan pekerja call center. Penelitian Muslih (2011) tentang
analisis pengaruh motivasi terhadap kepuasan kerja dan kinerja pegawai juga
menunjukkan faktor motivasi intrinsik dalam hal prestasi, penghargaan, tanggung
jawab, promosi, dan kesesuaian pekerjaan yang rendah dari pegawai, berpengaruh
secara signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai yaitu semakin rendah faktor
motivasi intrinsik maka kepuasan kerja pegawai akan semakin rendah pula.
Penelitian yang dilakukan oleh Yekti (2012) tentang pengaruh motivasi intrinsik
dan motivasi ekstrinsik terhadap kepuasan kerja karyawan menyimpulkan bahwa
motivasi intrinsik (keinginan dan harapan, kebutuhan dan tingkat pendidikan)
secara parsial berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja karyawan.
Demikian juga penelitian yang dilakukan Putra & Frianto (2013), untuk melihat
pengaruh motivasi intrinsik dan ekstrinsik terhadap kepuasan kerja pegawai
Departemen Sumber Daya Manusia menunjukkan secara parsial motivasi intrinsik
berpengaruh lebih kuat daripada motivasi ekstrinsik terhadap kepuasan kerja
pegawai. Motivasi intrinsik mendorong individu bekerja secara optimal, kompeten
dan bertahan dalam menghadapi kesulitan dan tantangan dalam pekerjaannya.
Semakin seseorang termotivasi secara intrinsik maka kepuasan kerjanya semakin
F. Dinamika Pengaruh Iklim Organisasi terhadap Kepuasan Kerja
Organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap orang-orang yang
bekerja untuk mereka dan beberapa dari efeknya tercermin dalam bagaimana
orang merasakan tentang pekerjaan mereka (Spector, 1997). Dalam beberapa
penelitian, di antara berbagai faktor organisasi, iklim organisasi adalah yang
paling berkontribusi terhadap kepuasan kerja perawat (Lee & Lee, 2008;
Mrayyan, 2008). Iklim organisasi adalah kualitas kerja lingkungan yang
mencakup kumpulan sejumlah aspek terukur yang berpengaruh terhadap perilaku
kerja dan kepuasan kerja (Litwin & Stringer, 1968).
Menurut Wirawan (2007), pengaruh iklim organisasi terhadap perilaku
organisasi dapat bersifat positif atau negatif seperti: hubungan atasan dan
bawahan yang kurang harmonis, birokrasi yang kaku dapat menimbulkan sifat
negatif, stres kerja tinggi, serta motivasi dan kepuasan kerja yang rendah. Iklim
organisasi seperti ini akan menciptakan kinerja anggota organisasi rendah.
Sebaliknya jika karyawan bekerja di ruangan yang nyaman dan bersih, hubungan
atasan dan bawahan yang kondusif dan birokrasi yang longgar akan menimbulkan
sikap positif, stres kerja rendah, serta motivasi dan kepuasan kerja yang tinggi.
Dari sini akan tercipta kinerja karyawan yang tinggi. Hasil penelitian Kosasih
(2008) tentang hubungan antara iklim organisasi dengan kepuasan kerja perawat
unit rawat inap di sebuah Rumah Sakit di Medan, menunjukkan hubungan yang
positif dan bermakna. Penelitian yang dilakukan terhadap pegawai biro pusat
adminstrasi juga menunjukkan Iklim organisasi berpengaruh high significant
parsial yang paling dominan berpengaruh terhadap kepuasan kerja (Hartuti, 2006).
Penelitian yang dilakukan untuk melihat pengaruh kompensasi dan iklim
organisasi terhadap kepuasan kerja karyawan administrasi British International
School menunjukkan iklim organisasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kepuasan kerja (Sari, 2009). Iklim organisasi yang kondusif akan diikuti dengan
peningkatan kepuasan kerja. Penelitian yang dilakukan oleh Graito (1991) juga
menunjukkan bahwa semakin positif persepsi karyawan terhadap kondisi iklim
organisasi maka semakin rendah ketidakpuasan kerjanya. Demikian juga hasil
penelitian Affandi (2002) menunjukkan bahwa iklim organisasi berpengaruh
secara positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai di lingkungan
Pemenerintah Kota Semarang.
Penelitian Wibisono (2011) tentang pengaruh iklim organisasi terhadap
kepuasan kerja pegawai Puskesmas menunjukkan adanya pengaruh iklim
organisasi yang positif dan signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai. Penelitian
yang dilakukan Meeusen, Dam, Mahoney, Zundert &Knape (2011) terhadap
perawat anastesi diperoleh hasil bahwa karakteristik dari iklim organisasi
memiliki korelasi yang signifikan secara statistik dengan kepuasan kerja. Untuk
mencapai kepuasan kerja yang tinggi di antara perawat anestesi, perlu untuk
memperbaiki beberapa karakteristik dari iklim organisasi yang penting, seperti :
membuat perawat anestesi merasa menjadi bagian penting dari organisasi
sebagaimana misi organisasi, memperhatikan pengembangan karir, penghargaan
dan pelatihan bagi perawat anestesi. Iklim organisasi yang semakin mendukung,
G. Dinamika Pengaruh Motivasi Intrinsik dan Iklim Organisasi terhadap Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja mengacu pada bagaimana orang-orang merasakan sifat
dari pekerjaan itu sendiri dan bagaimana orang merasakan situasi di luar dari
pekerjaan itu sendiri atau lingkungan pekerjaannya (Spector, 1997). Kepuasan
kerja dipengaruhi oleh faktor individu dan lingkungan kerja. Faktor individu
termasuk di dalamnya adalah pengalaman-pengalaman penting dan kesesuaian
individu dengan pekerjaannya (Spector, 1997). Motivasi intrinsik merupakan
motivasi yang rangsangannya datang dari dalam diri individu terhadap
pekerjaannya, dapat dikatakan sebagai faktor individu yang mempengaruhi
kepuasan kerja. Sedangkan iklim organisasi yang merupakan persepsi individu
terhadap lingkungan pekerjaannya dapat merupakan faktor lingkungan kerja yang
mempengaruhi kepuasan kerja.
Kepuasan kerja merupakan salah satu sikap karyawan yang perlu
diciptakan di lingkungan kerja agar karyawan dapat bekerja dengan penuh rasa
tanggung jawab sehingga menghasilkan kerja yang optimal, secara khusus
pengaruhnya terhadap kerja yang kreatif (Amablie,1993). Individu akan semakin
meningkat kepuasan kerjanya apabila motivasi intrinsiknya semakin meningkat.
Motivasi intrinsik terjadi ketika individu termotivasi untuk melakukan
pekerjaannya secara optimal karena dia merasa kompeten untuk melakukan
pekerjaannya dan memperoleh kepuasan dalam melakukannya.
Iklim organisasi adalah suatu kumpulan properti lingkungan kerja,
dirasakan langsung atau tidak langsung oleh anggota organisasi yang bekerja di
anggota organisasi (Janah, 2011). Dalam rangka memfasilitasi motivasi intrinsik,
organisasi harus mengembangkan dan membangun iklim organisasi yang dapat
memberikan mereka kendali (self determination) atas pekerjaannya dalam
melakukan pekerjaannya dan mampu terlibat dalam pekerjaannya (Amabile,
1993).
Kepuasan kerja juga dapat tercipta apabila iklim organisasi dalam hal ini
adalah situasi psikologis dalam pelaksanaan pekerjaan baik dan kondusif. Situasi
psikologis yang kondusif dan baik artinya adanya kejelasan tanggung jawab,
standar dalam bekerja, layaknya penghargan, kejelasan tujuan organisasi, dan
dukungan antar sesama karyawan serta kepemimpinan yang berkualitas dan
mampu diterima oleh seluruh karyawan. Situasi yang demikian akan
menumbuhkan sikap positif karyawan terhadap kerja dan pekerjaannya (Janah,
2011). Perawat akan semakin tertantang dan terlibat dalam pekerjaannya yang
merupakan aspek yang menunjukkan semakin meningkatnya motivasi intrinsik
perawat terhadap pekerjaannya. Meningkatnya motivasi intrinsik perawat akan
meningkatkan kepuasan kerjanya. Penelitian tentang pengaruh motivasi intrinsik
dan iklim organisasi terhadap kepuasan kerja perawat, belum pernah ada, namun
berdasarkan uraian teori tampak adanya pengaruh motivasi intrinsik dan iklim
organisasi terhadap kepuasan kerja. Motivasi intrinsik yang tinggi didukung oleh
iklim organisasi yang sesuai dan menyehatkan akan meningkatkan kepuasan
kerja.
Berdasarkan teori yang dikemukakan sebelumnya, maka dapat disusun
H. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka konseptual yang telah diuraikan sebelumnya, maka
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :
1. Motivasi intrinsik dan iklim organisasi berpengaruh positif terhadap
kepuasan kerja perawat di RSU HKBP Balige.
2. Motivasi intrinsik berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja perawat di
RSU HKBP Balige.
3. Iklim organisasi berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja perawat di
RSU HKBP Balige. Motivasi Intrinsik (X1)
Iklim Organisasi (X2)