43
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Analisis Data ARIMA 4.1.1 Uji Stasioneritas
Dalam penelitian ini menggunakan uji
korelogram (Autocorrelation Function dan Partial Autocorrelation Function) untuk menguji kestasioneran data apakah bersifat non-stasioner
atau stasioner. Berdasarkan hasil uji korelogram 22
perusahaan yang tergabung dalam Indeks LQ45
dengan data harga penutupan saham harian
(Februari 2009 – Januari 2014) dapat dilihat bahwa
semua saham perusahaan menunjukkan data yang
tidak stasioner (Lampiran 1-22). Hal ini ditunjukkan
oleh koefisien ACF yang berbeda secara signifikan
dari nol dan mengecil secara perlahan atau tidak
menurun secara eksponensial, sedangkan koefisien
PACF sudah mendekati nol setelah lag pertama. Selain itu nilai probabilitas dari lag ke-1 hingga lag
ke-36 sangat mendekati nol, yang berarti lebih kecil
dari �.
Ketidakstasioneran data harga saham ini dapat
umumnya memiliki tren dan bergerak secara
fluktuatif untuk jangka waktu tertentu, sehingga
mean dan variannya juga tidak bersifat konstan. Untuk mengatasi ketidakstasioneran ini maka
dilakukan penstasioneran data dari non-stasioner
menjadi stasioner dengan metode transformasi log
dan pembedaan (difference) yang grafiknya dapat dilihat pada Lampiran 23-66. Berdasarkan grafik
tersebut dapat dilihat bahwa data belum stasioner
baik dalam mean maupun varian, yang ditunjukkan oleh keacakan data yang tidak menyebar di sekitar
nilai nol. Setelah melakukan difference dan transformasi log dapat dilihat bahwa data harga saham sudah stasioner baik dalam mean dan varian.
4.1.2 Identifikasi Model (p,d,q)
Setelah semua data sudah melalui proses
differencing (semua data sudah stasioner pada saat
difference = 1) maka langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi model yang diperoleh dari lag yang signifikan pada plot ACF dan PACF yang telah
di-difference (Lampiran 67-88). Identifikasi ini dilakukan dengan uji Bartlett dimana setiap lag pada plot ACF dan PACF akan berada dalam garis batas
diidentifikasi sebagai tingkat AR (berdasarkan plot
PACF) dan MA (berdasarkan plot ACF). Lag-lag yang signifikan dipilih berdasarkan nilai p-value yang lebih kecil dari 5% yang hasilnya dapat dilihat pada
Tabel 4.2.
Tabel 4.1Lag yang Signifikan di 5%
Sumber: Lampiran 67 - Lampiran 88
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa
tidak semua perusahaan yang tergabung dalam LQ45
memiliki lag yang signifikan. Terdapat tujuh perusahaan yang tidak memiliki lag yang signifikan yaitu ADRO, ASII, BBRI, INCO, KLBF, LSIP dan
TLKM. Saham ADRO memiliki lag yang signifikan yaitu pada lag 24, akan tetapi karena nilai
p-valuenya lebih dari 5% maka saham ini tidak dapat
Saham Lag Saham Lag
AALI 1, 3 ITMG 1
ADRO - JSMR 3, 4
ASII - KLBF -
BBCA 1, 3, 4 LPKR 1, 2, 4, 6
BBNI 7 LSIP -
BBRI - PGAS 3, 4, 15
BDMN 8, 13 PTBA 1, 3, 4, 5, 13
BMRI 4, 8 SMGR 3, 15
INCO - TLKM -
INDF 3, 9, 10 UNTR 3, 5
dilanjutkan pada tahapan selanjutnya. Saham INCO
memiliki volatilitas saham yang cukup tinggi dan
saham ASII, BBRI, KLBF, LSIP, dan TLKM selama
periode pengamatan melakukan stock split yang menyebabkan volatilitas sahamnya sangat tinggi
antara sebelum dan setelah melakukan stock split,
sehingga saham-saham ini secara kuantitatif
pergerakan sahamnya tidak terdapat model ARIMA
yang cocok untuk datanya. Perusahaan yang
memiliki lag yang signifikan belum dapat dipastikan memiliki model Arima karena masih harus melalui
beberapa tahapan lainnya. Seperti saham AALI yang
memiliki 2 lag yang signifikan yaitu lag 1(AR=1; MA(1) dan lag 3(AR=3;MA=3) karena kedua lag ini yang garisnya berada di luar batas interval (5%) uji
Bartlett, yang masih akan diuji lagi untuk
mengetahui model terbaik dari AALI yang akan
dijadikan model dalam peramalan.
4.1.3 Estimasi Model
Semua lag yang signifikan akan diestimasi mana yang merupakan model terbaik Arima, yang dipilih
Model terbaik hasil estimasi untuk setiap saham
dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Estimasi Model Arima
Saham Model
Sumber: Lampiran 89 – Lampiran 103
4.1.4 Diagnostic Checking
Langkah selanjutnya adalah menguji model
estimasi apakah model sudah baik untuk digunakan,
jika residualnya bersifat white noise (tidak ada korelasi serial dalam residual), maka model tersebut
dapat dikatakan baik untuk digunakan dalam
peramalan. Untuk mengetahui apakah model bersifat
residual ACF dan PACF. Signifikan tidaknya koefisien
ACF dan PACF dilihat melalui uji Ljung-Box (LB).
Tabel 4.3 Diagnostic Checking
Saham Model Konstanta White
Noise
Tabel 4.3 menunjukkan hasil diagnostic checking model setiap saham yang tergabung dalam LQ45 yang datanya dapat dimodelkan dengan Arima.
Akan tetapi terdapat beberapa model yang tidak
bersifat white noise yaitu AALI, BBCA, BDMN, INDF, INTP, LPKR, PGAS, dan PTBA, sehingga model ini
4.1.5 Peramalan
Langkah terakhir yaitu melakukan peramalan
harga saham menggunakan model terbaik untuk
setiap model yang residualnya bersifat white noise. Tabel 4.4 menunjukkan hasil peramalan dua minggu
ke depan (10 hari) untuk setiap saham yang
tergabung dalam LQ45.
Tabel 4.4 Peramalan dengan ARIMA
Saham Model Rata-rata Nilai Aktual
Rata-rata kesalahan peramalan 2.23 2.71
Sumber: data diolah
Berdasarkan tabel di atas, hanya 7 dari total 22
perusahaan yang tergabung dalam Indeks LQ45
selama 10 periode beturut-turut (2009-2014) yang
sahamnya dapat dimodelkan dengan Arima.
Peramalan dibagi menjadi dua bagian yaitu 1 Minggu
memiliki rata-rata kesalahan peramalan paling
sedikit dibandingkan yang lain sebesar 1.00%,
sedangkan saham UNTR memiliki kesalahan paling
besar sebesar 5.84% untuk peramalan selama 10
hari. Kesalahan peramalan 1 Minggu lebih kecil
dibandingkan 2 Minggu sehingga dapat dikatakan
semakin lama peramalan maka kesalahannya juga
semakin besar.
4.2 Analisis Data ARCH/GARCH
4.2.1 Uji ARCH-Effect
Syarat suatu data dapat dimodelkan dengan
Arch/Garch yaitu yang mengandung unsur
heterokedastisitas (Arch-effect), sehingga data setiap saham yang dipengaruhi oleh variabel inflasi, kurs,
dan BI rate akan diuji masing-masing untuk melihat apakah datanya bersifat heterokedastis atau tidak.
Tabel 4.5 Pengujian Arch-Effect
Saham Uji Arch-LM Saham Uji Arch-LM
AALI Ya ITMG Ya
ADRO Ya JSMR Ya
ASII Tidak KLBF Tidak
BBCA Ya LPKR Tidak
BBNI Ya LSIP Tidak
BBRI Tidak PGAS Ya
BDMN Tidak PTBA Ya
BMRI Ya SMGR Ya
INCO Ya TLKM Tidak
INDF Ya UNTR Ya
INTP Ya UNVR Ya
Sumber: data diolah
Tabel 4.5 menunjukkan 15 saham yang datanya
bersifat heterokedastis dan 7 saham yang bersifat
homokedastis, seperti ASII, BBRI, BDMN, KLBF,
LPKR, LSIP, dan TLKM. Saham-saham yang tidak
bersifat heterokedastis ini residualnya tidak
memenuhi syarat dalam pemodelan Arch/Garch
sehingga tidak dapat dilanjutkan ke tahapan
berikutnya.
4.2.2 Estimasi Model
Untuk mengestimasi parameter model
Arch/Garch digunakan metode estimasi maksimum
likehood. Pemilihan model terbaik berdasarkan
terkecil. Hasil estimasi model Arch/Garch dapat
dlihat pada Tabel 4.6 (Lampiran 104-115).
Tabel 4.6 Estimasi Model Garch
Saham Model Terbaik (p,q)
AIC SIC
AALI Garch (1,0) -4.713 -4.689
ADRO Garch (1,2) -4.481 -4.452
BBCA Garch (1,2) -5.031 -4.998
BBNI Garch (1,2) -4.896 -4.863
BMRI Garch (1,2) -4.783 -4.751
INCO Garch (2,1) -4,397 -4.369
INDF Garch (1,2) -4.902 -4.870
INTP Garch (1,2) -4.551 -4.519
ITMG Garch(1,1) -4.590 -4.561
JSMR Garch (1,1) -5.198 -5.170
PGAS Garch (1,1) -4.945 -4.917
PTBA Garch (1,1) -4.773 -4.745
SMGR Garch (1,2) -4.902 -4.869
UNTR Garch (1,1) -4.546 -4.518
UNVR Garch (2,0) -4.828 -4.799
Sumber: Lampiran 104 – Lampiran 117
4.2.3 Uji Diagnostik Residual
Setelah ditemukan model hasil estimasi, maka
akan dilakukan diagnostik residual untuk
mengetahui apakah model yang ditemukan sudah
Tabel 4.7 Uji Diagnostik Residual
Berdasarkan tabel 4.7 dapat diketahui semua
model sudah tidak mengandung heterokedastisitas,
namun masih terdapat beberapa model saham yang
residualnya terdapat korelasi. Kemudian
model-model tersebut akan dilanjutkan untuk tahapan
selanjutnya yaitu peramalan.
4.2.4 Peramalan
Peramalan dilakukan untuk setiap saham yang
4.8 menunjukkan hasil peramalan dua minggu ke
depan (10 hari) untuk setiap saham yang tergabung
dalam LQ45.
Tabel 4.8 Peramalan dengan Arch/Garch
Saham Model Rata-rata Nilai Aktual
Rata-rata kesalahan peramalan 2.10 2.51
Sumber: data diolah
Berdasarkan Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa
saham ITMG memiliki rata-rata kesalahan paling
sedikit yaitu sebesar 0.24% dibandingkan yang lain,
sedangkan saham UNTR memiliki rata-rata
periode peramalan selama 10 hari. Semakin lama
peramalan maka tingkat kesalahannya akan semakin
besar yang ditunjukkan oleh tingkat kesalahan
peramalan selama 2 Minggu (10 hari) yang lebih
besar dibandingkan peramalan 1 Minggu (5 hari).
4.3 Perbandingan Akurasi
Untuk mengetahui tingkat keakuratan
masing-masing teknik analisis, mana yang lebih baik dalam
memprediksi harga saham apakah Arima atau
Arch/Garch dapat dilihat pada tabel 4.9.
Tabel 4.9 Perbandingan Akurasi Arima dan Arch/Garch
Saham 1 Minggu (%) 2 Minggu (%) Arima Arch/Garch Arima Arch/Garch
BBNI 3.61 3.05 3.02 2.65
BMRI 0.83 1.55 1.36 0.90
ITMG 0.22 0.23 1.00 0.24
JSMR 2.64 2.47 2.63 2.52
SMGR 0.87 0.45 3.04 2.19
UNTR 5.84 6.87 5.84 7.36
UNVR 1.63 1.99 2.11 2.70
Rata-rata 2.23 2.37 2.71 2.65
Sumber: Tabel 4.4 dan Tabel 4.8
Berdasarkan hasil analisa di atas, hanya
terdapat tujuh dari total 22 saham yang menjadi
dapat dimodelkan dengan Arima, dan terdapat 15
saham yang dapat dimodelkan dengan Arch/Garch,
sehingga hanya tujuh perusahaan yang dapat
dibandingkan tingkat keakuratannya menggunakan
Arima dan Arch/Garch, yaitu BBNI, BMRI, ITMG,
JSMR, SMGR, UNTR, UNVR.
Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa untuk
peramalan 1 Minggu (5 hari) kesalahan prediksi
Arima lebih sedikit dibandingkan Arch/Garch dengan
selisih 0.14%, kemudian untuk peramalan 2 Minggu
(10 hari) Arch/Garch lebih unggul dengan selisih
0.06% dibandingkan Arima, sehingga untuk
peramalan harga saham dengan periode selama 10
hari Arch/Garch memiliki tingkat kesalahan yang
lebih kecil dibandingkan Arima.
Pemodelan menggunakan Arima dan
Arch/Garch, tidak ditemukan model umum yang
cocok untuk meramal karakteristik pergerakan harga
saham yang mencakup seluruh saham LQ45.
4.4 Pengukuran Variabel untuk Analisis Arch/ Garch
Pengaruh setiap variabel independen yang
harga setiap saham yang tergabung dalam Indeks
LQ45 dapat dilihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Variabel yang Mempengaruhi Saham LQ45
Sektor Saham Model
Keterangan : * sig. pada nilai kritis 1%, ** sig. pada nilai kritis 5%
Secara umum hasil uji F menunjukkan bahwa
variabel inflasi, kurs USD, dan suku bunga BI
berpengaruh secara simultan dan signifikan
terhadap beberapa saham LQ45 seperti BMRI, INDF,
hasil uji t menunjukkan variabel inflasi signifikan
terhadap saham AALI, BBNI, INCO, dan PTBA, serta
variabel kurs berpengaruh signifikan dan negatif
terhadap seluruh saham yang tergabung dalam
LQ45, yang berarti peningkatan kurs USD (dalam hal
ini Rupiah mengalami depresiasi) akan menyebabkan
saham-saham LQ45 melemah. Hal ini
memungkinkan adanya pengalihan investasi karena
investor akan lebih memilih menanamkan modalnya
di luar negeri. Variabel BI rate tidak berpengaruh terhadap semua saham yang tergabung dalam LQ45.
4.5 Pembahasan
Kemampuan Arima dalam meramal pergerakan
harga saham dapat dilihat dari setiap tahapan yang
harus dipenuhi mulai dari penstasioneran data,
identifikasi model, estimasi model, diagnostic checking, sampai pada akhirnya didapatkan model terbaik untuk setiap saham yang akan digunakan
dalam peramalan. Berdasarkan uji ACF dan PACF
semua data harga saham menunjukkan
ketidakstasioneran, hal ini disebabkan karena
pergerakan harga saham pada umumnya memiliki
tren dan bergerak secara fluktuatif untuk jangka
untuk meramal pergerakan data yang bersifat tren
sebagaimana pergerakan harga saham. Hasil
identifikasi model menunjukkan bahwa dari 22
sampel saham terdapat 7 saham yang tidak memiliki
lag yang signifikan. Ketidaksignifikan lag ini disebabkan karena ternyata selama periode
pengamatan beberapa saham-saham tersebut
melakukan stock split yang menyebabkan volatilitas sahamnya cukup tinggi sehingga tidak terdapat
model Arima yang cocok untuk datanya.
Identifikasi lag yang signifikan ini berdasarkan model AR(p) yang menggunakan data harga saham
dan MA(q) yang memanfaatkan residual harga saham
dengan lag tertentu, sehingga kombinasi dari lag p dan q akan semakin memungkinkan terdapat model
yang cocok dengan data yang diolah. Model terbaik
dipilih berdasarkan nilai AIC dan SIC terkecil karena
AIC dan SIC merupakan kriteria yang menyediakan
ukuran informasi yang dapat menyeimbangkan
ukuran kebaikan model dan efisiensi. Berdasarkan
tahap diagnostic checking ditemukan 8 saham yang modelnya tidak bersifat white noise, karena di dalam residual modelnya masih terdapat korelasi, sehingga
model tersebut tidak layak digunakan. Tahapan
menunjukkan terdapat 7 saham dari total 22 sampel
saham yang dapat melalui semua tahapan peramalan
menggunakan Arima, dengan rata-rata kesalahan
Arima dibandingkan nilai aktulanya selama 2 Minggu
(10 hari) sebesar 2.71%.
Pemanfaatkan data historis pada Arima didasari
pada asumsi bahwa pelaku pasar bertindak logis
dalam melakukan investasi dengan tujuan
memperoleh keuntungan dan bersikap menghindari
resiko, sehingga pergerakan harga saham memiliki
keteraturan sehingga tidak terjadi fluktuasi yang
tinggi yang disebabkan oleh abnormal return. Apabila tidak ada faktor eksternal yang mempengaruhi harga
saham maka harga saham akan berada pada pola
keseimbangan tertentu untuk setiap saham.
Sebaliknya jika faktor-faktor eksternal dimasukkan
maka akan merubah pola keseimbangan lama dan
akan berada pada pola keseimbangan baru (Mulyono,
2000).
Volatilitas pasar modal di negara berkembang
umumnya lebih tinggi dibandingkan pasar modal di
negara maju (Bekaert dan Harvey, 1997; Wang,
2007), sehingga Arch/Garch tepat digunakan untuk
meramalkan pergerakan saham di Indonesia, karena
akan digunakan untuk membentuk sebuah model
yang dapat digunakan untuk meramal harga saham
di masa mendatang. Harga saham bukan hanya
dipengaruhi oleh harga saham sebelumnya tetapi
juga oleh faktor eksternal, seperti kurs, inflasi dan BI
rate yang merupakan beberapa indikator yang dapat mencerminkan kondisi perekonomian suatu negara,
dimana indikator tersebut berkaitan dengan pasar
modal. Krisis ekonomi yang ditandai dengan
meningkatnya kurs, inflasi, dan BI rate dapat mengakibatkan harga saham menurun.
Kemampuan Arch/Garch dalam meramal
pergerakan harga saham dapat dilihat dari setiap
tahapan yang harus dipenuhi mulai dari pengujian
Arch-Effect (heterokedastisitas), estimasi model, diagnostik residual, hingga ke tahapan peramalan.
Berdasarkan hasil pengujian Arch-Effect ditemukan bahwa terdapat 7 saham yang tidak mengandung
heterokedastisitas. Heterokedastisitas terjadi karena
adanya volatilitas yang tinggi dalam data, sebaliknya
data yang tidak mengandung heterokedastisitas
berarti datanya memiliki volatilitas yang cukup
stabil, sehingga data yang tidak mengandung
heterokedastisitas tidak dapat dimodelkan dengan
yaitu ASII, BBRI, BDMN, KLBF, LPKR, LSIP, dan
TLKM. Saham-saham ini belum tentu memiliki data
yang homokedastik dikarenakan saham ASII, BBRI,
KLBF, LSIP, dan TLKM melakukan stock split, saham BDMN mengalami kenaikan dan penurunan harga
yang drastis karena adanya isu akuisisi, dan saham
LPKR yang mengumumkan rencana right issue
menyebabkan volatilitas yang signifikan pada saat
tertentu selama periode pengamatan, sehingga ada
kemungkinan karena perbedaan harga saham yang
berbeda cukup signifikan dengan hari-hari lainnya
menyebabkan saham tersebut tidak dapat
dimodelkan dengan Arch/Garch.
Estimasi model terbaik dipilih berdasarkan nilai
AIC dan SIC terkecil, kemudian model terbaik
tersebut di uji lagi apakah sudah tidak mengandung
heterokedastisitas atau tidak pada tahapan
diagnostik residual. Tahapan terakhir yaitu
peramalan, dimana hasil peramalannya
menunjukkan tingkat keakuratannya yang
dibandingkan nilai aktual sebesar 2.51%.
Kemampuan Arima dan Arch/Garch dalam meramal
pergerakan harga saham juga dibuktikan oleh hasil
penelian yang dilakukan oleh Mulyono (2000), Yani
Perbandingan peramalan dengan Arima dan
Arch/Garch menunjukkan bahwa Arch/Garch lebih
akurat dibandingkan Arima. Hasil ini dapat
disebabkan karena volatilitas pasar modal di
Indonesia cukup tinggi yang menyebabkan data
harga saham mengandung heterokedastisitas,
sehingga yang tepat digunakan untuk mengatasi
adanya heterokedastisitas yaitu Arch/Garch. Hasil
ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Nachrowi (2007), Murwaningsari (2008), Grestandhi
(2012), dan Nugroho (2012) yang hasil penelitiannya
menyatakan bahwa Arima lebih akurat dibandingkan
Arch/Garch.
Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan periode
data, variabel yang digunakan, dan jangka waktu
peramalan karena peneliti terdahulu hanya meramal
pergerakan saham selama 1 hari ke depan
sedangkan dalam penelitian ini selama 2 minggu (10
hari). Keakuratan Arch/Garch juga disebabkan oleh
karena semua saham yang dimodelkan dengan Arima
volatilitasnya masih cukup tinggi atau dengan kata
lain masih mengandung heterokedastisitas yang
menyebabkan keakuratan peramalannya lebih kecil
dibandingkan Arch/Garch, sehingga seperti kata
data mengandung heterokedastisitas maka
keakuratan hasil peramalan akan sulit untuk
dipercaya, dan Arch/Garch merupakan yang tepat
digunakan untuk mengatasi masalah
heterokedastisitas. Hasil penelitian ini juga sesuai
dengan penelitian Sparks dan Yurova (2006), Yaziz et al. (2009), Fahimifard et al. (2009) dimana dalam peramalannya menunjukkan bahwa Arch/Garch