• Tidak ada hasil yang ditemukan

Proposal Disertasi S3 terkini.doc (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Proposal Disertasi S3 terkini.doc (1)"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Etika merupakan salah satu bidang keilmuan yang sudah dikenal sejak zaman Socrates.1 Etika adalah sebentuk gagasan yang merumuskan tentang

kelaziman tertentu yang seharusnya dilakoni oleh manusia dalam kehidupannya. Dengan kata lain, etika, sebagai cabang filsafat, membicarakan soal-soal praktis kehidupan. Menurut Richard Lindsay, ada dua bentuk pertanyaan etika; yaitu bagaimana seharusnya manusia berprilaku?, dan apakah ada kebenaran obyektif moralitas?2

Dua pertanyaan di atas menyangkut dua bentuk etika, yaitu etika normatif dan meta-etika. Ada banyak macam etika yang kini semakin spesifik dalam berbagai disiplin ilmu, misalnya etika kedokteran, etika bisnis, etika profesi dan sebagainya. Agama pun demikian. Agama, yang memiliki sistem etika sendiri, menjawab sekaligus dua pertanyaan Richard Lindsay di atas. Etika agama juga bersifat praktis. Kebenaran objektif etika agama terletak pada reward and punishment-nya.

Sebelum melangkah kepada etika dalam konteks keagamaan, khususnya Islam — seperti dalam pembahasan penelitian ini, perlu terlebih dahulu dijelaskan wacana etika di dunia Barat. Ada 3 (tiga) mazhab besar filsafat etika Barat; Pertama, Hedonism—yang menganggap “kenikmatan” sebagai ukuran etis. Kedua, adalah Hukum Moral—Prinsip Universalitas dan Kemanusiaan sebagai tujuan dan bukan sekadar sarana, tokohnya adalah Immanuel Kant

1Lihat, K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani (Yogyakarta: Kanisius, 1999), h. 107.

(2)

(1724- 1804). Dan ketiga, adalah Realisasi Diri – self virtue sebagai tujuan, dengan tokohnya Plato dan Aristoteles.3 Istilah Humanisme di kemudian hari

banyak dipengaruhi oleh pemikiran Immanuel Kant yang menganggap bahwa ukuran etis adalah yang sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan.

Persoalan etika merupakan persoalan kemanusiaan universal yang senantiasa muncul dalam setiap dimensi ruang dan waktu. Itulah sebabnya dalam setiap kurun waktu tertentu muncul tokoh yang memperjuangkan tegaknya nilai-nilai etika di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat maupun bernegara. 4

Memasuki era modern, persoalan etika tetap menjadi bagian penting dari sekian banyak persoalan kemanusiaan yang senantiasa harus dicermati secara serius. Sebab seiring dengan modernitas, kemajemukan (pluralitas) manusia-pun semakin meningkat. Dunia modern kemudian memunculkan konsep-konsep etika tertentu, namun juga sebaliknya dapat mencabut alasan-alasan untuk sungguh-sungguh menerima konsep-konsep tersebut. Modernitas membutuhkan suatu etika, moralitas tertentu atau malah membuat etika atau atau moralitas menjadi mustahil.5

Bila dicermati, perkembangan budaya masyarakat modern adalah masyarakat yang cenderung menjadi sekuler. Hubungan antara anggota masyarakat tidak lagi atas dasar atau prinsip tradisi atau persaudaraan, tetapi lebih pada prinsip-prinsip fungsional-pragmatis dan ekonomis. Imbasnya

3Lihat Harold H. Titus, Marilyn S. Smith, dan Richard T. Nolan, Persoalan-Persoalan

Filsafat, Penerjemah; M. Rasjidi (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), h. 147 – 154.

4Termasuk di dalamnya adalah diutusnya para Nabi dan Rasul. Di antara tujuan penegakan nilai-nilai etika tersebut adalah untuk terwujudnya keharmonisan hidup manusia. Keharmonisan ini penting mengingat kondisi manusia yang sangat majemuk, baik dari segi kultur, bahasa, ras, agama, maupun pola pikir dan prilakunya, pen.)

(3)

adalah terjadinya pemudaran faktor Tuhan atau agama dalam pertimbangan perilaku umat manusia.6

Pengingkaran terhadap faktor Tuhan dalam kehidupan keseharian ini bukan tanpa resiko. Resiko yang datang menghadang adalah krisis etika atau moral. Hidup kemudian terasa tidak bermakna sekalipun secara material melimpah dan tercukupi kebutuhan fisik. Artinya dampak modernisasi yang paling terasa adalah degradasi moral.7 Manusia modern tampaknya tidak lagi

memikirkan aspek etika dalam berbagai aspek kehidupannya.

Di sisi lain sebagian masyarakat Barat yang sudah jenuh dengan kehidupan amoral, merasa perlu untuk kembali pada kehidupan yang bermoral. Akan tetapi tampaknya mereka sudah tidak percaya lagi pada agama, yang menurut mereka telah kehilangan artinya dan telah kehilangan kekuatan untuk dapat menyelesaikan masalah kehidupan manusia. Sehingga nilai-nilai kehidupan tidak perlu bersumber dari suatu yang adi alami

(Tuhan), melainkan dari dalam diri manusia sendiri.8 Di sini tampaknya etika

memiliki dimensi penting untuk dapat dijadikan alternatif dalam menjawab atau mengatasi degradasi manusia modern tersebut.

Melihat gejala di atas tampaknya kajian terhadap etika dapat dipakai sebagai alternatif untuk memberikan jawaban-jawaban terhadap kebutuhan moral-spiritual kemanusiaan. Dengan pertimbangan etika, kemungkinan orang tidak akan terjebak kepada hal-hal yang lahir saja tetapi biasa menyeimbangkan dengan yang lain, yakni moralitas agama. Di sinilah letak hubungan antara etika dan agama, di mana keduanya memberikan solusi keseimbangan dan harmonisasi antara lahir dan batin.

6Taufik Adnan Amal (Penyunting), Metode dan Alternatif Neo-Modernisme Islam Fazlur

Rahman (Bandung: Mizan, 1987), h. 13. 7Ibid., h. 16.

(4)

Dalam wacana keagamaan—selain kitab suci—ada “sosok” penting sebagai pengemban nilai-nilai etika ini, yakni Nabi dan Rasul. Setiap Nabi dan Rasul yang dikirim di tengah-tengah kehidupan manusia mempunyai misi utama untuk menegakkan nilai-nilai etika. Secara tegas, Alquran menunjukkan bahwa penegakan etika yang diemban nabi Muhammad saw. misalnya, adalah menyangkut tugas kemanusiaan yang universal, yaitu sebagai rahmat bagi sekalian alam.9

Di kalangan intelektualitas muslim, salah seorang tokoh di era modern yang sangat intens membicarakan etika adalah Fazlur Rahman (1919-1988 M); seorang akademisi Islam dari Pakistan. Fazlur Rahman dididik dan dibesarkan dalam tradisi keagamaan Islam yang kuat dan dunia keilmuan Barat yang kritis. Pengembaraan intelektualitasnya akhirnya mengantarkan Fazlur Rahman menjadi salah seorang tokoh neo-modernisme Islam dengan wacana yang bersifat humanitarianistik dan sarat dengan pemikiran yang liberal, tetapi tetap otentik sekaligus historis.10

Gerakan neo-modernisme Islam sebagaimana diperankan Fazlur Rahman hadir untuk mengkritisi dan sekaligus mengapresiasi aliran-aliran pemikiran Islam yang lain yang timbul dalam perjalanan sejarah umat Islam, serta juga pemikiran yang berkembang di Barat. Munculnya gerakan

modernisme klasik,11 pada pertengahan abad XIX yang bersifat lebih terbuka

9(

ننيمملناعنللللم ةةمنحلرن اللنإم كناننللسنرلأن امنون ) Q.S. al-Anbiya [21]: 107.

10Neo-modernisme muncul sebagai jawaban terhadap kekurangan atau kelemahan yang terdapat pada gerakan-gerakan Islam yang muncul sebelumnya, yaitu revivalisme pra-modernis, modernisme klasik, dan neo-revivalisme. Adapun ciri-ciri neo-modernisme adalah sikapnya yang liberal, kritis sekaligus apresiatif terhadap warisan pemikiran Islam dan Barat sekaligus. Kelompok ini juga menekankan pentingnya ijtihad yang sistematis dan komprehensif. Lihat Abd. A’la, Dari Neo-Modernisme ke Islam Liberal: Jejak Fazlur Rahman dalam Wacana Islam di Indonesia

(Jakarta: Paramadina, 2003), h. 1.

11Karakteristik modernisme klasik adalah keterbukaannya terhadap gagasan-gagasan dari Barat, selain juga meneruskan ijtihad yang digagas kelompok revivalisme pra-modernis.

(5)

terhadap Barat—dan karena itu lebih apresiatif kepada intelektualisme— masih terbentur kepada dua kelemahan mendasar. Pertama, kelompok ini belum mengelaborasi secara tuntas metode yang dikembangkannya. Kedua,

masalah-masalah yang menjadi fokus perhatiannya adalah merupakan masalah juga bagi dunia Barat. Hal ini me-ninggalkan kesan kuat bahwa kelompok modernis bersikap westernized (kebarat-baratan),12 yang

menimbulkan reaksi dengan munculnya gerakan lain yang bernama neo-revivalisme.13

Sebagai gerakan yang reaktif, gerakan neo-revivalisme tidak menerima metode dan semangat modernisme klasik. Meskipun dalam realitasnya kelompok ini menerima masalah-masalah substantif yang diangkat gerakan modernis, misalnya ide demokrasi, tapi penerimaan mereka masih lebih bersifat keterpaksaan. Kelompok ini juga tidak mampu mengembangkan suatu metodologi apapun, sehingga mereka kesulitan untuk merumuskan tujuan mereka secara jelas dan akurat. Selain itu, mereka juga tidak dapat mengembangkan perangkat intelektual yang diperlukan untuk menegaskan dan menemukan posisi mereka, yang membuat mereka ter-perangkap dalam sikap yang serba bingung.14 Dalam kondisi yang demikian, kelompok ini

sangat sulit diharapkan dapat menawarkan solusi yang tuntas dan memuaskan terhadap masalah-masalah aktual yang dihadapi umat.

kemerosotan sosio-moral masyarakat Islam, menghimbau untuk kembali kepada Islam yang asli, perlunya ijtihad dan jihad. Lihat Abd. A’la, Ibid., h. 2-8.

12Ibid., h. 2.

13Ibid., h. 20. Gerakan ini bernuansa reaktif terhadap segala yang berasal dari Barat Ciri khas gerakan neo-revivalisme terletak pada usahanya untuk membedakan Islam dari Barat.

(6)

Kelemahan-kelemahan ini mengundang lahirnya kelompok pem-baharuan Islam lainnya yang disebut neo-modernisme. Gerakan pembaharuan ini - berbeda dengan gerakan-gerakan yang sebelumnya mencoba untuk melihat dan menyikapi secara kritis dan objektif hasil-hasil pemikiran umat Islam dan Barat sekaligus.

Dalam paradigma aliran ini, tidak semua hasil pemikiran umat Islam dan ilmuan Muslim selalu baik, benar dan sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, sebaliknya Barat tidak dapat selamanya diidentikkan dengan segala kebobro-kan dan hal-hal yang negatif. Karena itu umat Islam dituntut untuk menyikapi semua itu secara objektif dan kritis tanpa harus mempunyai prakonsepsi yang akan membuat bias pandangan mereka dari realitas yang sebenarnya.

Melalui sikap ini, neo-modernisme ingin membangun Islam dengan berbagai dimensinya dengan satu kerangka yang utuh, menyeluruh, sistematis, serta mencerminkan nilai-nilai Alquran dan teladan nabi yang sebenarnya. Melalui paradigma tersebut umat Islam diharap-kan mampu eksis dalam dunia modern dan sekaligus tetap Islami.15

Dalam salah satu bukunya yang berjudul Islam, dua bab pertama dari buku tersebut, Fazlur Rahman membicarakan tentang Nabi Muhammad saw. sebagai pembawa risalah ajaran Alquran. Dikatakannya bahwa sebelum Nabi Muhammad saw wafat, Islam telah mengembangkan sifat utamanya yakni membentuk masyarakat beragama yang mencerminkan kualitas moral dan spiritual agamanya. Bahkan sebelum kerasulannya-pun Nabi Muhammad saw. telah tampil sebagai figur dengan kualitas moralitas yang luar biasa.

(7)

Sedangkan dalam konteks beragama, penyempurnaan etika atau moral menjadi tujuan utama Alquran.16

Lebih jauh Fazlur Rahman mengemukakan bahwa etika beragama bukan saja sebagai esensi dalam ajaran Alquran (the basic elan of the Quran), tetapi juga merupakan aspek universal yang ada dalam setiap diri manusia. Hukum etika atau moral yang hakiki tak dapat diubah. Ia merupakan “perintah” Tuhan (God’s Command) manusia tak dapat membuat hukum moral. Ketundukan terhadap moral itulah “Islam” dan perwujudannya disebut dengan “ibadah”.17

Berkenaan dengan urgensi etika beragama ini, dalam bukunya Islam and Modernity; Tranformation of an Intellectual Tradition, Fazlur Rahman menulis:

Muslim scholars have never attempted an ethics of the Qur’an,

systematically or otherwise. Yet no one has done any carteful study of the

Qur’an can fail to be impressed by it’s ethical fervor. Its ethics, inkdeed, is

its essence, and its also the necessary link between theology and law. 18

(Para sarjana Muslim belum pernah mengupayakan penyusunan etika yang dikandung Alquran baik secara sistematis dan metodologis. Pada hal kandungan etika Alquran ini merupakan esensi ajaran kitab suci tersebut dan merupakan mata rantai penghubung yang penting antara teologi dan hukum).

Dengan ungkapan lain, Fazlur Rahman ingin mengaktualisasikan ajaran etika beragama Islam dalam suatu kerangka yang utuh dan kokoh, di mana antara disiplin ilmu yang satu dengan yang lain merupakan satu tujuan yang

16Fazlur Rahman, Islam (Chicago: The University of Chicago Press, 1979), h. 31. 17Ibid., h. 32.

(8)

padu dan saling berkaitan. Melalui metode ini, ia berupaya untuk menjadikan ajaran tentang etika beragama sebagaimana termaktub dalam Alquran dapat dipahami secara holistik, dan bersifat praktis – yang menurut istilah Fazlur Rahman – sebagai ‘faith in action’; bukan sekedar kajian yang tak berpijak pada realitas kehidupan.

Etika beragama dalam konstruksi pemikiran Fazlur Rahman dapat ditelusuri dari gagasannya mengenai beberapa istilah yang menjadi konsep-konsep kunci etika Alquran, yaitu istilah “iman, islam, dan taqwa”.19 Ketiga

istilah tersebut membentuk pondasi etika beragama sebagai hakikat dari Islam secara menyeluruh dalam berbagai aspek ajarannya.

Memperhatikan uraian dia atas, penulis tertarik untuk mengkaji bagaimana gagasan etika beragama dalam pandangan Fazlur Rahman dan urgensinya terhadap berbagai aspek kehidupan masyarakat dewasa ini.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana dikemukakan di atas, maka rumusan masalah penelitian adalah;

1. Bagaimana konsep etika beragama menurut Fazlur Rahman

2. Apa urgensi dari aplikasi etika beragama terhadap berbagai aspek kehidupan manusia menurut Fazlur Rahman.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mencari jawaban terhadap persoalan sebagai berikut;

1. Mengetahui bagaimana konsep etika beragama menurut Fazlur Rahman 2. Mengetahui apa urgensi aplikasi etika beragama dalam berbagai

kehidupan manusia menurut Fazlur Rahman

19Fazlur Rahman “Some Key Ethical Concept of the Quran”, yang dimuat dalam Journalof

(9)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi penataan kehidupan masyarakat maupun untuk khazanah keilmuan, antara lain:

1. Sebagai kontribusi pemikiran dalam upaya menegtahui lebih mendalam tentang etika beragama menurut pemikiran Fazlur Rahman

2. Merupakan rumusan etika alternatif bagi masyarakat beragama dalam konteks etika global yang di satu sisi tidak tercabut dari akar konsep Alquran, dan di sisi lain tetap mampu menghadapi perkembangan zaman.

D. Urgensi Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah sebagaimana dikemukakan di atas, maka penelitian tentang etika beragama menurut Fazlur Rahman ini dianggap penting; Pertama, mengingat kajian terhadap pemikirannya tentang etika beragama secara detail masih langka, untuk menyatakan belum ada hingga saat ini.

Kedua, yang menjadikan penelitian ini penting adalah karakteristik dasar kerangka pemikiran Fazlur Rahman yang menetapkan secara tegas antara wilayah normatif dan filosofis-kontekstual. Kerangka pemikiran Fazlur Rahman yang seperti ini menjadikan wacana tentang etika beragama sedemikian rupa memiliki ruang dan gerak yang fleksibel, sekalipun disyaratkannya tetap berorientasi kepada ajaran agama sebagaimana terkandung dalam kitab suci Alquran.

Ketiga, kajian etika beragama dalam pandangan Fazlur Rahman ini berupaya untuk mengelaborasi konsep pemikirannya tentang perilaku moral etis-rasional-religius, tidak hanya sebatas upaya rasionalisasi manusia dalam upaya menciptakan kehidupan yang baik dan bijak, akan tetapi juga merupakan hasil dari keyakinan yang dalam terhadap ajaran agama, dalam hal ini Islam. Bila ditinjau

(10)

Karakteristik pemikiran Fazlur Rahman yang demikian ini dinilai mampu mengatasi ketimpangan-ketimpangan modernitas yang dirasakan sisi negatifnya yang disebabkan adanya pemisahan temuan akal dan dalil-dalil normatif agama dan tentu saja mengedepankan secara holistik landasan rasionalitas sebagaimana kecenderungan yang berlangsung pada masyarakat modern.

E. Kajian Terdahulu

Kajian tentang etika dalam Islam selama ini cukup banyak dilakukan oleh sarjana muslim maupun non-muslim. Di antaranya adalah buku yang ditulis oleh Majid Fakhry yang berjudul “Etichal Theoris in Islam, (Princeton: Near Eastern Studies Departement of Princeton University, 1985). Buku ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Zakiyuddin Badhawy dengan judul; “Etika Dalam Islam,” (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1996). Dalam buku tersebut, pembahasan Majid Fakhry tentang berbagai teori etika cukup lengkap, termasuk tentang pemikiran beberapa tokoh intelektual muslim, muali dari etika tradisionalismenya Hasan al-Basri (w.728), Ibn Abi al-Dunya (w.894), Abu Hasan al-Mawardi, Ali ibn Ahmad ibn Hazm (w.1064), Ragib Isfahani (w.1108), Fakhruddin Razi (w.1209), dan al-Ghazali.

(11)

iman, muslim, rasa syukur, tentang baik dan buruk, dan beberap konsep lainnya yang berkaitan.

Buku lainnya yang membahas etika atau akhlak, di antaranya adalah;

“Etika Islam; Telaah Pemikiran Filsafat Moral Raghib al-Isfahani,” (Jakarta; Pustaka Pelajar, 2002), karya Amril M. Buku lainnya adalah karya Syeikh Muhammad Sayyid Tanthawi, “Adabul Hiwār fi al-Islām, (Mesir: Dar an-Nahdhah, 1997), diterjemahkan oleh Ahmad Zamroni Kamali dengan judul;

“Etika Dilaog Dalam Islam,” (Jakarta: Mustaqim, 2004), Ahmad Amin,

“Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), Hamzah Ya’kub,

“Etika Islam,” (Bandung: Diponegoro, 1993).

Sepanjang pengetahuan penulis belum ada yang melakukan apresiasi khusus dalam sebuah karya utuh dan komprehensif tentang kajian etika beragama menurut Fazlur Rahman. Yang ada hanyalah tulisan beberapa sarjana ataupun perorangan yang melakukan kajian dan penelitian terhadap pemikiran Fazlur Rahman secara parsial pada bidang tertentu atau secara umum untuk sekedar mendeskripsikan pemikiran Fazlur Rahman melalui banyak ‘warna’ nalar keilmuan dan keagamaan.

Salah satu di antara mereka yang menelaah pemikiran tokoh neo-modernis ini adalah Taufik Adnan Amal. Melalui bukunya yang berjudul

(12)

Dalam buku Taufik Adnan Amal lainnya, Islam dan Tantangan Modernitas; Studi atas Hukum Fazlur Rahman, ia mengemukakan segi-segi pembaharuan yang ditawarkan Fazlur Rahman. Meskipun telah membatasi topik penelitiannya pada aspek hukum,20 ia terjebak dalam pembahasan

deskriptif mengenai segala pemikiran yang digagas Fazlur Rahman.

Selain itu, Taufik Adnan Amal kurang menganalisanya secara kritis sehingga kelemahan pemikiran Fazlur Rahman tidak dapat diungkap secara jelas. Walaupun demikian, Taufik Adnan Amal telah berusaha secara serius untuk mengungkapkan pembaharuan pemikiran hukumnya sehingga ia patut mendapat penghargaan yang semestinya.

Masih dalam pemikiran hukum Fazlur Rahman, Ghufran A. Mas’udi berupaya mengungkapkan pemikiran tokoh itu dalam bidang metodologi hukum dan rumusan-rumusan metodenya yang dibangun berdasarkan konsep dasar-dasar metodologi tersebut. Ghufran A Mas’udi melalui bukunya yang berjudul Pemikiran Fazlur Rahman tentang Metodologi Pembaharuan Hukum Islam, menyimpulkan bahwa pemikiran metodologi hukum Islam yang digagas Fazlur Rahman merupakan kelanjutan dari suatu proses yang berkelanjutan dari pemikiran klasik. Selebihnya, apa yang dipaparkan Mas’udi dalam bukunya tidak jauh berbeda dari penelitian yang telah dipaparkan oleh Taufik Adnan Amal.

Kelemahan pembahasan seperti yang muncul pada tulisan Mas’adi tersebut, nampak juga pada tesis Master yang ditulis oleh Muhammada Rifai untuk tesisnya di School of Oriental and African Studies (SOAS), Universitas London. Tesis yang berjudul Fazlur Rahman or Modernization of Islamic

(13)

Intellectualism itu berupaya mengungkapkan pandangan dan konsep Fazlur Rahman tentang modernisasi keilmuan Islam dan tawarannya untuk melakukan suatu pembaharuan. Sayangnya, deskripsi Muhammad Rifai terlalu umum dan kurang bersifat analisis-kritis sehingga tidak menggambarkan secara utuh ciri khas pembaharuan yang ditawarkan Fazlur Rahman.

Sarjana lain yang juga meneliti pemikiran Fazlur Rahman ialah Kenneth Cragg. Melalui bukunya The Pen and The Faith: Eight Modern Muslim Writers and The Quran, ia berusaha mengkritik pendekatan Fazlur Rahman dalam memahami Alquran. Kritik yang dilakukan Kenneth Cragg. Ini berangkat dari sudut pandang dia sebagai pendeta.21

Selanjutnya Amhar Rasyid, seorang mahasiswa universitas McGill Kanada, dalam tesis Magisternya “Some Quranic Legal Text in The Context of Fazlur Rahman‘s Hermeneutical Method, juga mencoba mengkaji pemikiran Fazlur Rahman dalam aspek filsafat hermeneutik yang digunakan Fazlur Rahman dalam memahami hukum-hukum Alquran. Melalui serangkaian analisis, ia berkesimpulan bahwa pemikiran Fazlur Rahman dalam bidang hukum tidak terlepas dari subjektivisme pribadi, sehingga hermeneutika yang digunakan lemah dalam pertimbangan-pertimbangan teologis dan tinjauan hukumnya.

Selain itu menurut Amhar Rasyid, kelemahan metode dari Fazlur Rahman terdapat pada dampak pandangannya yang akan membawa terjadinya sekularisasi Alquran. Tesis ini telah mencoba untuk melihat secara kritis pemikiran tafsir hukum Fazlur Rahman. Namun sayangnya, Amhar Rasyid kurang berhasil menangkapnya secara utuh dan menyeluruh. Misalnya saja, ia tidak melihat dan mengkaitkan tafsir hukum dari tokoh

(14)

modernisme itu dengan ajaran etika Alquran yang digagasnya. Padahal di sinilah salah satu fokus Fazlur Rahman yang sebenarnya.22

Tulisan mengenai pemikiran Fazlur Rahman juga diangkat oleh Muhaimin et.al., dalam bentuk buku yang berjudul Kontroversi Pemikiran Fazlur Rahman; Studi Kritis Pembaharuan Pendidikan Islam, menyoroti sumbangan tokoh neo-modernis itu di bidang pendidikan. Menurut para penulis karya itu, kontribusi yang telah dilakukan Fazlur Rahman meliputi aspek pembaharuan dalam tujuan pendidikan, dikotomi pendidikan, anak didik, pendidikan dan peralatan pendidikan. Membaca buku tersebut, kesan yang tampak adalah judulnya yang bombastis karena pemikiran Fazlur Rahman di bidang pendidikan tidak menampakkan gagasan-gagasan yang kontroversial. Justru ia lebih bersifat menyempurnakan, atau minimal menyetujui rekonstruksi pendidikan yang diajukan kaum modernis yang lain. Hal ini dapat dibaca pada tesis Wahyuddin Nur Nasution yang berjudul

Gagasan Pendidikan Islam Modern: Studi Pemikiran Fazlur Rahman,23 dan tesis

Muhammad Nasir dengan judul Wacana Islamisasi Ilmu: Telaah terhadap Pandangan Fazlur Rahman, pada PPs IAIN Sumatera Utara, Medan.

Selain para sarjana di atas, tokoh lain yang tertarik dan sering menulis mengenai Fazlur Rahman adalah Ahmad Syafi’i Ma’aarif, Dawam Raharjo, dan Nurcholish Madjid. Pada umumnya tulisan-tulisan mereka berbentuk artikel dan bersifat deskriptif-apresiatif dan masih sangat umum. Tulisan Nurcholis Madjid misalnya tentang “Rekonstruksi Etika Alquran Fazlur Rahman”,24 juga masih berada pada posisi semacam itu. Meskipun demikian, ia

22Ibid., h. 12-13.

23Karya ini menelusuri pandangan Fazlur Rahman ter-hadap kondisi pendidikan umat Islam dalam dunia modern serta menggagas pendidikan Islam modern.

(15)

telah mencoba mengangkat hal-hal baru yaitu kepedulian Fazlur Rahman dalam bahasan yang tepat, proporsional, sehingga dapat mengungkapkan karakteristik pemikirannya mengenai etika yang berbasis Alquran sebagaimana mestinya.

Jadi sejauh pengamatan penulis, sampai saat ini belum ada satu studi yang membahas etika beragama menurut menurut Fazlur Rahman dalam bahasan yang tepat proporsional, sehingga dapat mengungkapkan karakteristik pemikirannya mengenai etika beragama sebagaimana mestinya.

F. Metode Penelitian 1. Pendekatan

Fokus penelitian ini adalah penelusuran terhadap gagasan dan pemikiran tokoh, yakni Fazlur Rahman dalam memaparkan konsep etika beragama yang bermuara pada nilai-nilai Alquran. Dalam peta keilmuan, studi ini termasuk dalam ilmu humaniora sebagai mayornya dan filsafat etika (moral) sebagai minornya. Oleh karena itu metode penelitian ini memakai salah satu metode penelitian filsafat, yakni penelitian tentang pemikiran tokoh.25

Sebagai suatu penelusuran terhadap gagasan dan pemikiran tokoh dalam kurun waktu tertentu, maka penelitian ini menggunakan pendekatan sejarah (historical approach) dengan memfokuskan pada penelitian biografi seseorang. Karena itu penelitian ini merupakan penelusuran terhadap per jalanan hidup seseorang dalam hubungannya dengan masyarakat yang mempengaruhi pemikirannya, serta pembentukan watak tokoh tersebut, dalam hal ini Fazlur Rahman. Dapat disadari bahwa pemikiran seseorang tidak

(16)

muncul begitu saja, melainkan dipengaruhi oleh kondisi, situasi dan tantangan yang dihadapinya selama hayatnya.26

Selain pendekatan di atas, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan hermeneutik – sebagaimana yang diangkat oleh Emilio Betti – merupakan aktivitas interpretasi terhadap suatu objek yang mempunyai makna (meaning-fulls forms) dengan tujuan menghasil-kan pemahaman yang lebih objektif.27

Penyajian hasil penelitian ini – mengingat studi ini mengkaji pemikiran tokoh tentang konsep tertentu – maka penyajiannya dilakukan secara deskriptif, yaitu menguraikan secara teratur dan sistemis seluruh konsepsi pemikiran tokoh dimaksud.28

Untuk memahami konsep-konsep pemikiran tokoh tersebut dilakukan analisis dengan menggunakan metode koherensi intern,29 yaitu

dengan menetapkan inti pikiran yang mendasar dan topik-topik sentralnya,30

kemudian dilakukan interpretasi31 terhadap makna yang terkandung secara

khas dalam konsep pemikiran tokoh. Selanjutnya, pendekatan sejarah juga digunakan untuk melihat benang merah dalam pengembang-an pemikiran tokoh tersebut sebagai pendekatan penyelidikan yang mengaplikasikan cara pemecahan masalah dari perspektif historis.32 Dengan pendekatan ini

tinjauan kesejarahan akan merupakan bagian awal yang akan dikaji, sebab dari biografi itulah akan dapat dilacak bagaimana proses terbentuknya

26Muhammad Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), h. 56-57. 27Josef Bleicher, Contemporary Hermeuetics: Hermeunetics as Method, Philosophy, and

Critique [London: Routledge and Kegan Paul, 1980], h. 28.

28Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat [Yogjakarta: Pustaka Kanisius, 1990], h. 65.

29Ibid., h. 45. 30Ibid., h. 64. 31Ibid., h. 63.

(17)

suatu pola pemikiran dari tokoh tersebut, disamping meng-kaji beberapa faktor yang melatar belakangi kerangka pemikirannya.

Dari pendekatan historis ini akan dapat diketahui karakter kepribadian maupun psikologi berpikir Fazlur Rahman. Untuk mendapatkan objektivitas pemahaman, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah adanya interpretasi historis. Dalam rangka interpretasi historis tersebut, selain dituntut untuk menguasai pengetahuan tentang personalitas tokoh, perlu upaya untuk merujuk pada peristiwa dan iklim budaya dimana sang tokoh itu hidup.33 Dengan pendekatan ini, seseorang

diharapkan dapat melakukan dialog imajinatif dengan sang tokoh meskipun keduanya hidup dalam ukuran waktu dan tempat yang berbeda.34

Dengan pendekatan di atas, konsep etika beragama Fazlur Rahman diharapkan akan diketahui secara utuh dan menyeluruh, serta pada gilirannya akan mampu menampakkan perbedaan dan atau persamaannya dengan pemikiran etika Islam lainnya. Selain itu keunggulan, kelemahan dan kekurangan pemikiran etikanya diharapkan akan tergambar dengan transparansi yang jelas.

2. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan tinjauan kepustakaan (library research), di mana sebagai sumber data primernya diambil dari karya-karya Fazlur Rahman yang berkenaan dengan masalah penelitian ini. Di antaranya adalah: Islam, Major Themes of the Quran, Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual

33 Josef Bleicher, Contemporary Hermeunetics..., h. 43.

(18)

Tradition, Some Key Ethical Concepts of the Quran, Islamic Methodology

in History,35 dan buku-buku atau artikel yang berkaitan dengan penelitian

ini.

Sedangkan sumber sekunder akan diangkat dari karya-karya tulis berupa buku atau artikel yang membahas tentang Fazlur Rahman, atau etika secara umum yang ditulis para ulama atau ilmuan yang pernah ada sebelumnya.

3. Analisis Data

Mengingat jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yang mengkaji pemikiran tokoh tentang konsep tertentu, maka secara metodologis penelitian ini bersifat deskriptif, yaitu menguraikan secara teratur dan sistematis seluruh konsepsi pemikiran tokoh dimaksud.36

Untuk menganalisis data dalam studi tokoh ini ada beberapa tehnik yang digunakan, sebagai berikut;

1. Content Analisis, yaitu proses analisis terhadap makna dan kandungan yang ada pada teks karya-karya Fazlur Rahman. Dengan demikian, setelah data dideskripsikan maka yang berperan di sini adalah analisis tersebut, sehingga corak sajian penelitian ini berupa deskriptif analitis.37 Pendekatan hermeunetik digunakan ketika penelitian ini

menganalisis bagian-bagian pemikiran etika Fazlur Rahman sehingga dapat dipahami sebagai suatu pemikiran yang utuh.

35Tentang buku-buku dan artikel karya Fazlur Rahman dapat dilihat dalam Taufik Adnan Amal, Islam dan Tantangan Modernitas, [Bandung: Mizan, 1996], h. 235-237.

36 Anton Bakker dan Charris Zubair, Metode Penelitian Filsafat, [Yogjakarta; Pustaka Kanisius], h. 65.

37 Muhammad Nazir, Metode Penelitian ..., h. 56-57. Juga Syahrin Harahap, Metodologi

(19)

2. Konherensi Intern, yaitu proses analisis secara tepat dan mendalam tentang semua konsep dan aspek yang berkaitan dengan tema pemikiran tokoh yang dibahas, dengan melihat keselarasannya satu sama lain. Ditetapkan inti pikiran yang mendasar dan topik-topik yang sentral, kemudian di analisis secara logis dab sistematis serta disesuaikan dengan gaya dan metode pemikirannya.38

3. Idealisasi dan Analisa Kritis. Idealisasi pemikiran dimaksudkan sebagai konsepsi universal dan ideal, kemudian setiap poin pemikirannya dianalisis secara kritis dan mendalam, dengan menggunakan pandangan pemikir alain atau dengan menggunakan petunjuk Alquran. Dalam hal ini dibedakan antara narasi tokoh yang dikaji (emik), dan narasi pemikir lain mengenai narasi tokoh yang dikaji (etik), yang bertujuan agar orang yang membaca hasil penelitian dapat menganalisis secara objektif.39

4. Kesinambungan Historis, yaitu pemikiran tokoh didekati dari dua sisi;

Pertama, adalah keterpengaruhan seorang tokoh dan pemikirannya dengan zaman dan lingkungannya. Kedua, keharusan seorang peneliti untuk ber-empati dalam memandang dan menganalisis pemikiran tokoh yang sedang ditelitinya.40

G. Sistematika Pembahasan

Pembahasan penelitian ini dapat dilihat dari sistematika penulisannya yang dibagi kepada 5 (lima) bab. Tiap-tiap bab terdiri dari beberapa sub-sub (detail partikular) sesuai keperluan penyajian hasil penelusuran yang telah 38 Syahrin Harahap, Metodologi Studi Tokoh Pemikiran Islam, (Jakarta: Prenada, 2011), h. 35.

39 Anton Bakker, et.al., Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogjakarta: Kanisius, 1990), h. 45. Lihat juga, Syahrin Harahap, Metodologi Studi Tokoh...., h. 35.

(20)

didapatkan. Hal ini penulis tempuh agar mampu memberikan gambaran yang utuh dan terpadu dari penelusuran tema ini.

Bab pertama, merupakan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang masalah dalam rangka melakukan penelusuran terhadap tema etika beragama menurut Fazlur Rahman. Pada bab pertama ini penulis menampilkan benang merah antara sejarah etika sebagai ilmu dengan peradaban pemikiran Barat maupun Islam. Pendahuluan ini menguraikan tentang Latar belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Urgensi Penelitian, Kajian Terdahulu, Metode Penelitian dan Sistematika Pembahasan.

Bab kedua, merupakan Kerangka Teoritik. Dalam bab ini dijelaskan pengertian etika, perbedaan etika, akhlak dan moral, dan elaborasi perluasan makna atau pun penyepadanan term etika dengan term-term lainnya, seperti akhlak, moral, nilai-nilai kesopanan, dan sebagainya. Kemudian dijelaskan fokus kajian tentang term etika beragama.

Bab ketiga, berisikan Biografi dan Karya Fazlur Rahman, yang menguraikan tentang Latar belakang Internal, Latar Belakang Ekternal, Karya-Karya Utamanya, Metode dan Perkembangan Pemikirannya yang dapat dilihat pada era Pakistan dan Chicago. Dengan demikian pembahasan ini sangat urgen karena sebagai untuk menganalisis format dan corak pemikiran etika atau moral yang dihasilkannya.

(21)

Kemiskinan, Eksistensi Manusia, Sosial Politik, Hubungan Antaragama, sebagai hasil elaborasinya tentang etika yang bersumber dari Alquran.

Bab kelima, memaparkan tentang Etika Beragama dalam Beribadah dann Mu’amalah, dan Idiom-Idiom Kehidupan. Pembahasannya dilakukan dengan menarik benang merah dan relevansi etika beragama yang ditawarkan Fazlur Rahman dengan realitas dan persoalan-peroalan aktual dalam kehidupan.

(22)

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Pengertian Etika.

Pengertian etika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu

ethikos, dari ethos, artinya penggunaan, karakter kebiasaan, kecenderungan sikap. Dalam kata ini terkandung; 1) analisis konsep-konsep seperti harus, mesti, tugas, aturan-aturan moral, benar, salah, wajib, tanggungjawab dan sebagainya; 2) pencarian ke dalam watak moralitas atau tindakan-tindakan moral; 3) pencarian kehidupan yang baik secara moral.41 4) karakter yang

dihasilkan oleh respon kebiasaan; dan 5) karakter yang dihasilkan oleh moral sebagai lawan dari kebiasaan intelektual.42

Dalam Encyclopaedia Britannica, disebutkan; “Ethics is the systematic study of the nature of value conceps, “good”, “bad”, “ought”, “right”,

“wrong”, etc. And of the general principles which justify us in applying them

to anything; also called “moral philosophy”.43 [Etika ialah studi yang

41Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat, [Bandung: Rosda Karya, 1995], h. 100-101. 42Menurut Aristoteles ‘ethos’ digunakan untuk merujuk pada penampilan karakter drama sebagai lawan dan tindakan, insiden, penderitaan, pemikiran, diksi, yang ditemukan pada tingkatan perkembangan manusia yang berbeda. Lihat, Ibid., h. 105.

(23)

sistematik tentang tabiat dari pengertian-pengertian nilai “baik”, “buruk”, “seharusnya”, “benar”, “salah”, dan sebagainya dan tentang prinsip-prinsip yang umum yang membenarkan kita dalam mempergunakannya terhadap sesuatu, ini disebut juga “filsafat moral”].

Sesuai dengan hal-hal tersebut di atas, maka pengertian etika menurut filsafat dapat dirumuskan sebagai berikut: Etika ialah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.44

B. Perbedaan Etika, Akhlak, dan Moral

Dalam kehidupan sehari-hari, seringkali terjadi penyepadanan antara istilah etika dengan akhlak, moral, sopan santun dan norma-norma.45 Padahal

bila dicermati, cakupan makna yang terdapat pada istilah moral atau sopan santun dan lain-nya memiliki perbedaan sangat mendasar dengan cakupan makna yang terdapat pada istilah etika.

Perlu dijelaskan terlebih dahulu pengertian akhlak dan ilmu akhlak yang banyak dipadankan dengan term etika. Perkataan ‘akhlak’ berasal dari bahasa Arab, jama’ dari kata “khuluqūn” yang secara lughawi [bahasa] diartikan: budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.

Kata “khuluqūn” tersebut mengandung segi-segi persesuaian dengan perkataan “khalqun” yang berarti; kejadian, serta erat hubungannya dengan “khaliq” yang berarti; Pencipta, dan “makhlūq” yang berarti; yang diciptakan. Perumusan pengertian “akhlāk” timbul sebagai media yang memungkinkan adanya hubungan baik antara “Khāliq” dengan “makhlūq”

44Hamzah Ya’qub, op.cit., h.13.

(24)

dan antara “makhlūq” dengan “makhlūq”. Perkataan ini bersumber dari kalimat yang tercantum dalam Alquran:

46

(

4 :ملقلا ميظع قلخ ىلعل كناو) .

“Sesungguhnya engkau (ya Muhammad) mempunyai budi pekerti yang luhur”.

Demikian pula dari hadis Nabi Muhammad saw. yang berbunyi:

(كلام نب سنا هاور قلخلا نسح ىممتل تثعب ) .

47

“Aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan budi pekerti”.

Adapun pengertian ilmu akhlak secara terminologi yang dikemukakan para ahli, antara lain sebagai berikut:

1. Menurut Ahmad Amin dalam bukunya “Etika (Ilmu Akhlaq)” merumuskan pengertian etika ialah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setengah

manusia kepada lainnya menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia

dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang

harus diperbuat.48

2. Hamzah Ya’kub mengartikan etika sebagai; ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.49

3. Menurut Rachmat Djatnika, Ilmu akhlak ialah studi yang sistematik tentang tabiat dan pengertian-pengertian tentang nilai “baik”, “buruk”, 46Q.S. al-Qalam: 4.

47Malik ibn Anas, Al-Mawaththa’, Kitab Husn al-Khulūq, Bab Mā ja a fi Husn al-Khulūq [Istambul, 1992], h. 904. Lihat juga Hamzah Yaqub, Etika Islam, [Bandung: Diponegoro, 1996], h. 11-12.

(25)

“seharusnya”, “benar”, “salah”, dan sebagainya dan tentang prinsip-prinsip yang umum yang membenarkan kita dalam mempergunakannya terhadap sesuatu, ini disebut juga “filsafat moral”.50

4. Sidi Gazalba menyebutkan:

“Ilmu akhlak ialah suatu pengetahuan yang membicarakan tentang kebiasaan-kebiasaan pada manusia, yakni budi pekerti mereka dan prinsip-prinsip yang mereka gunakan sebagai kebiasaan”.51

Berdasarkan defenisi tersebut, ilmu akhlak mengandung beberapa hal, antara lain; menjelaskan pengertian “baik” dan “buruk”, menerangkan apa yang harus dilakukan seseorang atau sebagian manusia terhadap sebagian yang lainnya, menjelaskan tujuan yang sepatutnya dicapai oleh manusia dengan perbuatan-perbuatan atau perilaku manusia itu, menerangkan jalan yang harus dilalui untuk berbuat.52

Pengertian moral menurut K. Bertens,53 adalah sebagai nilai-nilai dan

norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Pemaknaan moral seperti ini diambil K. Bertens setelah menganalisis kata moral yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, serta mengkaitkannya dengan kenyataan saat ini.

Makna yang hampir sama dengan kata moral juga ditampilkan oleh Lorens Bagus,54 yang mengungkapkan antara lain; menyangkut

kegiatan-50 Rachmat Djatnika, Sistem Etika Islami (Akhlak Mulia), Jakarta: Pustaka Panjumas, 1996), h. 29.

51 Gazalba, Sidi. Asas Ajaran Islam. [Jakarta: Bulan Bintang], 1972.

52Ibid., h. 31 53Ibid., h. 9-11.

(26)

kegiatan manusia yang dipandang sebagai baik atau buruk, benar atau salah, tepat atau tidak tepat, atau menyangkut cara seseorang bertingkah laku dalam hubungan dengan orang lain.

Perkataan ‘moral’ sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu kata “mores” yang merupakan jama’ dari kata “mos” yang berarti: adat kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia, moral diterjemahkan dengan arti susila. Yang dimaksud dengan moral ialah sesuai dengan dengan ide-ide yang umum diterima tentang tindakan manusia, mana yang baik dan wajar. Jadi sesuai dengan ukuran-ukuran tindakan yang oleh umum diterima yang meliputi kesatuan sosial atau lingkungan tertentu. Dengan demikian jelaslah persamaan antara etika dan moral. Menurut pandangan ahli-ahli filsafat, etika memandang tingkah laku perbuatan manusia secara universal (umum), sedangkan moral secara lokal. Moral menyatakan ukuran, etika menjelaskan ukuran itu.

Abu al-A’la al-Maududi mengemukakan adanya moral Islam dalam bukunya: Ethical of Islam, memberikan garis tegas antara moral sekuler dan moral Islam. Moral sekuler bersumber dari pikiran dan prasangka manusia yang beraneka ragam. Sedangkan moral Islam bersandar kepada bimbingan dan petunjuk Allah swt. dalam Alquran.55

Dari defenisi yang diungkapkan di atas tercermin bahwa, kata moral itu setidaknya memuat dua hal yang amat pokok yakni, 1) sebagai cara pandang seseorang atau kelompok masyarakat dalam bertingkah laku dengan orang atau kelompok lain, 2) adanya norma-norma atau nilai-nilai yang menjadi dasar bagi cara bertingkah laku.

Adanya norma-norma atau nilai-nilai di dalam makna moral seperti diungkapkan di atas merupakan sesuatu yang mutlak. Karena norma-norma

(27)

atau nilai-nilai ini di dalam moral selain sebagai standar ukur normatif bagi perilaku, sekaligus sebagai perintah bagi seseorang atau kelompok untuk berperilaku sesuai dengan norma-norma atau nilai-nilai tersebut.56

Bila makna moral seperti di atas dikaitkan dengan istilah seperti sopan santun dan etika, maka terlihat bahwa pada dua istilah terakhir ini dapat dikelompokkan pada makna moral seperti yang telah disinggung di atas. Hal ini setidaknya dapat dilihat dari pemakaian dua kata ini yang berkaitan dengan tata aturan perilaku seseorang atau kelompok ketika berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain.57

Berbeda dengan muatan makna yang terdapat pada moral, maka muatan makna yang terdapat pada etika memiliki cakupan yang lebih luas. Frans Magnis Suseno,58 misalnya mengungkapkan bahwa etika merupakan filsafat

atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran, norma-norma, nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan dan pandangan moral secara kritis. Pemaknaan etika seperti ini akan semakin jelas dimana para ahli berpendapat secara eksplisit bahwa etika adalah sebagai nama lain dari filsafat moral ketika etika dijadikan studi filsuf terhadap moral.59

Selanjutnya pengertian etika secara etimologi berasal dari bahasa Yunani yaitu ethikos, dari ethos, artinya penggunaan, karakter kebiasaan, kecenderungan sikap. Dalam kata ini terkandung; 1) analisis konsep-konsep seperti harus, mesti, tugas, aturan-aturan moral, benar, salah, wajib, tanggungjawab dan sebagainya; 2) pencarian ke dalam watak moralitas atau

56K. Bertens, Etika..., h. 22. 57Ibid., h. 9-11.

58Frans Magnis Suseno, Etika Dasar Masalah-masalah Filsafat Moral [Yogjakarta: Kanisius, 1993], h. 14.

(28)

tindakan-tindakan moral; 3) pencarian kehidupan yang baik secara moral.60 4)

karakter yang dihasilkan oleh respon kebiasaan; dan 5) karakter yang dihasilkan oleh moral sebagai lawan dari kebiasaan intelektual.61

Sesuai dengan hal-hal tersebut di atas, maka pengertian etika menurut filsafat dapat dirumuskan sebagai berikut: Etika ialah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran.62

Ada orang yang berpendapat bahwa etika sama dengan akhlak. Persamaan itu memang ada, karena keduanya membahas masalah baik dan buruknya tingkah laku manusia. Tujuan etika dalam pandangan filsafat ialah mendapatkan ide-ide yang sama bagi seluruh manusia di setiap waktu dan tempat tentang ukuran tingkah laku yang baik dan buruk sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran manusia. Akan tetapi dalam usaha mencapai tujuan itu, etika mengalami kesulitan, karena pandangan masing-masing golongan di dunia ini tentang baik dan buruk mempunyai ukuran (kriteria) yang berlainan. Setiap golongan mempunyai konsepsi sendiri-sendiri.

Etika sebagai cabang dari filsafat, bertitik tolak dari akal pikiran, tidak berdasarkan teks kitab suci. Di sinilah letak perbedaannya dengan akhlak dalam pandangan Islam. Dalam pandangan Islam, ilmu akhlak ialah suatu ilmu pengetahuan yang mengajarkan mana yang baik dan mana yang buruk berdasarkan ajaran Allah swt. dan Rasul-Nya. Ajaran etika Islam sesuai dengan fitrah dan akal pikiran yang lurus.

60Tim Penulis Rosda, Kamus Filsafat, [Bandung: Rosda Karya, 1995], h. 100-101. 61Menurut Aristoteles ‘ethos’ digunakan untuk merujuk pada penampilan karakter drama sebagai lawan dan tindakan, insiden, penderitaan, pemikiran, diksi, yang ditemukan pada tingkatan perkembangan manusia yang berbeda. Lihat, Ibid., h. 105.

(29)

Untuk menghilangkan kesamaran tersebut maka kiranya perlu diketahui karakteristik etika Islam dan yang membedakannya dengan Etika Filsafat, yaitu sebagai berikut:

a. Etika Islam mengajarkan dan menuntun manusia kepada tingkah laku yang baik dan menjauhkan diri dari tingkah laku yang buruk. b. Etika Islam menetapkan bahwa yang menjadi sumber moral,

ukuran baik buruknya perbuatan, didasarkan kepada ajaran Allah swt.

(Alquran) dan ajaran Rasul-Nya (al-Sunnah).

c. Etika Islam bersifat universal dan komprehensif, dapat diterima oleh seluruh umat manusia di segala waktu dan tempat.

d. Dengan ajaran-ajarannya yang praktis dan tepat, cocok dengan fitrah (naluri) dan akal pikiran manusia (manusiawi), maka Etika Islam dapat dijadikan pedoman oleh seluruh manusia.

e. Etika Islam mengatur dan mengarahkan fitrah manusia ke jenjang akhlak yang luhur dan meluruskan perbuatan manusia di bawah pancaran sinar petunjuk Allah swt. menuju keridhaan-Nya. Dengan melaksanakan Etika Islam niscaya akan selamatlah manusia dari pikiran-pikiran dan per-buatan-perbuatan yang keliru dan menyesatkan.

(30)

analitik (matematik) me-liputi dua aspek, penelaahan terhadap konsep-konsep yang dipakai dan penelaahan mengenai logika dan argumentasi yang digunakan dalam rumusan metodologisnya. Kedua bentuk pen-dekatan kajian etika seperti ini menurut para ahli tidak dapat dipisahkan.63

Sesuai dengan tujuan karya ini, maka makna filsafat etika yang dimaksud adalah cakupan makna pada etika sebagai bentuk kajian kritis dan filisofis, dalam pendekatan normatif dan analitik (meta-etik).

Bila ditelusuri secara cermat, semua bentuk kajian filsafat etika atau moral pada prinsipnya tidak terlepas dari sentuhan filsafat Yunani klasik. Namun harus diakui bahwa semua bentuk etika pemikiran Islam yang muncul pada masanya merupakan hasil sintesis kreatif antara ajaran Islam dan kondisi yang melingkupinya. Berdasarkan kenyataan seperti itu, Madjid Fakhry membagi tipe teori etika Islam ke dalam 4 (empat) kelompok, yaitu:

a. Scriptural Theories: Keputusan-keputusan etika diambil dari nilai Alquran dan al-Sunnah dengan memanfaatkan abstraksi-abstraksi dan analisis-analisis para filosof dan teolog di bawah naungan metode-metode dan kategori-kategori diskursif yang berkembang pada abad VIII dan IX Masehi. Kelompok ini pada umumnya ditemukan pada mufassirûn,

muhaddithûn, dan fuqahâ.

b. Theological Theories: Dasar keputusan etika sepenuhnya disandarkan kepada Alquran dan al-Sunnah. Tipe kelompok ini diwakili oleh Mu’tazilah dan Asy’ariyah.

(31)

secara jelas sebagaimana diwakili oleh Ibn Miskawaih dan para penerusnya.

d. Religious Theories: Keputusan etika mereka diambil berdasarkan Alquran, al-Sunnah dan konsep-konsep teologis, kategori-kategori filsafat dan sedikit sufistik. Unsur utama pemikiran etika ini biasanya terkonsentrasi pada dunia dan manusia. Madjid Fakhri menilai pemikiran etika pada tipe ini lebih kompleks dan berciri Islami. Di antara tokoh kelompok ini antara lain Hasan al-Basry (w. 728 M), al-Mawardi (w. 1058 M), Râgib al-Isfahâni (w. 1108 M), dan al-Ghazali (w. 1111 M), Fakhruddin al-Razi (w.1209 M).64 Tampaknya Fazlur Rahman dapat

dimasukkan pada tipe etika yang terakhir ini.

Dari pemikiran filsafat etika Islam seperti diungkapkan di atas, Fazlur Rahman melakukan hal yang sama dengan para filosof Muslim lainnya, hanya saja dalam menguraikan pandangannya, Fazlur Rahman lebih mengedepankan perumusan yang lebih sistematis dengan mengemukakan konsep etika beragamanya pada istilah-istilah kunci etika Alquran, yang secara sentral terfokus pada konsep iman, islam dan taqwa.

Oleh karena konteks kehidupan manusia modern saat ini ditandai dengan terjadinya perubahan dalam berbagai aspek, termasuk dalam hal ini orientasi dan sistem berpikir, perilaku sosial dan kehidupan beragama, maka menjadikan semua bentuk tatanan kehidupan yang dianggap mapan, tidak terkecuali bentuk-bentuk keputusan etika atau moral yang selama ini telah diyakini kebenarannya mulai dipertanyakan secara kritis dan rasional.

(32)

Persoalan mengenai etika atau perilaku moral manusia tidak lagi dijawab hanya sebatas merujuk pada suatu norma atau aturan yang telah berlaku demikian adanya, akan tetapi mesti dijawab dengan menggunakan alasan atau argumentasi logis, sehingga dapat diketahui alasan-alasan untuk setiap keputusan perilaku moral.

Konsep nilai etika beragama dalam hal ini diperlukan untuk memberikan jawaban secara secara rasional dan teologis seperti tuntutan kehidupan dunia modern sebagaimana disinggung di atas. Hal ini disebabkan nilai etika sesuai dengan sifat dan hakikatnya yang filosofis, yang merupakan pemikiran yang kritis, sistematis dan metodologis tentang ajaran moral atau pandangan moral kehidupan manusia. Nilai etika merupakan dasar perbuatan atau keputusan yang benar serta prinsip-prinsip yang menentukan klaim, bahwa perbuatan dan keputusan berbuat sesuatu itu dilarang atau diperintahkan.

Dalam perspektif kehidupan beragama, tentulah jawaban-jawaban rasional semata mengenai persoalan etika yang terlepas dari nilai-nilai agama tentu tidak diinginkan, karena keadaan seperti ini tidak lebih buruk dari jawaban keputusan etika yang semata-mata hanya merujuk kepada norma yang tidak diiringi dengan penjelasan rasional seperti dikemukakan di atas.

Dari sisi inilah letak strategis pentingnya gagasan tentang etika beragama menurut Fazlur Rahman untuk kehidupan masa sekarang dengan maraknya rasionalitas modern yang telah melahirkan ketimpangan-ketimpangan dalam berbagai aspek kehidupan umat manusia.

(33)

Islam hadir dengan membawa misi utama untuk menyempurnakan kemuliaan nilai-nilai akhlak manusia, baik dalam tataran teoritik maupun praktek. Untuk mencapai misi tersebut maka Allah swt. telah menurunkan kitab Alquran sebagai pedoman hidup bagi manusia, melalui rasul-Nya, Nabi Muhammad saw. sebagai pembawa risalah, sekaligus juga sebagai ‘uswatun hasanah’ bagi kehidupan.

Istilah etika beragama secara ekspilisit tidak ditemukan dalam gagasan-gagasan Fazlur Rahman. Akan tetapi bila ditelaah lebih jauh, akan tampak jelas sekali bahwa esensi ajaran Islam yang bersumber dari Alquran itu merupakan prinsip-prinsip yang harus dipedomani oleh umat Islam, baik secara personal maupun komunal dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan demikian, istilah etika beragama tersebut tepat digunakan untuk gagasan Fazlur Rahman tersebut.

Dalam hal ini, Fazlur Rahman mengemukakan bahwa etika Islam bukan hanya sebagai esensi dalam ajaran Alquran (the basic elan of the Qoran), tetapi juga merupakan aspek universal yang ada dalam setiap diri manusia. Ia merupakan perintah Tuhan kepada manusia untuk tunduk dalam membuat hukum moral. Ketundukan kepada moral itulah “Islam”, dan perwujudannya disebut dengan “ibadah”.

(34)

Dengan demikian, istilah etika beragama dalam konstruksi pemikiran Fazlur Rahman dapat ditelusuri dari paparnnya tentang konsep-konsep etika Alquran. Konsep-konsep tersebut membentuk pondasi etika beragama sebagai hakikat dari Islam secara menyeluruh dalam berbagai aspek ajarannya.

DAFTAR PUSTAKA

Abul A'la al-Maududi. To Understanding Islam. Jeddah: Outseeking Mercy of Allah, tt.

__________,The Islamic Law and Constitutions. Lahore: Islainic Publications Ltd., 1975.

__________,Moralitas Islam. Terj. Abdur-Rahman Zainudin. Jakarta: Publicita, 1971.

Al-Faruqi, Ismail Raji. Tauhid. Terj. Rahmani Astuti. Bandung: Penerbit Pustaka, 1988.

__________, Christian Ethics: A Historical and Systematic Analysist of Its Dominant Ideas. Kuala Lumpur: A.S. Noordeen, 1999.

Abu A'la. Dari Neo-Modernisme ke Islam Liberal: Jejak Fazlur Rahman dalam Wacana Islam di Indonesia. Jakarta: Paramadina, 2003.

Amal, Taufik Adnan, (Peny.), Metode dan Alternatif Neo-Modernisme Islam Fazlur Rahman. Bandung: Penerbit Mizan, 1987.

__________, Islam dan Tantangan Modernitas: Studi atas Pemikiran Hukum Fazlur Rahman. Bandung: Mizan, 1996.

(35)

Amin al-Kurdi, Syeikh Muhammad. Tanwir al-Qulub. Singapore: al-Haramain, tt. Anas, Malik Ibn, Al-Mawaththa’, Kitab Husn Khuluq, Bab Ma ja a fi Husn

al-Khuluq, Istambul, 1992.

Ali Fauzi, Ihsan. Fazlur Rahman, Sang Sarjana Sang Pemikir. Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat, 1998.

__________, "Studi-Studi Keislaman Fazlur Rahman," dalam majalah Hikmah,

No.2, November-Desember 1988.

Al-Baby al-Halabi, Muhammad. Al-Fikr al-Islamy fi Tathawwurihi. Terj. Al-Yana' Abubakar, Alam Pikiran Islam dan Perkembangannya. Jakarta: Bulan Bintang, 1980.

Al-Ghazali, Imam Abu Hamid. lhya'Ulum ad-Din. Mesir: al-Bab al-Halabi as-Syirkah, tt.

Asy-Syahrastani. Kitab al-Milal wa an-Nihal. (Ed.), Muhammad ibn Fath Allah al-Badran. Kairo: Mustafa Bab al-Halabi, Jilid I, 1967.

Ash-Shiddieqy, M. Hasby. Sejarah dan Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam. Jakarta: Bulan Bintang, 1973.

Ahmad Syafi’i, Ma'arif. Peta Bumi Intelektual Islam. Bandung: Mizan, 1994.

Arberry, A.J. Muslim Saints and Mystics, Ephisodes of the Tazkirat al-Awliya.

London: Routledge & Kegan Paul, 1979.

Attas, Fariduddin, Warisan Para Aulia, terj. Anas Mahyuddin. Bandung: Pustaka, 2000.

Baljon, J. M. S. Religion and Thought of Syah Wali Allah Dahlawi. Leiden: E.J. Brill, 1986.

Bakker, Anton, dart Charria Zubair, Ahmad. Metodologi Penelitian Filsafat.

Yogjakarta: Kaniaius, 1990.

Bagus, Lorens. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996.

Baqirshahi, A. N., “Dasar-Dasar Nilai Moral: Studi Komparatif atas Pandangan Allamah Thabathaba’i dan Ayatullah Muthahhari” dalam Jurnal Al-Huda, Volume I Nomor 2, 2002.

(36)

Berry, Donal L. "Fazlur Rahman (1919-1988): A Life in Review," dalam Earle H. Waugh & Federick M. Denny, (eds.), The Shaping of an American Islamic Discourse: A Memorial to Fazlur Rahman. Georgia: Sholars Press, 1998.

Bertens, K. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994.

__________,Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisus, 1975.

Bleicher, Josef. Contemporary Hermeunetics: Hermeunetics as Method, Philosophy and Critique. London: Routledge & Kegan Paul, 1980.

Buchari, Mahmud. Alquran al-Karim, Mushaf Khusus Mengenang 1000 Hari Wafatnya Hj. Hartinah Soeharto. Jakarta: Kharisma, 1999.

Charles Issawi, An Arab Philosophy of History, Penj. Mukti Ali. Filsafat Islam tentang Sejarah. Jakarta: Tintamas, 1976.

Daud, Wan Mohd. Noor Wan. “Fazlur Rahman: Kesan Seorang Murid dan Teman”,

'Ulumul Qur'an. Vol. II, No. 8, 1991.

Djatnika, Rachmat, Sistem Ethika Islami (Akhlak Mulia), Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996.

Djohan Effendi. Pengantar ke Pemikiran lqbal. Bandung: Mizan, 1985.

Esposito, Jhon L. Identitas Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1986.

__________, (eds.). The Oxford Encyiclopedia of The Modern Islamic World III.

New York: Oxford University Press, 1995.

Fakhry, Madjid. Ethical Theories in Islam. Leiden: E.J. Brill, 1991. Edisi Indonesia, Etika dalam Islam. Terj. Zakiyuddin Baydhawy, Yogjakarta: Pustaka Pelajar, 1996.

__________,A History of Islamic Philosophy. New York: Columbia University Press, 2nd, 1983.

Faisal Ismail. Pijar-Pijar Islam: Pergumulan Antara Kultur dan Struktur. Jakarta: Puslitbang Depag R.I., 2002.

Fazlur Rahman. "The Quranic Concept of God, the Universe and Man", dalam

Islamic Studies, Vol. VI, No. 1, 1967.

(37)

__________,Islam. Chicago: The University of Chicago Press, 1979. Edisi Indonesia, Islam, Penerjemah; Senoaji Saleh, Jakarta: Bumi Aksara, 1992.

__________,Major Themes of the Quran. Chicago: Bibliothica Islamica, 1980. Terj. Anas Mahyuddin, Tema Pokok al-Qur'an. Jakarta: Pustaka, 1996.

__________,Membuka Pintu Ijtihad. Edisi Indonesia, Terj. Anas Mahyudin. Bandung: Penerbit Pustaka, 1984.

__________,Islam and Modern: Transformation of an Intellectual Tradition.

Chicago & London: The University of Chicago Press, 1984.

__________, Hukum dan Etika Dalam Islam, Terj. Ahsin Mohammad, Bandung: Pustaka, 1995.

__________,Prophecy in Islam: Philosophy and Orthodoxy. Chicago: The University of Chicago Press, 1958. Kontroversi Kenabian dalam Islam: Antara Filsafat dan Ortodoksi. Terj. Ahsin Mohammad. Bandung: Mizan, 2003.

__________,"Revival and Reform in Islam" dalam. P.M. Holt et.al (eds), The Cambridge Hiatory of Islam Vol. 2, London: Cambridge University Press, 1970. Ibrahim Moosa (ed.) Gelombang Perubahan dalam Islam: Studi Fundamen-talisme Islam. Jakarta: Rajawali Press, 2000.

__________,"Islam: Challengers and Oportunities", dalam Alford T. Welch, and P. Chahia, (ed.). Islam: Past Influence and Present Challenge. Edinburg: Edinburg University Press, 1979.

__________,An Autobiographical Note," dalam Journal of Islami Research,

Volume 4, 1990.

__________,"Some Islamic Isues in the Ayub Khan Era", dalam Donald P. Little (eds.). Essays on Islamic Civilization. Leiden: E.J. Brill, 1976.

__________,"Implementation of the Islamic Concept of State in the Pakistan Milinue," dalam Islamic Studies, Vol. VI, No. 2, 1967.

__________,The Philosophy of Mulla Shadra. Albany, New York: State University of New York Press, 1976.

(38)

Gazalba, Sidi. Asas Ajaran Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1972.

Halim, Andreas. Kamus Lengkap Praktis. Surabaya: Fajar Mulya, 2000.

Hanifah, Imam Abu. al-Fiqhu al-Akbar. Kairo: al-Ma'arif al-Utsmaniyah, 1979.

Hans Kung. Global Responsibility in Search of a New World Ethics. New York: Crosswad & Co Press, 1991.

Harahap, Syahrin. Metodologi Studi dan Penelitian Ilmu-Ilmu Ushuluddin.

Jakarta: Rajawali Press, 2000.

__________,Studi Tokoh dalam Bidang Pemikiran Islam. Medan; IAIN Press, 2001.

----, Metodologi Studi Tokoh Pemikiran Islam, Jakarta: Prenada, 2011.

Hidayat, Komaruddin. Memahami Bahasa Agama: Sebuah Kajian Hermeunetik.

Jakarta: Paramadina, 1996.

Izutstu, Toshihiko. Ethico Religious Concert in the Quran. McGill: McGill University Press, 1966. Etika Beragama dalam Qur'an. Terj. Mansuruddin Djoely. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1995.

__________,The Structure of the Ethical Term in the Koran, Tokyo: Keio Institute, 1959.

Madjid, Nurcholish. “Fazlur Rahman dan Rekonstruksi Etika Al-Quran”, dalam

Islamica, No.2, Oktober-Desember, 1993.

__________,Islam Doktrin dan Peradaban: Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusiaan dan Kemodrenan. Jakarta: Paramadina, 1992.

M. Denny, Federick. "The Legacy of Fazlur Rahman," dalam. Yvonne Yazbeck, Haddad (eds.). The Muslim of America. New York: Oxford University Press, 1993.

__________,and Early H. Waugh (eds.). The Shaping of an American Islamic Discourse: A Memorial to Fazlur Rahman. Georgia: Sholars Press, 1988.

Mitchel, Basil. Morality: Religious and Secular. Oxford: Clarendon Press, 1980.

Muslim. Sahih Muslim bi Syarhu al-Nawawi. Kairo: Matba'ah al-Misriyah, t.t.

(39)

Nadwi, Syed Ali Hasan. Western Civilization: Islam and Muslim. India: Academy of Islam Research and Publications, 1978.

Nasution, Harun. Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jilid I. Jakarta: UI Press, 1985.

__________,Pembaharuan dalam Islam: Sejarah Pemikiran dan Gerakan.

Jakarta: Bulan Bintang, 1992.

__________,Filsafat dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1992.

__________,Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1992.

Nolan, Harold H. Titus, Marilyn S. Smith, dan Richard T., Persoalan-Persoalan Filsafat, Penj. M. Rasjidi, Jakarta: Bulan Bintang, 1984.

Poerwantana. dkk. Seluk Beluk Filsafat Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya, 1991.

Pole, Ross. Morality and Modernity. London: Routledge & Kegan Paul, 1991.

Rosda Karya, Tim Penulis, Kamus Filsafat, Bandung: Rosda Karya, 1995.

Smith, Wilfred C. Modern Islam in India: A Social Analysis. New Delhi: USA Publication, 1979.

Smith, Jane. An Historical and Semantic Study of the Ten Islam as Seen in Sequences of Quran Commentaries. Miasoula, Montana: Scholars Press, 1975.

Suracmad, Winarno. Pengantar Penelitian Ilmiah. Bandung: Tarsito, 1990.

Suseno, Franz Magnis. Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral.

Yogjakarta: Kanisius, 1993.

__________,Etika Politik. Jakarta Gramedia Pustaka Utama, 1994.

__________,18 Tokoh Etika. Yogjakarta: Penerbit Kanisius, 1997.

Son, Tamara. "Fazlur Rahman's Islamic Methodolgy," dalam Muslim World, Vol. 81, No. 3-4,1991.

Taylor, Paul W. (ed.). Problem of Moral Philosophy an Introduction to Ethics.

California: Dickenson Publishing Company Inc., 1967.

(40)

Referensi

Dokumen terkait

Setiap bab tersebut terdiri atas subbab-subbab, yaitu (1) bab I akan menguraikan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelit ian, manfaat

Setiap bab tersebut terdiri atas subbab-subbab, yaitu (1) bab I akan menguraikan mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, tujuan penelit ian, manfaat

Bab 4 berisikan tentang pembahasan-pembahasan yang dibuat berdasarkan atas latar belakang, tujuan, dan pokok permasalahan yaitu mengenai perancangan, fabrikasi dan

Bab ini berisikan tentang latar belakang masalah yang menjelaskan tentang aktifitas perusahaan dan pekerja manual material handling yang mengangkut beban secara berlebih jika

Bab ini merupakan dasar penulisan penelitian, yang menguraikan tentang latar belakang masalah penelitian mengenai pengaruh total quality management dan kinerja

Bab pendahuluan terdiri dari latar belakang yang menjelaskan perpustakaan dan gallery universitas fakultas desain, rumusan masalah dalam merancang interior

Agar mendapat arah dan gambaran yang jelas mengenai hal yang tertulis, berikut ini sistematika pembahasan secara lengkap: BAB 1 PENDAHULUAN Bab pendahuluan berisikan latar belakang

Dalam skripsi ini tersusun beberapa bab yang menjelaskan mengenai penelitian ini, yaitu: - BAB I PENDAHULUAN, menguraikan bagaimana latar belakang masalah mengenai penelitian ini,