Laporan Ilmu Pangan Dasar
Dosen:
Zulfiana Dewi, SKM., MP
Hj. Sari Novita, Sp., MP
Rahmani,STP,MP
Disusun Oleh: Kelompok 6
Aulia Puteri Sarinande
Fahrurrahman
M.Caeshar wahyu efendi
POLITEKNIK KESEHATAN BANJARMASIN
Jurusan D 3 Gizi
Praktikum 5
Judul Penelitian : Pengamatan mutu daging dan karkas unggas
Hari / tanggal : Selasa, 22 Oktober 2013
Tempat : Laboratorium ITP/Ilmu Pangan Dasar dan Lanjut
Dosen : Zulfiana Dewi, SKM., MP Hj. Sari Novita, SP., MP
Rahmani, STP,MP
DAFTAR ISI
Kata pengantar...
Daftar isi...
BAB I PENDAHULUAN
1. 1.
Latar Belakang 1. 2. Tujuan Praktikum
1. 2. 1 Tujuan Umum 1. 2. 2 Tujuan Khusus
BAB II METODE PRAKTIKUM
2. 1. Alat 2. 2. Bahan 2. 3. Cara kerja
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN
3. 1. Data hasil pengamatan
3. 2. Pembahasan 3.2.1 Warna 3.2.2 Keempukan 3.2.3 Juiciness
3.2.4 Lemak
BAB IV KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang
Maha Esa, atas berkat rahmat dan karunianya kami dapat
menyelesaikan laporan ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Zulfiana Dewi, SKM, M.P sebagai Dosen Pembimbing Ilmu
Pangan Dasar,
2. Hj. Sari Novita,SP., M.P sebagai Dosen Pembimbing Ilmu
Pangan Dasar,
3. Rahmani,STP,MP sebagai Dosen Pembimbing Ilmu Pangan
Dasar, dan
4. Rekan-rekan kami yang membantu
Mohon maaf apabila mempunyai kekurangan dalam laporan ini ,
kami meminta saran dan kritik pembaca agar laporan lebih bermanfaat
lagi untuk pembaca.Terimakasih
Banjarbaru, Oktober 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daging merupakan salah satu jenis hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai bahan pangan, daging merupakan sumber protein hewani dengan kandungan gizi yang cukup lengkap. Sama halnya dengan bahan pangan hewani lainnya seperti, susu, telur dan lain-lain, daging bersifat mudah rusak akibat proses mikrobiologis, kimia dan fisik bila tidak ditangani dengan baik. Dengan demikian dalam proses pemotongan sampai pengolahan perlu diperhatikan supaya menghasilkan daging yang berkualitas.
1.2 Tujuan Praktikum 1.2.1. Tujuan Umum
Mengamati struktur daging, lemak yang ada pada daging dan daya serap air
1. 2.2. Tujuan Khusus
BAB II
METODE PRAKTIKUM
2.1 Alat 1. Pisau 2. Timbangan 3. Talenan 4. Panci
5. Tempat daging
2.2 Bahan:
1. Daging sapi
2.3 Cara kerja
Prosedur kerja praktikum Pengamatan daging ini adalah: 1. Warna
Catat warna daging dari masing-masing jenis daging dan nyatakan secara relatife dengan member tanda positif (+) untuk merah dan tanda negatif (-) untuk warna daging keunguan/kebiruan. Pengamatan dilakukan juga terhadap daging yang sudah direbus selama 15 menit.
2. Lemak
Catat jumlah lemek dari masing-masing jenis daging, nyatakan dalam persen (%)
3. Keempukan
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3. 1 Data hasil pengamatan
a) Warna
Sebelum dimasak : (+) Merah
Setelah dimasak : Coklat ke abu-abuan
Sebelum dimasak Sesudah dimasak
b) Lemak (%)
Lemak : 38 gram
c) Keempukan
Sebelum : (+)
3.2Pembahasan
Daging merupakan salah satu jenis hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Sebagai bahan pangan, daging merupakan sumber protein hewani dengan kandungan gizi yang cukup lengkap.
3.2.1 Warna
Merupakan sifat kualitas yang penting tidak hanya bagi industri daging tetapi juga bagi konsumen rumah tangga. Bagi industri daging bahwa penampilan fisik daging yang diterima oleh konsumen pada tingkat eceran memberikan tingkat penerimaan yang tinggi (Cross, dkk., 1986). Bagi konsumen persepsi paling awal pada saat akan membeli daging dan menjadi pertimbangan utama adalah warna. Cross, dkk (1986) menyatakan bahwa ketika mempertimbangkan gambaran penyimpangan dari warna ini menjadikan daging tersebut tidak diterima (Urbain, 1952).
Pigmen prinsipal pada jaringan otot yang berhubungan dengan warna adalah pigmen darah hemoglobin, terutama dalam aliran darah, dan mioglobin yang terdapat dalam sel. Sekitar 20 -30% dari total pigmen yang ada dalam ternak hidup adalah hemoglobin (Fox, 1966). Fungsi biologis dari hemoglobin adalah mengangkut oksigen dari paru-paru ke sel-sel otot melalui sistem peredaran darah, sedang fungsi mioglobin adalah mengikat oksigen pada dinding sel untuk digunakan pada metabolisme pemecahan secara berurutan dari beberapa metabolit, seperti yang ada pada siklus asam trikarboksilat.
Persepsi terhadap warna daging, mentah atau telah dimasak, mempengaruhi keputusan konsumen dalam memilih daging dan produk olahannya. Daging dengan warna menyimpang dianggap sebagai daging berkualitas rendah.
mempengaruhi intensitas warna merah daging. Perbedaan kadar miglobin menyebabkan perbedaan intensitas warna daging. Faktor-faktor yang mempengaruhi kadar mioglobin adalah spesies, jenis kelamin, umur dan aktifitas fisik hewan. Hal ini menjelaskan kenapa daging sapi lebih merah dari daging babi dan daging babi lebih merah dari daging ayam; atau mengapa daging hewan jantan, hewan tua dan/atau daging paha lebih merah dari hewan betina, hewan muda dan/atau daging dada.
Warna daging juga dipengaruhi oleh kondisi penanganan dan penyimpanan. Jenis kemasan, serta suhu dan lama waktu penyimpanan bisa mempengaruhi warna daging. Hal ini disebabkan oleh terjadinya perubahan kondisi oksidasi mioglobin yang menyebabkan perubahan warna daging.
Ketika daging segar dipotong, maka warna awal yang terlihat adalah warna merah keunguan dari mioglobin. Setelah beberapa saat terpapar dengan oksigen diudara, maka permukaan daging segar tersebut akan berubah warna menjadi merah terang karena terjadinya oksigenasi mioglobin menjadi oksimioglobin. Permukaan daging yang mengalami kontak dengan udara untuk waktu lama, akan berwarna coklat, karena oksimioglobin teroksidasi menjadi metmioglobin. Walaupun perubahan warna ini normal sepanjang bau daging masih khas daging segar, tetapi mengindikasikan bahwa daging sudah agak lama terekspos dengan udara sehingga sebaiknya segera dibekukan jika tidak langsung dimasak. Jika daging berwarna coklat dan baunya tidak lagi khas daging segar, maka kondisi ini menunjukkan bahwa daging tersebut sudah disimpan di refrigerasi untuk waktu yang lama. Penyimpangan bau merupakan tanda bahwa daging sudah mulai rusak (busuk) dan hendaknya tidak dikonsumsi.
segar.
Daging sapi yang digiling dan dikemas dalam wadah yang ditutup dengan film yang permeabilitas oksigennya baik, umumnya berwarna merah terang. Daging giling yang berada dibagian dalam berwarna merah-keunguan. Jika daging dibagian dalam ini dikontakkan dengan udara, maka warnanya akan berubah menjadi merah terang.
Pemasakan daging pada suhu diatas 80oC menyebabkan pigmen terdenaturasi dan warna daging berubah menjadi coklat keabuan yang merupakan warna khas daging segar yang dimasak. Pada pengolahan daging menggunakan garam nitrit (proses kuring), misalnya pada sosis dan kornet, reaksi nitrit dengan mioglobin menghasilkan nitrosomioglobin yang ketika dipanaskan (dimasak) pada suhu di atas 65oC akan menghasilkan warna merah muda yang stabil.
Warna gelap pada daging berhubungan dengan daya ikat air (water holding capacity) yang lebih tinggi dari normal. Dengan tingginya daya ikat air tersebut, menyebabkan keadaan serabut otot menjadi lebih besar dan lebih banyak cahaya yang diserap dari yang dipantulkan oleh permukaan daging, hal ini yang menyebabkan daging terlihat lebih gelap .
3.2.2 Keempukan (Tenderness)
Keempukan daging sangat mempengaruhi persepsi konsumen dalam menilai mutu daging. Kesan empuk melibatkan tiga aspek berikut: kemudahan penetrasi gigi ke dalam daging, kemudahan pengunyahan daging menjadi potongan-potongan yang lebih kecil dan jumlah residu (sisa) yang tertinggal setelah pengunyahan.
Spesies, umur dan jenis kelamin hewan akan menentukan tekstur dagingnya. Daging dengan tekstur yang halus lebih mudah empuk dibandingkan dengan yang teksturnya kasar. Inilah sebabnya mengapa daging sapi butuh waktu lebih lama untuk mengempukannya dibandingkan daging babi, domba atau ayam. Peningkatan ukuran serabut otot dengan meningkatnya umur menyebabkan tekstur daging dari hewan yang lebih tua akan menjadi lebih kasar dan keempukan akan menurun. Dari jenis kelamin secara umum diketahui bahwa daging hewan jantan memiliki tekstur yang lebih kasar dari daging hewan betina. Daging (otot) yang banyak bergerak, misalnya daging dibagian betis, akan memiliki tekstur lebih kasar dan menjadi kurang empuk jika dibandingkan dengan daging (otot) yang terletak pada bagian yang jarang digerakkan, misalnya daging dari bagian punggung. Peningkatan jumlah jaringan ikat didalam daging akan menurunkan keempukan daging sementara keberadaan lemak marbling akan meningkatkan keempukannya.
Proses pelayuan (aging) adalah salah satu cara yang umum dilakukan untuk mengempukan daging. Pelayuan dilakukan dengan menyimpan daging didalam refrigerator yang suhunya terkendali, selama 2 – 4 minggu, yang memberi kesempatan pada enzim yang ada didalam daging untuk memutus protein daging (miofibril) dan jaringan ikat sehingga daging menjadi lebih empuk. Di jasa boga, proses pengempukan daging ini dapat dilakukan dengan menambahkan enzim protease kedalam daging.
tekstur daging kemungkinan besar merupakan penentu yang paling penting pada kualitas daging
Komponen daging yang mempengaruhi keempukan daging adalah jaringan ikat, serabut otot, lemak (lemak intramuskular = marbling). Faktor lain yang mempengaruhi keempukan daging adalah umur ternak, jumlah jaringan ikat, cara penanganan daging sebelum dan setelah penyembelihan, serta cara pemasakan daging. Keempukan daging banyak ditentukan setidak-tidaknya oleh tiga komponen daging, yaitu struktur miofibrilar dan status kontraksinya. kandungan jaringan ikat dan tingkat ikatan silangnya dan daya ikat air oleh protein daging serta jus daging.
Pemasakan dapat meningkatkan atau menurunkan keempukan daging, tergantung pada suhu dan waktu pemasakan. Suhu pemasakan akan mempengaruhi kealotan protein miofibrilar sementara lama waktu pemasakan akan mempengaruhi proses pelunakan kolagen (protein didalam jaringan ikat).
Selama pemasakan, denaturasi dan pengkerutan protein miofibrilar yang terjadi pada suhu 40 – 45oC dan terus meningkat pada suhu 60oC menyebabkan kekerasan daging meningkat. Sebaliknya, protein kolagen yang ada didalam jaringan ikat akan mengalami pemecahan menjadi gelatin dan meningkatkan keempukan daging pada pemasakan diatas suhu 65oC. Oleh karena itu, untuk memperoleh daging yang empuk, perhatikan karakteristik daging yang akan dimasak. Pemasakan daging sebaiknya dilakukan pada suhu internal yang tidak terlalu tinggi, dengan waktu singkat jika daging hanya mengandung sedikit jaringan ikat dan waktu yang lebih lama jika jaringan ikat lebih tinggi.
Juiciness atau kesan juicy produk daging dipengaruhi oleh jumlah air yang dapat dipertahankan untuk tetap berada di dalam daging setelah dimasak; dan produksi saliva (air ludah) pada saat pengunyahan. Daya ikat air (WHC) daging akan mempengaruhi seberapa besar air yang dapat dipertahankan didalam produk sementara kadar lemak marbling akan membantu merangsang pembentukan saliva.
WHC adalah kemampuan daging untuk mempertahankan kandungan air (bebas)nya pada saat mendapat tekanan dari luar, seperti proses pemanasan, penggilingan atau pengepressan. Daging dengan karakteristik WHC yang baik biasanya akan menghasilkan produk dengan karakter juiciness yang baik. Denaturasi protein daging karena penurunan pH daging beberapa waktu setelah penyembelihan, akan menyebabkan turunnya WHC daging. Akibatnya, daging tidak mampu mempertahankan air daging selama proses pemasakan dan produk yang dihasilkan akan terasa kering (airnya hilang selama pengolahan) dan hambar (komponen flavor larut air terbuang bersama air yang keluar). Proses pelayuan (aging) daging dapat meningkatkan WHC daging sehingga juicinessnya dapat ditingkatkan.
WHC dapat berubah karena pemasakan dan menyebabkan pengaruh pada juiciness produk. Peningkatan suhu pemasakan akan meningkatkan denaturasi protein sehingga WHC menurun dan karakter juicy produk juga berkurang. Marbling adalah istilah populer untuk lemak intramuskuler. Secara visual, marbling terlihat sebagai butiran lemak putih yang tersebar diantara daging. Pada Gambar 1 dapat dilihat kondisi marbling daging sapi. Juiciness meningkat ketika kadar marbling meningkat. Marbling yang meleleh pada saat pemasakan dan pelepasannya selama pengunyahan bersama-sama dengan sebagian air bebas daging akan meningkatkan sensasi jus daging. Secara tidak langsung, lemak juga berpengaruh pada juiciness dengan menghambat penguapan air daging selama pemasakan.
memberikan persepsi negatif terkait dengan peningkatan konsumsi lemak dan hubungannya dengan penyakit jantung koroner, kegemukan dan kanker.
3.2.4 Lemak
Seperti makanan lain dari hewan, daging sapi mengandung kolesterol dan lemak
jenuh yang meningkatkan jumlah kolesterol yang beredar dalam darah, meningkatkan risiko penyakit jantung. Untuk mengurangi risiko penyakit jantung, Pedoman USDA / Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Diet untuk Amerika merekomendasikan membatasi jumlah kolesterol dalam diet Anda tidak lebih dari 300 mg sehari. Pedoman ini juga menyarankan untuk membatasi jumlah lemak yang Anda konsumsi tidak lebih dari 30 persen dari total kalori, sambil memegang konsumsi lemak jenuh lebih dari dari 10 persen dari total kalori (kalori dari lemak jenuh dihitung sebagai bagian dari total kalori dari Makan).
Peningkatan risiko beberapa jenis kanker. Sebuah diet tinggi lemak daging sapi telah dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker usus besar dan rektum. Penyakit karena makanan. Daging dimasak tidak benar terkontaminasi dengan E. coli O157: H7 telah dikaitkan dengan sejumlah korban jiwa di beberapa bagian Amerika Serikat. Selain itu, daging yang terkontaminasi dengan bakteri lain, virus, atau parasit menimbulkan masalah khusus bagi orang dengan sistem kekebalan yang lemah: sangat muda, sangat tua kemoterapi kanker pasien, dan orang dengan HIV. Memasak daging untuk suhu internal 140 ° F harus menghancurkan Salmonella dan Campylobacter jejuni; 165 ° F, organisme E. coli, dan 212 ° F, Listeria monocytogenez
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
http://ilmupangan.blogspot.com/2011/04/karakteristik-mutu-daging.html
http://cinnatalemien-eabustam.blogspot.com/2009/03/kualitas-daging.html
http://cinnatalemien-eabustam.blogspot.com/2009/03/kualitas-daging.html