• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Inflasi Dari Sektor Riil Dan Sektor Moneter (Studi Kasus Di Indonesia Jangka Panjang Periode 2009 – 2011)

Yayang Sarasnailyn

Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tangerang Selatan

Email : yayangsarasnailyn@yahoo.com

Dosen Pembimbing

Tony S. Chendrawan,ST., SE., M.Si

ABSTRACT

Inflation is one of the economic phenomena always attracted discussed mainly concerned with broad impact on the world economy. The inflation rate can be affected by many factors, not least the real sector and monetary sector. This study aimed to analyze the influence of the

real sector (production of coffee) and the monetary sector (BI rate) on Inflation in Indonesia period 2009 to 2011 in both the long term and short term. The method used in this study is an

Error Correction Model (ECM). The estimation results indicate that in the long term shows that the variable interest rates significantly influence the rate of inflation. While coffee

production variables no significant effect on inflation.

keywords : inflation, real sector, monetary sector, Error Correction Model

PENDAHULUAN

Inflasi merupakan salah satu fenomena ekonomi yang selalu menarik dibahas terutama berkaitan dengan dampaknya yang luas terhadap perekonomian dunia. Guncangan dalam negeri akan menimbulkan fluktuasi harga di pasar domestik dan berakhir dengan laju inflasi yang tinggi. Menurut data Asian Development Bank tahun 2010, kondisi perekonomian Asia Tenggara tahun 2008 hingga 2010 tidak stabil. Ini dikarenakan perekonomian global yang sedang mengalami krisis. Tekanan inflasi dunia yang tinggi seiring dengan harga komoditas yang masih tinggi direspons secara bervariasi oleh bank sentral di beberapa negara. Berbagai kebijakan dan instrumen moneter digunakan untuk menekan inflasi, sebab bila tidak segera diatasi hal ini akan berpengaruh juga pada pertumbuhan ekonomi.

Inflasi cenderung terjadi pada negara - negara berkembang, tidak terkecuali Indonesia. Kondisi di mana pertumbuhan ekonomi pascakrisis lebih rendah dan rata - rata inflasi yang sedikit lebih tinggi menunjukkan penawaran agregat yang mengindikasikan adanya permasalahan di sisi penawaran (supply side constraints), sehingga menyebabkan perekonomian Indonesia lebih sensitif terhadap tekanan harga (Outlook Ekonomi Indonesia, 2008 : 2).

(2)

dikatakan sebagai jenis inflasi tekanan permintaan (demand pull inflation).

Kemudian terdapat jenis inflasi yang disebabkan oleh biaya produksi yang disebut inflasi dorongan biaya (cost push inflation). Dari sisi penawaran agregat ini, apabila terjadi kenaikan biaya produksi, maka menyebabkan berkurangnya penawaran agregat. Naiknya biaya produksi disebabkan oleh naiknya harga, sehingga mengurangi penawaran agregat. Jika penawaran agregat berkurang, maka inflasi akan disertai kontraksi ekonomi, sehingga jumlah output menjadi lebih kecil. (Prathama Rahardja & Manurung, 2008 : 365). Maka dari itu, dapat dikatan bahwa sektor riil dan sektor moneter memiliki pengaruh terhadap tingkat inflasi. Selain terdapat hubungan antara inflasi dengan sektor riil sebagaimana yang telah diilustrasikan sebelumnya, sudah sewajarnya inflasi juga dipengaruhi oleh sektor moneter. Maka dari itu, instrumen suku bunga dijadikan sebagai instrumen oleh Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi di Indonesia. Usaha untuk menekan inflasi dapat dilakukan dengan menekan kenaikan jumlah uang beredar seperti dengan dengan menaikkan suku bunga pinjaman (tight money policy). Dengan fluktuasi tingkat suku bunga yang terjadi akan mempunyai implikasi terhadap sektor riil maupun sektor moneter dalam perekonomian. Tingkat bunga yang tinggi akan menjadi masalah yang menyulitkan bagi investasi di sektor riil. Tapi tingkat bunga yang tinggi akan merangsang menabungan di masyarakat. Untuk itulah tingkat fluktuasi bunga harus senantiasa terkontrol agar tetap mendorong kegiatan investasi dan produksi serta tidak mengurangi hasrat masyarakat untuk menabung dan tidak mengakibatkan pelarian modal ke luar negeri.

Tabel 1.1

Produksi Kopi, Tingkat Suku Bunga dan Tingkat Inflasi 2009 - 2011

Data Indonesia menunjukkan bahwa inflasi berjalan fluktuatif, dimana dari tahun 2009 dan 2011 inflasi mengalami peningkatan dari 2,78 menjadi 6,96. Sedangkan untuk tahun berikutnya yaitu tahun 2011 mengalami deflasi yang cukup besar menjadi 3,79. Hal ini berbanding lurus dengan tingkat produktivitas kopi, dimana pada tahun 2009 dan 2010 mengalami peningkatan menjadi 29,01 walapun BI rate sendiri mengalami stagnasi pada nilai 6,50. Dan pada tahun berikutnya yaitu 2011 keduanya mengalami penurunan dimana produksi kopi menjadi 22,22 dan BI rate menjadi 6,00.

TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Teoritis

1. Inflasi

Inflasi adalah kenaikan harga secara menyeluruh dan terus – menerus. Sedangkan deflasi terjadi ketika harga turun secara keseluruhana. (Case & Fair, 2007: 57). Teori inflasi konfensional mengatakan bahwa jenis inflasi terbagi menjadi dua, yaitu inflasi akibat tekanan permintaan dan inflasi akibat dorongan biaya. Inflasi tekanan permintaan dalah inflasi yang terjadi karena dominannya tekanan permintaan agregat. Tekanan permintaan menyebabkan output perekonomian bertambah, tetapi disertai inflasi, dilihat dari makin tingginya harga secara umum. Sedangkan inflasi akibat dorongan biaya terjadi karena kenaikan

No Variabel Tahun

2009 2010 2011 1 Produksi

Kopi ( ton) 28,67 29,01 22,22

2 BI Rate (%) 6,50 6,50 6,00

(3)

biaya produksi. Biasanya menyebabkan penawaran agregat berkurang. Naiknya biaya produksi disebabkan naiknya harga input pokok.

Untuk mendapatkan gambaran Inflasi yang paling mewakili keadaan sebenarnya, di pergunakan indeks harga implisit (GDP Deflator), perhitungannya sebagai berikut : rate of inflation = tingkat harga t – tingkat

harga t-1 x 100%

tingkat harga t-1

Selain itu, inflasi juga diklasifikasi berdasarkan tingkat keparahannya. Yaitu terdiri dari Inflasi ringan ( dibawah 10% pertahun ), Inflasi sedang ( antara 10% – 30% ), Inflasi berat ( antara 30% - 100% ) dan hiper Inflasi ( diatas 100% pertahun ).

2. Sektor Riil

Sektor riil khususnya pertanian memegang peranan penting pada tahapan pertama pertumbuhan ekonomi Rostow (masyarakat taradisional). Kondisi masyarakat indonesia yang masih bergantung pada sektor pertanian, membuat hasil pertanian masih menjadi komoditas dan kunsumsi utama. Ini menyebabkan perubahan kuantitas akan mudah mempengaruhi harga atas komoditas tersebut. Saat produksi meningkat, maka harga akan turun dan saat produksi menurun, lonjakan harga tidak dapat dihindari. Ini juga akan berdampak pada menurunnya daya beli masyarakat. Bila daya beli masyarakat menurun, maka konsumsi akan ikut menurun sehingga pendapatan nasional ikut menurun.

3. Sektor Moneter

Tingkat suku bunga adalah harga atas penggunaan uang yang biasanya dinyatakan dalam persen (%) untuk jangka waktu tertentu. Dapat pula didefinisikan

sebagai harga dari penggunaan dana investasi (loanable funds). Tingkat suku bunga merupakan salah satu indikator dalam menentukan apakah seseorang akan melakukan invesatasi atau menabung (Boediono, 1994 :76)

Terdapat berbagai teori mengenai suku bunga, yaitu sebagai berikut. Pertama,teori Klasik yang mengatakan bahwa tingkat suku bunga merupakan teori permintaan penawaran terhadap tabungan. Teori ini membahas tingkat suku bunga sebagai faktor pengimbang antara demand dan supply yang berasal dari tabungan. Fungsinya adalah sebagai alat pengukur nilai dalam melakukan transaksi, sebagai alat pertukaran untuk memperlancar transaksi barang dan jasa, maupun sebagai alat penyelesaian hubungan hutang-piutang yang menyangkut masa depan. Teori penentuan tingkat suku bunga Keynes dikenal dengan teori liquidity prefence. Kedua, Keynes mengatakan bahwa tingkat bunga semata - mata merupakan fenomena moneter yang pembentukannya terjadi di pasar uang. Dapat dikatakan, tingkat suku bunga ditentukan oleh money supply dan money demand.

Kerangka Pemikiran

Dalam rumusan masalah penelitian telah ditetapkan akan dikaji pengaruh sektor Riil dan sektor Moneter terhadap Inflasi di Indonesia dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dijelaskan bagaimana variabel - variabel yang berkaitan dengan penelitian ini. Dan diduga Inflasi dipengaruhi oleh Sektor Riil ( produksi kopi) dan Sektor Moneter (BI Rate). Sehingga dapat dibuat persamaan sebagai berikut :

Inflasit = f(SRt, SMt)

Dimana : Inflasit : Inflasi

SRt : Sektor Riil (produksi kopi)

(4)

Secara lebih jelasnya, pengaruh Sektor Riil dan Sektor Moneter terhadap Inflasi di Indonesia periode 2009 – 2011 dapat dijelaskan pada gambar berikut :

Gambar 1.1 Paradigma

METODE PENELITIAN

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data inflasi dan BI rate yang diperoleh dari Bank Indonesia serta data sektor pertanian (produksi kopi) yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik.

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis Error Correction Model (ECM). Metode Error Correction Model digunakan untuk menganalisis model dari faktor – faktor yang mempengaruhi inflasi di Indonesia pada jangka panjang maupun jangka pendek. Metode ECM ini mempunyai beberapa kelebihan sebagai analisis pendekatan dinamis. Dalam perekonomian ketergantungan variabel dependen dengan variabel independen jarang terjadi dalam waktu yang singkat atau seketika, tetapi membutuhkan kelambanan waktu atau time lag.

Alasan digunakannya Error Correction Model dalam penelitian ini antara lain (Ghozali, 2009) :

ECM adalah salah satu model autoregresif, mengikut sertakan pengaruh pertimbangan lag dalam análisisnya sehingga model ini sesuai diterapkan dalam penelitian menggunakan data yang berbentuk time series. Kemampuan ECM dalam meliputi banyak variabel dalam analisis fenomena ekonomi jangka pendek dan jangka panjang. Dengan menggunakan

ECM, dapat dianalisa secara teoritik dan empirik apakah model yang dihasilkan konsisten dengan teori atau tidak.

Persamaan yang digunakan sebagai berikut :

LnInflasit = β0 + β1LnSRt + β2LnSMt + β3 ECT

Dengan :

β0 = konstanta

β1 - β2 = koefisien regresi

β3 = koefisien ECT

LnSRt = Logaritma Sektor Riil LnSMt = Logaritma Sektor Moneter

ECT = Error Correction Term

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari data yang diambil dari Bank Indonesia dan Badan Pusat Statistik, pada tahun 2009 - 2011 mengenai Faktor - Faktor yang mempengaruhi Inflasi dari sektor Riil Dan sektor Moneter di Indonesia Selama Periode Tahun 2009 - 2011, hasil atau output olahan data tersebut adalah sebagai berikut :

Uji Akar Unit

Dalam analisis runtut waktu, uji stasioner diketahui dengan menggunakan uji akar unit (unit root) dengan menggunakan metode ADF. Terlebih dahulu menguji setiap variabel pada derajat I(0) atau derajat level dengan hipotesis sebagai berikut: Nilai kestasioneritas data dapat juga diketahui dari nilai probabilitas Mac-Kinnon dimana nilai prob. Mac-Kinnon kecil dari nilai probabilitas kritis α = 1%, 5% atau 10%.

Tabel 1.1 Uji Unit Root Inflasi Sektor Riil

(produksi kopi) SRt

Sektor Moneter (BI Rate)

SMt

(5)

Sumber:olahan eviwes 8

Tabel 1.2 Uji Unit Root Sektor Riil

Sumber:olahan eviwes 8

Tabel 1.3 Uji Unit Root Sektor Moneter

Sumber:olahan eviwes 8

Berdasarkan output 3 variabel di atas tersebut terdapat terdapat 1 variabel yang tidak stasioner. Variabel tersebut adalah variabel Y (inflasi). Dikatakan tidak stasioner karena nilai t-statistik 1,167112 lebih kecil dari nilai probabilitas kritis α = 1%, 5% atau 10%. Maka berdasarkan output tersebut data harus distasionerkan dengan diferensi 1 dan jika data tersebut belum stasioner maka harus melakukan diferensi 2.

Sedangkan untuk dua variabel lainnya yaitu variabel X1 (sektor riil) dan

X2 (sektor moneter), output tersebut

memperlihatkan bahwa variabel – variabel tersebut stasioner. Untuk variabel X1 nilai

t-statistik 3,228318 lebih besar dari nilai

probabilitas kritis α = 1%, 5% atau 10%.

Dan Untuk variabel X2 nilai t-statistik

3,228318 lebih besar dari nilai probabilitas

kritis α = 1%, 5% atau 10%.

Uji Stasioneritas

Tabel 1.4 Uji Stasioneritas Inflasi

Sumber:olahan eviwes 8

Berdasarkan output tersebut dapat dilihat bahwa nilai t-statistik 5,482834 yang lebih besar dari nilai probabilitas

kritis α = 1%, 5% atau 10% berarti data

variabel Y (inflasi) tersebut sudah stasioner.

Uji Kointegrasi Johansen

Pengujian kointegrasi menggunakan selang optimal atau lag sesuai dengan pengujian sebelumnya untuk penentuan asumsi deterministik yang melandasi pembentukan persamaan kointegrasi didasarkan pada nilai kriteria informasi Akaike Information Criterion (AIC) dan Schwarz Information Criterion (SIC) yang dikembangkan oleh Johansen (Johansen Cointegration Approach). Dengan prosedur ini maka akan terlihat banyaknya hubungan kointegrasi. Syarat kointegrasi adalah seluruh variabelnya terintegrasi pada derajat yang sama dimana hasil dari pengujian ini dilakukan adalah untuk melihat hubungan jangka pendek dan jangka panjang antara variabel dependen dan independen.

Tabel 1.5

(6)

Pada Uji Kointegrasi Johansen diatas menunjukan data terkointegrasi, hal ini dapat dilihat pada nilai Trace, fungsi persamaan lebih besar dari nilai kritis pada

α = 0,05. Pada fungsi pertama nilai trace

33,61122 > nilai kritis α = 0,05 yaitu 15.49471. Sehingga persamaan ini memiliki hubungan kointegrasi yang berarti dalam jangka panjang kedua variabel ini memiliki hubungan yang signifikan. Untuk memperkuat penelitian, maka akan dilakukan tahap selanjutnya yaitu menggunakan ECM untuk melihat hubungan dalam jangka pendek.

Hasil Estimasi Error Correction Model (ECM)

Tabel 1.6 Hasil Estimasi Model Jangka Panjang ECM 2009.1 – 2011.12

Untuk menyatakan apakah model yang digunakan benar atau tidak, maka koefisien Error Correction Term harus signifikan. Dapat dilihat pada tabel 1.7 bahwa nilai t-statistik yang tinggi yakni 4,543423 yang lebih tinggi dari 2 dan nilai probabilitas ECT sebesar 0,0000 yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti ECT

signifikan pada tingkat kepercayaan α =

5% dan menunjukkan bahwa model dari pengujian ECM ini valid.

Berdasarkan tabel 1.6 di atas, dapat dilihat dari sisi konstanta, bahwa dalam jangka panjang, nilai konstanta -7,793010 menunjukkan apabila nilai variabel independen konstan, maka nilai inflasi turun sebesar 7,79 persen.

Pengaruh Sektor Riil dan sektor Moneter terhadap tingkat Inflasi hanya dapat dilihat secara jangka panjang.

Sektor Riil menunjukkan probabilitasnya sebesar 0,1233 lebih besar dari 0,05. Ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, variabel Sektor Riil tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat Inflasi. Sektor Moneter menunjukkan probabilitasnya sebesar 0,0000 lebih kecil dari 0,05. Ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, variabel Sektor Moneter berpengaruh signifikan terhadap tingkat Inflasi. Dalam jangka panjang, Sektor Moneter memiliki nilai koefisien sebesar 1,938410 terhadap Inflasi. Maka ketika nilai Sektor Moneter naik sebesar 1%, maka Inflasi akan meningkat sebesar 1,938%.

Error correction Model (ECM) dalam tabel memperlihatkan nilai Adjusted R-Squared sebesar 0,871680 yang berarti 87,16% variabel dependen (inflasi) dapat dijelaskan oleh variabel independen (Sektor Riil dan Sektor Moneter). Sisanya sebesar 12,84% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian ini.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Sektor Riil dan Sektor Moneter terhadap tingkat Inflasi di Indonesia tahun 2009 – 2011 . Setelah melakukan analisis dan pembahasan terhadap hasil penelitian sebagaimana diuraikan dalam bab – bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

(7)

3. Sektor Moneter menunjukkan probabilitasnya sebesar 0,0000 lebih kecil dari 0,05. Ini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, variabel Sektor Moneter berpengaruh signifikan terhadap tingkat Inflasi.

4. Dalam jangka panjang, Sektor Moneter memiliki nilai koefisien sebesar 1,938410 terhadap Inflasi. Maka ketika nilai Sektor Moneter naik sebesar 1%, maka Inflasi akan meningkat sebesar 1,938%.

5. nilai Adjusted R-Squared sebesar 0,871680 yang berarti 87,16% variabel dependen (inflasi) dapat dijelaskan oleh variabel independen (Sektor Riil dan Sektor Moneter). Sisanya sebesar 12,84% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian ini.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa sektor moneter yang diwakilkan oleh BI Rate merupakan variabel yang sangat berpengaruh signifikan terhadap tingkat inflasi di Indonesia dalam jangka panjang. Jadi, merupakan kebijakan yang tepat bagi BI untuk menjadikan BI Rate sebagai instrumen dalam kebijakan moneternya. Sehingga, untuk menstabilkan inflasi, perlu dilakukan kebijakan kebijakan kontraktif maupun ekspansif. Salah

satunya ialah dengan “memainkan” tingkat

suku bunga, sehingga diperoleh tingkat inflasi yang dibutuhkan.

Namun, dalam menentukan BI Rate, pemegang otoritas juga harus memutuskan kebijakan yang tepat dengan berbagai macam pertimbangan.

REFERENSI

Boediono. 1985. ”Ekonomi Moneter”. BPFE : Yogyakarta.

Case, Karl E. dan Fair, Ray C. 2007.

“Prinsip - prinsip Ekonomi Edisi kedelapan”. Erlangga : Jakarta.

Ghozali, Imam. 2009. “Ekonometrika:

Teori, Konsep dan Aplikasi dengan SPSS.17”. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro

Mankiw, N. Gregory. 2007. Makro Ekonomi. Edisi Keenam. Penerbit Erlangga. Jakarta, Indonesia.

Outlook Ekonomi Indonesia. 2008.

“Integrasi Ekonomi ASEAN dan Prospek Perekonomian Nasiona”. Biro

Riset Ekonomi Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter : Jakarta.

Rahardja, Prathama. 2004. “Teori ekonomi makro: suatu pengantar”.

Edisi kedua Lembaga Penerbit FE UI, Jakarta.

Samuelson and Nordhaus. 2004. “Ilmu Ekonomi Makro”. PT. Media Global Edukas : Jakarta.

www.bi.go.id situs resmi Bank Indonesia www.bps.go.id situs resmi Badan Pusat

Gambar

Tabel 1.1 Produksi Kopi, Tingkat Suku Bunga dan Tingkat Inflasi 2009 - 2011
Gambar 1.1 Paradigma
Tabel 1.3 Uji Unit Root Sektor Moneter

Referensi

Dokumen terkait

Rahyono (2003) menyatakan intonasi sebuah bahasa memiliki keteraturan yang telah dihayati bersama oleh para penuturnya.Penutur sebuah bahasa tidak memiliki kebebasan yang

[r]

Gambar 2.2 DFD Leve menjelaskan tentang proses melakukan kegiatan input data taksiran data gadai yang akan database dan kemudian mela transaksi pembayaran dan melewati

Meskipun perpustakaan bermanfaat sebagai salah satu sumber belajar untuk semua mata pelajaran (termasuk pelajaran sejarah), namun dalam kenyataan ada kecenderungan

Secara singkat dapat dijelaskan bahwa persinggungan antara ajaran agama (Islam) yang dibawa oleh Ki Ageng Gribig, modernitas, dan budaya (Jawa) tergambar dalam ritual dan

Disahkan dalam rapat Pleno PPS tanggal 26 Februari 2013 PANITIA PEMUNGUTAN SUARA. Nama

Personalisasi reward dalam penelitian ini masih terbatas karena menggunakan Finite State Machine yang perilakunya terbatas, sehingga jika dimainkan berulangkali maka

EVALUASI RUTE TRANSPORTASI ANGKUTAN KOTA DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu