• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peta Jalan Road Map Penyelenggaraan Bang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peta Jalan Road Map Penyelenggaraan Bang"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan atas berkat dan anugerah-Nya, buku eksklusif “Monitoring dan Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan Gedung pada Tahun 2014” dapat diwujudkan.

Buku ini dimaksudkan sebagai bahan informasi dan peta jalan (Roadmap) dimasa mendatang yang telah disarikan dari kegiatan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan bangunan gedung di 167 Kab/Kota di Indonesia. Konten didalam buku ini terdiri atas pemahaman mengenai substansi penyelenggaraan bangunan gedung sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung beserta peraturan pemerintah pelaksanaannya, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 24 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25 Tahun 2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung, Peraturan Menteri Nomor Pekerjaan Umum 26 Tahun 2007 tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17 Tahun 2010, hasil monitoring dan evaluasi kesesuaian substansi, implementasi, permasalahan, dan peta jalan (roadmap) penyelenggaraan peraturan daerah bangunan gedung.

Diterbitkannya buku ini merupakan salah satu peran Pemerintah dalam menjalankan pembinaan kepada pemerintah daerah, melalui penyusunan dan penyebarluasan acuan pengaturan untuk meningkatkan kapasitas pelaksana kegiatan dan aparat daerah terkait dalam upaya penyelenggaraan bangunan gedung yang amanah dan implementatif. Fokus komponen monitoring dan evaluasi penyelenggaraan bangunan gedung pada tahun 2014 terdiri atas IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung.

Akhir kata, diucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan dan kerjasamanya dalam penyusunan hingga diterbitkannya buku ini. Harapan terhadap koreksi, masukan dan saran dari berbagai penyelenggara bangunan gedung sangat dinanti sebagai upaya penyempurnaan terhadap rekomendasi penanganan yang ada.

(2)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...2

DAFTAR ISI...3

DAFTAR TABEL...6

DAFTAR GAMBAR...9

BAB I PENDAHULUAN...12

1.1. Latar Belakang...12

1.2. Maksud dan Tujuan...12

1.4. Sasaran...13

1.5. Manfaat...13

1.6. Sistematika Penulisan...14

BAB II PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG...16

2.1. Pengaturan Bidang Penyelenggaraan BG...16

2.1.1. Undang-Undang Yang Melandasi Penyelenggaraan Pekerjaan

Umum...16

2.1.2. Peran UUJK & UUBG Dalam Industri Konstruksi...17

2.1.3. Pengaturan Bangunan Gedung...18

2.1.4. Alur Pikir UU-BG...20

2.1.5. Sistematika UU-BG...21

2.1.6. Pengaturan Kementerian PU Bidang PBL...22

2.2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung...24

2.2.1. Skema Umum Penyelenggaraan BG di Indonesia...24

(3)

2.2.3. Alur Penyelenggaraan BG Tertentu...26

2.2.4. Tata Cara Penerbitan IMB BG pada Umumnya...27

2.2.6. Tata Cara Penerbitan SLF Bangunan Gedung...29

2.2.7. Bagan Lingkup Kerja TABG...31

2.2.8. Alur Pemasukan Data BG...32

2.3. Amanah Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan Gedung...33

2.3.1. Amanah UU Bangunan Gedung (28/2002)...33

2.3.2. Amanah PP Bangunan Gedung (36/2005)...33

2.3.3. Amanah UU Pemerintahan Daerah (32/2002)...34

2.3.4. Amanah PP Pembagian Urusan Pemerintahan (38/2007)...34

2.4. Ketentuan Umum Monitoring Dan Evaluasi...34

2.4.1. Pengertian...34

2.4.2. Landasan Hukum...39

2.5. Model Peraturan Daerah Bangunan Gedung (Juni 2014)...40

BAB III MONITORING DAN EVALUASI...44

3.1. Monev Perda BG Tahun Terbit 2014...45

3.2. Monev Perda BG Tahun Terbit 2013...46

3.3. Monev Perda BG Tahun Terbit 2012...48

3.4. Monev Perda BG Tahun Terbit 2011...49

3.5. Monev Perda BG Tahun Terbit 2010...51

3.6. Monev Perda BG Tahun Terbit 2009...52

3.7. Monev Perda BG Tahun Terbit 2008...53

3.8. Monev Perda BG Tahun Terbit 2007...54

3.9. Monev Perda BG Tahun Terbit 2006...54

(4)

3.11. Monev Perda BG Tahun Terbit 2003, 2001 dan 2000...56

3.12. Rangkuman Permasalahan...57

3.13. Alternatif Penanganan Permasalahan...63

BAB IV PETA JALAN...1

4.1. Umum...1

4.2. Tipologi...2

4.3. Rekomendasi Penanganan...18

4.4. Jadwal dan Kegiatan Peta Jalan Penyempurnaan...25

4.5. Daftar Penyusunan Perwal/Perbup...26

(5)

DAFTAR TABE

Tabel 2. 1. Pengaturan Kementerian PU Bidang PBL...24

Y

(6)

Tabel 3. 12. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2003,

2001 & 2000...57

Tabel 3. 13. Matrik Permasalahan Amanat UU BG No. 28/2002 terkait IMB,

SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung...63

Tabel 4. 1. Asumsi Peta Jalan...2

Tabel 4. 2. Tipologi Operatif/Tidak Operatif Komponen IMB, SLF, TABG

dan PDTBG...3

Tabel 4. 3. Tipologi Penyelenggaraan Bangunan Gedung di 167 Kab/Kota di

Indonesia...3

Tabel 4. 4. Tipologi IMB di 167 Kab/Kota...5

Tabel 4. 5. Tipologi SLF di 167 Kab/Kota...8

Tabel 4. 6. Tipologi TABG di 167 Kab/Kota...11

Tabel 4. 7. Tipologi Pendataan Bangunan Gedung di 167 Kab/Kota...14

Tabel 4. 8. Jadwal dan Kegiatan Penyempurnaan Penyelenggaraan Bangunan

Gedung...25

Tabel 4. 9. Inventarisasi Penyusunan Perbup Provinsi Sumatera Utara...26

Tabel 4. 10. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Sumatera

Barat...27

Tabel 4. 11. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Riau...29

Tabel 4. 12. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Kepulauan

Riau...31

Tabel 4. 13. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Jambi...32

Tabel 4. 14. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Bengkulu....33

Tabel 4. 15. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Banten...34

Tabel 4. 16. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Jawa Barat..35

Tabel 4. 17. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Jawa Tengah

...37

(7)

Tabel 4. 20. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Kalimantan

Barat...41

Tabel 4. 21. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Kalimantan

Selatan...43

Tabel 4. 22. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Kalimantan

Timur...46

Tabel 4. 23. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Kalimantan

Tengah...48

Tabel 4. 24. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Sulawesi Barat

...49

Tabel 4. 25. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Sulawesi

Tengah...50

Tabel 4. 26. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Sulawesi

Selatan...51

Tabel 4. 27. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Sulawesi

Tenggara...63

Tabel 4. 28. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Sulawesi

Utara...63

Tabel 4. 29. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Bali...64

Tabel 4. 30. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi NTB...66

Tabel 4. 31. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi NTT...68

(8)

DAFTAR GAMBA

Gambar 2. 1. Undang-Undang Yang Melandasi Penyelenggaraan Pekerjaan

Umum...18

Gambar 2. 2. Peran UUJK & UUBG Dalam Industri Konstruksi...19

Gambar 2. 3. Pengaturan Bangunan Gedung...21

Gambar 2. 4. Alur Pikir UU BG...22

Gambar 2. 5. Sistematika UU BG...23

Gambar 2. 6. Skema Umum Penyelenggaraan Bangunan Gedung...26

Gambar 2. 7. Skema Penyelenggaraan Bangunan Gedung Pada Umumnya. 26

Gambar 2. 8. Skema Penyelenggaraan Bangunan Gedung Tertentu...28

Gambar 2. 9. Bagan Tata Cara Penerbitan IMB BG Pada Umumnya...29

Gambar 2. 10. Bagan Tata Cara Penerbitan IMB BG Tertentu Untuk

Kepentingan Umum...30

Gambar 2. 11. Bagan Tata Cara Penerbitan SLF BG...31

Gambar 2. 12. Bagan Tata Cara Penerbitan SLF BG Fungsi Khusus...32

Gambar 2. 13. Bagan Lingkup Kerja TABG...33

Gambar 2. 14. Bagan Pemasukan Database BG...34

Y

Gambar 3. 1. Grafik Rata-Rata Persentase Kesesuaian Substansi Perda BG

Terhadap Model dari Tahun 2000 s.d 2014...45

(9)

Gambar 3. 3. Grafik Jumlah Kab/Kota yang menerapkan amanat UU BG No

28/2002...61

Gambar 3. 4. Grafik Persentase Antara Pengaturan dan Penerapan Amanat

UU BG No 28/2002 tentang IMB, SLF, TABG dan Pendataan

Bangunan Gedung...62

Gambar 3. 5. Alternatif Penanganan Permasalahan PERDA BG...64

Gambar 3. 6. Alternatif penanganan permasalahan penerapan amanat UU BG

No 28/2002 terkait IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan

Gedung...65

Gambar 4. 1. Grafik Tipologi Penyelenggaraan Bangunan Gedung di 167

Kab/Kota Indonesia...4

Gambar 4. 2. Grafik Tipologi Penanganan Komponen IMB di 167 Kab/Kota

...18

Gambar 4. 3. Grafik Tipologi Penanganan Komponen SLF di 167 Kab/Kota

...20

Gambar 4. 4. Grafik Tipologi Penanganan Komponen TABG di 167

Kab/Kota...22

Gambar 4. 5. Grafik Tipologi Penanganan Komponen Pendataan Bangunan

(10)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejak diundangkannya Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28/2002, hingga saat ini baru sebagian kabupaten/kota yang telah menetapkan Perda Bangunan Gedung sebagai amanat dari Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28/2002. Namun demikian, dari sebagian kabupaten/kota yang telah menetapkan Perda Bangunan Gedung-nya tersebut, masih banyak diantaranya yang belum mampu baik secara teknis maupun sumber daya manusia untuk mengimplementasikan Perda Bangunan Gedung-nya secara menyeluruh di wilayahnya.

Oleh karena itu, diperlukan peran dari Pemerintah Pusat dan provinsi dalam membina pemerintah daerah kabupaten/kota beserta aparat-aparatnya agar mampu mengimplementasikan Perda Bangunan Gedung di wilayahnya, terutama terkait IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung yang dinilai sangat vital guna pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung.

Perlu penguatan kelembagaan pemerintah daerah kabupaten/kota agar dapat mengimplementasikan Perda Bangunan Gedung-nya secara menyeluruh, terutama terkait IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung (PDTBG).

1.2. Maksud dan Tujuan

Buku eksklusif ini dimaksudkan untuk memberikan informasi hasil monitoring dan evaluasi dan peta jalan kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Adapun tujuan dari disusunnya buku ini meliputi:

1. Memberikan pemahaman mengenai alur penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia;

2. Memberikan pemahaman mengenai dasar hukum dan berbagai pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung yang ada;

(11)

4. Memberikan pemahaman mengenai arti pentingnya amanat undang-undang bangunan gedung terutama pada komponen IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung;

5. Memberikan pemahaman mengenai permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah daerah dalam mengimplementasikan amanat undang-undang bangunan gedung terutama soal IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung;

6. Memberikan pemahaman mengenai peta jalan penanganan permasalahan penyelenggaraan bangunan gedung di kab/kota sasaran.

1.4. Sasaran

Adapun sasaran yang hendak dicapai meliputi:

1. Tersedianya landasan hukum penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia

2. Tersedianyaalur tata cara penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Gedung pada umumnya dan Bangunan Gedung Fungsi Khusus untuk kepentingan Umum;

3. Tersedianya alur tata cara penerbitan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) pada Bangunan Gedung dan Bangunan Gedung Fungsi Khusus;

4. Tersedianya alur tata cara pemasukan data bangunan gedung;

5. Tersedianya hasil kesesuaian peraturan daerah bangunan gedung dan status implementasi amanat undang-undang bangunan gedung pada kab/kota sasaran;

6. Tersedianya peta jalan penanganan permasalahan penyelenggaraan bangunan gedung di kab/kota sasaran monev;

7. Tersedianya daftar penyusunan Perwal/Perbup di kab/kota sasaran monev;

1.5. Manfaat

Tersedianya buku eksklusif ini beberapa manfaat yang diharapkan adalah:

(12)

2. Dipahaminya arti penting substansi penyelenggaraan bangunan gedung yang telah disusun melalui Model Peraturan Daerah Bangunan Gedung; 3. Dipahaminya permasalahan yang terjadi pada proses implementasi amanat

undang-undang bangunan gedung mengenai IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung;

4. Dipahaminya prioritas pengimplementasian amanat undang-undang bangunan gedung mengenai IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung;

5. Dipahaminya peta jalan penyelenggaraan bangunan gedung yang

merupakan rencana kerja pemerintah dan pemerintah daerah sebagai upaya pemenuhan cita-cita amanat undang-undang bangunan gedung.

(13)

BAB II PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG 2.1. Pengaturan Bidang Penyelenggaraan BG

2.1.1. Undang-Undang Yang Melandasi Penyelenggaraan Pekerjaan Umum

Kementerian Pekerjaan Umum sebagai sebuah institusi yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan pekerjaan umum, bekerja berdasarkan beberapa landasan hukum. Beberapa undang-undang yang melandasi penyelenggaraan pekerjaan umum antara lain:

1. Sebagai payung yang melandasi arahan pembangunan adalah Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

2. Sebagai pilar yang melandasi pelaksanaan pembangunan, terdiri dari:

1. Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;

2. Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan;

3. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;

4. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman;

5. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;

3. Sebagai pondasi yang melandasi penyelenggaraan pembangunan adalah Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.

(14)

Gambar 2. 1. Undang-Undang Yang Melandasi Penyelenggaraan Pekerjaan Umum

Sumber: Direktorat PBL, 2014

2.1.2. Peran UUJK & UUBG Dalam Industri Konstruksi

Undang-undang jasa konstruksi (UUJK) dan undang-undang bangunan gedung (UUBG) dalam industri konstruksi pada prinsipnya memiliki korelasi yang sangat erat. Dalam melihat keterkaitan antara UUJK dan UUBG maka perlu dilihat tiga pihak yang saling berkaitan dalam industri konstruksi, yaitu pemerintah, penyedia jasa dan pemilik/pengguna jasa.

Dalam pelaksanaannya, ketiga pihak tersebut pada prinsipnya memiliki kepentingan masing-masing, yaitu:

1. Pemerintah memiliki landasan hukum yang mendasari kinerjanya, baik berupa UU, PP, Perpres, Permen, maupun Perda.

2. Penyedia Jasa memiliki berbagai landasan kinerjanya, baik berupa kode etik, standar teknis, ataupun anggaran dasar/rumah tangga.

(15)

Terdapat tiga bentuk interaksi antara ketiga pihak tersebut:

1. Hubungan antara Pemerintah dengan Pemilik/Pengguna Jasa. Dimana dalam konteks bangunan gedung, interaksi keduanya banyak diatur dalam UUBG yaitu dalam hal dengan IMB, SLF dan TABG.

2. Hubungan antara Penyedia Jasa dengan Pemilik/Pengguna Jasa. Dimana interaksi keduanya banyak diatur dalam UUJK, yaitu dalam hal hubungan kerjasama (kontrak).

3. Hubungan antara Pemerintah dengan Penyedia Jasa. Dimana interaksi keduanya banyak diatur dalam UUJK dalam hal Izin Usaha dan Sertifikasi serta diikat dengan berbagai ketentuan dalam lingkup asosiasi profesi, asosiasi badan usaha, dan lain-lain.

Secara lebih jelas skema mengenai peran UUJK dan UUBG dalam industri konstruksi dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini.

(16)

2.1.3. Pengaturan Bangunan Gedung

Dalam hal penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia, perangkat pengaturan mengenai bangunan gedung secara berhirarki dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yaitu dokumen pengaturan bidang bangunan gedung yang berisi norma-norma penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UUBG, yaitu dokumen pengaturan bidang bangunan gedung yang berisi aturan pelaksanaan dari setiap norma dalam UUBG;

3. Peraturan Presiden Nomor 73 tahun 2011 tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara, yaitu dokumen pengaturan bidang bangunan gedung negara yang berisi aturan teknis yang secara khusus mengatur mengenai gedung dan rumah negara;

4. Pedoman Teknis dalam bentuk Peraturan Menteri bidang bangunan gedung, yaitu dokumen-dokumen pengaturan yang berisi aturan teknis yang secara khusus mengatur mengenai hal-hal tertentu dalam penyelenggaraan bangunan gedung;

5. Standar Teknis dalam bentuk Standar Nasional Indonesia bidang bangunan gedung, yaitu dokumen-dokumen yang berisi standar teknis hasil penelitian mengenai hal-hal tertentu dalam penyelenggaraan bangunan gedung;

6. Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung, yaitu dokumen pengaturan di daerah yang mengatur norma-norma penyelenggaraan bangunan gedung di daerah yang bersifat spesifik sesuai karakteristik lokal.

(17)

Gambar 2. 3. Pengaturan Bangunan Gedung Sumber: Direktorat PBL, 2014

2.1.4. Alur Pikir UU-BG

Secara umum, alur pikir dari Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dapat dijelaskan sebagai berikut:

 Identifikasi kondisi yang ada sebagai dasar pembentukan UUBG, yaitu mengenai penyelenggaraan bangunan gedung, karakteristik bangunan gedung di Indonesia dan berbagai kejadian yang terjadi terkait dengan bangunan gedung (termasuk bencana alam;

 Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, dirumuskan asas dari UUBG, yaitu kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan dan keserasian.

(18)

 Keseluruhan lingkup pengaturan tersebut diharapkan dapat menjawab tujuan dari pembentukan UUBG, yaitu tercapainya BG yang fungsional dan efisien, tercapainya tertib penyelenggaraan BG dan tercapainya kepastian hukum dalam penyelenggaraan BG.

Secara lebih jelas skema mengenai alur pikir muatan pengaturan Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini.

Gambar 2. 4. Alur Pikir UU BG Sumber: Direktorat PBL, 2014

2.1.5. Sistematika UU-BG

(19)

Penyelenggaraan Bangunan Gedung, Peran Masyarakat, dan Pembinaan; serta 4) Pengaturan Penunjang, yang terdiri dari Sanksi, Ketentuan Peralihan dan Ketentuan Penutup.

Secara lebih jelas mengenai sistematika muatan pengaturan UUBG dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini.

Gambar 2. 5. Sistematika UU BG Sumber: Direktorat PBL, 2014

2.1.6. Pengaturan Kementerian PU Bidang PBL

(20)

Sebagai peraturan operasionalisasinya, dalam PP nomor 36 tahun 2005 diamanahkan penyusunan peraturan menteri, dimana terdapat 9 substansi pengaturan yang perlu diatur lebih lanjut dalam peraturan menteri. Namun demikian untuk menjawab kebutuhan operasionalisasi penyelenggaraan bangunan gedung, sejak tahun 2006 telah ditetapkan sebanyak 16 peraturan menteri di bidang penataan bangunan dan lingkungan, sebagai turunan dari UU dan PP tentang bangunan gedung.

Secara lebih jelas mengenai daftar pengaturan Kementerian Pekerjaan Umum dalam bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. 1. Pengaturan Kementerian PU Bidang PBL

Tahun Produk Peraturan

2006 1. Permen PU No. 19/Prt/M/2006 Ttg Pedoman Teknis Rumah Dan Bangunan Gedung Tahan Gempa

2. Permen PU No. 29/Prt/M/2006 Ttg Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung

3. Permen PU No. 30/Prt/M/2006 Ttg Pedoman Teknis Fasilitas Dan Aksesibilitas Pada Bg Dan Lingkungan

2007 4. Permen PU No. 05/Prt/M/2007 Ttg Pedoman Teknis Rusuna Bertingkat Tinggi

5. Permen PU No. 06/Prt/M/2007 Ttg Pedoman Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan

6. Permen PU No. 24/Prt/M/2007 Ttg Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan

7. Permen PU No. 25/Prt/M/2007 Tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi

8. Permen PU No. 26/Prt/M/2007 Tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung

9. Permen PU No. 45/Prt/M/2007 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara

2008 10. Permen PU No. 24/Prt/M/2008 Tentang Perawatan Dan Pemeliharaan Bangunan Gedung

11. Permen Pu No. 25/Prt/M/2008 Tentang Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota

12. Permen PU No. 26/Prt/M/2008 Tentang Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan 2009 13. Permen PU No. 20/Prt/M/2009 Tentang Manajemen Proteksi

Kebakaran Di Perkotaan

(21)

Tahun Produk Peraturan

15. Permen PU No. 17/Prt/M/2010 Tentang Pedoman Teknis Pendataan Bangunan Gedung

16. Permen PU No. 18/Prt/M/2010 Tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan

2011 17. Peraturan Presiden No. 73 Tahun 2011 Tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara

18. Model Peraturan Daerah Tentang Bangunan Gedung 2012 19. Model Peraturan Daerah Tentang Bangunan Gedung

(Penyempurnaan)

2013 20. Model Peraturan Daerah Tentang Bangunan Gedung (Penyempurnaan)

2014 21. Model Peraturan Daerah Tentang Bangunan Gedung (Penyempurnaan)

Sumber: Direktorat PBL, 2014

2.2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung

2.2.1. Skema Umum Penyelenggaraan BG di Indonesia Secara umum, penyelenggaraan bangunan gedung dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pembangunan, yang terdiri dari:

a. Perencanaan Pembangunan, yang dilengkapi dengan dokumen Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan dilanjutkan dengan Pendataan.

b. Pelaksanaan Konstruksi, yang dilengkapi dengan dokumen Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

2. Pemanfaatan, yang didukung dengan kegiatan Kajian Teknis.

3. Pelestarian, yang didukung dengan kegiatan Kajian Teknis.

(22)

Secara lebih jelas skema umum mengenai penyelenggaraan bangunan gedung dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini.

Gambar 2. 6. Skema Umum Penyelenggaraan Bangunan Gedung

Sumber: Direktorat PBL, 2014

2.2.2. Alur Penyelenggaraan BG pada Umumnya

(23)

Gambar 2. 7. Skema Penyelenggaraan Bangunan Gedung Pada Umumnya

Sumber: Direktorat PBL, 2014

Yang membedakan skema ini dengan skema sebelumnya adalah alur yang dibuat terlihat lebih lengkap dan lebih komprehensif. Pada skema ini dapat dilihat bahwa penyelenggaraan bangunan gedung dilaksanakan dengan mengacu pada UU, peraturan, pedoman, standar teknis dan Perda BG. Selain itu dapat dilihat juga bahwa setiap tahapan penyelenggaraan bangunan gedung dapat dilaksanakan dengan melibatkan penyedia jasa (pihak ketiga).

Hal lain yang berbeda juga dapat dilihat pada tahap perencanaan setiap bangunan gedung yang direncanakan harus mengacu pada RTRW, RDTR dan RTBL serta dilengkapi AMDAL dan Persetujuan/Rekomendasi Instansi lain untuk fungsi-fungsi tertentu.

2.2.3. Alur Penyelenggaraan BG Tertentu

(24)

pengelolaan khusus dan/atau memiliki kompleksitas tertentu yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap masyarakat dan lingkungannya.

Berdasarkan pengertian tersebut, terlihat lebih jelas bahwa bangunan gedung tertentu yang cenderung memiliki kompleksitas tertentu, sehingga membutuhkan pengelolaan secara khusus yang berbeda dengan bangunan gedung pada umumnya. Oleh karena itu, detail siklus penyelenggaraan bangunan gedung tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia dapat digambarkan pada skema berikut ini.

Gambar 2. 8. Skema Penyelenggaraan Bangunan Gedung Tertentu

Sumber: Direktorat PBL, 2014

(25)

2.2.4. Tata Cara Penerbitan IMB BG pada Umumnya

Izin mendirikan bangunan gedung (IMB) adalah perizinan yang diberikan oleh pemerintah daerah, dan oleh Pemerintah atau pemerintah provinsi untuk bangunan gedung fungsi khusus, kepada pemilik bangunan gedung untuk kegiatan meliputi: (i) Pembangunan bangunan gedung baru, dan/atau prasarana bangunan gedung; (ii) rehabilitasi/renovasi bangunan gedung dan/atau prasarana bangunan gedung, meliputi perbaikan/perawatan, perubahan, perluasan/ pengurangan; dan (iii) Pelestarian/pemugaran. Dalam proses penerbitan IMB, pemerintah daerah, Pemerintah dan pemerintah provinsi untuk bangunan gedung fungsi khusus, melaksanakan dengan prinsip pelayanan prima, serta mengendalikan penerapan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang ditetapkan dalam rencana teknis. Perbedaan antara tata cara penerbitan IMB Bangunan Gedung pada umumnya dengan bangunan gedung khusus untuk kepentingan umum adalah pada proses penerbitan IMB Bangunan Gedung Fungsi Khusus untuk kepentingan umum pemerintah daerah melibatkan, mendengar masukan dan saran dari Tim Ahli Bangunan Gedung dan Masyarakat. Lihat Gambar 2.10.

Gambar 2. 9. Bagan Tata Cara Penerbitan IMB BG Pada Umumnya

(26)

Gambar 2. 10. Bagan Tata Cara Penerbitan IMB BG Tertentu Untuk Kepentingan Umum

Sumber: Direktorat PBL, 2014

2.2.6. Tata Cara Penerbitan SLF Bangunan Gedung

(27)

(termasuk pemanfaatan bangunan gedung fungsi khusus oleh swasta), sebagai dokumen komplemen pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung. Lihat gambar 2.10

(28)

Gambar 2. 12. Bagan Tata Cara Penerbitan SLF BG Fungsi Khusus

Sumber: Direktorat PBL, 2014

2.2.7. Bagan Lingkup Kerja TABG

(29)

Gambar 2. 13. Bagan Lingkup Kerja TABG Sumber: Direktorat PBL, 2014

2.2.8. Alur Pemasukan Data BG

(30)

Gambar 2. 14. Bagan Pemasukan Database BG Sumber: Direktorat PBL, 2014

2.3. Amanah Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan Gedung 2.3.1. Amanah UU Bangunan Gedung (28/2002)

UU 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mengamanahkan dapat dilakukannya evaluasi Perda Bangunan Gedung sebagai peraturan pelaksanaan UU ini dalam konteks penyelenggaraan bangunan gedung di daerah. Amanah evaluasi Perda Bangunan Gedung diamanahkan di dalam UU- BG pada Bagian Keenam BAB IV Peran Masyarakat.

Berbunyi: “Peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung dapat memberi masukan kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dalam penyempurnaan peraturan, pedoman, dan standar teknis di bidang bangunan gedung”.

2.3.2. Amanah PP Bangunan Gedung (36/2005)

(31)

Berbunyi: “Masyarakat dapat memberikan masukan terhadap penyusunan dan/atau penyempurnaan peraturan, pedoman, dan standar teknis di bidang bangunan gedung kepada Pemerintah dan/atau pemerintah daerah”.

2.3.3. Amanah UU Pemerintahan Daerah (32/2002)

Sesuai dengan semangat Otonomi Daerah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka penyelenggaraan bangunan gedung di daerah merupakan kewenangan Pemda setempat. Penyusunan Perda BG yang merupakan bentuk pengaturan dari penyelenggaraan bangunan gedung di daerah, merupakan kewenangan Pemda setempat.

2.3.4. Amanah PP Pembagian Urusan Pemerintahan (38/2007)

PP Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan juga mengamanahkan bahwa penyusunan Perda BG di daerah merupakan kewenangan Pemda. Hal ini dapat dilihat pada bagian Lampiran, dimana dalam bidang Bangunan Gedung dan Lingkungan, pada aspek pengaturan disebutkan bahwa:

 Pemerintah: Menetapkan peraturan perundang-undangan dan NSPK bidang bangunan gedung dan lingkungan;

 Pemerintah Provinsi: Menetapkan Perda BG Provinsi dengan mengacu pada NSPK nasional;

 Pemerintah Kabupaten/Kota: Menetapkan Perda BG Kabupaten/Kota dengan mengacu pada NSPK nasional.

2.4. Ketentuan Umum Monitoring Dan Evaluasi

2.4.1. Pengertian

(32)

1. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

2. Bangunan gedung umum adalah bangunan gedung yang fungsinya untuk kepentingan publik, baik berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun fungsi sosial dan budaya.

3. Bangunan gedung tertentu adalah bangunan gedung yang digunakan untuk kepentingan umum dan bangunan gedung fungsi khusus, yang dalam pembangunan dan/atau pemanfaatannya membutuhkan pengelolaan khusus dan/atau memiliki kompleksitas tertentu yang dapat menimbulkan dampak penting terhadap masyarakat dan lingkungannya.

4. Klasifikasi bangunan gedung adalah klasifikasi dari fungsi bangunan gedung berdasarkan pemenuhan tingkat persyaratan administratif dan persyaratan teknisnya.

5. Izin mendirikan bangunan gedung adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.

6. Permohonan izin mendirikan bangunan gedung adalah permohonan yang dilakukan pemilik bangunan gedung kepada pemerintah daerah untuk mendapatkan izin mendirikan bangunan gedung.

7. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

(33)

perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

9. Koefisien Daerah Hijau (KDH) adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

10. Koefisien Tapak Basemen (KTB) adalah angka persentase perbandingan antara luas tapak basemen dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

11. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah.

12. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan (RDTR-KP) adalah penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/kota ke dalam rencana pemanfaatan kawasan perkotaan.

13. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan rancang bangun suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat rencana program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan.

14. Lingkungan bangunan gedung adalah lingkungan di sekitar bangunan gedung yang menjadi pertimbangan penyelenggaraan bangunan gedung baik dari segi sosial, budaya, maupun dari segi ekosistem.

15. Pedoman teknis adalah acuan teknis yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari Peraturan Pemerintah ini dalam bentuk ketentuan teknis penyelenggaraan bangunan gedung.

(34)

maupun standar internasional yang diberlakukan dalam penyelenggaraan bangunan gedung.

17. Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan gedung.

18. Penyelenggara bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung, penyedia jasa konstruksi bangunan gedung, dan pengguna bangunan gedung.

19. Pemilik bangunan gedung adalah orang, badan hukum, kelompok orang, atau perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung.

20. Pengguna bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung dan/atau bukan pemilik bangunan gedung berdasarkan kesepakatan dengan pemilik bangunan gedung, yang menggunakan dan/atau mengelola bangunan gedung atau bagian bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan.

21. Tim ahli bangunan gedung adalah tim yang terdiri dari para ahli yang terkait dengan penyelenggaraan bangunan gedung untuk memberikan pertimbangan teknis dalam proses penelitian dokumen rencana teknis dengan masa penugasan terbatas, dan juga untuk memberikan masukan dalam penyelesaian masalah penyelenggaraan bangunan gedung tertentu yang susunan anggotanya ditunjuk secara kasus per kasus disesuaikan dengan kompleksitas bangunan gedung tertentu tersebut.

22. Laik fungsi adalah suatu kondisi bangunan gedung yang memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung yang ditetapkan.

(35)

24. Pertimbangan teknis adalah pertimbangan dari tim ahli bangunan gedung yang disusun secara tertulis dan profesional terkait dengan pemenuhan persyaratan teknis bangunan gedung baik dalam proses pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, maupun pembongkaran bangunan gedung.

25. Penyedia jasa konstruksi bangunan gedung adalah orang perorangan atau badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi bidang bangunan gedung, meliputi perencana teknis, pelaksana konstruksi, pengawas/manajemen konstruksi, termasuk pengkaji teknis bangunan gedung dan penyedia jasa konstruksi lainnya.

26. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung beserta prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik fungsi.

27. Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana agar bangunan gedung tetap laik fungsi.

28. Pemugaran bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan adalah kegiatan memperbaiki, memulihkan kembali bangunan gedung ke bentuk aslinya.

29. Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki.

30. Peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung adalah berbagai kegiatan masyarakat yang merupakan perwujudan kehendak dan keinginan masyarakat untuk memantau dan menjaga ketertiban, memberi masukan, menyampaikan pendapat dan pertimbangan, serta melakukan gugatan perwakilan berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung.

(36)

32. Gugatan perwakilan adalah gugatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung yang diajukan oleh satu orang atau lebih yang mewakili kelompok dalam mengajukan gugatan untuk kepentingan mereka sendiri dan sekaligus mewakili pihak yang dirugikan yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok yang dimaksud.

33. Pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik sehingga setiap penyelenggaraan bangunan gedung dapat berlangsung tertib dan tercapai keandalan bangunan gedung yang sesuai dengan fungsinya, serta terwujudnya kepastian hukum.

34. Pengaturan adalah penyusunan dan pelembagaan peraturan perundang-undangan, pedoman, petunjuk, dan standar teknis bangunan gedung sampai di daerah dan operasionalisasinya di masyarakat.

35. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan perundangundangan bidang bangunan gedung dan upaya penegakan hukum.

36. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

37. Pemerintah daerah adalah bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, kecuali untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah gubernur.

(37)

2.4.2. Landasan Hukum

Beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum penyusunan Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung yaitu:

1. Peraturan perundangan-undangan yang bersifat atribusi, yaitu peraturan perundang-undangan yang memberikan kewenanganan kepada Pemerintahan Daerah untuk membuat Perda, antara lain:

a. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-Undang tentang Pembentukan Kabupaten/Kota bersangkutan;

c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

2. Peraturan perundangan-undangan yang bersifat delegasi, yaitu peraturan perundang-undangan yang memberikan amanah untuk disusunnya Perda tentang bangunan gedung, antara lain:

a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;

b. Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

3. Peraturan undangan yang bersifat teknis, yaitu peraturan perundang-undangan yang memberikan arahan mengenai teknis penyusunan Perda, antara lain:

a. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;

(38)

4. Peraturan perundang-undangan yang bersifat substansial, yaitu peraturan perundang-undangan yang memberikan arahan mengenai substansi penyelenggaraan bangunan gedung, antara lain:

a. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung;

b. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksebilitas pada Bangunan Gedung dan Lingkungan;

c. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara;

d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan;

e. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi bangunan Gedung;

f. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2007 tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung;

g. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2008 tentang Pedoman Pemeliharan dan Perawatan Bangunan Gedung;

h. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2008 tentang Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Induk Sistim Proteksi Kebakaran;

i. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan;

(39)

2.5. Model Peraturan Daerah Bangunan Gedung (Juni 2014)

Untuk membantu pemerintah daerah dalam evaluasi Perda BG, pemerintah pusat, dalam hal ini Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum, menyiapkan Model Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung.

Hal ini dilakukan sesuai amanah pasal 106 ayat 3 dari PP Nomor 36 tahun 2005 yang berbunyi: “Pemerintah dapat memberikan bantuan teknis dalam penyusunan peraturan dan kebijakan daerah di bidang bangunan gedung yang dilakukan oleh pemerintah daerah”. Selanjutnya dalam penjelasan pasal 106 ayat 3 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan bantuan teknis antara lain memberikan Model Perda BG dan/atau bantuan teknis penyusunan rancangan peraturan daerah tentang bangunan gedung.

Tujuan dibuatkannya Model Perda BG adalah untuk memberikan acuan dan contoh pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung yang telah mengakomodasi berbagai ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, pedoman teknis dan standar teknis di Indonesia. Yang perlu ditekankan di sini adalah Model Perda BG yang dibuat merupakan acuan dan contoh, sehingga tidak bersifat mengikat dan tidak mengharuskan setiap norma pengaturan untuk sama persis. Akan tetapi Model Perda BG dibuat untuk memudahkan dan mempercepat proses penyusunan di daerah yang pada proses penyusunannya berbagai norma pengaturan dalam Model Perda BG perlu ditajamkan dengan berbagai muatan lokal yang ada dan berlaku di setiap daerah. Sehingga walaupun pada awalnya mengacu pada Model Perda BG, namun pada akhirnya diharapkan setiap Perda BG yang dihasilkan setiap daerah dapat berbeda satu dengan yang lain dan bersifat spesifik.

Model Perda BG yang telah disusun ini, selanjutnya dikuatkan dengan legalisasi berbentuk Surat Edaran dari Menteri Pekerjaan Umum. Legalisasi ini dimaksudkan agar Model Perda BG memiliki kejelasan legalitas untuk dapat dijadikan acuan dalam proses penyusunan Ranperda BG di daerah.

(40)

dilakukan pada tahun 2010 pasca terjadinya bencana di Padang dan Yogyakarta. Penyempurnaan kedua ini dilakukan PBL bekerjasama dengan JICA yang memiliki pengalaman dalam hal penyelenggaraan bangunan gedung tahan gempa. Terakhir penyempurnaan ketiga kali dilakukan pada tahun 2012 pasca UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ditetapkan dan bertepatan dengan momentum dasawarsa UU-BG.

Sistematika penjabaran dalam Model Perda BG antara lain meliputi:

 Penjelasan dan Contoh pada bagian Judul;

 Penjelasan dan Contoh pada bagian Pembukaan;

 Penjelasan dan Contoh pada bagian Batang Tubuh;

 Penjelasan dan Contoh pada bagian Penutup;

 Penjelasan dan Contoh pada bagian Penjelasan

 Penjelasan dan Contoh pada bagian Lampiran (Jika Diperlukan).

Sedangkan muatan pengaturan minimal yang dijabarkan di dalam Model Perda BG meliputi 12 bab, yaitu:

 Bab I Ketentuan Umum;

 Bab II Fungsi Dan Klasifikasi Bangunan Gedung;

 Bab III Persyaratan Bangunan Gedung;

 Bab IV Penyelenggaraan Bangunan Gedung;

 Bab V Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG);

 Bab VI Peran Masyarakat;

 Bab VII Pembinaan;

 Bab VIII Sanksi Administratif;

 Bab IX Ketentuan Penyidikan;

 Bab X Ketentuan Pidana;

 Bab XI Ketentuan Peralihan; dan

(41)

BAB III MONITORING DAN EVALUASI

Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan bangunan gedung di 167 kabupaten/kota tersebar di 34 Provinsi. Fokus substansi yang dilakukan monitoring dan evaluasi mencakup 4 komponen amanat UU Bangunan Gedung No 28/2002 yakni IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung. Berdasarkan pola analisis data yang dihasilkan terlihat bahwa rata-rata persentase kesesuaian substansi baik itu komponen IMB-SLF-PDTBG dan TABG sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2014 terjadi dua kali titik puncak yakni di tahun 2006 dan 2013. Dimana angka persentase kesesuaian substansi amanat UU BG tersebut mencapai 29% untuk komponen P BG (IMB-SLF-PDTBG), 24% untuk komponen TABG dengan jumlah wilayah kajian 8 Kab/Kota. Kemudian 59% untuk komponen P BG (IMB-SLF-PDTBG), 67% untuk komponen TABG dengan jumlah wilayah kajian 32 Kab/Kota. Penurunan angka kesesuaian substansi sangat drastis terjadi pada tahun 2007, 2008 dan 2009 yang dapat disimpulkan bahwa substansi peraturan daerah tentang bangunan gedung belum mengatur materi pokok sebagaimana mestinya.

T-00 T-01 T-03 T-04 T-05 T-06 T-07 T-08 T-09 T-10 T-11 T-12 T-13 T-14 0%

10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

Gambar 3. 1. Grafik Rata-Rata Persentase Kesesuaian Substansi Perda BG Terhadap Model dari Tahun 2000 s.d

(42)

Tabel 3. 1. Rata-Rata Persentase Kesesuaian PERDA BG Terhadap Model 2014 Menurut Tahun Terbit

N

o TahunTerbit

Rata-Rata % Kesesuaian

PERDA BG Terhadap Model Jumlah Kab/Kota PBG

(IMB-SLF-PDTBG) TABG

1 2000 4% 0% 1

2 2001 12% 0% 1

3 2003 4% 0% 2

4 2004 6% 5% 5

5 2005 14% 1% 5

6 2006 29% 24% 8

7 2007 10% 6% 8

8 2008 6% 4% 5

9 2009 10% 4% 16

10 2010 12% 16% 14

11 2011 22% 37% 30

12 2012 43% 46% 25

13 2013 59% 67% 32

14 2014 41% 55% 15

Total Kab/Kota Monev 2014 167

Sumber: Direktorat PBL, 2014

3.1. Monev Perda BG Tahun Terbit 2014

(43)

Tabel 3. 2. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2014

N

o Kab/Kota

% Kesesuaian Terhadap Model P-BG

(IMB-SLF-PDTBG) TABG

1 Kab. Batubara 28% 15%

2 Kab. Indragiri Hulu 79% 100%

3 Kab. Rokan Hilir 8% 0%

4 Kab. Siak 4% 24%

5 Kota Wonogiri 7% 73%

6 Kab. Bulungan 90% 100%

7 Kab. Sidenreng Rappang 28% 100%

8 Kab. Bantaeng 100% 100%

9 Kota Parepare 4% 0%

10 Kota. Bitung 26% 70%

11 Kab. Lombok Barat 28% 15%

12 Kota Bima 85% 100%

13 Kab. Flores timur 24% 3%

14 Kab. Biak Numfor 33% 21%

15 Kab. Merauke 78% 100%

Sumber: Direktorat PBL, 2014

3.2. Monev Perda BG Tahun Terbit 2013

(44)

Nagekeo, Kab. Ngada, Kab Jayawijaya, Kab Kepulauan Yapen dan Kota Tangerang Selatan.

Tabel 3. 3. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2013

N

o Kab/Kota

% Kesesuaian Terhadap Model P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

1 Kab. Agam 87% 94%

2 Kota. Padangpanjang 25% 42%

3 Kota. Pariaman 60% 24%

4 Kab. Indragiri Hilir 36% 82%

5 Kab. Bintan 62% 100%

6 Kab. Batang Hari 43% 70%

7 Kab. Tanjung Jabung Timur 17% 18%

8 Kab. Kerinci 33% 27%

9 Kab. Bengkulu Tengah 95% 100%

10 Kota Tangerang Selatan 62% 100%

11 Kota Pekalongan 16% 21%

12 Kota Sidoarjo 3% 0%

13 Kab. Kotabaru 2% 0%

14 Kab. Tanah Bumbu 90% 58%

15 Kota Banjarbaru 20% 45%

16 Kab. Toraja Utara 84% 100%

17 Kab. Takalar 90% 58%

18 Kab. Maros 98% 100%

19 Kab. Pinrang 98% 100%

20 Kab. Luwu Utara 72% 100%

21 Kota Paloppo 43% 100%

22 Kab. Konawe Selatan 90% 58%

23 Kab. Konawe Utara 90% 100%

24 Kab. Tabanan 80% 100%

25 Kab. Gianyar 78% 100%

26 Kab. Nagekeo 90% 100%

27 Kab. Ngada 91% 100%

(45)

N

o Kab/Kota

% Kesesuaian Terhadap Model P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

29 Kota Ambon 23% 45%

30 Kab Jayawijaya 93% 100%

31 Kab Kepulauan Yapen 98% 100%

32 Kab. Manokwari 5% 0%

Sumber: Direktorat PBL, 2014

3.3. Monev Perda BG Tahun Terbit 2012

Peraturan Bangunan Gedung yang terbit pada tahun 2012 sebanyak 25 Kab/Kota rata persentase kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG sebesar 43%. Sedangkan rata-rata persentase kesesuaian substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) sebesar 46%. Untuk persentase kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG persentase kesesuaian tertinggi dimiliki oleh Kab. Sumbawa Barat sebesar 94% sedangkan persentase terendah sebesar 0,3% dimiliki oleh Kab. Sinjai. Sedangkan untuk persentase kesesuaian Tim Ahli Bangunan Gedung, persentase tertinggi dimiliki oleh Kab. Kuantan Singingi, Kota Tangerang, Kab. Sumbawa Barat, Kab. Belu dan Kab Mimika. Sedangkan kab/kota yang belum mengatur soal Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) yang artinya kesesuaiannya sebesar 0% terdiri atas Kab. Serang, Kota Pasuruan dan Kab. Tapin.

Tabel 3. 4. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2012

No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

1 Kab. Kuantan Singingi 81% 100%

2 Kota Tangerang 63% 100%

3 Kab. Serang 51% 0%

4 Kota Cilegon 26% 21%

5 Kota Sukabumi 20% 21%

6 Kab. Garut 30% 12%

(46)

No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

8 Kab. Boyolali 90% 58%

9 Kab. Pati 34% 18%

10 Kab. Gunung Kidul 28% 88%

11 Kab. Pacitan 91% 58%

12 Kota Pasuruan 87% 0%

13 Kab. Banjar 19% 24%

14 Kab. Tapin 6% 0%

15 Kab. Barito Kuala 12% 21%

16 Kab. Kutai Barat* 26% 6%

17 Kota Bontang 63% 97%

18 Kab. Sigi 26% 30%

19 Kab. Sinjai 0.3% 15%

20 Kab. Muna 27% 24%

21 Kab. Karangasem 77% 100%

22 Kab. Lombok Tengah 20% 21%

23 Kab. Sumbawa Barat 94% 100%

24 Kab. Belu 10% 100%

25 Kab Mimika 84% 100%

Sumber: Direktorat PBL, 2014

3.4. Monev Perda BG Tahun Terbit 2011

(47)

Tabel 3. 5.Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2011

N

o Kab/Kota

% Kesesuaian Terhadap Model P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

1 Kab. Pesisir Selatan 20% 94%

2 Kab. Tanah Datar 9% 52%

3 Kota Payakumbuh 20% 21%

4 Kab. Sijunjung 12% 94%

5 Kab. Lima Puluh Kota 29% 67%

6 Kota Batam 20% 67%

7 Kab. Tasik Malaya 36% 21%

8 Kab. Sumedang 48% 18%

9 Kab. Banyumas 15% 15%

10 Kab. Temanggung 20% 3%

11 Kab. Kendal 30% 70%

12 Kab. Cilacap 28% 0%

13 Kab. Jepara 10% 33%

14 Kab. Magelang 26% 39%

15 Kab. Bantul 16% 61%

16 Kab. Kulon Progo 22% 88%

17 Kab. Sleman 15% 0%

18 Kab. Ngawi 16% 48%

19 Kab. Tulungagung 31% 39%

20 Kab. Kediri 23% 0%

21 Kab. Kapuas Hulu 9% 0%

22 Kab. Kayung Utara 2% 0%

23 Kab. Sanggau 77% 100%

24 Kab. Gunung Mas 5% 30%

25 Kab. Lamandau 12% 21%

26 Kab. Polewali Mandar 3% 18%

27 Kab. Toli - Toli 0.3% 0%

28 Kab. Bombana 3% 0%

29 Kota Kendari 12% 9%

30 Kota Jayapura 93% 100%

(48)

3.5. Monev Perda BG Tahun Terbit 2010

14 kab/kota yang menerbitkan peraturan daerah tentang bangunan gedung rata-rata persentase kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG sebesar 12%, sedangkan rata-rata persentase kesesuaian substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) sebesar 16%. Dari 14 kab/kota yang dikaji, nilai persentase kesesuaian tertinggi sebesar 41% dimiliki oleh Kota Cirebon dan terendah sebesar 0% dimiliki oleh Kabupaten Sintang. Untuk persentase kesesuaian substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) terendah dimiliki oleh Kota Sawahlunto, Kab. Ponorogo, Kota Madiun, Kab. Sintang, Kab. Wakatobi dan Kab. Sumba Timur. Sedangkan persentase kesesuaian tertinggi sebesar 45% dimiliki oleh Kota Tanjung Pinang.

Tabel 3. 6. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2010

N

o Kab/Kota

% Kesesuaian Terhadap Model P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

1 Kab. Padang Pariaman 3% 21%

2 Kota Sawahlunto 5% 0%

3 Kota Tanjung Pinang 22% 45%

4 Kota Metro 8% 27%

5 Kota Bandung 9% 24%

6 Kota Cirebon 41% 42%

7 Kab. Sukoharjo 8% 33%

8 Kab. Ponorogo 18% 0%

9 Kota Madiun 1% 0%

10 Kab. Sintang 0% 0%

11 Kab. Luwu Timur 9% 18%

12 Kab. Wakatobi 3% 0%

13 Kab. Sumba Barat Daya 30% 18%

14 Kab. Sumba Timur 10% 0%

(49)

3.6. Monev Perda BG Tahun Terbit 2009

Dari 167 kab/kota yang dikaji, Perda mengenai Bangunan Gedung yang terbit pada tahun 2009 berjumlah 16 kab/kota. Dimana rata-rata persentase kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG sebesar 10% dan substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) sebesar 4%. Kabupaten Tana Toraja dan Kab. Ogan Ilir merupakan dua kabupaten yang harus mendapat perhatian karena angka persentase kesesuaiannya hanya sebesar 0%. Sedangkan pada substansi TABG, persentase kesesuaian tertinggi sebesar 24% dimiliki oleh Kab. Purworejo. Sedangkan kab/kota yang memiliki persentase kesesuaian terendah sebesar 0% atau sama sekali tidak mengatur soal TABG terdiri atas Kota Solok, Kab. Ogan Ilir, Kab. Karanganyar, Kota Surakarta, Kota Yogyakarta, Kab. Bone, Kab. Tana Toraja, dan Kab. Minahasa Tenggara.

Tabel 3. 7. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2000

No Kab/Kota

% Kesesuaian Terhadap Model

P-BG

(IMB-SLF- PDTBG) TABG

1 Kota Solok 2% 0%

2 Kab. Ogan Ilir 0.3% 0%

3 Kab. Bandung 0% 0%

4 Kab. Bogor 28% 3%

5 Kab. Karanganyar 5% 0%

6 Kab. Purworejo 19% 24%

7 Kota Semarang 30% 18%

8 Kota Surakarta 12% 0%

9 Kota Yogyakarta 11% 0%

10 Kota Surabaya 2% 9%

11 Kota Palangkaraya 22% 3%

12 Kab. Bone 2% 0%

13 Kab. Barru 9% 0%

14 Kab. Tana Toraja 0% 0%

15 Kab. Minahasa Tenggara 10% 0%

16 Kab. Maluku Tengah 13% 6%

(50)

3.7. Monev Perda BG Tahun Terbit 2008

Dari 167 kab/kota yang dilakukan monitoring dan evaluasi pada tahun 2014, terdapat 5 kab/kota yang memiliki perda bangunan gedung lahir pada tahun 2008, yakni Kab. Simeuleu, Bungo, Pandeglang, Kota Probolinggo dan Kota Pontianak. Dari kelima kabupaten/kota tersebut, angka persentase kesesuaian terendah pada substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) dimiliki oleh Kab. Simeuleu, Kab. Bungo, Kab. Pandeglang dan Kota Pontianak.

Tabel 3. 8. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2008

No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

1 Kab. Simuelue 8% 0%

2 Kab. Bungo 1% 0%

3 Kab. Pandeglang 6% 0%

4 Kota Probolinggo 4% 18%

5 Kota Pontianak 9% 0%

Sumber: Direktorat PBL, 2014

3.8. Monev Perda BG Tahun Terbit 2007

Peraturan Daerah mengenai bangunan gedung yang terbit pada tahun 2007 terdapat sebanyak 8 kab/kota. Dimana persentase kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG terendah dimiliki oleh Kota Palu. Sedangkan persentase kesesuaian substansi Tim Ahli Bangunan Gedung tertinggi dimiliki oleh DKI Jakarta dan terendah sebesar 0% terdiri atas Kab. Seluma. Banjarnegara, Rembang, Kotawaringin Barat, Seruyan, Kota Palu dan Kab. Lombok Timur.

(51)

No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

1 Kab. Seluma 4% 0%

2 Ibukota DKI Jakarta 5% 12%

3 Kab. Banjarnegara 9% 0%

4 Kab. Rembang 3% 0%

5 Kab. Kotawaringin

Barat 2% 0%

6 Kab. Seruyan 6% 0%

7 Kota Palu 0% 0%

8 Kab. Lombok Timur 5% 0%

Sumber: Direktorat PBL, 2014

3.9. Monev Perda BG Tahun Terbit 2006

Peraturan daerah tentang bangunan gedung yang terbit pada tahun 2006 sebanyak 8 kab/kota. Dimana persentase kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG tertinggi dimiliki oleh Kab. Nabire dan terendah atau tidak mengatur soal amanat UU ini adalah Kota Singkawang. Untuk persentase kesesuaian substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) tertinggi dimiliki oleh Kab. Lebong dan terendah atau tidak mengatur soal TABG terdiri atas Kota Singkawang, Kab. Poso dan Kab. Manggarai Barat.

Tabel 3. 10. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2006

N

o Kab/Kota

% Kesesuaian Terhadap Model P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

1 Kab. Lebong 65% 100%

2 Kota Bogor 13% 15%

3 Kota Depok 37% 21%

4 Kab. Pemalang 14% 0%

(52)

6 Kab. Poso 9% 0%

7 Kab. Manggarai Barat 2% 0%

8 Kab Nabire 90% 58%

Sumber: Direktorat PBL, 2014

3.10. Monev Perda BG Tahun Terbit 2005 dan 2004

Peraturan Daerah tentang bangunan gedung yang terbit pada tahun 2005 dan 2004 sebanyak 10 kab/kota, dimana 5 kab/kota yang menerbitkan Perda BG pada tahun 2005 terdiri atas Kota Pangkal Pinang, Kab. Barito Timur, Kota Gorontalo, Kab. Sumbawa dan Kab. Alor. Dan 5 kab/kota yang menerbitkan Perda BG pada tahun 2004 yakni Kota Banda Aceh, Kota Palembang, Kota Malang, Kota Samarinda dan Kab. Jembrana. Berdasarkan analisis kesesuaian yang dilakukan, persentase kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG terendah dimiliki oleh Kota Pangkal Pinang sebesar 0%, dan persentase kesesuaian tertinggi dimiliki oleh Kab. Sumbawa. Sedangkan persentase kesesuaian substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) terendah sebesar 0% (tidak mengatur) sebanyak 8 kab/ kota. Lihat tabel.

Tabel 3. 11. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2005 & 2004

N

o Kab/Kota Tahun Terbit

% Kesesuaian Terhadap Model P-BG

(IMB-SLF-PDTBG) TABG

1 Kota Pangkal

Pinang 2005 0% 0%

2 Kab. Barito Timur 2005 5% 0%

3 Kota Gorontalo 2005 18% 3%

4 Kab. Sumbawa 2005 44% 0%

5 Kab. Alor 2005 2% 0%

6 Kota Banda Aceh 2004 3% 0%

7 Kota Palembang 2004 1% 0%

8 Kota Malang 2004 7% 27%

9 Kota Samarinda 2004 18% 0%

10 Kab. Jembrana 2004 3% 0%

(53)

3.11. Monev Perda BG Tahun Terbit 2003, 2001 dan 2000

Peraturan Daerah tentang bangunan gedung yang lahir pada tahun 2003, 2001 dan 2000 terdapat sebanyak 4 kab/kota. Persentase kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG terendah dimiliki oleh Kota Kupang yakni sebesar 0%. Sedangkan persentase kesesuaian substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) terendah sebesar 0% dimiliki oleh semua kab/kota.

Tabel 3. 12. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2003, 2001 & 2000

No Kab/Kota Tahun Terbit % Kesesuaian Terhadap Model P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

1 Kab. Ende 2003 9% 0%

2 Kota Kupang 2003 0% 0%

3 Kota Ternate 2001 12% 0%

4 Kota Tarakan 2000 4% 0%

Sumber: Direktorat PBL, 2014

3.12. Rangkuman Permasalahan

Didalam pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi penyelenggaraaan bangunan gedung di 167 kabupaten/kota, melalui uji petik di 5 kota yakni Kota Batam, Kota Makassar, Kota Jayapura, Kota Palembang dan Kota Semarang; monev substansi peraturan daerah bangunan gedung kab/kota sasaran terdapat 2 (dua) kelompok permasalahan, diantaranya:

1. Kelompok permasalahan pada substansi peraturan daerah bangunan gedung; 2. Kelompok masalah implementasi amanat UU BG No. 28/2002 pada komponen

(54)

Sedangkan beberapa alternatif yang akan direkomendasikan terhadap temuan permasalahan dari 2 kelompok masalah diatas berupa;

1. Penyempurnaan peraturan daerah;

2. Sosialisasi UU BG No. 28/2002 dan Peraturan Menteri terkait;

3. Penyiapan model system informasi bangunan gedung (integrated system model) yang dapat digunakan di seluruh kab/kota di Indonesia (bila diperlukan dapat diintegrasikan seluruh Indonesia).

4. Fasilitasi pembentukan dan operasionalisasi kelembagaan bangunan gedung di kab/kota percontohan.

Permasalahan pada kelompok substansi peraturan daerah bangunan gedung adalah temuan-temuan hasil evaluasi substansi terhadap 167 kabupaten/kota sasaran monev. Temuan-temuan tersebut berupa deteksi terhadap sejauhmana peraturan daerah bangunan gedung yang telah ada di daerah dan/atau pasca lahirnya UU BG No 28/2002 sudah memuat amanat UU tersebut. Amanat UU BG tersebut terdiri atas komponen IMB, TABG, SLF dan Pendataan Bangunan Gedung.

Berdasarkan hasil monev tersebut ditemukan beberapa permasalahan sebagai berikut;

1. Terdapat beberapa peraturan daerah bangunan gedung yang tidak memuat/mengatur mengenai IMB;

2. Terdapat beberapa peraturan daerah bangunan gedung yang tidak memuat/mengatur mengenai TABG;

3. Terdapat beberapa peraturan daerah bangunan gedung yang tidak memuat/mengatur mengenai SLF; dan

4. Terdapat beberapa peraturan daerah bangunan gedung yang tidak memuat/mengatur mengenai Pendataan Bangunan Gedung.

(55)

IMB SLF TABG PDTBG

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

166 151 110

137

Jumlah Kab/Kota

Gambar 3. 2. Grafik Jumlah Kab/Kota yang mengatur Amanat UU BG No 28/2002 tentang IMB, SLF, TABG dan Pendataan

Bangunan Gedung. Sumber: Direktorat PBL, 2014

Berdasarkan analisis kesesuaian peraturan daerah bangunan gedung terhadap 167 kab/kota, terkait permasalahan pengaturan/muatan perda mengenai IMB, terdapat 1 kabupaten yang belum secara benar menyusunnya, yakni Kabupaten Kutai Barat.

Berdasarkan monev terhadap 167 kabupaten/kota tersebut pada grafik diatas, terdapat 16 kabupaten/kota yang belum mengatur soal SLF diantaranya Kota Kupang, Kabupaten Ende, Kabupaten Tana Toraja, Kota Palu, Kota Tarakan, Kab Tanah Bumbu, Kota Singkawang, Kab Sintang, Kota Madiun, Kab Banjarnegara, Kabupaten Bandung, Kota Solok, Kota Sawahlunto, Kab. Rokan Hilir, Kota Pangkal Pinang*, dan Kab/Kota. Bungo.

(56)

Kota Banda Aceh, Kota Solok, Kota Sawahlunto, Kab. Rokan Hilir, Kota Pangkal Pinang*, Kab. Ogan Ilir, Kota Palembang, Kab/Kota. Bungo, Kab. Seluma, Kab. Pandeglang, Kab. Bandung, Kab. Karanganyar, Kab. Pemalang, Kab. Rembang, Kota Surakarta, Kab. Cilacap, Kota Yogyakarta, Kab. Sleman, Kota Madiun, Kota Sidoarjo, Kab. Kapuas Hulu, Kab. Kayung Utara, Kab. Sintang, Kota Pontianak, Kota Singkawang, Kab. Tapin, Kab. Kotabaru, Kab. Tanah Bumbu, Kab. Barito Timur, Kab. Kotawaringin Barat, Kab. Seruyan, Kota Palangkaraya, Kota Samarinda, Kota Tarakan, Kab. Poso, Kab. Toli - Toli, Kota Palu, Kab. Bone, Kab. Barru, Kab. Tana Toraja*, Kota Parepare, Kab. Minahasa Tenggara, Kab. Bombana, Kab. Wakatobi, Kab. Jembrana, Kab. Lombok Timur, Kab. Sumbawa, Kab. Alor, Kab. Manggarai Barat, Kab. Ende, Kab. Belu, Kab. Sumba Timur, Kab. Manggarai, Kota Kupang, Kota Ternate, dan Kab. Manokwari.

Sedangkan pengaturan soal pendataan bangunan gedung pada peraturan daerah bangunan gedung di 167 kab/kota baru mencapai 82% atau sama dengan 137 kab/kota, sisanya sebanyak 30 kab/kota belum mengatur soal ini. Kabupaten/kota yang belum mengatur soal ini terdiri atas Kota Banda Aceh, Kota Solok, Kab. Rokan Hilir, Kota Pangkal Pinang, Kab. Bungo, Kota Metro, Kab. Bandung, Kab. Sintang, Kota Singkawang, Kab. Tanah Bumbu, Kota Palangkaraya, Kota Tarakan, Kab. Toli-Toli, Kota Palu, Kab. Tanah Toraja, Kab. Minahasa Tenggara, Kota Bitung, Kota Gorontalo, Kab. Jembrana, Kab. Lombok Tengah, Kab. Manggarai Barat, Kab. Ende, Kab. Belu, Kab. Sumba Barat Daya, Kab. Sumba Timur, Kab. Manggarai, Kota Kupang, Kab Flores Timur, Kota Ternate, dan Kota Jayapura.

(57)

IMB SLF TABG PDTBG

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

165 14

14 3

Jumlah Kab/Kota

Gambar 3. 3. Grafik Jumlah Kab/Kota yang menerapkan amanat UU BG No 28/2002 tentang IMB, SLF, TABG dan

Pendataan Bangunan Gedung. Sumber: Direktorat PBL, 2014

(58)

IMB SLF TABG PDTBG

99% 90% 66%

82%

99% 8%

8% 2%

% Pengaturan (PH) %Penerapan (KG)

Gambar 3. 4. Grafik Persentase Antara Pengaturan dan Penerapan Amanat UU BG No 28/2002 tentang IMB, SLF,

TABG dan Pendataan Bangunan Gedung. Sumber: Direktorat PBL, 2014

Terkait penerapan TABG, berdasarkan monitoring dan evaluasi yang dilakukan terhadap kab/kota sasaran hanya terdapat 14 kab/kota yang sudah membentuk tim ahli bangunan gedung dan menerapkannya dalam penyelenggaraan bangunan gedung di daerahnya. Diantara kab/kota tersebut Kota Batam, Kab. Ogan Ilir, Kota Palembang, Kab. Pandeglang, DKI Jakarta, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kab. Ngawi, Kota Probolinggo, Kota Surabaya, Kota Pontianak, dan Kota Bontang. Sisanya sebanyak 153 kab/kota belum membentuk dan menerapkannya.

(59)

Tabel 3. 13. Matrik Permasalahan Amanat UU BG No. 28/2002 terkait IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung

Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Sertifikat Laik Fungsi (SLF)  Payung hukum pelaksanaan IMB,

mengacu kepada UU Pemerintah Daerah No 1/2014 dan Peraturan Daerah Mengenai Retribusi dan/atau Peraturan Daerah Retribusi IMB;

 Pelaksanaannya proses IMB di kabupaten/kota belum sesuai Permen PU No 24/2007;

 Masih ditemukan pada peraturan daerah adanya pengaturan yang diamanatkan ke dalam peraturan walikota/bupati dan belum ditindaklanjuti;

 Minimnya kuantitas dan kualitas SDM di Dinas Teknis.

 Kab/Kota belum perlu menerapkan sertifikasi bangunan gedung, karena perkembangan bangunan gedung di dalam kota yang belum signifikan.

 Tidak diatur/dimuat didalam peraturan daerah mengenai bangunan gedung

 Minimnya Kuantitas dan Kualitas SDM di Dinas Teknis.

 Masih ditemukannya pada peraturan daerah bangunan gedung di kabupaten/kota yang belum memuat/mengatur soal Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG)

 Ditemukannya pengaturan lanjutan pada peraturan daerah bangunan gedung mengenai TABG dan belum ditindaklanjuti dan diterapkan.

 Tidak tersedianya kriteria unsur kelengkapan tim ahli terutama dari unsur keahlian teknis, perguruan tinggi dan asosiasi keahlian;

 Pembebanan anggaran daerah menjadi persoalan karena tidak tersedianya dana;

 Minimnya kuantitas dan kualitas SDM di dinas teknis.

 Masih ditemukannya pada peraturan daerah bangunan gedung di kabupaten/kota yang belum memuat/mengatur soal pendataan bangunan gedung;

 Pendataan bangunan gedung dengan system parallel pada saat pengurusan IMB dikesan memberatkan tugas lembaga, karena keterbatasan jumlah SDM yang ada;

 Belum tersedianya system pendataan bangunan gedung yang efektif dan efisien;

 Minimnya kuantitas dan kualitas SDM di dinas teknis.

(60)

3.13. Alternatif Penanganan Permasalahan

Alternatif penanganan permasalahan terhadap ketidaksempurnaan substansi peraturan daerah bangunan gedung melalui tiga opsi yakni penyusunan kembali peraturan daerah, membuat peraturan perbaikan terhadap permasalahan non substansi dan menyusun peraturan lanjutan berupa peraturan bupati/walikota terkait substansi.

Gambar 3. 5. Alternatif Penanganan Permasalahan PERDA BG

Sumber: Direktorat PBL, 2014

Sedangkan permasalahan terkait penerapan amanat UU BG No 28/2002, seperti yang telah diulas pada matrik diatas, beberapa usulan program/kegiatan yang dapat dilaksanakan adalah:

1. melalui sosialisasi UU BG, Peraturan Menteri terkait IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung;

2. Pembuatan Sistem Informasi Bangunan Gedung Terintegrasi. Sistem yang terintegrasi adalah perangkat lunak yang mengintegrasikan mengenai IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung;

3. Pembuatan Sistem Informasi Tenaga Ahli Bangunan Gedung pada tingkat kab/kota, provinsi dan nasional yang terintegrasi/terhubung;

4. Pembuatan Model Sistem Informasi Bangunan Gedung, ditingkat kabupaten/kota, provinsi dan nasional;

5. Fasilitasi kelembagaan, berupa bantuan pembentukan lembaga/badan perijinan terpadu yang efektif dan efisien.

(61)

Lebih jelas dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 3. 6. Alternatif penanganan permasalahan penerapan amanat UU BG No 28/2002 terkait IMB, SLF, TABG

dan Pendataan Bangunan Gedung Sumber: Direktorat PBL, 2014

Dari 167 Kab/Kota hanya 8% yang menerapkan SLF dan

TABG Dari 167 Kab/Kota

hanya 8% yang menerapkan SLF dan

TABG

Sosialisasi Peraturan Menteri terkait IMB, SLF, TABG dan PDTBG Sosialisasi Peraturan Menteri terkait

IMB, SLF, TABG dan PDTBG

Pembuatan Sistem Informasi Bangunan Gedung (Integrated of IMB, SLF,

TABG, PDTBG)

Pembuatan Sistem Informasi Bangunan Gedung (Integrated of IMB, SLF,

TABG, PDTBG)

Pembuatan Sistem Informasi Tenaga Ahli Nasional, Provinsi dan Kabupaten

Kota

Pembuatan Sistem Informasi Tenaga Ahli Nasional, Provinsi dan Kabupaten

Kota

Pembuatan Model Sistem Informasi Pendataan Bangunan Gedung Pembuatan Model Sistem Informasi

Pendataan Bangunan Gedung

Fasilitasi kelembagaan kab/kota percontohan

(Kota Besar, Sedang dan Kecil) Fasilitasi kelembagaan kab/kota

percontohan

Gambar

Gambar 2. 1. Undang-Undang Yang Melandasi
Gambar 2. 5. Sistematika UU BG
Gambar 2. 12. Bagan Tata Cara Penerbitan SLF BG FungsiKhusus
Gambar 2. 13. Bagan Lingkup Kerja TABG
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini penting untuk dilakukan karena potensi produksi Eucheuma cottonii yang cukup tinggi, sehingga perlu adanya metode yang sederhana untuk

Hujan dengan pH antara 4 – 5 dikategorikan sebagai hujan asam dan pada pengujian ini mempengaruhi penurunan tegangan saat terjadinya flashover sebesar 145.5 kV – 142.5 kV

Pada gambar 4.2 dapat dilihat bahwa dari trend kandungan N Total tanah pada sawah dengan irigasi teknis (SPT I dan II) lebih tinggi daripada sawah tadah hujan

YANG TIDAK TERMASUK DALAM 5 KEGIATAN KADARSI (KELUARGA SADAR GIZI ) ADALAH:.. KONSUMSI ANEKA RAGAM

Secara umum lindi adalah limbah cair dari suatu tempat penimbunan sampah padat atau air rembesan dari hasil dekomposisi sampah padat yang terakumulasi pada suatu timbunan sampah

Maka dapat diambil kesimpulan bahwa pada pH 4 dan penambahan gula 15% merupakan perlakuan terbaik pada pembuatan nata de Ipomoea Skin dengan serat kasar yang

Dari hasil analisis pada kelompok perlakuan dapat diketahui responden yang mengalami peningkatan sebanyak 29 orang dan sebanyak 1 orang yang tidak mengalami pe- rubahaan

PJOK merupakan media untuk mendorong pertumbuhan fisik, perkembangan psikis, keterampilan motorik, pengetahuan dan penalaran, penghayatan nilai-nilai dan merupakan