Perkembangan Filsafat di Belahan Dunia Timur
1Oleh Fadh Ahmad Arifan
Kiblat ilmu Filsafat tidak hanya mengacu ke dunia Barat saja, melainkan ke dunia Timur.
Justru belahan dunia Timur terlebih dahulu punya tradisi filsafat meski mereka tidak menggunakan istilah “philosophia”. Seperti yang pernah saya singgung pada pertemuan ke 3 mata kuliah ini, filsafat orang timur adalah cara pandang mereka ketika berinteraksi dengan
dengan dunia sekitarnya, bagaimana mereka memandang dunianya. Saya ingatkan kembali,
bahwa filsafat dari belahan dunia timur selalu berpangkal pada pandangan-pandangan
religius dan moral etis serta pola tingkah orang timur sendiri.
Kali ini akan dibahas seperti apa perkembangan filsafat orang Timur seperti filsafat cina,
India, Termasuk juga filsafat yang hidup di Indonesia. Filsafat di Indonesia yang akan saya
ulas dalam tulisan ini hanya dibatasi pada filsafat Jawa, Batak dan Bangsa Madura. Alasan
saya membahas ketiga suku itu karena mereka adalah suku yang selama ini dominan di
negeri ini, gemar merantau dan sangat kuat menjunjung tinggi filsafat hidupnya.
1. Filsafat Cina
Setiap kali membahas bangsa Cina, pertama kali yang diingat adalah petuah populer, “Tuntutlah ilmu walau sampai ke Negeri Cina”. Petuah itu sampai sekarang masih relevan karena Cina menjelma menjadi raksasa ekonomi yang menyaingi Amerika. Dulu ada dosen saya bilang, “Amerika boleh saja kalah perekonomiannya dari Cina, tetapi dalam masalah Inovasi teknologi Amerika tetap terdepan.” Dalam film dokumenter yang di putar setiap hari
Imlek di Metro TV, diketahui bahwa kemajuan perekonomian Cina saat ini bukan karena
pengaruh ideologi komunisnya, melainkan karena rakyatnya teguh menjalankan ajaran
Konfusius dalam aktivitas sehari-hari.2 Kong Hu Cu atau Konfusius diyakini sebagai salah
1
Disampaikan pada pertemuan ke 7 ata kuliah Pe ga tar filsafat di “TAI al-Yasini, Kab. Pasuruan
2
satu filosof besar di dataran Cina. Selain Konfusius, masih ada nama beken seperti Lao Tzu3
dan ahli perang Sun Tzu (544-496 SM).4
Saya tidak akan membahas Konfisius dan filosof-filosof lainnya, tapi saya bahas posisi
filsafat di Cina. Filsafat selalu menjadi perhatian bagi setiap orang yang berpendidikan,
maka di Cina jika seseorang merupakan orang berpendidikan, pendidikan pertama yang ia
terima adalah ilmu filsafat. Anak-anak di Cina sedari kecil diperkenalkan buku-buku
Konfusius. Bagi orang luar Cina, Konfusius tampak seperti agama, tetapi sebenarnya
bukanlah agama sama halnya dengan Platonisme dan Aristotelianisme.5
Filsafat di Cina berfungsi bukan untuk menambah pengetahuan positif (infomasi sesuai
kenyataan), tetapi untuk meningkatkan taraf jiwa. Karena fokusnya jiwa, maka tidak heran
jika di Cina itu ada pandangan, Bukan keniscayaan bila manusia harus menjadi religius,
namun adalah keniscayaan bila ia menjadi filosofis. Karena ia filosofis, maka akan
mendapat berkah tertinggi dari agama.6
Masih tentang filsafat Cina, ditemukan pada aspek “epistemologi” yang tidak pernah berkembang dalam filsafat cina. Misalnya pertanyaan apakah meja yang saya lihat di
hadapan saya adalah riil atau sekedar ilusi, apakah ini sekedar gagasan dalam pikiran saya
atau menmpati suatu ruang obyektif, tidak pernah dibahas dengan serius oleh para filosof
Cina. Jadi tidak pernah ada problematika epistemologis semacam itu yang ditemukan dalam
filsafat Cina (kecuali Buddhisme yang berasal dari India).7
Mengakhiri pembahasan Filsafat Cina, di dalam bangsa ini terdapat dua aliran/mazhab
filsafat yakni Konfusianisme dan Taoisme. Akan tetapi aliran yang pertama kali muncul
3 Lao Tzu adalah tokoh utama filsafat Taoisme. Salah satu karyanya berjudul
Tao Te Ching. Mengenai orang ini hanya ditemukan legendanya saja, Tidak ada orang yang tahu kapan dan dimana ia meninggal. Sumber: Konrad Kebung, Filsafat Berfikir Orang Timur: India, Cina dan Indonesia, (Jakarta: PT. Prestasi pustakaraya, 2011), hal 141.
4
Tentang Seni Perang ala Sun tzu, baca Roger Ames, Sun Tzu Seni Perang, (Kharisma, 2008); William Tanuwidjaja, 101 Intisari Seni Perang Sun Tzu, (Media presindo, 2008)
5
Fung yu Lan, Sejarah Filsafat Cina, (Pustaka pelajar,2007), hal 1-2
6
Ibid. hal 6-7
7
adalah mazhab Yin-Yang, yang merupakan mazhab para penganut kosmologisme.8 Mazhab
ini mengambil prinsip Yin dan Yang sebagaimana kita ketahui dari film-film kolosal Cina.
Selain Mazhab Yin-Yang, ada mazhab Ju Chia (mazhab Cendekiawan) atau dikenal di
Barat sebagai Konfusianisme. Kemudian mazhab Mo chia atau Mazhab Mo pimpinan Mo
Tzu, Mazhab berikutnya adalah Ming chia, Mazhab Fa chia (mazhab legalisme)9 dan
Terakhir mazhab Tao-Te chia atau dalam dunia Barat dikenal sebagai Mazhab Tao.10
2. Filsafat India
Jika diajukan sebuah pertanyaan untuk apa mempelajari filsafat India? Jawabnya filsafat
India ini dari segi kebudayaan amat mempengaruhi kebudayaan Indonesia. Sejarah
kebudayaan Indonesia tidak mungkin memperoleh bentuknya seperti sekarang ini tanpa
pengaruh India. Pengaruhnya berupa tarian, nyanyian, seni lukis, pahat dan sejenisnya.
Tidak hanya itu, pengaruhnya merambah pada unsur kerohanian seperti meditasi atau
mencari ketenangan batin yang dewasa ini menarik minat banyak orang di negara-negara
Barat.11
Filsafat India seperti juga filsafat Barat pembahasannya meliputi cara kerja akal/nalar,
pengertian manusia, logika, etika dan teori metafisis. Kalau di dunia Barat diberikan
penekanan pada informasi, di India penekanan utama diberikan pada transformasi (kodrat
manusia yang berubah, renovasi pemahaman, tranformasi diri dan sebagainya).12
Sekarang lanjut kepada macam-macam filsafat yang berkembang di India yang meliputi:
filsafat tentang sukses, filsafat tentang kenikmatan (mengajarkan bahwa setiap manusia
harus menghindarkan diri dari dunia material dan mengarahkan perhatian secara khusus
8
Ibid. hal 37
9
Sebuah mazhab yang berpendapat bahwa pemerintahan yang baik harus berdasarkan sistem atau hukum tertentu yang sifatnya tetap, dan bukan didasarkan atas institusi-institusi moral yang ditekankan kaum cendekiawan bagi suatu pemerintahan.
10
Fung Yu Lan, Ibid. hal 38
11 Konrad Kebung,
Op. Cit, hal 23-24
12
kepada kenikmatan batiniah), filsafat tentang kewajiban, filsafat keabadian, dan filsafat
Agama Budha (Buddhisme).13
Ajaran-ajaran filsafat India jika diringkas terdapat empat macam:
a. Pengakuan adanya zat mutlak (filsafat Veda)
b. Ajaran tentang jiwa (jiwa ini disebut dengan banyak nama antara lain: atman atau
purusa)
c. Ajaran tentang Karma (Sistem filsafat yang mengakui semua perbuatan manusia
meninggalkan bekas-bekas pada seseorang yang pada waktunya akan membuahkan
kegembiraan atau kesedihan)
d. Ajaran tentang pelepasan atau pembebasan.14
3. Filsafat Jawa
Jawa adalah suku yang mendominasi di negeri ini, Mengapa? Pertama, karena jumlahnya
yang banyak dibanding suku lain. Kedua, salah satu pemikiran cendekiawan suku ini
diadopsi sebagai slogan pendidikan bangsa Indonesia melalui Ki hajar Dewantara dengan
konsepnya Tut wuri Handayani. Selain itu suku Jawa dipakai untuk salah satu syarat tidak tertulis dalam dunia perpolitikan: “presiden harus beragama Islam dan Bersuku Jawa”. Suku Jawa yang pada masa lalunya mewarnai perjalanan Nusantara melalui Sriwijaya dan
Majapahit ini punya bangunan sistem filsafat tersendiri. Jika Yunani menganggap filsafat
sebagai cinta kearifan/kebijaksanaan, maka Jawa memaknai filsafat sebagai jalan ngudi
kasampurnaan, berusaha mencari kesempurnaan.15 Jadi orang jawa melakukan refleksi
kefilsafatan untuk meraih posisi tersebut.
Sebetulnya tidak hanya itu, Filsafat bagi orang Jawa adalah untuk mengetahui sangkan
paraning dumadi, yaitu asal mula dan akhir kehidupan. Dalam kitab Jawa Klasik, kerap
13
Dalam Buddhisme, tujuan manusia bukan untuk embali ke Asal (Tuhan) melainkan untuk masuk ke dalam nirvana, suatu suasana yang tidak dapat dikuasai nafsu duniawi. Ibid. hal 84
14 I
bid. hal 123-124
15
diulas secara sistematis mengenai berpikir yang mengarah kepada orientasi manunggaling
kawula gusti, dengan harapan diperolehnya suasana tentram lahir batin. Ada beberapa
referensi/kitab yang jadi wahana orang Jawa untuk menuangkan ajaran filsafatnya, seperti:
Kitab Negara Kertagama, Wulangreh, Wedhatama dan Sabda jati.16 Adapun tokoh-tokoh
yang dianggap sebagai filosof Jawa diantaranya: Mpu Kanwa, Mpu Tantular (pengarang
kitab Sutasoma), Yasadipura I (serat Dewaruci), Paku Buwana IV (pengarang kitab
Wulangreh), Ranggawarsita (pengarang Serat wirid hidayat Jati) dan pengarang Wedhatama,
Mangku Negara IV (1809-1881 M).17
4. Filsafat Batak
Dalam bukunya tentang Filsafat Batak, T.M Sihombing mendefinisikan filsafat Batak
sebagai pemikiran, pendapat dan kepercayaan orang Batak akan suatu hal.18 Masih mengutip
isi bukunya, diketahui Filsafat Batak terdiri dari 2 bagian. Pertama, Filsafat hidup yang
bersumber dari adat istiadatnya. Kedua, Filsafat tentang Hata (Kata). Filsafat hidup orang
batak ajarannya meliputi etika terhadap tamu, mencari jodoh, hubungan berfamili, memberi
marga kepada menantu hingga filsafat tentang mengandung (menangisi yang telah
meninggal dunia). Sedangkan filsafat hata (Kata/bahasa) adalah obyek terakhir dalam ajaran
filsafat Batak. Harus dibilang filsafat “hata” Ini yang memegang peranan besar dalam adat istiadat Batak. Contoh filsafat Batak tentang kata berbunyi: “Niarit Lili mambahen pambaba, Jolo nidilat bibir asa nidok hata”, artinya: Jilat dulu bibir, baru berbicara.
Maksudnya pikir dahulu matang-matang, baru berbicara.19
5. Filsafat Madura
Sebelum menutup tulisan ini, tidak lengkap rasanya jika tidak membahas filsafatnya
orang Madura. Suku yang berkarakter tegas, tahan banting dan diindentikkan dengan tradisi “Carok” ini ternyata dalam kesehariannya telah mempraktekkan ajaran filsafat hidupnya dengan konsisten.
16
Purwadi, Filsafat Jawa dan Kearifan Lokal, (Panji Pustaka, 2007), hal 2
17
Abdullah Ciptoprawiro, Op, Cit. hal 33-34.
18 T.M. Sihombing,
Filsafat Batak: Tentang Kebiasaan-Kebiasaan Adat Istiadat, (Balai pustaka, 1987), hal 5.
19
Filsafatnya orang Madura tertuang dalam berbagai ungkapan. Akan tetapi yang hanya
diangkat dalam tulisan ini hanya 2 saja. Pertama, filsafat berbunyi “Bhupa', Bhabu, Guru,
Rato”. Ini adalah 4 golongan yang wajib dihormati oleh suku Madura mulai ayah, ibu, guru
dan Raja. Konon kabarnya filsafat ini sudah dipraktekkan oleh pendekar yang melegenda di
Madura, yakni “Pak Sakera”.20
Kedua, Filsafat berbunyi “Pote mata Ban Pote Tolang, Ango Poteya Tolang,” yang
artinya Lebih baik putih tulang daripada putih mata.21 Ungkapan ini terkait dengan harga diri
seorang Madura apabila dia dihina atau dilecehkan orang lain. Pertama kali mendengar kata
ini bukan dari orang tua yang sejatinya berdarah Madura melainkan dari teman satu kamar di
Mahad Ibnu Khaldun UIN Malang. Dia mengucapkan kata-kata itu dengan wajah serius
karena pada hari sebelumnya harga dirinya dilecehkan oleh seseorang. Namun tidak
diketahui apakah teman sekamar saya itu menyelesaikan permasalahan harga dirinya dengan
tradisi Carok ataukah sebatas perkelahian biasa layaknya adu jotos anak SMA. Wallahu’allam bishowab
20
Moh Hasan Sasra, Pa’ Sakera, dalam http://madurese.lib.uiowa.edu/
21