• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERILAKU PELAT LANTAI JEMBATAN BETON KOM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERILAKU PELAT LANTAI JEMBATAN BETON KOM"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

PERILAKU PELAT LANTAI JEMBATAN BETON KOMPOSIT

PRACETAK DAN CAST IN PLACE TANPA TULANGAN GESER

HORIZONTAL AKIBAT BEBAN STATIS TERPUSAT

Oleh : B. Army

Dosen Jurusan Teknik Sipil, Politeknik Universitas Andalas, Padang ABSTRACT

Engineers use precast concrete for constructions that need efficiency but with good quality. The use of precast can be seen through the making of floor of concrete bridges. Here, precast is functioned as molding for cast in place (c.i.p) concrete and not regarded as structure parts. To optimum cost, precast plate must be united into one whole structure unit so that construction can be more efficient.

The research used four specimens of reinforced concrete plate with scale 1:2, and 1500x1125 x100 mm in dimension of length, width, and height. The specimen were divided into two groups, control and experiment. the former consisted of control and experiment. The former consisted of monolith plate without pre cast which had 100 cm in thickness, and the latter consisted of composite plates with 65 mm thick. Three pre cast plates were arranged under composite plates with dimension of its length, width and height 725x500x35 mm. Both were tested, by putting static load at mid and edge of the span. The load was risen gradually by using hydraulic jack with interval of maximum load increased

( P

)

1 ton/second. When the first crack happened, it continued to failure with interval of load increase now 0,5 ton/sec.

The test showed that specimens experience punching shear failure as the impact of both mid and edge loading. The punching shear strength and first crack tend greater when the load is put at mid span. The stiffness of composite plate is 60% of the monolith plate. The shear strength between composite and monolith plate is 31.47 tons, 33.06 tons for mid load and 4.07 ton and 42.24 for edge loading. Composite plate which is not reinforced by shear strength will have less stiffness than monolith plate since there is no composite action at joint area

Key words: composite, cast in place, the punching shear strength and first crack

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Biasanya pada pembangunan jembatan, beton pracetak digunakan sebagai mould untuk beton cast in place Kenyataannya pada kebanyakan prakteknya dilapangan beton pracetak

belum direncanakan sebagai satu kesatuan struktur dengan beton cast in place

Oleh karena itu maka sering terdapat beberapa kasus yaitu: terjadinya pemisahan pelat beton pracetak dengan pelat beton cast in place, kasus ini disebabkan oleh karena

permukaan pracetak cukup halus dan licin, juga akibat beban siklis kendaraan. Dalam penelitian ini, bidang pertemuan antara beton pracetak dan beton cast in place tidak diberikan tulangan geser, dan sisi permukaan beton pracetak yang menyatu dengan beton cast in place tidak dikasarkan. Yang ingin diketahui

adalah berapa kekuatan struktur saat terjadinya kegagalan aksi komposit

B. Manfaat dan Tujuan

Manfaatnya adalah untuk mengetahui kekuatan struktur pelat lantai komposit tanpa adanya tulangan geser horizontal dan perilaku pelat beton komposit bila terjadi kegagalan aksi komposit. Perencanaan pelat lantai kendaraan jembatan dengan menggunakan pracetak yang menjadi satu kesatuan struktur dengan beton cast in place.

Tujuan penelitian ini adalah menyelidiki prilaku beban pelat saat crack pertama terjadi, degradasi kekakuan pelat sebelum dan setelah mengalami crack, jenis pola retak dibawah pengaruh beban statis.

C. Batasan Masalah

Mencakup hal-hal sebagai berikut:

(2)

1.

Hubungan pelat komposit dengan beton c.i.p tidak diberi tulangan geser.

2. Beban statis dengan variasi pembebanan pada posisi ditengah bentang dan ditepi pelat lantai beton

3. Tepi pelat diatas tumpuan diasumsikan jepit sempurna.

Penulangan pelat beton pada tiap lapis adalah tetap untuk setiap variasi.

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN

TEORI

cenderung mengalami kegagalan punching shear

2.

Puching shear

strength pelat lantai meningkat searah

gerakan posisi pembebanan dari tengah bantang ke tepi dekat tumpuan.

3 Kehilangan kekakuan lentur 59% dari kekakuan lentur awal akibat beban berulang

Siswanto (1999), faktor penting aksi komposit adalah lekatan antara beton dan baja. Shear conector menghasilkan interaksi komposit baja dan beton.

Matsui (1997) proses kerusakan pelat jembatan dibagi dalam 3 tahap, yaitu:

1. Retakan pelat jembatan membesar selama pembebanan oleh lalu lintas, dan hilangya distribusi beban arah longitudinal, dan pelat tidak berprilaku sebagai pelat, tetapi berprilaku sebagai balok-balok transversal.

2.

”Balok-balok” transversal gagal akibat fatigue secara geser, karena kurangnya

tulangan transversal pada gelagar,

selanjutnya fatigue mempengaruhi masa layan jembatan.

3. Retak arah longitudinal berkembang dari dasar pelat bersamaan dengan retak transversal pada permukaan atas pelat B. Landasan Teori material dengan pertambahan regangan besar dengan beban yang sama.

2.Crack

Bila beban bertambah besar, tegangan tarik pada beton dapat melampaui kuat tarik beton, akibatnya akan timbul retakan. Retakan pada beton berkontribusi terhadap terjadinya korosi pada tulangan, (Diphohusodo, 1994)

3.Aksi Komposit

Aksi komposit adalah aksi penyatuan dari elemen-elemen yang berbeda dalam satu struktur (Sabnis, 1979). Struktur komposit dibentuk untuk memanfaatkan sifat-sifat menguntungkan dari material penyusunnya untuk efisiensi yang lebih tinggi

4 Hubungan Aksi Komposit Dengan

Kekakuan

Kusuma 1993, hubungan komposit

dan kekakuan, contoh dua papan berpenampang segiempat disusun vertikal dan dipaku, ditumpu sederhana dan dibebani ditengah, papan dengan tinggi h dan lebar b maka momen inersianya sesuai persamaan (1) Sebaliknya, jika kedua papan saling lepas, momen inersianya sesuai persamaan (2)

(3)

5. Jenis Keruntuhan Pelat

Wang (1985), Mode keruntuhan akibat beban terpusat dikaitkan dengan perbandingan bentang geser terhadap tinggi (a/d) yaitu

b.Keruntuhan lentur setelah terjadi retak miring c. Keruntuhan tarik diagonal

d.Keruntuhan lentur sebelum terbentuknya retak miring.

METODE PENELITIAN

A. Specimen

Dalam penelitian ini dibuat 4 pelat beton bertulang dengan skala 1:2

dengan dimensi panjang: 1500 mm, lebar 1125 mm dan tebal 100 mm dihubungkan dengan balok persegi empat sebagai penempatan Specimen dibagi menjadi dua, yaitu pelat monolit dan komposit. Pelat monolit digunakan berjumlah 2 pelat berfungsi sebagai referensi dari pelat komposit. Pelat monolit

Tabel 1. Pengelompokan specimen dan Variasi Pembebanan

Benda Uji Posisi pembebanan Kod

e Jumlah

kontrol (monolit) Tengah Km-c 1

Tepi Km-e 1

Eksprimen (komposit) Tengah Ek-c 1

Tepi Ek-e 1

B. Bahan Penelitian

1. Beton cast in place (c.i.p)

Beton cast in place dengan fc’=50 MPa,

spesifikasi bahan adalah semen Portland type I, pasir alami dan agregat dengan butiran maks. 20 mm.. Beton ini untuk membuat balok

spesifikasi: semen Portland type I, pasir alami dan crushed aggregate butir maks. 10mm untuk membuat pelat pracetak 825x500x35 mm, dengan fc’=60 MPa. Baja tulangan digunakan:

baja polos Ø60mm, fy=340MPa ukuran nominal

5.18mm dan baja deform D-8 mm, fy=360MPa

ukuran nominal 7.46mm.

beton cast in place

(4)

D.

Peralatan dan Set Up Pengujian

Specimen dibuat berdasarkan kondisi

lapangan sehingga didapat hasil yang reprensentatif. Model specimen (Gambar 2) dibuat berdasarkan model yang diskala, pada penelitian ini model dibuat berdasarkan Gambar 2, tebal pelat lantai kendaraan c.i.p adalah 200mm, tebal pelat pracetak 70mm berfungsi sebagai bekisting. Telah disebutkan sebelumnya bahwa penelitian bertujuan untuk memanfaatkan pelat pracetak bukan hanya sebagai bekisting tapi juga sebagai satu kesatuan struktur sehingga total tebal pelat lantai adalah 200mm.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteritik Baja Tulangan

Dari pengujian tarik baja diperoleh hasil, untuk baja tulangan deform diameter 8

mm fy=368.51 MPa, ,

ε

y

=

0

.

00193

,

.

30

.

195652

MPa

E

s

=

B. Katakteristik Beton

Beton pracetak dengan fc’=60 MPa dan

beton c.i.p fc’=50 MPa. Untuk selanjutnya dalam

analisa perhitungan kapasitas pelat, digunakan kuat tekan rata-rata dari beton c.i.p yaitu 50 MPa

C. Hasil Pengujian Pelat

1. Kurva hubungan beban (P) dengan

defleksi (δ)

Gambar 4 dan 5 adalah kurva hubungan antara beban, P dan defleksi, δ dari

benda uji monolit dan komposit. Defleksi yang ditinjau adalah defleksi yang terjadi dibawah beban terpusat.

Perbandingan kurva beban dan defleksi ini menunjukan perbedaan kekakuan dari benda uji monolit dan komposit. Gambar 4 menunjukan bahwa pelat komposit mempunyai kekakuan yang hampir sama dengan pelat monolit pada awal pembebanan. Tetapi pada saat pembebanan tinggi, terutama saat telah terjadinya first crack dan mendekati keruntuhan, kekakuan plat komposit jauh

11 Profil WF 200x200x10 mm

Loading Frame

Hydraulic Jack

Pelat baja 250x100x3 mm

Specimen

(5)

menurun. Menurunnya kekakuan pelat komposit ditandai dengan membesarnya lendutan pada kondisi pembebanan yang sama. Gambar 5 menunjukan bahwa kekakuan pelat komposit jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pelat monolit. Hal ini tidak sesuai dengan yang diharapkan, karena pada pengujian serupa yang telah dilakukan oleh Sabnis, (1979) dengan pelat komposit menggunakan perkuatan geser horizontal masih lebih kecil dibandingkan dengan pelat monolit pada pembebanan tinggi. Nilai kekakuan pelat komposit yang lebih tinggi dari pelat monolit ini disebabkan oleh lemahnya hubungan (joint) antara pelat normal dengan balok pendukung yang ditandai dengan retak yang berkembang didaerah joint itu

2. Beban crack pertama (Pfirst crack)

Pelat komposit memiliki beban Pfirst crack yang

lebih besar dari pelat monolit, disebabkan oleh kuat beton pracetak (fc’=60MPa) yang lebih

tinggi dari kuat tekan beton cast in

place(fc’=50MPa) sehingga mempengaruhi kuat

tarik beton. Didapatkan pula beban Pfirst crack

3. Besar beban runtuh (Pfailure)

Pfailure pelat monolit dan komposit berada

antara nilai kapasitas lentur dan geser analitis. Disimpulkan: pelat tidak dapat mencapai kapasitas lentur karena kapasitas gesernya telah terlampaui. Pfailure pelat lebih tinggi dari

kapasitas geser analitis karena kontribusi geser dari baja tulangan. Tidak berbeda pada beban Pfirst crack, Pfailure memiliki nilai lebih besar bila

beban terpusat berada ditepi, Gb.7.

D. Kekakuan Pelat

Kekakuan pelat akan menurun setelah retak terjadi dan berkembang. Pada pelat monolit kekakuan pelat menurun sebesar 80-90% dan komposit menurun sebesar 60-70%.

12 Gambar 4. Beban vs defleksi

dengan beban terpusat ditengah

Gambar 5. Beban vs defleksi dengan beban terpusat ditepi

ratio panjang bentang geser thd tnggi eff (av/d)

B

ratio panjang bentang geser thd tnggi eff (av/d)

B

Gambar 6. Pengaruh panjang bentang geser

(6)

E. Pola Retak dan Jenis Keruntuhan

Retak pertama specimen terjadi pada permukaan bawah didaerah bawah beban. Retakan yang terjadi pada permukaan bawah pelat monolit

tersebar secara merata kebagian sisi-sisinya. Berbeda dengan pelat komposit, retakan yang terjadi dominan hanya pada bagian tengah. Pola keruntuhan yang terjadi pada benda uji pelat diakibatkan oleh

kegagalan geser pons (Punching shear failure). Pola keruntuhan pada permukaan atas terjadi pada daerah luasan beban ( pelat baja), sedangkan pada permukaan bawah pola keruntuhan terjadi pada jarak ±25 cm dari pusat beban.

KESIMPULAN

Dari hasil pengujian dapat disimpulkan: 1. Pelat komposit memiliki besar defleksi hampir sama dengan monolit di awal pembebanan, tapi cenderung jauh bertambah besar saat mendekati keruntuhan.

2. Kekakuan pelat secara bertahap akan menurun setelah terjadi retak sampai runtuh. Kekakuan pelat komposit lebih kecil dari monolit sekitar 60%

3. Pola retak permukaan bawah pelat monolit menyebar dan merata ke sisi-sisinya baik pada arah transversal maupun longitudinal. sedangkan pelat komposit retak dominan terjadi pada bagian tengah sampai kedaerah sambungan pelat pracetak.

DAFTAR PUSTAKA

ACI, 1995, Building Code Requirements for Reinforced Concrete, American Concrete Institute, Report ACI 318-95, Detroit Michigan.

Chang (1998), Bond in Reinforced Concrete: Behavior and Design Criteria, ACI Journal January-February 1986.

Diphohusodo, (1994), Struktur Beton Bertulang, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Departemen Pekerjaan Umum, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SK SNI T15-1991-03, 1987.

Departemen Pekerjaan Umum. Dit. Jen. Karya DPMB Buku Pedoman untuk Struktur Beton Bertulang Biasa dan Struktur Tembok Bertulang untuk Gedung 1983

Gere, J,M., Thimoshenko S.,P., 1987, Theory of Elastic Stability, McGraw Hill Book Company, New York.

Kusuma. (1993), Dasar-dasar Perencanaan Beton bertulang. Penerbit Erlangga, Jakarta

Matsui (1997), Tinjauan prilaku tegangan lekat pada Struktur Beton Bertulang dengan Metode Semi Beam dan Pull Out, Tugas Akhir S!, Jurusan Teknik Sipil FT-UGM, Yogyakarta Neville A.M. dan Brooks JJ., 1987, Concrete Tecnology, Longman Scientiffic & Technical, New York

Siswanto (1999), Prilaku Komposit Pelat dan Balok Beton dalam Bentuk Balok I, Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sabnis, (1979), Prilaku Komposit Pelat dan Balok Beton dalam Bentuk Balok T, Tesis Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Wang, Chu-Kia (1985), Disain Beton Bertulang, Jilid I, Edisi IV, Erlangga, Jakarta.

Gambar

Gambar 1. Potongan melintang struktur pelat lantai jembatanb. Potongan I-I
Gambar 4. Beban vs defleksi dengan beban terpusat ditengah

Referensi

Dokumen terkait

Siswa yang mampu meregulasi diri ( self regulated learning ), juga memiliki percaya diri dan dapat mengenali dirinya secara baik ( self-esteem ), ditambah dengan dukungan sosial

Jam’u wa al-Taufiq adalah taufiq (kompromi), dari yang al- ‘Imrānī membicarakan perihal perceraiannya namun dasar al- Maūṣilī menggunakan dasar kewajiban dari

Terjadi bila penutupan processus vaginalis peritonei hanya pada suatu bagian saja. Sehingga masih ada kantong peritoneum yang berasal dari processus vaginalis yang tidak

• Layout furniture disesuaikan dengan kegiatan ( meja dapat digeser) dan furniture meghindari sudut. • Ruangan bernuansa warna kuning, karer\a warna kuning dapat memberikan

Melalui gambar 2.2 pfd diatas yang lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran A bahwa untuk memproduksi produk STPP diperlukan Spray Dryer untuk membentuk OrthoPhos

Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara

Moć uma o tome kako mi percipiramo stvari vezane za pripadnost i kako možemo biti sumnjičavi prema onome što mislimo da nije naše, da čak jabuke mogu biti “tuđe”, izražena je

Pada gambar 2.1 bahwa seorang manajer pusat laba yang berkemampuan tinggi dan berbakat di dalam mencapai target pendapatan dan atau biaya akan menghasilkan kinerja