• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fungsi Dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Kegiatan Jasa Keuangan Di Sektor Perbankan (Studi Pada Otoritas Jasa Keuangan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fungsi Dan Kewenangan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Kegiatan Jasa Keuangan Di Sektor Perbankan (Studi Pada Otoritas Jasa Keuangan)"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

DI INDONESIA

Awal pembentukan Otoritas Jasa Keuangan berawal dari adanya keresahan dari beberapa pihak dalam hal fungsi pengawasan Bank Indonesia. Ada tiga hal yang melatarbelakangi pembentukan Otoritas Jasa Keuangan, yaitu perkembangan industri sektor jasa keuangan di Indonesia, permasalahan lintas sektoral industri jasa keuangan, dan amanat Undang-Undang No. 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia (Pasal 34). Pasal 34 menyatakan bahwa Bank Indonesia merupakan respons dari krisis asia yang terjadi pada 1997-1998 yang berdampak sangat berat terhadap Indonesia khususnya sektor Perbankan.

Krisis pada 1997-1998 yang melanda Indonesia mengakibatkan banyaknya Bank yang mengalami kebangkrutan sehingga banyak yang mempertanyakan pengawasan Bank Indonesia terhadap Bank-Bank. Kelemahan kelembagaan dan pengaturan yang tidak mendukung diharapkan dapat diperbaiki sehingga tercipta kerangka sistem keuangan yang lebih tangguh. Reformasi di bidang hukum Perbankan diharapkan menjadi obat penyembuh krisis dan sekaligus menciptakan penangkal dalam pemikiran permasalahan-permasalahan di masa depan.10

Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan, baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Di samping

10

(2)

itu, adanya Lembaga Jasa Keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan (konglomerasi) telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antar Lembaga Jasa Keuangan di dalam sistem keuangan. Banyaknya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan yang meliputi tindakan moral hazard antara lain, meliputi sumber daya manusia, pengelolaan, pengendalian, dan kepemilikan di sektor jasa keuagan, dengan tetap mempertimbangkan aspek positif globalisasi. Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggung jawaban, transparansi, dan kewajaran (fairness).11

A. Defenisi Dan Dasar Hukum Otoritas Jasa Keuangan

Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Pasal 1, Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang–undang ini.12

Otoritas Jasa Keuangan adalah sebuah lembaga pengawasan jasa keuangan seperti Industri Perbankan, Pasar Modal, Reksadana, Perusahaan Pembiayaan, Dana Pensiun, dan Asuransi. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan sebagai suatu lembaga pengawasan sektor keuangan di Indonesia yang perlu di perhatikan, hal

11

Ibid., Hal. 109-110.

12

(3)

ini karena harus dipersiapkan dengan baik segala hal untuk mendukung keberadaan Otoritas Jasa Keuangan tersebut.13

Langkah Indonesia membentuk Otoritas pengaturan dan pengawasan jasa keuangan yang terintegrasi mengikuti jejak berbagai negara di dunia yang terlebih dahulu melakukannya. Norwegia contohnya, sejak Tahun 1986 telah mendirikan Kredittilsynet yang berperan sebagai regulator atas kegiatan Perbankan, Investasi non-Bank, Asuransi, Real Estate maupun Audit. Pada Tahun 2000 lembaga ini Indonesia yang pada awalnya menerapkan sistem pengawasan terhadap sektor jasa keuangan dilakukan oleh beberapa institusi, berubah menjadi sistem pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan oleh satu institusi, yaitu Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Otoritas Jasa Keuangan terbentuk dengan lahirnya Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang berlaku tanggal 22 November 2011.

Pembentukan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan itu sejalan dengan pendapat Ann Seidman, Robert B. Siedman dan Nalin Abeyesekere yang mengatakan bahwa pembentukan Undang-Undang merupakan alat utama pemerintah melakukan perubahan pada lembaga-lembaga. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan merupakan bentuk atau model “single–regulator supervision” dimana kontrol atas sektor keuangan diserahkan pada satu otoritas tunggal yang terpisah dari Bank Sentral. Otoritas ini bertanggung jawab atas semua pasar dan intermediaries finansial, dan mengemban tugas untuk mewujudkan semua sasaran regulasi (stabilitas, transparansi dan perlidungan investor).

13

(4)

diberikan kewenangan untuk mensupervisi Oslo Stock Exchange. Di Swedia, lembaga yang serupa dibentuk pada Tahun 1991 dan diberi nama Finansipektionen, begitu pula dengan Korea yang memiliki Financial Supervisory Services (FSS). Briault mengemukakan bahwa manfaat dari pembentukan Unified Regulator, antara lain :

- Harmonisasi, konsolidasi dan rasionalisasi prinsip-prinsip, aturan-aturan dan pedoman yang dikeluarkan oleh berbagai regulator atau tercantum dalam legislasi yang sudah berlaku, dan pada saat yang sama tetap memperhatikan bahwa apa yang tepat bagi satu jenis usaha, pasar atau pelanggan belum tentu tepat untuk yang lain.

- Proses tunggal untuk berbagai urusan seperti perizinan, dengan standar dan database yang sama.

- Pendekatan yang lebih konsisten dan koheren atau supervisi berbasis resiko dalam industri jasa keuangan, yang memungkinkan sumber daya dan berbagai beban yang diberikan kepada semua perusahaan dalam Regulated Industry untuk dialokasikan secara lebih efektif dan efisien berdasarkan resiko-resiko yang dapat diderita oleh konsumen jasa keuangan.

(5)

- Selain regulator tunggal juga adanya skema tunggal dalam penanganan komplain dan kompensasi konsumen/nasabah.14

Pendirian Otoritas Jasa Keuangan sebenarnya sudah direncanakan sejak Tahun 1999, dimana Pasal 34 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia telah memerintahkan pembentukan Lembaga Pengawas Jasa Keuangan (LPJK) yang berfungsi mengawasi seluruh kegiatan di dalam sektor jasa keuangan di Indonesia. Sebagai tindak lanjut Pasal 34 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tersebut, didirikan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan Undang-Undang No.21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, Otoritas Jasa Keuangan berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor Jasa Keuangan di Indonesia .

Sejak Desember 2012, Otoritas Jasa Keuangan mulai melaksanakan fungsi sebagai lembaga pengawas pasar modal dan industri keuangan non-Bank (IKNB) menggantikan fungsi Bapepam-LK dan mulai 31 Desember 2013, Otoritas Jasa Keuangan juga akan berfungsi sebagai pengawas industri Perbankan. Pasal 6 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan menetapkan bahwa fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor Jasa Keuangan dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.

14

(6)

Fungsi pengaturan dan pengawasan tersebut meliputi :

- Kegiatan Jasa Keuangan di sektor Perbankan. - Kegiatan Jasa Keuangan di sektor Pasar Modal.

- Kegiatan Jasa Keuangan di sektor Perasuransian, Dana Pensiun, lembaga pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.

Pendirian lembaga pengawas jasa keuangan secara terintegrasi memiliki latar belakang dan alasan berbeda di setiap negara. Beberapa faktor berikut sering dijadikan sebagai faktor pemicu diterapkannya sistem pengawasan secara terintegrasi. Pertama, munculnya konglomerasi keuangan dan mulai diterapkannya Universal Banking System. Kondisi ini menyebabkan regulasi yang didasarkan atas sektor menjadi tidak efektif karena terjadi perbedaan dalam regulasi dan supervisi. Kedua, stabilitas sistem keuangan telah menjadi isu utama bagi lembaga pengawas yang awalnya belum memperhatikan masalah stabilitas sistem keuangan. Ketiga, kepercayaan dan keyakinan pasar terhadap lembaga pengawas menjadi komponen utama Good Governance, untuk meningkatkan Good Governance pada lembaga pengawas jasa keuangan, banyak negara melakukan revisi struktur lembaga pengawas jasa keuangannya.15

B. Pihak-Pihak Dalam Otoritas Jasa Keuangan

Setelah adanya Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan, pengaturan dan pengawasan sektor Perbankan yang semula berada pada Bank Indonesia sebagai BankSentral dialihkan pada Otoritas Jasa

15

(7)

Keuangan. Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan ini dimaksudkan untuk memisahkan fungsi pengawasan Perbankan dari Bank Sentral ke sebuah badan atau lembaga yang independen di luar Bank Sentral. Dasar hukum pemisahan fungsi pengawasan tersebut, yaitu Pasal 34 Undang-Undang No.3 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang menyatakan:

- Tugas mengawasi Bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan Undang-Undang.

- Pembentukan lembaga pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akan dilaksanakan selambat-lambatnya 31 Desember 2010.

(8)

meminta penjelasan dari Bank Indonesia keterangan dan data makro yang diperlukan.

Keindependenan Otoritas Jasa Keuangan berkaitan dengan beberapa hal, pertama, independen yang berkait dengan pemberhentian anggota lembaga yang hanya dapat dilakukan berdasarkan sebab-sebab yang diatur dalam Undang-Undang pembentukan lembaga yang bersangkutan, tidak sebagaimana lazimnya administrative agencies yang dapat sewaktu-waktu oleh Presiden karena jelas merupakan bagian dari eksekutif. Kedua, selain masalah pemberhentian yang terbebas dari intervensi Presiden, sifat independen juga tercermin dari :

- Kepemimpinan lembaga yang bersifat kolektif, bukan hanya satu orang pimpinan. Kepemimpinan kolegial ini berguna untuk proses internal dalam pengambilan keputusan-keputusan, khususnya menghindari kemungkinan politisasi keputusan sebagai akibat proses pemilihan keanggotaannya.

- Kepemimpinan tidak dikuasai atau tidak mayoritas berasal dari partai politik tertentu.

- Masa jabatan para pemimpin lembaga tidak habis secara bersamaan, tetapi bergantian (staggered terms).

(9)

a. Seorang Ketua merangkap Anggota.

b. Seorang Wakil Ketua sebagai Ketua komite etik merangkap Anggota. c. Seorang Kepala Eksekutif pengawas Perbankan merangkap Anggota. d. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap

Anggota.

e. Seorang Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, Lembaga Jasa Keuangan lainnya merangkap Anggota.

f. Seorang Ketua Dewan Audit merangkap Anggota.

g. Seorang Anggota yang membidangi edukasi dan perlindungan konsumen.

h. Seorang anggota ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota dewan gubernur Bank Indonesia.

i. Seorang anggota ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat eselon I Kementerian Keuangan.16

Syarat untuk menjadi Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan antara lain :

- Warga Negara Indonesia.

- Memiliki akhlak, moral, dan integritas yang baik. - Cakap melakukan perbuatan hukum.

- Tidak pernah dinyatakan pailit atau tidak pernah menjadi pengurus perusahaan yang menyebabkan perusahaan tersebut pailit.

- Sehat jasmani.

16

(10)

- Berusia paling tinggi 65 (enam puluh lima) Tahun pada saat ditetapkan. - Mempunyai pengalaman atau keahlian di sektor jasa keuangan.

- Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan hukuman 5 (lima) Tahun atau lebih.

Dalam Pasal 11 ayat (3) Undang-Undang No.21 Tahun 2011 hanya menyebutkan panitia seleksi beranggotakan 9 (sembilan) orang yang terdiri atas unsur pemerintah, Bank Indonesia, dan masyarakat.17

- Meninggal dunia.

Sementara itu pengaturan tentang masa kerja Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dapat juga digunakan sebagai kriteria dalam mengukur independensi. Pasal 17 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan menetapkan bahwa anggota Dewan Komisioner tidak dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir, kecuali apabila memenuhi alasan sebagai berikut :

- Mengundurkan diri.

- Masa jabatannya telah berakhir dan tidak dipilih kembali.

- Berhalangan tetap sehingga tidak dapat melaksanakan tugas atau dipekirakan secara medis tidak dapat melaksanakan tugas lebih dari 6 (enam) bulan berturut – turut.

17

(11)

- Tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Dewan Komisioner lebih dari 3 (tiga) bulan berturut – turut tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.

- Tidak lagi menjadi anggota dewan gubernur Bank Indonesia bagi anggota ex–officio Dewan Komisioner yang berasal dari Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf h.

- Tidak lagi menjadi pejabat setingkat eselon I pada Kementerian Keuangan bagi anggota ex–officio Dewan Komisioner yang berasal dari Kementerian Keuangan sebagaimana di maksud dalam Pasal 10 ayat (4) huruf i.

- Memiliki hubungan keluarga sampai derajat kedua dan/ atau semenda dengan anggota Dewan Komisioner lain dan tidak ada satu pun yang mengundurkan diri dari jabatannya.

- Melanggar kode etik.

Dengan pengaturan sebagaimana diatas, dapat disimpulkan bahwa anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan tidak diberhentikan berdasarkan alasan politik. Ketentuan seperti ini akan memberikan keamanan bagi Dewan Komisioner dalam mengambil kebijakan yang tidak populer secara politik.18

1. Prof. Dr. Ilya Avianti, S.E., M.Si., Ak, CPA, Ketua Dewan Audit merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan. Struktur keanggotaan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan masa periode 2012 – 2017 yaitu :

18

(12)

2. DR. Rahmat Waluyanto, MBA., wakil Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan sebagai Ketua Komite Etik merangkap Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan.

3. DR. Kusumaningtuti Sandriharmy Soetiono,S.H. LLM, Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan yang membidangi edukasi dan perlindungan konsumen.

4. Nelson Tampubolon, SE, MSM, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan.

5. Dr. Ir. Anny Ratnawati, M.Sc, wakil Menteri Keuangan, Republik Indonesia anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan ex– officio Kementerian Keuangan.

6. Muliaman D. Hadad, Ph.D, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan.

7. Ir. Nurhaida, MBA., Kepala Eksekutif pengawas pasar modal merangkap anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan.

8. DR. Firdaus Djaelani, MA, Ketua Eksekutif pengawas industri keuangan non Bank merangkap anggota Dewan Komisioner.

9. DR. Halim Alamsyah, SH, SE, MA, Deputi Gubernur Bank Indonesia, anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan ex–officio Bank Indonesia.19

19

(13)

C. Fungsi, Tugas, Dan Wewenang Otoritas Jasa Keuangan

Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga yang melaksanakan tugas pengawasan sektor jasa keuangan secara terintegrasi. Untuk beroperasi sebagai lembaga pengawas yang terintegrasi, Otoritas Jasa Keuangan perlu memastikan bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsinya dilakukan secara terpadu. Di Indonesia, tugas tersebut menjadi tanggung jawab Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan yang memastikan bahwa ketentuan tertentu perlu diharmonisasi dan ketentuan yang tetap dibiarkan berbeda untuk mengakomodir perbedaan karakteristik indutri keuangan. Terintegrasinya peraturan juga penting dalam kaitannya terpisahnya antara pengawasan microprudential dan pengawasan macroprudential sebagaimana yang diatur Pasal 7 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan.

(14)

a. Pengaturan dan pengawasan mengenai kelembagaan Bank yang meliputi:

1. Perizinan untuk pendirian Bank, pembukaan kantor Bank, anggaran dasar, rencana kerja, kepemilikan, kepengurusan, dan sumber daya manusia, merger, konsolidasi dan akuisisi Bank, serta pencabutan izin usaha Bank.

2. Kegiatan usaha Bank, antara lain sumber dana, penyediaan dana, produk hibridasi, dan aktivitas di bidang jasa.

b. Pengaturan dan pengawasan mengenai kesehatan Bank yang meliputi : 1. Likuiditas, Rentabilitas, Solvabilitas, kualitas aset, rasio kecukupan modal minimum, batas maksimum pemberian kredit, rasio pinjaman terhadap simpanan, dan pencadangan Bank.

2. Laporan Bank yang terkait dengan kesehatan dan kinerja Bank. 3. Sistem informasi debitur.

4. Pengujian kredit (credit testing). 5. Standar Akuntansi Bank.

c. Pengaturan dan pengawasan mengenai aspek kehatihatian Bank, meliputi:

1. Manajemen risiko. 2. Tata kelola Bank.

3. Prinsip mengenal nasabah dan anti pencucian uang.

(15)

d. Pemeriksaan Bank

Pasal 7 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan menyatakan bahwa selain lingkup pengawasan diatas, merupakan tugas dan wewenang Bank Indonesia yang disebut sebagai pengaturan dan pengawasan macroprudential. Dalam rangka pengaturan dan pengawasan macroprudential tersebut peran Otoritas Jasa Keuangan adalah membantu Bank Indonesia untuk melakukan himbauan moral kepada industri Perbankan. Konsepsi dan transformasi Otoritas Jasa Keuangan keterikatan antara kebijakan macroprudential dengan kebijakan microprudential yang mana terdapat pada Pasal 39 Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan yang menetapkan bahwa dalam melaksanakan tugasnya, Otoritas Jasa Keuangan berkoordinasi dengan Bank Indonesia dalam membuat peraturan dan pengawasan di bidang Perbankan antara lain :

1. Kewajiban pemenuhan modal minimum Bank. 2. Sistem informasi Perbankan yang terpadu.

3. Kebijakan penerimaan dana dari luar negeri, penerimaan dana valuta asing, dan pinjaman komersial luar negeri.

4. Produk Perbankan, transaksi derivatif, kegiatan usaha Bank lainnya, antara lain kartu kredit, kartu debet, dan internet Banking.

(16)

6. Data lain yang dikecualikan dari ketentuan tentang kerahasiaan informasi.20

Berdasarkan ketentuan Pasal 34 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia beserta penjelasaanya dapat disimpulkan bahwa Otoritas Jasa Keuangan akan bertugas mengawasi Bank, lembaga-lembaga usaha perasuransian, lembaga – lembaga usaha Pasar Modal, Dana Pensiun, lembaga-lembaga usaha pembiayaan, Modal Ventura, dan lembaga-lembaga-lembaga-lembaga lain yang mengelola dana masyarakat. Dengan demikian, Otoritas Jasa Keuangan akan mengambil alih sebagian tugas dan wewenang Bank Indonesia, direktorat jenderal Lembaga Keuangan, badan pengawas pasar modal, dan institusi-institusi pemerintah lain yang selama ini mengawasi lembaga pengelola dana masyarakat. Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas dan wewenangnya berdasarkan :

1. Asas Kepastian Hukum

Adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan.

2. Asas Kepentingan Umum

Adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara aspiratif, akomodatif, dan selektif.

3. Asas Keterbukaan

Adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan dengan tetap

20

(17)

memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia negara.

4. Asas Profesionalitas

Adalah asas yang mengutamakan keahlian dalam pelaksanaan tugas, fungsi, dan wewenang Otoritas Jasa Keuangan dengan tetap berlandaskan pada kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

5. Asas Akuntabilitas

Adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari setiap kegiatan penyelenggaraan Otoritas Jasa Keuangan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.

Otoritas Jasa Keuangan mempunyai tugas sebagai berikut :

1. Mengatur dan mengawasi pengelolaan dan kegiatan sektor jasa keuangan yang diselenggarakan Lembaga Jasa Keuangan .

Yang termasuk mengatur dan mengawasi pengelolaan dan kegiatan sektor jasa keuangan yang diselenggarakan Lembaga Jasa Keuangan adalah :

- Membuat peraturan di bidang jasa keuangan. - Melaksanakan uji kepatutan dan kelayakan.

- Mewajibkan penyampaian informasi, dokumen, dan laporan kepada Otoritas Jasa Keuangan.

(18)

- Menunjuk pengelola statuter dan melakukan tindakan dalam rangka pemberesan.

- Mengalihkan sebagian atau seluruh porto folio usaha. - Melakukan penyidikan.

2. Menegakkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan. Penegakan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan diharapkan dapat dilaksanakan secara efektif sehingga peraturan tersebut berdaya guna dan berhasil guna.

3. Melakukan langkah-langkah untuk meningkatkan pemahaman dan memelihara kepercayaan publik terhadap sektor jasa keuangan. Pemahaman publik yang baik terhadap sektor jasa keuangan akan membuat masyarakat dapat lebih mampu mengendalikan dan melindungi diri sendiri dalam bertransaksi di bidang jasa keuangan. Kepercayaan publik terhadap sektor jasa keuangan akan tumbuh dan terpelihara apabila sektor jasa keuangan tersebut menjadi sehat, kompetitif, stabil, dan aman.

4. Melakukan langkah-langkah untuk memberikan perlindungan yang wajar terhadap konsumen dari sektor jasa keuangan. Pemberian perlindungan kepada konsumen sangat penting untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Otoritas Jasa Keuangan.

(19)

Dalam melaksanakan tugasnya , Otoritas Jasa Keuangan berwenang untuk:

1. Membuat dan menetapkan peraturan sebagai pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan.

Dalam rangka melaksanakan tugasnya Otoritas Jasa Keuangan dapat membuat peraturan pelaksanaan yang mencakup secara luas mengenai sektor jasa keuangan dan kegiatannya. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan dirancang untuk memenuhi tujuan sebagaimana dimaksud peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan, termasuk juga peraturan untuk mengurangi kejahatan keuangan.

2. Memberi dan mencabut izin untuk melakukan kegiatan di bidang jasa keuangan.

Yang dimaksud dengan izin meliputi persetujuan, pengesahan, pendaftaran dan pernyataan pendaftaran kegiatan di bidang jasa keuangan yang dikeluarkan berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan.

3. Melakukan pengawasan terhadap pengelolaan dan kegiatan sektor jasa keuangan.

4. Melakukan tindakan tertentu untuk mengurangi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan dan tingkat kejahatan keuangan.

(20)

- Pemberian perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan untuk membuat dan menerapkan sistem pengendalian internal yang mampu mendeteksi, mencegah atau mengurangi kejahatan keuangan, misalnya memonitor nasabah dengan prinsip “know your customers”.

- Menunjuk dan menetapkan pengelola statuter untuk mengambil alih pengendalian dan pengelolaan Lembaga Jasa Keuangan yang terindikasi terlibat secara langsung ataupun tidak langsung dalam kejahatan keuangan.

5. Melakukan wewenang lain yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan di bidang jasa keuangan.

6. Mengenakan sanksi atas pelanggaran terhadap peraturan perundang– undangan di bidang jasa keuangan.

Sementara itu, wewenang Otoritas Jasa Keuangan di bidang Perbankan adalah wewenang pembuatan dan penetapan ketentuan yang bersifat microprudential, antara lain :

(21)

2. Untuk bidang kegiatan usaha Bank, antara lain mengenai sumber dana, penyediaan dana, dan aktivitas bidang jasa.

3. Untuk pengelolaan Bank, antara lain mengenai Likuiditas, Rentabilitas, Solvabilitas, laporan-laporan, permodalan Bank dan kecukupan modal (capital adequacy ratio), dan penunjukan Bank untuk melakukan kegiatan tertentu.

4. Untuk pembinaan dan pengawasan Bank, antara lain mengenai penilaian tingkat kesehatan Bank dan tindak lanjut pembinaan dan pengawasan Bank.

5. Ketentuan microprudential lainnya, seperti pemeringkatan Bank umum, pengaturan kualitas aset, cadangan piutang, penetapan batas maksimum pemberian kredit, sistem informasi debitur, restrukturisasi utang, kerahasiaan Bank, penetapan pemenuhan persyaratan kelayakan dan kepatutan.21

Dalam hal fungsi pengawasan sektor keuangan secara umum dapat dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu :

1. Macroprudential supervision, bertujuan membatasi krisis keuangan yang dapat menghancurkan ekonomi secara riil, berfokus pada konsekuensi atas tindakan institusi sistematis terhadap pasar keuangan antara lain dengan cara menginformasikan kepada otoritas publik dan industri keuangan serta melakukan penilaian mengenai potensi

21

(22)

dampak kegagalan institusi keuangan terhadap stabilitas sistem keuangan suatu negara.

2. Microprudential supervision, bertujuan untuk menjaga tingkat kesehatan Lembaga Keuangan secara individu. Regulator menetapkan peraturan yang berlandaskan pada prinsip kehati-hatian dan melakukan pengawasan melalui dua pendekatan, yaitu analisis laporan Bank (off-site analysis) dan pemeriksaan setempat (on-site visit) untuk menilai kinerja dan profil risiko serta kepatuhan Lembaga Keuangan terhadap peraturan yang berlaku.

3. Conduct of business supervision, menekankan pada keselamatan konsumen sebagai klien atas kecurangan dan ketidakadilan yang mungkin terjadi.

Sementara itu, fungsi dasar-dasar yang dimiliki lembaga pengatur dan pengawas meliputi :

a. Prudential regulation bagi keamanan dan kesehatan Lembaga Keuangan.

b. Stabilitas dan integritas sistem pembayaran. c. Prudential supervision Lembaga Keuangan.

d. Pengelolaan regulasi bisnis, seperti peraturan mengenai bagaimana perusahaan mengelola bisnis dengan pelanggannya.

e. Pengelolaan pengawasan bisnis.

(23)

g. Bantuan Likuiditas bagi stabilitas sistemik, seperti bantuan Likuiditas bagi lembaga tidak solven.

h. Penanganan lembaga yang tidak solven. i. Resolusi krisis.

j. Isu-isu terkait dengan integritas pasar.22

D. Tujuan Dibentuknya Otoritas Jasa Keuangan

Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2011, Pasal 4 yang berbunyi “Otoritas Jasa Keuangan dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:

a. Terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel.

b. Mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil.

c. Mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.23

Pengawasan Bank pada prinsipnya terbagi atas dua jenis, yaitu pengawasan dalam rangka mendorong Bank-Bank untuk ikut menunjang pertumbuhan ekonomi dan menjaga kestabilan moneter (macro-economic supervision), dan pengawasan yang mendorong agar Bank secara individual tetap sehat serta mampu memelihara kepentingan masyarakat dengan baik (prudential supervision).24

22

Ibid., Hal. 236 – 238. 23

Republik Indonesia, “Undang-Undang Ri No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan”

24

(24)

Sasaran yang ingin dicapai oleh macroeconomic supervision adalah bagaimana mengarahkan dan mendorong Bank serta sekaligus mengawasinya, agar dapat ikut berperan dalam berbagai program pencapai sasaran ekonomi makro, baik yang terkait dengan kebijaksanaan umum untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, kemantapan neraca pembayaran, perluasan lapangan kerja, kestabilan moneter maupun upaya pemerataan pendapatan dan kesempatan berusaha.

Tujuan dari prudential supervision adalah mengupayakan agar setiap Bank secara individual sehat dan aman, serta keseluruhan industri Perbankan menjadi sehat dan dapat memelihara kepercayaan masyarakat. Dengan demikian, Bank perlu dipagari dengan berbagai peraturan yang membatasi atau sekurang-kurangnya mengingatkan perlunya penanganan resiko secara seksama, dan bahkan jika perlu melarang Bank melakukan kegiatan tertentu resiko tinggi.25

25

Referensi

Dokumen terkait

Karena kita mempunyai berbagai bahasa daerah dan budaya yang begitu beragam dengan karakteristik yang sangat berbeda, kemungkinan akan terjadi kesalahpahaman dalam

HAPEX–Sahel experiment confirms the good performance of the model. Numerical simulations show the general behavior of the relationship between stomatal resistance and

Berbekal hasil belajar pada modul Isu Aktual Sesuai Tema, peserta diharapkan mampu mengenal dan menggali isu-isu aktual pada unit kerja organisasinya yang berhubungan

PNS sebagai aparatur pemerintahan yang mempunyai tugas sebagai pelayan masyarakat di dalam menjalankan tugas dan fungsinya tidak boleh terlepas dari hukum, karena Hukum

Apabila melihat potensi Kabupaten Malang dengan komoditas ternak sapi perah yang begitu besar, maka Kabupaten Malang sangat potensial dan memiliki prospek yang baik

Rendahnya kesamaan komposisi jenis pada cadangan biji dan vegetasi dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu (1) kondisi hutan sudah dalam keadaan terganggu dan dipengaruhi oleh

Alat listrik yang berguna untuk memasak nasi adalah ….. Matahari bergerak

Hasil analisis pakar menunjukkan: (1) terdapat isi uraian modul yang tidak penting bahkan salah; (2) beberapa pargraf yang tidak baik susunannya atau tidak memenuhi