• Tidak ada hasil yang ditemukan

Materi Diklatpim Tingkat III Lengkap | Edukasi PPKn HUKUMADM.NEGARApim3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Materi Diklatpim Tingkat III Lengkap | Edukasi PPKn HUKUMADM.NEGARApim3"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

ii

Hak Cipta ©

Pada

: Lembaga Administrasi Negara

Edisi Tahun 2008

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Jl. Veteran No. 10, Jakarta, 10110

Telp. (62 21) 3868201, Fax. (62 21) 3800187

Hukum Administrasi Negara (HAN)

Jakarta - LAN - 2007

xxx hlm : 15 x 21 cm

ISBN : xxx-xxxx-xx-x

Bahan Ajar Diklatpim Tk. III

Lembaga Administrasi Negara – Republik Indonesia

(2)

Hak Cipta ©

Pada

: Lembaga Administrasi Negara

Cetakan Kedua, Desember 2007

Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Jl. Veteran No. 10, Jakarta, 10110

Telp. (62 21) 3868201, Fax. (62 21) 3800187

Hukum Administrasi Negara

Jakarta - LAN - 2007

xxx hlm : 15 x 21 cm

ISBN : 979-8619-63-3

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA

REPUBLIK INDONESIA

KATA PENGANTAR

Abad 21 menghadapkan keadaan, permasalahan, dan tantangan yang berbeda dengan yang dihadapi dalam kurun waktu sebelumnya. Perkembangan lingkungan stratejik nasional dan internasional yang kita hadapi dewasa ini dan di masa datang di Abad 21 mensyaratkan perubahan paradigma kepemerintahan, pembaruan sistem kelembaga-an, dan peningkatan kompetensi sumber daya manusia dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan bangsa dan dalam hubungan antar bangsa yang mengacu pada terselenggaranya kepemerintahan yang baik (good governance). Sehubungan dengan itu, Pemerintah Indonesia telah melakukan perubahan-perubahan mendasar di bidang kelembaga an pemerintahan dan kepegawaian negeri sipil yang juga meliputi standar kompetensinya, seperti antara lain tertuang dalam UU No. 22 Tahun 1999, dan UU No. 43 Tahun 1999 dengan berbagai aturan pelaksanaannya khususnya PP No. 101 Tahun 2000 tentang Diklat Jabatan PNS.

Sejalan dengan itu, Lembaga Administrasi Negara, Republik Indonesia (LAN-RI) menjawab tuntutan per-ubahan kelembagaan dan peningkatan kompetensi aparatur tersebut dengan melakukan pembaruan Kebijakan Penyeleng-garaan Pendidikan dan Pelatihan PNS yang bersasaran ganda, yang terkait dan saling menunjang. Pertama, pengembangan Sistem Penyelenggaraan Diklat yang ter-desentralisasi, dan kedua, pengembangan Program Kurikuler yang mengacu pada standar kompetensi yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara dan pem-bangunan bangsa.

Agar Program Diklat yang sama jenis dan tingkat- nya menghasilkan keluaran yang sama pula kompetensinya, walaupun diselenggarakan oleh Lembaga Diklat yang berbeda, maka dilakukan standarisasi program kurikulum pendidikan dan pelatihan yang mengacu pada standar

(3)

kompetensi jabatan PNS. Adanya program kurikuler yang mengacu pada standar kompetensi tersebut merupakan kunci bagi pencapaian standar kompetensi yang ditetapkan dan mantapnya pelaksanaan desentrarisasi penyelenggaraan Diklat PNS, sekaligus menanamkan semangat kebersamaan dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Hal tersebut berlaku untuk setiap jenis dan jenjang Diklat Aparatur, termasuk Program Diklat Kepemimpinan. Program Kurikuler Diklat Kepemimpinan dikembangkan dengan mengacu pada standar kom-petensi jenjang jabatan kepemimpinan PNS, dan meliputi empat bidang kajian, dan setiap bidang kajian terdiri dari sejumlah mata pendidikan dan pelatihan (mata Diklat). Untuk setiap mata Diklat dalam Program Kurikulum Diklat Kepemimpinan Tingkat III dikembangkan bahan ajar yang menjabarkan materi mata Diklat bersangkutan.

Keempat bidang kajian dalam Program Diklat Kepemimpinan Tingkat III terdiri (1) Kajian Sikap Dan Perilaku, (2) Kajian Manajemen Publik, (3) Kajian Pem-bangunan, dan (4) Aktualisasi. Deskripsi mengenai keempat bidang kajian, keseluruhan mata pendidikan dan pelatihan untuk tiap bidang kajian dan ringkasan materi untuk tiap mata Diklat telah dituangkan dalam Keputusan Kepala LAN No : 540/X111/10/6/2001 tentang Pedoman Penyeleng-garaan Pendidikan Dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III.

Buku “Hukum Administrasi Negara” ini merupakan salah satu dari sejumlah bahan ajar bagi mata Diklat dalam kurikulum Program Diklat Kepemimpinan Tingkat III dalam bidang kajian “Manajemen Publik”. Bahan ajar ini disusun sebagai media untuk membangun sebagian dari kompetensi kepemimpinan yang dipersyaratkan bagi Pejabat Pimpinan PNS Eselon III. Muatan bahan ajar ini hanya pokok--pokok materi yang penting dan inti saja; perluasan dan pendalam annya diharapkan dapat dilakukan oleh Widyaiswara dalam agenda dan proses pembelajaran bersama para peserta Diklat.

Penerbitan bahan ajar ini merupakan bagian dari pelaksanaan tugas dan tanggung jawab yang dipercaya-kan pemerintah kepada LAN dalam pembinaan Diklat PNS. Dengan penerbitan bahan ajar ini, maka kinerja setiap penyelenggaraan Diklat Kepemimpinan Tingkat III yang dilaksanakan secara terdesentralisasi itu diharapkan di samping dapat mencapai standar kompetensi yang ditetap-kan, juga dapat lebih memantapkan semangat kebersamaan dan pengabdian PNS sebagai

perekat persatuan dan kesatuan bangsa, negara, dan tanah air, dan lebih meningkat kan komitmen PNS sebagai pengemban amanat perjuangan bangsa mewujudkan cita-cita dan tujuan ber-negara sebagai-mana diungkapkan para founding fathers negara bangsa ini dalam Pembukaan UUD 1945.

Kami sadari bahwa masih banyak yang harus diper-baiki agar buku ini dapat memenuhi kebutuhan pembaca, khususnya para Widyaiswara dan Peserta Diklat. Sebab itu kritik, tanggapan, dan saran-saran

penyempurnaannya lebih lanjut sangat kami harapkan dari

pembaca

yang budiman.

Kepada Penulis Saudara Sugiyanto, SH, MPA. dan

Bambang Giyanto, SH, M.Pd, serta tim fasilitator dari

Universitas Terbuka, yang telah memberikan bantuan dan

kerjasamanya dalam penulisan bahan ajar ini kami

menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan.

(4)

Lembar Hak Cipta. ... D. Indikator Hasil Belajar... E. Materi Pokok... F. Manfaat ...

Bab II Pengertian Hukum dan Negara Hukum. ... A. Pengertian Hukum...

B. Pengertian Negara Hukum. ...

C. Latihan ... D. Rangkuman...

Bab III Indonesia Sebagai Negara Hukum. ... A. Indonesia Sebagai Negara Hukum. ...

B. Sumber-Sumber Hukum...

C. Latihan ... D. Rangkuman...

Bab IV Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara. ... A. Pengertian HTN dan HAN. ...

B. Perbedaan HAN dan HTN...

C. Hubungan HAN dengan HTN. ...

D. Latihan ... E. Rangkuman...

Bab V Kedudukan HAN dalam Sistem Hukum

Nasional, Hakekat dan Cakupan HAN... A. Kedudukan HAN dalam Sistem Hukum Nasional. ... B. Hakekat dan Cakupan HAN. ...

C. Latihan ... D. Rangkuman...

Bab VI Perbuatan Pemerintah. ...

A. Jenis-Jenis Perbuatan Pemerintah...

B. Perbuatan Pemerintah Yang Bersifat Hukum

Publik...

C. Perbuatan Pemerintah Yang Bersifat Hukum

P r i v a t . . . . D. Freies Ermessen atau Diskresi... E. Latihan ... F. Rangkuman...

Bab VII Pengawasan Administratif dan Pengawasan Yuridis Terhadap Pemerintah. ...

A. Pemerintah Sebagai Obyek Pengawasan...

B. Sengketa Hukum Administrasi Negara...

C. Latihan ... D. Rangkuman...

Bab VIII Peradilan Tata Usaha Negara. ...

A. Landasan Terbentuknya PTUN. ...

B. Beberapa Pengertian Dalam UU No. 5 Tahun

1986...

C. Kedudukan, Susunan dan Wewenang PTUN/

Peradilan Administrasi Negara... D. Upaya Hukum. ... E. Upaya Administratif. ...

F. Bidang-Bidang Yang Sering/Merupakan Sumber

Sengketa TUN. ... G. Latihan ... H. Rangkuman...

Bab IX Penutup. ... A. Simpulan. ... B. Tindak Lanjut ...

Daftar Pustaka. ... Tim Penulis. ...

(5)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 disebutkan bahwa Pegawai Negeri adalah setiap warga Negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Tegasnya, Pegawai Negeri merupakan sumber daya manusia pelaksana penyelenggaraan pemerintahan negara yang tugasnya berkecimpung dalam lembaga pemerintahan dan lembaga-lembaga negara.

Lebih lanjut dalam UU Nomor 43 Tahun 1999 disebutkan bahwa Pegawai Negeri terdiri atas (1) Pegawai Negeri Sipil; (2) Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan (3) Anggota Kepolisian Republik Indonesia. Sedangkan Pegawai Negeri Sipil terdiri dari Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah.

Dalam rangka mencapai tujuan nasional untuk mewujudkan masyarakat madani yang taat hukum, berperadaban modern, demokratis, makmur, adil dan bermoral tinggi diperlukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki kompetensi dan profesionalisme. PNS sebagai unsur Aparatur Pemerintah dituntut harus mampu menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan penuh ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

PNS sebagai Aparatur Pemerintahan bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan dan pembangunan. Sehubungan dengan tugas yang diembannya tersebut maka setiap PNS mempunyai kewajiban untuk (1) setia dan taat kepada Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara dan pemerintahan serta wajib menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dalam NKRI; (2) mentaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepadanya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab; (3) menyimpan rahasia jabatan; (4) mengangkat sumpah/janji PNS; (5) mengangkat sumpah/janji jabatan negeri; (6) mentaati kewajiban serta menjauhkan diri dari larangan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 30 tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

(6)

B. Deskripsi Singkat

Hukum itu adalah himpunan atau seperangkat peraturan-peraturan yang isinya berupa perintah-perintah dan larangan-larangan yang bertujuan untuk menciptakan ketertiban atau keteraturan dalam suatu masyarakat, oleh karena itu apabila dilanggar akan dikenakan sanksi.

Negara Indonesia sebagai Negara hukum, tentunya setiap perbuatan atau tindakan pemerintah harus didasarkan kepada hukum. Hukum disini adalah hukum yang baik dan adil, hukum yang baik dan adil adalah hukum yang dibuat berdasar proses dan prosedur yang benar serta taat terhadap tata urutan peraturan perundang-undangan yang berlaku, selain itu hukum dibuat semata-mata bertujuan untuk mewujudkan kemakmuran dan keadilan masyarakat sebagaimana diamanatkan di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

PNS sebagai aparatur pemerintahan yang mempunyai tugas sebagai pelayan masyarakat di dalam menjalankan tugas dan fungsinya tidak boleh terlepas dari hukum, karena Hukum Administrasi Negara telah memberikan batasan kewenangan kepada Pegawai Negeri Sipil atau disebut juga sebagai Pejabat Administrasi Negara di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, oleh karena itu apabila PNS di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya dengan sewenang-wenang maka akan muncul gugatan ke Peradilan Tata Usaha Negara dari pihak-pihak atau masyarakat yang dirugikan sebagai akibat Keputusan Tata Usaha Negara yang telah dikeluarkan atau diputuskan. Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkrit, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.

Tugas PNS adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat, oleh karena itu PNS selalu menjadi obyek pengawasan di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, oleh karena itu agar PNS di dalam melaksanakan tugas dan fungsinya tidak selalu menjadi obyek pengawasan, maka dalam melaksanakan tugas dan fungsinya harus selalu mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta asas asas umum penyelenggaraan kepemerintahan yang baik, dengan demikian maka akan terwujud kepemerintahan yang baik atau good governance.

C. Hasil Belajar

Hasil belajar pada modul Hukum Administrasi Negara ini adalah peserta diharapkan mampu menjelaskan pengertian, obyek dan cakupan hukum administrasi Negara serta keterkaitannya dengan fungsi aparatur pemerintah di dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

D. Indikator Hasil Belajar

Indikator-indikator hasil belajar adalah :

1. Peserta mampu memahami dan menjelaskan pengertian hukum, negara hukum dan unsur-unsur negara hukum;

2. Peserta mampu memahami dan menjelaskan Indonesia sebagai negara hukum dan sumber-sumber hukum;

3. Peserta mampu memahami dan menjelaskan pengertian hukum tata negara dan hukum administrasi negara;

(7)

5. Peserta mampu memahami dan menjelaskan peranan hukum administrasi bagi aparatur pemerintah di dalam penyelenggaran pemerintahan dan pembangunan;

6. Peserta mampu memahami dan menjelaskan pengertian dan jenis perbuatan pemerintah;

7. Peserta mampu memahami dan menjelaskan pengertian dan peran Peradilan Tata Usaha Negara;

8. Peserta mampu memahami dan menjelaskan asas-asas umum penyelenggaraan kepemerintahan yang baik.

E. Materi Pokok

1. Pengertian Hukum dan Negara Hukum;

2. Indonesia sebagai negara Hukum;

3. Pengertian Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara;

4. Kedudukan Hukum Administrasi Negara dalam Sistem Hukum Nasional, Hakekat dan Cakupan Hukum Administrasi Negara;

5. Perbuatan Pemerintah;

6. Pengawasan Administratif dan Pengawasan Yuridis terhadap Pemerintah;

7. Peradilan Tata Usaha Negara.

F. Manfaat

PNS adalah merupakan aparatur pemerintahan yang bertugas memberikan pelayanan kepada masyarakat, oleh karena itu manfaat

yang diperoleh dari diberikan materi Hukum Administrasi Negara adalah :

1. memahami akan tugas dan fungsinya sebagai pelayanan masyarakat;

2. memahami proses dan prosedur dan batasan kewenangan yang diembannya di dalam pelaksanan tugas dan fungsinya;

3. berhati-hati dalam melaksanakan tugas dan fungsinya;

4. memahami dan menerapkan asas-asas umum penyelenggaraan kepemerintahan yang baik;

(8)

7

BAB II

PENGERTIAN HUKUM DAN

NEGARA HUKUM

Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu menjelaskan pengertian Hukum dan Negara Hukum

A. Pengertian Hukum

Sebelum membahas apa itu yang dimaksud dengan Hukum Administrasi Negara (HAN), terlebih dahulu akan diuraikan beberapa pengertian hukum yang dikemukakan oleh para sarjana hukum, yaitu :

1. Utrech memberikan batasan Hukum adalah sebagai berikut: Hukum itu adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah dan larangan-larangan) yang mengurus tata-tertib suatu masyarakat dan karena itu harus ditaati oleh masyarakat itu.1)

2. S.M. Amin dalam bukunya yang berjudul “Bertamasya ke Alam

Hukum”, hukum dirumuskan sebagai berikut:

Kumpulan-kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma dan sanksi-sanksi itu disebut hukum, dan tujuan hukum adalah mengadakan ketatatertiban dalam pergaulan manusia, sehingga keamanan dan ketertiban terpelihara”.2)

3. J.C.T Simorangkir, SH dan Woerjono Sastropranoto, SH dalam bukunya yang berjudul “Pelajaran Hukum Indonesia” telah diberikan definisi hukum seperti berikut: “Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh Badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukum tertentu”.3)

4. H.M Tirtaatmidjaja, SH dalam buku yang berjudul “Pokok -pokok Hukum Perniagaan”, ditegaskan bahwa “Hukum ialah semua aturan (norma) yang harus diturut dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan

kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya”.4)

5. Prof. Prajudi Atmosudirdjo, mengemukakan bahwa hukum adalah merupakan aturan tentang sikap dan tingkah laku orang-orang yang menjadi keyakinan bersama dari sebagian warga masyarakat, bahwa aturan-aturan itulah yang wajib dijunjung tinggi bersama, sehingga bilamana terjadi pelanggaran terhadap aturan-aturan tingkah laku tersebut oleh seorang warga masyarakat, maka pelanggaran tersebut akan ditindak oleh

petugas yang diangkat dan ditunjuk oleh masyarakat tersebut.5)

Adapun unsur-unsur hukum adalah :

1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat;

2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib;

1) C.S.T Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,

1986, h. 38,

2) Ibid.

3) Ibid 4) Ibid.

(9)

3. Peraturan itu bersifat memaksa;

4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.

Sedangkan ciri-ciri hukum adalah:

1. Adanya perintah dan/atau larangan;

2. Perintah dan/atau larangan itu harus dipatuhi dan ditaati setiap orang;

3. Dibuat oleh badan-badan resmi.

B. Pengertian Negara Hukum

Sejarah pemikiran tentang negara hukum ini nampaknya sejalan dengan sejarah perkembangan manusia untuk menghapus sistem pemerintahan absolut. Seperti diketahui, kerajaan-kerajaan di jaman dahulu sampai pada awal modern, pada umumnya diselenggarakan oleh para penguasa secara absolut. Bentuk negara seperti ini bertahan terus sampai beberapa abad yang lalu dan baru mulai tergeser setelah konsep negara hukum formal muncul dan hak-hak asasi manusia mulai dilindungi.

Konsep “negara hukum” telah menjadi suatu masalah yang menarik dan banyak disoroti oleh berbagai ahli guna dibahas dalam diskusi-diskusi. Persoalan ini pada dasarnya telah lama dijadikan bahan perbincangan, sebab sejak dahulu kala orang telah mencari arti negara hukum, diantaranya Plato dan Aristoteles.

1. Plato mengemukakan bahwa penyelenggaraan negara yang baik

ialah yang didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik.6)

2. Aristoteles mengemukakan bahwa ide negara hukum yang dikaitkan denga arti negara yang dalam perumusannya masih terkait kepada “polis”. Bagi Aristoteles yang memerintahkan negara adalah bukanlah manusia, melainkan pikiran yang adil, dan kesusilaanlah yang menentukan baik buruknya suatu hukum. Manusia perlu dididik menjadi warga negara yang baik, yang bersusila, yang akhirnya akan menjelmakan manusia yang bersikap adil. Apabila keadaan semacam ini telah terwujud, maka

terciptalah suatu “negara hukum”.7)

3. Hugo Krabbe berpendapat bahwa negara seharusnya negara hukum (rechtsstaat) dan setiap tindakan negara harus didasarkan pada hukum atau harus dapat dipertanggung

jawabkan pada hukum.8)

4. Menurut HR Ridwan ada tiga unsur pemerintahan yang berkonstitusi yaitu pertama, pemerintah dilaksanakan untuk kepentingan umum; kedua pemerintahan dilaksanakan menurut hukum yang berdasarkan ketentuan-ketentuan umum, bukan hukum yang dibuat secara sewenang-wenang; ketiga, pemerintahan yang dilaksanakan atas kehendak rakyat, bukan merupakan paksaan-tekanan yang dilaksanakan oleh pemerintahan despotik.9)

C. Unsur-Unsur Negara Hukum

Salah seorang ahli yang cukup berjasa dalam mengemukakan konsepsinya mengenai Negara hukum adalah F.J Stahl, seorang sarjana dari Jerman. Menurut beliau :”Negara harus menjadi Negara hukum, itulah semboyan dan sebenarnya juga menjadi daya

6) Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006, hlm.2

7) Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim dalam Donald A. Rumokoy, Perkembangan Tipe

Negara Hukum dan peranan Hukum Administrasi Negara Di dalamnya, Dimensi-Dimensi

pemikiran Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta : UII Press, 2001, hlm.1

8) Ibid.

(10)

pendorong perkembangan pada zaman baru ini. Negara harus menentukan secermat-cermatnya jalan-jalan dan batas-batas kegiatannya sebagaimana lingkungan (suasana) kebebasan warga Negara menurut hukum itu dan harus menjamin suasana kebebasan itu tanpa dapat ditembus. Negara harus mewujudkan atau memaksakan gagasan akhlak dari segi Negara, juga secara langsung tidak lebih jauh daripada seharusnya menurut suasana hukum”.

Konsep Negara hukum muncul secara eksplisit pada abad ke 19 yaitu dengan munculnya konsep rechtsstaats dari Freidrich Julius Stahl. Menurut Julius Stahl, unsur-unsur-unsur Negara hukum adalah:

1. Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia (grondrechten);

2. Adanya pembagian kekuasaan (scheiding van machten);

3. Pemerintahan haruslah berdasarkan peraturan-peraturan hukum

(wet matigheid van het bestuur);

4. Adanya peradilan administrasi (administrasi rechspraak).

Kalau di Eropa Kontinental berkembang konsep Negara hukum (Rechtsstaat), maka di Inggris berkembang konsep yang dinamakan

Rule of Law. Rule of Law tidak menjadi amat populer oleh uraian

A.V Dicey dalam bukunya yang berjudul “ Law and the

Constitution” (1952). Dalam buku tersebut beliau mengatakan

bahwa unsur-unsur Rule of Law mencakup:

1. Supremasi aturan-aturan hukum (supremacy of law); tidak adanya kekuasaan sewenang-wenang (absence of arbitrary

power), dalam arti bahwa seseorang hanya boleh dihukum kalau

melanggar hukum;

2. Kedudukan yang sama dalam menghadapi hukum (equality

before the law), dalil ini berlaku baik untuk orang biasa maupun

pejabat;

3. Terjaminnya hak-hak manusia oleh Undang-Undang Dasar serta keputusan sewenang-wenang Pengadilan.

International Commision of Jurists, yang merupakan suatu

organisasi ahli hukum internasional dalam konferensinya di Bangkok tahun 1965 sangat memperluas konsep Rule of Law dan menekankan apa yang dinamakan “the dynamic aspects of the

Rule of Law the modern age”. Dikemukakan bahwa syarat-syarat

dasar untuk terselenggaranya pemerintah yang demokratis di bawah

Rule of Law ialah:

1. Perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi selain dari menjamin hak-hak individu, harus menentukan juga cara prosedural untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin;

2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak (independent

and impartial tribunals);

3. Pemilihan Umum yang bebas;

4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat;

5. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi;

6. Pendidikan kewarganegaraan.

Moh Kusnardi dan Bintan R. Saragih, menyatakan bahwa ciri-ciri khas bagi suatu Negara hukum adalah adanya:

1. Pengakuan dan perlindungan atas hak-hak asasi manusia;

2. Peradilan yang bebas dari pengaruh sesuatu kekuasaan atau kekuatan lain dan tidak memihak;

(11)

Dalam perkembangannya konsepsi negara hukum tersebut kemudian mengalami penyempurnaan, yang secara umum dapat dilihat diantaranya 10):

1. Sistem pemerintahan negara yang didasarkan atas kedaulatan rakyat;

2. Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan;

3. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara);

4. Adanya pembagian kekuasaan;

5. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke

controle) yang bebas dan mandiri, dalam arti lembaga peradilan

tersebut benar-benar tidak memihak dan tidak berada di bawah pengaruh eksekutif;

6. Adanya peran yang nyata dari anggota-anggota masyarakat atau warga negara untuk turut serta mengawasi perbuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah;

7. Adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian yang merata sumber daya yang diperlukan bagi kemakmuran warga negara.

D. Latihan

Jawablah pertanyaan di bawah ini.

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan hukum?

2. Sebutkan unsur-unsur hukum?

3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan negara hukum?

4. Jelaskan apa yang melatarbelakangi muncul negara hukum?

5. Sebutkan unsur-unsur daru negara hukum?

E. Rangkuman

Hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh Badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan diambilnya tindakan, yaitu dengan hukum tertentu.

Dengan memperhatikan pengertian hukum sebagaimana telah diuraikan di atas maka dapat dikatakan bahwa unsur-unsur hukum adalah:

1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat;

2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib;

3. Peraturan itu bersifat memaksa;

4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.

Sedangkan ciri-ciri hukum adalah:

1. Adanya perintah dan/atau larangan;

2. Perintah dan/atau larangan itu harus dipatuhi dan ditaati setiap orang;

3. Dibuat oleh badan-badan resmi.

Sedangkan ide adanya negara hukum adalah dalam rangka memberikan batasan kewenangan yang dilaksanakan oleh penguasa pada saat berkuasa. Adapun pengertian dari negara hukum adalah

(12)

16

suatu negara di mana segala tindakan atau perbuatan penyelenggara negara atau pemerintah harus didasarkan kepada hukum.

Sebagai negara hukum, maka negara di dalam menjalankan kekuasaannya harus memperhatikan unsur-unsur dari negara hukum, yaitu:

1. Adanya jaminan terhadap hak asasi manusia (grondrechten);

2. Adanya pembagian kekuasaan (scheiding van machten);

3. Pemerintahan haruslah berdasarkan peraturan-peraturan hukum (wet matigheid van het bestuur);

4. Adanya peradilan administrasi (administrasi rechspraak).

BAB III

INDONESIA SEBAGAI NEGARA HUKUM

Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu menjelaskan pengertian Indonesia sebagai negara hukum.

A. Indonesia sebagai Negara Hukum

Berbagai pernyataan yang mencerminkan Indonesia sebagai negara hukum antara lain:

1. UUD Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 (setelah diamandemen) pasal 1 ayat (3) disebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum;

2. Bab X Pasal 27 ayat (1) yang menyatakan segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintah wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya;

3. Dalam sumpah/janji Presiden/Wakil Presiden, terdapat kata-kata “memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala Undang-Undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya”;

(13)

5. Pasal 28 “Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;

6. Dalam penjelasan UUD 1945 yang sekarang sudah dihapus tentang Sistem Pememerintahan Negara, tapi maknanya masih dapat dipakai yaitu: Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka (Machtsstaat), dan Pemerintah berdasarkan sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas);

7. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan disebutkan “Sebagai Negara yang mendasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum”.

Negara berdasarkan atas hukum ditandai oleh beberapa asas, antara lain asas bahwa semua perbuatan atau tindakan pemerintahan atau negara harus didasarkan pada ketentuan hukum dan peraturan perundangan yang sudah ada sebelum perbuatan atau tindakan itu dilakukan. Campur tangan atas hak dan kebebasan seseorang atau kelompok masyarakat hanya dapat dilakukan berdasarkan aturan-aturan hukum tertentu. Asas ini lazim disebut asas legalitas (legaliteitsbeginsel). Untuk memungkinkan kepastian perwujudan asas legalitas ini, harus dibuat berbagai peraturan hukum antara lain peraturan perundang-undangan. Selain salah satu asas yang telah disebutkan di atas Prajudi Atmosudirdjo menyebutkan bahwa asas-asas pokok negara hukum ada tiga, yakni:

1. Asas monopoli paksa (Zwangmonopoli);

2. Asas persetujuan rakyat;

3. Asas persekutuan hukum (rechtsgemeenschap).11)

Asas monopoli paksa berarti, bahwa: monopoli penggunaan kekuasaan negara dan monopoli penggunaan paksaan untuk membuat orang menaati apa yang menjadi keputusan penguasa negara hanya berada di tangan pejabat penguasa negara yang berwenang dan berwajib untuk itu. Jadi siapapun yang lain dari yang berwenang/berwajib dilarang, artinya barang siapa melakukan penggunaan kekuasaan negara dan menggunakan paksaan tanpa wewenang sebagaimana dimaksud di atas disebut ‘main hakim

sendiri’.

Asas persetujuan Rakyat berarti, bahwa orang (warga masyarakat) hanya wajib tunduk, dan dapat dipaksa untuk tunduk, kepada peraturan yang dicipta secara sah dengan persetujuan langsung (Undang-Undang formal) atau tidak langsung (legislasi delegatif, peraturan atas kuasa Undang-Undang) dari DPR. Jadi bilamana ada peraturan (misalnya: mengadakan pungutan pembayaran atau “sumbangan wajib”) yang tidak diperintahkan atau dikuasakan oleh Undang-Undang, maka peraturan itu tidak sah, dan Hakim Pengadilan wajib membebaskan setiap orang yang dituntut oleh karena tidak mau menaatinya, dan bilamana Pejabat memaksakan peraturan tersebut, maka dia dapat di tuntut sebagai penyalahgunaan kekuasaan negara, minimal digugat sebagai perkara “perbuatan

penguasa yang melawan hukum”.

Asas persekutuan hukum berarti, bahwa: Rakyat dan penguasa negara bersama-sama merupakan suatu persekutuan hukum

(rechtsgemeenschap, legal partnership), sehingga para Pejabat

Penguasa Negara di dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya, serta di dalam menggunakan kekuasaan negara mereka tunduk kepada hukum (sama dengan Rakyat/warga masyarakat). Berarti

(14)

baik para pejabat penguasa negara maupun para warga masyarakat berada di bawah dan tunduk kepada hukum (Undang-Undang) yang sama.

Negara berdasarkan atas hukum harus didasarkan atas hukum yang baik dan adil. Hukum yang baik adalah hukum yang demokratis yang didasarkan atas kehendak rakyat sesuai dengan kesadaran hukum rakyat, sedangkan hukum yang adil adalah hukum yang memenuhi maksud dan tujuan setiap hukum, yakni keadilan. Hukum yang baik dan adil perlu di kedepankan, utamanya guna melegitimasi kepentingan tertentu, baik kepentingan penguasa, kelompok maupun rakyat. Hukum adakalanya dijadikan alasan legalitas untuk melindungi kepentingan penguasa atau kelompok tertentu, sehingga atas dasar legalitas tersebut kekuasaan dapat dilakukan secara sewenang-wenang. Oleh karena itu suatu negara yang menyatakan diri sebagai negara hukum dapat dengan mudah menjadi negara yang diktator, karena walaupun negara tersebut berlaku hukum di negara tersebut, namun hukum yang dibuat didasarkan kepada kepentingan penguasa.

B. Sumber-sumber Hukum

Negara Indonesia telah menyatakan diri sebagai negara hukum oleh karena itu segala perbuatan pemerintah atau penyelenggara Negara harus berdasarkan kepada hukum yang berlaku.

Sehubungan dengan hal tersebut di dalam penyelenggaraan negara Indonesia sebagai negara hukum yang dijadikan sebagai sumber hukum administrasi negara sebagaimana dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon dkk dalam buku “Pengantar Hukum Administrasi Indonesia” adalah sebagai berikut:

1. Pancasila;

2. Undang-Undang Dasar 1945;

3. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

4. Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang;

5. Peraturan Pemerintah;

6. Peraturan Presiden;

7. Peraturan Menteri dan Surat Keputusan Menteri;

8. Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah;

9. Yurisprudensi;

10.Hukum Tidak tertulis;

11. Hukum Internasional;

12.Keputusan Tata Usaha Negara;

13.Doktrin12).

1. Pancasila

Di dalam Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum Dan Tata Urutan Peraturan Perundangan-undangan adalah sebagai berikut: sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan

Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha

Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu

(15)

Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia; dan Batang

Tubuh UUD 1945.

Pancasila dijadikan sebagai sumber hukum dasar nasional disebabkan Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita mengenai kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa, perikemanusiaan, keadilan sosial, perdamaian nasional dan mondial, cita-cita politik mengenai sifat, bentuk dan tujuan negara, cita-cita moral mengenai kehidupan keagamaan seluruh rakyat Indonesia.

2. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Dasar 1945 adalah merupakan manifestasi dari konsep dan alam pikiran Bangsa Indonesia yang lazim disebut dengan Hukum Dasar Tertulis. Undang-Undang Dasar 1945 sebagai Hukum Dasar Tertulis, hanya memuat dan mengatur hal-hal yang prinsip dan garis-garis besar saja serta mengatur hal-hal yang sangat mendasar tentang jaminan hak-hak dan kewajiban-kewajiban asasi manusia, susunan ketatanegaraan (the structure of government) yang bersifat mendasar, serta berbagai aturan yang mendasar dalam berbagai kehidupan.

Undang-Undang Dasar 1945 yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945 yang terdiri dari Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasan pasal demi pasal. Batang tubuh terdiri dari 16 Bab, 37 Pasal 4 Pasal Aturan Peralihan dan 2 Ayat Aturan Tambahan (sebelum diamandemen), namun setelah dimandemen sistematika UUD 1945 terdiri dari Pembukaan dan Batang Tubuh, Batang Tubuh terdiri dari 16 Bab (21 Bab termasuk satu Bab tentang penghapusan), 37 Pasal (73 pasal), 3 Pasal Aturan Peralihan dan 2 Pasal Aturan Tambahan.

UUD 1945 tidak menegaskan mengenai kedudukan UUD 1945 dalam sistem hukum Indonesia. Baru pada tahun 1966 melalui Ketetapan MPRS Nomor XX/MPRS/1966 ditegaskan bahwa UUD 1945 adalah peraturan perundang-undangan dan menempati tata urutan tertinggi atas segala jenis peraturan perundang-undangan. Walaupun UUD 1945 tidak menegaskan kedudukan dan sifat hukum UUD 1945, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa UUD 1945 merupakan kaidah yang khusus. Hal ini tampak dari kewenangan penetapan MPR dan tata cara perubahan yang berbeda dengan peraturan perundang-undangan yang lain. Kekhususan ini mencerminkan kedudukannya dalam sistem hukum Indonesia, karena itu tidak bertentangan dengan semangat UUD 1945, apabila Tap MPRS menempatkan UUD 1945 pada urutan teratas dalam tata urutan peraturan perundang-undangan Indonesia.

Di dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000, UUD 1945 ditempatkan pada urutan teratas dalam sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan di Indonesia dewasa ini, selain itu UUD 1945 juga merupakan hukum dasar tertulis, hal ini sebagaimana disebutkan di dalam Ketetapan MPR No.III/ MPR/2000 yaitu UUD 1945 merupakan hukum dasar tertulis Negara Republik Indonesia, memuat dasar dan garis besar hukum dalam penyelenggaraan negara.

(16)

3. Ketetapan MPR

Ketetapan Majelis Permusyawatan Rakyat Republik Indonesia adalah merupakan keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai pengemban kedaulatan rakyat yang ditetapkan dalam sidang-sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat. Di dalam UUD 1945 tidak secara tegas menentukan adanya Tap MPR sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan. Bentuk Tap MPR dan sifatnya sebagai peraturan perundang-undangan tumbuh sebagai praktek ketatanegaraan (mulai tahun 1960). Baru pada tahun 1966 berdasarkan Tap MPRS No.XX/MPRS/ 1966, Tap MPR dijadikan sebagai salah satu bentuk peraturan perundang-undangan, sebagaimana ditegaskan dalam Tap MPRS No.XX/MPRS/1966 bahwa Tap MPR sebagai salah satu jenis peraturan perundang-undangan.

Perlu dikemukakan bahwa dalam pengambilan keputusan-keputusannya, MPR mewadahi dalam dua jenis keputusan yaitu bersifat Ketetapan MPR dan Keputusan MPR. Yang dimaksud dengan Ketetapan MPR adalah Keputusan Majelis yang mempunyai kekuatan hukum mengikat ke luar (MPR) dan ke dalam (MPR), sedangkan yang dimaksud dengan Keputusan MPR adalah Keputusan Majelis yang mempunyai kekuatan hukum mengikat ke dalam saja. Walaupun kedua keputusan MPR itu dibuat dan dikeluarkan oleh MPR, akan tetapi hanya Ketetapan MPR yang mempunyai arti penting dalam bidang hukum (peraturan perundang-undangan).

Dilihat dari segi materi muatannya Ketetapan MPR dapat dibedakan menjadi:

a. Ketetapan MPR yang materi muatannya memenuhi unsur-unsur peraturan perundang-undangan;

b. Ketetapan MPR yang materi muatannya bersifat penetapan administrasi (beschiking);

c. Ketetapan MPR yang materi muatannya bersifat perencanaan;

d. Ketetapan MPR yang materi muatannya bersifat pedoman.

4. Undang-Undang

Dalam UUD 1945 pasal 5 ayat (1) (setelah diamandemen) disebutkan bahwa Presiden berhak mengajukan rancangan Undang-Undang kepada DPR. Lebih lanjut dalam pasal 20 UUD 1945 disebutkan bahwa:

a. DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang (Ayat (1));

b. Setiap rancangan Undang-Undang dibahas oleh DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama (Ayat (2) );

c. Jika rancangan Undang-Undang itu tidak mendapat per-setujuan bersama, rancangan Undang-Undang itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu (Ayat (3));

d. Presiden memegang rancangan Undang-Undang yang disetujui bersama untuk menjadi Undang-Undang (Ayat (4));

e. Dalam hal rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh (30) hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan Undang-Undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan (Ayat (5)).

(17)

lapangan kehidupan dan kegiatan kenegaraan, pemerintahan, masyarakat dan individu yang tidak dapat dijangkau untuk diatur oleh Undang-Undang. Bidang yang tidak dapat diatur oleh Undang-Undang hanyalah hal-hal yang sudah diatur oleh UUD atau Tap MPR, atau sesuatu yang oleh Undang-Undang itu sendiri telah didelegasikan pada bentuk peraturan perundang-undangan lain. Tetapi tidak berarti bahwa materi muatan yang diatur oleh UUD 1945 dan Tap MPR tidak dapat menjadi materi muatan Undang-Undang. Undang-Undang tetap dapat mengatur bagian atau wujud tertentu dari materi muatan UUD atau Tap MPR. Hal ini nampak pada Undang-Undang organik yang pada dasarnya merupakan materi muatan UUD, tetapi karena sifatnya yang rinci maka diserahkan kepada Undang-Undang untuk mengatur.

5. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPU)

Dalam Pasal 22 UUD 1945 (setelah diamandemen) disebutkan bahwa:

a. Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (Ayat (1));

b. Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut (Ayat (2));

c. Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus dicabut (Ayat (3)).

Perpu pada dasarnya adalah sebuah Peraturan Pemerintah yang dibuat oleh Pemerintah karena kondisi yang sangat mendesak dan tidak memungkinkan untuk membuat Undang-Undang,

namun demikian harus mendapat persetujuan dari DPR untuk menjadi Undang-Undang. Pemberian derajat yang sejajar dengan Undang-Undang ini, karena materi muatannya semestinya diatur dengan Undang-Undang, tetapi karena suatu kegentingan yang memaksa, dibuat dengan Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang.

Dalam pembuatan suatu Perpu harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:

a. Hanya dikeluarkan dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa (UUD 1945 Pasal 22 ayat 1);

b. Perpu tidak boleh mengatur mengenai hal-hal yang diatur dalam UUD atau Tap MPR;

c. Perpu tidak boleh mengatur mengenai keberadaan dan tugas wewenang Lembaga Negara, tidak boleh ada Perpu yang dapat menunda atau menghapuskan kewenangan Lembaga Negara;

d. Perpu hanya boleh mengatur ketentuan Undang-Undang yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan.

Terdapat perbedaan di dalam membuat Undang-Undang dengan membuat Peraturan Pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang yaitu:

a. Undang-Undang dibuat atas usul Presiden dibahas dan bersama-sama dengan DPR untuk mendapat persetujuan, dan dibuat dalam keadaan yang tidak memaksa;

b. Sedangkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah sebagai berikut:

(18)

(2) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang itu dibuat dalam kegentingan yang memaksa.

Walaupun Presiden mempunyai hak untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-Undang, di dalam Pasal 22 ayat (2) UUD 1945 menyebutkan bahwa Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut. Apabila tidak mendapat persetujuan dari DPR maka peraturan pemerintah sebagai pengganti Undang-Undang tersebut harus dicabut.

Lebih lanjut ditegaskan kembali di dalam Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 disebutkan bahwa peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang dibuat oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang harus diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat dalam persidangan yang berikut;

b. Dewan Perwakilan Rakyat dapat menerima atau menolak peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang dengan tidak mengadakan perubahan;

c. Jika ditolak Dewan Perwakilan Rakyat, peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang harus dicabut.

6. Peraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintah dibuat dan dikeluarkan oleh Pemerintah untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya, seperti disebutkan dalam pasal 5 ayat (2) UUD 1945.

Peraturan Pemerintah memuat aturan-aturan yang bersifat umum. Peraturan Pemerintah dibuat dan dikeluarkan oleh Pemerintah tidak harus berdasarkan ketentuan yang tegas dalam

suatu Undang-Undang. Namun demikian Presiden dapat mempertimbangkan untuk menetapkan Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan Undang-Undang.

7. Keputusan Presiden dan Peraturan Presiden

Semenjak diberlakunya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan dibedakan antara Keputusan Presiden dengan Peraturan Presiden.

Keputusan Presiden adalah Keputusan yang materi muatannya bersifat menetapkan (beschiking), Keputusan Presiden ini bersifat konkrit-individual dan final, merupakan keputusan tata usaha negara, sehingga tidak termasuk salah satu jenis peraturan perundang-undangan,.

Sedangkan Peraturan Presiden adalah keputusan Presiden yang materi muatannya bersifat pengaturan (regeling), dan materinya bersifat umum sehingga termasuk salah satu jenis peraturan perundang-undangan.

(19)

8. Peraturan Menteri dan Keputusan Menteri

Peraturan Menteri adalah suatu peraturan yang dikeluarkan oleh seorang Menteri yang berisi ketentuan-ketentuan tentang bidang tugasnya. Selain Peraturan Menteri terdapat pula Keputusan Menteri yaitu Keputusan Menteri yang bersifat khusus mengenai masalah tertentu sesuai dengan bidang tugasnya.

9. Peraturan Daerah (PERDA) dan Keputusan Kepala Daerah

Peraturan Daerah merupakan peraturan untuk melaksanakan aturan hukum di atasnya dan menampung kondisi khusus dari daerah yang bersangkutan. Peraturan Daerah untuk tingkat Propinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama-sama dengan Gubernur, Peraturan Daerah untuk tingkat Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) bersama-sama dengan Bupati/Walikota.

Peraturan Daerah dibuat untuk melaksanakan otonomi atau tugas pembantuan (medebewind). Materi muatan Peraturan Daerah dibidang tugas pembantuan ditentukan sesuai dengan jenis tugas pembantuan. Peraturan Daerah untuk melaksanakan otonomi meliputi seluruh urusan rumah tangga otonomi.

Selain Peraturan Daerah, Pemerintah Daerah dalam rangka menjalankan roda pemerintahan di daerah terdapat pula Keputusan Kepala Daerah yang dibuat dan dikeluarkan oleh Kepala Daerah tanpa harus mendapat persetujuan DPRD.

10. Yurisprudensi

Yurisprudensi adalah merupakan salah satu sumber hukum yang kita kenal dalam sistem hukum di Indonesia, sebagai sumber hukum, yurisprudensi biasanya disebut bersama-sama dengan hukum tertulis, hukum tidak tertulis dan doktrin.

Yurisprudensi dalam arti sempit adalah ajaran hukum yang tersusun dari dan dalam peradilan, yang kemudian dipakai sebagai landasan hukum. Selain pengertian tersebut, yurisprudensi juga diartikan sebagai himpunan-himpunan keputusan pengadilan yang disusun secara sistematik.

11. Hukum Tidak Tertulis

Di dalam Penjelasan Umum UUD 1945 disebutkan bahwa Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar negara itu. Undang-Undang Dasar ialah hukum

dasar yang tertulis, sedang di sampingnya Undang-Undang

Dasar itu berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan kenegaraan meskipun tidak tertulis. Lebih lanjut di dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat No. III/MPR/2000 disebutkan bahwa sumber hukum terdiri atas

sumber hukum tertulis dan tidak tertulis.

12. Hukum Internasional

Hukum Internasional ialah keseluruhan kaedah-kaedah dan asas-asas yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara, yaitu :

a. Antar negara dengan negara;

(20)

Dalam Piagam Perserikatan Bangsa-bangsa, Pasal 38 ayat (1), dalam mengadili perkara yang diajukan kepada Mahkamah Internasional akan dipergunakan:

a. Perjanjian-perjanjian internasional, baik yang bersifat umum maupun khusus, yang mengandung ketentuan-ketentuan hukum yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersengketa;

b. Kebiasaan-kebiasaan internasional, sebagai bukti dari suatu kebiasaan umum yang telah di terima sebagai hukum;

c. Prinsip-prinsip hukum umum yang diakui oleh bangsa-bangsa yang beradab, dan

d. Keputusan pengadilan dan ajaran-ajaran yang paling terkemuka dari berbagai negara sebagai sumber tambahan bagi penetapan kaedah-kaedah hukum (Mochtar Kusumaatmadja, 1982: hlm. 107-108).

13. Keputusan Tata Usaha Negara (administratieve beschiking)

Sumber hukum lain dalah hukum administrasi negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara atau Keputusan Pejabat Administrasi.

14. Doktrin

Doktrin adalah pendapat-pendapat para pakar dalam bidangnya masing-masing yang berpengaruh. Pendapat yang dikemukakan ini sering dipergunakan sebagai sumber dalam pengambilan keputusan, terutama oleh para hakim.

Sumber-sumber hukum negara Republik Indonesia sebagaimana tersebut di atas yang dijadikan sebagai dasar atau bahan di dalam pembuatan atau penyusunan peraturan perundang-undangan adalah merupakan perwujudan dari negara Indonesia sebagai

negara Hukum. Hal ini dapat dilihat di dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang dijadikan sebagai Dasar Negara Republik Indonesia (Groundwet).

Sebagai negara hukum, segala perbuatan penguasa atau pejabat administrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan guna mencapai masyarakat adil dan makmur sebagaimana diamanat-kan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 harus didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara Indonesia.

Sumber hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia sebagaimana ditetapkan di dalam Ketetapan MPR No. III/MPR/2000, adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3. Undang-Undang;

4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu);

5. Peraturan Pemerintah;

6. Keputusan Presiden;

7. Peraturan Daerah.

Dalam Ketetapan MPR No III/MPR/2000 terdapat perbedaan sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan yang selama ini diatur dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/ 1966. di dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 disebutkan bahwa susunan sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar 1945;

(21)

3. Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu);

4. Peraturan Pemerintah;

5. Keputusan Presiden;

6. Peraturan-peraturan Pelaksana lainnya, seperti: Peraturan Menteri, Instruksi Menteri dan sebagainya.

Terdapat perbedaan sumber hukum dan tata urutan peraturan perundang-undangan yang diatur oleh Ketetapan MPR No. III/ MPR/2000 dengan Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, maka susunan-nya sebagaimana dimuat dalam pasal 7 ayat (1) adalah sebagai berikut:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu);

3. Peraturan Pemerintah;

4. Peraturan Presiden;

5. Peraturan Daerah.

Peraturan Daerah sebagaimana dimaksud pada butir “5” meliputi:

1. Peraturan Daerah Propinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi bersama dengan Gubernur;

2. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bersama dengan Bupati/Walikota;

3. Peraturan Desa/Peraturan yang setingkat dibuat oleh Badan Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama dengan kepala Desa atau nama lainnya.

Selain peraturan perundang-undangan sebagaimana disebutkan di atas, diakui keberadaanya dan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-Undangan yang lebih tinggi antara lain peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh Undang-Undang atau pemerintah atas perintah Undang-Undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Propinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Kabupa-ten/Kota, Bupati/Walikota,Kepala Desa atau yang setingkat.

Sehubungan dengan adanya amandemen terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, maka telah mempengaruhi terhadap aturan-aturan yang berlaku menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Per-undang-undangan, di mana menempatkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, di mana Ketetapan Majelis Per-musyawaratan Rakyat tidak termasuk dalam hierarki Peraturan Perundang-Undangan, maka mengakibatkan perlunya dilakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia.

(22)

MPR-RI Taun 1960 sampai dengan Tahun 2002 adalah sebagai berikut:

1. Delapan Ketetapan MPRS dan MPR RI dinyatakan dicabut (pasal 1);

2. Tiga Kertetapan MPRS dan MPR RI dinyatakan tetap berlaku (pasal 2);

3. Delapan Ketetapan MPRS dan MPR RI dinyatakan dicabut (pasal 3);

4. Sebelas Ketetapan MPRS dan MPR RI dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Undang-Undang (pasal 4);

5. Lima Ketetapan MPRS dan MPR RI dinyatakan masih berlaku sampai dengan ditetapkannya Peraturan Tata Tertib yang baru oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia hasil Pemilihan Umum Tahun 2004;

6. Seratus Empat Ketetapan MPRS dan MPR RI yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat einmalig (final), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan.

C. Latihan

Jawablah pertanyaan di bawah ini!

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Negara hukum?

2. Sebutkan ketentuan-ketentuan dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan negara Indonesia adalah negara hukum?

3. Jelaskan mengapa Pancasila dijadikan sebagai sumber hukum nasional?

4. Jelaskan apa perbedaan Keputusan Presiden dengan Peraturan Presiden?

5. Apakah dengan dikeluarkannya UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan, Ketetapan MPR No. III Tahun 2000 masih berlaku? Jelaskan.

D. Rangkuman

Negara Indonesia adalah Negara hukum, hal ini tercermin dalam Pasal-Pasal UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, antara lain Pasal 1 ayat (3) yang berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara hukum”. Sebagai negara yang berdasarkan atas hukum tentunya segala perbuatan atau tindakan pemerintah atau Negara harus didasarkan pada ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan yang sudah ada sebelum perbuatan atau tindakan tersebut dilaksanakan.

Hukum dan peraturan perundang-undangan yang ada haruslah didasarkan pada hukum dan peraturan perundang-undangan yang baik dan adil. Hukum yang baik adalah hukum yang demokratis yang didasarkan atas kehendak rakyat sesuai dengan kesadaran rakyat, sedangkan hukum yang adil adalah hukum yang memenuhi maksud dan tujuan setiap hukum, yakni keadilan.

(23)

BAB IV

HUKUM TATA NEGARA DAN

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu menjelaskan pengertian Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara serta perbedaan dan hubungannya

A. Pengertian Hukum Tata Negara dan Hukum

Administrasi Negara

Sebelum membahas apa itu Hukum Administrasi Negara atau disingkat HAN, terlebih dahulu perlu dikemukakan adanya beragam peristilahan yang dipergunakan untuk istilah HAN. Keragaman peristilahan yang dipergunakan untuk HAN juga muncul di-lingkungan Perguruan Tinggi Cq. Fakultas Hukum di Indonesia, ada yang menggunakan istilah Hukum Administrasi Negara (HAN), Hukum Tata Pemerintahan (HTP), Hukum Tata Usaha Negara (HTUN). Namun setelah ada kesepakatan para pengasuh mata kuliah hukum di Cibulan pada tanggal 26-28 Maret 1973, Fakultas Hukum baik negeri maupun swasta lebih banyak menggunakan peristilahan hukum administrasi negara, walaupun masih ada juga yang menggunakan istilah Hukum Tata Pemerintahan.

Beberapa pengertian Hukum Tata Negara yang dikemukakan oleh ahli:

1. Hans Kelsen, Hukum Tata Negara ialah hukum mengenai Negara “der wohlende staat” yang memberi bentuk Negara, hal mana tercantum dalam Undang-Undang Dasarnya;

2. J.H.A Logemann dalam bukunya “Over de Theorie van een

Stellig Staatsrecht mengatakan, bahwa Hukum Tata Negara

ialah serangkaian kaidah hukum mengenai jabatan atau kumpulan jabatan di dalam Negara dan mengenai lingkungan berlakunya hukum dari suatu Negara. Dalam buku Het Staatsrecht van

Indonesia disebutkan bahwa “Hukum Tata Negara itu ialah

hukum organisasi negara;

3. C. van Vollenhoven mengatakan bahwa Hukum Tata Negara merupakan hukum tentang distribusi kekuasaan Negara;

4. Djokosutono memandang Hukum Tata Negara sebagai hukum mengenai organisasi jabatan-jabatan Negara di dalam rangka pandangan mereka terhadap “Negara sebagai organisasi”;

5. G. Pringgodigdo mengemukakan bahwa Hukum Tata Negara ialah hukum mengenai konstitusi Negara dan konstelasi dari Negara, dank arena itu Hukum Tata Negara disebut juga Hukum Konstitusi Negara (hukum mengenai konstitusi);

6. Kusumadi Pudjosewojo mengemukakan bahwa Hukum tata Negara ialah hukum yang mengatur bentuk negara dalam hubungan kesatuan atau federal dan bentuk pemerintah dalam hubungan kerajaan atau republik yang menunjuk masyarakat-masyarakat hukum yang atasan dan masyarakat-masyarakat bawahan beserta tingkat imbangannnya (hierarki) yang selanjutnya menunjukkan alat-alat perlengkapan Negara yang memegang kekuasaan penguasa dari masyarakat-masyarakat hukum itu beserta susunan (terdiri dari seorang atau sejumlah orang), wewenang tingkatan imbangan dari dan antara alat-alat perlengkapan itu.

(24)

Selanjutnya akan diuraikan beberapa pengertian HAN yang dikemukakan oleh para ahli hukum, di antaranya:

1. E. Utrecht mengetengahkan “HAN (hukum pemerintahan) adalah menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat (Ambsdrager) administrasi negara melakukan tugas mereka yang khusus”. Selanjutnya E. Utrecht menjelaskan bahwa HAN adalah yang mengatur sebagian lapangan pekerjaan administrasi negara13).

2. Cornelis van Vollenhouven mengemukakan bahwa HAN ialah ke semua kaidah-kaidah hukum yang bukan hukum tata negara materiil, bukan hukum perdata materiil dan bukan hukum pidana materiil (Teori residu)14).

3. J.M Baron de Gerando mengemukakan bahwa obyek hukum administrasi adalah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan timbal balik antara pemerintah dan rakyat (Le droit administratif

a pour object le regles qui regissent les rapports reciproques de l’administration avec les administres)15).

4. Prof. Mr.J. Oppenheim mengemukakan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan aturan-aturan hukum yang harus diperhatikan oleh alat perlengkapan negara dan pemerintahan jika menjalankan kekuasaannya. Jadi pada asasnya mengatur negara dalam keadaan bergerak (Staat in

beweging)16).

5. Dr. Mr. H.J Romijn mengemukakan bahwa Hukum administrasi negara adalah keseluruhan aturan-aturan hukum yang mengatur

negara dalam keadaan bergerak.17)

6. Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan bahwa HAN adalah hukum mengenai seluk beluk administrasi negara ( HAN heteronom) dan hukum yang dicipta atau merupakan hasil buatan

administrasi negara (HAN otonom)18)

Di atas telah dijelaskan tentang pengertian Hukum, Negara Hukum, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara, untuk melengkapi pembahasan tentang Hukum Administrasi Negara, maka akan dikemukakan beberapa pengertian Administrasi Negara sebagaimana yang dikemukakan oleh para sarjana administrasi negara yaitu:

1. Leonard D. White dalam bukunya yang berjudul Introduction

to the study of Public Administration, memberikan pendapat

sebagai berikut: Administrasi Negara terdiri atas semua kegiatan Negara dengan maksud untuk menunaikan dan melaksanakan kebijaksanaan Negara” (Public Administration consist of all

those operations having for the purpose the fulfillment and enforcement of public policy)”.19)

2. Herbert A. Simon dkk. dalam bukunya berjudul Public

Administration, mengemukakan bahwa Administrasi Negara

(Amerika Serikat) adalah “Kegiatan-kegiatan daripada bagian-bagian badan eksekutif pemerintahan nasional, negara bagian-bagian, pemerintah daerah; dewan-dewan dan panitia-panitia yang dibentuk oleh Kongres; dan badan pembuat undang-undang

13) Philipus M. Hadjon dkk, Pengantar Hukum Administrasi Indonesia (Introduction to the

Indonesiaa Administrative Law), Yogyakarta: Gajahmada University Press, 1993, h. 24.

14) CST Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,

1986, h. 447

15) Philipus M. Hadjon dkk, op. cit. h. 22

16) M. Nata Saputra, Hukum Administrasi Negara, Bandung: Alumni, 1988, h. 7.

17) Ibid, h. 8

18) Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan Indonesia dan

Peradilan Administrasi Negara, Bandung: Alumni, 1975, h. 26

19) Soewarno Handayaningrat, Administrasi Pemerintahan Dalam Pembangunan Nasional,

(25)

negara bagian; perusahaan-perusahaan negara; dan badan-badan kenegaraan lain yang mempunyai ciri khusus.” Secara khusus dikecualikan adalah badan-badan yudikatif dan legislatif di dalam administrasi pemerintahan dan non administrasi pemerintahan”.20)

3. Dimock & Koenig memberikan definisi bahwa Administrasi Negara mempunyai pengertian yang luas dan sempit. Dalam pengertian yang luas Administrasi Negara didefinisikan sebagai “kegiatan dari pada Negara dalam melaksanakan kekuatan politiknya”, sedangkan dalam pengertian sempit, “Administrasi Negara didefinisikan sebagai suatu kegiatan dari pada badan

eksekutif dalam penyelenggaraan pemerintahan”.21)

4. Prof. Prajudi Atmosudirdjo memberikan tiga arti dari Administrasi Negara yakni (i). sebagai aparatur negara, aparatur pemerintahan, atau sebagai institusi politik (kenegaraan); (ii). administrasi negara sebagai “fungsi” atau sebagai aktivitas melayani Pemerintah yakni sebagai kegiatan “pemerintah operasional” dan; (iii). administrasi negara sebagai proses teknis

penyelenggaraan Undang-undang.22) Pada bagian lain Prajudi

juga menjelaskan bahwa Administrasi Negara adalah tugas dan kegiatan-kegiatan : (a). melaksanakan dan menyelenggarakan kehendak-kehendak (strategi, policy) serta keputusan-keputusan Pemerintah secara nyata (implementasi); (b). menyelenggarakan Undang-Undang (menurut pasal-pasalnya) sesuai dengan peraturan-peraturan pelaksanaan yang ditetapkan oleh Pemerintah.23)

B. Perbedaan HAN dengan HTN

Ada beberapa pendapat yang mengemukakan tentang perbedaan antara HAN dengan HTN, yaitu:

1. Prof. Mr.J. Oppenheim

Hukum Tata Negara ialah keseluruhan aturan-aturan hukum yang mengadakan alat-alat perlengkapan dan mengatur kekuasaannya. Jadi pada asasnya mengatur negara dalam keadaan diam (Staat

in rust), sedangkan Hukum Administrasi Negara ialah

keseluruhan aturan-aturan hukum yang harus diperhatikan oleh alat perlengkapan negara atau pemerintah jika menjalankan kekuasaannya.

2. Fritz Flener

Hukum Tata Negara mengatur negara dalam keadaan pasif, sedangkan HAN mengatur negara dalam keadaan aktif.

3. Dr.Mr.H.J Romijn

Hukum Tata Negara ialah keseluruhan aturan-aturan hukum yang mengatur negara dalam keadaan statis. Sedangkan Hukum administrasi negara ialah aturan-aturan hukum yang mengatur negara dalam keadaan dinamis.

4. Cornelis van Vollenhouven

Hukum Administrasi Negara ialah keseluruhan aturan yang sejak berabad-abad tidak termasuk Hukum Tata Negara materiil, Hukum Perdata Materiil dan Hukum Pidana materiil. Lebih lanjut van Vollenhouven membagi Hukum administrasi negara dalam 4 bagian yaitu sebagai berikut:

a. Bestuurs Recht berarti hukum yang mengatur pemerintahan;

b. Justitie Recht yaitu hukum peradilan;

20) Ibid. 21) Ibid.

(26)

c. Politie Recht yaitu hukum kepolisian;

d. Regelaars Recht yaitu hukum yang mengatur

perundang-undangan.

C. Hubungan HAN dengan HTN

Di atas telah dikemukakan tentang perbedaan antara Hukum Administrasi Negara dengan Hukum Tata Negara, namun perbedaan tersebut tidak berarti antara HAN dengan HTN tidak terdapat hubungan. Obyek dari HTN adalah keseluruhan aturan-aturan hukum yang mengatur struktur/bangunan/susunan umum dari suatu negara, seperti yang diatur di dalam UUD 1945, UU tentang Pemerintah Daerah dan sebagainya, sedangkan obyek dari HAN adalah keseluruhan aturan-aturan hukum yang mengatur komposisi dan wewenang alat-alat perlengkapan badan-badan hukum publik (negara dan atau daerah-daerah otonom (misalnya UU Kepegawaian, UU Perumahan dan sebagainya).

Logeman mengemukakan di dalam bukunya “ Het Staats recht

van Indonesie”, Hukum Tata Negara adalah ajaran tentang

wewenang (competentie leer), sedangkan Hukum Administrasi Negara adalah ajaran tentang hubungan hukum khusus (leer van

der bijzondere rechts betrekkingen). Lebih lanjut Logeman

mengemukakan bahwa penyelidikan tentang sifat, bentuk, akibat dari segala perbuatan hukum ialah tugas Hukum Administrasi Negara. Hukum Tata Negara mengajarkan jabatan-jabatan nama yang berwenang menjalankannya.

Peraturan Hukum Tata Negara ialah peraturan yang menentukan alat-alat perlengkapan mana yang berwenang memberikan suatu izin (vergunning). Sedangkan peraturan hukum administrasi negara ialah peraturan-peraturan khusus yang memberi wewenang kepada alat-alat perlengkapan negara atau pemerintah untuk mengeluarkan

suatu izin tertentu. Prajudi Atmosudirdjo mengemukakan bahwa hubungan antara Hukum Administrasi Negara dan Hukum Tata Negara adalah mirip-mirip dengan relasi antara Hukum Dagang dengan Hukum Perdata, di mana Hukum Dagang merupakan pengkhususan atau spesialisasi dari Hukum Perikatan di dalam Hukum Perdata. Dengan demikian Prajudi Atmosudirdjo memandang Hukum Administrasi Negara sebagai suatu pengkhususan atau spesialisasi belaka dari salah satu bagian dari Hukum Tata Negara, yakni hukum mengenai administrasi dari pada negara, oleh karena itu antara hukum tata negara dan hukum administrasi negara memiliki hubungan yang erat. Keterkaitan ini dapat dilihat apa yang diungkapkan oleh Van Vollenhouven yaitu: “badan pemerintah tanpa aturan hukum negara akan lumpuh, oleh karena badan ini tidak mempunyai wewenang apapun atau wewenangnya tanpa berketentuan, dan badan pemerintah tanpa hukum administrasi akan bebas sepenuhnya, oleh karena badan ini

dapat menjalankan wewenangnya menurut kehendaknya sendiri”.24)

Lebih lanjut ten Berg mengemukakan bahwa hukum administrasi negara adalah sebagai perpanjangan dari Hukum Tata Negara atau

hukum sekunder dari Hukum Tata Negara.25)

Jadi dengan demikian terdapat hubungan yang erat antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara. Hukum Tata Negara adalah hukum mengenai konstitusi dari pada negara secara keseluruhan, sedangkan Hukum Administrasi Negara adalah yang khusus hanya kepada administrasinya saja.

(27)

D. Latihan

Jawablah pertanyaan-pertanyaan di bawah ini.

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Hukum Tata Negara ?

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Hukum Administrasi Negara;

3. Jelaskan apa perbedaan dan persamaan Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara ?

4. Jelaskan hubungan antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara;

5. Jelaskan kenapa Hukum Tata Negara disebutkan negara dalam kondisi tidak bergerak (statis), sedangkan Hukum Administrasi Negara disebutkan negara dalam kondisi bergerak (dinamis).

E. Rangkuman

Beberapa pengertian Hukum Tata Negara yang telah diuraikan di atas, apabila disimpulkan maka pengertian Hukum Tata Negara adalah hukum yang mengatur tentang berdirinya suatu lembaga negara, tugas dan fungsi suatu lembaga negara serta hubungan antara lembaga negara yang satu dengan lembaga negara yang lainnya. Sedangkan pengertian Hukum Administrasi Negara adalah keseluruhan aturan-aturan hukum yang harus diperhatikan oleh alat perlengkapan negara dan pemerintahan jika menjalankan kekuasaannya.

Dari dua pengertian tersebut di atas, memang terdapat perbedaan, namun demikian antara Hukum Tata Negara dengan Hukum Administrasi Negara memiliki hubungan yang erat, karena sama-sama obyeknya adalah Negara, karena Hukum Administrasi Negara mempunyai tugas untuk mengawasi jalannya tugas dan fungsi yang

dijalankan oleh lembaga-lembaga negara yang termasuk dalam ruang lingkup Hukum Tata Negara.

(28)

47

BAB V

KEDUDUKAN HUKUM ADMINISTRASI

NEGARA DALAM SISTEM HUKUM

NASIONAL, HAKEKAT DAN CAKUPAN

HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

Setelah membaca Bab ini, peserta Diklat diharapkan mampu menjelaskan Kedudukan Hukum Administrasi Negara dalam Sistem Hukum Nasional, Hakekat dan

Cakupan Hukum Administrasi Negara

A. Kedudukan Hukum Administrasi Negara dalam

Sistem Hukum Nasional

Keberadaan HAN itu sendiri di dalam hukum secara keseluruhan, M. Nata Saputra melakukan pembagian hukum menurut isinya sebagaimana pada halaman berikut:

Gambar 1: Bagan Pembagian Hukum

Pada pengertian Hukum Administrasi Negara sebagaimana telah dikemukakan di atas telah dijelaskan bahwa Hukum Administrasi Negara adalah peraturan-peraturan yang mengatur hubungan timbal balik antara pemerintah (penguasa) dengan rakyatnya. Hukum Administrasi Negara berisi peraturan-peraturan yang menyangkut administrasi. Administrasi itu sendiri berarti pemerintah, dengan demikian hukum administrasi (administratief recht) dapat juga disebut hukum pemerintahan.

Prajudi Atmosudirdjo memberikan definisi kerja Hukum Administrasi Negara adalah hukum yang mengatur seluk beluk dari pada administrasi negara. Sedangkan administrasi negara mempunyai pengertian yang sifatnya kombinatief (Verzamelterm) yakni :

HUK UM

Hukum Transitur (Hukum peralihan, hukum antar waktu) Hukum

Publik

Hukum Publik dalam Arti kata sempit (=hukum negara dalam

arti kata luas)

Hukum Perburuhan Hukum Acara

Hukum Pajak

Hukum antar negara (hukum publik internasional)

Hukum negara dalam arti kata sempit (hukum tata

Negara) Internasional = hukum

(29)

1. Administrasi negara sebagai organisasi;

2. Administrasi yang secara khas mengejar tercapainya tujuan yang bersifat kenegaraan (publik), artinya tujuan-tujuan yang ditetapkan Undang-Undang secara “dwingend recht” (hukum yang memaksa).

Dalam sistem hukum nasional, hukum administrasi negara adalah merupakan sub sistem dari sistem hukum nasional, karena masih ada sub sistem lainnya, yaitu hukum tata negara, hukum lingkungan, hukum ekonomi, hukum keluarga dan sebagainya. Dikatakan hukum administrasi negara merupakan sub sistem dari sistem hukum nasional karena hukum administrasi negara hanya mengatur sebagian dari lapangan pekerjaan administrasi negara, sedangkan lapangan pekerjaan administrasi negara lainnya diatur oleh HTN atau hukum lainnya.

HAN sebagai sub sistem hukum dari sistem hukum nasional harus didasarkan kepada Pancasila dan UUD 1945. Apabila di gambarkan sistem hukum nasional adalah sebagai berikut:

Gambar 2: Sistem Hukum Nasional26)

Keterangan :

1. Lingkaran 1 : Pancasila

2. Lingkaran 2 : UUD 1945

3. Lingkaran 3 : Peraturan Perundang

4. Lingkaran 4 : Yurisprudensi

5. Lingkaran 5 : Hukum Kebiasaan

B. Hakekat dan Cakupan Hukum Administrasi

Negara

HAN adalah merupakan hukum yang menguji hubungan hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat

(ambtsdrager) administrasi negara melakukan tugas mereka yang

khusus, dan HAN berisi peraturan-peraturan yang menyangkut administrasi serta memberikan pembatasan-pembatasan kepada penguasa dalam mengatur masyarakat. Dari uraian tersebut di atas maka hakekat HAN mengatur hubungan-hubungan antara alat-alat Pemerintahan (bestuur-sorganen) dengan individu masyarat (hubungan ekstern), memberikan perlindungan kepada warga negaranya atau masyarakat dari tindakan sewenang-wenang aparatur pemerintah atau negara.

Dalam hal ini HAN berperan mengatur, membatasi dan menguji hubungan hukum antara warga negaranya dengan penguasa atau pejabat administrasi negara, hubungan hukum tersebut terjadi karena adanya pemerintah menjalankan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan melalui pengambilan keputusan pemerintah

27) S. Prajudi Atmosudirdjo, op. cit., h. 49 26) Gambar diadop dari CFG Sunaryati Hartono, Politik Hukum Menuju Satu Sistem Hukum

Gambar

Gambar 1: Bagan Pembagian Hukum
Gambar 2: Sistem Hukum Nasional26)
Gambar  : Bagan Perbuatan PemerintahPemerintahPemerintah29)

Referensi

Dokumen terkait

Badan Permusyawaratan Desa sebagai unsur pemerintahan Desa harus bisa menjalankan tugas dan fungsinya sesuai amanat Undang-Undang agar Kepala Desa tidak

Peran yang sebenarnya dilakukan adalah peranan kepolisian dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai aparat penegak hukum yang diharapkan langsung bersentuhan

Alasan peneliti memilih aparatur pemerintahan sebagai objek adalah karena aparatur pemerintah terutama bagian verifikasi dan akuntansi mempunyai tugas untuk menyusun

Sebagai unsur utama Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Negara mempunyai peranan yang menentukan keberhasilan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Sosok PNS yang

hukum terhadap anggota Kepolisian yaitu untuk melindungi anggota Kepolisian dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya baik sebagai subjek hukum maupun sebagai

Masyarakat dalam menjalankan tugas dan fungsinya mengharapkan adanya integritas dan tata kelola pemerintahan yang baik untuk mewujudkan good governance di masa yang akan

Upaya meningkatkan kedisiplinan tersebut ASN sebagai aparatur pemerintahan dan abdi masyarakat di harapkan agar selalu siap sedia dalam menjalankan tugas yang telah

Seyogyanya, peraturan regulasi merupakan acuan atau pedoman aparat pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai aparatur pemerintah, apatah lagi yang berkaitan dengan