AB III
METODE PENELITIAN
Tujuan umum penelitian ini adalah mengembangkan model pembelajaran
IPS di SMP berbasis nilai budaya lokal batik klasik (IBNBBK) yang dapat
memperkuat jati diri bangsa. Pada hakekatnya tujuan penelitian ini adalah untuk
menemukan kebenaran praktek dan manfaat model pembelajaran IPS berbasis nilai
budaya lokal batik klasik yang bersifat situasional dan kondisional, dan tidak
berpretensi ke arah pembentukan generalisasi. Tujuan operasional penelitian ini
untuk memperoleh kebenaran pengalaman (empirik) yang bersifat situasional dari
para guru dalam pengembangan model pembelajaran IPS di kelas yang efektif dan
stabil di SMP Surakarta. Program pembelajaran IBNBBK dirancang dengan
spesifikasi pada integrasi nilai budaya lokal seni batik klasik dalam pembelajaran
IPS untuk penguatan jati diri bangsa. Dengan menggunakan teori dekonstruksi, nilai
simbolisme dalam motif-motif batik klasik yang mengandung keluhuran budi
pekerti direaktualisasikan kembali menjadi nilai-nilai edukatif yang dapat digunakan
sebagai sarana penguatan karakter dan jati diri bangsa.
Sebagaimana dikemukakan Clifford Geertz (1973: 89) bahwa kebudayaan
merupakan pola dari pengertian atau makna-makna yang terjalin secara menyeluruh
dalam simbol-simbol dan ditransmisikan secara historis. Lebih lanjut dijelaskan
Geertz (1973) bahwa kebudayaan itu merupakan sistem mengenai konsepsi-konsepsi
berkomunikasi, melestarikan, dan mengembangkan pengetahuan dan sikapnya
terhadap kehidupan.
Untuk mengkonstruksi model pembelajaran IBNBBK dalam pandangan
postmodernism mengenai kurikulum sebagai sebuah praksis dapat digunakan empat
unsur R, yaitu richness, recursions, relations, dan rigor yang dikembangkan Doll
(1993: 176-183). Model pembelajaran IBNBBK yang dikembangkan dengan model
pembelajaran kooperatif dan klarifikasi serta dikemas dalam turnamen merupakan
salah satu upaya untuk mengembangankan peserta didik menjadi seperti apa yang
dia inginkan. Melalui transmisi dan komunikasi secara kritis, nilai-nilai budaya batik
klasik diciptakan kembali (dekonstruksi) menjadi nilai-nilai pendidikan karakter.
Integrasi nilai-nilai budaya lokal seni batik klasik dalam pembelajaran IPS juga
merupakan upaya untuk memenuhi pembelajaran IPS yang powerfull and
meaningfull, yakni ditandai oleh pembelajaran yang terintegrasi, berbasis nilai, aktif,
menantang, dan bermakna.
A. Desain Penelitian
Berdasarkan pada tujuan yang akan dicapai dan masalah penelitian yang
harus dipecahkan serta sifat dan analisis data yang diperlukan maka penelitian ini
dilaksanakan melalui pendekatan gabungan atau kombinasi antara pendekatan
kualitatif dan kuantitatif yang bersifat komplementer (Thomas, 2003:6). Karena itu
perbedaan karakter dari dua pendekatan tersebut justru memberikan asas manfaat.
Secara historis pemikiran tentang pendekatan gabungan ini mulai populer
Campbell dan Fisk yang kemudian dikenal dengan multi method - multi trait
approach. Penelitian ini dengan prosedur pengumpulan data gabungan, yakni survei
dan wawancara yang melahirkan metode "between method" (Creswelt, 1994).
Penggunaan pendekatan gabungan pada penelitian ini didasari oleh aspek
terbatasnya cakupan penelitian dan permasalahan penelitian (Creswell, 1994: 173;
Branen, 2002:10). Pendekatan gabungan menurut Creswell (1994:177) ada tiga
model desain penelitian, yakni (l) two phase design; (2) dominant - less dominant
design; dan (3) mixed-methodology design.
Sehubungan dengan penelitian ini maka berdasar tujuan penelitian dan sifat
data yang dikumpulkan digunakan model two phase design. Model two phase design
memungkinkan secara teoritis maupun praktis untuk pengembangan dua desain pada
posisi saling melengkapi (complement), setara (equal), dan dilaksanakan secara
berurutan (sequent). Penerapan pendekatan gabungan semata-mata untuk efektivitas
pelaksanaan prosedur dan hasil penelitian.
Menurut Richey & Nelson (1996), penelitian ini termasuk jenis penelitian
pengembangan (developmental research), yakni penelitian yang berorientasi pada
pengembangan suatu produk yang proses pengembangannya dideskripsikan secara
teliti dan produk yang diperoleh dievaluasi. Produk yang dikehendaki dalam
penelitian ini adalah sebuah model pembelajaran IPS berbasis nilai budaya lokal
batik klasik untuk penguatan jati diri bangsa. Pendekatan penelitian dan
pembelajaran yang efektif dan adaptabel sesuai kondisi dan kebutuhan nyata
di sekolah.
Research and development (R & D) yang dikembangkan oleh Borg dan Gall
(1989: 781-802), berdasarkan pada data lapangan, hasil uji lapangan, dan revisi. R &
D meliputi tahapan-tahapan berupa cycle hingga diperoleh definisi objektif, mirip
siklus “classroom action research spiral” (Hopkins, 1993:48) yang merupakan
“involves teachers using methods to study classroom problems” (McMillan dan
Schumacher, 2001: 20). Ditekankan oleh Borg dan Gall (1989: 783) model yang
dikembangkan hendaknya “real-life”, efisien, dan realistik objektif dalam rangkaian
model pelajaran (Borg dan Gall, 1989: 797).
Borg dan Gall (1989:784-785) mengembangkan sepuluh langkah strategi
dalam penelitian pengembangan, yaitu (1) Research and information collecting,
yaitu studi pendahuluan, pengumpulan data awal di lapangan, studi literatur,
observasi kelas, mempersiapkan rancangan kegiatan dan penelitian. Langkah ini
dilakukan dengan prasurvey mengawali R & D. (2) Planning, adalah langkah
perumusan tujuan, pengembangan model pembelajaran sebagai educational product,
merumuskan keterampilan dan menentukan pokok-pokok pengembangan bahan
pembelajaran, serta uji coba tahap awal. (3) Develop preliminary form of product,
adalah pengembangan draf awal model yang ingin dihasilkan, menyiapkan
perlengkapan dan instrumen pembelajaran, handbook, dan instrumen evaluasi. (4)
Preliminary field testing adalah uji coba lapangan awal terbatas. Data wawancara,
mendapatkan data kualitatif awal dari model hipotetik yang akan diujicobakan pada
langkah berikutnya. (5) Main product revision adalah merevisi protipe yang telah
diujicobakan. Revisi model hipotetik didasarkan hasil uji coba lapangan awal. (6)
Main field testing adalah uji coba lapangan utama. Data kuantitatif berupa skor atau
nilai yang diperoleh subyek penelitian pada pretest dikumpulkan, lalu dibandingkan
dengan data kelompok kontrol. (7) Operasional product revision adalah merevisi
prototipe secara operasional menggunakan informasi dan data yang terkumpul
melalui uji coba lapangan tahap pertama, sehingga pada tahap selanjutnya dapat
meningkatkan dan menyempurnakan produk penelitian. (8) Operational field
testing- uji coba model secara operasional atau uji coba empirik. Data wawancara,
observasi, dan angket dikumpulkan lalu dianalisis. Pada langkah ini ditentukan draf
akhir model untuk disebarluaskan (diseminasikan); (9) Final product revision-tahap
revisi akhir dari prototipe (model yang dihasilkan). Revisi dilakukan memperhatikan
masukan dan saran-saran dari monitoring, wawancara dengan guru, dan observasi
langsung terhadap pelaksanaan uji coba. (10) Dissemination and implementation.
Untuk kepentingan disertasi ini peneliti menyederhanakan tahap-tahap
penelitian dan pengembangan menjadi tiga tahap, yakni sebagai berikut.
1. Penelitian Pendahuluan (pra-survey)
Tahap penelitian pendahuluan merupakan kegiatan research and information
collecting memiliki dua kegiatan utama, yaitu studi literatur (kajian pustaka dan
diperolehnya profil implementasi sistem pembelajaran, khususnya yang berkaitan
dengan kegiatan atau obyek pembelajaran yang hendak ditingkatkan mutunya.
2. Pengembangan Model
Tahap pengembangan sebagai gabungan tahap planning and development of
the preliminary form of product mengandung kegiatan-kegiatan; penentuan tujuan,
menentukan kualifikasi pihak-pihak yang terlibat dalam penelitian dan
pengembangan (peneliti dan guru), merumuskan bentuk partisipasi pihak-pihak yang
terlibat dalam penelitian dan pengembangan, menentukan prosedur kerja, dan uji
kelayakan. Hasil dari kegiatan ini adalah diperolehnya draft desain model yang siap
untuk diujicobakan. Tahap uji lapangan mengandung tahap-tahap preliminary field
testing, main product revision, main field testing, dan product revision memiliki
kegiatan utama, yaitu uji coba, baik uji coba terbatas (preliminary field test) maupun
uji coba lebih luas (main field test). Di samping itu, tahap ini mengandung pula
kegiatan untuk merevisi terhadap hasil setiap uji coba model sistem pembelajaran.
Kegiatan uji coba dilakukan secara siklis (desain, implementasi, evaluasi, dan
penyempurnaan) sampai ditemukan model sistem pembelajaran yang siap untuk
divalidasikan.
3. Pengujian Efektivitas Model
Tahap validasi terdiri atas kegiatan operational field testing dan final product
revision dengan tujuan untuk menguji model melalui kuasi eksperimen dengan
Hasil eksperimentasi menjadi bahan pertimbangan dalam membuat rekomendasi
tentang efektivitas dan adaptabilitas model IBNBBK di sekolah.
B. Implementasi Tahap-tahap Penelitian
Implementasi langkah-langkah penelitian dan pengembangan model
IBNBBK adalah sebagai berikut.
1. Studi Pendahuluan
Studi pendahuluan merupakan kegiatan research and information collecting
memiliki dua kegiatan utama, yaitu studi literatur (kaji pustaka dan hasil penelitian
terdahulu) dan studi lapangan. Aspek-aspek yang diteliti dalam studi pendahuluan
ini meliputi kondisi guru, dan peserta didik, rencana pelaksanaan pembelajaran
(RPP), proses belajar mengajar IPS yang sedang berlangsung sekarang ini.
Kondisi guru yang menjadi fokus penelitian pendahuluan ini adalah latar
belakang guru, kemampuan dan kinerja guru, kemampuan guru dalam
merencanakan pengajaran, kegiatan guru dalam pembelajaran, materi pembelajaran
IPS, metode, media pembelajaran IPS, dan evaluasi pembelajaran IPS.
Kondisi peserta didik yang menjadi fokus penelitian ini adalah kesan-kesan
selama mengikuti pelajaran IPS, pendapat peserta didik tentang guru IPS, dan
pendapat peserta didik tentang nilai-nilai budaya batik klasik. Rencana pelaksanaan
pembelajaran (RPP), yakni proses belajar mengajar IPS yang sedang berlangsung
sekarang ini. Adapun langkah-langkah yang dilakukan yakni sebagai berikut.
Studi kepustakaan merupakan langkah awal dalam penelitian ini,
dimaksudkan untuk mengumpulkan landasan teoritik guna pengembangan model.
Paradigma penelitian pengembangan ini adalah Postmodernisme dengan teori
utamanya “dekonstruksi” dari Derrida. Selain itu juga digunakan teori belajar dan
model pembelajaran yang relevan untuk pengembangan model pembelajaran IPS
berbasis nilai budaya lokal batik klasik untuk penguatan jati diri bangsa.
Pada studi kepustakaan juga dikaji beberapa hasil penelitian terdahulu yang
relevan, yang dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai
persoalan-persoalan pembelajaran IPS di sekolah. Selain itu, juga diperlukan untuk lebih
memperhatikan kesimpulan, saran, dan rekomendasi berdasarkan temuan-temuan
hasil penelitian.
Uraian mengenai hasil studi kepustakaan selengkapnya telah disajikan pada
bab II, yang sekaligus juga berfungsi sebagai landasan teori. Dengan demikian pada
bab ini hanya disajikan bahasan singkat landasan teori dan studi kepustakaan yang
digunakan sebagai dasar pengembangan model IBNBBK.
2. Studi Lapangan
Studi lapangan dilakukan untuk mengumpulkan data melalui angket
berkenaan dengan kondisi umum pembelajaran IPS di kota Surakata dan
pengamatan yang berkenaan dengan perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran IPS
berbasis nilai budaya lokal batik klasik untuk menguatkan jati diri bangsa.
Berdasarkan dokumen Dikspora Surakarta, diketahui bahwa di Kota
swasta, terdiri dari 18 SMP Islam, 9 SMP Kristen, 6 SMP Katholik, dan 10 SMP
swasta umum.
Untuk mendukung penelitian ini, dilakukan observasi di beberapa sekolah
antara lain di SMP Negeri 9, SMP Negeri 10, SMP Negeri 7, SMP Negeri 3, SMP
Negeri 19, SMP Muhammadiyah 2, SMP Batik, dan SMP Kristen 1. Observasi
dilakukan terhadap proses pembelajaran IPS di kelas, di perpustakaan, dan kegiatan
sekolah secara umum yakni pada waktu jam masuk sekolah dan jam berakhirnya
pembelajaran keseluruhan. Hal ini dimaksudkan untuk melihat pelaksanaan
pembelajaran IPS dan budaya sekolah yang ditanamkan kepada peserta didik,
berkaitan dengan pendidikan budi pekerti dan karakter.
Wawancara dan pengisian angket terbuka dilakukan pada siswa SMP untuk
mengetahui: (1) Kesan selama mengikuti pembelajaran IPS; (2) Pendapat siswa
tentang guru IPS: (3) Pendapat siswa tentang pelajaran IPS; (4) Kesan siswa
terhadap seni batik klasik sebagai salah satu keunggulan budaya Surakarta.
Wawancara dan pengisian angket yang bersifat terbuka untuk guru meliputi:
(1) profil guru IPS; (2) kemampuan dan kinerja guru; (3) kemampuan guru dalam
merencanakan pembelajaran IPS; (4) kegiatan belajar mengajar mengajar IPS; (5)
Pengembangan materi IPS berkaitan dengan integrasi nilai-nilai budaya batik klasik
yang menjadi muatan lokal di Surakarta; (6) metode dan media pembelajaran IPS;
(6) evaluasi pembelajaran IPS.
Wawancara juga dilakukan dengan Kepala Sekolah meliputi permasalahan
mengintegrasikan budaya lokal di Surakarta; (3) kegiatan peningkatan kemampuan
guru dalam melakukan inovasi pembelajaran IPS agar menarik dan bermakna; (4)
kebijakan terhadap pembelajaran IPS terpadu; dan (5) pembelajaran IPS yang
berlangsung di sekolah selama ini berkaitan dengan keharusan mengintegrasikan
pendidikan karakter dalam pembelajaran.
Selain itu juga dilakukan studi dokumentasi, berupa kajian terhadap
kurikulum mata pelajaran IPS SMP, buku teks yang digunakan, serta perangkat
pembelajaran, untuk menentukan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar
(KD) yang akan dipilih untuk mengintegrasikan model pembelajaran yang
dikembangkan. Hal-hal yang ingin diketahui dari perangkat pembelajaran yang
sudah dibuat guru.
Sedangkan identifikasi RPP difokuskan pada: (1) Perumusan Tujuan
Pembelajaran, yang meliputi: (a) kejelasan rumusan (operasional); (b) kelengkapan
cakupan rumusan; (c) kesesuaian dengan kompetensi dasar. (2) Pemilihan dan
pengorganisasian materi pembelajaran yang meliputi : (a) Kesesuaian dengan tujuan
pembelajaran; (b) Kesesuaian dengan karakteristik peserta didik; (c) Keruntutan dan
sistemaika materi; (d) Kesesuaian materi dengan alokasi waktu. (3) Pemilihan
Sumber Belajar/ Media pembelajaran yang meliputi: (a) Kesesuaian sumber/media
pembelajaran dengan tujuan; (b) Kesesuaian sumber/media pembelajaran dengan
materi; (c) Kesesuaian sumber/media pembelajaran dengan karakteristik peserta
didik; (4) Metode pembelajaran, yang meliputi (a) Kesesuaian strategi dan metode
pembelajaran dengan materi pembelajaran; (c) Kesesuaian strategi dan metode
pembelajaran dengan karakteristis peserta didik; (d) Kesesuaian alokasi waktu
dengan tahapan pembelajaran. (5) Penilaian Hasil Belajar, yang meliputi: (a)
Kesesuaian teknik penilaian dengan tujuan pembelajaran; (b) Kejelasan prosedur
penilaian; (c) Kelengkapan instrumen (soal, kunci jawaban/ pedoman penskoran).
Fokus utama dari studi pendahuluan analisis RPP adalah untuk mengungkap
apakah RPP yang selama ini sudah mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal
Surakarta yakni nilai-nilai yang bersumber motif batik klasik yang diajarkan kepada
peserta didik. Dari hasil studi pendahuluan dilakukan diskusi dengan guru untuk
menyusun model awal atau draft model pembelajaran IPS dengan mengintegrasikan
nilai-nilai budaya lokal Surakarta, yakni batik klasik. Dengan demikian penyusunan
model awal dilakukan secara kolaboratif, kemitraan antara guru dengan peneliti
yang diarahkan kepada pengembangan rencana pembelajaran IPS berbasis nilai
budaya lokal batik klasik untuk penguatan jati diri bangsa. Pada tahap awal uji coba
model dikembangkan di SMPN 19 di Kota Surakarta.
3. Pengolahan Data Penelitian Pendahuluan
Analisis data dimulai dengan mengumpulkan dan menelaah seluruh data
yang diperoleh dari berbagai sumber, yaitu dari pengamatan, wawancara, dan foto
dibantu oleh alat pencatat maupun perekaman. Langkah berikutnya, rnengadakan
reduksi data yakni menyeleksi, menfokuskan, menyederhanakan, mengabstraksikan,
dan mentransformasikan data mentah dengan tujuan agar mudah dipahami.
Guba, 1985) berdasarkan satuan instrumen penelitian, data diberikan kode-kode
tertentu berdasarkan jenis dan sumbernya. Setelah itu dilakukan interpretasi terhadap
keseluruhan data untuk memudahkan dalam menentukan atau mendefinisikan
kategori data, perumusan sejumlah hipotesis mengenai hasil, dan rencana tindakan
yang sesuai dengan tujuan penelitian.
Berdasarkan prosedur pengkodean, peneliti selanjutnya mengadakan
kategorisasi data. Kategori adalah salah satu kumpulan dari seperangkat data yang
disusun atas dasar pikiran, intuisi, pendapat, atau kriteria tertentu (Lincoln dan
Guba, 1985). Dalam penelitian ini sistem kategorisasi dan pengkodean disusun
berdasarkan tiga aspek unit data, yaitu (1) latar konteks kelas, (2) proses
pembelajaran, dan (3) aktivitas atau tindakan (Bogdan dan Biklen, 1990).
Penafsiran data yang berhubungan dengan penelitian kelas ini meliputi fakta
dan informasi tentang: latar belakang guru, kemampuan dan kinerja guru,
kemampuan guru merencanakan pengajaran, kegiatan guru dalam pembelajaran,
materi, metode, media, dan evaluasi pembelajaran IPS. Kondisi peserta didik yang
menjadi fokus penelitian ini adalah kesan-kesan selama mengikuti pelajaran IPS,
pendapat peserta didik tentang guru IPS, dan pendapat peserta didik tentang
nilai-nilai budaya batik klasik.
Berdasarkan hasil analisis data diperoleh gambaran bahwa para guru
responden mengakui: (1) pelajaran IPS selain untuk memberikan pengetahuan juga
untuk mengembangkan kepribadian dan memperkuat jati diri bangsa, karena itu
peserta didik; (2) pembelajaran IPS yang meaningfull dan powerfull yakni
pembelajaran yang bermakna, terintegrasi, menantang, aktif dan berbasis nilai,
selama ini belum berjalan sebagaimana seharusnya karena pelaksanaan
pembelajaran IPS masih berorientasi pada target materi dalam kurikulum.
Pembelajaran berlangsung monoton dan lebih berpusat pada guru serta kurang
mengintegrasikan lingkungan sosial budaya peserta didik dalam pembelajaran.
Untuk itu guru dengan peneliti sebagai mitra mengembangkan materi pembelajaran
dalam kurikulum dengan dasar empat R, yakni Richnes, relation, recurcion dan
rigor; (3) Pengembangan KTSP harus mengintegrasikan keunggulan lokal dalam
pembelajaran agar peserta didik tidak lepas dari konteks lingkungan sosial
budayanya. Batik klasik sebagai keunggulan budaya Surakarta dan menjadi muatan
lokal pendidikan di Surakarta. Batik sebagai budaya intangible mengandung
nilai-nilai edukatif yang dapat diintegrasikan dalam pembelajaran IPS dan merupakan
solusi untuk menciptakan pembelajaran IPS berbasis nilai dan sebagai implementasi
integrasi karakter dan budaya dalam IPS; (4) guru mitra selama ini kesulitan dalam
menyusun dan mengembangkan RPP yang mengintegrasikan karakter dan budaya,
karena itu dengan diskusi dan pendampingan dari peneliti sebagai mitra disepakati
bahwa pembelajaran IPS berbasis pada nilai budaya lokal batik klasik akan
dikembangkan dengan model pembelajaran kooperatif dan klarifikasi nilai.
Dengan demikian para guru mendukung gagasan pengembangan model
IBNBBK dan bersedia mengimplementasikan dalam pembelajaran di kelas. Pada
dan melaksanakan pembelajaran “IBNBBK”. Selama ini guru-guru IPS Surakarta
menggunakan RPP yang disusun oleh MGMP IPS Surakarta. Mereka belum pernah
mengembangkan RPP pembelajaran IPS khusus yang mengintegrasikan nilai-nilai
budaya lokal (batik klasik) yang dapat menguatkan karakter dan jati diri bangsa.
Setelah berdiskusi dengan peneliti dan adanya keharusan memasukan nilai karakter
budaya dalam pembuatan RPP dan dalam pelaksanaan pembelajaran IPS di kelas,
para guru menjadi termotivasi untuk segera melaksanakan pembelajaran IBNBBK.
1) Instrumen Penelitian Pendahuluan
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif maka instrumen penelitian
untuk pengumpulan data pada fase pertama bergantung pada peneliti sebagai alat
atau instrumen pengumpul data. Dengan dasar pertimbangan tersebut maka
instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah peneliti sebagai instrumen
utama (Wiriaatmadja, 2005). Untuk memudahkan peneliti dalam mengumpulkan
data digunakan alat bantu berupa catatan lapangan, tape recorder, dan kamera
(Hopkin , 1993; Madya, 1994; Moleong, 1997).
Catatan lapangan digunakan untuk mencatat segala kejadian dan peristiwa
selama komunikasi interaktif berlangsung dalam proses pembelajaran IPS di dalam
kelas sekaligus merupakan internal validity dari penelitian ini (Wiriaatmadja, 2005).
Alat perekam (Hopkins, 1993) untuk melengkapi catatan lapangan dan
menangkap atmosfer dari komunikasi interaktif di dalam kelas dan bila perlu
guru sebagai patner dalam penelitian. Kamera untuk merekam peristiwa penting
dalam kegiatan di kelas sekaligus mendukung instrumen penelitian lainnya.
Pedoman wawancara, secara informal dengan peserta didik yang dilakukan
secara terencana tetapi tidak terstruktur untuk menggali dan memperjelas hal-hal
yang tidak diperoleh dalam komunikasi interaktif di dalam maupun di luar kelas.
2) Triangulasi Data
Untuk mendapatkan validitas data dilakukan dengan beberapa teknik, yakni
dengan triangulasi data dan sumber. Selain itu juga dengan bantuan dari para ahli
Teknologi Pembelajaran untuk memberi penilaian RPP IPS selama ini. Hal ini
dimaksudkan untuk mempertajam dan untuk koreksi maupun untuk memperolah
masukan dan kritikan sehingga data hasil infomasi benar-benar telah teruji
kebenarannya.
3) Pengolahan Data Penelitian Pendahuluan
Pengolahan data hasil penelitian eksploratif dilakukan dengan teknik analisis
model interaktif (Miles dan Huberman, 1984). Analisis interaktif meliputi tahapan :
(1) pengumpulan data, (2) reduksi data, (3) sajian data, dan (4) verifikasi/ menarik
kesimpulan. Analisis dilakukan terus menerus dari awal pengumpulan data sampai
dengan betul-betul diperolehnya data hasil penelitian yang lengkap. Proses analisis
terjadi secara interaktif, yang menguji antar komponen secara siklus yang
benar-benar tuntas dan mendalam. Mekanisme analisis yang mencerminkan
Bagan: 3.1 Komponen-Komponen Analisis Data Model Interaktif
(Miles & Huberman, 1984)
2. Pengembangan Model IBNBBK
Tahap pengembangan model merupakan tahap penyusunan draf model, uji
coba terbatas, uji coba lebih luas, dan finalisasi model.
a. Penyusunan Draf Model
Penyusunan draf model berpijak pada landasan teori hasil kajian
kepustakaan, memadukan kesesuaian karakteristik model yang akan dikembangkan
dengan karakter bidang studi IPS serta kondisi pembelajaran IPS pada jenjang SMP.
Dasar penyusunan yang digunakan adalah landasan filosofis model, pedagogis,
teoritis dan empiris atau kelayakan implementatif. Lima komponen pembelajaran
sebagaimana dikemukakan Joyce (2011) menjadi acuan dalam menyusun model
awal, yakni (1) Sintaks, (2) Sistem Sosial, (3) Prinsip Reaksi, (4) Sistem
Pendukung, (5) Dampak Instruksional dan Dampak Pengiring PENGUMPULAN DATA
REDUKSI DATA
PENYAJIAN DATA
KESIMPULAN-KESIMPULAN:
Fokus utama yang mendasari penelitian ini adalah memperbaiki dan
memberdayakan pembelajaran IPS sebagaimana diungkapkan oleh Stahl (2008:2)
dalam jurnal NCSS bahwa prinsip pembelajaran IPS (social studies) pada sebuah
penelitian berjudul ”A Vision of Powerful Teaching and Learning in the Social
Studies: Building Social Understanding and Civic Efficacy“ yakni: Pertama,
pembelajaran IPS yang baik jika bermakna (Socia l studies teaching and learning are
powerful when they are meaningful). Peserta didik belajar menghubungkan
pengetahuan, keyakinan dan sikap yang mereka peroleh di dalam maupun di luar
kelas. Kebermaknaan isi materi pelajaran diarahkan pada bagaimana menyajikannya
pada peserta didik dan bagaimana mengembangkannya melalui serangkaian
kegiatan. Kedua, pembelajaran IPS yang baik adalah pembelajaran yang terintegrasi
(Social studies teaching and learning are powerful when they are integrative).
Pembelajaran IPS dalam penyampaian topik dilakukan melalui upaya
mengintegra-sikan dalam hal: a) lintas ruang dan waktu, b) pengetahuan, keterampilan,
keyakinan, nilai dan sikap untuk dilaksanakan, c) teknologi secara efektif, d) lintas
kurikulum. Ketiga, pembelajaran IPS yang baik adalah pembelajaran yang berbasis
nilai (Social studies teaching and learning are powerful when they are value-based).
Keempat, pembelajaran IPS yang baik adalah pembelajaran yang menantang (Social
studies teaching and learning are powerful when they are challenging). Peserta
didik diharapkan mencapai tujuan pembelajaran secara individu dan kelompok
melalui aktivitas berfikir kritis dan menantang. Kelima, Pembelajaran IPS yang baik
when they are active). Pembelajaran IPS yang aktif ditandai kemampuan peserta
didik dalam berfikir reflektif dan membuat keputusan (decision making) selama
pembelajaran. Peserta didik mengembangkan pemahaman baru melalui proses
pembelajaran aktif dengan mengkonstruk pengetahuan sosial yang penting. Dengan
demikian pembelajaran IPS harus mampu membekali peserta didik dengan
pengetahuan, sikap, nilai, dan ketrampilan dalam hidup bermasyarakat sehingga
mereka benar-benar memahami lingkungan masyarakat dan bangsanya dengan
berbagai dimensi kehidupan.
Berdasarkan observasi pada saat pembelajaran IPS dan wawancara terhadap
guru IPS dan siswa bahwa pelajaran IPS terlalu sarat materi, bersifat kognitif, dan
hafalan. Karena bersifat hafalan, pembelajaran IPS menjadi menjemukan, tidak
menarik dan dipandang sebagai beban bagi peserta didik. Pendidikan IPS lebih
berorientasi pada penguasaan struktur keilmuan dan tidak mengintegrasikan realitas
sosial budaya sebagai sumber nilai rujukan bagi peserta didik. Guru IPS cenderung
terikat pada buku teks, baik isi, urutan materi, contoh-contohnya, dan latihan-latihan
soal yang menyertainya secara kaku. Peranan guru sangat dominan dan pendewaan
terhadap kurikulum menggambarkan status quo dari budaya ajar.
Dengan demikian fokus tindakan penelitian ini adalah memperbaiki dan
memberdayakan model pembelajaran IPS berbasis nilai budaya lokal batik klasik
untuk penguatan karakter bangsa. Batik klasik merupakan salah satu keunggulan
budaya Surakarta, karena itu Pemkot Surakarta menetapkan “batik sebagai muatan
budaya batik diberikan dalam bentuk budaya fisik yakni kain batik. Peserta didik
dimediasi oleh guru seni budaya agar memilki kemampuan mewarnai dan
ketrampilan membatik sederhana. Sedang batik sebagai budaya intangible yakni
nilai-nilai edukatif akan dikembangkan melalui pembelajaran IPS.
Keberhasilan pengembangan model pembelajaran dilihat dari aspek
penguasaan kompetensi (prestasi belajar), dan penguatan karakter serta sikap siswa
terhadap batik sebagai jati diri bangsa, yang dapat ditunjukan selama proses
pembelajaran, baik dalam bentuk perilaku maupun ekspresi perasaan yang teramati.
Untuk menvalidasi hasil pengamatan, dilakukan melalui wawancara baik dengan
guru mitra maupun peserta didik yang dipilih secara acak dengan
mempertimbangkan aspek keterwakilan kemampuan akademik (diambil sampel
anak yang teridentifikasi pada kelompok bawah, sedang, dan rendah).
Pada tahap awal peneliti dan dua orang guru, yakni Ibu T dan Bp Y
bersama-sama memilih Kompetensi Dasar: mendeskripsikan pranata sosial dalam kehidupan
masyarakat. Materi: Pengertian pranata sosial. Fungsi pranata sosial; Jenis-jenis
pranata sosial dengan waktu 6 x tatap muka atau 3 x pertemuan.
Integrasi nilai-nilai budaya lokal batik klasik akan dilakukan dalam
pengembangan materi ajar dan media pembelajaran, serta pada saat proses
pembelajaran. Untuk pengembangan materi pembelajaran IPS berbasis pada nilai
budaya lokal batik klasik digunakan empat unsur R yang dikembangkan Doll (1993:
176-183). Pengembangan model ini disepakti sebagai salah satu solusi permasalahan
kehidupan bangsa Indonesia terpenting di abad ke-21 ini. Merosotnya nilai-nilai
moral yang mulai melanda masyarakat saat ini tidak lepas dari ketidakefektifan
pendidikan nilai-nilai moral, baik di lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat
secara keseluruhan. Efektivitas paradigma pendidikan nilai yang berlangsung di
jenjang pendidikan formal hingga kini masih sering diperdebatkan. Menurut
Soedijarto (1997:333) pengintegrasian nilai-nilai yang telah direncanakan untuk
mempribadi ke dalam aturan tingkah laku belajar peserta didik sangat diperlukan
untuk meningkatkan kualitas hasil belajar sebagai salah satu indikator strategi bagi
keberhasilan pendidikan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam konsep „pendidikan‟ nilai dan sikap sengaja ditanamkan kepada si
terdidik (transmission of values). Nilai dan sikap yang positif, yang diharapkan
mampu membawa peserta didik menjadi orang yang baik, atau bersikap baik, karena
didorong oleh nilainilai kebaikan. Seolah-olah tiga aspek rohani manusia sudah
tercakup di dalamnya, yakni aspek kognitif, afektif dan konatif. Ketika peserta didik
diperkenalkan dengan nilai-nilai kebaikan tertentu untuk selanjutnya ditanamkan
atau ditransmisikan kepada mereka, harapannya peserta didik sudah mengetahui atau
mengenal nilai-nilai tersebut, kemudian merespons nilai-nilai tersebut dengan sikap
pribadinya, untuk selanjutnya tergerak hatinya untuk mewujudkan nilai-nilai yang
diketahuinya itu agar manifes dan menjadi pendorong untuk melakukan perbuatan
baik dan terpuji. Karena itu melalui implementasi model ini diharapkan akan
terealisasi pembelajaran IPS yang powerfull dan meaningfull serta akan menguatkan
Sebagai langkah awal penyusunan draf model peneliti bersama-sama dengan
Ibu T. Bp An. (guru SMP Negri 19), Ibu D (SMP N 10), Bp H (SMPN 9), Ibu W
(SMP Al Muayat), Ibu Mur (SMP Muhammadiyah 2) dan Ibu Han (Guru SMP
Kristen) berdiskusi untuk menentukan langkah-langkah menyusun draf model
pembelajaran “IBNBBK”. Dari diskusi tersebut peran Ibu T sebagai guru IPS senior
dan pengurus MGMP IPS dalam memotivasi teman-teman guru IPS yang lain sangat
besar, karena pada awalnya mereka pesimis dan merasa agak berat kalau harus
menyusun RPP, mengembangkan bahan ajar dan media yang sesuai dengan model
IBNBBK, karena selama ini para guru IPS SMP di Surakarta sudah merasa nyaman
menggunakan RPP dari MGMP IPS Surakarta. Keluhan dari teman-teman guru tadi
oleh Ibu T ditanggapi dengan jawaban yang dapat membesarkan hati teman-teman.
”Dalam rangka penanaman karakter pembelajaran IPS harus memasukan nilai-nilai karakter dalam RPP maupun implementasi pembelajaran, dan selama ini kita masih mengalami kesulitan dalam pengembangan materi dan pengembangan model pembelajaran maupun evaluasi (skala sikap) Karena itu, ini kesempatan kita bersama-sama dengan dosen LPTK untuk menemukan model pembelajaran IPS berbasis nilai budaya lokal. Apabila kita sudah dapat menyusun RPP dan melaksanakanya, maka nanti kita sosialisasikan lewat MGMP. Hal ini akan membantu teman-teman guru IPS yang masih kesulitan dalam mengembangkan pembelajaran berbasis karakter”
Ibu T didampingi peneliti bersama-sama dengan guru-guru IPS lainya (Ib H;
Ib D; Ib W; Ib Mn; Bp Hr; dan Bp An) yang mengikuti FGD, mengidentifikasi
langkah-langkah penyusunan draf model. (1) Untuk media pembelajaran dan
buku-buku tentang batik klasik sudah disediakan oleh peneliti dan Bp An; (2) untuk
(3) Langkah-langkah pembelajaran tetap mengacu pada Permen Diknas nomor 41
tahun 2007, yakni apersepsi, eksplorasi, elaborasi, konfirmasi, dan penutup. Dalam
proses pembelajaran digunakan model pembelajaran kooperatif.
Untuk itu pada tahap apersepsi guru melalui dialog kritis dengan siswa
mengidentifikasi beberapa kebutuhan manusia yang kemudian melatar belakangi
adanya berbagai pranata sosial, antara lain pranata pendidikan, keamanan dan
ketertiban. Dalam proses kerjanya agar pranata sosial dapat menjalankan fungsinya,
maka pranata didukung oleh adat, norma, aturan dan hukum. Pranata sosial akan
senantiasa berkembang sesuai dengan kompleksitas kebutuhan manusia. Pranata dan
adat serta norma sosial menjadikan manusia beradab atau berbudaya. Salah satu
budaya Surakarta adalah batik klasik (untuk uji coba awal dipilih hari jumat jam
ke1-2, karena itu guru dan siswa menggunakan pakaian batik). Melalui dialog
diidentifikasi apa makna simbolisme motif batik klasik yang digunakan untuk
seragam di sekolah? Mengapa dipilih motif itu? Mengapa penggunaan kain batik
harus memperhatikan tuntunan dan tatanannya?
Guru menampilkan motif batik yang relevan dengan nilai-nilai karakter yang
dikembangkan sebagai contoh nilai kerja keras, yakni motif Sido Mulyo dan Sido
Mukti.
Nilai ini harus dikembangkan dalam realitas kehidupan individu dan sosialnya
Pada tahap elaborasi siswa dengan kelompoknya mendiskusikan “masalah
pranata sosial” (dibagikan oleh guru). Tugas kelompok adalah memecahkan permasalahan, disertai dengan nilai yang harus dikembangkan dan sebaliknya nilai yang harus di hindari.
Pengembangan model pembelajaran IPS berbasis nilai-nilai budaya lokal
batik klasik selain untuk penguasaan kompetensi sesuai dengan indikator yang
dikembangkan, juga bertujuan untuk penguatan karakter dan jati diri Bangsa. Untuk
mencapai tujuan tersebut digunakan kombinasi pembelajaran kooperatif dan
klarifikasi Nilai. Sebagaimana diungkapkan Adimassana (2000: 31) bahwa sistem
pendidikan harus mengarah pada dua aspek. Pertama, pendidikan harus memberi
bekal pengetahuan ilmiah, ketajaman dan kedalaman daya kritikal secara intelektual
serta keterampilan profesional. Kedua, pendidikan harus membentuk dan
mengembangkan watak atau jati diri bangsa yang harus dibentuk dari nilai-nilai
budaya sendiri yang relevan dengan kebutuhan aktual masa kini dan masa depan.
Karena itu pembelajaran di sekolah menurut Amril (2005: 20-45) merupakan usaha
sadar yang diarahkan dalam rangka meningkatkan kualitas eksistensialitas manusia,
dan tidak dapat dilepaskan dari moralitas. Implikasinya pembelajaran dalam pada
materi pelajaran apa pun tidak dapat dilepaskan dari nilai moral.
Dalam konteks postmodern pendidikan karakter menuntut kemampuan guru
untuk menyentuh keseluruhan serta keutuhan pribadi anak didik. Keutuhan pribadi
model pembelajaran akan dikembangkan dengan model pembelajaran Kooperatif
dan Klarifikasi nilai, dengan pendekatan konstruktivis dan kontekstual.
According to Palmer (2005), “Constructivism is the dominant paradigm of
learning in science, and a huge amount of science education research has
been carried out from a constructivist perspective” (p. 1853). The
constructivist theory builds on the idea thatstudents are not passive learners. Rather than relying on passive learning techniques, constructivists believe that students should engage in more meaningful learning by creating and
modifying their own “knowledge structures.” Since science education
requires students to use their own prior knowledge and interests to analyze and interpret new data, more and more science educators are turning to the constructivist approach to teaching (Palmer, 2005).
Keberhasilan pengembangan model pembelajaran dilihat dari aspek
penguasaan kompetensi (prestasi belajar), penguatan karakter dan jati diri bangsa,
yang dapat diamati selama proses pembelajaran, baik dalam bentuk perilaku maupun
ekspresi perasaan yang teramati. Untuk menvalidasi hasil pengamatan, dilakukan
melalui wawancara baik dengan guru mitra maupun peserta didik yang dipilih secara
acak dengan mempertimbangkan aspek keterwakilan kemampuan akademik (anak
yang teridentifikasi pada kelompok bawah, tengah, dan atas).
b. Uji Coba Model
Metode yang digunakan dalam uji coba model adalah penelitian tindakan
kelas (class action research). Penelitian tindakan kelas ini dilakukan secara
kolaboratif dan partisipatif. Penelitian kualitatif adalah sebuah proses inkuiri yang
menyelidiki masalah-masalah sosial dengan metode prosedur penelitian kualitatif
bahwa kenyataan itu merupakan konstruksi sosial yang berdimensi jamak, interaktif
dan suatu pertukaran pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh
individu-individu. Dalam perkembangannya menurut Gall, Gall, dan Borg (2003) penelitian
kualitatif banyak yang terpengaruh aliran pascamodern (Postmodernism), yang
menghendaki pendekatan inkuiri yang menolak upaya-upaya ilmiah dari kemapanan
penelitian profesional yang cenderung berstruktur kekuasaan (Gall, Gall, dan Borg,
2003: 476). Menurut Lincoln dan Guba (1985: 30); Wiriatmadja ( 2005:5) penelitian
demikian disebut juga sebagai penelitian pasca positivistik (postpositivism) yang
memiliki kekuatan pada pengamatan yang lebih mendalam, bersifat struktural,
mengangkat makna inferensial, memperhatikan pemahaman dan memiliki
kecenderungan probabilistik dan spekulatif.
Prosedur penelitian kualitatif menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini
diarahkan pada latar dan manusia secara holistik. Jadi dalam hal ini tidak terjadi
isolasi individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis tetapi perlu
memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan yang alamiah (Bogdan dan
Taylor, l995). Karena itu penelitian kualitatif memberikan makna yang kuat
terhadap kealamiahan atas kebenaran yang dicarinya. Rancangan penelitian tersebut
kenyataan-kenyataan diposisikan sebagai keutuhan yang tidak terpisahkan dari
konteksnya.
Penelitian kualitatif meliputi penelitian inkuiri naturalistik atau alamiah,
interpretatif ekologis, dan deskriptif (Bogdan dan Biklen, 1982). Salah satu bentuk
penelitian inkuiri-naturalistik adalah penelitian tindakan (action research).
Penelitian tindakan menurut Kemmis (1990) diartikan sebagai bentuk refleksi diri
secara inkuiri yang dilakukan oleh para partisipan di dalam situasi sosial dengan
tujuan untuk mengembangkan atau meningkatkan rasionalitas dan rasa kebenaran di
lingkungan sosialnya atau profesionalisme dalam praktek-praktek pendidikan dalam
situasi dimana aktivitas tersebut berlangsung. Pendapat senada dikemukakan oleh
Hopkins (1993), Sukmadinata (2005) maupun Wiriatmadja (2005) yang memaknai
penelitian tindakan sebagai penelitian inkuiri-reflektif yang dilakukan secara
sistematik dengan perpaduan prosedur penelitian dengan tindakan substantif dalam
pengalaman yang kongkrit melalui pengamatan dan refleksi untuk pengujian
terhadap implikasi konsep dalam situasi sosial yang benar.
Ciri penelitian tindakan adalah adanya suatu kajian reflektif diri secara
inkuiri, partisipasi dan kolaboratif terhadap latar alamiah dan implikasinya dari
suatu tindakan. Sebagai tindakan substantif, ciri penelitian tindakan adalah adanya
suatu intervensi skala kecil berupa pengembangan model pembelajaran dengan
memfungsikan kealamiahan latar sebagai upaya diri untuk melakukan perubahan
dalam bentuk peningkatan kualitas tindakan dan iklim sosial kelas selama
pengembangan model pembelajaran berlangsung (Allwnght dan Bailey, I991).
Menurut Sukmadinata (2005:143) penelitian tindakan memiliki keunggulan
melalui sifatnya yang partisipatif, demokratis, responsif terhadap masalah-masalah
kepada peserta didik dan guru, mampu meningkatkan proses belajar, pengajaran dan
penentuan kebijakan. Ditambahkan Neuman (2000:25) bahwa penelitian tindakan
sebagai penelitian terapan memiliki kekuatan untuk mendobrak garis batas antara
teori dari tindakan atau situasi sosial. Dengan kekuatannya tersebut penelitian
tindakan sering dilakukan untuk pengembangan ketrampilan dan atau pendekatan
baru untuk memecahkan masalah dengan penerapan langsung pada ruang kelas atau
ajang dunia kerja (Madya, 1994).
Penelitian tindakan dalam bidang pendidikan merupakan jalan keluar untuk
mengatasi problema yang dihadapi dunia pendidikan pada front paling depan, yakni
di dalam kelas. Penelitian tindakan memberikan peluang kepada para guru yang
dianggap sebagai pihak yang sangat mengetahui dan memahami berbagai masalah
yang berkembang di dalam kelas, dan untuk mengoptimalkan emansipasi dalam
memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dan sekaligus meningkatkan kualitas
profesionalismenya baik sebagai pendidik maupun peneliti (Hopkins, 1993).
Berdasarkan kajian terhadap pemikiran-pemikiran tersebut diperoleh
penegasan bahwa penelitian tindakan sebagai penelitian kualitatif memiliki kekuatan
pada proses dan prosedur inkuiri-reflektif responsif dalam memberikan
perbaikan-perbaikan langsung sesuai dengan kondisi dan situasi sosial yang nyata. Melalui
penelitian tindakan kelas dapat dikembangkan pengertian yang lebih baik dan akurat
terhadap apa yang terjadi di dalam situasi kelas dan data penelitian diperoleh
langsung dari tangan pertama, dengan melalui pelibatan dan partisipasi diri bersama
Berkaitan dengan penelitian ini, pelaksanaan penelitian tindakan dimaknai
sebagai prosedur yang layak dan tepat untuk merancang dan mengembangkan
program pembelajaran IPS berbasis nilai budaya lokal batik klasik di kelas yang
difokuskan untuk penguasaan kompetensi dan penguatan jati diri peserta didik.
Pemilihan dan penggunaan metode penelitian tindakan di dalam penelitian ini tetap
senantiasa menempatkan sentralisasi dan otonomi peran profesional guru dalam
proses refleksi diri terhadap kinerja dan aktifitas mengajarnya (Elliot, 1993). Esensi
dari suatu proyek penelitian tindakan terletak pada peran guru sebagai peneliti dalam
konteks perubahan struktur dan proses pendlidikan (Hopkins, 1993). Keterlibatan
peneliti sebagai pihak luar agar tidak dirasakan oleh guru sebagai ancaman yang
pada akhirnya menimbulkan resiko berkembangnya sikap guru yang tertutup
terhadap persolan praktis yang dihadapinya, maka peneliti dan guru menciptakan
kemitraan yang menekankan pada kerjasama. Peneliti mitra mengambil peran
sebagai fasilitator dan konsultan terhadap pemikiran guru tentang aktifitas dan
praktek mengajarnya. Peran fasilitator adalah membantu guru memformulasikan
diagnosis - diagnosis dan hipotesis tindakan yang akan diujikan secara empirik di
dalam kelas, sehingga strategi kolaboratif dapat memberikan kenyamanan bagi guru
dalam melakukan diagnosis dan melaksanakan rencana pembelajaran untuk
kepentingan pengumpulan dan penganalisisan data yang sahih.
Uji coba terbatas merupakan uji coba draf model di satu sekolah dengan
tujuan utamanya untuk menguji kelayakan implementasi langkah-langkah
tindakan ini dilakukan secara kolaboratif dan partisipatif (Wiriaatmadja, 2005: 83).
Desain yang digunakan adalah yang dikembangkan oleh Mc. Taggart dan Kemmis
(Hopkins, 1993) yaitu empat tahapan: perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan
refleksi.
Daur ulang dalam penelitian tindakan kelas diawali dengan perencanaan
tindakan (planning), penerapan tindakan (action), mengobservasi dan mengevaluasi
proses dan hasil tindakan (observation and evaluation), dan melakukan refleksi
(reflecting), dan seterusnya sampai perbaikan atau peningkatan yang diharapkan
tercapai (kriteria keberhasilan), sebagaimana terlihat pada bagan 3.2 di bawah.
Ujicoba lebih luas adalah kelanjutan uji coba terbatas dengan jumlah sekolah
dan atau kelasnya ditambah, dengan dua sekolah dengan jumlah satu kelas tiap
sekolah. Uji coba luas menghasilkan model final bersifat hipotesis yang perlu diuji
validitasnya. Pada pengembangan model lebih luas secara acak digunakan tiga SMP,
yakni SMP Negeri 9 (A), SMP Negeri 10 (B), dan SMP Kristen I (Swasta).
c. Revisi Utama Model
Berdasarkan hasil uji coba model, jika diperlukan dilakukan revisi,
Bagan 3.2. Daur Ulang Penelitian Tindakan Kelas
3. Pengujian Efektivitas Model melalui Kuasi Eksperimen
Validasi empiris model dilakukan menggunakan experimental design
(Creswell, 1994: 130-134). Hal yang paling penting yang ingin ditemukan dalam
tahap validasi model final ini adalah dampak model pembelajaran IPS berbasis nilai
SIKLUS 1
SIKLUS 2
STUDI PENDAHULUAN
RENCANA TINDAKAN MODEL AWAL
PELAKSANAAN TINDAKAN
PERUBAHAN RENCANA TINDAKAN REVISI RENCANA
TINDAKAN
PELAKSANAAN TINDAKAN PELAKSANAAN TINDAKAN
atau u
OBSERVASI
REFLEKSI
REFLEKSI OBSERVASI
budaya lokal batik klasik terhadap penguasaan kompetensi dan penguatan jati diri
bangsa dilakukan dengan menggunakan metode kuasi eksperimen.
Penggunaan metode eksperimen pada tahap ini dicirikan dengan
dilakukannya pemisahan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen untuk kemudian
diuji melalui pre test dan post test. Selanjutnya akan dibandingkan perbedaan nilai
rata-rata antara kelompok kontrol dan kelompok treatment (Gall,Gall & Borg, 2003:
402-403). Pada tahap ini untuk memenuhi azas berpasangan yang setara antara
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, terpilih SMPN 9 dianggap setara
dengan SMPN 2, SMPN 10 dengan SMPN 7, dan SMP Kristen 1 dengan SMP
Muhammadiyah.
Pola desain kuasi eksperimennya dapat dilihat pada gambar berikut.
GROUP A O1 X O1
GROUP B O2 O2
X = Treatment
Keterangan:
Group A = Kelompok eksperimen
Group B = Kelompok control.
Desain kuasi-eksperimen yang digunakan adalah ”non-equivalent control
group design” (Gall, Gall, dan Borg, 2003: 402), yang desainnya sebagai berikut:
Penjelasan:
O : Kedua kelompok (eksperimen dan kelompok kontrol) diberikan
pretest.
X : Kelompok eksperimen diberikan perlakuan/treatment.
--- : Garis-garis putus menunjukkan bahwa kelompok eksperimen dan
kontrol tidak dibentuk secara random.
O2 : Kedua kelompok (eksperimen dan kontrol) diberikan post-test
untuk mengukur variabel dependent.
Selain itu juga disebarkan kuesioner kepada siswa untuk mengetahui dampak
pengiring model IBNBBK untuk peningkatan kompetensi dan jati diri bangsa.
a. Instrumen Fase Uji Efektivitas Model
Instrumen penelitian dan perangkat yang digunakan untuk pengembangan
model adalah sebagai berikut.
1) Kuesioner, digunakan untuk mengumpulkan informasi atau data dari siswa
pada tahap-tahap validasi empiris (tahap paling akhir) untuk mengetahui
kemungkinan adaptasi dan deseminasi model yang telah dikembangkan.
2) Tes Hasil Belajar, digunakan pada tahap uji coba lebih luas dan pada tahap
validasi model. Tes dimaksudkan untuk mengukur tercapainya tujuan
pembelajaran sesuai IPS dengan SK dan KD. Bentuknya adalah obyektif tes
model pilihan ganda. Tes pada penelitian ini berupa tes kemampuan siswa
untuk mengetahui pemahaman materi IPS, dilakukan pada setiap awal
kemampuan siswa berdasarkan penilaian ahli dan guru IPS disusun oleh
peneliti beserta guru praktisi berdasarkan tujuan dan materi pelajaran.
3) Skala sikap, digunakan pada tahap uji coba terbatas, uji lebih luas, dan pada
tahap validasi model untuk mengukur karakter dan sikap siswa terhadap
batik sebagai jati diri bangsa. Skala sikap menggunakan model skala Likert
dengan lima pilihan jawaban, berisikan pernyataan suatu subyek dengan
salah satu jawaban: sangat setuju (SS), setuju (S), ragu-ragu (R), tidak setuju
(TS), dan sangat tidak setuju (STS).
b. Validitas dan Reliabilitas Instrumen Fase Uji Efektivitas Model
1) Instrumen tes kemampuan siswa, disusun oleh peneliti beserta guru praktisi
berdasarkan tujuan dan materi pelajaran. Tidak dilakukan uji validasi dan
reliabilitas pada tes kemampuan dengan pertimbangan tes telah disusun: (1)
berdasarkan tujuan pembelajaran, (2) berdasarkan materi pelajaran yang
diajarkan, (3) dengan kerja sama antara peneliti dan guru praktisi, (4)
penilaian juga dilakukan dalam proses pembelajaran.
2) Tes skala sikap digunakan untuk menjaring data tentang karakter berkaitan
dengan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pembelajaran dan sikap siswa
terhadap batik sebagai jati diri bangsa. Skala sikap Likert berisikan
pernyataan suatu subyek dengan salah satu jawaban: sangat setuju, setuju,
ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Validitas instrumen skala
sikap menggunakan construct validity (Ary, Jacobs & Razavieh, 1972), yaitu
masing-masing butir dengan bahan yang diteliti (Nawawi, 1987). Validitas
muka dilakukan dengan pertimbangan dan saran ahli.
3) Validitas instrumen angket berdasarkan pada mengukur apa yang ingin
diukur (Fraenkel & Wallen, 1993: 102). Uji validitasnya menggunakan: (a)
uji validitas isi atau content-related validity (Fraenkel & Wallen, 1993: 140),
yaitu dengan menurunkan pertanyaan-pertanyaan berdasarkan indikator yang
disusun berdasarkan kisi-kisi instrumen, kemudian dimintakan penilaiannya
kepada tim ahli. Angket untuk siswa dilakukan uji coba keterbacaan pada
siswa SMPN 19 kelas II dan dimintai tanggapan mengenai keterbacaan
angket tersebut; (b) Validitas empiris, diperoleh melalui uji coba pada satu
kelas yang tidak dilibatkan dalam penelitian. Analisis data hasil try out
dilakukan menggunakan software SPSS for Windows. Pengambilan
kesimpulan validitas butir soal menggunakan kriteria sebagai berikut. Jika
hasil analisis (corrected total item correlation) positif dan lebih besar atau
sama dengan r-tabel maka butir tersebut adalah valid. Sebaliknya, jika hasil
analisis negatif dan atau lebih kecil dari r-tabel maka butir soal tidak valid.
Dalam penelitian ini validitas butir soal diukur dengan tingkat korelasi
menggunakan koefisien korelasi Product Moment dari Karl Pearson sebagai
rxy = indeks validitas untuk butir ke-i
n = banyaknya subjek yang dikenai tes (instrumen)
X = skor untuk butir ke-i (dari subjek uji coba)
Y = total skor (dari subjek uji coba)
(Budiyono, 2003 )
Dari penghitungan 24 butir soal karakter diperoleh empat soal yang tidak
valid sebagaimana tersaji dalam tabel berikut.
Tabel 3.1 Hasil Penghitungan Validitas Butir Karakter
22 0.385 Valid
23 0.305 Tidak valid
24 0.471 Valid
Instrumen tentang sikap siswa terhadap batik sebagai jati diri bangsa
berjumlah dua puluh dua, dari hasil try out diketahui dua butir yang tidak valid,
Tabel 3.2 Penghitungan Validitas Butir Pernyataan Batik
Reliabilitas
Reliabilitas butir soal karakter dihitung dengan rumus:
Dengan: r11 = indeks reliabilitas instrumen
qi = 1 – pi
Dari perhitungan statistik Program SPSS 16 diperoleh hasil sebagai berikut:
Dari perhitungan statistik Program SPSS 16 diperoleh hasil sebagai berikut.
70
c. Analisis Data Fase Uji Efektivitas Model
Pada tahap pengembangan, penelitian ini menghasilkan model yang sudah
diketahui. Untuk ujicoba model yang sudah valid, dalam penelitian ini dilakukan
eksperimen. Data yang diperoleh dari hasil eksperimen dianalisis dengan statistik uji
t. Penggunaan uji t ini didasarkan atas pertimbangan bahwa dalam uji coba model ini
peneliti ingin membandingkan nilai rata-rata kelompok eksperimen dengan
kelompok kontrol, dan membandingkan antara keadaan sebelum diberi perlakuan
dengan sesudah diberi perlakuan.
Untuk melihat apakah perbedaan rata-rata dan peningkatan itu bermakna
selanjutnya dilakukan uji paired sample t test antara rerata nilai pre test dan post test
dengan hipotesis sebagai berikut:
Ho : rerata sebelum dan sesudah perlakukan sama
Ha : rerata sebelum dan sesudah perlakuan berbeda
Pengambilan keputusan
Jika probabilitas > 0,05 maka H0 tidak dapat ditolak, rerata adalah sama
Jika probabilitas < 0,05 maka H0 ditolak artinya rerata berbeda
Untuk melihat apakah beda rerata itu bermakna dilakukan uji one way anava,
dengan hipotesis sebagai berikut.
Ho : rerata sebelum perlakuan ke dua kelompok adalah sama
Ha : rerata sebelum perlakuan ke dua kelompok adalah berbeda
Pengambilan keputusan:
Jika probabilitas > 0,05 maka H0 tidak dpt ditolak artinya rerata adalah sama
Terlebih dahulu harus dilakukan uji asumsi bahwa variance populasi kedua
sampel adalah sama dengan melihat nilai lavenne test. Setelah melihat variance
sama atau tidak langkah selanjutnya adalah melihat nilai F test untuk menentukan
apakah terdapat perbedaan secara signifikan. Selain itu dilakukan juga perbandingan
skor post test dengan pre tes kelompok eksperimen. Tujuannya adalah untuk melihat
perbedaan yang ditimbulkan oleh perlakuan yang diberikan kepada subjek apakah
naik atau turun. Secara statistik diharapkan hasil post test lebih tinggi dibandingkan
dengan pre tes. Statistik uji t yang digunakan statisti uji 2 sample t. Hasil post test
lebih baik dibanding dengan pre tes pada kelompok eksperimen jika harga statistik
uji-t memilki peluang kekeliruan lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian bisa
dikatakan kondisi setelah perlakuan diberikan kepada kelompok, lebih baik daripada
sebelum perlakuan.
Berikutnya, membandingkan skor post test dengan pre tes kelompok kontrol.
Tujuannya adalah untuk melihat perbedaan yang ditimbulkan oleh perlakuan yang
diberikan kepada subjek, apakah naik atau turun. Secara statistik diharapkan hasil
post test lebih tinggi dibanding dengan pre tes. Statistik uji t yang digunakan juga
statistik uji 2 sample t. Hasil post test lebih baik dibanding dengan kelompok pre tes
pada kelompok kontrol jika harga statistik uji t memiliki peluang kekeliruan lebih
kecil dari 0,05. Dengan kata lain kondisi setelah perlakuan diberikan kepada
kelompok kontrol lebih baik daripada sebelum perlakuan. Selanjutnya dilakukan
analisis data secara deskriptif, untuk hasil kuesioner adaptasi model, yaitu mengenai
d. Norma Pengujian
1) Hasil Analisis Statistik Parametrik
Pengambilan kesimpulan hasil analisis statistik parametrik dengan uji-t dan
anova menggunakan norma pengujian: jika peluang kekeliruan (sign./α) ≤ 0,05
berarti signifikan, artinya hipotesis kerja (Ha) diterima, hipotesis nihil (Ho) ditolak.
Sebaliknya jika peluang kekeliruan (sign./α) > 0,05 berarti tidak signifikan, artinya
hipotesis kerja (Ha) ditolak, hipotesis nihil (Ho) diterima.
2) Kriteria Penilaian Kelayakan Model
Kriteria penilaian yang digunakan untuk menilai model pembelajaran yang
dikembangkan mengacu kriteria Nieveen (1999), yakni validitas, kepraktisan, dan
efektivitas. Ketiga indikator kriteria tersebut adalah sebagai berikut.
a) Validitas, model dikatakan valid jika memenuhi kriteria: (1) Minimal dua
dari tiga ahli (validator) menyatakan bahwa model didasarkan pada dasar
teoretik yang kuat. (2) Minimal dua dari tiga ahli (validator) menyatakan
bahwa komponen komponen model secara konsisten saling berkaitan. (3)
Hasil ujicoba menunjukkan bahwa komponen-komponen saling berkaitan.
b) Kepraktisan, model dikatakan praktis jika memenuhi kriteria: (1) Minimal
dua dari tiga ahli memberikan pertimbangan bahwa model tersebut dapat
diterapkan di kelas. (2) Guru menyatakan dapat menerapkan model di kelas;
(3) Tingkat keterlaksanaan model, termasuk dalam kategori tinggi.
Sariyatun, 2012
(1) Rata-rata aktivitas on task siswa minimal sebesar 90%.
(2) Rata-rata aktivitas aktif siswa minimal sebesar 40%.
(3) Terdapat kecenderungan peningkatan skor tes perkembangan.
(4) Lebih dari 50% siswa memberikan respon positif.
(5) Guru memberikan respon positif terhadap model.
3) Hasil Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk menganalisis data hasil validasi ahli dan
praktisi, data aktivitas guru, dan data aktivitas siswa. Hal ini dimaksudkan untuk
melihat keterlaksanaan dan efektivitas model pembelajaran yang dikembangkan.
Kriteria keterlaksanaan yang digunakan mengacu pada methods of grading in
summative evaluation dari Bloom, Madaus & Hastings (1981), yaitu sebagaimana
tabel berikut.
Keterangan: KM = Keterlaksanaan Model
e. Alur Penelitian dan Pengembangan Model Empiris
Bagan 3.3 Alur Penelitian dan Pengembangan Model Empiris.
C. Lokasi dan Subyek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kota
Surakarta Jawa Tengah. Pelaksanaan studi pendahuluan dilakukan di 4 SMP Negeri,
yakni SMPN 7, SMPN 9, SMPN 10, dan SMPN 19, serta 2 SMP Swasta, yakni SMP
Kristen 1 dan SMP Muhammadiyah 8 Surakarta. Uji coba terbatas dilaksanakan di
SMP N 19 Surakarta dengan pertimbangan SMP ini termasuk kelompok SMP N
(bawah), karena itu keberhasilan pelaksanaan model di sekolah tentu juga akan
menjamin keterlaksanaan model di SMP Negeri kelompok tinggi, kelompok sedang
dan SMP Swasta.
Uji coba lebih luas dilakukan dilakukan di 2 SMPN, yakni SMPN kelompok
uji efektivitas atau validasi model dilakukan di 2 SMPN Tinggi (SMPN 9 sebagai
kelompok eksperimen dan SMPN 3 kelompok kontrol); 2 SMPN kelompok sedang
(SMP 10 sebagai kelompok eksperimen dan SMPN 7 sebagai kelompok kontrol)
dan 2 SMP Swasta (SMP Kristen sebagai kelompok eksperimen dan SMP
Muhammadiyah 7 sebagai kelompok kontrol).
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas VIII (delapan) SMP dan Guru IPS
di Surakarta. Siswa dilibatkan sebagai subjek penelitian mulai pra-survey (studi
pendahuluan), uji coba lebih luas (action research), validasi empiris (validasi
lapangan utama), dan setelah validasi empiris. Sedangkan guru dilibatkan sebagai
subjek penelitian selama pra-survey, uji coba terbatas (desk analysis), uji coba lebih
luas, validasi empiris, dan pasca validasi empiris. Kepala sekolah atau wakil kepala
sekolah dilibatkan sebagai subyek penelitian selama pra-survey.
D. Definisi Operasional
1. IPS dalam penelitian ini adalah pendidikan IPS di sekolah yang diajarkan di
SMP Kelas VIII semester II berdasarkan Kurikulum 2008.
2. Pembelajaran IPS adalah seluruh rangkaian kegiatan siswa dan guru yang
telah dirancang untuk menjadikan siswa belajar IPS, artinya berdasarkan
rancangan tersebut, guru memberikan bantuan kepada para siswa agar
mereka memperoleh pengetahuan atau informasi tentang materi IPS baik
3. Mengembangkan Model Pembelajaran adalah melakukan suatu proses yang
sistematis untuk menghasilkan model pembelajaran IPS yang
memper-timbangkan integrasi nilai-nilai budaya batik klasik dan memenuhi suatu
standar kualitas tertentu.
4. Model pembelajaran IPS berbasis nilai-nilai budaya batik klasik untuk
penguatan jati diri bangsa (disingkat Model IBNBBK) adalah kerangka
konseptual atau pola yang menggambarkan prosedur sistematis dalam
mengorganisasikan pengalaman belajar IPS dengan mengintegrasikan
nilai-nilai budaya batik klasik untuk mencapai tujuan belajar yakni peningkatan
pengetahuan, penguatan karakter, dan sikap siswa terhadap batik sebagai jati
diri bangsa dan berfungsi sebagai pedoman bagi para guru IPS dalam
merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar IPS. Model
IBNBBK ini menunjukkan model utuh aktivitas belajar mengajar IPS dengan
mempertimbangkan nilai-nilai budaya batik klasik yang secara ilmiah dapat
diterima dan secara operasional dapat dilakukan. Model IBNBBK memiliki
unsur-unsur: (1) sintak, (2) sistem sosial, (3) prinsip reaksi, (4) sistem
pendukung, dan (5) dampak instruksional dan dampak pengiring.
5. Model IBNBBK yang berkualitas adalah suatu model pembelajaran yang
memenuhi tiga kriterium, kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.
6. Kevalidan Model. Model IBNBBK dikatakan valid apabila menurut validator
kuat, dan memiliki konsistensi internal, yakni terjadi saling keterkaitan antar
komponen dalam model.
7. Kepraktisan Model IBNBBK. Model IBNBBK dikatakan praktis apabila
menurut validator, model tersebut dapat diterapkan. Selain itu, menurut
observer keterlaksanaan pembelajaran di kelas termasuk dalam kategori baik
atau sangat baik.
8. Keefektifan Model IBNBBK. Model IBNBBK dikatakan efektif apabila
memenuhi 4 indikator, yaitu (a) tercapai ketuntasan belajar klasikal dalam
pembelajaran model IBNBBK, artinya minimal 85% siswa mencapai
ketuntasan belajar individu atau paling sedikit 85% siswa yang memperoleh
skor minimal 6,5 untuk rentang skor 0-10 (Depdikbud, 1994), (b) aktivitas
yang dilakukan siswa sesuai dengan aktivitas yang diharapkan sebagaimana
tercantum dalam sintaks pembelajaran model IBNBBK, (c) lebih dari 50%
siswa memberikan respons positif terhadap pembelajaran model IBNBBK,
dan (d) kemampuan guru mengelola pembelajaran model IBNBBK berada
dalam kategori tinggi.
9. Aktivitas siswa adalah seluruh kegiatan siswa yang didasarkan pada sintaks/
rencana model IBNBBK.
10.Kemampuan guru mengelola pembelajaran adalah seluruh kegiatan guru
dalam pembelajaran yang didasarkan pada sintaks/ rencana pembelajaran
11.Mempertimbangkan integrasi nilai budaya batik klasik adalah memasukkan
(model connected), nilai-nilai yang bersumber dari makna filosofis batik
klasik dalam proses pembelajaran IPS. Hal ini tercermin pada Rencana
Pembelajaran Model IBNBBK atau pada komponen sintaks dan dampak
instruksional Model IBNBBK.
12.Karakter merupakan jati diri individu, suatu kualitas yang menentukan suatu
individu atau entitas sedemikian rupa sehingga diakui sebagai suatu pribadi
yang membedakan dengan individu atau entitas lain. Karakter mengandung
nilai-nilai dasar yang bersifat universal, yang ingin diwujudkan dalam
bersikap dan bertingkah laku antara lain keadilan, kebenaran, kebijaksanaan,
kejujuran, keberadaban, kebebasan, dan kesetaraan.
13.Jati diri bangsa pada hakekatnya merupakan manifestasi nilai-nilai budaya
yang tumbuh dan berkembang dalam aspek kehidupan suatu bangsa, dengan
ciri-ciri khas yang membedakan suatu bangsa dengan bangsa lain dalam
kehidupannya. Setiap bangsa di dunia memiliki identitas sendiri-sendiri