• Tidak ada hasil yang ditemukan

D IPS 0908306 Chapter3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "D IPS 0908306 Chapter3"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Subyek Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Lokasi Penelitian adalah Kota Makasar. Makassar adalah sebuah kota

besar di wilayah Indonesia bagian Timur yang merupakan sebuah kotamadya dan

sekaligus menjadi ibukota provinsi Sulawesi Selatan. Secara geografis kota ini

terletak antara 119 derajat bujur timur, dan 5,8 derajat lintang selatan atau berada

pada bagian barat daya Pulau Sulawesi dengan ketinggian dari permukaan laut

berkisar antara 0 - 25 m. Kota Makassar berada pada daerah khatulistiwa dan

terletak di pesisir pantai Selat Makassar, maka suhu udara berkisar antara 26,5º C

- 36º C, curah hujan antara 2.000 - 3.000 mm, dan jumlah hari hujan rata-rata 108

hari pertahun. Kecepatan angin 4,0 knot. Iklim di kota Makassar hanya mengenal

dua musim, yakni musim penghujan dan musim kemarau.

Gambar 3.1: Peta kota Makassar

Musim penghujan berlangsung pada bulan Oktober sampai bulan April yang

dipengaruhi muson barat - dalam bahasa Makassar disebut baraq, dan musim

(2)

angin muson timur – dalam bahasa Makassar disebut timoroq. Pada musim

kemarau, daerah Sulawesi Selatan pada umumnya sering muncul angin kencang

yang kering dan dingin bertiup dari timur, yang disebut angin barubu (fohn).

Kota Makassar memiliki wilayah yang berbatasan dengan Selat Makassar

di sebelah barat, dan berbatasan dengan Kabupaten Pangkajene Kepulauan di

sebelah utara, berbatasan dengan Kabupaten Maros di sebelah timur dan

berbatasan dengan Kabupaten Gowa di sebelah selatan. Luas wilayah kota

Makassar tercatat 175,77 km persegi yang meliputi 14 kecamatan, 143 kelurahan

dan 980 RW serta 4867 RT. Penduduk kota Makassar tahun 2011 tercatat

sebanyak 1.352.136 jiwa yang terdiri dari 667.681 laki-laki dan 684.455

perempuan. Tempat peribadatan umat Islam berupa masjid pada 2011 berjumlah

849 buah, gereja protestan 137 dan delapan buah gereja katolik. Tempat ibadah

untuk Budha empat buah, Hindu dua buah dan Konghucu lima buah. Pada tahun

2011/2012, jumlah SD sebanyak 462 unit dengan jumlah guru sebanyak 6.586

orang dan jumlah murid 152.200 orang; jumlah SLTP sebanyak 179 unit dengan

jumlah murid sebanyak 61.107 orang dan jumlah SLTA 117 sekolah dengan

(3)

Kota Makassar merupakan salah satu kota tua yang ada di kepulauan

Nusantara, karena selain kota ini telah meninggalkan sejarah panjang juga telah

mengalami perkembangan sosial dan budaya silih berganti hingga saat ini

(Bahrum, 2003: 28). Kini, kota Makassar adalah merupakan sebuah kota

metropolitan, berbagai suku bangsa menetap di kota ini, yang terdiri dari empat

suku besar, yakni suku Makassar, Bugis, Toraja, dan Mandar. Selain itu juga

terdapat orang Jawa yang tidak sedikit, orang Ambon, Minangkabau, Banjar,

Batak, dan suku bangsa lainnya. Bahkan ada pula masyarakat dari keturunan

Arab, Pakistan, India, Melayu, Cina, Eropa, dan bangsa asing lainnya. Di antara

bangsa pendatang, komunitas keturunan Cina/Tionghoa yang jumlahnya cukup

besar (Bahrum, 2003: 35).

2. Subyek Penelitian

Subjek penelitian adalah masyarakat etnik Bugis Makassar. Peneliti

menjadikan pilihan komunitas Bugis Makassar yang ada di kota Makassar dengan

dasar pertimbangan kedua suku tersebut memiliki banyak kemiripan dalam

berbagai hal. Berbagai kemiripan tersebut adalah suatu hal yang wajar karena

suku Bugis dan Makassar berasal dari leluhur yang sama, dan merupakan

komunitas terbesar yang mendiami kota Makassar.

Suku Bugis dan Makassar sering dianggap suku paling menonjol, selain memiliki jumlah penduduk yang paling besar, mereka berperan penting tidak hanya dalam politik juga dalam bidang sejarah dan budaya, selain itu juga memiliki kesamaan linguistik (Gau, 2010: 77-78).

Seperti yang disebutkan di atas, kedua kelompok suku tersebut memiliki

persamaan kebudayaan dan adat istiadat (pangngadakkang/pangngadderreng),

dan telah terjadi kawin-mawin antara kalangan kelas atas, begitu juga pada

masyarakat biasa.

Subjek dalam penelitian ini melibatkan beberapa kelompok masyarakat

yang terdiri dari: tokoh masyarakat, akademisi, guru sekolah, budayawan Bugis

Makassar dan orang tua siswa. Untuk mendapatkan subjek dalam penelitian ini,

maka peneliti memulai berdiskusi dengan budayawan Unhas, Nurhayati Rahman,

(4)

Mahmud Tang, Aminuddin Ram, Suryadi Mappanggara, A.B. Takko Bandung,

Gusnawaty Ery Iswara, Shaifuddin Bahrum, Ahmad Saransi, Suradi Yasil, dan

Muhtadin Asnady.

Selain itu juga dijadikan subjek dalam riset ini adalah tokoh-tokoh

masyarakat yang tersebar di beberapa wilayah kota Makassar, yakni: kepala

sekolah dan guru-guru IPS, serta para orang tua siswa dari SMPN 1, SMPN 8,

SMPN 23, SMPN 30, SMPN 35, dan SMP swasta Maha Putra Makassar dan SMP

IT Wahdah Islamiyah. Dipilihnya para siswa dari SMP tersebut yakni mewakili

berbagai SMP yang ada di kota Makassar yang masuk dalam kategori SMP

Unggulan dan SMP yang tidak termasuk kategori unggulan (atau SMP biasa),

serta SMP swasta yang lokasinya ada yang berada di tengah kota dan ada pula

yang berada di pinggiran kota Makssar.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Penelitian

disertasi ini dikategorikan penelitian kualitatif karena karena prosedur penelitian

yang ditempuh menghasilkan data deskriptif. Dalam riset ini, mengamati ucapan

atau tulisan dan perilaku dari orang-orang (subyek) itu sendiri. Dalam Penelitian

ini juga mengkaji apa yang dirasakan oleh orang Bugis Makassar dalam

pergulatan dengan masyarakat sehari-hari. Data dikumpulkan dalam kondisi yang

asli atau alamiah (natural setting). Peneliti sebagai alat penelitian, artinya peneliti

sebagai alat utama pengumpul data yaitu dengan metode pengumpulan data

berdasarkan pengamatan dan wawancara. Dalam penelitian ini diusahakan

pengumpulan data secara deskriptif yang kemudian ditulis dalam laporan. Data

yang diperoleh dari penelitian ini berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka.

Penelitian ini juga untuk mengetahui makna dari latar belakang tingkah laku atau

perbuatan dan menggambarkan kebudayaan Bugis Makassar.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

fenomenologi dan hermeneutika. Peneliti fenomenologis berusaha untuk

memahmi makna tentang suatu fenomena berdasarkan perspektif dari para

(5)

hakikat dari suatu fenomena. Dalam penelitian ini, peneliti memandang

pengalaman dan perilaku sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan

metode fenomenologi karena fokus dan permasalahan kajian mengupas berkaitan

dengan makna yang terkandung dibalik teks dalam naskah lontaraq dan

meneropong makna dibalik sikap dan perilaku orang Bugis Makassar. Singkatnya,

peneliti berusaha memahami subyek dari sudut pandang subyek itu sendiri, dan

tidak mengabaikan membuat penafsiran, dan membuat skema konseptual.

(6)

Dalam penelitian ini, juga menggunakan metode hermeneutika. Metode ini

digunakan untuk mengkaji, menganalisa, dan menginterpretasikan (menafsirkan)

kandungan nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam naskah lontaraq

pappasêng/pappasang.

C. Sumber Data Penelitian

Sumber data penelitian, terdiri atas dua, yakni berupa data primer dan

berupa data sekunder. Berikut ini penjelasannya:

1). Data Primer. Sumber data yang digunakan adalah naskah lontaraq

yang aslinya berbahasa Bugis Makassar, namun dalam penelitian ini naskah

lontaraq yang digunakan adalah naskah yang telah dikumpulkan oleh para filolog

dan budayawan Bugis Makassar dan telah ditransliterasikan ke dalam bahasa

Indonesia yang berisi tentang berbagai pesan-pesan/nasihat-nasihat dari para

leluhur manusia Bugis Makassar.

Di antara buku-buku utama yang digunakan adalah buku yang ditulis dan

telah ditransliterasikan oleh Enre dan kawan-kawan (1985), Pappasenna To

Maccae ri Luwuq sibawa Kajao Laliqdong ri Bone; Mattalitti (1986), Pappasêng

to Riolota Wasiat Orang Dahulu; Gani dan kawan-kawan (1990), Wasiat-Wasiat

dalam Lontarak Bugis; Sikki dan kawan-kawan (1998), Nilai dan Manfaat

Pappasêng dalam Sastra Bugis; dan Machmud (1976), Silasa Kumpulan Petuah

Bugis Makassar; Zainuddin (1992), Pangngajak Tomatoa. Selain itu juga

diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi partisipasi

2). Data sekunder, diperoleh dari buku-buku, tesis, disertasi, bulletin dan

jurnal-jurnal ilmiah, serta berbagai dokumen lainnya yang relevan dan membahas

mengenai nilai-nilai kearifan lokal Manusia Bugis Makassar. Di antara disertasi

berbasis naskah lontaraq yang digunakan di sini adalah disertasi Nurhayati

Rahman (1998), “Sompeqna Sawerigading Lao ri Tana Cina (Episode Pelayaran

Sawerigading ke Tanah Cina” disertasi ini telah dibukukan dan diterbitkan oleh La Galigo Press (2006) dengan judul Cinta, Laut, dan Kekuasaan dalam Epos La

Galigo (Episode Pelayaran Sawerigading ke Tanah Cina: Perspektif Filologi dan

(7)

Lingkungan Hidup Manusia Bugis Berdasarkan Naskah Meong Mpaloe, Disertasi

Manyambeang (1997), “Lontaraqna Tuanta Salamaka ri Gowa Suatu Analisis rintisan Filolingistik”, disertasi Mattulada. (1985). Latoa Satu Lukisan Analitis terhadap Antropologi Politik Orang Bugis, disertasi Rahman Rahim, (1985).

Nilai-Nilai Utama Kebudayaan Bugis dan beberapa jurnal di antaranya jurnal

Bingkisan Bunga Rampai Budaya Sulawesi Selatan, serta jurnal yang relevan

lainnya.

D. Teknik Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang dilakukan adalah meliputi studi

kepustakaan, wawancara, dan observasi, serta studi dokumentasi yang

berhubungan dengan materi penelitian.

Pengumpulan data dilakukan melalui studi dokumen/pernaskahan, kajian

pustaka, dan dokumentasi, wawancara mendalam (in depth interview), observasi

partisipasi, yang dilakukan pada bulan Mei-Agustus 2012, pada masyarakat Bugis

makassar dan beberapa sekolah yang tersebar di kota Makassar. Untuk menjamin

keabsahan data yang ditemukan, maka peneliti melakukan triangulasi sehingga

didapatkan gambaran yang obyektif tentang nilai-nilai pedagogik yang terkandung

dalam naskah lontaraq pappasêng.

Langkah wawancara serta melakukan diskusi secara mendalam (in depth

interview) dengan informan di lapangan pada bulan September 2012-Maret 2013

untuk mendapatkan informasi dan gambaran tentang pewarisan nilai-nilai kultural

Bugis Makassar yang terkandung dalam naskah lontaraq. Adapun untuk

melakukan pengintegrasian/penginternalisasian nilai-nilai pedagogik naskah

lontaraq dalam pembelajaran IPS di sekolah, maka peneliti melakukan analisis

terhadap kurikulum yang berlaku (saat penelitian berlangsung), dan kurikulum

2013, menyiapkan berbagai pertanyaan untuk melakukan wawancara serta

observasi guna menggali nilai-nilai pedagogik dalam naskah lontaraq pappasêng

(8)

etnopedagogi ini nantinya dapat diimplementasikan dalam kurikulum lokal dan

diintegrasikan dalam pembelajaran IPS di sekolah.

a. Studi Pustaka

Dalam penelitian ini, peneliti memulai dengan studi pustaka, yakni

menelusuri berbagai sumber kepustakaan untuk menemukan bahan dan data yang

berkaitan dan membahas nilai-nilai pedagogi yang terdapat dalam naskah lontaraq

khususnya lontaraq pappasêng (Bugis)/pappasang (Makassar).

Pada studi pustaka, peneliti juga mengkaji beberapa hasil riset yang telah

dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, yang membahas nilai-nilai kearifan lokal

dan dapat digunakan sebagai bahan ajar dalam pembelajaran IPS di SMP. Selain

itu, peneliti juga memperhatikan hasil riset, saran, dan rekomendasi dari hasil

penelitian, baik yang berupa tesis maupun dalam bentuk disertasi serta hasil

penelitian relevan lainnya.

b. Wawancara

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu oleh dua pihak,

yaitu pewawancara (interviewer) sebagai pengaju/pemberi pertanyaan dan yang

diwawancarai (interviewer) sebagai pemberi jawaban atas pertanyaan itu (Basrowi

& Suwandi, 2008: 127). Dalam penelitian kualitatif berusaha mengetahui

bagaimana responden memandang dunia dari segi perspektifnya, menurut pikiran

dan perasaannya. Informasi demikian disebut informasi “emik”. Selain keterangan “emik”, peneliti juga ingin mengetahui hal-hal tertentu yang dirasa penting menurut pertimbangannya sendiri. Untuk memperoleh keterangan itu ia

mengajukan sejumlah pertanyaan dalam bentuk wawancara. Data yang

diperolehnya akan bersifat “etik”, yakni ditinjau dari pandangan peneliti

(Nasution, 1992: 71).

Wawancara mendalam dilakukan dalam konteks observasi partisipasi.

Peneliti terlibat secara intensif dengan setting penelitian penelitian terutama pada

keterlibatannya dalam kehidupan informan. Wawancara dalam penelitian

(9)

mengemukakan bahwa, interviewing provide the researcher a means to gain a

deeper understanding of how the participant interpret a situation or phenomenon

than can be gained through observation alone. Jadi, dengan wawancara, maka

peneliti akan mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam

menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak

ditemukan melalui observasi (Satori & Komariah, 2009: 130).

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan interview (lihat lampiran) untuk

mengetahui proses pewarisan nilai-nilai pedagogi dalam naskah lontaraq

pappasêng/pappasang. Peneliti melakukan wawancara kepada siswa, guru, kepala

sekolah, orang tua, dan tokoh masyarakat, serta para akademisi dan budayawan

Bugis Makassar. Selain itu peneliti juga mengeksplorasi dari para informan

tentang urgensi penanaman kembali nilai-nilai kearifan lokal yang berupa

nasihat-nasihat/petuah-petuah yang bersifat pedagogi bagi generasi muda Bugis Makassar

Peneliti melakukan interview pada akademisi dan budayawan untuk

mengetahui segala hal yang berkaitan mengenai keberlangsungan proses

pewarisan nilai-nilai tradisi Bugis Makassar kepada generasi muda saat ini,

relevansi nilai-nilai yang terdapat dalam lontaraq pappasêng/pappasang untuk

diajarkan kepada siswa di sekolah, keunggulan yang terdapat dalam lontaraq

pappasêng/pappasang sebagai bahan kajian atau bahan ajar dalam pendidikan

IPS, nilai-nilai yang terdapat dalam lontaraq pappasêng/pappasang yang

diajarkan kepada siswa, dukungan kepada guru untuk menerapkan nilai-nilai

dalam lontaraq pappasêng/pappasang khususnya guru IPS, cara

mengintegrasikan nilai-nilai pedagogik dalam naskah lontaraq pappasêng/

pappasang pada bahan ajar pendidikan IPS di sekolah

Interview yang ditujukan pada kepala sekolah SMP yang diteliti adalah

untuk mengetahui visi, misi dan tujuan sekolah, penerapan kurikulum KTSP, visi

dan misi sekolah mengakomodir kearifan lokal budaya setempat, pembelajaran

mata IPS terdapat ruang bagi nilai-nilai kearifan lokal yang ditanamkan kepada

siswa, proses pewarisan nilai-nilai tradisi Bugis Makassar kepada generasi muda

saat ini, pemahaman tentang lontaraq pappasêng/pappasang dalam budaya

(10)

masih relevan untuk ditanamkan kepada siswa di sekolah, relevansi keunggulan

yang terdapat dalam lontaraq pappasêng/pappasang sebagai bahan kajian atau

bahan ajar dalam pendidikan IPS, nilai-nilai yang terdapat dalam lontaraq

pappasêng/pappasang yang diajarkan kepada siswa, dukungan kepada guru untuk

menerapkan nilai-nilai dalam lontaraq pappasêng/pappasang khususnya guru IPS.

Adapun interview pada guru untuk mengetahui bidang studi yang ajarkan

telah disesuaikan dengan kurikulum KTSP, pemahaman kurikulum KTSP,

pelaksanaan kurikulum KTSP di sekolah sudah sesuai dengan juklak dan juknis

yang ada, nilai-nilai moral yang terkandung dalam SK dan KD pada bidang studi.

penanaman nilai-nilai tersebut kepada peserta didik, nilai-nilai tersebut sesuai

dengan budaya Bugis Makassar, nilai-nilai kearifan lokal apa saja yang diketahui,

nilai-nilai tersebut terakomodir dalam Standar Isi (SK dan KD), pengembangkan

niali-nilai kearifan lokal, istilah lontaraq pappasêng/pappasang, proses pewarisan

nilai-nilai tradisi Bugis Makassar kepada generasi muda saat ini, nilai-nilai yang

terkandung dalam lontaraq pappasêng/pappasang masih relevan dengan

perkembangan zaman sekarang ini, keunggulan yang terdapat dalam naskah

lontaraq pappasêng/pappasang sebagai bahan kajian atau bahan ajar dalam

pendidikan IPS, pengajaran dan penanaman nilai-nilai tersebut dalam

pembelajaran yang dilakukan, pengintegrasikan nilai-nilai kearifan lokal ke dalam

bidang studi IPS yang diajarkan, penyebab dekadensi moral yang dialami generasi

muda bangsa Indonesia ini karena semakin jauh dari nilai-nilai moral kultural

khususnya yang terdapat dalam kearifan lokal budaya setempat.

Interview pada orang tua dilakukan untuk mengetahui alasan

menyekolahkan anaknya di sekolah yang dipilih, pengetahuan tentang visi dan

misi sekolah tersebut, harapan terhadap sekolah dalam mendidik anaknya,

nilai-nilai moral yang ditanamkan disekolah, proses pewarisan nilai-nilai-nilai-nilai tradisi Bugis

Makassar kepada generasi muda saat ini, istilah lontaraq pappasêng/pappasang

yang merupakan budaya Bugis-Makassar, keunggulan yang terdapat dalam

naskah lontaraq pappasêng/pappasang sebagai bahan kajian atau bahan ajar

dalam pendidikan IPS, tentang lontaraq pappasêng/pappasang, sekolah tersebut

(11)

seperti lontaraq pappasêng/pappasang pengintegrasian lontaraq pappasêng/

pappasang ke dalam kurikulum (standar isi) pada bidang studi-bidang studi di

sekolah khususnya bidang studi IPS, kondisi demoralisasi pada generasi muda

bangsa ini khususnya di kota Makassar, diakibatkan karena pesan-pesan moral

yang ada dalam kearifan lokal budaya Bugis Makassar tidak/kurang dilirik lagi

oleh sekolah-sekolah yang ada, peran orang tua, sekolah, dan masyarakat (tri

pusat pendidikan) dalam menanamkan nilai-nilai yang terdapat dalam lontaraq

pappasêng/pappasang kepada siswa.

Lain halnya pada murid interview dilakukan untuk mengetahui pemilihan

sekolah sebagai tempat untuk menimba ilmu, visi dan misi sekolah yang dipilih,

harapan kepada sekolah dan guru dalam mendidik para siswanya, nilai-nilai moral

yang ditanamkan guru khususnya guru IPS, nilai-nilai apa saja yang diketahuinya,

pengetahuan bahwa nilai-nilai tersebut diambil dari kearifan lokal budaya Bugis

Makassar, proses pewarisan nilai-nilai tradisi Bugis Makassar kepada generasi

muda saat ini, istilah lontaraq pappasêng/pappasang dalam budaya Bugis

Makassar, pengetahuan tentang lontaraq pappasêng/pappasang, keunggulan yang

terdapat dalam naskah lontaraq pappasêng/pappasang sebagai bahan kajian atau

bahan ajar dalam pendidikan IPS, dalam pembelajaran IPS diajarkan nilai-nilai

moral yang terkandung dalam lontaraq pappasêng/pappasang, pemahaman guru

terhadap lontaraq pappasêng/pappasang, nilai-nilai (lontaraq pappasêng/

pappasang) diintegrasikan ke dalam bidang studi IPS yang dipelajari, cara guru

mengintegrasikan, mengajarkan, dan menanamkan nilai-nilai (lontaraq

pappasêng/pappasang) tersebut kepada siswa melalui Pendidikan IPS,

pendapatnya tentang lontaraq pappasêng/pappasang.

c. Observasi

Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat

dibedakan menjadi participant observation (observasi berperan serta) dan non

participant observation. Selanjutnya dari segi instrumentasi yang digunakan maka

observasi dapat dibedakan menjadi observasi terstruktur dan tidak terstuktur

(12)

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan participant observation. Dalam

observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang yang sedang

diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Sambil melakukan

pengamatan, peneliti ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, dan

ikut merasakan suka dukanya. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang

diperoleh akan lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat mana

dari setiap perilaku yang tampak (Sugiyono, 2009: 310).

Observasi partisipan memiliki kelebihan terutama keterpercayaan data dan

kelengkapannya karena dikumpulkan dari lingkungannya yang alami, demikian

pula observasi partisipan memberikan kesempatan yang luas bagi peneliti sebagai

anggota dalam masyarakat tersebut untuk mengamati aspek-aspek perilaku yang

tersembunyi/tertutup dan dapat memahami perilaku individu-individunya dalam

bentuk yang lebih mendalam dan dapat membaca makna-makna yang terlukis dari

wajah-wajah individualnya dan dapat mendiskusikan topik-topik yang dirasakan

tidak mungkin dilakukan oleh peneliti yang asing dari masyarakat yang dijauhinya

(Emzir, 2010: 39-40).

Dalam memahami perilaku generasi muda Bugis Makassar yang

merupakan objek dalam studi ini, peneliti tinggal menetap dan berada dalam

lingkungan masyarakat Bugis Makassar, sehingga peneliti dapat mengkaji,

mencermati, serta menganalisa dengan saksama segala aktifitas serta berbagai

perilaku dari objek yang diteliti.

Dalam melakukan observasi di sekolah, peneliti melakukan tiga tahap,

tahap pertama dilakukan untuk mendapatkan gambaran awal pemahaman para

guru, khususnya guru yang mengajarkan IPS di SMP. Peneliti mendapatkan

informasi global/umum tentang wawasan para guru IPS di SMP yang diobservasi.

Dari observasi awal tersebut diketahui bahwa masih banyak guru yang belum

memahami tentang adanya ruang dalam muatan lokal untuk pengajaran nilai-nilai

dalam kearifan lokal. Observasi tahap kedua, peneliti mencari tahu penyebab dan

kendala-kendala utama para guru, sehingga tidak memanfaatkan ruang dalam

muatan lokal untuk pengajaran nilai-nilai luhur Bugis Makassar yang terdapat

(13)

peneliti melakukan indepth interview (wawancara yang mendalam) terhadap para

guru, siswa, dan kepala sekolah. Dari hasil interview tersebut peneliti

mendapatkan data yang komprehensif yang dibutuhkan untuk menjawab

permasalahan dalam penelitian ini.

Peneliti juga melakukan observasi langsung pada masyarakat Bugis

Makassar dengan cara mengamati dan menginterview dua potret keluarga, yakni

diwakili oleh satu keluarga Bugis dan satu keluarga Makassar. Untuk lebih

memperkaya pemahaman dan pengetahuan tentang pewarisan nilai, peneliti juga

mengamati pada keluarga Bugis dan Makassar lainnya. Hal ini ditujukan untuk

melihat sejauh mana nilai-nilai pappasêng/pappasang ini masih diterapkan pada

keluarga Bugis Makassar saat ini atau nilai-nilai tersebut telah ditinggalkan sama

sekali.

d. Studi Dokumentasi

Dokumentasi, dari asal katanya dokumen yang berasal dari bahasa Latin,

yaitu docore, yang berarti mengajar. Dalam bahasa Inggris disebut document yaitu

“something written or printed, to be used as a record or evidence”, atau sesuatu tertulis atau dicetak untuk digunakan sebagai suatu catatan atau bukti (Satori &

Komariah, 2009: 146).

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa

berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.

Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan (life

histories), ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk karya

misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain.

Mengenai studi dokumen ini, Bogdan (Sugiyono, 2009: 329) menyatakan, “in most traditions of qualitative research, the phrase personal document is used

broadly to refer to any first person narrative produced by an individual which

sescribes his or her own actions, experience and belief”. Dokumen ini digunakan

dalam hubungannya dengan atau mendukung wawancara dan observasi berperan

serta. Dalam studi ini, peneliti menggunakan data dokumen yakni berupa foto-foto

(14)

atas kertas. Berbagai foto naskah dan dokumen lontaraq, peneliti dapatkan pada

Laboratorium Sastra Daerah Fakultas Ilmu Budaya Unhas Makassar dan kantor

ARSIP Daerah Sulawesi Selatan. Adapun foto situs/artefak, peneliti dapatkan

dengan memotret langsung di lapangan/lokasi penelitian.

Selain itu, peneliti juga melakukan studi dokumen terhadap kurikulum

pembelajaran IPS di tingkat SMP, buku teks yang dipakai, serta berbagai

perangkat pembelajaran untuk menentukan Standar Kompetensi (SK) dan

Kompetensi Dasar (KD) yang dipilih untuk mengintergrasikan nilai-nilai

pedagogik dalam naskah lontaraq terhadap pembelajaran IPS di sekolah. Peneliti

juga membandingkan dan menganalisis dokumen kurikulum 2013 yang akan dan

sementara berlangsung/diterapkan di sekolah.

E. Pemeriksaan dan Uji Kredibilitas Data

Dalam upaya mendapatkan data yang kredibel, peneliti berupaya membaca

berbagai literatur yang berhubungan dengan naskah lontaraq, khususnya lontaraq

pappasêng/pappasang dan berbagai dokumen yang berhubungan dengan temuan

di lapangan, selanjutnya mendiskusikannya dengan teman-teman sejawat serta

pakar budaya Bugis Makassar yang sebagian besar menjadi akademisi di

Universitas Hasanuddin. Hal ini dilakukan dalam rangka untuk mempertemukan

dan untuk semakin memperluas pemahaman terhadap tema yang diteliti sehingga

data yang ditampilkan yang merupakan temuan di lapangan betul-betul data yang

dapat dipercaya dan bisa dipertanggungjawakan keshahihannya.

Dalam menguji keabsahan data peneliti menggunakan teknik

triangulasi, yaitu pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang

lain diluar data untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap

data tersebut. Dalam penelitian naturalistik, bila data berasal hanya dari satu

sumber, maka kebenarannya belum dapat dipercaya. Akan tetapi bila dua sumber

atau lebih menyatakan hal yang sama, maka tingkat kebenarannya akan lebih

tinggi (Nasution, 1992: 115).

Menurut Moloeng (2007: 330), triangulasi adalah teknik pemeriksaan

(15)

keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik

triangulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber

lainnya. Denzin dalam Kuntjara (2006: 110), membedakan empat macam

triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan

sumber-sumber yang berbeda, metode yang berbeda, pencari data yang berbeda, dan teori

yang berbeda pula digunakan untuk mencek satu hasil penemuan yang sudah

didapat apakah cukup kredibel atau dapat dipercaya.

Langkah-langkah yang ditempuh peneliti, dengan menggunakan

triangulasi ini, adalah sebagai berikut: a). Riset dilakukan langsung di lapangan,

sehingga betul-betul data yang dibutuhkan tentang kearifan lokal Manusia Bugis

Makassar dapat dieksplorasi dengan baik; b). Peneliti melakukan observasi dan

interview, yakni untuk menjaring data primer yang berkaitan dengan kesiapan

sekolah dalam penerapan pembelajaran berbasis kearifan lokal yang terdapat

dalam naskah lontaraq, sementara studi dokumentasi digunakan untuk

menjaring data sekunder yang dapat diangkat dari berbagai dokumen tentang

lontaraq pappasêng/pappasang; c). Data yang berbeda dari sumber sekunder dan

sumber primer, ditempuh dengan cara triangulasi data yakni meng-cross check

kebenarannya pada para guru, orang tua/tokoh masyarakat, akademisi dan pakar

Budaya Bugis Makassar; d). Pemeriksaan data dilakukan dalam bentuk diskusi

ilmiah bersama dengan rekan sejawat, para mahasiswa, para akademisi, pakar

budaya Bugis Makassar dan dosen pembimbing disertasi; e). Kajian terhadap

hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya yang

membahas seputar kearifan lokal di daerah lain dapat dijadikan sebuah bandingan

dan evaluasi keabsahan data, sehingga dapat menjadi pijakan untuk membangun

sebuah teori, generalisasi atau dalil-dali baru; f). Hasil deskripsi terhadap

kebudayaan Manusia Bugis Makassar yang terdapat dalam lontaraq

pappasêng/pappasang, mampu memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan

penelitian, dan dapat menarik suatu kesimpulan akhir, serta memberikan

(16)

F. Teknik Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum

memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan

(Sugiyono, 2009: 336). Analisis (sebagai antonim dari sintesis) merujuk pada

mekanisme pengkajian atas bagian-bagian serta keterkaitan antarbagian itu.

Dengan demikian, kerja analisis mempersyaratkan identifikasi bagian-bagian

terlebih dahulu. Namun, pemaknaan analisis hanya mungkin bilamana ada upaya

menghubungkannya satu sama lain (Alwasilah, 2003: 67).

a. Analisis Isi (Content Analysis)

Semula, analisis konten banyak digunakan pada penelitian kuantitatif yang

menghendaki deskripsi objektif dan sistematik. Dalam perkembangan selanjutnya

analisis konten juga bisa dimanfaatkan untuk menganalisis data pada penelitian

kualitatif, karena penelitian ini lebih banyak mengungkap ihwal pesan sebuah

fenomena dan cara pengungkapan pesan itu sendiri. Hal ini berarti, penelitian

budaya yang penuh dengan proses komunikasi dan pesan, boleh saja

memanfaatkan analisis konten (Endraswara, 2006: 81). Sebagaimana yang

disebutkan pada bab sebelumnya, Ibrahim (ed.), (2009: 97) mengutip pendapat

Holsti (1968), yang menyebutkan bahwa analisis isi merupakan sembarang teknik

penelitian yang ditujukan untuk membuat kesimpulan dengan cara

mengidentifikasi karakteristik tertentu pada pesan-pesan secara sistematis dan

objektif

Pada penelitian kualitatif, terutama dalam strategi verifikasi kualitatif,

teknik analisis data ini dianggap sebagai teknik analisis data yang sering

digunakan. Content analysis berangkat dari anggapan dasar dari ilmu-ilmu sosial

bahwa studi tentang proses dan isi komunikasi adalah dasar dari studi-studi ilmu

sosial (Bungin, 2005: 84). Menurut Eriyanto (2011: 10-11). Analisis isi adalah

metode ilmiah untuk mempelajari dan menarik kesimpulan atas suatu fenomena

dengan memanfaatkan dokumen (teks). Penggunaan analisis isi ini terdapat dalam

(17)

Pertama, analisis isi ditempatkan sebagai metode utama. Kedua, analisis isi dipakai sebagai salah satu metode saja dalam penelitian. Peneliti menggunakan banyak metode (survei, eksperimen) dan analisis isi menjadi salah satu metode. Ketiga, analisis isi dipakai sebagai bahan pembanding untuk mengkaji kesahihan dari kesimpulan yang telah didapat dari metode lain. Peneliti telah memperoleh data yang diperoleh dari metode lain (survei, eksperimen dan sebagainya) dan menggunakan analisis isi untuk mengecek apakah kesimpulan yang dibuat oleh peneliti sahih atau tidak – dalam hal ini didukung oleh temuan dalam analisis isi.

Analisis konten adalah membuat inferensi sebuah pesan fenomena budaya.

Hal ini lebih banyak ke arah kajian simbolik pesan budaya itu sendiri. Tanpa

membuat inferensi yang jelas, peneliti akan kesulitan memahami dampak pesan

itu senidri. Itulah sebabnya analisis konten boleh dikatakan salah satu ragam

penelitian budaya yang dimungkinkan menghasilkan inferensi valid. Bahkan

hasilnya pun kelak dapat diteliti ulang (Endraswara, 2006: 81).

Gambar 3.2: Teknik Content Analysis

Kajian Kluckhohn (Liliweri, 2001: 64) memaparkan aspek-aspek nilai

yang perlu diungkap dalam analisis konten, yaitu: (1) nilai yang berhubungan

dengan sifat dasar manusia, yaitu orientasi nilai tentang kejahatan dan kebaikan;

(2) nilai yang berkaitan antara relasi manusia dengan alam; (3) nilai yang

berhubungan dengan waktu, yaitu nilai masa lalu, kini, dan akan datang; (4) nilai

rata-rata aktivitas manusia, yaitu nilai yang menjadikan manusia bermutu atau

tidak; (5) nilai yang berhubungan dengan relasi individu dengan kelompok.

Langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam menelaah kandungan

lontaraq adalah, pertama-tama peneliti mengumpulkan berbagai buku yang

merupakan hasil transliterasi para filolog dan ahli bahasa Bugis Makassar yang

berkaitan dengan lontaraq, Langkah selanjutnya, peneliti memilih dari sekian

buku yang membahas lontaraq, peneliti memilih lontaraq pappasêng/pappasang.

(18)

pappasêng/pappasang sangat kaya akan berbagai nilai pedagogik yang dapat

dijadikan bahan ajar, khususnya dalam local content dalampembelajaran IPS.

Langkah selanjutnya, peneliti mengkategorisasikan berbagai nilai yang ada

berdasarkan kandungan pesan yang terdapat di dalamnya. Nilai-nilai tersebut

meliputi, nilai yang berhubungan dengan Tuhan; nilai yang berhubungan dengan

diri sendiri; nilai yang berhubungan dengan sesama; nilai yang berhubungan

dengan lingkungan; nilai yang berhubungan dengan kebangsaan.

b. Analisis Domain

Analisis domain dilakukan untuk memperoleh gambaran yang umum dan

menyeluruh dari obyek/penelitian secara umum atau di tingkat permukaan,

namun relatif utuh tentang obyek penelitian tersebut (Bungin, 2005: 85),

ditemukan berbagai domain atau kategori. Langkah selanjutnya, analisis

taksonomi. Domain yang dipilih tersebut selanjutnya dijabarkan menjadi lebih

rinci, untuk mengetahui struktur internalnya. Selanjutnya, analisis komponensial.

Mencari ciri spesifik pada setiap struktur internal dengan cara mengkontraskan

antarelemen. Terakhir, analisis tema kultural. Mencari hubungan di antara

domain, dan bagaimana hubungan dengan keseluruhan, dan selanjutnya

dinyatakan ke dalam suatu tema/judul (Sugiyono, 2010: 349).

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan langkah-langkah analisis

terhadap naskah lontaraq dengan dua cara di atas, yakni peneliti menganalisis

dengan seksama isi atau kandungan dari naskah lontaraq pappasêng/pappasang

yang ada. Untuk menganalisis isi dari naskah lontaraq, peneliti melakukan dengan

teknik analisis taksonomik (Bungin, 2005: 89). Peneliti mencari tahu nilai-nilai

pendidikan IPS yang terdapat dalam naskah lontaraq pappasêng, kemudian

memberikan kategorisasi. Setelah berbagai pesan dalam pappasêng/pappasang

tersebut dikategorisasikan, peneliti melakukan penafsiran secara hermeneutik,

maksud dan makna yang terkandung dibalik pesan-pesan atau nasihat-nasihat

tersebut.

Langkah selanjutnya peneliti menghubungkan kondisi realitas yang

(19)

membandingkan dengan hal-hal yang idealitas yang seharusnya yang pernah ada

seperti yang terkandung dalam nilai-nilai dalam naskah lontaraq

pappasêng/pappasang. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan pemahaman, sejauh

mana nilai-nilai yang pernah ada tersebut, masih tertanam atau telah ditinggalkan,

bahkan mungkin telah dilupakan oleh para generasi muda dan masyarakat Bugis

Makassar saat ini.

G. Proses Jalannya Penelitian

Pertama-tama langkah yang ditempuh oleh peneliti dalam penelitian ini

adalah melakukan studi awal/observasi awal. Studi ini dilakukan untuk

menetapkan tema penelitian. Tema yang dipilih adalah “Etnopedagogik Etnik Bugis Makassar”. Tema ini sengaja dipilih berdasarkan sumber-sumber yang

merupakan hasil riset terdahulu, baik berupa tesis maupun disertasi, berbagai

dokumen yang relevan, serta hasil penelitian yang berhubungan dengan kearifan

lokal. Setelah penentuan tema, maka langkah selanjutnya adalah menentukan

fokus penelitian. Fokus penelitian adalah “Studi Penelusuran Nilai-Nilai Pedagogik pada Naskah Lontaraq sebagai Pengembangan Bahan Ajar Pendidikan

IPS di Sekolah”.

Studi awal sengaja dilakukan selain untuk memfokuskan inkuiri yang

terdapat di lapangan, studi awal juga diharapkan dapat membantu untuk

melakukan mapping penelitian. Pemetaan meliputi lokasi penelitian dan subjek

penelitian. Pemetaan memiliki fungsi sebagai pengenalan terhadap kondisi

lapangan. Pemahaman tentang lapangan dan subjek penelitian diharapkan dapat

membangun suatu hubungan yang baik antara peneliti dan subjek yang diteliti.

Rapport membantu keberadaan peneliti dapat diterima dengan baik oleh subjek

penelitian sehingga dapat melakukan in depth interview (wawancara mendalam).

Seluruh data awal yang berhasil dikumpulkan dari kegiatan studi

awal/observasi awal dijadikan bahan dalam penulisan proposal disertasi. Setelah

proposal dipresentasikan dan mendapatkan persetujuan dari para penguji proposal

dan ketua program studi IPS, ditandai dengan dikeluarkannya SK

(20)

Pendidikan Indonesia, langkah selanjutnya adalah peneliti mulai mempersiapkan

segala hal dan persyaratan yang berkaitan dengan masalah persuratan atau

administrasi.

Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian kualitatif dengan

metode fenomenologi karena fokus dan permasalahan kajian mengupas berkaitan

dengan makna yang terkandung dibalik teks lontaraq untuk menelusuri nilai-nilai

pedagogik/pendidikan pada masyarakat Bugis Makassar yang terdapat dalam

naskah lontaraq sebagai sebuah pranata yang mengatur, mengendalikan dan

memberi arah aktifitas kehidupan mereka.

Sumber data dapat dikelompokkan ke dalam dua kategori yaitu data

primer dan data sekunder. Data Primer adalah merupakan data yang dikumpulkan

oleh peneliti secara langsung dari sumber datanya yakni dari naskah lontaraq

sebagai sumber utama, dan para tokoh adat, serta ahli budaya sebagai

informannya. Adapun data sekunder adalah merupakan data-data yang berupa

naskah pendukung, dokumen yang relevan dengan pokok penelitian, baik itu

berupa dokumen resmi maupun yang tidak resmi.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara, mengkaji

dan menelaah naskah lontaraq yang telah ditansliterasi (diterjemahkan) ke dalam

bahasa Indonesia, selanjutnya mengklasifikasikan nilai-nilai pedagogik

masyarakat Bugis Makassar yang terkandung di dalamnya, dengan cara analisis

konten dan domain, yakni dokumen yang telah dikategorisasikan tersebut

kemudian dianalisis isinya, yaitu memeriksa dokumen secara sistematik dan

objektif bentuk-bentuk komunikasinya yang tertuang secara tertulis. Selanjutnya,

domain/kategori yang dipilih tersebut dijabarkan secara lebih rinci untuk

mengetahui struktur internalnya.

Setelah mendapatkan pemahaman tentang nilai-nilai pedagogik yang

terdapat dalam lontaraq, peneliti dibantu dengan rekan peneliti mencari informasi

kondisi di lapangan, apakah nilai-nilai pedagogik yang terdapat dalam lontaraq

diajarkan di persekolahan atau tidak. Sekolah yang diteliti adalah SMPN 1, SMPN

8, SMPN 23, SMPN 30, SMPN 35, dan SMP swasta Maha Putra Makassar dan

(21)

kota Makassar mewakili berbagai SMP yang ada, baik SMP yang berstatus

unggulan, dan yang tidak termasuk kategori unggulan (atau SMP biasa), serta

SMP swasta yang lokasinya berada di tengah kota dan di pinggiran kota Makssar.

Peneliti melakukan wawancara kepada kepala sekolah dan guru-guru IPS, serta

para orang tua siswa dari SMP-SMP tersebut.

Peneliti juga melakukan pengamatan terlibat (observasi partisipan) dengan

jalan ikut serta dalam kehidupan bermasyarakat di lingkungan masyarakat Bugis

Makassar dilengkapi dengan wawancara mendalam (in deepth interview) terhadap

anggota masyarakat setempat yang dipilih sebagai informan secara acak

berkenaan dengan pewarisan nilai-nilai budaya Bugis Makassar kepada generasi

muda serta pandangan mereka tentang dunianya. Pengamatan terlibat ini bertujuan

untuk mengetahui tradisi pewarisan nilai-nilai pedagogik pada masyarakat Bugis

Makassar dan untuk mengetahui relevansinya dengan kehidupan modern

masyarakat Bugis Makassar. Untuk lebih memahami secara mendalam tentang

proses pewarisan nilai pada komunitas Bugis Makassar, peneliti memilih dan

mengamati dua keluarga, yang terdiri dari satu keluarga Bugis dan satu keluarga

Makassar. Untuk lebih memperluas pemahaman dan pengetahuan tentang

pewarisan nilai pada keluarga Bugis Makassar, peneliti juga mengamati dan

melakukan wawancara pada keluarga lainnya.

Informasi-informasi yang diperoleh pada dua kegiatan di atas kemudian

diujisilangkan (cross check) secara triangulasi, sehingga akan diperoleh data yang

benar-benar mencerminkan atau mewakili pandangan kolektif masyarakat Bugis

Makassar di kota Makassar. Triangulasi dilakukan kepada para tokoh masyarakat

atau tokoh adat Bugis dan tokoh adat Makassar dan pada para ahli/akademisi

yang memahami budaya Bugis Makassar, dalam hal ini adalah para dosen di

Universitas Hasanuddin. Peneliti juga berdiskusi dengan para budayawan dan

beberapa tokoh masyarakat Bugis dan Makassar lainnya.

Untuk mendapatkan pemahaman yang lebih luas terhadap hasil penelitian,

langkah yang ditempuh selanjutnya adalah peneliti membandingkan dengan

(22)

membahas seputar kearifan lokal di daerah lain. Hal tersebut dilakukan agar dapat

dijadikan sebagai sebuah evaluasi keabsahan data.

Sajian data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam

bentuk narasi yang memungkinkan simpulan penelitian dapat dilakukan. Sajian ini

merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logis dan sistematis, sehingga bila

dibaca, akan mudah difahami berbagai hal yang terjadi dan memungkinkan

peneliti untuk berbuat sesuatu pada analisis atau pun tindakan lain berdasarkan

pemahamannya tersebut.

Untuk mendapatkan simpulan tentang etnopedagogik Bugis Makassar

yang cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan, dilakukan

aktivitas pengulangan yang bertujuan sebagai pemantapan, penelusuran data

(23)

berdiskusi dengan ahli budaya/akademisi dan tokoh masyarakat Bugis Makassar,

serta saling berdiskusi antarteman. Selanjutnya semua data yang ada

diinterpretasikan. Analisis data dan interpretasi dilakukan sejak awal

pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, verifikasi. Hasil analisis data dan

interpretasi selanjutnya ditulis dengan sistimatis dalam laporan penelitian. Teks

yang disusun secara sistematis merupakan deskripsi Nilai-Nilai Pedagogik Etnik

Bugis Makassar, mampu memberikan jawaban atas pertanyaan penelitian, dan

Gambar

Gambar 3.1: Peta kota Makassar
Gambar 3.2: Alur Pemikiran Penelitian
Gambar 3.3:

Referensi

Dokumen terkait

mengetahui model pengembangan bahan ajar berwawasan kebancanaan dalam mata pelajaran IPS Terpadu kelas VIII yang dapat mewujudkan tujuan pendidikan kebencanaan1. Mengetahui

Pengembangan bahan ajar IPS berbasis nilai budaya Using ini dilakukan menggunakan model Dick & Carey (Modifikasi dari Hobri, 2010:7-8) yang melalui tahapan

Guru IPS merupakan aktor/implementor dalam pengembangan pendidikan karakter, dengan begitu akan di ketahui:.. Peranan

Pengembangan Metode Simulasi Dalam Pembelajaran Ips Berbasis Minat Dan Bakat Untuk Meningkatkan Etos Kerja Siswa. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Judul Tesis : Pengembangan Bahan Ajar Struktur Aljabar Berbasis Website pada Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Nilai-nilai akhlak yang terdapat dalam mata pelajaran IPS di sekolah dasar;.. Kinerja guru, yang meliputi: perencanaan guru,

Berbagai Keunggulan yang Terdapat dalam Naskah Lontaraq Pappasêng / pappasang sebagai Kajian Etnopedagogi dalam Pembelajaran IPS ... Pewarisan Nilai-nilai dalam Tradisi

INTERNALISASI NILAI - NILAI MULTIKULTURAL MELALUI PEMBELAJARAN IPS DALAM MENUMBUHKAN SIKAP MULTIKULTURAL PADA SISWA. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |