• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS PADA SEORANG LELAKI DEPRESI YANG PACARNYA MENINGGAL DUNIA DI DESA KEBALANDONO BABAT LAMONGAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS PADA SEORANG LELAKI DEPRESI YANG PACARNYA MENINGGAL DUNIA DI DESA KEBALANDONO BABAT LAMONGAN."

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS PADA SEORANG LELAKI DEPRESI YANG PACARNYA MENINGGAL DUNIA

DI DESA KEBALANDONO BABAT LAMONGAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar

Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh:

$]L]DWXO0DU¶DWL

NIM. B03211043

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(2)

BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS PADA SEORANG LELAKI DEPRESI YANG PACARNYA MENINGGAL DUNIA

DI DESA KEBALANDONO BABAT LAMONGAN

SKRIPSI

Diajukan Kepada

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)

Oleh :

$=,=$78/0$5¶$7,

NIM. B03211043

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM JURUSAN DAKWAH

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Azizatul Mar’ati (B03211043), Bimbingan Konseling Islam Dengan Terapi Realitas Pada Seorang Lelaki Depresi yang Pacarnya Meninggal Dunia di Desa Kebalando Babat Lamongan

Fokus penelitian adalah (1) Bagaimana gejala yang tampak pada seorang lelaki depresi karena pacarnya meninggal dunia?, (2) Bagaimana proses bimbingan konseling Islam dengan terapi realitas pada seorang lelaki depresi yang pacarnya meninggal dunia?, (3) bagaiman hasil poses bimbingan konseling Islam dengan terapi realitas pada seorang lelaki depresi yang pacarnya meninggal dunia?

Menjawab permasalahan tersebut, penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan analisa deskriptif komparatif. Data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah melalui hasil wawancara dan observasi kepada konseli dan informan, hasil data tersebut disajikan dalam bab penyajian data dan analisa data yang berguna untuk mengetahui keadaan dan perubahan yang terjadi pada seorang lelaki yang sudah cukup umur namun belum menikah. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa pada seorang lelaki yang pacarnya meninggal dunia terjadi gejala-gejala depresi diantaranya mengalami kesedihan, kehilangan semangat, merasa malu dan bersalah, menutup diri dari wanita lain, berfikir irrasional, sulit tidur dan mudah lelah. Dalam penelitian ini proses konseling yang terjadi menggunakan terapi realitas, dengan penerapan teknik diskusi, pemberian motivasi menikah dan membantu merumuskan rencana-rencana yang spesifik diharapkan konseli mampu menghadapi kenyataan yang terjadi saat ini serta mampu menilai perilakunya yang tidak tepat dan dapat berfikir secara rasional, konseli termotivasi untuk menikah dan mampu merumuskan tindakan untuk kedepannya. Hasil akhir dari proses konseling dalam penelitian ini berhasil dengan prosentase 85,71%, yang mana hasil tersebut dapat dilihat dari adanya perubahan gejala yang sering muncul pada konseli menjadi jarang muncul pada konseli.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ...i

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ...ii

PENGESAHAN ...iii

MOTTO ...iv

PERSEMBAHAN ...v

PERNYATAAN OTENTISITAS SKRIPSI ...vi

ABSTRAK ...vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ...xi

DAFTAR TABEL ...xiv

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah ...9

C. Tujuan Penelitian ...9

D. Manfaat Penelitian ...10

E. Definisi Konsep ...11

F. Metode Penelitian ...14

1. Pendekatan dan jenis penelitian ...16

2. Subjek penelitian ...16

3. Tahap-tahap penelitian...17

4. Jenis dan sumber data ...19

5. Teknik pengumpulan data...20

(8)

7. Teknik keabsahan data ...23

G. Sistematika Pembahasan ...27

BAB II : BIMBINGAN KONSELING ISLAM, TERAPI REALITAS, DEPRESI DAN MOTIVASI MENIKAH A. Bimbingan Konseling Islam, Terapi Realitas, Depresi dan Motivasi Menikah ...29

1. Bimbingan Konseling Islam ...29

2. Terapi Realitas ...41

3. Depresi ...48

4. Motivasi Menikah ...55

B. Bimbingan Konseling Islam dan Motivasi Menikah ...63

C. Penelitian Daahulu yang Relevan ...66

BAB III : BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI REALITAS PADA SEORANG LELAKI DEPRESI YANG PACARNYA MENINGGAL DUNIA A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ...72

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ...77

2. Deskripsi Konselor dan Konseli ...78

3. Deskripsi masalah ...85

B. Deskripsi Hasil Penelitian ...87

1. Deskripsi data tentang keadaan seorang lelaki yang sudah cukup umur namun belum menikah karena pacarnya meninggal dunia ...87

2. Deskripsi data tentang proses bimbingan konseling islam dengan terapi realitas terhadap seorang lelaki depresi yang pacarnya meninggal dunia ...93

(9)

BAB IV : BIMBINGAN KONSELING ISLAM DENGAN TERAPI

REALITAS PADA SEORANG LELAKI DEPRESI YANG PACARNYA

MENINGGAL DUNIA

A. Analisis data tentang keadaan seorang lelaki yang sudah cukup umur namun belum menikah karena pacarnya meninggal dunia ...107 B. Analisis data tentang proses bimbingan konseling islam

dengan terapi realitas terhadap seorang lelaki depresi yang pacarnya meninggal dunia ...111 C. Analisis data tentang hasil proses bimbingan konseling

islam dengan terapi realitas terhadap seorang lelaki depresi yang pacarnya meninggal dunia ...120

BAB V : PENUTUP

A. Simpulan ...124 B. Saran ...126

DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jenis Data, Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data ...22

Tabel 3.1 Tingkat Pendidikan Penduduk ...76

Tabel 3.2 Mata Pencaharian Penduduk ...77

Tabel 3.3 Perubahan Konseli Sebelum Konseling dan Sesudah Konseling ...104

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam ilmu sosial humanistik disebutkan bahwasannya manusia adalah mahluk social educandum atau bersosial dan dapat dididik. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan dan ikatan emosional dengan manusia lain. Menurut Abraham Maslow, manusia mempunyai beberapa kebutuhan dalam kelangsungan hidup, salah satu dari kebutuhan itu adalah kebutuan akan aktualisasi diri, setiap individu memerlukan pengakuan dari orang lain atas keberadaan dan kemampuan yang dimiliki individu. Individu tidak lepas bergantung pada orang lain, saling berbagi, dan bekerja sama untuk kelestarian dan pemenuhan kebutuhan dalam segala aspek kehidupan setiap orang.1

Ketertarikan akan lawan jenis (pasangan) merupakan fithrah sebelum individu memasuki usia dewasa, dan dorongan yang sulit dibendung setelah dewasa. Kesendirian dan keterasingan sungguh dapat mengakibatkan individu mengalami anxiety, karena manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial. Memang sewaktu-waktu manusia bisa merasa senang dalam kesendiriannya, tetapi tidak untuk selamanya. Manusia telah menyadari bahwa hubungan yang dalam dan dekat dengan pihak lain akan membantunya mendapatkan kekuatan dan membuat dia lebih mampu menghadapi tantangan. Karena

1

(12)

2

alasan-alasan inilah, maka manusia melakukan perkawinan, berkeluarga, bahkan bermasyarakat dan berbangsa.

Makhluk hidup mempunyai naluri untuk memiliki pasangan dan berupaya bertemu dengan pasangannya. Karena tidak ada naluri yang lebih dalam dan kuat dorongannya melebihi naluri dorongan pertemuan dua lawan jenis pria dan wanita, jantan dan betina, positif dan negatif. Itulah ciptaan dan pengaturan Ilahi, inilah yang dinamai low of sex“hukum berpasangan” yang diletakkan oleh Maha Pencipta bagi segala sesuatu. Dengan demikian

perkawinan/keberpasangan adalah sunnatullah, dalam arti “ketetapan Tuhan

yang diberlakukannya terhadap semua makhluk”.2

Dari sisi agama mensyariatkan dijalinnya pertemuan pria dan wanita dan diarahkannya pertemuan itu sedemikian rupa sehingga terlaksana apa

yang dinamai “perkawinan” guna mengusir hantu keterasingan dan guna

beralihnya kerisauan menjadi ketenteraman.3

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.4

Allah telah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi dan pula menciptakan manusia lengkap dengan pasangan hidupnya yang dapat

2

(13)

3

saling memberikan kebahagiaan. Hubungan saling berpasangan ini merupakan salah satu tanda dari kekuasaan dan kebesaran Allah SWT yang berlandaskan pada kasih sayang yang didasari sikap saling membutuhkan yakni merasa sedih bila berpisah dan merasa senang ketika saling berdekatan.

Allah menciptakan segala sesuatu dimuka bumi ini dengan berpasang-pasangan. Begitu pula dengan dalam menciptakan manusia, pria dan wanita saling berpasang-pasang sebagaimana dalam firman Allah dalam QS. An-Naba‟ ayat 8:





 “Dan kami jadikan kamu berpasang-pasangan”.5

Kemudian diciptakan-Nya dalam diri manusia dan hewan dorongan seksual untuk melakukan suatu fungsi penting yaitu melahirkan keturunan demi kelangsungan keturunan dan dari situ terbentuk keluarga dari keluarga terbentuk mayarakat dan bangsa. Dengan demikian bumi menjadi ramai, bangsa-bangsa saling mengenal, kebudayaan berkembang ilmu pengetahuan dan industri menjadi maju.6

Perkawinan merupakan fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi kebutuhan ini yaitu dengan aqad nikah (melalui jenjang perkawinan), bukan dengan cara yang amat kotor dan menjijikkan seperti

5

M. Quraisy Shihab, Pengantin Al-Qur’an: Kalung Permata Buat Anak-Anakku (Jakarta: Lentera Hati, 2007), hal. 582.

6

(14)

4

dengan pacaran, kumpul kebo, melacur, berzina dan hal-hal yang diharamkan oleh Islam.7 Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:



“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.8

Fenomena terlambat menikah belakangan melihat kecenderungan yang makin berat. Dari segi jumlah orang yang mengalami keterlambatan menikah terus meningkat signifikan, terutama di kota-kota besar, kasus ini tidak hanya menimpa perempuan namun tak sedikit pula kaum laki-laki yang mengalami. Bahkan kasus ini juga tidak memandang profesi maupun latar belakangnya, apalagi penyebab terjadinya kasus ini sangat variatif.9

Menurut penelitian dari The National Center for Health Statistics, menurut The National Center for Health Statistics, “pernikahan yang dilakukan di usia cukup muda, antara 12 hingga 21 tahun, tiga kali lebih banyak berakhir dengan perceraian dibandingkan dengan pernikahan pada usia yang lebih matang. Data di tahun 2002 tersebut memaparkan, 59%

7Achmad Farid, “Bimbing

an Konseling Islam Dalam Meningkatkan Motivasi Menikah (Studi Kasus Seorang Wanita yang Sudah Cukup Umur Namun Belum Menikah) Di Kelurahan

Jepara Kecamatan Bubutan Surabaya” (Skripsi, Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya,

2008), hal 2.

8

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya Juz 1-30 Edisi Baru (Surabaya: Pustaka Agung Harapan, 2006), hal. 745.

9 Uhti Nisaul Amalia. “Bimbingan konseling islam dengan terapi realitass dalam

mengatasi rasa minder seorang laki-laki yang terlambat menikah di jemur wonosari wonocolo

(15)

5

pernikahan wanita di bawah 18 tahun berakhir dengan perceraian dalam waktu 15 tahun menikah dibandingkan dengan 36% dari mereka yang menikah di usia lebih dari 20. Dalam penelitian lainnya, dari 1000 pria yang diteliti (berusia 25-34 tahun) ditemukan bahwa 81% diantaranya percaya bahwa waktu yang tepat untuk melepas lajang sekitar umur 25 sampai 27 tahun. Sedangkan untuk wanita, dari data statistik di Amerika Serikat pada tahun 2000 menunjukkan bahwa wanita rata-rata menikah pada usia 25 tahun”. Di Indonesia sendiri, batas usia menikah sudah ditentukan oleh Undang-Undang Perkawinan, pada Undang-Undang Perkawinan tahun 1974, usia minimum seorang perempuan untuk menikah adalah 16 tahun, sedangkan untuk pria adalah 18 tahun.10

Fenomena yang terjadi pada seorang lelaki bernama Adi (nama samaran), dua tahun yang lalu adi mempunyai pacar bernama Dina (nama samaran), Adi mengenal Dina berawal dari nomer HP yang salah sambung, dilanjutkan dengan sering saling mengirim SMS sampai mereka berdua tertarik dan jatuh hati. Mereka tidak pernah bertemu secara langsung melainkan hanya komunikasi melalui telepon seluler yaitu menggunakan Via-Telepon dan Via-SMS. Setelah sekian lama berpacaran Dina bersama keluarganya memutuskan untuk pulang kampung ke Lamongan dan merencanakan akan bertemu dengan keluarga Adi untuk membicarakan hubungan yang lebih serius lagi, akan tetapi penyakit Dina kambuh pada satu bulan sebelum Dina akan pulang kampung, Dina harus berulang kali dirawat

10

(16)

6

di Rumah Sakit, mengetahui keadaan Dina seperti itu Adi merasa sedih. Setelah sehat kembali Dina dan keluarganya menunda tiga bulan lagi untuk pulang ke Lamongan dengan alasan memulihkan kesehatan Dina terlebih dahulu dan ada pekerjaan yang harus diselesaikan sebelum pulang kampung, Adi pun menerima keputusan keluarga Dina tersebut.

Persiapan pulang ke kampung halaman, Dina membeli sepasang cincin dan kalung yang rencananya nanti akan dipakai oleh Dina dan Adi. Akan tetapi satu bulan sebelum pulang Dina terjatuh di tangga dan kembali masuk rumah sakit. Dina dirawat di rumah sakit selama 4 hari, kemudian dikabarkan meninggal dunia di rumah sakit tersebut.11

Ketika itu berada dalam suasana bulan Ramadhan. Adi mendengar kabar dari keluarga, sepupu, dan sahabat Dina bahwa Dina sudah meninggal dunia. Adi pun tidak percaya, lalu ibunya Dina menelpon Adi dan memberi kabar bahwa Dina telah maninggal dunia. Adi shock mendengar kabar tersebut, pagi harinya Adi tidak masuk kerja. Adi menjadi pendiam, menyendiri dan tidak semangat beraktifitas selama beberapa bulan.

Umur Adi sudah 32 tahun, namun tekad untuk menikah tidak terlihat pada Adi, padahal Adi masih mempunyai saudara banyak yang sudah masuk pada usia menikah tetapi belum menikah, sedangkan adik-adiknya tidak mau menikah dahulu sebelum kakaknya menikah, orang tua dan paman Adi sudah berusaha menjodohkan Adi, akan tetapi Adi menolaknya. Adi tidak ingin menikah dahulu dengan alasan yang belum jelas, dia sering bilang kalau sifat

11

(17)

7

dan kepribadian semua wanita yang dia kenal tidak ada yang seperti Dina, menurut klien Dina adalah perempuan yang istimewa dan ketika ditanya menegenai kapan menikah Adi sering menjawab “belum waktunya”, Adi

bilang masih belum ada keinginan untuk menikah dengan kejadian yang pernah dialaminya, walaupun Adi merasa bersalah pada keluarganya dengan keadaan dia yang belum menikah, karena Adi menyadari bahwa adik-adiknya sudah masuk dalam usia menikah.

Setiap hari Adi bekerja hingga siang hari sebagai distributor pulsa ke agen penjualan pulsa, walaupun Adi belum berkeinginan untuk menikah Adi terlihat enjoy dengan pekerjaannya. Selain bekerja sebagai distributor pulsa, Adi juga membantu mengolah tambak milik orang tuanya. Hubungan Adi dengan keluarga, tetangga, dan teman-temannya terlihat baik, meskipun Adi dikenal pendiam. Adi juga rajin beribadah dan sering berjama‟ah di masjid

dekat rumahnya, Adi juga aktif dengan beberapa kegiatan rutinan keagamaan

yang ada di desanya, seperti tahlilan, dziba‟, khataman, dan istighosah.12

Terapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengonfrontasikan klien dengan cara-cara yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain. Inti terapi realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi yang dipersamakan dengan kesehatan mental.13

12

Hasil observasi dan wawancara dengan keluarga konseli di rumah konseli.

13

(18)

8

Pribadi sehat yaitu pribadi yang mampu berperilaku dan berfikir secara bertanggung jawab. Sedangkan pribadi tidak sehat yaitu pribadi yang tidak mampu menunjukkan perilaku dan pikiran secara bertanggung jawab.

Tujuan dari terapi realitas adalah mencapai identitas keberhasilan (success identity). Bagaimana individu mampu mencapainya? Tentu saja ketika ia telah dapat memikul tanggung jawab, yaitu kemampuan untuk mencapai kepuasan terhadap kebutuhan dasarnya. Ringkasnya adalah ketika individu telah mampu memuaskan kebutuhan dasarnya, maka disaat bersamaan ia akan bertanggung jawab.14

Dengan menunjukkan beberapa realitas pada klien mengenai permasalan yang dialaminya, tidak menutup kemungkinan melakukan kolaborasi dengan pendekatan terapi yang lain, dalam hal ini terapi rasional emotif juga berperan. Adanya gangguan emosional pada seseorang dikarenakan oleh pikiran irasional individu dalam menyikapi peristiwa atau pengalaman yang dilaluinya.

Terapi rasional emotif lebih menitik beratkan pada proses berpikir, menilai, memutuskan, menganalisis dan bertindak. Rasional emotif sangat didaktif dan direktif serta lebih banyak berhubungan dengan dimensi pikiran daripada perasaan.15 Tujuan terapi rasional emotif adalah menghapus pandangan hidup klien yang mengalahkan diri dan membantu klien dalam memperoleh pandangan hidup yang lebih toleran dan berpikir rasional.

14

Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling: Dalam Teori dan Praktik (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 188.

15

(19)

9

Dengan bantuan menggunakan teknik diskusi dengan klien akan dapat mempermudah menggali masalah yang dialami klien sehingga proses penyelesaiannya pun bisa dilakukan dengan mudah.

Berdasarkan fenomena tersebut dan perlunya motivasi untuk

mengubah masalah ini, maka penulis tertarik meneliti tentang “Bimbingan

Konseling Islam Dengan Terapi Realitas Pada Seorang Lelaki Depresi yang Pacarnya Meninggal Dunia” dengan tujuan untuk memberikan kontribusi

positif dalam meningkatkan motivasi menikah pada seorang lelaki depresi yang belum termotivasi menikah karena pacarnya meninggal dunia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah:

1. Bagaimana gejala yang tampak pada seorang lelaki depresi karena pacarnya meninggal dunia?

2. Bagaimana proses bimbingan konseling Islam dengan terapi realitas pada seorang lelaki depresi yang pacarnya meninggal dunia?

3. Bagaimana hasil proses bimbingan konseling Islam dengan terapi realitas pada seorang lelaki depresi yang pacarnya meninggal dunia?

C. Tujuan Penelitian

Dalam uraian rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:

(20)

10

2. Untuk mengetahui proses bimbingan konseling Islam dengan terapi realitas pada seorang lelaki depresi yang pacarnya meninggal dunia.

3. Untuk mengetahui hasil proses bimbingan konseling Islam dengan terapi realitas pada seorang lelaki depresi yang pacarnya meninggal dunia.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai berikut: 1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan keilmuan Bimbingan Konseling Islam pada khususnya mengenai terapi realitas sebagai motivasi menikah.

2. Secara Praktis

a. Dapat menambah khazanah dan wawasan kehidupan mengenai motivasi pernikahan bagi para pembaca.

b. Dapat menambah wawasan berfikir dan cakrawala pengetahuan bagi pembaca dalam kaitannya dengan konseling pernikahan.

c. Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu bahan acuan bagi pelaksanaan penelitian-penelitian yang relevan di masa yang akan datang.

E. Definisi Konsep

(21)

11

yang sesuai dengan konseptual yang hendak dilanjutkan. Sehubungan dengan hal tersebut, agar diperolah keseragaman mengenai judul penelitian, berikut akan dijelaskan istilah-istilah mengenai judul penelitian yang diambil.

1. Bimbingan Konseling Islam

Sebelum penulis menjabarkan pengertian bimbingan konseling Islam terlebih dahulu penulis menjabarkan pengertian bimbingan dan konseling. Rochman Natawidjaja mengartikan bimbingan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai dengan tuntunan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat dan kehidupan pada umumnya.16

Winkel mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.17

Bimbingan konseling Islam adalah suatu proses pemberian bantuan kepada individu secara berkelanjutan dan sistematis, yang dilakukan oleh seorang ahli yang telah mendapatkan latihan khusus untuk itu, dengan tujuan agar individu dapat memahami dirinya, lingkungannya, serta dapat mengarahkan diri dan menyesuaikan diri dengan lingkungan untuk

16

Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan Konseling (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 6.

17

(22)

12

mengembangkan potensi dirinya, untuk kesejahteraan dirinya dan kesejahteraan masyarakat.18

2. Terapi realitas

Tokoh dalam teori realitas ini adalah William Glasser. Terapi realitas ini berfokus pada tingkah laku sekarang dan menolak masa lampau sebagai variabel utama. Pendekatan terapi ini juga menolak model medis dan konsep tentang penyakit mental, tetapi lebih berfokus pada apa yang bisa dilakukan sekarang dan mempertimbangkan nilai dan tanggung jawab moral yang harus ditekankan.

Pada terapi realitas terapis berfungsi sebagi guru dan model serta mengkonfrontasikan klien dengan cara-cara yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya ataupun orang lain.19

Dalam terapi realitas, manusia dapat menentukan dan memilih tingkah lakunya sendiri. Ini berarti bahwa setiap individu harus bertanggung jawab dan bersedia menerima konsekuensi dari tingkah lakunya. Bertanggung jawab disini maksudnya adalah bukan hanya pada apa yang dilakukannya melainkan juga pada apa yang dipikirkannya.20 3. Motivasi menikah

Motivasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti dorongan yang timbul pada diri seseorang, baik secara sadar maupun tidak sadar,

18

Anas Salahudin, Bimbingan dan Konseling (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hal. 16.

19

Gerald Corey, Teori Dan Praktek Konseling & Psikoterapi (Bandung: PT Refika Aditama, 2013)hal. 263.

20

(23)

13

untuk melakukan sesuatu perbuatan dengan tujuan tertentu. Motivasi juga berarti usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau orang tertentu tergerak untuk melakukan sesuatu karena ingin mendapatkan kepuasan atau tujuan yang dikehendaki dengan perbuatan itu.21

Motivasi berasal dari kata motive yang diartikan oleh Fillmore H. Sandford sebagai suatu kondisi yang menggerakkan suatu makhluk yang mengarahkannya kepada suatu tujuan atau beberapa tujuan dari tingkat tertentu. Dilihat dari asal kata, motive berasal dari kata “motion” yang

berarti “penggerak”.22

Abraham Maslow berpendapat bahwa motive manusia senantiasa menggerakkannya kepada pemenuhan akan kebutuhan-kebutuhan yang bertingkat sebagai berikut:

a. Pemenuhan kebutuhan fisiologis (jasmaniah).

b. Pemenuhan kebutuhan security (keamanan) atau perlindungan. c. Pemenuhan kebutuhan hidup kemassyarakatan (sosial).

d. Pemenuhan kebutuhan akan pengakuan. e. Pemenuhan kebutuhan akan kepuasan.23

Pernikahan adalah akad yang menghalalkan pergaulan dan membatasi hak dan kewajiban serta tolong-menolong antara seorang

21

Peter Salim dan Yenny Salim, Kamus Umum Bahasa Indonesia Kontemporer (Jakarta: Modern English Press, 1991), hal. 997.

22

H.M Arifin, Psikologi dakwah: Suatu Pengantar Studi (Jakarta: bumi Aksara, 1991), hal. 49.

23

(24)

14

laki dan seorang perempuan yang bukan mahram.24 Pernikahan merupakan jalan yang mulia untuk mengatur kehidupan rumah tangga dan silsilah keturunan seseorang. Pernikahan juga dipandang sebagai satu jalan perkenalan antara suatu kaum dengan kaum yang lainnya untuk bersama-sama tolong-menolong dan bekerja bersama-sama dalam kebaikan.

Menurut bahasa nikah berarti bertindih dan mamasukkan. Sedangkan menurut istilah ilmu fikih, nikah berarti suatu akad (perjanjian) yang mengandung kebolehan melakukan hubungan seksual dengan memakai kata-kata (lafazh) nikah. Sedangkan arti pernikahan dalam hukum Islam, yaitu akad yang sangat kuat atau mistaqan galidan, untuk mentaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya merupakan suatu ibadah.25

Dari pengertian motivasi dan menikah dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi menikah adalah proses kemauan seseorang untuk mencapai tujuan secara fisiologis maupun biologis dengan melalui perkawinan.

F. Metode Penelitian

Berdasarkan sumber data, maka penelitian ini merupakan penelitian kualitatif karena data yang terkumpul dan disajikan dalam bentuk kata verbal bukan dalam bentuk angka.26 Metode penelitian dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor yang

24

Deasylawati P., Sebelum Aku Menjadi Istrimu (Surakarta: Indiva, 2013), hal. 44.

25

Rahmat Hakim, Hukum Perkawinan Islam (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000), hal. 13.

26

(25)

15

dikutip oleh Lexy J. Moleong dalam bukunya “Metode Penelitian Kualitatif” adalah sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini melihat keseluruhan latar belakang subyek penelitian secara holistik.27

Penelitian deskriptif adalah penelitian yang memberi gambaran sistematis, tekstual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan ciri-ciri orang tertentu, kelompok-kelompok atau keadaan-keadaan. Keterangan untuk penelitian seperti ini dapat dikumpulkan dengan bantuan wawancara, kuesioner dan pengamatan langsung. Penelitian seperti ini akan memberikan informasi tentang sifat atau gejala pada keadaan tertentu, pada penelitian ini tidak terdapat perlakuan atau pengendalian data. Penelitian deskriptif hanya menggambarkan apa yang ada, bukan menguji hipotesa. Sehingga penelitian ini bersifat non hipotesis. Penelitian ini bergantung pada pengamatan peneliti. 28

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan deskriptif. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam penelitian sekelompok manusia, suatu objek, suatu sistem pemikiran ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Adapun tujuan dari penelitian deskriptif ini

27

Lexy J. Moleog, Metode Penelitian Kualitatif (edisi revisi), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005) hal. 4.

28

(26)

16

adalah untuk menggambarkan atau melukiskan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki.29

Sedangkan jenis penelitian ini adalah jenis penelitian studi kasus. Penelitian kasus (casse study) adalah penelitian tentang status subyek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase spesifik atau khas dari keseluruhan atau khas dari keseluruhan personalitas. Adapun tujuan dari studi kasus ini adalah untuk memberikan gambaran secara mendetail mengenai latar belakang, sifat-sifat dan karakter-karakter yang khas dari kasus, ataupun status dari individu, yang kemudian dari sifat-sifat khas di atas akan dijadikan suatu hal yang bersifat umum.30

2. Subjek Penelitian

Dalam penelitian ini yang dijadikan subjek penelitian oleh peneliti adalah:

a. Klien

Klien adalah seorang laki-laki di Kelurahan Kebalandono kecamatan Babat kabupaten Lamongan. Pacarnya meninggal dunia dua tahun yang lalu, dia mengenal pacarnya melalui nomor HP yang salah sambung. Antara klien dan pacarnya belum bertemu secara langsung, melainkan komunikasi melalui HP. Klien mendapat kabar pacarnya

29 Uhti Nisaul Amalia. “Bimbingan konseling islam dengan terapi realitass dalam

mengatasi rasa minder seorang laki-laki yang terlambat menikah di jemur wonosari wonocolo

surabaya” (Skripsi, Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2011), hal. 8. 30

(27)

17

meninggal dunia dia menjadi pendiam, penyendiri dan tidak semangat beraktifitas.

Klien sampai sekarang belum menikah walaupun pihak keluarga sudah berusaha menjodohkannya tetapi dia masih belum punya tekad untuk menikah, dilihat dari finansial klien tergolong mampu, klien juga masih memiliki 4 saudara yang sudah masuk usia menikah dan mereka tidak ingin mendahului menikah kakaknya.

b. Informan

Informan adalah orang yang memberikan informasi. Di sini informan bisa membantu untuk mendapatkan data-data yang terkait dengan konseli. Dalam hal ini adalah keluarga konseli.

3. Tahap-Tahap Penelitian

Tahap-tahap penelitian merupakan proses penelitian yang nantinya akan memberikan gambaran tentang keseuruhan perencanaan, pelaksanaan, pengumpulan data, analisis dan sampai pada penulisan laporan.31 Dalam hal ini, tahap-tahap penelitian terbagi atas tiga tahap, antara lain:

a. Tahap pra lapangan

Dalam tahap ini terdapat enam kegiatan yang harus dilakukan oleh peneliti, yaitu: menyusun rencana penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menilai keadaan lapangan, memilih dan

31

(28)

18

memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian dan etika persoalan serta etika penelitian.

b. Tahap pekerjaan lapangan

Mengenai tahap pekerjaan lapangan ini dibagi atas tiga bagian, yaitu: memahami latar penelitian dan persiapan diri memasuki lapangan dan berperan serta sambil menyimpulkan data.

c. Tahap analisa data

Menganalisis data yang diperoleh dari lapangan dengan mendeskripsikan serta menguraikan data sesuai kenyataan atau realitas. Dalam menganalisis data peneliti menggunakan analisis deskriptif yaitu peneliti mendeskripsikan data pelaksanaan bimbingan konseling islam dengan terapi realitas serta mendeskripsikan tentang apa penyebab seorang laki-laki yang sudah cukup umur namun kurang termotivasi untuk segera menikah di lapangan.

4. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data yang bersifat non-statistik, dimana data yang diperoleh nantinnya dalam bentuk kata verbal bukan dalam bentuk angka.

Adapun jenis data pada penelitian ini adalah: a. Kata-kata dan tindakan

(29)

19

b. Sumber tertulis

Sumber tertulis merupakan sumber kedua yang tidak dapat diabaikan bila dilihat dari sumber data, bahkan tambahan yang berasal dari sumber tertulis dapat dibagi atas sumber buku, dokumen pribadi klien yang berupa identitass klien secara lengkap dan dokumen resmi yang berupa data-data dari data yang terpercaya.

sumber data adalah subyek dari mana data tersebut diperoleh. Adapun cara untuk memperoleh data atau sumber data yang dikumpulkan yaitu:

c. Sumber primer

Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data.32

d. Sumber sekunder

Sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.33 Data ini berfungsi mendukung dan memperjelas pembahasan penelitian.

5. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian, disamping perlu menggunakan metode yang tepat, juga perlu memilih teknik dan alat pengumpulan data yang relevan. Penggunaan teknik dan alat pengumpul data yang tepat memungkinkan

32

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabeta, 2012), hal. 193.

33

(30)

20

diperolehnya data yang objektif. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah sebgai berikut:

a. Wawancara (interview)

Interview alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula. Ciri utama interview adalah kontak langsung dengan tatap muka antara pencari informasi (interviewer) dan sumber informasi (interviewee). Untuk memperoleh informasi yang tepat dan objektif setiap interviewer harus mampu menciptakan hubungan baik dengan interviewee atau responden atau mengadakan raport ialah suatu situasi psikologis yang menunjukkan bahwa responden bersedia bekerjasama, bersedia menjawab pertanyaan dan memberi informasi sesuai dengan pikiran dan keadaan yang sebenarnya.34

Dalam penelitian ini wawancara dilakukan pada klien sebagai sumber utama, dan keluarga klien sebagai sumber data pendukung. b. Observasi

Observasi dilakukan sesuai dengan kebutuhan penelitian mengingat tidak setiap penelitian menggunakan alat pengumpul data demikian. Pengamat atau observasi dilakukan memakan waktu yang lebih lama apabila ingin melihat suatu proses perubahan. Observasi adalah pengamatan yang dilakukan secara sengaja, sistematis mengenai

34

(31)

21

fenomena sosial dengan gejala-gejala psikis untuk kemudian dilakukan pencatatan.35

c. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan harian, sejarah kehidupan, ceritera, biografi, peraturan, kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar, misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang dapat berupa gambar, patung, film, dan lain-lain. Studi dokumen merupakan perlengkapan dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian kualitatif.36

Untuk mengetahui lebih lanjut tentang proses teknik pengumpulan data dapat dilihat melalui tabel dibawah ini:

Tabel 1.1

Jenis Data, Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data

No. Jenis Data Sumber Data TPD

1.

a. Identitas Klien

b. Tempat tanggal lahir klien c. Usia klien

d. Pendidikan klien

e. Masalah yang dihadapi klien f. Proses konseling yang dilakukan

Klien W + O

2.

a. Identitas Konselor b. Pendidikan konselor c. Usia konselor

d. Pengalaman dan proses konseling yang dilakukan

Konselor W + O

3. a. Kebiasaan klien

b. Kondisi keluarga, lingkungan dan

Informan

(32)

22

ekonomi klien tetangga klien)

4.

TPD : Teknik Pengumpulan Data O : Observasi

W : Wawancara D : Dokumentasi

6. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan berdasarkan data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi scara berulang-ulang sehingga selanjutnya dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul. Bila berdasarkan data yang dapat dikumpulkan secara berulang-ulang dengan teknik triangulasi, ternyata hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut berkembang menjadi teori.37

Teknik analisis data ini dilakukan setelah proses pengumpulan data yang telah diperoleh. Penelitian ini bersifat studi kasus, untuk itu analisis data yang digunakan adalah deskriptif-komparatif yaitu setelah terkumpul dan diolah maka langkah selanjutnya adalah menganalisis data tersebut. analisa yang dilakukan untuk mengetahui tentang proses yaitu dengan membandingkan proses bimbingan konseling Islam dengan terapi realitas sebagai motivasi menikah secara teoritik dan bimbingan konseling Islam dengan terapi realitas sebagai motivasi menikah di lapangan. Selanjutnya

37

(33)

23

untuk mengetahui tentang hasil penelitian yaitu dengan cara membandingkan hasil akhir dari pelaksanaan bimbingan konseling Islam dengan terapi realitas sebagai motivasi menikah. Apakah terdapat perbedaan pada klien sebelum dan sesudah mendapatkan bimbingan konseling Islam dengan terapi realitas sebagai motivasi menikah.

7. Teknik Keabsahan Data

Peningkatan keabsahan hasil penelitian, peneliti dapat melakukan cek dan ricek serta crosceck pada prosedur penelitian yang sudah ditempuh, serta telaah terhadap subtansi penelitian. Keabsahan suatu penelitian kualitatif tergantung pada kepercayaan akan kredibilitas, transferebilitas, dependablitas, dan conformabilitas.

a. Kredibilitas, Keabsahan atas hasil penelitia dilakukan melalui:

1) Meningkatkan kualitas keterlibatan peneliti dalam kegiatan di lapangan.

2) Pengamatan secara terus menerus.

(34)

24

3) Trianggulasi

Triangulasi (pengecekan data dari beberapa sumber), baik metode dan sumber untuk mengecek kebenaran data dengan membandingkannya dengan data yang diperoleh sumber lain. Trianggulasi dibedakan menjadi empat macam yaitu:

a) Trianggulasi data (data trianggulation) atau trianggulasi sumber adalah penelitian dengan menggunakan berbagai sumber data yang berbeda untuk mengumpulkan data yang sejenis.

b) Trianggulasi peneliti (investigator trianggulation) adalah hasil peneliti baik data maupun simpulan mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari beberapa peneliti. c) Trianggulasi metodologis (methodological trianggulation) jenis

trianggulasi bisa dilakukan oleh seorang peneliti dengan mengumpulkan data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan data yang berbeda.

d) Trianggulasi teoritis (theoretical trianggulation) trianggulasi ini dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan prespektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji.

(35)

25

a) Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.

b) Membandingkan apa yang dikatakan orang didepan umum dengan apa yang dikatakan secara pribadi.

c) Membandingkan apa yangg dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.

d) Membandingkan keadaan dan prespektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang berpendidikan dan orang berada.

e) Membandingkan hasil awal wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan.

Penelitian menggunakan teknik wawancara, pada saat yang lain menggunakan teknik observasi dan dokumentasi, penerapan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda ini sedapat mungkin untuk menutupi kelemahan atau kekurangan sehingga data yang diperoleh benar-benar akurat.38

4) Pelibatan teman sejawat untuk berdiskusi, memberikan masukan dan kritik dalam proses penelitian.

5) Menggunakan bahan referensi untuk menigkatkan nilai kepercayaan akan kebenaran data yang diperoleh dalam bentuk rekaman atau tulisan.

38

(36)

26

6) Memberchek, yaitu pengecekan tehadap hasil-hasil peneliti guna perbaikan untuk kemungkinan terjadinya kesalahan dalam memerikan data yang dibutuhkan peneliti.

b. Transferebilitas, bahwa hasil penelitian yang didapatkan dapat diaplikasikan oleh pemakai penelitian, penelitian ini memperoleh tingkat yang tinggi pada para pembaca hasil penelitian memperoleh gambaran dan pemahaman yang jelas tentang konteks dan fokus penelitian.

c. Dependablitas dan Conformabilitas, yaitu dengan audit trail berupa komunikasi dengan pembimbing dan dengan pakar lain dalam bidangnya guna membicarakan permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam penelitian berkaitan dengan data yang harus dikumpulkan.39

G. Sistematika Pembahasan

Sistematika pembahsan di dalam penyusunan skripsi ini dibagi ke dalam lima bab pembahasan, yang bertujuan agar pembaca dapat dengan mudah memahami dan mempelajari hasil dari penelitian ini.

Pada bab pertama, berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang dari permasalahan yang diteliti dan dalam hal ini peneliti akan menjelaskan mengenai alasan diangkatnya judul penelitian ini yaitu

“bimbingan konseling Islam dengan terapi realitas pada seorang depresi yang

pacarnya meninggal dunia desa Kebalandono-Babat-Lamongan”. Selain itu

39 Djam‟an Satori

(37)

27

dalam bab ini juga berisi tentang: rumusan masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian dan manfaat penelitian apabila dikaji dari segi teoritik dan praktis.

Pada bab kedua, berisi tentang kajian teoritis mengenai judul dari penelitian ini yaitu ”bimbingan konseling Islam dengan terapi realitas pada seorang depresi yang pacarnya meninggal dunia desa Kebalandono-Babat-Lamongan”. Dalam bab ini akan dibagi menjadi tiga bagian, yaitu kajian tentang: bimbingan konseling Islam, terapi realitas, depresi, dan motivasi menikah serta hasil penelitian terdahulu yang relevan.

Sedangkan bab ketiga, berisi tentang penyajian data yang berisi mengenai deskripsi umum objek penelitian dan daskripsi hasil penelitian yang dilakukan oleh pebeliti.

Pada bab keempat, membahas tentang analisis data, pada bab ini peneliti menyajikan beberapa hasil penemuan yang diperoleh. Selanjutnya menganalisis data yang diperoleh tersebut secara maksimal yang sesuai dengan fokus penelitian.

Sedangkan pada bab kelima berisi penutup, yang mana dalam penelitian ini berisi tentang simpulan, saran-saran, dan kata penutup.

(38)

28

BAB II

BIMBINGAN KONSELING ISLAM, TERAPI REALITAS, DEPRESI DAN

MOTIVASI MENIKAH

A.Bimbingan Konseling Islam, Terapi Realitas, Depresi dan Motivasi

Menikah

1. Bimbingan Konseling Islam

a. Pengertian Bimbingan dan Konseling Islam

Rochman Natawidjaja mengartikan bimbingan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sehingga dia sanggup mengarahkan dirinya dan dapat bertindak secara wajar sesuai dengan tuntunan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, masyarakat dan kehidupan pada umumnya.40

Menurut Frank W. Miller, “bimbingan merupakan proses bantuan

terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan bagi penyesuaian diri secara baik dan maksimum di

sekolah, keluarga, dan masyarakat”.41

Sedangkan Arthur J. Jones mengatakan bahwa bimbingan merupakan “proses pemberian bantuan

40

Syamsu Yusuf dan Juntika Nurihsan, Landasan Bimbingan Konseling (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 6.

41

(39)

29

oleh seseorang kepada orang lain dalam menentukan pilihan,

penyesuaian dan pemecahan masalah”.42

Winkel mendefinisikan konseling sebagai serangkaian kegiatan pokok dari bimbingan dalam usaha membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah khusus.43 Menurut Dewa Ketut Sukardi, pengertian konseling adalah bantuan yang diberikan klien secara face to face, dengan cara yang sesuai dengan keadaan klien yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidup.44 Konseling juga merupakan suatu proses di mana klien belajar bagaimana membuat keputusan dan memformulasikan cara baru untuk bertingkah laku, merasa dan berpikir (berhubungan dengan pilihan dan perubahan).45

Konseling Islam merupakan suatu aktifitas memberikan bimbingan pelajaran dan pedoman kepada individu yang meminta bimbingan (klien) dalam hal ini bagaimana seorang klien dapat mengembangkan potensi akal pikiran, kewajiban, keimanan, dan keyakinannya serta dapat menanggulangi problematika hidup dan kehidupannya dengan baik dan benar secara mandiri dan ber paradigma kepada Al-qur‟an dan As-sunnah Rasulullah SAW.46

42

Singgih Gunarsa, Psikologi untuk Membimbing (Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2002), hal. 12.

43

Anas Salahudin, Bimbingan Dan Konseling (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hal. 15.

44

Dewa Ketut Sukardi, Dasar-Dasar Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Surabaya: Usaha Nasional, 1993), hal. 105.

45

Jeanette Murad Lesmana, Dasar-Dasar Konseling (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 2006), hal. 3.

46

(40)

30

Bimbingan sebagaimana telah di uraikan, dalam terminologi Islam dikenal dengan istilah irsyad, yaitu sebagai salah satu bentuk kegiatan dakwah yang lebih spesifik dipahami sebagai bimbingan agama yakni kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dalam rangka memberikan bantuan kepada orang lain yang mengalami kesulitan rohaniah dalam hidupnya, agar ia bisa mengatasi permasalahnnya dalam hidupnya, karena timbul kesadaran dan penyerahan diri terhadap kekuasaan Allah SWT.47 Konseling Islami menetapkan tujuan konseling bahwa dalam kehidupan hubungan antar manusia hendaknya dilandasi oleh keimanan, kasih sayang, saling menghargai dan berupaya saling membantu berdasarkan iman kepada Allah SWT.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bimbingan konseling Islam adalah upaya bantuan yang diberikan seorang pembimbing yang terlatih, secara berkesinambungan dan sistematis, agar individu tersebut dapat berkembang potensinya secara optimal, mampu mengatasi masalah dan menyesuaikan diri dengan berpedoman kepada al-Qur‟an dan as-Sunnah Rasulullah SAW.

b. Tujuan Bimbingan dan Konseling Islam

Tujuan pemberian layanan bimbingan dan konseling Islam ialah agar individu dapat:

47

(41)

31

1) Memiliki komitmen yang kuat dalam mengamalkan nilai keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan, baik dalam kehidupan pribadi, keluarga maupun masyarakat.

2) Merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya di masa yang akan datang.

3) Mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya seoptimal mungkin, serta pengembangan minta dan bakat yang ada pada dirinya.

4) Menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat lingkungan kerja serta lingkungan tempat dimana individu itu berada.

5) Mengatasi hambatan dan kesulitan yang di hadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan keluarga, maupun masyarakat.48

Agar tujuan tersebut dapat tercapai maka tiap individu harus mendapatkan kesempatan untuk mengenal, memahami, dan mengembangkan potensi yang dimiliki, mampu mengatasi kesulitan yang dihadapi, menggunakan kemampuan yang dimiliki untuk kepentingan pribadi, keluarga, dan masyarakat luas serta mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar.

c. Fungsi Bimbingan dan Konseling Islam 1) Fungsi preventif (pencegahan)

48

(42)

32

Upaya konselor mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, melalui fungsi ini konselor memberi bimbingan kepada klien tentang cara menghindarkan diri dari kegiatan yang membahayakan dirinya.

2) Fungsi kuratif (penyembuhan)

Upaya pemberian bantuan oleh konselor kepada klien yang mengalami masalah baik menyangkut aspek pribadi, keluarga, sosial maupun karir. Dalam penelitian ini terdapat fungsi bimbingan konseling di bidang karir.

3) Fungsi preservatif

Upaya membantu individu menjaga agar situasi dan kondisi dirinya yang semula tidak baik menjadi baik dan kebaikan itu bertahan lama.

4) Fungsi developmental (pengembangan)

Upaya membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar menjadi lebih baik.49

d. Unsur-unsur Bimbingan dan Konseling Islam 1) Konselor

Konselor adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk melakukan proses bimbingan konseling Islam serta memiliki pengetahuan dalam bidang konseling. Kualitas pribadi konselor sangat penting dalam konseling, kualitas pribadi tersebut juga menjadi faktor

49

(43)

33

penentu bagi pencapaian konseling yang efektif, beberapa karakteristik kualitas konselor antara lain: adanya pemahaman diri yang baik, kompeten, memiliki kesehatan psikologis, dapat dipercaya, sabar, responsif serta memiliki kesadaran terhadap klien secara menyeluruh.50

2) Klien

Klien adalah orang yang mempunyai masalah, namun tidak mampu mengatasi masalah yang sedang dihadapi tanpa bantuan orang lain. Klien itu hendaknya mempunyai sikap diantaranya: terbuka, percaya dan bertanggung jawab. Terbuka maksudnya, bahwa klien bersedia mengungkapkan segala informasi yang diperlukan dalam proses konseling. Percaya, artinya seorang klien percaya semua proses bimbingan semua berjalan secara efektif, percaya pada konselor yang bisa membantu dan tidak akan membocorkan pada siapapun. Serta tanggung jawab yang artinya klien bersedia dengan sungguh sungguh melibatkan diri dan ikut serta dalam proses bimbingan.

3) Masalah

Masalah adalah segala sesuatu yang diinginkan oleh individu tidak terpenuhi. H.M. Arifin menerangkan beberapa jenis masalah yang dihadapi seseorang atau masyarakat yang memerlukan bimbingan konseling Islam, yaitu: masalah perkawinan, masalah

50

(44)

34

karena ketegangan jiwa, masalah tingkah laku sosial, dan dirasakan masalah tapi tidak dinyatakan secara khusus memerlukan bantuan.51 e. Asas-asas Bimbingan dan Konseling Islam

Keberhasilan bimbingan dan konseling secara umum sangat ditentukan oleh diwujudkannya asas-asas berikut:

1) Asas kerahasiaan

Asas kerahasiaan menuntut dirahasiakannya segenap data dan keterangan mengenai klien. Asas kerahasiaan sangat sesuai dengan ajaran Islam, dalam Islam dilarang seseorang menceritakan keburukan orang lain, jika asas kerahasiaan dilaksanakan maka konselor akan mendapat kepercayaan dari semua pihak yang terkait. Asas kerahasiaan ini juga akan menghilangkan kekhawatiran terhadap adanya keinginan konselor untuk menyalah gunakan rahasia dan kepercayaan yang telah diberikan kepadanya sehingga merugikan klien.

2) Asas sukarela

Dalam asas kesukarelaan proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas dasar sukarela, baik dari pihak konselor maupun klien. Klien diharapkan sukarela, tanpa terpaksa menyampaikan masalah yang dihadapi, sedangkan dari pihak konselor dalam memberikan bimbingan konseling hendaknya juga bukan karena paksaan.

51

(45)

35

3) Asas keterbukaan

Dalam asas keterbukaan yang dimaksud ialah keterbukaan yang ditinjau dari dua arah, dari klien diharapkan mau membuka diri sehingga apa yang ada pada dirinya dapat diketahui konselor, kemudian mau membuka diri dalam arti mau menerima saran dan masukan dari pihak konselor.

4) Asas kekinian

Asas kekinian artinya masalah yang ditanggulangi dalam proses bimbingan dan konseling adalah masalah yang sedang dirasakan oleh klien, namun masalah tersebut mungkin terkait dengan masa lalu dan masa yang akan datang.

5) Asas kemandirian

Klien sebagai sasaran layanan/kegiatan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu-individu yang mandiri, dengan ciri-ciri mengenal diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan, serta mewujudkan diri sendiri. Konselor hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling bagi berkembangnya kemandirian klien.

6) Asas kegiatan

Asas kegiatan adalah pelayanan bimbingan dan konseling yang akan memberikan hasil yang berarti apabila klien aktif dalam melakukan kegiatan bimbingan.

(46)

36

Asas kedinamisan ialah konselor dan klien serta pihak-pihak lain diminta untuk memberikan kerjasama sepenuhnya agar pelayanan bimbingan dan konseling yang dapat diberikan dapat menimbulkan perubahan dalam sikap dan tingkah laku klien.

8) Asas kenormatifan

Asas kenormatifan yaitu usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan dengan norma yang berlaku, baik dari norma agama, norma adat, norma hukum, maupun norma kesopanan.

9) Asas keahlian

Usaha bimbingan dan konseling perlu dilakukan atas keahlian secara teratur dan sistematik dengan menggunakan prosedur teknik dan alat yang memadai, untuk itu para konselor perlu mendapat latihan, sehingga akan dicapai keberhasilan usaha pemberian layanan. Layanan bimbingan dan konseling merupakan pelayanan profesional yang diselenggarakan oleh tenaga ahli yang dididik untuk pekerjaan tersebut.

10) Asas alih tangan

(47)

37

dalam memberikan pelayanan bimbingan tidak melebihi batas kewenangannya.

11) Asas Tut Wuri Handayani

Asas ini menghendaki agar pelayanan bimbingan konseling secara keseluruhan dapat memberikan rasa aman, mengembangkan keteladanan, asas ini juga menunjuk pada suasana umum yang hendaknya tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara klien dan konselor.52

f. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling Islam

Terdapat beberapa prinsip dasar yang dipandang sebagai landasan bagi layanan bimbingan. Prinsip ini berasal dari konsep filosofis tentang kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian layanan bantuan atau bimbingan. Prinsip- prinsip tersebut antara lain:

1) Bimbingan diperuntukkan bagi semua individu

Prinsip ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua individu yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah, baik pria maupun wanita, baik anak-anak, remaja maupun dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat preventif dan pengembangan dari pada kuratif.

2) Bimbingan bersifat individualisasi

52

(48)

38

Setiap individu bersifat unik (berbeda satu sama lain) dan melalui bimbingan, individu dibantu untuk memaksimalkan keunikannya tersebut.

3) Bimbingan menekankan hal yang positif

Selama ini, bimbingan sering dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi, namun sebenarnya bimbingan merupakan proses bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan merupakan cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri.

4) Bimbingan merupakan usaha bersama

Bimbingan bukan hanya tugas konselor tapi juga tugas guru dan kepala sekolah, jika dalam layanan bimbingan di sekolah, namun pada umumnya yang berperan tidak hanya konselor tapi juga klien dan pihak lain yang terkait.

5) Pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalam bimbingan.

(49)

39

Kemampuan untuk membuat pilihan secara tepat bukan kemampuan bawaan, tetapi kemampuan yang harus dikembangkan. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan kemampuan klien untuk memecahkan masalah dan mengambil keputusan.

6) Bimbingan berlangsung dalam berbagai adegan kehidupan

Pemberian layanan bimbingan tidak hanya berlangsung di sekolah, tetapi juga di lingkungan keluarga, perusahaan, industri, lembaga pemerintah/swasta dan masyarkat pada umumnya.53

g. Langkah-Langkah Bimbingan dan Konseling Islam 1) Identifikasi

Langkah ini dimaksudkan untuk mengumpulkan data dari berbagai macam sumber yang berfungsi untuk mengetahui kasus beserta gejala yang nampak.

2) Diagnosa

Adalah langkah untuk menetapkan masalah yang dihadapi klien beserta latar belakangnya, dalam langkah ini kegiatan yang dilakukan adalah mengumpulkan data dengan menggunakan berbagai teknik pengumpulan data.

3) Prognosa

Langkah ini untuk menetapkan jenis bantuan apa yang akan digunakan untuk membimbing klien, langkah prognosa ditetapkan berdasarkan hasil diagnosa.

53

(50)

40

4) Konseling (terapi)

Langkah ini merupakan langkah pelaksanaan bantuan apa yang telah ditetapkan pada prognosa.

5) Evaluasi dan Follow up

Langkah ini dimaksudkan untuk menilai atau mengetahui sejauh mana konseling yang telah dilakukan mencapai hasil, dalam follow up dilihat perkembanganya dalam jangka waktu yang lebih jauh.54

2. Terapi Realitas

a. Pengertian Terapi Realitas

Tokoh dalam teori realitas ini adalah William Glasser. Terapi realitas ini berfokus pada tingkah laku sekarang dan menolak masa lampau sebagai variabel utama. Pendekatan terapi ini juga menolak model medis dan konsep tentang penyakit mental, tetapi lebih berfokus pada apa yang bisa dilakukan sekarang dan mempertimbangkan nilai dan tanggung jawab moral yang harus ditekankan.

Menurut Gerald, terapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengkonfrontasikan klien dengan cara-cara yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya ataupun orang lain.55

54

Djumhur dan Moh Surya, Bimbingan dan Konseling di Sekolah (Bandung: CV Ilmu, 1975), hal. 47.

55

(51)

41

b. Hakekat Manusia

Manusia adalah makhluk sosial dan membutuhkan hubungan yang berkualitas untuk menjadi bahagia. Manusia membutuhkan identitas serta mampu mengembangkan identitas keberhasilan ataupun identitas kegagalan. Untuk mendapatkan identitas keberhasilan maka orang akan menunjukkan perilaku yang bertanggung jawab, jika orang tidak dapat berperilaku bertanggung jawab, maka ia akan menampakkan identitas kegagalan.

Terapi realitas memandang pribadi yang sehat adalah pribadi yang mampu berperilaku dan berpikir serta bertanggung jawab. Sedangkan pribadi tidk sehat merupakan pribadi yang tidak mampu menunjukkan perilaku dan pikiran serta bertanggung jawab.

Glasser (dikutip dari Corey, 2009) mengatakan bahwa individu yang mengalami gangguan emosional atau penyakit mental adalah mereka yang menolak realitas dunia seperti norma, hukum, dan sosial. Ada dua bentuk penolakan yang kerap kali dilakukan individu, yaitu: 1) Individu mengubah dunia nyata dalam pikirannya agar ia merasa

cocok dan pantas.

2) Mengabaikan realitas dengan menentang atau menolak hukum yang ada secara sederhana.56

Bentuk-bentuk penolakan tersebut lama kelamaan akan memunculkan perilaku bermasalah yang dalam istilah terapi realitas

56

(52)

42

disebut sebagai identitas kegagalan. Identitas kegagalan itu ditandai Latipun (2001) dengan keterasingan, penolakan diri dan irasionalitas, perilaku yang kaku, tidak objektif, lemah, tidak bertanggung jawab, kurang percaya diri dan menolak kenyataan.57

c. Tujuan Terapi Realitas

Secara luas tujuan dari terapi realitas adalah mencapai identitas keberhasilan (success identity). Bagaimana individu mempu mencapainya? Tentu saja ketika ia telah dapat memikul tanggung jawab, yaitu kemampuan untuk mencapai kepuasan terhadap kebutuhan dasarnya. Ringkasnya adalah ketika individu telah mampu memuaskan kebutuhan dasarnya, maka di saat yang bersamaan ia akan bertanggung jawab.58

Sama dengan kebanyakan sistem psikoterapi, tujuan terapi realitas menurut Corey adalah membantu seseorang untuk mencapai otonomi. Pada dasarnya, otonomi adalah kematangan yang diperlukan bagi kemampuan seseorang untuk mengganti dukungan eksternal (dari luar diri individu) dengan dukungan internal (dari dalam diri individu). Kematangan emosional juga ditandai dengan kesediaan bertanggung jawab terhadap tingkah lakunya.59

Apabila dirumuskan secara jelas, maka berikut ini adalah beberapa tujuan terapi reealitas, yaitu:

57

Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling dalam Teori dan Praktik (Jakarta: Kencana, 2011),, hal. 187.

58

Ibid., hal. 188.

59

(53)

43

1) Menjelaskan kepada klien hal-hal yang menghambat terbentuknya keberhasilan identitas.

2) Membantu klien menetapkan tujuan yang ingin dicapai dalam terapi. 3) Klien dapat melaksanakan rencana-rencananya secara mandiri tanpa

diberi treatment.

Hal terpenting yang harus disampaikan oleh konselor terhadap klien sebagai bagian dari tujuan terapi adalah bahwa terapi sama sekali tidak bertujuan untuk menciptakan kebahagiaan bagi klien. Kalaupun ada kebahagiaan, hal tersebut bukanlah esensi dari tujuan terapi yang ingin dicapai. Konselor harus menyampaikan bahwa kebahagiaan klien terletak pada cara berpikir klien menyikapi hal tertentu dan keberaniannya mengambil keputusan secara bertanggung jawab.

d. Peran dan Fungsi Konselor

1) Melibatkan diri dengan klien dan kemudian membuatnya menghadapi kenyataan.

2) Bertindak sebagai pembimbing yang membantu klien agar bisaa menilai tingkah lakunya sendiri secara realistis.

3) Memasang batas-batas, yang mencakup batas-batas dalam situasi terapiutik dan batas-batas yang ditempatkan oleh kehidupan seseorang.

(54)

44

dan menantang klien untuk dapat bertanggung jawab pada tingkah lakunya. Hal ini tentu saja untuk mencapai tujuan terapi.60

e. Ciri Terapi Realitas

Menurut Corey, ada delapan ciri yang menentukan terapi realitas, yaitu:

1) Menolak konsep penyakit mental.

Terapi realitas tidak berhubungan dengan diagnosis psikologis. Jadi, penyakit mental dalam pandangan terapi realitas adalah bentuk tingkah laku yang tidak bertanggung jawab. Adapun kesehatan mental dianggap sebagai tingkah laku bertanggung jawab.

2) Berfokus pada tingkah laku sekarang, bukan pada masa lalu

Menurut terapi realitas, pengeksplorasian masa lampau adalah bentuk usaha yang tidak produktif dan hanya membuang-buang waktu terapi. Masa lampau dianggap sebagai sesuatu yang tidak dapat di ubah karena hanya masa sekarang dan masa depan yang dapat diubah. 3) Menekankan pertimbangan nilai

Klien memegang peranan penting dalam menilai kualitas tingkah lakunya sendiri dan menentukan apa yang harus dilakukan untuk mngatasi kegagalannya. Menurut terapi realitas, perubahan hanya bisa dilihat dan dinilai dari tingkah laku klien. Oleh karena itu, perlu dibuat beberapa ketentuan tentang sifat-sifat konstruktif dan destruktif sehingga klien menjadi sadar bahwa mereka tidak akan

60

(55)

45

memperoleh apa yang mereka inginkan apabila bertindak destruktif, begitu pula sebaliknya.

4) Tidak menekankan transferensi

Konselor harus memunculkan keberadaan dirinya yang sejati, bukan sebagai figur ayah atau ibu seperti dalam konsep psikoanalisis. Klien bukan mengharapkan adanya pengulangan di masa lampau tetapi menjalin keterlibatan yang memuaskan dengan orang lain dalam keberadaan mereka saat ini sehingga konselor hanya dituntut untuk membangun hubungan yang personal dan tulus.

5) Mengacu pada aspek kesadaran bukan aspek ketidaksadaran

Terapi realitas menegaskan bahwa aspek ketidak sadaran adalah bentuk penolakan dari tanggung jawab klien terhadap kenyataan. Oleh karena itu, aspek kesadaran akan memungkinkan klien untuk melihat bahwa kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi karena ia tidak beranggung jawab dan tidak realistis.

6) Menghapus konsep pemberian hukuman

Glesser mengatakan bahwa efek hukuman tidak efektif dan dapat merusak terapi. Glesser menganjurkan agar konselor harus membiarkan klien merasakan konsekuensi yang wajar dari tingkah lakunya.

7) Menekankan tanggung jawab pada diri individu

(56)

46

mengurangi kemampuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan mereka. Mengajarkan tanggung jawab pada klien adalah inti dari terapi realitas.61

f. Teknik Terapi Realitas

Terapi realitas bisa ditandai sebagai terapi yang aktif secara verbal. Prosedur-prosedurnya difokuskan pada kekuatan-kekuatan dan potensi-potensi klien yang dihubungkan dengan tingkah lakunya sekarang dan usahanya untuk mencapai keberhasilan pada hidup. Dalam membantu klien untuk menciptakan identitas keberhasilan, teknik-teknik yang dapat dilakukan sebagai berikut:

1) Terlibat dalam permainan peran dengan klien. 2) Menggunakan humor.

3) Mengonfrontasikan klien dan menolak alasan apapun dari klien. 4) Membantu klien merumuskan rencana tindakan secara spesifik. 5) Bertindak sebagai model/guru.

6) Memasang batas-batas dan menyusun situasi terapi.

7) Menggunakan “terapi kejutan verbal” atau sarkasme yang layak untuk

mengonfrontasikan klien dengan tingkah lakunya yang tidak realistis. 8) Melibatkan diri dengan klien untuk mencari kehidupan yang lebih

efektif.

3. Depresi

a. Pengertian Depresi

61

(57)

47

Secara sederhana dapat dikatakan bahwa depresi adalah suatu pengalaman yang menyakitkan, suatu perasaan tidak ada harapan lagi. Depresi adalah satu satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan (afektif, mood) yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, ketiadaan gairah hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya.62

Menurut Atkinson (1991) menjelaskan depresi sebagai suatu gangguan mood yang dicirikan tak ada harapan dan patah hati, ketidakberdayaan yang berlebihan, tak mampu mengambil keputusan memulai suatu kegiatan, tak mampu berkonsentrasi, tak punya semangat hidup, dan mencoba bunuh diri.63

Istilah depresi ditujukan kepada individu yang memiliki karakteristik: selalu merasa sedih, bersikap dingin, kurang memiliki perhatian terhadap lingkungannya dan pesimistik. Dari definisi atau pengertian depresi diatas maka yang dimaksud dengan depresi adalah suatu gangguan kejiwaan pada seseorang yang disertai dengan adanya tanda-tanda dan gejala-gejala spesifik yang mengganggu kewajaran sikap dan tindakan seseorang dan atau pengurangan aktifitas fisik maupun mental.

b. Gejala-gejala Depresi

Gejala depresi pada umumnya adalah:

62

Dadang Hawari, Al-Qur’an Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1998), hal. 54.

63

Gambar

Tabel 4.1   Hasil Analisis Data Berdasarkan Teori BKI dan Pelaksanaan BKI .111
Tabel 1.1 Jenis Data,  Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data
Tabel 3.1 Tingkat Pendidikan Penduduk
Tabel 3.2 Mata Pencaharian Penduduk
+4

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan media pembelajaran bukan hanya dapat menyebabkan proses komunikasi antara guru dan siswa dapat terlaksana dengan baik dan lancar, tetapi dapat

Persaingan pasar shampo pada saat ini sangat kompetitif. Semua perusahaan mencoba untuk bersaing dalam menciptakan produk yang sesuai dengan keinginan

Adapun penyebab miskonsepsi yang dialami oleh siswa dapat berasal dari siswa itu sendiri yaitu berkaitan dengan pengetahuan awal yang dimiliki siswa (prakonsepsi), tahap

(1) Kepala Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 633 huruf a, mempunyai tugas pokok membantu Gubernur dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan di

[r]

Kesan-kesan buruk lain : Tiada kesan yang penting atau bahaya kritikal yang diketahui.

Hasil penelitian ditemui bahwa saksi penyidik atau saksi verbalisan tidak dapat menjadi saksi dalam persidangan karena saksi penyidik atau saksi verbalisan tidak

Pembangunan Rumah Susun Untuk Lokasi Binaan (Lokbin) Rawa Buaya (Struktur dan Arsitektur) - Multi Years Dinas Perumahan dan Gedung Pemda Pembangunan Rusun Pulo Gebang Blok 5