• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK UMKM TANPA SERTIFIKAT HALAL MUI DI SURABAYA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK UMKM TANPA SERTIFIKAT HALAL MUI DI SURABAYA."

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUKUM ISLAM DAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN

KONSUMEN TERHADAP PRODUK UMKM TANPA

SERTIFIKAT HALAL MUI DI SURABAYA

SKRIPSI

Oleh

M. AFIF FATIHUDDIN ZAIN

NIM. C32212084

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Skripsi ini adalah merupakan penelitian lapangan yang berjudul “Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terhadap produk UMKM tanpa sertifikat halal MUI di Surabaya”. Penelitian ini menjawab pertanyaan analisis hukum Islam terhadap produk UMKM tanpa sertifikat halal MUI Jawa Timur di Surabaya dan Analisis Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen terhadap produk UMKM tanpa sertifikat halal MUI jawa timur di Surabaya.

Data penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi, kemudian dianalisis menggunakan pola pikir deduktif untuk mendapatkan kesimpulan yang dianalisis menggunakan hukum Islam dan undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.

Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Pertama, produk UMKM di Surabaya yang tidak ada sertifikat halal atau menggunakan tanda halal yang bukan berasal dari MUI, masih diragukan kehalalannya. Karena belum ada proses penelitian yang dilakukan lembaga yang mempunyai otoritas penetapan kehalalan produk yakni LPPOM MUI. Produk UMKM di Surabaya yang masih

diragukan kehalalannya dapat dikategorikan masuk dalam wilayah shubhat.

Sesuai ijtima’ komisi fatwa majlis ulama Indonesia, produk pangan, obat, dan kosmetika yang belum jelas kehalalannya, wajib dihindari sampai ada kejelasan kehalalan. Karena setiap makanan, minuman, obat-obatan dan kosmetika yang

dalam produksinya melalui proses teknologi hukum asalnya adalah shubhat.

Sedangkan yang kedua, di dalam undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen pasal 8 ayat (1) huruf h mengatur bahwa “pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan halal yang dicantumkan dalam label”. Majlis ulama Indonesia melalui LPPOM MUI telah menyediakan layanan via SMS untuk mengetahui produk yang telah bersertifikat halal. Terhadap produk yang bertanda halal tetapi tidak bersertifikat halal MUI maka dalam hal pengawasan akan ditegur dan dibina oleh Badan Pom.

(7)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

ABSTRAK ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR BAGAN ... xi

DAFTAR TRANSLITERASI ... xii

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 8

C. Rumusan Masalah ... 9

D. Kajian Pustaka ... 9

E. Tujuan Penelitian ... 12

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 12

G. Definisi Operasional ... 13

H. Metodelogi Penelitian ... 14

I. Sistematika Pembahasan ... 19

BAB II : MAKANAN HALAL DALAM ISLAM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK HALAL A. Makanan Halal Dalam Islam ... 21

1. Pengertian Halal ... 21

2. Dasar Hukum Makanan dan Minuman Halal ... 22

(8)

4. Tinjauan Umum Sertifikasi Halal ... 29

B. LPPOM MUI dan Komisi Fatwa... 32

C. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen ... 35

1. Pengertian Perlindungan Konsumen ... 35

2. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen ... 38

3. Hak dan Kewajiban Konsumen Serta Pelaku Usaha ... 39

4. Perlindungan Konsumen Terhadap Produk Halal ... 43

BAB III : USAHA MIKRO KECIL MENENGAH (UMKM) DAN SERTIFIKASI HALAL A. UMKM Makanan dan Minuman di Surabaya ... 48

B. Syarat dan Proses Sertifikasi Halal ... 49

C. Proses Penetapan Fatwa Produk Halal ... 52

D. Sertifikasi Halal Produk UMKM Makanan dan Minuman di Surabaya ... 56

BAB IV : ANALISIS HUKUM BISNIS ISLAM DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK UMKM TANPA SERTIFIKAT HALAL MUI DI SURABAYA A. Analisis Hukum Islam Terhadap Produk UMKM Tanpa Sertifikat Halal MUI Jawa Timur di Surabaya ... 67

B. Analisis Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen terhadap produk UMKM tanpa sertifikat halal MUI jawa timur di Surabaya ... 72

BAB V : PENUTUP A. Kesimpulan ... 76

B. Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA

(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi serta

keberhasilan pembangunan akhir-akhir ini telah merambah seluruh aspek

bidang kehidupan umat manusia, tidak saja membawa berbagai kemudahan,

melainkan juga menimbulkan sejumlah persoalan. Aktivitas yang beberapa

waktu lalu tidak pernah dikenal, atau bahkan tidak pernah terbayangkan, kini

hal itu menjadi kenyataan. Di sisi lain, kesadaran keberagamaan umat Islam di

berbagai negeri, termasuk di Indonesia, pada dasawarsa terakhir ini semakin

tumbuh subur dan meningkat. Sebagai konsekuensi logis, setiap timbul

persoalan, penemuan umat senantiasa bertanya-tanya, bagaimanakah

kedudukan hal tersebut dalam pandangan ajaran dan hukum Islam.

Sejalan dengan terus berkembangnya teknologi proses pengolahan pangan

dan non-pangan, status kehalalan dari produk-produk yang berada di pasaran

menjadi sangat rawan. Hal ini disebabkan proses pengolahan menjadi sangat

kompleks dan melibatkan banyak pihak serta pelaku usaha lain. Proses

produksi di industri akan melibatkan berbagai bahan baku dan bahan tambahan

yang sering didatangkan dari supplier lain. Tidak sedikit bahan tambahan

(10)

2

non-Muslim, sehingga kemungkinan bahan tersebut berstatus haram atau

shubhat. Dalam produksi pengolahan pangan, misalnya banyak digunakan

gelatin, emulsifier, enzim, lemak hewani, bahan baku berbasis daging, flavor

dan sebagainya.1 Bahan bahan tersebut sangat rawan dari segi kehalalannya,

karena bisa dibuat atau mengandung bahan yang diharamkan, seperti babi atau

turunannya, alkohol, atau berasal dari hewan halal yang tidak disembelih sesuai

syariat Islam.

Kehalalan produk pangan merupakan hal yang sangat penting bagi umat

Islam. Untuk itu, umat Islam harus selalu waspada terhadap perkembangan

teknologi pangan yang bisa menghasilkan bermacam-macam produk makanan

melalui proses tertentu, agar terhindar dari produk makanan yang haram.

Dalam hal ini agama Islam menganjurkan bahwa untuk memakan makanan

yang halal lagi baik2. Seperti dalam firman Allah Swt:

                           Artinya:

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”(al-Baqarah: 168).3

1 Jamaludin Mahran, Al-Quran Bertutur tentang Makanan dan Obat-obatan (Yogyakarta: Mitara

Pustaka, 2005), 451.

2 Yusuf Qardawi, Halal-Haram dalam Islam, Wahid Ahmadi et al(Surakarta: Era Intermedia, 2003),

72.

(11)

3

Serta pada surat al-Maidah: 88;





 















 

Artinya:

“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman

kepada-Nya”(al-Maidah: 88).4

Ayat- ayat diatas bukan saja menyatakan bahwa mengkonsumsi yang

halal hukumnya wajib karena perintah agama, tetapi juga menunjukan bahwa

hal tersebut merupakan salah satu bentuk perwujudan dari rasa syukur dan

keimanan kepada Allah Swt. Sebaliknya, mengkonsumsi yang tidak halal

dipandang mengikuti ajaran setan.5

Semakin marak produk makanan dan minuman olahan yang beredar di

masyarakat dengan berbagai merek dan jenisnya. Diantara produk tersebut

sering kali ditemukan produk yang menggunakan bahan haram dan berbahaya

dalam produksinya. Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa ternyata

konsumen sering dihadapkan pada penjualan atau peredaran produk makanan

olahan yang mengandung bahan haram atau dapat menggangu kesehatan.6

Dalam kegiatan produksi dan perdagangan produk pangan dan

4 Ibid., 162.

5 Ibid., 11.

(12)

4

pangan di era globalisasi, masyarakat yang mengkonsumsi, khususnya umat

Islam, perlu diberikan pengetahuan, informasi dan akses yang memadai agar

memperoleh informasi yang benar dan tidak menyesatkan tentang status

kehalalan produk yang dibelinya. Dalam upaya memenuhi harapan masyarakat

muslim khususnya terhadap kepastian kehalalan produk makanan, maka LP

POM MUI mengeluarkan instrumen sertifikat halal bagi setiap produsen yang

mencantumkan label halal pada kemasan produknya. Sertifikasi halal adalah

fatwa tertulis MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan

syari’at Islam. Sertifikat halal ini merupakan syarat untuk mendapatkan ijin

pencantuman label halal pada kemasan produk dari instansi pemerintah yang

berwewenang.7

Secara yuridis, Indonesia sebenarnya cukup produktif dalam membuat

perangkat undang-undang atau peraturan yang memberi perlindungan terhadap

masyarakat. Indonesia sudah memiliki undang-undang Nomor 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen, yang mengatur dan memberikan

perlindungan bagi konsumen. undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen pasal 8 ayat (1) huruf h mengatur bahwa “pelaku

usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa

yang tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana

7 Proyek Pembinaan Pangan Halal Direktorat Jendral Bimbingan Masyrakat Islam dan Penyelenggara

(13)

5

pernyataan halal yang dicantumkan dalam label”.8 Pasal ini menunjukkan,

bahwa setiap konsumen muslim yang merupakan mayoritas konsumen di

Indonesia, berhak untuk mendapatkan barang yang nyaman dikonsumsi

olehnya. Salah satu pengertian nyaman bagi konsumen muslim bahwa barang

tersebut tidak bertentangan dengan syariat Islam, yaitu halal.

Selanjutnya, pada pasal yang sama point c disebutkan bahwa: “konsumen

juga berhak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan

jaminan barang dan/jasa”. Hal ini memberikan pengertian bahwa keterangan

halal yang diberikan oleh pelaku usaha haruslah benar, atau telah teruji terlebih

dahulu. Dengan demikian pelaku usaha tidak dapat dengan serta merta

mengklaim bahwa produknya halal, sebelum melalui pengujian kehalalan dari

lembaga yang berwewenang. Sehingga tidak ada kerugian bagi umat Islam

untuk mengkonsumsi produk yang berlabel halal. Namun dalam praktiknya

pelaku usaha bisa jadi menggunakan tanda halal pada produknya tanpa ada

pemeriksaan dan pengujian. Sehingga memungkinkan bila isi produk tersebut

tidak sesuai pada label yang dicantumkan. Dalam hal ini lembaga yang

berwewenang mengeluarkan sertifikat halal adalah majlis ulama Indonesia

(MUI).9

8 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

9 Keputusan Menteri Agama RI No. 519 Tahun 2001 Tentang Lembaga Pelaksana Pemeriksaan

(14)

6

Hal di atas didukung dengan disahkannya undang-undang jaminan produk

halal. Sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang nomor 33 tahun

2014 tentang Jaminan Produk Halal, pasal 4 disebutkan bahwa “produk yang

masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat

halal”.10 Hal Ini munjukkan bahwa Indonesia telah memberikan perlindungan

terhadap konsumen. Dibentuknya undang-undang tersebut sebagai hukum

positif yang berlaku di Indonesia sekaligus menegaskan sikap Indonesia untuk

mengakui dan melindungi hak-hak konsumen. Namun yang terjadi kemudian,

masih banyak pelanggaran dan kasus-kasus makanan dan minuman haram yang

merugikan masyarakat.

Hasil survei Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyebutkan bahwa dari 30

ribu produk makanan dan minuman yang beredar di pasaran, hanya 30 persen

yang mencantumkan label halal. Ini berarti 70 persen lainnya dikategorikan

tidak jelas atau disebut dengan shubhat dan tidak ada jaminan bahwa makanan

tersebut adalah halal.Meskipun secara prosentase dari tahun ke tahun produk

yang bersertifikat halal mengalami peningkatan, secara total angkanya ternyata

masih cukup kecil. Rendahnya animo sertifikasi halal, terbanyak ada di segmen

UMKM dan pedagang kecil.11 Bakso, misalnya, yang beberapa pekan lalu

sempat membuat heboh masyarakat, dengan ditemukannya campuran daging

10 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2014 Tentang Jaminan Produk Halal. 11 http://www.halalmui.org/newMUI/index.php/main/detil_page/8/1254/8/1.ht2/270 di akses 26 april

(15)

7

babi sebagai bahan bakso. Oleh karena itu, status kehalalan dari produk-produk

olahan yang sering dikonsumsi umat Islam perlu diperiksa untuk memastikan

bahwa dalam proses produksinya tidak terdapat bahan yang haram, tercemar

bahan haram atau yang diragukan kehalalannya.12

Dari haril observasi penulis di lapangan, dapat diketahui produk yang

dihasil oleh UMKM yang ada di car free day Surabaya belum bersertifikat

halal, di antaranya sinom, kebab, dan keripik usus. Produk-produk tersebut

berkemasan dan sudah beredar dipasaran. Bahkan pemasarannya sudah ada

yang sampai luar kota Surabaya. Meskipun begitu produk produk tersebut

belum bersertifikat halal. Bahkan banyak juga pelaku usaha yang hanya

asal-asalan menggunakan tanda halal tanpa adanya pemeriksaan dari lembaga yang

otoritas penetapan produk halal.

Rendahnya minat pelaku usaha melakukan sertifikasi disebabkan

beberapa alasan. Seperti pemahaman dan kepedulian pedagang tentang halal

masih sangat sederhana. Serta pengurusan izin untuk mendapatkan sertifikat

halal yang rumit dan memerlukan biaya yang cukup besar.13 Dalam persepsi

mereka, sepanjang tidak secara langsung menjual makanan bercampur daging

babi/celeng, maka produk yang mereka jual otomatis halal. Padahal, seiring

dengan perkembangan teknologi, babi/celeng dan turunannya bisa merasuk ke

12 Lukman hakim, Prinsip-prinsip Ekonomi Islam (Surakarta : Erlangga, 2012), 75. 13Hadi, (produsen)

(16)

8

hampir semua bahan pangan, misalnya kecap, bumbu masak, minyak goreng,

dan sebagainya.

Berdasarkan permasalahan banyaknya produk UMKM yang belum

bersertifikat halal, dan penggunaan tanda halal tanpa adanya pemeriksaan dari

lembaga yang berwewenang, sehingga belum menjaminan bagi konsumen

muslim, maka penulis bermaksud melakukan penelitian dengan judul “ Analisis

Hukum Islam dan Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan

konsumen terhadap produk UMKM tanpa sertifikat halal MUI di Surabaya”

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka masalah yang dapat di identifikasi pada

penelitian ini adalah:

1. Pencatuman label halal yang bukan berasal dari MUI.

2. Produk UMKM yang tidak ber label halal MUI.

3. Penerapan hukum Islam terhadap produk UMKM tanpa sertifikat halal

MUI di Surabaya.

4. Perlindungan konsumen terhadap produk UMKM tanpa sertifikat halal

MUI Jawa Timur di Surabaya.

Berdasarkan identifikasi masalah dan kemampuan penulis dalam

mengidentifikasi masalah, maka dalam penelitian ini akan dilakukan

(17)

9

1. Analisis hukum Islam terhadap produk UMKM tanpa sertifikat halal MUI

Jawa Timur di Surabaya.

2. Perlindungan konsumen terhadap produk UMKM tanpa sertifikat halal

MUI Jawa Timur di Surabaya.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap produk UMKM tanpa sertifikat

halal MUI Jawa Timur di Surabaya ?

2. Bagaimana analisis Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen terhadap produk UMKM tanpa sertifikat halal

MUI Jawa Timur di Surabaya ?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian

yang sudah dilakukan di seputar masalah yang diteliti, sehingga terlihat jelas

bahwa kajian yang sedang dilakukan ini tidak merupakan pengulangan atau

duplikasi dari kajian atau penelitian yang ada.14 Setelah penulis menelusuri

kajian sebelumnya, penulis menemukan skripsi yang membahas kajian yang

berkaitan dengan jual beli tanpa label halal MUI:

14Surat Keputusan Dekan Fak. Syari’ah Dan Hukum UIN Sunan Ampel, Petunjuk Teknis Penulisan

(18)

10

Pertama, penelitian yang dilakukan oleh Mohammad kholiq15, dengan

judul “Studi Analisis Terhadap Produk Makanan dan Minuman Yang Belum

Bersertifikat Halal (studi kasus pada IKM dikota Semarang)”. Penelitian ini

untuk menjawab pertanyaan Apa hukum produk makanan dan minuman olahan

yang belum bersertifikat halal. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah

bahwa produk makanan dan minuman olahan yang belum bersertifikat halal

merupakan produk yang hukumnya tidak jelas halal atau haramnya. Hal ini

didasarkan pada beberapa alasan. Pertama, produk makanan atau minuman

olahan tidak diketahui secara jelas bahan dan asal bahan yang digunakan dalam

pengolahannya, apakah halal atau tidak. Kedua, secara teknis produk tersebut

tidak diketahui secara jelas bagaimana proses produksi atau pengolahannya.

Bisa saja tercampur bahan haram atau najis atau diolah dengan cara yang tidak

sesuai dengan ketentuan halal dalam syari’at Islam. maka produk makanan dan

minuman olahan yang tidak jelas halal haramnya sebaiknya dihindari untuk

mencegah timbulnya bahaya/kerugian dari produk tersebut.

Kedua, penelitian yang dilakuakan Mazia Ulfa16, “Analisis Fatwa Majlis

Ulama Indonesia Jawa Tengah tentang Sertifikasi Halal pada Produk Makanan

Roti Basah Swiss Bakery”. Penelitian ini untuk menjawab pertanyaan metode

istimbath Hukum Majelis Ulama Indonesia Jawa Tengah tentang sertifikasi

15 Mohammad kholiq, “Studi Analisis Terhadap Produk Makanan dan Minuman Yang Belum

Bersertifikat Halal (studi kasus pada IKM di kota Semarang)’’ (Skripsi--IAIN Walosongo Semarang, 2010).

16Mazia Ulfa, “Analisis Fatwa Majlis Ulama Indonesia Jawa Tengah tentang Sertifikasi Halal pada

(19)

11

halal pada produk makanan roti basah Swiss Bakery. Hasil dari penelitian ini

adalah menyatakan kehalalan pada produk roti Swiss Bakery setelah mendapat

laporan secara jelas dan terperinci serta didukung oleh data-data otentik

berkaitan dengan bahan yang digunakan Perusahaan Swiss Bakery dalam

membuat roti basah. Kejelasan dilakukan melalui audit dilokasi tempat

produksi dan melihat langsung dan mencocokan dan meneliti semua

bahan-bahan yang digunakan oleh perusahaan.

Ketiga, penelitian yang dilakukan Mohammad Ababilil17, “Sertifikasi

Halal terhadap Produk Impor dalam Prespektif Majelis Ulama Indonesia dan

Badan Pengawas Obat dan Makanan”. Penelitian ini untuk menjawab,

bagaimana tinjauan umum tentang sertifikasi halal terhadap produk impor

menurut MUI. Hasil penelitian ini adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI)

melalui LPPOM MUI dan Komisi Fatwa telah berhasil membantu Pemerintah

untuk mencegah dan menanggulangi adanya kecurangan produsen atau

importer berbuat melawan hukum. Adapun kegiatan Labelisasi Halal dikelola

oleh Badan POM sudah sangat tepat dan memberikan jaminan perlindungan

dan kepastian hukum produk pangan halal karena sudah melalui proses yang

panjang antara lain adanya system jaminan halal (SJH) oleh perusahaan, audit

oleh LPPOM dan Komisi fatwa.

17 Mohammad Ababilil,” Sertifikasi Halal terhadap Produk Impor dalam Prespektif Majelis Ulama

(20)

12

Setelah mengkaji penelitian-penelitian sebelumnya, bahwa terdapat

perbedaan dari penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan oleh

penulis kali ini, Dari Penelitian terdahulu membahas tentang fatwa sertifikat

halal oleh Majlis Ulama Indonesia, sedangkan penelitian ini membahas

analisis hukum Islam dan Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang

perlindungan konsumen terhadap produk UMKM tanpa sertifikat halal MUI di

Surabaya” Jadi tidak hanya hukum Islam tetapi juga analisis dari

Undang-Undang perlindungan konsumen.

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui pandangan hukum Islam terhadap produk UMKM tanpa

sertifikat halal MUI Jawa Timur di Surabaya.

2. Untuk mengetahui Perlindungan konsumen terhadap produk UMKM tanpa

sertifikat halal MUI Jawa Timur di Surabaya.

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, ada beberapa kegunaan yang dapat

diambil secara teoritis maupun praktis, yakni sebagai berikut :

1. Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan bisa menjadi salah satu pedoman kehalalan

(21)

13

b. Menjadi Bahan referensi untuk penelitian selanjutnya yang berkaitan

dengan label halal.

2. Praktis

a. Penelitian ini juga diharapkan berguna bagi UIN Sunan Ampel

Surabaya pada umumnya sebagai pengembangan keilmuan, khususnya

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Ekonomi Syariah

(Muamalah).

b. Secara praktis penelitian ini dapat dijadikan wawasan pengetahuan

bagi penulis pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, serta

dapat dijadikan sebagai acuan bagi para pelaku bisnis dalam penerapan

hukum Islam khususnya menyangkut hukum makanan dan minuman.

G. Definisi Operasional

Penelitian ini berjudul “ Analisis hukum Islam dan Undang-Undang

nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen terhadap produk UMKM

tanpa sertifikat halal MUI di Surabaya” Beberapa istilah yang perlu

mendapatkan penjelasan dari judul tersebut adalah :

1. Hukum Islam: Peraturan dan ketentuan yang berdasarkan atas al-Qur’an

dan hadits serta pendapat para fuqoha’ yang mengikat bagi seluruh umat

(22)

14

2. Perlindungan konsumen: Segala upaya yang menjamin adanya kepastian

hukum untuk member perlindungan kepada konsumen. Dalam hal, ini yang

dimaksud perlindungan terhadap konsumen pada produk UMKM tanpa

sertifikat halal MUI di Surabaya.

3. Produk UMKM: Makanan dan minuman olahan yang dihasilkan oleh

pelaku usaha yang berskala mikro, kecil dan menengah. Dalam skripsi ini di

khususkan pada produk Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di

Surabaya.

4. Sertifikat halal: Fatwa tertulis dari majelis ulama Indonesia (MUI) yang

menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syari'at Islam.

H. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian tentang “Analisis Hukum Islam dan Undang-Undang

nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen terhadap produk

UMKM tanpa sertifikat halal MUI di Surabaya” merupakan penelitian

yang field research (penelitian lapangan) yakni penelitian yang dilakukan

dalam kehidupan sebenarnya. Objek penelitian ini adalah pelaku usaha

mikro kecil menegah yang belum mempunyai serifikat halal, sedangkan

subjek penelitian adalah pihak majlis ulama Indonesia sebagai lembaga

(23)

15

2. Sumber Data

Untuk menggali kelengkapan data tersebut, maka diperlukan sumber-

sumber data berikut :

a. Sumber primer : Data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di

lapangan. Data ini diperoleh penulis secara langsung dari wawancara

kepada para pihak yang terlibat antara lain:

1. Pelaku usaha mikro kecil menengah.

2. Konsumen.

3. LP POM MUI Jawa Timur.

b. Sumber sekunder : Data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang

yang telah melakukan penelitian dari sumber- sumber yang telah ada

baik dari perpustakaan atau dari laporan- laporan penelitian

terdahulu.18 Adapun literatur yang berhubungan dengan pembahasan

seputar masalah ini :

1. Al-Qur’an.

2. Himpunan fatwa MUI.

3. Pedoman labelisasi halal, departemen agama RI.

4. Panduan sertifikasi halal, departemen agama RI.

5. Sistem prosedur penetapan fatwa produk halal, departemen agama

RI.

(24)

16

6. Hukum perlindungan konsumen, Zulham.

7. Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan

konsumen.

3. Teknik Pengumpulan Data

Secara lebih detail teknik pengumpulan data dalam penelitian ini

sebagai berikut :

a. Observasi

Pengambilan data dengan cara mengamati secara langsung

terhadap objek yang diteliti.19 Dalam penelitian ini, observasi

dilakukan dengan cara terjun langsung ke tempat pelaku usaha mikro

kecil menengah.

b. Wawancara

Wawancara atau interview yaitu pengumpulan data dengan cara

berbicara atau berdialog langsung kepada sumber objek penelitian.

Dalam penelitian ini, dilakukan dengan cara wawancara langsung

kepada pelaku usaha, konsumen, dan pihak majlis ulama Indonesia.

c. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data yang tidak

langsung ditujukan pada subyek penelitian, namun melalui

(25)

17

dokumen.20 Penggalian data ini dengan cara menelaah dokumen-

dokumen atau arsip-arsip serta data yang berhubungan dengan

prosedur untuk mendapatkan sertifikat halal MUI.

4. Teknik Pengolahan Data

Setelah semua data, baik itu dari segi penelitian lapangan maupun

hasil pustaka terkumpul, maka dilakukan analisa data secara kualitatif

dengan tahapan- tahapan sebagai berikut :

1. Organizing, yaitu menyusun sistematika data dari proses awal hingga

akhir tentang produk UMKM tanpa sertifikat halal MUI di Surabaya.

2. Editing, yaitu merupakan salah satu upaya untuk memeriksa

kelengkapan data yang dikumpulkan. Teknik ini digunakan untuk

meneliti kembali data-data yang diperoleh.21 Hal tersebut dilakukan

untuk memeriksa kembali data-data tentang analisis hukum Islam dan

undang-undang perlindungan konsumen terhadap praktek jual beli

produk UMKM tanpa sertifikat halal MUI di Surabaya.

5. Teknik Analisis Data

Menurut Patton sebagaimana dikutip oleh Lexi J. Moleong dalam

Masruhan mengartikan analisis data sebagai proses mengatur urutan data,

20 M. Iqbal Hasan, Metodologi Penelitian Dan Aplikasinya (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002), 87. 21 Soeratno, Metode Penelitian untuk Ekonomi dan Bisnis, (Yogyakarta: UUP AMP YKPM, 1995),

(26)

18

mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian

dasar.22

Penelitian ini bersifat kualitatif yaitu data yang berupa informasi

nyata dilapangan dan data yang dipahami sebagia data yang tidak bisa di

ukur atau dinilai dengan angka secara langsung23, dengan menggunakan

analisis deskriptif, kegiatan pengumpulan data dengan menuliskan sebagai

mana adanya. Tidak diiringi dengan ulasan atau pandangan analisis dari

penulis. Yang bertujuan untuk menggabarkan atau mendeskripsikan

tentang produk UMKM tanpa sertifikat halal MUI ditinjau dari hukum

Islam dan Undang-Undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan

konsumen.

Dalam mendeskripsikan tersebut digunakan alur berfikir dedukrif

yaitu dari analisis hukum Islam dan Undang-Undang nomor 8 tahun 1999

tentang perlindungan konsumen terhadap produk UMKM tanpa sertifikat

halal MUI di Surabaya, dijelaskan secara sepesifik kemudian ditarik

kesimpulan.

22 Masruhan, Metodologi Penelitian Hukum (Surabaya: Hilal Pustaka, 2013), 289.

23 Andi Pratowo, Menguasai Teknik-Teknik Koleksi Data Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Diva

(27)

19

I. Sistematika Pembahasan

Penulisan skripsi nantinya akan dibagi dalam beberapa bab yang

terdiri dari lima bab yaitu :

Bab pertama pendahuluan, yang berisi latar belakang masalah,

identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,

kegunaan hasil penelitian, kajian pustaka, definisi operasional, metode

penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua mengemukakan tentang makanan halal dalam Islam dan

perlindungan konsumen terhadap produk halal meliputi; Pengertian halal,

Dasar hukum makanan dan minuman halal, Kriteria Halal Pada Makanan dan

minuman, LPPOM MUI dan komisi Fatwa dan, Pengertian perlindungan

konsumen, Asas dan tujuan perlindungan konsumen, Hak dan kewajiban bagi

produsen/konsumen serta perlindungan konsumen terhadap produk halal.

Bab ketiga berisi tentang sertifikasi halal produk UMKM di Surabaya

dan Sertifikasi halal yang meliputi; tentang Gambaran umum produk

UMKM, Syarat dan prosedur sertifikasi halal, Prosedur penetapan fatwa

produk halal, sertifikasi halal pada produk UMKM makanan dan minuman di

Surabaya

Bab keempat, membahas dan menganalisa hasil-hasil yang didapat

dari data penelitian. Bab ini berisi tentang perlindungan konsumen terhadap

(28)

20

Undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen terhadap

produk UMKM tanpa sertifikat halal MUI di Surabaya”

Bab kelima, merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dari hasil

(29)

BAB II

MAKANAN HALAL DALAM ISLAM DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PRODUK HALAL

A. Makanan Halal Dalam Islam

1. Pengertian Halal

Kata halal berasal dari bahasa Arab yang berarti melepaskan, tidak

terikat, dibolehkan. Secara etimologi halal berarti hal-hal yang boleh dan

dapat dilakukan kerena bebas atau tidak terikat dengan

ketentuan-ketentuan yang melarangnya.1Sedangkan dalam ensiklopedi hukum Islam

yaitu segala sesuatu yang menyebabkan seseorang tidak dihukum jika

menggunakannya, atau sesuatu yang boleh dikerjakan menurut syara’.2

Dalam undang-undang nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan

Iklan, yang di maksud pangan halal adalah pangan yang tidak

mengandung unsur atau bahan yang haram atau dilarang untuk

dikonsumsi umat Islam, baik yang menyangkut bahan baku, bahan

tambahan pangan, bahan bantu dan bahan penolong lainnya termasuk

bahan pangan yang diolah melalui proses rekayasa genetika dan iridasi

pangan dan pengelolaanya dilakukan sesuai dengan ketentuan hukum

agama Islam.3

Sedangkan dalam buku petunjuk teknis pedoman sistem produksi

(30)

22

halal yang diterbitkan oleh Departemen Agama disebutkan makanan

adalah barang yang dimaksudkan untuk dimakan atau diminum oleh

manusia, serta bahan yang digunakan dalam produksi makanan dan

minuman. Sedangkan halal adalah sesuatu yang dibolehkan menurut

ajaran Islam.4 Jadi dapat disimpulkan makanan dan minuman halal adalah

makanan dan minuman yang baik, yang dibolehkan memakan atau

meminumnya menurut ajaran Islam yaitu sesuai dengan yang

diperintahkan dalam al-Quran dan hadits.

2. Dasar Hukum Makanan dan Minuman Halal

Prinsip pertama yang ditetapkan Islam adalah bahwa pada asalnya

segala sesuatu yang diciptakan Allah itu halal dan mubah, tidak ada yang

haram, kecuali jika ada nash (dalil) yang shahih (tidak cacat

periwayatannya) dan sharih (jelas maknanya) yang mengharamkan.5 Para

ulama, dalam menetapkan segala sesuatu asalnya boleh, merujuk kepada

al-Quran surat al-Baqarah ayat 29:

                         Artinya:

Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh

4 Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal Direktorat Bimbingan Masyarakat Islam dan

Penyelenggara Haji, Petunjuk Teknis Sistem Produksi Halal (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), 3.

(31)

23

langit. dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.6

Pada dasarnya semua makanan dan minuman yang berasal dari

tumbuh-tumbuhan, sayur-sayuran, buah-buahan dan hewan adalah halal,

kecuali yang beracun dan membahayakan nyawa manusia. Para ulama

sepakat bahwa semua makanan dan minuman yang ditetapkan al-Quran

keharamannya adalah haram hukum memakannya, baik banyak maupun

sedikit.7

Dasar hukum tentang makanan dan minuman halal antara lain :

a.Al-Quran:                        Artinya:

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata

bagimu”. (Al-Baqarah: 168)8

                    Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah,

jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah”. (An-Nahl: 114)9

                 

(32)

24

Artinya:

Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang

kamu beriman kepada-Nya. (Al-Maidah: 88)10

b. Hadist Rasulullah Saw:

َلاَق َةَرْ يَرُ يَِأ ْنَع

:

ُهَا هَََ يهَا ُلوُسَر َلاَق

:

ا اَاُ يَأ

َبْقَ ي ََ ٌبي يَط َهَا هنيإ ُساهنل

ُل

هَيإ

َ ف َنيََسْرُمْلا يهيب َرَمَأ اَيِ َنينيمُْْمْلا َرَمَأ َهَا هنيإَو اًبي يَط

َلاَق

نيم اوَُُك ُلُسُرلا اَاُ يَأ اَي

َنوََُمْعَ ت اَيِ ي ّيإ اًيِاََ اوََُمْعاَو يتاَبي يهطلا

ٌ ييََع

َلاَقَو

اوَُُك اوُنَمآ َنييذهلا اَاُ يَأ اَي

نيم

ي يهطلا

يتاَب

ْ ُكاَنْ قَزَر اَم

ْشَأ َرَفهسلا ُلييطُي َلُجهرلا َرَكَذ هُُ

لا ََيإ يهْيَدَي ُدََُ َرَ بَْْأ َثَع

يءاَمهس

ي بَر اَي ي بَر اَي

ٌماَرَح ُهُمَعْطَمَو

َح ُهُسَبََْمَو ٌماَرَح ُهُبَرْشَمَو

هََََف يماَرَِْايب َييذَُْو ٌماَر

َكيلَذيل ُباَجَتْسُي

Artinya:

“Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu baik. Dia tidak akan menerima sesuatu melainkan yang baik pula. Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang mukmin seperti yang diperintahkan-Nya kepada para Rasul. Firman-Nya: 'Wahai para Rasul! Makanlah makanan yang baik-baik (halal) dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.' Dan Allah juga berfirman: 'Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah rezeki yang baik-baik yang Telah menceritakan kepada kami telah kami rezekikan kepadamu.'" Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menceritakan tentang seroang laki-laki yang telah lama berjalan karena jauhnya jarak yang ditempuhnya. Sehingga rambutnya kusut, masai dan berdebu. Orang itu mengangkat tangannya ke langit seraya berdo'a: "Wahai Tuhanku, wahai Tuhanku." Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dengan makanan yang haram, maka bagaimanakah Allah akan

memperkenankan do'anya?." (HR. Muslim)11

10 Ibid., 162.

(33)

25

Sebagian rahmat Allah kepada umat manusia adalah bahwa Allah

tidak membiarkan hambanya dalam kebimbangan tentang halal dan

haram. Sebaliknya Allah menjelaskan yang halal dan menguraikan yang

haram. Ada wilayah diantara yang jelas-jelas halal dan yang jelas-jelas

haram, yaitu wilayah shubhat.12 Bagi sebagian orang beberapa masalah

halal dan haram tidak begitu jelas. Karena ketidak jelasan dalil-dalil dan

kebimbangan dalam menerapkan nash dalam realita kehidupan. Islam

menekankan sikap wara‘, yakni bahwa seorang muslim hendaknya

menghindari hal-hal yang shubhat, supaya tidak terjerumus ke dalam hal

yang haram.13 Prinsip ini didasari oleh sabda Rasulullah Saw:

ْنَع

يناَمْعُ نلا

ينْب

ٍي يشَب

َلاَق

ُهُتْعيََ

ُتْعيمَسُلوُقَ ي

َلوُسَر

يهَا

هَََ

ُهَا

يهْيَََع

َسَو

َ هَ

ُلوُقَ ي

ىَوَْأَو

ُناَمْعُ نلا

يهْيَعَ بَْيإيب

ََيإ

يهْيَ نُذُأ

هنيإ

َََِْا

َل

ٌي نَ ب

هنيإَو

َماَرَِْا

ٌي نَ ب

َ بَو

اَمُاَ نْ ي

ٌتاَايبَتْشُم

ََ

هنُاُمََْعَ ي

ٌييثَك

ْنيم

يساهنلا

ْنَمَف

َقه تا

ُشلا

يتاَاُ ب

َأَرْ بَتْسا

يهينييديل

يعَو

يهيضْر

ْنَمَو

َعَقَو

يف

يتاَاُ بُشلا

َعَقَو

يف

يماَرَِْا

ييعاهرلاَك

َعْرَ ي

َلْوَح

َميِْا

ُكيشوُي

ْنَأ

َعَتْرَ ي

يهييف

َََأ

هنيإَو

ي لُكيل

ٍكيََم

ًيِ

َأ

ََ

هنيإَو

َيِ

يهَا

ُهُميراََُ

Artinya:

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdullah bin Numair Al Hamdani telah menceritakan kepada kami Ayahku telah menceritakan kepada kami Zakaria dari As Sya'bi dari An Nu'man bin Basyir dia berkata, "Saya mendengar dia berkata, "Saya pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda -Nu'man sambil menujukkan dengan dua jarinya kearah telinganya-: "Sesungguhnya yang halal telah nyata (jelas) dan yang haram telah nyata. Dan di antara keduanya ada perkara yang tidak jelas, yang tidak diketahui kebanyakan orang, maka barangsiapa menjaga dirinya dari melakukan perkara yang meragukan, maka selamatlah agama dan harga dirinya, tetapi siapa yang terjatuh dalam perkara syubhat, maka dia terjatuh kepada keharaman. Tak ubahnya seperti gembala yang

(34)

26

menggembala di tepi pekarangan, dikhawatirkan ternaknya akan masuk ke dalamnya. Ketahuilah, setiap raja itu memiliki larangan,

dan larangan Allah adalah sesuatu yang diharamkannya.14

3. Kriteria Makanan dan Minuman Halal

Dalam hal makanan, ada dua pengertian yang bisa dikategorikan

kehalalannya yaitu halal dalam mendapatkannya dan halal dzat atau

subtansi barangnya. Halal dalam mendapatkannya maksudnya adalah

benar dalam mencari dan memperolehnya. Tidak dengan cara yang haram

dan tidak pula dengan cara yang batil.15 Jadi, makanan yang pada

dasarnya dzatnya halal namun cara memperolehnya dengan jalan haram

seperti: hasil riba, mencuri, menipu, hasil judi, hasil korupsi dan

perbuatan haram lainnya, maka berubah status hukumnya menjadi

makanan haram.16

Dalam al-Qur’an makanan yang di haramkan pada dasarnya hanya

ada empat, sebagaimana dalam surat al-Baqarah ayat 173:

                                      Artinya:

“Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi Barangsiapa dalam Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)

14Muslim, Kitab Muslim, Hadist No. 2996, (Lidwah Pustaka i-Software-Kitab Sembilan Imam).

(35)

27

melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya

Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(al-Baqarah:173)17

Ayat diatas menerangkan bahwa makanan yang diharamkan itu ada

empat macam, yaitu:

1. Bangkai, yang termasuk kategori bangkai adalah hewan yang mati

dengan tidak disembelih, termasuk didalamnya yang mati tercekik,

dipukul, jatuh, ditanduk atau diterkam oleh hewan buas.

2. Darah, maksudnya adalah darah yang mengalir dari hewan yang

disembelih.

3. Daging babi, apapun yang berasal dari babi hukumnya haram baik

darah, daging, tulang dan seluruh bagian tubuh babi.

4. Binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah.18

Sedangkan minuman yang diharamkan adalah semua bentuk

khamr (minuman berakhohol), sebagaimana firman Allah Swt:

                     Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan”.

(Al-Maidah: 90)19

Larangan mengenai minuman khamr juga terdapat dalam hadits

Rasulullah Saw yang berbunyi:

17 Depag RI, Al-Qur’an dan..., 32.

(36)

28

هَِ ْنَع يهَا ُدْبَع اَنَرَ بْخَأ َلاَق ٍرْصَن ُنْب ُدْيَوُس اَنَرَ بْخَأ

َ ثهدَح َلاَق ٍدْيَز ينْب يدا

ُبوُيَأ اَن

ْنَع

َ هََسَو يهْيَََع ُهَا هَََ ي يبهنلا ْنَعَرَمُع ينْبا ْنَع ٍعيفاَن

يكْسُم ُلُكَو ٌماَرَح ٍريكْسُم ُلُك َلاَق

ٍر

ٌرََْ

Artinya:

“Telah mengabarkan kepada kami Suwaid bin Nashr ia berkata; telah mengabarkan kepada kami Abdullah dari Hammad bin Zaid ia berkata; telah menceritakan kepada kami Ayyub dari Nafi' dari Ibnu Umar dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Setiap yang memabukkan adalah haram, dan setiap yang

memabukkan adalah khamer." (HR. Nasai)20

Menurut dalil-dalil di atas, benda yang termasuk kelompok haram

lizathi (zatnya) sangat terbatas, yaitu darah yang mengalir, daging babi

dan alkohol (khamr), sedangkan sisanya termasuk kedalam kelompok

haram lighoirihi yaitu cara memperolehnya tidak sejalan dengan

syari’at Islam seperti mencuri, korupsi dan lain-lain.21 Kriteria

makanan halal menurut para ahli di LP POM MUI didasarkan pada

bahan baku yang digunakan, bahan tambahan, bahan penolong, proses

produksi dan jenis pengemas produk makanan.22 Produk halal yang

dimaksud adalah :

a. Tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi.

b. Tidak mengandung bahan yang diharamkan seperti

bahan-bahan yang berasal dari organ manusia, darah, kotoran-kotoran

dan lain sebagainya.

(37)

29

c. Semua bahan yang berasal dari hewan halal yang disembelih

menurut tata cara syari’at Islam.

d. Semua tempat penyimpanan, tempat penjualan, pengolahan dan

transportasinya tidak boleh digunakan untuk babi. Jika pernah

digunakan untuk babi barang yang tidak halal lainnya terlebih

dahulu harus dibersihkan dengan tatacara yang diatur dalam

syari’at Islam.

e. Semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar.23

Jadi dapat disimpulkan bahwa syarat-syarat produk pangan halal

menurut syariat Islam adalah :

a. Halal dzatnya

b. Halal cara memperolehnya

c. Halal dalam memprosesnya

d. Halal dalam penyimpanannya

e. Halal dalam pengangkutannya

f. Halal dalam penyajiannya.24

4. Tinjauan Umum Sertifikasi halal

Jaminan kehalalan suatu produk pangan dapat diwujudkan

diantaranya dalam bentuk sertifikasi halal. Dengan sertifikasi tersebut

23 Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat

Islam dan Penyelenggara Haji, Panduan Sertifikasi Halal, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2003), 2.

24 Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat

(38)

30

produsen dapat mencantumkan label halal pada kemasannya. Pengaturan

penggunaan produk halal di Indonesia, memiliki dua hal yang terkait, yaitu

sertifikasi dan labelisasi halal. Sertifikasi halal adalah adalah fatwa tertulis

MUI yang menyatakan kehalalan suatu produk sesuai syariat Islam melalui

pemeriksaan yang terperinci oleh LP POM MUI. Sertifikasi halal ini

merupakan syarat izin pencantuman label halal pada kemasan dari instansi

pemerintah yang berwenang yaitu Badan POM. Adapun labelisasi halal

adalah perizinan pemasangan kata “halal” pada kemasan produk dari suatu

perusahaan oleh Badan POM. Izin pencantuman label halal pada kemasan

produk makanan yang dikeluarkan oleh Badan POM didasarkan

rekomendasi MUI dalam bentuk sertifikat halal MUI. Sertifikat halal MUI

dikeluarkan oleh MUI berdasarkan hasil pemeriksaan LP POM MUI.25

Pemegang sertifikat halal MUI bertanggung jawab untuk memelihara

kehalalan produk yang diproduksinya. Masa berlaku sertifikat halal adalah

2 (dua) tahun yang selanjutnya dapat diperbarui. Ketentuan tersebut

dimaksudkan untuk menjaga konsistensi selama berlakunya sertifikat.

Sertifikat yang sudah berakhir masa berlakunya, tidak boleh digunakan atau

dipasang untuk disalahgunakan.26 Pencabutan sertifikasi halal dapat

dilakukan LPPOM MUI jika pelaku usaha tidak bisa menjaga kehalalan

produknya atau terbukti mengedarkan produk yang dilarang untuk

dikonsumsi umat muslim. Dalam hal ini LPPOM akan melakukan teguran

25 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana, 2013), 112-113.

26 Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat

(39)

31

dan pembinaan kepada pelaku usaha untuk mentaati sistem jaminan halal

yang sudah dibuat. Apabila masih tidak bisa mentaati peraturan yang

dibuat dengan LPPOM dan terbukti melakukan pelanggaran dalam

menyalahgunakan sertifkat halal maka dapat dikenakan sanksi pidana

sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.27

Jaminan kehalalan suatu produk pangan diwujudkan dalam dalam

bentuk sertifikat halal yang menyertai suatu produk pangan, Sebelum

produsen mengajukan sertifikat halal bagi produknya, maka terlebih

dahulu diisyaratkan untuk menyiapkan hal-hal sebagai berikut:

1. Produsen menyiapkan suatu sistem jaminan halal.

2. Sistem jaminan halal tersebut harus didokumentasikan secara jelas

dan rinci.

3. Sistem jaminan halal ini diuraikan dalam bentuk panduan halal.

Tujuan membuat panduan halal sebagai rujukan tetap dalam

melaksanakan dan memelihara kehalalan produk.

4. Produsen menyiapkan prosedur baku Pelaksanaan (Standard

Operating Prosedur) untuk mengawasi setiap proses yang kritis

agar kehalalan produknya terjamin.

5. Selain itu perusahaan harus mengangkat minimum seorang

Auditor Halal Internal yang beragama Islam dan berasal dari

bagian yang terkait dengan produksi halal serta melakukan

pemeriksaan internal untuk mengevaluasi apakah Sistem Jaminan

27Bagian Proyek Sarana dan Prasarana Produk Halal Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat

(40)

32

Halal yang menjamin kehalalan tersebut dilakukan sebagaimana

mestinya.28

B. LPPOM MUI dan Komisi Fatwa

Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis

Ulama Indonesia (LPPOM MUI) merupakan lembaga yang dibentuk oleh

Majelis Ulama Indonesia yang mempunyai fungsi utama melaksanakan

sertifikasi halal. Kelahiran LPPOM MUI berangkat dari kesadaran bahwa

perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, utamanya berkaitan dengan

perkembangan bidang teknologi pangan telah menyebabkan masalah

kehalalan menjadi komplek sehingga tidak setiap orang muslim mampu

mengetahuinya. Hal ini karena untuk mengetahuinya diperlukan

pengetahuan yang memadai baik dari aspek teknologinya maupun

kaidah-kaidah hukum syariat Islam.

LPPOM MUI Provinsi Jawa Timur semula bernama Lembaga

Pengujian, Pemantauan, Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan

Kosmetika (LP4OK) MUI Jawa Timur. Dibentuk pada tanggal 29 Juni 1995

yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Provinsi Jawa Timur No. 2630/MUI/JTM/95 tanggal 29 Juni 1995\. Pada

tanggal 3 September 1995 nama LP4OK diubah menjadi LPPOM

(41)

33

MUI Provinsi Jawa Timur dengan Keputusan MUI No.

2635/Ch/MUI/JTM/1995 tanggal 3 September 1995.29

Untuk mendukung kerja LPPOM MUI Provinsi Jawa Timur, melalui

MUI Provinsi Jawa Timur telah dibuat kesepakatan kerjasama dengan

Universitas Airlangga Surabaya, Universitas Brawijaya Malang, dan ITS

Surabaya, tertanggal 27 November 2001. Ruang lingkup kerjasama tersebut

meliputi sumberdaya manusia dan sumberdaya pendukung lain seperti

:

1. Laboratorium Biomolekuler Veteriner FKH Unair

2. Unit Layanan Pengujian Fak. Farmasi Unair

3. Lab. Dasar bersama Unair

4. Lab Kimia dan Fisika FMIPA Unair, ITS dan Unibraw

5. Lab. Mikrobiologi Fak. Farmasi Unair dan FTP Unibraw.

Dalam upaya pengawasan dan pengendalian produk berlabel

halal, LPPOM MUI Provinsi Jawa Timur juga menjalin kerjasama dengan

Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Surabaya. Dengan adanya

kerjasama ini diharapkan agar konsumen muslim terlindungi dari adanya

pencantuman tulisan halal yang tidak melalui prosedur yang benar.30

Sehingga nantinya tidak ada konsumen muslim yang dirugikan dari

mengkonsumsi produk yang meragukan kehalalannya atau tidak halal

(haram). Hal ini sesuai dengan visi misi LPPOM MUI Jawa Timur dalam

melindungi konsumen muslim yaitu:

29http://halalmuijatim.org/profil/profil-singkat/ di akses pada 23 juni 2016

(42)

34

a) Visi

Menjadikan lembaga sertifikasi halal yang diakui konsumen muslim,

produsen pangan, obat-obatan, dan kosmetika, pemerintah dan luar

negeri.

b) Misi

Melindungi konsumen muslim dari produk-produk pangan, obat-obatan,

dan kosmetika yang diharamkan syari’at Islam.31

Sebagai lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia, LPPOM

dalam melaksanakan sertifikasi halal tidak berjalan sendiri. LPPOM

bekerjasama dengan Komisi Fatwa untuk menentukan dan menetapkan

fatwa halal terhadap produk yang telah dikaji dan diteliti. Komisi Fatwa

MUI adalah salah satu komisi dalam MUI yang bertugas memberikan

nasehat hukum Islam dan ijtihad untuk menghasilkan suatu hukum terhadap

persoalan persoalan yang sedang dihadapi umat Islam. Lembaga fatwa ini

merupakan lembaga yang independen yang terdiri dari para ahli ilmu dan

merupakan kelompok yang berkompeten yang memiliki otoritas yang

memadai untuk memberikan keputusan-keputusan ilmiah. Komisi fatwa

MUI dalam menetapkan fatwanya didasarkan pada al-Qur’an, sunnah

(hadits), ijma’, dan qiyas. Keempat hal ini menjadi sumber dan dasar umum

setiap keputusan fatwa MUI.

Struktur Organisasi LPPOM MUI Jawa Timur:

(43)

35

Ketua Umum: Prof. Dr. H. Sugijanto, M.S., Apt.

Sekretaris Umum: Ainul Yaqin, S.Si., Apt.

Bendahara: Yusuf Syah, Drs., M.S.

Ketua Bidang Litbang: H. Harjana, Drs., M.Sc.

Ketua Bidang Humas, Informasi dan Konsultasi: Dr. R.Y. Perry Burhan

Ketua Bidang Kerjasama: H. Adam Wiryawan, Ir., M.S.

Anggota: 1. Prof. H. Mas’ud Hariadi , drh., M.Phill., Ph.D.

2. H. Rosyidan Usman, Ir.

3. Fitri Choirun Nisa, S.T.P., M.P.

4. Siti Narsito Wulan, S.T.P., M.P

5. Khoirul Anwar, S.Ag., M.E.I.

Auditor: 1. Fitri Choirun Nisa, S.T.P., M.P.

2. Siti Narsito Wulan, S.T.P., M.P

3. Lilik Fatmawati, S.T.P.

4. Khoirul Anwar, S. Ag., M.E.I.

5. Sofiyan Hadi, Drs., M.Kes.32

C. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

1. Pengertian Perlindungan Konsumen

Istilah konsumen berasal dari bahasa (Belanda) consument secara

harfiah berarti pihak pemakai jasa atau barang. Sedangkan kata

(44)

36

konsumen dari bahasa (Inggris) consumer secara harfiah berarti

seseorang atau suatu perusahaan yang membeli barang atau menggunakan

jasa.33 Inosentius Samsul menyebutkan konsumen adalah pengguna atau

pemakai akhir suatu produk, baik sebagai pembeli maupun diperoleh

melalui cara lain, seperti pemberian, hadiah, dan undangan.34

Menurut Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, konsumen adalah

setiap pemakai barang dan/atau jasa tersedia dalam masyarakat, baik bagi

kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup

lain, dan tidak untuk diperdagangkan.35

Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa konsumen adalah setiap

orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik

bagi diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan

tidak untuk diperdagangkan.36

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen yang disebutkan dalam Pasal 1 ayat (1) bahwa

perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya

kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.37

Cakupan perlindungan konsumen itu dapat dibedakan dalam dua

aspek, yaitu:

33 Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, (Semarang: CV. Aneka, 1997), 246

34 Inosentius Samsul, perlindungan konsumen, kemungkinan penerapan tanggung jawab mutlak,

(Jakarta: Universitas Indonesia, 2004) 34.

35 Gunawan Widjaya dan Ahmad Yani, Hukum tentang Perlindungan Konsumen, (Jakarta:

Gramedia Pustaka Tama Cet II, 2001), 5.

(45)

37

1. Perlindungan terhadap kemungkinan barang yang diserahkan kepada

konsumen tidak sesuai dengan apa yang telah disepekati.

2. Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak

adil kepada konsumen.38

Keinginan yang hendak dicapai dalam perlindungan konsumen

adalah menciptakan rasa aman bagi konsumen dalam memenuhi

kebutuhan hidup. Perlindungan konsumen harus mendapatkan perhatian

yang lebih, terutama konsumen muslim, dimana sebagian besar penduduk

Indonesia beragama Islam. Perlindungan konsumen merupakan hal yang

sangat penting dalam Islam. Karena dalam Islam, bahwa perlindungan

konumen bukan sebagai hubungan keperdataan saja, melainkan

menyangkut kepentingan publik secara luas, bahkan menyangkut

hubungan anatara manusia dan Allah Swt. Maka perlindungan konsumen

Muslim merupakan kewajiban negara.39

Dalam Islam, hukum perlindungan konsumen mengacu kepada

konsep halal dan haram, serta keadilan ekonomi berdasarkan nilai-nilai

atau prinsip-prinsip ekonomi Islam. Aktivitas ekonomi Islam dalam

perlindungan konsumen meliputi perlindungan terhadap zat, distribusi,

tujuan produksi, hingga pada akibat mengonsumsi barang dan/jasa

tersebut. Maka dalam Islam, barang dan/atau jasa yang halal dari segi

zatnya dapat menjadi haram, ketika cara memproduksi dan tujuan

mengonsumsinya melanggar ketentuan-ketentuan syara’. Karena itu pula,

(46)

38

tujuan konsumen muslim berbeda dengan tujuan konsumen non-muslim.

Konsumen muslim dalam mengkonsumsi makanan atau minuman

bertujuan untuk mengabdi dan merealisasikan tujuan yang dikehendaki

Allah Swt. 40

2. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Adanya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 yang mengatur tentang

Perlindungan Konsumen, diharapkan bisa melindungi dan mengupayakan

proses hukum jika terjadi kerugian terhadap konsumen, karena selama ini

perlindungan konsumen yang ada di Indonesia masih kurang diperhatikan.

Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen dalam Pasal 2 menyebutkan bahwa asas-asas

perlindungan konsumen adalah berdasarkan manfaat, keadilan,

keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian

hukum. Karena konsumen masih banyak yang berada dalam posisi yang

lemah. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan asas-asas perlindungan

konsumen adalah41:

a) Asas Manfaat: Hal ini dimaksudkan untuk mengamanatkan

bahwaa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan ini harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,

b) Asas Keadilan: Hal ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh

rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,

40 Ibid., 25.

41 Yusuf Shofie, Perlindungan Konsumen dan Instrumen-Instrumen Hukumnya, (Jakarta: PT.

(47)

39

c) Asas Keseimbangan: memberikan keseimbangan antara

kepentingan konsumen, pelaku usaha, daan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,

d) Asas Keaamanan dan Keselamatan Konsumen: untuk memberikan

jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan,

e) Asas Kepastian Hukum: dimaksudkan agar baik pelaku usaha

maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara

menjamin kepastian hukum.42

Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen pasal 3 tujuan dari perlindungan ini adalah:43

a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen

untuk melindungi diri.

b. Mengangkat harkat dan mrtabat konsumen dengan cara

menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.

c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,

menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.

d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung

unsur kepastian hukum dan keterbukaan informassi serta akses untuk mendapatkan informasi.

e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya

perlindungan ini sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha.

f. Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin

kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan,

kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.44

3. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha

1. Hak dan kewajiban Konsumen

Untuk mewujudkan kegiatan usaha yang sehat antara konsumen

dan pelaku usaha perangkat peraturan perundang-undangan seperti

(48)

40

Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen

juga mengatur hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha. Secara

umum ada empat hak dasar konsumen, yaitu:45

a. Hak untuk mendapatkan keamanan (the right to safety).

b. Hak untuk mendapatkan informasi (the right to be informed).

c. Hak untuk memilih (the right to choose).

d. Hak untuk didengar (the right to be hear).

Adapun hak-hak konsumen dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen yang terdapat dalam Pasal 4 ada delapan

hak, yaitu:

a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam

mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

b. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendpatkan barang

dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas baranng

dan/atau jasa yang digunakan.

e. Hak untuk mendapatkan advoksi, perlindungan, dan upaya

penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

f. Hak untuk mendapat pembinaan daan pendidikan konsumen.

g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta

tidak diskriminatif.

h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau jasa

penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.

i. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.46

Selain memperoleh hak tersebut, sebagai penyeimbang konsumen

juga mempunyai kewajiban-kewajiban yang wajib dilaksanakan.

(49)

41

Kewajiban konsumen diatur dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999

tentang Perlindungan Konsumen pasal 5, adapun kewajibannya yaitu:

a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur

pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.

b. Beriktikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang

dan/atau jasa.

c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.

d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan

konsumen secara patut.47

Semua aturan ini dimaksudkan agar konsumen mendapatkan hasil

yang optimal atas perlindungan dan/atau jasa kepastian hukum bagi

dirinya. Agar konsumen mengetahui hak-hak dan kewajibannya sebagai

konsumen, karena selama ini tidak ada ketentuan perundang-undangan

yang secara khusus menyebutkan kewajiban konsumen.

2. Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Untuk menciptakan keamanan berusaha dan membangun usaha yang

sehat bagi para pelaku usaha, dan sebagai keseimbangan atas hak-hak

yang telah diberikan konsumen, kepada pelaku usaha diberikan hak yang

tertuang dalam Pasal 6 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen yaitu:

a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan

mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen

yang beriktikad tidak baik.

c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam

penyelesaian hukum sengketa konsumen.

(50)

42

d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.

e. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraaturan

perundang-undangan lainnya.48

Selanjutnya sebagai konsekuensi dari h

Gambar

  Tabel I Jumlah UMKM kota Surabaya Juli  2016
Tabel II

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal ini penulis menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif, yaitu menggambarkan keadaan data ke dalam bentuk kalimat atau uraian sehingga terlihat

4) Memungkinkan biaya produksi yang lebih rendah. Pembuatan emulgel terdiri dari tahapan yang pendek dan sederhana sehingga memungkinkan untuk diproduksi. Tidak ada alat khusus

Bangunan gedung merupakan buah karya manusia yang dibuat untuk menunjang kebutuhan hidup manusia. Pada dasarnya setiap orang, badan atau institusi bebas untuk membangun

Dari penelitian yang telah dilakukan, variasi penggunaan plat elektroda yang paling efektif dalam menghasilkan gas hidrogen adalah variasi plat elektroda 4//4

Menurut Kristiyono (2008, h 7) Belum terwujudnya batas wilayah yang jelas dan pasti akan menimbulkan beberapa masalah baik secara administratif maupun fisik, yang

Gambar 2 menunjukkan pengaruh konsentrasi hidrolisat kolagen kulit ikan patin dan lama penyimpanan terhadap kadar lemak pempek pada suhu ruang.. Semakin lama

“ Pengaruh adanya sertifikasi guru terhadap guru jelas-jelas ada khususnya guru SD, yang sebelumnya pendapatannya pas-pas an, sekarang cukup Sebab TPP yang

Mikrostruktur kamaboko tanpa penambahan karaginan komersil (K(-)) (Gambar 6) terlihat matriks gel protein yang terbentuk seperti serabut yang kasar, hal ini disebabkan