• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kondisi Terumbu Karang dan Biota Lainnya di Perairan Kecamatan Selat Nasik Kabupaten Belitung Tahun 2007-2008 | Sjafrie | Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada 6 34 1 PB

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kondisi Terumbu Karang dan Biota Lainnya di Perairan Kecamatan Selat Nasik Kabupaten Belitung Tahun 2007-2008 | Sjafrie | Jurnal Perikanan Universitas Gadjah Mada 6 34 1 PB"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KONDISI TERUMBU KARANG DAN BIOTA LAINNYA DI PERAIRAN KECAMATAN SELAT NASIK KABUPATEN BELITUNG TAHUN 2007- 2008

CORAL REEF CONDITION AND OTHERS ORGANISMS IN SELAT NASIK SUB DISTRICT WATERS BELITUNG DISTRICT IN PERIOD 2007-2008

Nurul D. M. Sjafrie

CRITC COREMAP II LIPI Pusat Penelitian Oseanograi – LIPI Jl. Raden Saleh No. 43, Jakarta 10330

E-mail: ndhewani@yahoo.com

Abstract

The aims of this study were to monitor the coral reef condition, coral ishes and benthic organisms in

Selat Nasik Sub District waters. The sampling was carried out on March 2008 in 12 stations at Selat Nasik waters that were similar to sampling station for 2007 study. Observations on benthic lifeform was

done using LIT (line intercept transect). Coral ishes was observed using Underwater Visual Census

(UVC) whereas benthic organisms was counted using Belt Transect. The result showed that the coral

reef condition in Selat Nasik Sub District water’s was still in a good condition. The number of coral ishes were increased, especially target ishes and indicator ishes. Bentic organisms such as Diadema and

Fungia were increased in number, whereas Tridacna was decreased.

Key words: belitung, coral reef, selat nasik

Pengantar

Kecamatan Selat Nasik merupakan salah satu dari lima kecamatan yang ada di Kabupaten Belitung. Lokasi kecamatan terletak sekitar 50 km sebelah Barat Kota Tanjung Pandan. Kecamatan ini mempunyai luas 133,50 km2 atau sekitar 5,82% dari luas wilayah

Kabupaten Belitung. Di sebelah Utara berbatasan dengan Laut Natuna, sebelah Barat dengan Selat Gaspar, di sebelah Timur dengan Kecamatan Badau dan di sebelah Selatan dengan Laut Jawa (Anonim, 2005a). Wilayah Kecamatan Selat Nasik merupakan kepulauan, yang terdiri dari sekitar 26 pulau besar dan kecil. Secara administratif, Kecamatan Selat Nasik terdiri dari empat desa, yaitu Desa Selat Nasik sebagai ibukota kecamatan, Petaling, Suak Gual dan Gersik. Desa Selat Nasik, Petaling dan Suak Gual terletak di Pulau Mendanau, sedangkan Desa Pulau Gersik terletak di Pulau Gersik.

Ekologi Kecamatan Selat Nasik memiliki potensi mangrove dan terumbu karang yang cukup baik. Berdasarkan hasil citra satelit yang diolah oleh

Pusat Penelitian Oseanograi (Sjafrie, 2007) luas hutan mangrove di Kecamatan Selat Nasik adalah 5139,372 ha. Dari empat desa yang ada, hutan mangrove menyebar di tiga desa, yaitu Desa Selat Nasik, Petaling dan Suak Gual, sedangkan di Desa Gersik hutan mangrove hanya merupakan deretan tanaman yang menutupi bibir pantai dengan

ketebalan yang relatif sempit sehingga tidak terukur dengan pencitraan.

Luas terumbu karang di Kecamatan Selat Nasik 4114,882 ha. Terumbu karang terdapat di Pulau Aji, Aur, Baka, Bangkai, Batudinding, Bayan, Buntar, Cina, Gersik, Kalangbau, Kembung, Kera, Kimar, Kuil, Langsir, Mendanau, Naduk, Panjang, Piling, Sebongkok, Sekutai, Selemar dan Sepindang. Luas mangrove dan terumbu karang di Kecamatan Selat Nasik disarikan dalam Tabel 1 (Sjafrie, 2007).

Hasil survei Pusat Penelitian Oseanograi LIPI yang

[image:1.595.309.539.627.714.2]

telah dilakukan pada tahun 2007 menyimpulkan bahwa hutan mangrove dan terumbu karang di Kecamatan Selat Nasik masih tergolong dalam kondisi baik (Sjafrie, 2007).

Tabel 1. Luas hutan mangrove dan terumbu karang di Kecamatan Selat Nasik.

Desa Luas Mangrove (ha)

Luas terumbu karang (ha)

Selat Nasik 1147,020 1039,438

Petaling 3335,931 1095,941

Suak Gual 656,421 765,261

Gersik - 1214,242

Total 5139,372 4114,882

(2)

memberikan kontribusi cukup besar di sektor perikanan bagi pendapatan daerah Kabupaten Belitung, yaitu sekitar 30%. Keadaan ini perlu di pertahankan melalui pengelolaan hutan mangrove dan terumbu karang yang tepat, agar kesinambungan hasil perikanan di wilayah ini tetap terjaga. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga kondisi terumbu karang di perairan tersebut. Oleh karena itu informasi mengenai keadaan terumbu karang di perairan kecamatan Selat Nasik sangat diperlukan.

Beberapa penelitian mengenai terumbu karang di perairan kecamatan Selat Nasik telah dilakukan oleh

Pusat Penelitian Oseanograi LIPI (Anonim, 2005b)

dan Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Belitung (Anonim, 2006). Namun data yang diperoleh terdahulu tidak dapat dibandingkan untuk mengetahui kecenderungan kondisi terumbu karang di kecamatan ini, karena metode dan titik-titik pengambilan datanya tidak sama. Pada tahun 2007 telah dilakukan studi dasar untuk pengumpulan data awal. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa persentase tutupan karang hidup di Kecamatan Selat Nasik berkisar antara 46,90% sampai 91,50%. Nilai kelimpahan ikan karang 2210 individu/are. Dari jumlah tersebut, kelimpahan kelompok ikan major dicatat terbanyak, yaitu 1178 individu/are, ikan target 340 individu/ are dan ikan indikator 86 individu/are. Sementara organisme bentik yang tercatat dari 100 m2 (1 are)

luasan transek adalah enam jenis, yaitu Fungidae (127 individu/are), Diadema (87 individu/are), Tridacna (40 individu/are), Pencil Sea Urchin (3 individu/are),

Trochus (3 individu/are) serta Achantaster plancii (1

individu/are) (Sjafrie, 2007). Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perkembangan kondisi terumbu karang di perairan kecamatan Selat Nasik. Data yang

diperoleh dapat dijadikan bahan kajian untuk melihat perubahan yang terjadi pada kondisi terumbu karang di Kecamatan Selat Nasik.

Bahan dan Metode

Monitoring terumbu karang di Kecamatan Selat Nasik dilakukan pada akhir bulan Maret 2008. Pengambilan data dilakukan di 12 stasiun pengamatan, pada titik-titik yang sama seperti yang telah dilakukan pada

penelitian tahun 2007. Posisi geograi keduabelas

stasiun dapat dilihat dalam Tabel 2 dan Gambar 1. Data yang diambil, yaitu data mengenai persentase tutupan karang hidup, ikan karang serta biota bentik.

Pengamatan persentase tutupan karang hidup menggunakan metode Line Intercept Transect (LIT) (English et al., 1997) yang dimodiikasi. Ikan karang diamati dengan metode Under Water Visual Cencus (UVC) bersamaan dengan transek LIT, dengan bidang pengamatan seluas 5 x 70 m atau seluas 350 m2.

Untuk mengetahui kelimpahan beberapa megabentos digunakan metode Transek Garis (Belt Transect). Pencatatan biota megabentos dilakukan bersamaan dengan transek LIT, dengan bidang pengamatan 2 x 70 m atau seluas 140 m2 (CRITC COREMAP-LIPI,

2007).

[image:2.595.90.511.585.758.2]

Data hasil LIT yang terkumpul dihitung nilai persentase tutupan untuk masing-masing kategori biota dan substrat yang berada di bawah garis transek. Kondisi terumbu karang dikategorikan berdasarkan persentase tutupan karang hidup yang ada: kategori sangat baik (75–100%), baik (50–74,9%), sedang (25–49,9%) dan buruk (< 24,9%) (Gomez & Yap, 1988). Identiikasi jenis ikan karang mengacu kepada

Tabel 2. Posisi geograi masing-masing stasiun pengamatan di perairan Selat Nasik.

No Stasiun Lokasi Posisi Georai

Bujur Lintang

SN-1 Tanjung Dungun ( Pulau Langir) 107o27’19” BT 2o48’59” LS

SN-2 Tanjung Paku ( Pulau Kera) 107o25’35” BT 2o47’59” LS

SN-3 Tanjung lingka ( Pulau Batu Dinding) 107o22’11” BT 2o49’06” LS

SN-4 Tanjung Lancur 107o21’01” BT 2o52’35” LS

SN-5 Suak Gual 107o23’52” BT 2o56’29” LS

SN-6 Pulau Naduk (Petaling) 107o28’22” BT 2o55’26” LS

SN-7 Pulau Gersik 107o16’03” BT 2o59’39” LS

SN-8 Pulau Aur 107o13’35” BT 2o59’22” LS

SN-9 Pulau Kimar 107o13’49” BT 2o57’33” LS

SN-10 Pulau Bangkai 107o20’48” BT 3o02’13” LS

SN-11 Pulau Buntar 107o21’59” BT 3o08’08” LS

(3)

Kutter (1992) dan Lieske & Myers (1994). Khusus untuk ikan kerapu (grouper) digunakan acuan dari Randall & Heemstra (1991) dan Heemstra & Randall (1993). Selain itu juga dihitung kelimpahan jenis ikan karang dalam satuan unit individu per satuan luas (100 m2 atau 1 are).

Uji t-test dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada persentase tutupan karang hidup dan kelimpahan individu kelompok ikan major, target dan indikator, terhadap data yang diperoleh pada tahun 2007 dan 2008. Perubahan yang terjadi pada bentos disajikan dalam bentuk tabel dan diuraikan secara deskriptif.

Hasil dan Pembahasan

Karang

Persentase tutupan karang hidup berdasarkan LIT di 12 stasiun pengamatan berkisar antara 56,90–88,33% dengan rata-rata persentase tutupan karang hidup sebesar 70,69%. Komponen Non-acropora (65,09%) memberikan kontribusi lebih tinggi daripada komponen Acropora (5,60%).

Benthic lifeform yang memberikan kontribusi cukup

berarti adalah dead coral algae (17,02%) dan leshy

seaweed (4,25%). Bila dibandingkan dengan kondisi

tahun 2007, maka terlihat bahwa dead coral algae mengalami penurunan sebesar 3,84%, sedangkan

leshy seaweed mengalami kenaikan sebesar 1,12% (Gambar 2). Hal ini memberikan gambaran bahwa

dead coral algae yang ada pada tahun 2007 telah

ditumbuhi dengan leshy seaweed. McCook et al. (2001) mengatakan bahwa sejalan dengan waktu area dimana karang-karang yang mati akan ditumbuhi dengan alga.

Secara umum rata-rata persentase tutupan karang hidup di perairan Kecamatan Selat Nasik mengalami kenaikan dari 68,68% (2007) menjadi 70,69% (2008) atau naik sebesar 2,01%. Hasil uji t yang dilakukan terhadap persentase tutupan karang hidup menunjukkan tidak ada perbedaan tutupan karang hidup antara tahun 2007 dan 2008. Namun demikian, kecenderungan di masing-masing stasiun terlihat bervariasi. Di stasiun 4 dan stasiun 11 terjadi kenaikan persentase tutupan karang hidup lebih dari 10%, sedangkan di stasiun 9 kenaikan persentase tutupan karang hidup hanya 7,36%, dan di stasiun 3 kenaikan persentase karang hidup berkisar 1,83% (Gambar 3).

[image:3.595.122.476.83.352.2]
(4)

stasiun 2, stasiun 5, stasiun 6, stasiun 7, stasiun 8, stasiun 10 dan stasiun 12. Penurunan persentase karang hidup terbesar dijumpai di stasiun 1, yaitu 12,87%. Penurunan persentase karang hidup disebabkan oleh banyak faktor, antara lain kegiatan manusia, penggunaan racun, bom, alat tangkap yang merusak, gelombang, komposisi karang yang ada atau kombinasi dari beberapa faktor. Menurut informasi penduduk penggunaan bom dan racun tidak lagi dijumpai, terutama di perairan Kecamatan Selat Nasik. Oleh karena itu penurunan persentase tutupan karang hidup yang terjadi diduga lebih disebabkan oleh kegiatan manusia dan faktor alam.

[image:4.595.149.430.266.467.2]

Penurunan persentase karang hidup yang dijumpai di stasiun 1, stasiun 2 (perairan Desa Selat Nasik), stasiun 5 (perairan Desa Suak Gual), stasiun 6 perairan desa Petaling dan stasiun 7 (perairan Desa Gersik) diduga lebih disebabkan oleh kegiatan manusia. Lokasi tersebut dekat dengan pemukiman, sehingga sering bersentuhan dengan kegiatan sehari-hari masyarakat, seperti alur lalu-lintas perahu, penambatan perahu, pencaharian ikan, buangan limbah rumah tangga dan sebagainya. Pada stasiun 7 (Pulau Gersik), selain disebabkan oleh kegiatan manusia, penurunan persentase tutupan karang hidup yang terjadi juga disebabkan oleh faktor alam.

[image:4.595.152.444.538.730.2]

Gambar 3. Persentase tutupan karang hidup di perairan Kecamatan Selat Nasik hasil pengamatan tahun 2007 dan tahun 2008.

Gambar 2. Perbandingan persentase bentik lifeform di perairan Kecamatan Selat Nasik tahun 2007 dan tahun 2008. Warna terang = tahun 2007, warna gelap = tahun 2008, AC = Acropora, NA = Non-Acropora, FS = Fleshy seaweed, DC = Dead coral, DCA = Dead coral algae, OT = others, RB = Rubble, SC= Soft coral.

70 60 50 40 30 20 10 0

T

utupan Bentik

Lifeform

(%)

AC NA FS DC DCA OT RB Rock Sand SC Silt Spon

2007 2008

100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0

T

utupan karang hidup (%)

St-1 St-2 St-3 St-4 St-5 St-6 St-7 St-8 St-9 St-10 St-11 St-12 Stasiun

(5)

Pulau Gersik memiliki kemiringan >80o dan berada

di lokasi yang berpotensi mendapat hantaman gelombang. Di stasiun 8 (Pulau Aur), stasiun 10 (Pulau Bangkai) dan stasiun 12 (Pulau Aji), penurunan yang terjadi relatif kecil (0,77–1,7%), keadaan ini diduga lebih disebabkan oleh faktor alam seperti gelombang. Selain itu, kondisi stasiun di masing-masing pulau tersebut mempunyai kemiringan antara 40–80o dan merupakan daerah yang terpapar oleh

gelombang. Informasi tambahan yang diperoleh dari penduduk, saat ini penggunaan jaring kongsi oleh nelayan pendatang mulai marak, sehingga ini bisa juga diduga sebagai faktor lain yang menyebabkan penurunan persentase tutupan karang hidup di perairan kecamatan Selat Nasik.

Ikan Karang

Pengamatan ikan karang dilakukan hanya di 11 stasiun. Pada Stasiun 3 (Tanjung Lingka/Pulau Batu Dinding) tidak dilakukan pengamatan karena pada waktu survei angin kencang dan ombak cukup besar, sehingga menyulitkan pengamatan. Jenis dan jumlah ikan karang yang tercatat sangat bervariasi. Jumlah individu ikan karang tercatat adalah 2852 individu/are. Kelompok ikan major dicatat terbanyak, yaitu 1824 individu/are, ikan target 949 individu/are dan ikan indikator 109 individu/are. Komposisi jenis ikan major : target : indikator adalah 16:8:1.

Secara umum tampak kenaikan jumlah individu untuk masing-masing kelompok ikan major, target dan indikator, masing-masing mengalami kenaikan sebanyak 46 individu ikan major, 609 individu ikan target dan 23 individu ikan indikator (Gambar 4). Kenaikan jumlah individu terjadi hampir di semua

stasiun pengamatan. Komposisi jenis ikan major : target : indikator antara tahun 2007 dan tahun 2008 mengalami perubahan dari 21:4:1 menjadi 16:8:1. Namun, dari hasil uji-t terhadap kelimpahan individu, ternyata tidak ada perbedaan jumlah individu untuk kelompok ikan major dan target, namun ada perbedaan jumlah individu untuk ikan indikator. Kenaikan jumlah individu untuk kelompok ikan indikator secara statistik nyata, hal ini diduga karena kondisi terumbu karang yang semakin membaik.

Walaupun uji statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan jumlah individu untuk kelompok ikan major dan indikator, namun terjadi kenaikan secara nyata pada kelompok ikan target. Keadaan ini memberikan gambaran bahwa kondisi perikanan dalam hal ini ikan target ekonomis di Kecamatan Selat Nasik cenderung semakin baik.

Perbandingan antara tahun 2007 dan 2008 untuk sepuluh jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan yang tertinggi disajikan pada Tabel 3. Tabel tersebut menunjukkan bahwa kelimpahan Amblyglyphidodon

curacao mengalami kenaikan, ikan ini tetap merupakan

jenis yang paling banyak dijumpai. Jenis Caesio teres yang merupakan kelompok ikan target mengalami

kenaikan yang cukup signiikan dari 93 individu/are

pada tahun 2007 menjadi 371 individu/are pada tahun 2008. Untuk kelompok ikan indikator Chaetodon

octofasciatus juga mengalami kenaikan dari 70 individu/

[image:5.595.136.430.532.729.2]

are menjadi 81 individu/are. Zekeria & Videler (2002) telah melihat hubungan antara tutupan karang hidup dengan kelimpahan ikan dari famili Chaetodontidae di bagian selatan Laut Merah. Hasil penelitian mereka menyatakan bahwa ada hubungan yang nyata antara

Gambar 4. Kelimpahan individu kelompok ikan major, target dan indikator di perairan Kecamatan Selat Nasik tahun 2007 dan 2008.

2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0

Kelimpahan (individu/are)

Major Target Indikator

kelompok ikan

(6)

kelimpahan Chaetodon larvatus, C. semilarvatus dan

C. mesoleucos dengan persentas tutupan karang

hidup. Gambaran tersebut memperkuat indikasi bahwa ekosistem terumbu karang di Kecamatan Selat Nasik masih dalam kondisi yang baik, dilihat dengan bertambahnya ikan-ikan indikator.

Jumlah jenis kelompok ikan ikan antara tahun 2007 dan 2008 mengalami kenaikan. Pada kelompok ikan major tercatat 61 jenis pada tahun 2007, naik menjadi 72 jenis pada tahun 2008. Demikian halnya dengan kelompok ikan target dari 45 jenis di tahun 2007 menjadi 62 pada tahun 2008. Akan tetapi untuk jumlah jenis kelompok ikan indikator masih sama antara tahun 2007 dan tahun 2008, yaitu 3 jenis.

Bentos

Kelimpahan megabentos pada tahun 2007 dan 2008 didominasi oleh tiga kelompok biota yaitu karang jamur dari Fungia spp., bulu babi dari marga Diadema dan kerang Tridacna (Tabel 4). Kelimpahan tertinggi untuk

Fungia, yaitu sebanyak 585 individu/are, kemudian

Diadema sebanyak 106 individu/are dan Tridacna

sebanyak 18 individu/are. Biota lain yaitu Acanthaster

plancii dan Pencil Sea Urchin ditemukan di beberapa

stasiun penelitian dalam jumlah yang relatif kecil.

[image:6.595.85.510.325.474.2]

Fungidae pada tahun 2008 menunjukkan peningkatan jumlah yang cukup menyolok. Fungidae merupakan karang batu yang soliter. Kelompok ini tidak mempunyai alat gerak, sehingga tidak dapat berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya. Berdasarkan Tabel 4 terlihat

Tabel 3. Kepadatan (individu/are) ikan karang dominan di perairan Kecamatan Selat Nasik tahun 2007 dan 2008.

Famili Species Kelompok Kepadatan (individu/are)

2007 2008

Pomacentridae Amblyglyphidodon curacao Major 294 409

Apogonidae Apogon quinquelineata Major 189 77

Pomacentridae Neopomacentrus ilamentosa Major 186 151

Pomacentridae Pomacentrus alexanderae Major 176 185

Apogonidae Archamia fucata Major 157 59

Apogonidae Apogon compressus Major 94 63

Caesionidae Caesio teres Target 93 371

Chaetodontidae Chaetodon octofasciatus Indikator 70 81

Pomacentridae Amblyglyphidodon ternatensis Major 68 TDR

Pomacentridae Chromis viridis Major TDR 79

TDR = tidak masuk dalam ranking

Tabel 4. Kelimpahan bentos di perairan Kecamatan Selat Nasik (jumlah individu/are).

Stasiun A . plancii Diadema

Pencil sea

urchin T. niloticus Tridacna Fungidae

T0 T1 T0 T1 T0 T1 T0 T1 T0 T1 T0 T1

SN-1 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 27 131

SN-2 0 0 6 18 0 0 0 0 0 2 10 160

SN-3 0 0 20 5 2 1 0 0 6 3 26 38

SN-4 0 0 7 3 0 1 1 0 3 55 13 0

SN-5 0 0 3 1 0 0 0 0 1 1 10 16

SN-6 0 0 6 9 0 0 0 0 25 1 0 42

SN-7 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 7 27

SN-8 0 0 3 22 0 0 0 0 1 1 4 32

SN-9 1 1 12 21 0 0 1 0 1 1 1 25

SN-10 0 0 4 5 0 0 0 0 1 1 11 37

SN-11 0 0 19 11 1 1 0 0 1 1 10 41

SN-12 0 0 7 11 0 0 0 0 0 1 8 37

TOTAL 1 2 87 106 3 2 3 0 40 18 127 585

[image:6.595.86.512.530.731.2]
(7)

bahwa jumlah individu kelompok Fungidae pada pengamatan tahun 2008 mengalami kenaikan yang sangat banyak. Peningkatan ini diduga disebabkan oleh faktor cuaca dan kemiringan dasar perairan. Gelombang, arus dan ombak yang kuat dapat memindahkan organisme ini dari lokasi yang satu untuk bergeser ke lokasi lainnya, dapat berdekatan, bisa juga jauh. Kemiringan dasar perairan juga menjadi salah satu faktor yang bisa mempermudah perpindahan.

Kelompok Tridacna, terjadi penurunan cukup nyata antara tahun 2007 dan tahun 2008. Di stasiun 6, jumlah individu yang semula 25, turun menjadi 1, hal yang sama terjadi juga di stasiun 3. Penurunan jumlah Tridacna ini sangat dimungkinkan oleh ulah manusia. Menurut informasi setempat, masih banyak nelayan yang mengambil Tridacna di sekitar perairan Selat Nasik.

Kesimpulan

Kondisi terumbu karang di perairan Selat Nasik tahun 2008 masih tergolong baik dan tutupan karang mengalami kenaikan sebesar 2,01% dari tahun 2007. Kelimpahan ikan karang kelompok ikan target jumlahnya meningkat cukup banyak, meskipun kelimpahan kelompok ikan major dan indikator relatif sama. Biota bentos yang bernilai ekonomis relatif mengalami penurunan jumlah individu.

Ucapan Terima Kasih

Penelitian ini dibiayai oleh UNEP/GEF melalui South

China Sea Project untuk itu penulis mengucapkan

terima kasih. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Giyanto, S.Si, M.Sc yang telah membantu di bidang statistik, kepada seluruh tim peneliti serta semua pihak yang telah membantu penelitian sampai selesainya tulisan ini.

Daftar Pustaka

Anonim. 2005a. Belitung dalam Angka 2004. Biro Pusat Statistik Kabupaten Belitung. 272 hal.

Anonim. 2005b. Studi Potensi Sumber Daya Ikan dan Lingkungan Kabupaten Belitung. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Laporan Akhir. Jakarta. 82 hal.

Anonim. 2006. Studi Potensi Ekonomi Pulau-pulau Kecil dan Kawasan Konservasi Daerah Kawasan Belitung. Badan Perencanaan Pembangunan Kabupaten Belitung Laporan Akhir. 236 hal.

CRITC COREMAP LIPI. 2007. Manual Monitoring Terumbu Karang (Reef Health Monitoring). Jakarta 109 p.

English, S., C. Wilkinson & V. Baker. 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resources. Second editions. Australian Institute of Marine Science. Townsville: 390 p.

Gomez, E.D. & H.T. Yap. 1988. Monitoring reef condition. Coral Reef Management Handbook (Kenchington, R.A and B.E.T. Hudson (eds). UNESCO. Jakarta: p187-195.

Heemstra, P.C. & J.E. Randall. 1993. Grouper of the World (Family Serranidae, Sub Family Epinephelidae). FAO Fisheries Synopsis 1(125)

Kutter, R.H. 1992. Tropical Reef-Fishes of the

Western Paciic, Indonesia and Adjacent Waters.

PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Indonesia. 314 p.

Lieske, E. & R. Myers. 1994. Reef Fishes of the World. Periplus Edition, Singapore. 400 p.

Long, B.G., G. Andrew, Y.G. Wang & Suharsono, 2004. Sampling accuracy of reef resource inventory technique. Coral Reefs: 1-17.

Mc Cook, L.J., J. Jompa & G. Diaz-Pulido. 2001. Competition between corals and algae on corals reef: a review of evidence and mecanisms. Coral Reef 19: 400-417

Sjafrie, N.D.M. 2007. Survey Ekologi di Perairan Kecamatan Selat Nasik. Pusat Penelitian

Oseanograi LIPI. Jakarta. 44 hal.

Randall, J.E. & P.C. Heemstra. 1991. Revision of

Indo-Paciic Grouper (Perciformes: Serranidae:

Epinephelinae), with description of five new

species. Indo-Paciic Fishes20: 1-296, 41 pls. Zekeria, Z.A. & J.J. Videler. 2002. Correlation

berween the abundance of butterlyishes and

Gambar

Tabel 1.  Luas hutan mangrove dan terumbu karang di Kecamatan Selat Nasik.
Tabel 2. Posisi geograi masing-masing stasiun pengamatan di perairan Selat Nasik.
Gambar 1. Peta pengambilan data karang, ikan karang dan bentos di perairan Selat Nasik.m
Gambar 3. Persentase tutupan karang hidup di perairan Kecamatan Selat Nasik hasil pengamatan tahun 2007  dan tahun 2008
+3

Referensi

Dokumen terkait

Proses metafora kembang api pada objek rancang Galeri Seni Instalasi Indonesia adalah memindahkan beberapa sifat kembang api, yaitu ledakan yang meyebar dan

Pengujian halaman member yang terdiri dari login member , login member gagal, edit profil, tambah kuliner, tambah foto kuliner dengan foto yang sama seperti sebelumnya,

Hal ini juga ditandai oleh persaingan di dunia bisnis yang semakin ketat, mulai dari perusahaan-perusahaan besar ,perusahaan menengah hingga perusahaan

Bagi pemerintah, penelitian ini memberi masukan guna menyusun kebijakan perlunya skrining defisiensi besi pada ibu hamil yang akan melahirkan sebagai salah satu strategi

Kandungan asam lemak tak jenuh khususnya omega-3 seperti EPA dan DHA didalam minyak ikan 6 menjadikan minyak tersebut memiliki nilai jual tinggi, disebabkan karena

Sistem ketatanegaraan Indonesia menganut sistem presidensial, sehingga dari semua cabang kekuasaan negara tersebut kekuasaan Presiden merupakan kekuasaan yang sangat

Berdasarkan analisis data dapat diketahui bahwa dari 47 responden yang diteliti secara umum persepsi pegawai yang melaksanakan pengelolaan keuangan terhadap variabel

Teknik CRI tidak hanya dapat mengidentifikasi miskonsepsi siswa, tetapi juga dapat membedakan siswa yang tahu konsep dan siswa yang tidak tahu konsep, hanya dengan melihat