• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tipe & Size (, 142K) edisi 2i pdf

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tipe & Size (, 142K) edisi 2i pdf"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Penataan Pemukiman Pulau-Laut1 oleh Hendricus Andy Simarmata2

Indonesia negara berjuta pulau. Wilayahnya terdiri atas pulau-pulau besar, gugusan pulau kecil, maupun pulau-pulau kecil yang dikelilingi oleh perairan laut. Menurut Tjuk Azis dalam Alamsyah (2009), pulau di lautan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pulau benua, yaitu pulau yang masih berada di paparan benua, dan pulau samudera, yaitu pulau yang tidak berada di paparan tersebut.

Salah satu ciri pulau-laut ini adalah dinamika ekologis yang tidak pernah berhenti. Proses lahirnya pulau gunung api, dampak tumbukan dan kenaikan lempeng kerak bumi, pertumbuhan atau kerusakan struktur karang pembentuk pulau, kenaikan muka laut akibat pemanasan global, maupun proses sedimentasi dan erosi pantai dapat mempengaruhi kondisi suatu pulau. Proses tersebut dapat melahirkan, mengembangkan, maupun menghilangkan keberadaannya dari permukaan laut. Suatu pulau dapat lahir, bertambah luasan atau jumlahnya atau sebaliknya hilang akibat mekanisme alam tersebut. Oleh karena itu, tidak heran apabila seringkali kita temui bahwa terdapat perbedaan jumlah maupun luasan pulau-pulau yang berada di di wilayah NKRI.

Perubahan ekologis ini tentunya menghadirkan tantangan tersendiri bagi para perencana untuk dapat memahami fenomena yang terjadi, mengoptimalkan sumber daya pulau-laut, maupun menata (mengelola) pemanfaatan ruang di wilayah pulau laut tersebut. Para perencana dituntut untuk dapat memahami konsepsi pulau-laut ini agar dapat menghasilkan rencana umum maupun rinci tata ruang yang dapat meminimalisir potensi risiko yang terjadi dan memaksimalkan manfaat yang lahir dari dinamika ekologis tersebut bagi kesejahteraan rakyat dan keberlanjutan pembangunan.

Tulisan ini akan menjelaskan mengenai konsepsi pemukiman pulau-laut yang diperkenalkan oleh Abimanyu T. Alamsyah, Profesor Pemukiman Laut Universitas Indonesia, penataan pemukiman pulau-laut, perlunya penataan pemukiman pulau-laut dalam penataan ruang, dan pengembangan konsepsi penataan ruang pulau-laut ke depan.

Pemukiman Pulau-Laut

1

Tulisan ini disadur dan dikembangkan dari naskah pidato Profesor Abimanyu T. Alamsyah pada upacara pengukuhan sebagai Guru Besar Tetap dalam Bidang Pemukiman Pulau-Laut, Fakultas Teknik UI, 18 Februari 2009. Judul tulisan, Penataan Pemukiman Pulau-Laut: suatu Pengantar untuk Perencana Wilayah dan Kota.

2

(2)

Sebagai tempat bermukim, tanah air Indonesia dapat disebut sebagai pemukiman pulau-laut (Alamsyah, 2009:4). Pemukiman pulau-laut adalah keseluruhan jenis pemukiman suatu wilayah pulau-laut atau kepulauan, baik di pulau maupun di laut. Konsepsi ini disusun dengan pertimbangan bahwa darat, laut, dan udara suatu kepulauan atau pulau-pulau laut merupakan suatu kesatuan sistem gugus pulau yang menyatu dengan sistem laut di sekitarnya, dalam satu waktu-ruang wilayah. Selain itu, pemukiman sebagai tempat komunitas tertentu bermukim, menjalankan kehidupan serta berpenghidupan, dalam upaya menjamin peningkatan kesejahteraan keluarga maupun keturunannya.

Menurut Alamsyah (2009), pulau-laut di Indonesia dihuni oleh beragam komunitas dengan berbagai ragam entitas pemukimannya. Secara singkat, keragaman komunitas tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian.

Bagian pertama adalah Komunitas pro-daratan. Kelompok ini adalah bagian paling dominan, berperilaku seperti komunitas daratan di suatu benua. Mereka menganggap laut hanya bagian luar tempat hidupnya, tempat mengeksploitasi sumber dayanya tanpa perlu bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian ekosistemnya. Sebagian bahkan menganggap laut sebagai bagian belakang pemukimannya atau bahkan memperlakukan perairan sebagai tempat membuang sampah atau air limbah.

Kedua adalah Komunitas semi pro daratan. Komunitas ini menganggap bahwa perairan atau laut merupakan pemisah daratan, atau media penghubung anta daratan (kegiatan maritime). Sebagian lainnya menganggap pantai sebagai beranda muka (waterfront), karena laut merupakan bagian luar wilayahnya. Laut juga merupakan tempat rekreasi, mengisolasi diri, atau sekadar akuarium besar tempat koleksi atau memelihara spesies langka pujaannya.

Ketiga, Komunitas pro-kelautan. Kelompok ini terdiri dari komunitas darat yang hidup di rumah panggung di atas air maupun komunitas perairan yang cenderung hidup berbasis air, walaupun daratan disekelilingya masih hijau dan tak terbangun. Komunitas ini merupakan komunitas pesisir yang penghidupan utamanya berbasis laut dan juga komunitas yang tinggal di atas air, baik yang pemukimannya bersifat statis maupun berpindah-pindah dengan rumah terapung, di atas perahu atau kapal.

Penataan Pemukiman Pulau-Laut

(3)

dihasilkan menjadi lebih baik daripada sebelumnya. Oleh karena itu, para penata pemukiman memerlukan penghayatan terhadap interaksi dan metabolisme yang terjadi di dalam sistem pulau-laut tersebut.

Salah satu poin yang penting untuk diingat adalah bahwa penataan pemukiman merupakan upaya pengenalan suatu perubahan terhadap suatu unsur waktu-ruang kultural suatu sistem pemukiman. Keterkaitan tersebut akan membantu meningkatkan kelentingan sistem setempat terhadap risiko perubahan yang yang diperkirakan akan terjadi. Oleh karenanya, untuk menghasilkan penataan yang berkualitas, dibutuhkan sistem informasi yang mampu berfungsi sesuai kondisi sistem setempat. Kesulitan dalam memperoleh informasi, serta terbatasnya ketersediaan, kelengkapan, kualitas dan keterbaruan data pulau-laut di suatu daerah, dapat meningkatkan distorsi mengenai penataan yang dibutuhkan.

Penataan Pemukiman Pulau-Laut dalam Penataan Ruang

Sebagai kawasan fungsional, tentunya keberadaan penataan pemukiman pulau-laut juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam penataan ruang. Tidak hanya dalam konteks penataan kota-kota, tetapi juga penataan kawasan pedesaan yang berada di wilayah pulau-laut tersebut. Dalam tahap perencanaan, konsepsi pemukiman pulau-laut tentunya akan merubah paradigma perencanaan yang terlalu berorientasi daratan. Indonesia sebagai negara kepulauan haruslah dilihat dan dibangun dengan pendekatan konsepsi pulau-laut. Paradigma tersebut paling tidak akan membantu para perencana dalam tiga hal, yaitu dalam menemukenali potensi keragaman komunitas yang ada di suatu daerah, mengidentifikasi kekhasan bentuk dan struktur ruang di suatu daerah serta dalam menentukan tingkat kerawanan bencana di suatu daerah yang merupakan wilayah pulau-laut.

Dalam tahap pemanfaatan ruang, paradigma pulau-laut ini akan mendorong pemakaian ilmu pengetahuan dan teknologi yang berbasiskan pada karakteristik alam pulau-laut dan nilai kultural setempat. Upaya menemukenali kearifan lokal yang selama ini telah dimiliki oleh komunitas peisisir dan komunitas laut harus ditingkatkan walaupun paling kecil populasinya. Modernisasi pembangunan kota maupun desa di Indonesia sudah seharusnya mengikuti keragaman komunitas pulau-laut yang menjadi ciri khas nusantara.

(4)

Oleh karena itu, perangkat insentif dan disinsentif terhadap zona pemanfaatan tersebut perlu ditetapkan untuk menjamin keberlanjutan pembangunannya.

Kompetensi Perencana

Sebagai perencana yang berpraktik di tanah air Indonesia, maka sudah sewajarnya apabila masyarakat perencana perlu peduli terhadap kekhasan alam dan keragaman komunitas pulau-laut. Para perencana perlu merekonsktrusi konsepsi penataan ruang yang sudah diwariskan oleh para tokoh perencana sebelumnya. Dalam era perubahan iklim yang menghadirkan banyak potensi risiko bencana dan era otonomi daerah yang banyak memunculkan lokalitas suatu daerah, maka para perencana dituntut untuk lebih akseleratif dalam merumuskan model-model perencanaan tata ruang yang lebih adaptif dan responsif dengan situasi dan kondisi sekarang maupun di masa yang akan datang.

Konsepsi pemukiman pulau-laut perlu dikembangkan lebih lanjut dalam konteks penataan ruang, terutama dalam melahirkan pendekatan perencanaan yang mengakomodasi kelentingan wilayah pulau laut terhadap risiko perubahan alam (iklim). Perencana harus dapat mengisi wilayah pulau-laut di Indonesia dengan nilai-nilai dan kompetensi yang mampu membuat bangsa kita unggul secara regional maupun global. Kita harus menunjukkan bahwa kita yang bermukim di tanah-air ini dengan kekhasan pulau-laut nusantara mampu bermukim secara mandiri dan sejahtera.

Referensi

Dokumen terkait

tangan dibawah ini Pokja Pengadaan Barang / Jasa Pada Dinas Perhubungan Kabupaten Bintan.. dengan ini telah mengadakan penjelasan atas Dokumen Lelang yang terdiri

Nomor :        Lampiran: 1 (satu) berkas. Hal

[r]

Penutup Siswa melakukan perenungan tentang kegiatan pembelajaran hari ini. Siswa menuliskan hal-hal yang telah mereka pelajari, kesulitan yang mereka alami, serta hal lain apa

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui latar belakang remaja mengakses situs pornografi di Kecamatan Jebres Surakarta. Untuk mengetahui habitus perilaku remaja dalam

Dalam proses pemohonan pembiayaan, para pihak Baitul Qiradh Amanah memberikan pelayanan yang baik kepada setiap nasabah dan modal yang diberikan untuk usaha

Selain daripada studi kasus yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ipan Rudiawan, metodologi yang digunakan dalam mnyelesaikan penelitian ini pun berbeda yaitu