F. Patofisiologi
Penyebab penyakit SARS disebabkan oleh coronavirus (family paramoxyviridae) yang pada pemeriksaan dengan mikroskop electron. Virus ini stabil pada tinja dan urine pada suhu kamar selama 1-2 hari dan dapat bertahan lebih dari 4 hari pada penderita diare. Seperti virus lain, corona menyebar lewat udara, masuk melalui saluran pernapasan, lalu bersarang di paru-paru. Lalu berinkubasi dalam paru-paru selama 2-10 hari yang kemudian menyebabkan paru-paru akan meradang sehingga bernapas menjadi sulit. Metode penularannya melalui udara serta kontak langsung dengan pasien atau terkena cairan pasien. Misalnya terkena ludah (droplet) saat pasien bersin dan batuk. Dan kemungkinan juga melalui pakaian dan alat-alat yang terkontaminasi.
Cara penularan : SARS ditularkan melalui kontak dekat, misalnya pada waktu merawat penderita, tinggal satu rumah dengan penderita atau kontak langsung dengan secret atau cairan tubuh dari penderita suspect atau probable. Penularan melalui udara, misalnya penyebaran udara, ventilasi, dalam satu kendaraan atau dalam satu gedung diperkirakan tidak terjadi, asal tidak kontak langsung berhadapan dengan penderita SARS. Untuk sementara, masa menular adalah mulai saat terdapat demam atau tanda-tanda gangguan pernafasan hingga penyakitnya dinyatakan sembuh.
Masa penularan berlangsung kurang dari 21 hari. Petugas kesehatan yang kontak langsung dengan penderita mempunyai risiko paling tinggi tertular, lebih-lebih pada petugas yang melakukan tindakan pada sistem pernafasan seperti melakukan intubasi atau nebulasi.
G. Pathway
Coronavirus Droplet Saluran Pernafasan
Peningkatan angka leukosit Inkubasi 2-10 hari
Demam Radang paru
Nafsu makan
menurun Hipertermi
Bersihan jalan nafas
Intake makanan/minuman menurun Dehidrasi Asupan O2 tidak adekuat Sesak nafas Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Volume cairan kurang dari kebutuhan tubuh Metabolism anaerob Peningkatan asam laktat Perubahan Respiratory Rate (RR)
Pola nafas tidak efektif Nyeri
H. Tanda dan Gejala
Suhu badan lebih dari 38oC, ditambah batuk, sulit bernapas, dan napas pendek-pendek. Jika sudah terjadi gejala-gejala itu dan pernah berkontak dekat dengan pasien penyakit ini, orang bisa disebut suspect SARS. Kalau setelah di rontgen terlihat ada pneumonia (radang paru-paru) atau terjadi gagal pernapasan, orang itu bisa disebut probable SARS atau bisa diduga terkena SARS. Gejala lainnya sakit kepala, otot terasa kaku, diare yang tak kunjung henti, timbul bintik-bintik merah pada kulit, dan badan lemas beberapa hari. Ini semua adalah gejala yang kasat mata bisa dirasakan langsung oleh orang yang diduga menderita SARS itu. Tapi gejala itu tidak cukup kuat jika belum ada kontak langsung dengan pasien. Tetap diperlukan pemeriksaan medis sebelum seseorang disimpulkan terkena penyakit ini. Paru-parunya mengalami radang, limfositnya menurun, trombositnya mungkin juga menurun. Kalau sudah berat, oksigen dalam darah menurun dan enzim hati akan meningkat. Ini semua gejala yang bisa dilihat dengan alat medis. Tapi semua gejala itu masih bisa berubah. Penelitian terus dilangsungkan sampai sekarang.
1) Pemeriksaan radiologis : air bronchogram : Streptococcus pneumonia.
2) Pada pemeriksaan fisik : dengan menggunakan stetoskop, terdengar bunyi pernafasan abnormal (seperti ronki atau wheezing). Tekanan darah seringkali rendah dan kulit, bibir serta kuku penderita tampak kebiruan (sianosis, karena kekurangan oksigen).
3) Pemeriksaan yang biasa dilakukan untuk mendiagnosis SARS :
Rontgen dada (menunjukkan adanya penimbunan cairan di tempat yang seharusnya terisi udara)
Gas darah arteri
Hitung jenis darah dan kimia darah Bronkoskopi.
4) Pemeriksaan Laboratorium : Leukosit.
5) Pemeriksaan Bakteriologis : sputum, darah, aspirasi nasotrakeal atau transtrakeal, aspirasi jarum transtorakal, torakosentesis, bronskoskopi, biopsy 6) Test DNA sequencing bagi coronavirus yang dapat diperoleh hasilnya dalam 8 jam
dan sangat akurat. Test yang lama hanya mampu mendeteksi antibody.
J. Penatalaksanaan
Terapi supportif umum : meningkatkan daya tahan tubuh berupa nutrisi yang adekuat, pemberian multivitamin dan lain-lain.
- Terapi oksigen
- Humidifikasi dengan nebulizer - Fisioterapi dada
- Pengaturan cairan
- Obat inotropik - Ventilasi mekanis - Drainase empiema
- Bila terdapat gagal nafas, diberikan nutrisi dengan kalori cukup
Terapi antibiotik
Agen anti-bakteri secara rutin diresepkan untuk SARS karena menyajikan fitur non-spesifik dan cepat tes laboratorium yang dapat diandalkan untuk mendiagnosis SARS-cov virus dalam beberapa hari pertama infeksi belum tersedia. Antibiotik empiris yang sesuai dengan demikian diperlukan untuk menutupi terhadap patogen pernafasan Common per nasional atau pedoman pengobatan lokal bagi masyarakat-diperoleh atau nosokomial pneumonia.
Setelah mengesampingkan patogen lain, terapi antibiotik dapat ditarik. Selain efek antibakteri mereka, beberapa antibiotik immunomodulatory dikenal memiliki sifat, khususnya quinolones dan makrolid. Efeknya pada kursus SARS adalah belum ditentukan.
SARS dapat hadir dengan spektrum keparahan penyakit. Sebagian kecil pasien dengan penyakit ringan pulih baik bentuk khusus tanpa pengobatan atau terapi antibiotik saja.
Antibiotik :
- Idealnya berdasarkan jenis kuman penyebab
- Utama ditujukan pada S.pneumonia, H.Influensa dan S.Aureus
K. Komplikasi
Komplikasi meliputi : 1. Abses paru
2. Efusi pleural 3. Empisema 4. Gagal nafas 5. Perikarditis 6. Meningitis 7. Atelektasis 8. Hipotensi 9. Delirium 10. Asidosis metabolic 11. Dehidrasi
12. Penyakit multi lobular 13. Septikemi
14. Superinfeksi dapat terjadi sebagai komplikasi pengobatan farmakologis.
L. Prognosis
Angka kematian melebihi 40%. Apabila penyakit tidak ditangani dengan baik maka kondisi bagian tubuh yang diserang, yakni paru-paru, makin bertambah berat rusaknya. Keadaan pasien yang semula mengalami radang paru dapat berlanjut ke kondisi gagal napas yang berat karena paru sudah tidak dapat berfungsi sebagai alat pernapasan yang menerima oksigen dan membuang karbondioksida. Tanda jasmani tidak begitu kelihatan dan mungkin tidak ada. Beberapa pasien akan mengalami tachypnea dan crackle pada auscultation. Kemudian, tachypnea dan lethargy kelihatan jelas.
Pada penderita yang menjalani terapi ventilator dalam waktu yang lama, cenderung akan terbentuk jaringan parut di paru-parunya. Jaringan parut tertentu membaik beberapa bulan setelah ventilator dilepas.
Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya akan sembuh total, dengan atau tanpa kelainan paru-paru jangka panjang.
M. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien dengan SARS :
1. Kaji terhadap nyeri, takipnea, penggunaan otot aksesori, nadi cepat bersambungan, batuk, sputum purulen, dan auskultasi bunyi napas untuk mengetahui konsolidasi.
2. Perhatikan perubahan suhu tubuh.
3. Kaji terhadap kegelisahan dan delirium dalam alkoholisme.
4. Kaji terhadap komplikasi yaitu demam berlanjut atau kambuhan, tidak berhasil untuk sembuh, atelektasis, efusi pleural, komplikasi jantung, dan superinfeksi.
5. Faktor perkembangan pasien : Umur, tingkat perkembangan, kebiasaan sehari-hari, mekanisme koping, kemampuan mengerti tindakan yang dilakukan.
6. Pengetahuan pasien atau keluarga : pengalaman terkena penyakit pernafasan, pengetahuan tentang penyakit pernafasan dan tindakan yang dilakukan.
N. Diagnosa Keperawatan
. 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi dan obstruksi jalan nafas
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan intake oral tidak adekuat, takipneu, demam.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan pemasukan berhubungan dengan faktor biologis.
5. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi (RR >24x/menit) atau hipoventilasi (RR <16x/menit).
O. Nursing Care Plan
No Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi 1 Bersihan jalan nafas tidak
efektif berhubungan dengan inflamasi dan obstruksi jalan nafas. NOC : Respiratory status : Ventilation Respiratory status : Airway patency Kriteria Hasil : Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu Menunjukkan jalan
nafas yang paten Mampu
mengidentifikasikan dan mencegah factor yang dapat menghambat jalan nafas NIC : Airway suction • Pastikan kebutuhan oralatau tracheal suctioning
• Auskultasi suara nafas
sebelum dan sesudah suctioning.
• Informasikan pada klien
dankeluarga tentang suctioning
• Minta klien nafas dalam
sebelum suction dilakukan. • Berikan O2dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suksion nasotrakeal
• Gunakan alat yang steril
setiap melakukan tindakan
• Anjurkan pasien untuk
istirahat dan napas dalam setelah kateter
dikeluarkan dari nasotrakeal
pasien
• Ajarkan keluarga
bagaimana cara melakukan suksion
• Hentikan suksion dan
berikan oksigen apabila pasien menunjukkan bradikardi, peningkatan saturasi O2, dan lain-lain.
Airway Management
• Buka jalan nafas,
guanakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
• Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
• Identifikasi pasien
perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
• Lakukan fisioterapi dada
jika perlu
• Auskultasi suara nafas,
catat adanya suara tambahan
• Kolaborasi pemberian
bronkodilator bila perlu
• Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
status O2
2 Defisit Volume cairan berhubungan dengan intake oral tidak adekuat, takipneu, demam
NOC:
Fluid balance Hydration
Nutritional Status : Food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
Fluid management
• Pertahankan catatan
intake dan output yang akurat
• Monitor status hidrasi
( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik ), jika diperlukan
• Monitor vital sign
• Monitor masukan
makanan / cairan dan hitung intake kalori harian
• Lakukan terapi IV
• Monitor status nutrisi
• Berikan cairan
• Dorong masukan oral
• Berikan penggantian
nesogatrik sesuai output
• Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
• Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih muncul meburuk
tranfusi
• Persiapan untuk tranfusi
3.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan
ketidakmampuan pemasukan berhubungan dengan faktor biologis (sesak nafas).
NOC :
Status nutrisi, setelah diberikan penjelasan dan perawatan kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi dengan kriteria hasil : Pemasukan nutrisi yang adekuat Pasien mampu menghabiskan diet yang dihidangkan Tidak ada tanda-tanda
malnutrisi
Nilai laboratorim, protein total 8-8 gr%, Albumin 3.5-5.4 gr%, Globulin 1.8-3.6 gr%, HB tidak kurang dari 10 gr %
Membran mukosa dan
konjungtiva tidak pucat NIC: Eating disorder manajemen 1. Tentukan kebutuhan kalori harian
2. Ajarkan klien dan
keluarga tentang pentingnya nutrient
3. Monitoring TTV dan
nilai Laboratorium
4. Monitor intake dan output
5. Pertahankan kepatenan pemberian nutrisi parenteral 6. Pertimbangkan nutrisi enteral 7. Pantau adanya Komplikasi GI Terapi gizi 1. Monitor masukan
makanan atau minuman dan hitung kalori harian secara tepat
2. Kolaborasi ahli gizi
3. Pastikan dapat diet TKTP
(tinggi kalori tinggi protein)
4. Berikan perawatan mulut
5. Pantau hasil labioratoriun
protein, albumin, globulin, HB
6. Jauhkan benda-benda
yang tidak enak untuk dipandang seperti urinal, kotak drainase, bebat dan pispot
7. Sajikan makanan hangat
dengan variasi yang menarik
4 Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan isolasi respiratory.
NOC :
Energy conservation Self Care : ADLs
Kriteria Hasil :
Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri NIC : Activity Therapy Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan program terapi yang tepat. Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan
kemampuan fisik, psikologi dan social Bantu untuk
mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan Bantu untuk mendapatkan
alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek Bantu untuk
mengidentifikasi aktivitas yang disukai Bantu klien untuk
membuat jadwal latihan diwaktu luang
Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual
Energy Management
Observasi adanya
pembatasan klien dalam melakukan aktivitas Dorong anal untuk
mengungkapkan perasaan terhadap keterbatasan
Kaji adanya factor yang menyebabkan kelelahan Monitor nutrisi dan
sumber energi Monitor pasien akan
adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
Monitor respon
kardiovaskuler terhadap aktivitas
Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien 5 Defisit pengetahuan berhubungan dengan perawatan NOC : Knowledge : disease process Knowledge : health Behavior NIC :
Teaching : disease Process
Berikan penilaian tentang tingkat pengetahuan pasien tentang proses penyakit yang spesifik Jelaskan patofisiologi dari
Kriteria Hasil :
Pasien dan keluarga menyatakan
pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan program pengobatan Pasien dan keluarga
mampu melaksanakan prosedur yang dijelaskan secara benar
Pasien dan keluarga mampu menjelaskan kembali apa yang dijelaskan
perawat/tim kesehatan lainnya
hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang tepat.
Gambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit, dengan cara yang tepat
Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat
Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna cara yang tepat
Sediakan informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat Hindari harapan yang
kosong
Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan atau proses pengontrolan penyakit
Diskusikan pilihan terapi atau penanganan
Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau diindikasikan
Eksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan cara yang tepat Instruksikan pasien
mengenai tanda dan gejala untuk melaporkan pada pemberi perawatan kesehatan, dengan cara yang tepat
P. Daftar Pustaka
Brunner & Suddarth, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 volume 3, EGC, Jakarta Http://translate.googleusercontent.com/translate_c? hl=id&sl=en&u=http://www.sarsreference.com/sarsref/treat.htm&prev=/sea rch%3Fq%3Dsars%26hl%3Did%26sa %3DG&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhjuXFVV22D4n-gkhhpHCgb-28jRcA
Jong, W, 1997, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC Jakarta
Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II Edisi Ketiga. 1999. Media Aesculapius : Jakarta.
McCloskey&Bulechek, 1996, Nursing Interventions Classifications (NIC), Second edisi, By Mosby-Year book.Inc,Newyork.
NANDA, 2007-2008, Nursing Diagnosis: Definitions and classification, Philadelphia, USA.
University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing Outcome Classifications (NOC), Philadelphia, USA.
1 komentar:
BAB II KONSEP TEORI A. Pengertian
Pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh berdetellah pertusis (Nelson, 2000 : 960)
Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh berdetella pertusisa, nama lain penyakit ini adalah Tussisi Quinta, whooping cough, batuk rejan. (Arif Mansjoer, 2000 : 428)
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pertusis adalah infeksi saluran pernafasan akut yang disebabkan oleh bordetella pertusis, nama lain penyakit ini adalah tussis Quinta, whooping cough, batuk rejan.
B. Etiologi
Bordetella pertusis adalah satu-satunya penyebab pertusis yaitu bakteri gram negatif, tidak bergerak, dan ditemukan dengan melakukan swab pada daerah nasofaring dan ditanamkan pada media agar Bordet-Gengou. (Arif Mansjoer, 2000) Adapun ciri-ciri organisme ini antara lain:
1. Berbentuk batang (coccobacilus). 2. Tidak dapat bergerak.
3. Bersifat gram negatif.
4. Tidak berspora, mempunyai kapsul.
5. Mati pada suhu 55ºC selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah (0º- 10ºC).
6. Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar metakromatik.
7. Tidak sensitif terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi resisten terhdap penicillin.
Menghasilkan 2 macam toksin antara lain :
1. Toksin tidak tahan panas (Heat Labile Toxin) 2. Endotoksin (lipopolisakarida)
C. Manifestasi klinik
Masa tunas 7 – 14 hari. Penyakit ini dapat berlangsung selama 6 minggu atau lebih dan terbagi dalam 3 stadium:
1. Stadium kataralis
Stadium ini berlangsung 1 – 2 minggu ditandai dengan adanya batuk-batuk ringan, terutama pada malam hari, pilek, serak, anoreksia, dan demam ringan. Stadium ini menyerupai influenza.
2. Stadium spasmodik
Berlangsung selama 2 – 4 minggu, batuk semakin berat sehingga pasien gelisah dengan muka merah dan sianotik. Batuk terjadi paroksismal berupa batuk-batuk khas. Serangan batuk panjang dan tidak ada inspirasi di antaranya dan diakhiri dengan whoop (tarikan nafas panjang dan dalam berbunyi melengking). Sering diakhiri muntah disertai sputum kental. Anak-anak dapat sempat terberak-berak dan terkencing-kencing. Akibat tekanan saat batuk dapat terjadi perdarahan subkonjungtiva dan epistaksis. Tampak keringat, pembuluh darah leher dan muka lebar.
3. Stadium konvalesensi
Berlangsung selama 2 minggu sampai sembuh. Jumlah dan beratnya serangan batuk berkurang, muntah berkurang, dan nafsu makan timbul kembali.
D. Cara Penularan
Cara penularan pertusis, melalui: - Droplet infection
- Kontak tidak langsung dari alat-alat yang terkontaminasi
Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui percikan-percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin. Dapat pula melalui sapu tangan, handuk dan alat-alat makan yang dicemari kuman-kuman penyakit tersebut. Tanpa dilakukan perawatan, orang yang menderita pertusis dapat menularkannya kepada orang lain selama sampai 3 minggu setelah batuk dimulai.
E. Patofisiologi
Bordetella pertusis
Infek si
Lewat udara dan droplet
Menghasilkan bahan aktif seperti Hemaglutinin flamentosa (HAF) dan pertakin
Nempel pada saluran nafas bagian bawah Fungsi silia menurun Nekrosi s Lesi pada epitel Menghambat bersihan organisme Peningkatan sputum sekret
Bersihan jalan nafas inefektif Batuk rejan yang
lama Munta h Berlangsung lama Perubaha n pola nafas
12.
13.
Resiko kekurangan
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
volume cairan
F. Komplikasi
Pada saluran nafas. 1) Broncopneumonia.
2) otitis media sering pada bayi dan infeksi skunder ( pneumoni ).
3) Bronkitis.
4) Atelektasis.
5) Empisema pulmonum.
6) Bronkiektasis.
7) Aktivase tubercolusa.
Pada sistem saraf pusat. 1) Kejang, kongesti
2) Edema otak
3) Perdarahan otak
Pada sistem pencernaan. 1) Muntah berat.
2) Prolaps rectum ( hernia umbilikus serta inguinalis ).
3) Ulkus pada frenulum lidah.
4) Stomatitis.
5) Emasiasi
Komplikasi yang lain. 1) Epistaksis
2) Hemaptisis
3) Perdarahan sub konjungtiva
G. Diagnosa Banding
1. Bordetella parapertusis lebih ringan kurang lebih 5% dari penderita pertusis.
3. Infeksi oleh clamydia.
Penyebab biasanya clamydia trachomatis.
Pada bayi menyebabkan pneumonia oleh karena terkena infeksi dari ibu. 4. Infeksi oleh adenovirus tipe 1, 2, 3, 5.
Gejala hampir sama dengan pertusis seperti pada penyebab penyakit sebelumnya. 5. Trakhea bronkitis.
Adalah suatu sindrom yang terdiri dari batuk, suara paraudan stridor inspiratoir. 6. Bronkiolitis.
Merupakan penyakit infeksi paru akut ditandai dengan whizing ekspirator obstruksi broncioli.
7. Infeksi bordetellah broncoseptica gejala sama dengan bordetella pertusis sering pada
binatang
H. Pemeriksaan Penunjang
a. Pembiakan lendir hidung dan mulut.
b. Pembiakan apus tenggorokan.
c. Pembiakan darah lengkap (terjadi peningkatan jumlah sel darah putih yang ditandai
sejumlah besar limfosit, LEE tinggi, jumlah leukosit antara 20.000-50.000 sel / m³darah.
d. Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertusis.
e. Tes ELISA (Enzyme – Linked Serum Assay) untuk mengukur kadar secret Ig A.
f. Foto roentgen dada memeperlihatkan adanya infiltrate perihilus, atelaktasis atau
emphysema
I. Penatalaksanaan
a. Terapi Kausal.
1) Anti Mikroba.
Agen anti mikroba diberikan karen kemungkinan manfaat klinis dan membatasi penyebaran infeksi. Entromisin 40 – 50 mg/kg/34 jam secara oral dalam dosis terbagi empat (max. 29/24 jam) selama 14 hari merupakan pengobatan baku. Beberapa pakar lebih menyukai preparat estolat tetapi etil suksinal dan stearat juga manjur.
2) Salbutamol.
Cara kerja salbutamol : (1) Stimulan Beta 2 adrenalgik.
(2) Mengurangi proksimal.
(3) Mengurangi frekwensi apnea
Dosis yang dianjurkan 0,3 – 0,5 mg / kg BB / hari di bagi dalam 3 dosis. 3) Globulin imun pertusis
Hiperimun serum dosis intramuskuler besar, rejan sangat berkurang pada bayi yang diobati pada minggu pertama, penggunaan preparat imunoglobulin jenis apapun tidak dibenarkan.
b. Terapi suportif (Perawatan Pendukung).
1) Lingkungan perawatan pasien yang tenang.
2) Pembersihan jalan nafas .
3) Istirahat yang cukup.
5) Nutrisi yang cukup, hindari makanan yang sulit ditelan. Bila penderita muntah-muntah
sebaiknya diberikan cairan dan elektrolit secara parentral.
J. Pencegahan
Imunisasi alotif diberikan vaksin pertusis yang terdiri dari kuman bordetella pertusis yang telah dimatikan untuk mendapatkan imunitea aktif.
Vaksin pertusis diberikan bersama-sama dengan vaksin difteri dan tetanus dosis pada imunisasi dasar dianjurkan 12 IU dan diberikan pada umur 2 bulan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa vaksinasi pertusis sudah dapat diberikan pada umur 1 bulan dengan hasil yang baik. Sedang waktu epidemi diberikan lebih awal lagi yaitu umur 2 – 4 minggu.
BAB III
A. Pengkajian
1) Identitas ( Ngastiyah, 1997 ; 32 )
(1) Mengenai semua golongan umur, terbanyak mengenai anak umur 1-5th (2) Lebih banyak anak laki –laki dari pada anak perempuan.
2) Keluhan Utama.
Batuk disertai muntah. 3) Riwayat Penyakit Sekarang.
Batuk makin lama makin bertambah berat dan diikuti dengan muntah terjadi siang dan malam. Awalnya batuk dengan lendir jernih dan cair disertai panas ringan, lama– kelamaan batuk bertambah hebat (bunyi nyaring) dan sering, maka tampak benjolan, lidah menjulur dan dapat terjadi pendarahan sub conjungtiva.
4) Riwayat Penyakit Dahulu.
(1) Adanya gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas.
(2) Batuk dan panas ringan, batuk mula-mula timbul pada malam hari, kemudian siang hari
dan menjadi hebat.
5) Riwayat Penyakit Keluarga.
Dalam keluarga atau lingkungan sekitarnya, biasanya didapatkan ada yang menderita penyakit pertusis.
6) Riwayat Imunisasi
JENIS UMUR CARA JUMLAH
BCG 0 – 2 bulan 1C 1x
DPT 2, 3, 4 bulan 1M 3x
Polio 1-5 bulan Refisi 4x
Capak 9 bulan 5C 4x
Heportits 0, 1, 6 bulan 1M 3x
7) Riwayat Tumbuh Kembang
1. Personal Sosial
Ibu pasien mengatakan kalau dirumah anaknya lincah, tidak mau diam.
2. Motorik Halus
Anak terbiasa melakukan gerakan seperti memasukkan benda kedalam mulutnya, menangkap objek atau benda – benda, memegang kaki dan memegang kaki dan mendorong kearah mulutnya.
3. Motorik Kasar
Anak dapat tengkurap dan berbalik sendiri, dapat merangkak mendekati benda atau seseorang.
4. Kognitif
Anak berusaha memperluas lapangan pandangan, tertawa dan menjerit karena gembira bila diajak bermain, mulai berbicara tapi belum jelas bahasanya.
USIA FISIK Motorik Kasar Motorik Halus Sosial Emosional 15 bln Berjalan sendiri Pegang cangkir
Memasukkan jari kelubang
Membuka kotak
Bermain solitary play
Melempar benda 18 bln Lari jatuh Menarik mainan Naik dengan tangga bantuan Menggunakan sendok Membuka hal. Buku Menyususn balok 24 bln BB 4x BB lhr
TB bauik
Berlari sudah baik Naik tangga sendiri
Membuka pintu Membuka kunci Menggunting
Menggunakan sendok dengan baik
4. Riwayat Antenatal, Natal Dan Postnatal a. Antenatal
Kesehatan ibu selama hamil, penyakit yang pernah diderita serta upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakitnya, berapa kali perawatan antenatal , kemana serta kebiasaan minum jamua-jamuan dan obat yang pernah diminum serat kebiasaan selama hamil. b. Natal
Tanggal, jam, tempat pertolongan persalinan, siapa yang menolong, cara persalinan (spontan, ekstraksi vakum, ekstraksi forcep, section secaria dan gamelli), presentasi kepala dan komplikasi atau kelainan congenital. Keadaan saat lahir dan morbiditas pada hari pertama setelah lahir, masa kehamilan (cukup, kurang, lebih ) bulan. Saat lahir anak menangis spontan atau tidak.
c. Postnatal
Lama dirawat dirumah sakit, masalah-masalah yang berhubungan dengan gagguan sistem, masalah nutrisi, perubahan berat badan, warna kulit,pola eliminasi dan respon lainnya. Selama neonatal perlu dikaji adanya ashyksia, trauma dan infeksi.
5. ADL.
a) Nutrisi : muntah, anoreksia.
b) Aktivitas : pada stadium akut paroksimal terjadi lemas / lelah
c) Istirahat tidur : terganggu, akibat serangan batuk panjang dan
berulang-ulang.
d) Personal hygiene : lidah menjulur keluar dan gelisah yang
berakibat keluar liur berlebihan.
e) Eliminasi : sering terberak-berak, terkencing-kencing bila sedang batuk
7. Pemeriksaan fisik.
(1) Keadaan umum : Saat batuk mata melotot, lidah menjulur, batuk dalam waktu yang lama dan berkeringat
Kesadaran :Composmetis,
TTV : nadi meningkat(120-125x/mnt),respirasi meningkat(30-35x/mnt) (2) Head to toe
• Kepala : tidak ada bekas luka ataupun bengkak.
• Wajah : simetris, bentuk bulat, tidak terdapat kelainan kulit
• Mata : sklera berwarna putih,mata tampak menonjol
• Hidung : lubang hidung simetris, hidung berair, terdapat pernafasan cuping
hidung.
• Mulut : mukosa lembab, lidah menjulur
• Telinga : Daun telinga simetris, membran timpani putih mengkilat, tidak ada
benda asing.
• Leher : Tidak terdapat pembesaran JVP, tidak ada tanda-tanda pembesaran
kaku kuduk dan pembesaran kelenjar tiroid. • Dada
Inspeksi : Terdapat tarikan otot bantu pernafasan dengan cepat Palpasi : Tidak ada krepitasi
: paru sonor, jantung dallnes
: Wheezing inspirasi • Abdomen
Inspeksi :Terdapat distensi abdomen Auskultasi : Bising usus 9x/mnt
Palpasi : tidak terdapat pembesaran lien dan hepar, turgor kulit bisa menurun bisa normal.
Perkusi : perut tidak kembung • Ekstremitas
− Atas : tidak ada odem, pada bagian kiri terpasang infus.
− Bawah : tidak ada odem, tidak ada bekas luka.
• Genetalia : bersih, tidak berbau tak sedap, tidak terdapat varises atau odem.
• Anus
Inspeksi : bersih, tidak terdapat hemoroid, tidak ada perdarahan. Palpasi : tidak ada benjolan, massa, ataupun tumor.
8. Pemeriksaan penunjang
(1) Melakukan pemeriksan hapusan skret di nasofaring / lendir yang dimuntahkan.
(2) Pada hapusan darah tepi akan dijumpai (20.000 – 50.000 sel / mm3 darah) dengan
limfositosis yang predominan ( 60 %).
(3) Pemeriksaan serologis (imunofluorecent antibody) yaitu untuk mengetahui ada tidaknya kuman.
B. Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul.
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret
2) Pola napas tidak efektif b/d dispnea
3) Resiko kekurangan volume cairan b/d intake klien yang kurang
4) Ganggaun pemenuhan kebutuhan nutrisi (kurang dari kebutuhan) berhubungan dengan
muntah yang lebih dan anoreksi.
C. Rencana Keperawatan
1 Dx Kep I
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam,status ventilasi saluran pernafasan baik
Kriteria Hasil :
1. Keluarga mampu mengetahui ttg sakit yang dialami anaknya
2. Px mengungkapkan pernafasan menjadi mudah
3. Px mampu melakukan batuk efektif
4. Rata-rata pernafasan normal(16-24x/mnt) Intervensi :
1. Kaji frekuensi/ kedalaman pernafasan dan gerakan dada .
Rasional : takipnea, pernapasan dangkal,dan gerakan dada tak simetriks sering terjadi karena ketidak nyamanan gerakan dinding dada dan/ cairan paru
2. Auskultasi area paru.
Rasional : penurunan aliran udara terjadi pada area konsulidasi dengan cairan. Bunyi napas bronchial (normal pada bronkus) dapat juga terjadi pada area konsulodasi. Krekes,ronki,dan mengi terdengar pada inspirasi dan/ ekspirasi pada respon terhadap pengumoulan cairan, secret .
3. Bantu pasien latihan napas sering. Tunjukkan/ bantu pasien melakukan batuk, misalnya
menekan dada dan batuk efektif.
Rasional : napas dalam memudahkan ekspansi maksimum paru-paru/jalan napas lebih kecil. Batuk adalah mekanisme pembersihan jalan napas alami, membantu silia untuk mempertahankan jalan napas paten. Penekanan menurunkan ketidaknyamanan dada dan posisi duduk memungkinkan upaya napas lebih dalam dan kuat.
4. Pengisapan sesuai indikasi
Rasional : merangsang batuk atau pembersihan jalan napas secara mekanik pada pasien yang tak mampu melakukan karena
5. Berikan cairan sedikitnya 2500 ml/hari (kecuali kontraindikasi). Tawarkan air hangat
daripada dingin.
Rasional : cairan (khususnya yang hangat) memobilisasi dan mengeluarkan secret. 6. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi
Rasional : untuk menurunkan sekresi secret dijalan napas dan menurunkan resiko keparahan
2 Dx Kep II.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, klien menunjukkan pola napas efektif
Kriteria hasil :
1. Keluarga mampu mengerti ttg sesak yg dialami anaknya
2. Px mengungkapkan sesak berkurang
3. Px mampu melakukan napas dalam
4. Pengembangan dada normal antara inspirasi dan ekspirasi
Intervensi :
1. kaji frekuensi,kedalaman pernafasan, ekspansi dada. Catat upaya pernafasan, termasuk
penggunaan otot bantu.
Rasional : kecepatan biasanya meningkat. Dispnea dan terjadi peningkatan kerja napas (pada awal /hanya tanda EP subakut). Kedalaman pernafasan biasanya bervariasi
tergantung derajat gagal napas. Ekspansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan/ nyeri dada pleuritik.
2. Auskultasi bunyi napas
Rasional : bunyi napas menurun/ tak ada bila jalan napas obstruksi sekunder terhadap perdarahan,bekuan atau kolaps jalan napas kecil (atelaktasis). Ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan napas/kegagalan pernafasan
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi. Bangunkan pasien turun tempat tidur dan
ambulasi sesegera mungkin
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru memudahkan pernafasan. Pengubahan posisi dan ambulasi meningkatkan pengisian udara segmen paru berbeda sehingga memperbaiki difusi gas
4. Observasi pola batuk dan karakter secret
Rasional : kongesti alveolar mengakibatkan batuk kering/iritasi. Sputu berdarah dapat diakibatkan oleh kerusakan jaringan (infark paru) atau antikoagulan berlebihan 5. Dorong/bantu pasien dalam napas dalam dan latihan batuk. Pengisapan peroral atau
naso trakeal bila diindikasikan.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyamanan upaya bernafas.
6. Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan bila diindikasikan.
Rasional : memaksimalkan bernapas dan menurunkan kerja napas 3 Dx Kep III
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, kekurangan volume cairan tidak terjadi
Kriteria Hasil :
1. Keluarga mengerti ttg penyebab kekurangan cairan
2. Px mengungkapkan sudah tidak merasa dehidrasi
3. Px sudah Nampak tidak lemah
4. Turgor kulit membaik, membrane mukosa baik
Intervensi
1. Observasi turgor kulit, kelembaban membrane mukosa (bibir dan lidah)
R/ indicator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun membrane mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan
2. Pantau masukan dan haluaran,catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan cairan
R/ memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian
3. Catat cairan Intake dan Output
R/untuk mengetahui keseimbangan cairan
4. Berikan dan anjurkan untuk memberikan minum sesering mungkin R/ Mengurangi tingkat dehidrasi
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi cairan R/ Untuk mengatasi rehidrasi yang dialami pasien
4 Dx. Kep IV
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
Kriteria Hasil :
6. Px mengungkapkan nafsu makannya bertambah
7. Pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang dibutuhkan /
diberikan,
8. BB meningkat, membrane mukosa lembab
Intervensi :
1. Kaji keluhan muntah dan anoreksia yang dialami klien.
Rasional :Mengetahui / menetapkan cara menentukan tindakan perawatan dan cara mengatasinya.
2. Berikan makanan yang tidak terlalu asin dan makanan yang tidak digoreng.
Rasional: Makanan yang asin dan digoreng dapat meerangsang batuk. 3. Berikan makanan / minuman setiap habis batuk dan muntah.
Rasional :Pemberian makanan dan minuman setelah batuk dan muntah membantu memenuhi kebutuhan nutrisi.
4. Catat jumlah / porsi makanan yang dihabiskan oleh klien.
Rasional :Mengetahui sejkauh mana pemenuhan nutrisi klien. 5. Timbang BB klien tiap hari.
Rasional : Mengetahui status gizi klien.
6. Hindarkan pemberian makanan yang sulit ditelan
Rasional : Makanan cair atau lunak menghindari adanya aspirasi. 7. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberiaan nutrisi parenteral.
Rasional :Nutrisi parenteral sangan dibutuhkan oleh klien terutama jika intake peroral sangat minim.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
PERTUSIS
A. PENGERTIAN
Pertusis adalah suatu infeksi akut saluran nafas yang mengenai setiap pejamu yang rentan, tetapi paling sering dan serius pada anak-anak. (Behrman, 1992)
Pertusis adalah penyakit infeksi akut pada saluran pernafasan yang sangat menular dengan ditandai oleh suatu sindrom yang terdiri dari batuk yang bersifat spasmodic dan paroksismal disertai nada yang meninggi. (Rampengan, 1993)
Pertusis adalah penyakit saluran nafas yang disebabkan oleh Bordetella pertusis, nama lain penyakit ini adalah tussis quirita, whooping coagh, batuk rejan. (Mansjoer, 2000)
Pertusis adalah penyakit infeksi yang ditandai dengan radang saluran nafas yang menimbulkan Serangan batuk panjang yang bertubi-tubi, berakhir dengan inspirasi berbising. (Ramali, 2003)
Pertusis adalah infeksi bakteri pada saluran pernafasan yang sangat menular dan menyebabkan batuk yang biasanya diakhiri dengan suara pernapasan dalam bernada tinggi atau melengking.
B. ETIOLOGI
Pertusis biasanya disebabkan diantaranya sebagai berikut : ¬ Bordetella pertussis (Hemophilis pertusis).
¬ Suatu penyakit sejenis telah dihubungkan dengan infeksi oleh
bordetella para pertusis, B. Bronchiseptiea dan virus. Adapun cirri-ciri organisme ini antara lain :
Berbentuk batang (coccobacilus) Tidak dapat bergerak
Bersifat gram negative.
Tidak berspora, mempunyai kapsul
Mati pada suhu 55 º C selama ½ jam, dan tahan pada suhu rendah (0º-
10º C)
Dengan pewarnaan Toluidin blue, dapat terlihat granula bipolar
metakromatik
Tidak sensitive terhadap tetrasiklin, ampicillin, eritomisisn, tetapi
resisten terhdap penicillin
o Toksin tidak yahan panas (Heat Labile Toxin)
o Endotoksin (lipopolisakarida)
C. TANDA DAN GEJALA
Masa tunas 7 – 14 hari penyakit dapat berlangsung sampai 6 minggu atau lebih dan terbagi dalam 3 stadium, yaitu :
1. Stadium kataralis Lamanya 1 – 2 minggu
Pada permulaan hanya berupa batuk-batuk ringan, terutama pada malam hari. Batuk-batuk ini makin lama makin bertambah berat dan terjadi serangan dan malam. Gejala lainnya ialah pilek, serak dan anoreksia. Stadium ini menyerupai influenza.
2. Stadium spasmodik Lamanya 2 – 4 minggu
Pada akhir minggu batuk makin bertambah berat dan terjadi paroksismal berupa batuk-batuk khas. Penderita tampak berkeringat, pembuluh darah leher dan muka melebar. Batuk sedemikian beratnya hingga penderita tampak gelisah gejala – gejala masa inkubasi 5 – 10 hari. Pada awalnya anak yang terinfeksi terlihat seperti terkena flu biasa dengan hidung mengeluarkan lendir, mata berair, bersih, demam dan batuk ringan. Batuk inilah yang kemudian menjadi parah dan sering. Batuk akan semakin panjang dan seringkali berakhir dengan suara seperti orang menarik nafas (melengking). Anak akan berubah menjadi biru karena tidak mendapatkan oksigen yang cukup selama rangkaian batuk. Muntah-muntah dan kelelahan sering terjadi setelah serangan batuk yang biasanya terjadi pada malam hari. Selama masa penyembuhan, batuk akan berkurang secra bertahap.
3.Stadium konvalesensi Lamanya kira-kira 4-6 minggu
Beratnya serangan batuk berkurang. Juga muntah berkurang, nafsu makan pun timbul kembali. Ronki difus yang terdapat pada stadium spas,odik mulai menghilang. Infaksi semacam “Common Cold” dapat menimbulkan serangan batuk lagi.
D. PATOFISIOLOGI
Peradangan terjadi pada lapisan mukosa saluran nafas. Dan organisme hanya akan berkembang biak jika terdapat kongesti dan infiltrasi mukosa berhubungan dengan epitel bersilia dan menghasilkan toksisn seperti endotoksin, perttusinogen, toxin heat labile, dan kapsul antifagositik, oleh limfosist dan leukosit untuk polimorfonuklir serta penimbunan debrit peradangan di dalam lumen bronkus. Pada awal penyakit terjadi hyperplasia limfoid penbronklas yang disusun dengan nekrosis yang mengenai lapisan tegah bronkus, tetapi bronkopnemonia disertai nekrosis dan pengelupasan epitel permukaan bronkus. Obstruksi bronkhiolus dan atelaktasis terjadi akibat dari penimbunan mucus. Akhirnya terjadi bronkiektasis yang bersifat menetap.
Cara penularan:
Penyakit ini dapat ditularkan penderita kepada orang lain melalui percikan-percikan ludah penderita pada saat batuk dan bersin. Dapat pula melalui sapu tangan, handuk dan alat-alat makan yang dicemari kuman-kuman penyakit tersebut. Tanpa dilakukan perawatan, orang yang menderita pertusis dapat menularkannya kepada orang lain selama sampai 3 minggu setelah batuk dimulai.
E. KOMPLIKASI
1. Alat Pernafasan Dapat terjadi otitis media (sering pada bayi),
bronkitis, bronkopneumania, atelektasis yang disebabkan sumbatan mukus, emfisema (dapat juga terjadi emfisema mediastrum, leher kulit pada kasus yang berat, bronkrektasis, sedangkan tuberkulosis yang sebelumnya telah ada dapat terjadi bertambah berat.
2. Alat Pencernaan Muntah-muntah yang berat dapat menimbulkan
emasiasi, prolaapsus rektum atau hernia yang mungkin timbul karena tingginya tekanan intra abdominal, ulkus pada ujung lidah karena lidah tergosok pada gigi atau tergigit pada waktu serangan batuk, stomatitis 3. Sususnan saraf Kejang dapat timbul karena gangguan keseimbangan
elektrolit akibat muntah-muntah kadang-kadang terdapat kongesti dan edema otak. Mungkin pula terjadi perdarahan otak
4. Lain -lain Dapat pula terjadi pendarahan lain seperti epistaksis dan
perdarahan subkonjungtiva. F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pada stadium kataralis dan permulaan stadium spasmodic jumlah leukosit meninggi kadang sampai 15.000-45000 per mm3 dengan
limfositosis, diagnosis, dapat diperkuat dengan mengisolasi kuman dari sekresi jalan napas yang dikeluarkan pada waktu batuk.Secara laboratorium diagnosis pertusis dapat ditentukan berdasarkan adanya kuman dalam biakan atau dengan pemeriksaan imunofluoresen
G. PENATALAKSANAAN
Anti mikroba
Pemakai obat-obatan ini di anjurkan pada stadium kataralis yang dini. Eritromisin merupakan anti mikroba yang sampai saat ini dianggap paling efektif dibandingkan dengan amoxilin, kloramphenikol ataupun tetrasiklin. Dosis yang dianjurkan 50mg/kg BB/hari, terjadi dalam 4 dosis selama 5-7 hari.
Kortikosteroid
a. Betametason oral dosis 0,075 mg/lb BB/hari
b. Hidrokortison suksinat (sulokortef) I.M dosis 30 mg/kg BB/ hari kemudian diturunkan
perlahan dan dihentikan pada hari ke-8 c. Prednisone oral 2,5 – 5 mg/hari
Berguna dalam pengobatan pertusis terutama pada bayi muda dengan
seragan proksimal.
Salbutamol Efektif terhadap pengobatan pertusis dengan cara kerja : a. Beta 2 adrenergik stimulan
1) Mengurangi paroksimal khas
2) Mengurangi frekuensi dan lamanya whoop 3) Mengurangi frekuensi apneu
b. Terapi suportif
1) Lingkungan perawatan penderita yang tenang
2) Pemberian makanan, hindari makanan yang sulit ditelan, sebaiknya makanan cair, bila muntah diberikan cairan dan elektrolit secara parenteral
3) Pembersihan jalan nafas 4) Oksigen
Vaksin DPT
Vaksin jerap DPT ( Difteri Pertusis Tetanus ) adalah vaksin yang terrdiri dari toxoid difteri dan tetanus yang dimurnikan dan bakeri pertusis yang telah diinaktivasi.
Indikasi
Untuk pemberian kekebalan secara simultan terhadap pertusia. Cara pemberian dan dosis:
• Sebelum digunakan vaksin dikocok terlebih dahulu agar menjadi homogen.
• Disuntikan secara IM denagn dosis pemberian 0,5 ml sebanyak 3 dosis.
• Dosis pertama diberikan umur 2 bulan,dosis selanjutnya diberikan 1 bulan
• Di unit pelayanan statis, vaksin DPT yang tekah dibuka hanya boleh digunakan 4 minggu
Efek Sampingnya
pnas Kebanyakan anak menderita panas pada sore hari setelah mendapat imunisasi DPT, tetapi panas ini akan sembuh dalam 1-2 hari. Bila panas yang timbul lebih dari 1 hari sesudah pemberian DPT, bukanlah disebabkan oleh vaksin DPT, mungkin ada infeksi lain yang perlu diteliti lebih lanjut.
Rasa sakit di daerah suntikan. Sebagian anak merasa nyeri, sakit, kemerahan, bengkak di tempat suntikan. Bila hal tersebut terjadi setelah suntikan berarti ini disebabkan oleh suntikan DPT. Hal ini perlu diberitahukan kepada
PeradanganHal ini mungkin sebagai akibat dari: jarum suntik tidak steril, bisa karena tersentuh tangan atau sterilisasi kurang lama ataupun sebelum dipakai menyuntik jarum diletakkan di atas tempat yang tidak steril.
Kejang-kejangAnak yang setelah pemberian vaksin DPT mengalami hal ini, tidak boleh diberi vaksin DPT lagi dan sebagai gantinya diberi DT saja. Kontra indikasi. Gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertussis. Anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen pertussis harus dihindarkan pada dosis kedua dan untuk meneruskan imunisasinya dapat diberikan DT. (Direktorat Jendral PPM & PL, Departemen Kesehatan RI)
STRATEGI
è meningkatkan kualitas pelayanan
è mengembangkan pelaksanaan program diseluruh unit pelayanan
kesehatan
è meningkatkan kerja sama dengan semua pihak terkait
è meningkatkan kesadaran dan peran serta masyarakat
è melaksanakan desentralisasi melalui titik berat manajemen program
di kabupaten atau kota
è mengembangkan pelaksanan program melalui penelitian. Kontraindikasi :
gejala-gejala keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala serius keabnormalan pada saraf merupakan kontraindikasi pertusis. Anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama, komponen pertusis harus dihindarkan pada dosis kedua dan untuk meneryskan iminisasi dapat diberikan DPT
ASUHAN KEPERAWATAN PERTUSIS
A. Pemeriksaan Fisika. Aktivitas / istirahat
DS : Gangguan istirahat tidur, malaise.
DO : Lesu, pucat, lingkar mata kehitam-hitaman. b. Sirkulasi
DS :
-DO : Tekanan darah normal / sedikit menurun, takikardi, peningkatan suhu.
c. Eliminasi
DS : BAB dan BAK normal
DO : BB menurun, turgor kulit kurang, membrane mukosa kering. d. Makanan dan cairan
DS : Sakit kepala, pusing. DO : Gelisah
e. Nyeri / kenyamanan
DS : Batuk pada malam hari dan memberat pada siang hari.
DO : Mata tampak menonjol, wajah memerah / sianosis, lidah terjulur dan pelebaran vena leher saat serangan batuk.
f. Pernafasan
DS : Batuk Pilek DO :
o nyaring (whoop) saat inspirasi.
o Penumpukan lender pada trachea dan nasopharing
o Penggunaan otot aksesorus pernafasan.
o Sputum atau lender kental.
B. Pemeriksaan penunjang :
Pembiakan lendir hidung dan mulut.
Pembiakan apus tenggorokan.
Pembiakan darah lengkap (terjadi peningkatan jumlah sel darah putih
yang ditandai sejumlah besar limfosit, LEE tinggi, jumlah leukosit antara 20.000-50.000 sel / m³darah.
Pemeriksaan serologis untuk Bordetella pertusis.
Tes ELISA (Enzyme – Linked Serum Assay) untuk mengukur kadar secret
Ig A.
Foto roentgen dada memeperlihatkan adanya infiltrate perihilus,
atelaktasis atau emphysema II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d peningkatan produksi mucus 2. Pola napas tidak efektif b/d tidak adekuatnya ventilasi
3. Gangguan rasa aman dan nyaman b/d aktivitas batuk yang meningkat.
4. Resiko kekurangan volume cairan b/d intake klien yang kurang 5. Resiko kekurangan nutrisi b/d adanya mual dan muntah.
6. Hyperthermy b/d infeksi salurn nafas. III. INTERVENSI
No DIAGNOSA
KEPERAWATAN INTERVENSI RASIONAL
1. Bersihan jalan napas tidak efektif b/d sekresi yang berlebihan dan kental Tujuan : status ventilasi saluran pernafasan baik Kriteria hasil : 1. Rata-rata pernafasan normal 2. Sputum keluar dari jalan nafas 3. Pernafasan menjadi mudah 4. Bunyi nafas normal
5. Sesak nafas tidak terjadi lagi
- Memberikan cairan hangat sedikitnya 1,9- 2,8 liter/hari
-Beri tahukan orang tua tentang perlunya batuk efektif bagi anak,
sekalipun upaya itu menyakitkan
- Kolaborasi : pemberian obat depresan batuk, ekspektorant sesuai indikasi
-secret kental dapat menyebabkan atelektasis (penyempitan bronkus) - Jelaskan dan
demonstrasikan manfaat latihan batuk yang dapat meningkatkan kerjasama antara orangtua dan anak - untuk menurunkan sekresi secret dijalan napas dan menurunkan resiko keparahan
2. Pola napas tidak efektif Tujuan : menunjukkan pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal Criteria hasil:
- Posisikan anak dalam keadaan semifowler - Memberikan oksigenasi dengan pemberian nasal kanul 3 lpm - Posisi semifowler membantu mempermudahkan pernafasan -Dengan pemberian oksigenasi ,kebutuhan oksigen terpenuhi sehingga pola nafas menjadi efektif
1. Frekuensi pernapasan normal (18-30kali/menit) 2. Retraksi otot bantu nafas normal3.Bunyi paru bersih/jelas 3. Hyperthermi Tujuan : Suhu Tubuh Normal Kriteria Hasil : 1. Suhu tubuh normal (36-37,5 C) 2. Tidak terdapat tanda infeksi (rubor,dolor,kalor, tumor,fungsiolesa) - Memberikan kompres hangat -kolaborasi pemberian antipirektik
Memonitor suhu tubuh setiap 2 jam
- Merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
- merangsang pusat pengatur panas di otak - Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tbuh
4. Resiko kekurangan volume cairan b/d intake klien yang kurang Tujuan : intake sama dengan output Kriteria Hasil : 1. tekanan vital stabil
2. Turgor kulit baik 3. turgor kulit baik 4. membrane mukosa lembab 5. Pengisian kapiler cepat
- Memberikan cairan berupa teh encer, jus apel dalam jumlah 15 mL, tetapi sering
- Observasi turgor kulit, kelembaban membrane mukosa (bibir dan lidah)
- Catat cairan Intake dan Output
- Pantau masukan dan haluaran,catat warna, karakter urine. Hitung keseimbangan cairan - Pemunuhan dasar kebutuhan cairan menurunkan resiko dehidrasi - indicator langsung keadekuatan volume cairan, meskipun
membrane mukosa mulut mungkin kering karena napas mulut dan oksigen tambahan
- Penurunan sirkulasi volume cairan
menyebabkan kekeringan mukosa dan pemekatan urine
- memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan kebutuhan penggantian
5.
Gangguan rasa aman dan nyaman b/d aktivitas batuk yang meningkat.
- Menemani dan
membantu anak pada saat batuk bila anak muntah.
- Meminimalkan anak untuk menangis atau tertawa/bercanda yang berlebihan
- Pemberian obat setelah anak mendapat serangan batuk dan sudah reda
- Mengurangi rasa gelisah dan kesulitan bernafas pada anak
- Penyebab serangan batuk dapat berkurang - Obat tidak akan
terbuang sia-sia kalau diberikan setelah anak mendapat serangan batuk 6. Resiko kekurangan
nutrisi b/d adanya mual dan muntah Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi Criteria hasil : 1. Menunjukkan peningkatan nafsu makan 2. Mempertahankan/ meningkatkan berat badan
- Berikan asupan gizi dengan jumlah kalori = 80/kkal kg BB Berikan protein sebanyak 40 gram
- Identifikasi factor yang menimbulkan
mual/muntah ,misalnya sputum banyak,
pengobatan aerosol, dispnea berat ,nyeri - Meminimalkan pemberian susu yang terlalu manis atau
makanan yang digoreng atau terlalu asin
- Nutrisi yang kurang menyebabkan daya tahan tubuh semakin menurun - pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah
- Susu yang terlalu manis dan goreng-gorengan dapat merangsang reflek batuk yang meningkat
IV. EVALUASI
1).status ventilasi saluran pernafasan baik
2) menunjukkan pola napas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan paru jelas atau bersih
3) tidak terjadi resiko infeksi
4) pasien dapat tidur dan istirahat sesuai kebutuhannya 5) kekurangan volume cairan tidak terjadi
6) resiko kekurangan nutrisi kurang dari kebutuhan tidak terjadi