• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEKUATAN HUKUM BARANG BUKTI ELEKTRONIK DALAM PEMBUKTIAN HUKUM PIDANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEKUATAN HUKUM BARANG BUKTI ELEKTRONIK DALAM PEMBUKTIAN HUKUM PIDANA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

KEKUATAN HUKUM BARANG BUKTI ELEKTRONIK DALAM PEMBUKTIAN HUKUM

PIDANA

Cokorda Gede Bagus Saputra NPM : 1310121196 I Nengah Laba, SH.,M.H Luh Putu Suryani, S.H.,M.H.

ABSTRACT

In this development, technological progress also affects the social order, life and even the rules prevailing in society. However, although the laws in Indonesia are flexible, not all aspects of life can be explicitly regulated in legislation. The Criminal Code is not explicitly regulated on electronic evidence in the proceedings. Only in the KUHAP are 5 valid evidences, namely letter proof, witness testimony, expert information, guidance, and description of the defendant. Although electronic evidence does not seem to have a strong legal force when viewed from the standpoint of ordinary criminal law, but in some special laws and regulations it has recognized and firmly established the position of electronic evidence as a valid evidence in the trial . In the trial of a murder case by Jessicka Kumala Wongso, there was a debate about the validity of electronic evidence in the form of CCTV recordings presented at the hearing. The expert witness of the convicted lawyer said that the recording can not be used as evidence because the evidence is not included in the 5 valid evidence in the Criminal Procedure Code. In other cases, the proof of a sound recording recording a conversation between sn, ms, mf, had also been debated in the trial. The case was finally closed after Setya Novanto chose to resign from the post of chairman DPR RI

Keywords: Evidence, electronic evidence, evidentiary power

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah

Di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Khususnya di dalam BAB IX yang mengatur tentang Kekuasaan Kehakiman. Di dalam pasal 24 ayat (1) menyatakan bahwa,

“Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan”.

Bunyi pasal tersebut menandakan bahwa segala putusan yang di buat oleh majelis hakim di dalam lingkaran kekuasaan kehakiman tidak boleh sama sekali di intervensi oleh pihak manapun. Namun apapun yang menjadi dasar pertimbangan bagi hakim dalam merumuskan

(2)

suatu putusan, juga harus di gali dari hasil alat-alat bukti di dalam persidangan dan tidak kalah penting harus di dasarkan pada pertimbangan hak asasi manusia sebagaimana yang telah diatur di dalam BAB XA Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Kemajuan teknologi yang berkembang pesat dewasa ini juga merupakan tolak ukur bagi hukum di Indonesia agar hukum di Negara kita dapat menyentuh aspek di dalam bidang teknologi secara kompleks. Meskipun hukum di Negara kita telah secara optimal dalam upaya memenuhi rasa keadilan di dalam masyarakat, namun di dalam beberapa kasus yang terbilang baru masih terdapat beberapa kekurangan yang masih bisa dirasakan dari penerapan hukum itu sendiri, seperti masih adanya konflik norma, norma kabur, ataupun kekosongan norma. Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau yang selanjutnya disingkat dengan KUHP, merupakan hukum pidana materiil warisan dari pemerintah Hindia-Belanda, dimana Undang-Undang tersebut masih berlaku sampai saat ini meski Negara kita telah lama merdeka. Untuk mempertahankan hukum pidana materiil tersebut, maka di buatlah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang selanjutnya disingkat dengan KUHAP. KUHAP merupakan hukum pidana formil guna untuk mempertahankan hukum pidana mtaeriil di Indonesia, meskipun begitu namun di dalam KUHAP sendiri tidak mengatur secara tegas mengenai pembuktian. Di dalam KUHAP hanya mengatur tentang alat bukti yang sah sesuai yang tercantum di dalam pasal 183 dan 184 ayat (1). Pasal 183 berbunyi,

“Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang- kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa tindak pidana benar- benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukanya”

Sedangkan mengenai alat bukti yang dimaksud, diatur di dalam pasal 184 ayat (1) yang berbunyi,

“alat bukti yang sah ialah : a. keterengan saksi b. keterangan ahli c. surat

d. petunjuk

(3)

Berdasarkan bunyi pasal tersebut, maka KUHAP hanya mengakui adanya lima alat bukti yang sah yang dapat dipakai oleh hakim dalam memberi keyakinan baginya dalam merumuskan putusan. Namun bagaimana jika terdapat suatu hal yang dapat memberikan keyakinan bagi hakim dan dapat menunjukan fakta yang sebenarnya terhadap suatu peristiwa atau kasus di dalam pembuktian, akan tetapi suatu hal tersebut belum diatur sebagai alat bukti yang sah seperti yang dimuat dalam pasal 184 ayat (1). Jika kita melihat pada perkembangan zaman, maka kemajuan teknologi juga kemungkinan akan memiliki pengaruh terhadap beberapa peristiwa hukum yang terjadi. Contohnya dalam hal teknologi keamanan yang semakin berkembang dewasa ini dan dapat membantu aparat penegak hukum dalam mengungkap suatu kejahatan

2. Rumusan Masalah

Pembatasan masalah ini dimaksudkan untuk lebih mengarahkan penelitian sesuai dengan tujuan penelitian agar lebih spesifik dan tidak keluar dari pokok permasalahan. Dalam skripsi hanya dibatasi pada permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana kekuatan hukum barang bukti elektronik dalam pembuktian perkara pidana biasa?

2. Bagaimana kekuatan pembuktian barang bukti elektronik dalam hukum pidana biasa dengan hukum pidana khusus?

3. Apakah barang bukti elektronik dapat dijadikan dasarkeyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam perkara pidana pidana biasa?

3. Tujuan Penelitian

3.1 Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan dalam rangka untuk mengetahui kedudukan barang bukti elektronik dalam pembuktian hukum pidana dan antara lain:

1. Merupakan suatu syarat wajib dalam menyelesaikan studi di perguruan tinggi khususnya Fakultas Hukum Warmadewa Denpasar.

(4)

3. Sebagai persyaratan akhir untuk melatih mahasiswa/I dalam memecahkan masalah hukum dan untuk melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi Khususnya dalam bidang penelitian.

3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus yang ingin dicapai dalam penelitian yaitu:

1. Untuk mengetahui landasan hukum yang yang mengatur tentang barang bukti 2. Untuk mengetahui keabsahan barang bukti sebagai alat bukti dalam persidangan

perkara pidana.

3. Untuk mengetahui pengaruh barang bukti elektronik terhadap keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan di dalam perkara pidana biasa

Metode Penelitian

Dalam meneliti permasalahan yang dikongkritkan dalam tiga pertanyaan penelitian di atas, maka untuk sampai pada tujuan penelitian, keseluruhan penelitian ini akan mengikutu pendekatan metode tertentu. Sebagai salah satu peneliti hukum maka akan menggunakan metode penelitian yang disebut dengan studi pustaka (using available data). Proses penelitian akan menelusuri bahan hukum yang sudah tersedia dalam bentuk ketentuan-ketentuan hukum yang sudah pernah ditulis, Catatan-catatan pembentukan suatu ketentuan, kamus dan esiklopedia, buku, laporan-laporan dan informasi yang terpublikasi lainya seperti artikel serta putusan pengadilan. Agar dapat dikatakan, bahwa suatu penelitian hukum yang lengkap memang selalu harus dimulai satu inventarisasi tentang peraturanperaturan hukum positif yang berlaku.1 Jadi harus dimulai dengan menggunakan metode-metode penelitian hukum. Maka untuk mengetahui sejauh mana hukum positif itu memadai dan memenuhi kebutuhan masyarakat, ia harus mengadakan penelitian-penelitian sosiologi hukum2. Jadi dapat dikatakan bahwa penelitian sosiolegal adalah tergantung kepada keperluanya sesuai dengan permasalahan penelitan hukum itu sendiri dan sejauh mana hukum positif itu memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat bukan objek penelitian.

1

Pangaribuan, Luhut M.P., 2016.Hukum Acara Pidana dan Hakin Ad Hoc, Papar Sinar Sinantar, Jakarta, Hal 61

2

(5)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian yang telah dilakukan menggunakan bahan-bahan hukum yang telah ditentukan, dapat dilihat secara jelas bahwa masih adAnya celah kekosongan norma tentang kedudukan yang sah dari barang bukti elektronik di dalam suatu persidangan.Di dalam hukum pidana umum di Indonesia, dimana hukum formilnya diatur berdasarkan KUHAP, tidak mencantumkan secara jelas mengenai kedudukan hukum barang bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah di dalam persidangan. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa di dalam KUHAP hanya mengatur tentang 5 (Lima) alat bukti yang sah yang terdiri dari :

a. Surat

b. Keterangan saksi c. keterangan saksi ahli d. petunjuk

e. Keterangan terdakwa

Sedangkan bukti elektronik tidak memiliki kedudukan hukum sebagai alat bukti di dalam KUHAP. Meskipun demikian, bukti elektronik masih dapat dijadikan sebagai barang bukti di dalam persidangan. Di dalam KUHAP tidak dijelaskan secara jelas mengenai pengertian dari barang bukti. Namun dari cara mendapatkan barang bukti tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian barang bukti adalah hasil serangkaian tindakan penyidik dalam penyitaan, dan atau penggeledahan dan atau pemeriksaan surat untuk mengambil alih dan atau menyimpan dibawah penguasaanya benda bergerak atau tidak berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan peradilan.3

System pembuktian yang dianut oleh KUHAP adalah system pembuktian negative, yang artinya adanya asas minimum pembuktian yang didasarkan pada alat-alat bukti yang sah di dalam persidangan. Selain itu juga adanya keyakinan hakim untuk menyatakan terdakwa seseorang bersalah atau tidak.

3

(6)

SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Bahwa bukti elektronik saat ini merupakan kebutuhan untuk mengungkap tindak pidana yang dipersidangan pengadilan, terutama yang sulit pembuktiannya dan atau masih tidak cukup meyakinkan alat bukti sebagaimana diatur dalam KUHAP. Meskipun hukum acara pidana tidak mencantumkan secara tegas tentang bukti elektronik namun hakim bisa menggunakan bukti elektronik ini sebagai alat bukti petunjuk dengan persesuaian alat bukti lain. Mahkamah Agung sejak tahun 1988 sudah mengakui alat bukti elektronik dipersidangan pengadilan.

2. Meskipun sekarang ini sudah banyak peraturan perundangan di Indonesia yang mengakui alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah, bahkan, Mahkamah Agung (MA) sudah mengakuinya sejak 1988. Namun nilai pembuktian data elektronik sebagai alat bukti di pengadilan nampaknya masih dipertanyakan validitasnya. Dalam praktek pengadilan di Indonesia, penggunaan data elektronik sebagai alat bukti yang sah memang belum biasa digunakan. Kebutuhan bukti elektronik sudah secara tegas diatur dalam undang-undang ITE memberikan dasar hukum mengenai kekuatan hukum alat bukti elektronik dan syarat formil dan materil alat bukti elektronik agar dapat diterima di persidangan.

3. Jenis bukti elektronik yang dibutuhkan dalam mengungkap kasus pidana bisa berupa cctv, rekaman, videoa conference, dan jenis-jenis bukti elektronik yang dapat merekam, memuat gambar atau catatan dan terekam dalam bukti elektronik dan dengan bukti yang meyakinkan tersebut seorang hakim dapat menjadikanya sebagai dasar pertimbangan dalam merumuskan putusan

(7)

1. Dengan kemajuan teknologi dan perkembangan tekhnik informasi yang semakin cepat maka pemerintah harus dengan segera mengakui bahwa bukti elektronik harus diakui dan diajadikan sebagai alat bukti dipersidangan. Jaksa sebagai pihak yang punya kewajiban membuktikan dakwaan di pengadilan maka bukti elektronik dijadikan sebagai petunjuk untuk menunjang bukti lainnya.

2. Hakim dan aparat penegak hukum lain harus tidak ragu lagi menggunakan alat bukti elektronik sebagai bagian dari cara untuk membuktikan kasusnya di pengadilan. Penggunaan bukti elektronik di[akai sejak mulai tahap penyidikan.

3. Jenis bukti elektronik akan berkembangan sedemikian cepat sehingga penegak hukum harus mengikuti perkembanganalat bukti elektronik.

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Barda Nawawi, 2005.Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Cetakan Ketiga Edisi Revisi, Citra Aditya Bhakti, Bandung.

Bangbang Sugono, 2015. Metodologi Penelitian Hukum Rajawali Pers, Jakarta. Dr. Syaifull Bakhri, 2012. Beban Pembuktian Dalam Beberapa Praktik Peradilan,

Gramata Publishing, Depok.

Drs. Hari Sasangka, 2003.Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana, Mandar Maju, Bandung

Harahap, M. Yahya, 2015.Pembahasan Permasalaha dan Penerapan KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta.

Lilik Mulyadi, 2007.Pebalikan Beban Pembuktian Tindak Pidana Korupsi, Alumni, Bandung.

Makhrus Munajat, 2009 Hukum Pidana Islam Di Indonesia. Teras, Yogyakarta. M. Yahya Harahap, 2000.Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP

Penyidikan Dan Penuntutan, Sinar Grafika, Jakarta. Oemar Seno Adji, 1985KUHAP Sekarang. Erlangga, Jakarta.

Pangaribuan, Luhut M.P., 2016.Hukum Acara Pidana dan Hakin Ad Hoc, Papar Sinar Sinanti, Jakarta.

(8)

Ratna Nurul Afiah, 1988.Barang Bukti Dalam Proses Pidana, Sinar Grafika, Jakarta

Suekamto, Surjono, 1975. Beberapa Masalah Hukum Dalam Karangka Pembangunan diIndonesia , Yayasan penerbit UI

Rofinus Hotmaulana,10 Maret 2011. Perlindungan Terhadap Hak – Hak

Tersangka/Terdakwa Atas Penerapan Beban Pembuktian Terbalik. Mabes Polri, Fokus GroupDiscussion

Rusli Muhamad, 2009.Hukum Acara Pidana Kontemporer. FH-UII Press, Yogyakarta.

R. Subekti. Hukum Pembuktian, Pradnya Paramita, Jakarta. 2008 Soedirjo, 1985. Jaksa Dan Hakim Dalam Proses Pidana, CV. Akademika

Pressindo, Jakarta

Teguh Samudra.. 1992.Hukum Pembuktian Dalam Acara Perdata, Alumni, Bandung.

https://metro.tempo.co/read/news/2016/01/30/064740839/tersangka-kasus-

mirna-kronologi-versi-jessica-dan-polisiTempo.co, tanggal 30 Januari 2016. Diakses tanggal 3 Februari 2016.

https://metro.tempo.co/read/news/2016/01/30/064740788/jessica-wongso

resmi-jadi-tersangka-kematian-mirnaTempo.co, tanggal 30 Januari 2016. Diakses tanggal 3 Februari 2016.

http://news.detik.com/berita/d-3316100/jessica-wongso-dituntut-20-tahun-

protes-keluarga-mirna-dan-sorotan-australia. detiknews. Diakses tanggal 2016-10-08. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20161027132920-12-168408/kasus-

pembunuhan-berencana-jessica-divonis-20-tahun. CNN Indonesia. Diakses tanggal 2016-10-27.

(9)

Denpasar, Agustus 2017

Telah Disetujui Oleh

Pembimbing I Pembimbing II

I NENGAH LABA, SH.,M.H Luh Putu Suryani, S.H.,M.H.

Referensi

Dokumen terkait

Nitrate Removal Using Purolite A520E Ion Exchange Resin: Batch and Fixed-Bed Column Adsorption Modelling.. International Journal of Environmental Science

Indeed, Martin Ravallion (2016) has expressed his concerns about the ‘fetish’ of poverty targeting, exemplified by the obsession with addressing inclusion errors while much less

Laporan perubahan ekuitas menyajikan laba atau rugi entitas untuk suatu periode, pos pendapatan dan beban yang diakui secara langsung dalam ekuitas untuk periode tersebut,

Teknik yang digunakan ialah dengan cara menempatkan sebuah pencatu ( feed ) pada salah satu patch hingga pada posisi pencatu tersebut didapatkan lebih dari satu

Adapun maksud dari penelitian ini adalah agar penulis memperoleh pemahaman, memperoleh informasi dan menjelaskan gambaran mengenai bagaimana pengaruh orientasi

Berdasarkan kebiasaan minum kopi dalam sehari pada responden menujukkan bahwa sebanyak 3 gelas seluruhnya memiliki kadar LDL normal 12 sedangkan yang melebihi 3

42 Gambar 4.13 Tampilan M-File Setelah Di Running Untuk Mencari Perhitungan Rugi-Rugi Daya Dan Perhitungan Rugi-Rugi Daya Dalam Persen (%) Beban Puncak Siang Pada Penyulang

Hasil proses elektrokoagulasi terhadap penurunan kadar logam Cr pada parameter lama waktu kontak optimum yaitu pada 30 menit didapatkan konsentrasi akhir