• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat-TB Paru

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat-TB Paru"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman mikobakterium Tuberkulosis adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kuman mikobakterium tuberkulos

tuberkulosa. Hasil ini a. Hasil ini ditemukan pertama kali ditemukan pertama kali oleh Robert Koch pada tahun 1882.oleh Robert Koch pada tahun 1882.

Penyakit tuberkulosis sudah ada dan dikenal sejak zaman dahulu, manusia sudah Penyakit tuberkulosis sudah ada dan dikenal sejak zaman dahulu, manusia sudah berabad-abad hidup bersama dengan kuman tuberkulosis. Hal ini dibuktikan dengan berabad-abad hidup bersama dengan kuman tuberkulosis. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya lesi tuberkulosis pada penggalian tulang-tulang kerangka di Mesir. Demikian ditemukannya lesi tuberkulosis pada penggalian tulang-tulang kerangka di Mesir. Demikian juga di Indonesia, yang dapat kita saksikan dalam ukiran-ukiran pada dinding candi juga di Indonesia, yang dapat kita saksikan dalam ukiran-ukiran pada dinding candi Borobudur.

Borobudur.11

Diseluruh dunia tahun 1990 WHO melaporkan terdapat 3,8 juta kasus baru TB dengan Diseluruh dunia tahun 1990 WHO melaporkan terdapat 3,8 juta kasus baru TB dengan 49% kasus terjadi di Asia Tenggara. Dalam periode 1984 ± 1991 tercatat peningkatan jumlah 49% kasus terjadi di Asia Tenggara. Dalam periode 1984 ± 1991 tercatat peningkatan jumlah kasus TB diseluruh dunia, kecuali Amerika dan Eropa. Di tahun 1990 diperkirakan 7,5 juta kasus TB diseluruh dunia, kecuali Amerika dan Eropa. Di tahun 1990 diperkirakan 7,5 juta kasus TB dan 2,5 juta kematian akibat TB diseluruh dunia.

kasus TB dan 2,5 juta kematian akibat TB diseluruh dunia.22 Annual Risk Infection

Annual Risk Infection ditahun 1980 ± 1985 dinegara-negara Asia Tenggaraditahun 1980 ± 1985 dinegara-negara Asia Tenggara diperkirakan sekitar 2% yang berarti terdapat insidensi 100 kasus BTA (+) per 100.000 diperkirakan sekitar 2% yang berarti terdapat insidensi 100 kasus BTA (+) per 100.000 penduduk.

penduduk.33 Tahun 1987 di Singapura terdapat 62 kasus per 100.000 penduduk, dengan rata-Tahun 1987 di Singapura terdapat 62 kasus per 100.000 penduduk, dengan rata-rata penurunan tahunan 5,7% sejak tahun 1959. Brunei Darussalam dengan angka kematian rata penurunan tahunan 5,7% sejak tahun 1959. Brunei Darussalam dengan angka kematian 8,5 kasus per 100.000 penduduk dengan insiden BTA (+) 84 kasus per 226.000 penduduk. 8,5 kasus per 100.000 penduduk dengan insiden BTA (+) 84 kasus per 226.000 penduduk. Sedangkan Filipina ditahun 1981 ± 1983 memperkirakan prevalensi BTA (+), 0,95%. Sedangkan Filipina ditahun 1981 ± 1983 memperkirakan prevalensi BTA (+), 0,95%. 44 Berdasarkan data dari SEAMIC Health Statistic tahun 1990, penyakit tuberkulosis penyebab Berdasarkan data dari SEAMIC Health Statistic tahun 1990, penyakit tuberkulosis penyebab kematian no. 10 di Thailand tahun 1989 dan menduduki urutan ke 4 di Filipina pada tahun kematian no. 10 di Thailand tahun 1989 dan menduduki urutan ke 4 di Filipina pada tahun 1987.

1987.55 Menurut Global TB ± WHO, 1998 saat ini pusat dari epidemi TB berada di AsiaMenurut Global TB ± WHO, 1998 saat ini pusat dari epidemi TB berada di Asia dengan terdapat 4,5 juta dari 8 juta kasus yang diperkirakan terdapat di dunia atau 50% dengan terdapat 4,5 juta dari 8 juta kasus yang diperkirakan terdapat di dunia atau 50% kasusnya di 6 negara yaitu India, Cina, Bangladesh, Pakistan, Indonesia dan Filipina. kasusnya di 6 negara yaitu India, Cina, Bangladesh, Pakistan, Indonesia dan Filipina. Indonesia menempati urutan ke-3 sebagai penyumbang kasus terbesar di dunia setelah India Indonesia menempati urutan ke-3 sebagai penyumbang kasus terbesar di dunia setelah India dan Cina.

dan Cina.66

Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan Berdasarkan hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI, tahun 1972 TB menempati urutan ke 3

RI, tahun 1972 TB menempati urutan ke 3 penyepenyebab kematian bab kematian menurut SKRT tahun 1980 TBmenurut SKRT tahun 1980 TB menempati urutan ke 4, dan menurut SKRT tahun 1992, TB menempati urutan nomor 2 menempati urutan ke 4, dan menurut SKRT tahun 1992, TB menempati urutan nomor 2 sesudah penyakit sistem sirkulasi.

(2)

Hasil SKRT tahun 1995 TB merupakan penyebab kematian nomor 3 dari seluruh Hasil SKRT tahun 1995 TB merupakan penyebab kematian nomor 3 dari seluruh kelompok usia dan nomor 1 antara penyakit infeksi yang merupakan masalah kesehatan kelompok usia dan nomor 1 antara penyakit infeksi yang merupakan masalah kesehatan masyarakat

masyarakat IndoneIndonesia.sia.44

Pembuatan diagnosis tuberkulosis paru kadang-kadang sulit, sebab penyakit Pembuatan diagnosis tuberkulosis paru kadang-kadang sulit, sebab penyakit tuberkulosi

tuberkulosis paru yang sudah berat s paru yang sudah berat dan progresif, sering tidak menimbulkan gejala yang dadan progresif, sering tidak menimbulkan gejala yang da patpat dilihat/dikenal; antara gejala dengan luasnya penyakit maupun lamanya sakit, sering tidak  dilihat/dikenal; antara gejala dengan luasnya penyakit maupun lamanya sakit, sering tidak  mempunyai korelasi yang baik. Hal ini disebabkan oleh karena penyakit tuberkulosis paru mempunyai korelasi yang baik. Hal ini disebabkan oleh karena penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit paru yang besar 

merupakan penyakit paru yang besar  (gr (gr eat imitatoeat imitator),r), yang mempunyai diagnosis bandingyang mempunyai diagnosis banding hampir pada se

hampir pada semua penyakit dada dan banyamua penyakit dada dan banya k penyakit lain yang mempunyak penyakit lain yang mempunyai gejala ui gejala umummum berupa kelelahan dan panas.

berupa kelelahan dan panas.77

Walaupun penyakit ini telah lama dikenal, obat-obat untuk menyembuhkannya belum Walaupun penyakit ini telah lama dikenal, obat-obat untuk menyembuhkannya belum lama ditemukan, dan pengobatan tuberkulosis paru saat ini lebih dikenal dengan sistem lama ditemukan, dan pengobatan tuberkulosis paru saat ini lebih dikenal dengan sistem pengobatan jangka pendek dalam waktu 6±9 bulan. Prinsip pengobatan jangka pendek adalah pengobatan jangka pendek dalam waktu 6±9 bulan. Prinsip pengobatan jangka pendek adalah membunuh dan mensterilkan kuman yang berada di dalam tubuh manusia. Obat yang sering membunuh dan mensterilkan kuman yang berada di dalam tubuh manusia. Obat yang sering digunakan dalam pengobatan jangka pendek saat ini adalah isoniazid, rifa

digunakan dalam pengobatan jangka pendek saat ini adalah isoniazid, rifa mpisin, pirazinamid,mpisin, pirazinamid, streptomisin dan etambutol.

(3)

Hasil SKRT tahun 1995 TB merupakan penyebab kematian nomor 3 dari seluruh Hasil SKRT tahun 1995 TB merupakan penyebab kematian nomor 3 dari seluruh kelompok usia dan nomor 1 antara penyakit infeksi yang merupakan masalah kesehatan kelompok usia dan nomor 1 antara penyakit infeksi yang merupakan masalah kesehatan masyarakat

masyarakat IndoneIndonesia.sia.44

Pembuatan diagnosis tuberkulosis paru kadang-kadang sulit, sebab penyakit Pembuatan diagnosis tuberkulosis paru kadang-kadang sulit, sebab penyakit tuberkulosi

tuberkulosis paru yang sudah berat s paru yang sudah berat dan progresif, sering tidak menimbulkan gejala yang dadan progresif, sering tidak menimbulkan gejala yang da patpat dilihat/dikenal; antara gejala dengan luasnya penyakit maupun lamanya sakit, sering tidak  dilihat/dikenal; antara gejala dengan luasnya penyakit maupun lamanya sakit, sering tidak  mempunyai korelasi yang baik. Hal ini disebabkan oleh karena penyakit tuberkulosis paru mempunyai korelasi yang baik. Hal ini disebabkan oleh karena penyakit tuberkulosis paru merupakan penyakit paru yang besar 

merupakan penyakit paru yang besar  (gr (gr eat imitatoeat imitator),r), yang mempunyai diagnosis bandingyang mempunyai diagnosis banding hampir pada se

hampir pada semua penyakit dada dan banyamua penyakit dada dan banya k penyakit lain yang mempunyak penyakit lain yang mempunyai gejala ui gejala umummum berupa kelelahan dan panas.

berupa kelelahan dan panas.77

Walaupun penyakit ini telah lama dikenal, obat-obat untuk menyembuhkannya belum Walaupun penyakit ini telah lama dikenal, obat-obat untuk menyembuhkannya belum lama ditemukan, dan pengobatan tuberkulosis paru saat ini lebih dikenal dengan sistem lama ditemukan, dan pengobatan tuberkulosis paru saat ini lebih dikenal dengan sistem pengobatan jangka pendek dalam waktu 6±9 bulan. Prinsip pengobatan jangka pendek adalah pengobatan jangka pendek dalam waktu 6±9 bulan. Prinsip pengobatan jangka pendek adalah membunuh dan mensterilkan kuman yang berada di dalam tubuh manusia. Obat yang sering membunuh dan mensterilkan kuman yang berada di dalam tubuh manusia. Obat yang sering digunakan dalam pengobatan jangka pendek saat ini adalah isoniazid, rifa

digunakan dalam pengobatan jangka pendek saat ini adalah isoniazid, rifa mpisin, pirazinamid,mpisin, pirazinamid, streptomisin dan etambutol.

(4)

BAB II BAB II ISI ISI II.1 EPIDEMIOLOGI II.1 EPIDEMIOLOGI

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992

ini. Pada tahun 1992 W W oor r ld Health Old Health Org rg anizationanization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis(WHO) telah mencanangkan tuberkulosis

sebagai

sebagai ³ Global Eme³ Global Emerg rg ency´ .ency´ . Laporan WHO tahunLaporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,82004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus

juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil TahanBTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut Asam) positif. Sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional

regional WHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruhWHO jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat

kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000dari jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia

penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk.

pendduduk.99

Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB tahun. Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per  terdapat di Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per  100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 100.000 penduduk. Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus penduduk, dimana prevalensi HIV yang cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.

TB yang muncul.99

Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat dan China. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan TB. Di Indonesia tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.

akut pada seluruh kalangan usia.99 Berikut ini adalah ga

(5)

Gambar 1. Penyebaran Penyakit Tuberkulosis di Seluruh Dunia Gambar 1. Penyebaran Penyakit Tuberkulosis di Seluruh Dunia1010

II.2 DEFINISI II.2 DEFINISI

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi

Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi M M ycobacteycobacter r iumium

tube

tuber r culosis.culosis.1010

II.3 MIKROBIOLOGI II.3 MIKROBIOLOGI

A. Morfologi dan Struktur Bakteri A. Morfologi dan Struktur Bakteri

ycobacteycobacter r ium tubeium tuber r culosisculosis berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak berbentuk batang lurus atau sedikit melengkung, tidak 

berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 ± 0,6 mm dan panjang 1 ± 4 mm. berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 ± 0,6 mm dan panjang 1 ± 4 mm. Dinding

Dinding M M . tube. tuber r culosisculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%).sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%).

Penyusun utama dinding sel

Penyusun utama dinding sel M M . tube. tuber r culosisculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-ialah asam mikolat, lilin kompleks

(complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut

waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cocor r d factod factor r , dan, dan mycobactemycobacter r ial sulfolipidsial sulfolipids yangyang berperan dalam virulensi. Asa

berperan dalam virulensi. Asa m mikolat merupakan m mikolat merupakan asam lemaasam lemak berantai panjang k berantai panjang (C60 (C60 ± ±  C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan

(6)

peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri

yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M M . tube. tuber r culosisculosis bersifat tahan asam, yaitubersifat tahan asam, yaitu

apabila sekali

apabila sekali diwarnai akadiwarnai aka n tetap n tetap tahan ttahan terhadap upaya erhadap upaya penghpenghilangan zat ilangan zat warna warna tersebuttersebut dengan larutan asam±alkohol.

dengan larutan asam±alkohol.

Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen

polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M M . tube. tuber r culosisculosis dapat diidentifikasi dengandapat diidentifikasi dengan

menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal

menggunakan antibodi monoklonal . Saat ini telah dikenal pupur r ified antiified antig g ensens dengan beratdengan berat molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitifitas dan molekul 14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitifitas dan spesifisitas yang berfariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen spesifisitas yang berfariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang menggolongkan antigen

.tube.tuber r culosisculosis dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik).dalam kelompok antigen yang disekresi dan yang tidak disekresi (somatik).

Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 a, Antigen yang disekresi hanya dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 a, protein MTP 40 dan lain lain.

protein MTP 40 dan lain lain.99

B. Biomolekuler B. Biomolekuler

Genom

Genom M M . tube. tuber r culosisculosis mempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan kandunganmempunyai ukuran 4,4 Mb (mega base) dengan kandungan

guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah diketahui lebih dari 165 guanin (G) dan sitosin (C) terbanyak. Dari hasil pemetaan gen, telah diketahui lebih dari 165 gen dan penanda genetik yang dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok 1 gen yang merupakan gen dan penanda genetik yang dibagi dalam 3 kelompok. Kelompok 1 gen yang merupakan sikuen DNA mikobakteria yang selalu ada (conserved) sebagai DNA target, kelompok II sikuen DNA mikobakteria yang selalu ada (conserved) sebagai DNA target, kelompok II merupakan sikuen DNA yang menyandi antigen protein, sedangkan kelompok III adalah merupakan sikuen DNA yang menyandi antigen protein, sedangkan kelompok III adalah sikuen DNA ulangan seperti elemen sisipan.

sikuen DNA ulangan seperti elemen sisipan.

Gen pab dan gen groEL masing-masing menyandi protein berikatan posfat misalnya Gen pab dan gen groEL masing-masing menyandi protein berikatan posfat misalnya protein 38 kDa dan protein kejut panas (

protein 38 kDa dan protein kejut panas (heat shock pheat shock pr r oteinotein) seperti protein 65 kDa, gen katG) seperti protein 65 kDa, gen katG menyandi katalase-peroksidase dan gen 16SrRNA (rrs) menyandi protein ribosomal S12 menyandi katalase-peroksidase dan gen 16SrRNA (rrs) menyandi protein ribosomal S12 sedangkan gen rpoB menyandi RNA polimerase.

sedangkan gen rpoB menyandi RNA polimerase.

Sikuen sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang

Sikuen sisipan DNA (IS) adalah elemen genetik yang mobilemobile. Lebih dari 16 IS ada. Lebih dari 16 IS ada dalam mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS (IS-like element). dalam mikobakteria antara lain IS6110, IS1081 dan elemen seperti IS (IS-like element). Deteksi gen tersebut dapat dilakuka

(7)

Gambar 2. Gambaran mikroskopik M. Tuberculosis dengan Pewarnaan Ziehl Neelsen

II.4 PATOGENESIS

Paru merupakan por t d¶ent rée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik ( d r oplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus Primer  GOHN.

Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer  merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar  (limfadenitis) dan saluran limfe yang meradang (limfangitis).

Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman

(8)

hingga timbulnya gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.

Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler  telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.

Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.

(9)

Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.

Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatog enic spr ead ). Melalui cara ini, kuman TB menyebar  secara sporadik dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya.

Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman. Fokus ini umumnya tidak  langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu menurun, fokus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.

Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut (acute g ener alized hematog enic spr ead ). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu 2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya sistem imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.

Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute g ener alized hematog enic spr ead  dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butir padi-padian/jewawut ( millet seed ). Secara patologi

(10)

anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm, yang secara histologi merupakan granuloma.

Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah pr ot r acted hematog enic spr ead . Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan menyebar ke saluran vaskular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe ini tidak dapat dibedakan dengan acute g ener alized hematog enic spr ead . Hal ini dapat terjadi secara berulang.

Pada anak, 5 tahun pertama setelah infeksi (terutama 1 tahun pertama), biasanya sering terjadi komplikasi. Menurut Wallgren, ada 3 bentuk dasar TB paru pada anak, yaitu penyebaran limfohematogen, TB endobronkial, dan TB paru kronik. Sebanyak 0.5-3% penyebaran limfohematogen akan menjadi TB milier atau meningitis TB, hal ini biasanya terjadi 3-6 bulan setelah infeksi primer. Tuberkulosis endobronkial (lesi segmental yang timbul akibat pembesaran kelenjar regional) dapat terjadi dalam waktu yang lebih lama (3-9 bulan). Terjadinya TB paru kronik sangat bervariasi, bergantung pada usia terjadinya infeksi primer. TB paru kronik biasanya terjadi akibat reaktivasi kuman di dalam lesi yang tidak  mengalami resolusi sempurna. Reaktivasi ini jarang terjadi pada anak, tetapi sering pada remaja dan dewasa muda.

Tuberkulosis ekstrapulmonal dapat terjadi pada 25-30% anak yang terinfeksi TB. TB tulang dan sendi terjadi pada 5-10% anak yang terinfeksi, dan paling banyak terjadi dalam 1 tahun tetapi dapat juga 2-3 tahun kemudian. TB ginjal biasanya terjadi 5-25 tahun setelah infeksi primer.12

Gambar 3. Skema Perkembangan Sarang Tuberkulosis Post Primer dan Perjalanan

(11)

Gambar 4. Patogenesis Tuberkulosis11

II.5 KLASIFIKASI A. Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk  pleura.

1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA) TB paru dibagi atas:

a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologik  menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak  menunjukkan BTA positif dan biakan positif.

b. Tuberkulosis paru BTA (-)

1) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik dan kelainan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif.

(12)

2) Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan biakan M . tuber culosis

positif.

2. Berdasarkan tipe pasien

Tipe pasien ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien yaitu :

a. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

b. Kasus kambuh (relaps)

Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan positif.

Bila BTA negatif atau biakan negatif tetapi gambaran radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan terdapat gejalaklinis maka harus dipikirka n beberapa kemungkinan :

1) Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll) Dalam hal ini berikan dahulu antibiotik  selama 2 minggu, kemudian dievaluasi.

2) Infeksi jamur  3) TB paru kambuh

Bila meragukan harap konsul ke ahlinya. c. Kasus defaulted atau d r op out 

Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya selesai.

d. Kasus gagal

1) Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan).

2) Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan.

e. Kasus kronik / persisten

Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik.

(13)

Catatan:

a. Kasus pindahan (transfer in):

Adalah pasien yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Pasien pindahan tersebut harus membawa surat rujukan / pindah.

b. Kasus Bekas TB:

1) Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada) dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif, atau foto serial menunjukkan gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT adekuat akan lebih mendukung. 2) Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan telah mendapat pengobatan

OAT 2 bulan serta pada foto toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologic.9

B. Tuberkulosis Ekstra Paru

Tuberkulosis ekstra paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, kelenjar getah bening, selaput otak, perikard, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kela min dan lain-lain.

Diagnosis sebaiknya didasarkan atas kultur positif atau patologi anatomi. Untuk kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan pengambilan spesimen maka diperlukan bukti klinis yang kuat dan konsisten dengan TB ekstra par u aktif.

II.6 DIAGNOSIS

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik da n pemeriksaan penunjang lainnya. A. Gejala klinik 

Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik, bila organ yang terkena adalah paru maka gejala lokal ialah gejala respiratorik  (gejala lokal sesuai organ yang terlibat).

1. Gejala respiratorik 

a. batuk-batuk lebih dari 2 minggu b. batuk darah

c. sesak napas d. nyeri dada

(14)

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

2. Gejala sistemik  a. Demam

b. Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat bada n menurun. 3. Gejala tuberkulosis ekstra paru

Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar  getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kada ng nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

B. Pemeriksaan Fisik 

Pada pemeriksaan fisik, kelainan yang akan dijumpai tergantung dari organ yang terlibat. Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior  terutama daerah apeks dan segmen posterior (S1 & S2) , serta daerah apeks lobus inferior  (S6). Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki basah, ta nda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.

Pada pleuritis tuberkulosa, kelainan pemeriksaan fisik tergantung dari banyaknya cairan di rongga pleura. Pada perkusi ditemukan pekak, pada auskultasi suara napas yang melemah sampai tidak terdengar pada sisi yang terdapat cairan.

Pada limfadenitis tuberkulosa, terlihat pembesaran kelenjar getah bening, tersering di daerah leher (pikirkan kemungkinan metastasis tumor), kadang-kadang di daerah ketiak. Pembesaran kelenjar tersebut dapat menjadi ³cold abscess´

(15)

Gambar 5. Paru : Apeks Lobus Superior dan Apeks Lobus Inferior

C. Pemeriksaan Bakteriologik  1. Bahan pemeriksasan

Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor  cer ebr ospinal , bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH)

2. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan Cara pengambilan dahak 3 kali (SPS):

a. Sewaktu / spot (dahak sewaktu saat kunjungan) b. Pagi ( keesokan harinya )

c. Sewaktu / spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi) atau setiap pagi 3 hari berturut-turut.

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasilitas, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.

Bahan pemeriksaan hasil BJH, dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek, atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9% 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.

(16)

Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan t elah tertulis identitas pasien yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.

Bila lokasi fasilitas laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan pasien, spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos. Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring:

a. Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat bagian tengahnya. b. Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian tengah dari kertas

saring sebanyak + 1 ml.

c. Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada satu ujung yang tidak mengandung bahan dahak.

d. Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang aman, misal di dalam dus.

e. Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam kantong plastik  kecil.

f. Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi.

g. Di atas kantong plastik dituliskan na ma pasien dan tanggal pengambilan dahak. h. Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat laboratorium. 3. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain.

Pemeriksaan bakteriologik dari spesimen dahak dan bahan lain (cairan pleura, liquor  cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar /BAL, urin, faeces dan jaringan biopsi, termasuk BJH) dapat dilakukan dengan cara :

a. Pemeriksaan mikroskopik:

Mikroskopik biasa : pewarnaan Ziehl-Nielsen

Mikroskopik fluoresens: pewarnaan auramin-rhodamin (khususnya untuk screening) lnterpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila :

1) 3 kali positif atau 2 kali positif, 1 kali negative : BTA positif 

2) 1 kali positif, 2 kali negative : ulang BTA 3 kali kecuali bila ada fasilitas foto toraks, kemudian

o bila 1 kali positif, 2 kali negatif : BTA positif  o bila 3 kali negatif : BTA negatif 

(17)

Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala IUATLD (rekomendasi WHO). Skala IUATLD (Inter national Union Ag ainst Tuber culosis and Lung Disease) : Tidak ditemukan BTA dala m 100 lapang pandang, disebut negatif 

1) Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan.

2) Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+). 3) Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+). 4) Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+). Interpretasi hasil dapat juga dengan cara Bronkhorst

Skala Bronkhorst (BR) :

1) BR I : ditemukan 3-40 batang selama 15 menit pemeriksaan. 2) BR II : ditemukan sampai 20 batang per 10 lapang pandang. 3) BR III : ditemukan 20-60 batang per 10 lapang pandang. 4) BR IV : ditemukan 60-120 batang per 10 lapang pandang. 5) BR V : ditemukan > 120 batang per 10 lapang pandang.

b. Pemeriksaan biakan kuman: Pemeriksaan biakan M .tuber culosis dengan metode

konvensional ialah dengan cara :

1) Egg base media: Lowenstein-Jensen (dianjurkan), Ogawa, Kudoh. 2) Agar base media : Middle brook.

Melakukan biakan dimaksudkan untuk mendapatkan diagnosis pasti, dan dapat mendeteksi M ycobacter ium tuber culosis dan jugaycobacter ium other  than tuber culosis

(MOTT). Untuk mendeteksi MOTT dapat digunakan beberapa cara, baik dengan melihat cepatnya pertumbuhan, menggunakan uji nikotinamid, uji niasin maupun pencampuran dengan cyanog en br omide serta melihat pigmen yang timbul.

D. Pemeriksaan Radiologik 

Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral, top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).

Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

1. Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah.

(18)

2. Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular. 3. Bayangan bercak milier.

4. Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jara ng). Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif 

1. Fibrotik  2. Kalsifikasi

3. Schwarte atau penebalan pleura Luluh paru (destroyed Lung ) :

1. Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, ektasis/ multikavitas dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktivitas lesi atau penyakit hanya berdasarkan gambaran ra diologik tersebut.

2. Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan aktiviti proses penyakit. Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA negatif) :

1. Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak  lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chond r ostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5), serta tidak dijumpai kavitas

2. Lesi luas

Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

E. Pemeriksaan Khusus

Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis secara lebih cepat.

1. Pemeriksaan BACTEC

Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M 

tuber culosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi gr owth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif 

(19)

pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan uji kepekaan.

2. P olymer ase chain r eaction (PCR)

Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk  DNA M .tuber culosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah

kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam pelaksanaa nnya.

Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan sesuai standar internasional. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk  diagnosis TB.

Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun ekstra paru sesuai dengan organ yang terlibat.

3. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda : a. Enzym linked immunosor bent assay (ELISA)

Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral berupa proses antigenantibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini antara lai n adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.

b. ICT

Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologik  untuk mendeteksi antibodi M . tuber culosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji

diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M .tuber culosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut

diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibody IgG terhadap

.tuber culosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna

merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.

(20)

c. M ycodot 

Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum pasien, dan bila di dala m serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan warna pada sisir  dan dapat dideteksi dengan mudah.

d. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)

Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang terdeteksi.

e. Uji serologi yang baru / IgG TB

Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis.

F. Pemeriksaan Lain 1. Analisis Cairan Pleura

Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah.

2. Pemeriksaan histopatologi jaringan

Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB. Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histologi. Bahan jaringan dapat diperoleh melalui biopsi atau otopsi, yaitu :

a. Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)

b. Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen S ilverman) c. Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans

thoracal biopsy/TTB, biopsy paru terbuka). d. Otopsi

Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan

(21)

3. Pemeriksaan darah

Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk  tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.

4. Uji tuberkulin

Uji tuberkulin yang positif menunjukkan adanya infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalensi tuberculosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik  penyakit kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi, bula atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.

(22)

II.7 PERJALANAN PENYAKIT Cara penularan12

1. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif.

2. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk  percikan dahak  ( d r oplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

3. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar  matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.

4. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.

5. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

A. Risiko penularan12

1. Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif.

2. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuber culosis

Infection ( ARTI ) yaitu proporsi penduduk yang berisiko Terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk  terinfeksi setiap tahun.

3. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%.

4. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negatif menja di positif.

B. Risiko menjadi sakit TB12

1. Hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB.

2. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.

(23)

3. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HI V/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk). 4. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB menjadi sakit

TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler  ( cellular  immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta ( opor tunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bias mengakibatkan kematian. Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat, dengan demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

Pasien TB yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan: 1. 50% meninggal

2. 25% akan sembuh sendiri dengan daya ta han tubuh yang tinggi 3. 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular 

(24)

II.8 PENATALAKSANAAN

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif (2-3 bulan) dan fase lanjutan 4 atau 7 bulan. Paduan obat yang digunakan terdiri dari paduan obat utama dan tambahan.

A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) 1. Prinsip pengobatan

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:

a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.

b. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Dir ectly Observed T r eatment ) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).

c. Pengobatan TB diberikan dala m 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap awal (intensif)

a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.

b. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular  menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.

c. Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan

a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama

b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman per sister  sehingga mencegah terjadinya kekambuhan

2. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi:

a. TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas Paduan obat yang dianjurkan :

(25)

1) 2 RHZE / 4 RH atau 2) 2 RHZE / 4R3H3 atau 3) 2 RHZE/ 6HE.

Paduan ini dianjurkan untuk  1) TB paru BTA (+), kasus baru

2) TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas (termasuk luluh paru)

Pada evaluasi hasil akhir pengobatan, bila dipertimbangkan untuk memperpanjang fase lanjutan, dapat diberikan lebih lama dari waktu yang ditentukan. (Bila perlu dapat dirujuk ke ahli paru). Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi

b. TB paru kasus kambuh

Pada TB paru kasus kambuh menggunakan 5 macam OAT pada fase intensif selama 3 bulan (bila ada hasil uji resistensi dapat diberikan obat sesuai hasil uji resistensi). Lama pengobatan fase lanjutan 5 bulan atau lebih, sehingga paduan obat yang diberikan : 2 RHZES / 1 RHZE / 5 RHE. Bila diperlukan pengobatan dapat diberikan lebih lama tergantung dari perkembangan penyakit. Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 R3H3E3 (P2 TB).

c. TB Paru kasus gagal pengobatan

Pengobatan sebaiknya berdasarkan hasil uji resistensi dengan menggunakan minimal 5 OAT (minimal 3 OAT yang masih sensitif), seandainya H resisten tetap diberikan. Lama pengobatan minimal selama 1 - 2 tahun. Sambil menunggu hasil uji resistensi dapat diberikan obat 2 RHZES, untuk kemudian dilanjutkan sesuai uji resistensi

1) Bila tidak ada / tidak dilakukan uji resistensi, maka alternatif diberikan paduan obat : 2 RHZES/1 RHZE/5 H3R3E3 (P2TB)

2) Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal 3) Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke ahli paru

d. TB Paru kasus putus berobat

Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :

1) Pasien yang menghentikan pengobatannya < 2 bulan, pengobatan OAT dilanjutkan sesuai jadwal.

(26)

o Berobat 4 bulan, BTA saat ini negatif , klinik dan radiologik tidak aktif / perbaikan, pengobatan OAT STOP. Bila gambaran radiologik aktif, lakukan analisis lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal.

o Berobat > 4 bulan, BTA saat ini positif : pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih lama. Jika telah diobati dengan kategori II maka pengobatan kategori II diulang dari awal. o Berobat < 4 bulan, BTA saat ini positif atau negatif dengan klinik dan radiologik 

positif: pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang sama

Jika memungkinkan sebaiknya diperiksa uji kepekaan (kultur r esistensi) terhadap OAT. e. TB Paru kasus kronik 

1) Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi (minimal terdapat 3 macam OAT yang masih sensitif dengan H tetap diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lini 2 seperti kuinolon, betalaktam, makrolid.

2) Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup.

3) Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan. 4) Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru

Catatan : TB diluar paru lihat TB dalam keadaan khusus

Paket Kombipak.

Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk  digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.

Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan hal yang penting untuk  menyembuhkan pasien dan menghindari MDR TB (multidrug resistant tuberculosis). Pengembangan strategi DOTS untuk mengontrol epidemi TB merupakan prioriti utama WHO. International Union Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) dan WHO menyarakan untuk menggantikan paduan obat tunggal dengan kombinasi dosis tetap dalam

(27)

pengobatan TB primer pada tahun 1998. Dosis obat tuberkulosis kombinasi dosis tetap berdasarkan WHO seperti terlihat pada tabel 3.

Keuntungan kombinasi dosis tetap antara lain:

1. Penatalaksanaan sederhana dengan kesalahan pembuatan resep minimal.

2. Peningkatan kepatuhan dan penerimaan pasien dengan penurunan kesalahan pengobatan yang tidak disengaja.

3. Peningkatan kepatuhan tenaga kesehatan terhadap penatalaksanaan yang benar dan standar. 4. Perbaikan manajemen obat karena j enis obat lebih sedikit.

5. Menurunkan risiko penyalahgunaan obat tunggal dan MDR akibat penurunan penggunaan monoterapi.

Tabel 1. Jenis dan Dosis OAT

Obat Dosis (mg/kgBB/Hari)

Dosis yang dianjurkan Dosis Maksimum Dosis (mg) / BB (kg) Harian (mg/kgBB/Hari) Intermitten (mg/kgBB/Hari) < 40 40-60 > 60 R 8-12 10 10 600 300 450 600 H 4-6 5 10 300 150 300 450 Z 20-30 25 35 750 1000 1500 E 15-20 15 30 750 1000 1500 S 15-18 15 15 1000 Sesuai BB 750 1000

Tabel 2. Dosis untuk paduan OAT KDT untuk Kategori 1 Berat Badan Tahap Intensif 

tiap hari selama 56 hari RHZE (150/75/400/275)

Tahap Lanjutan

3 kali seminggu selama 16 minggu RH (150/150)

30-37 kg 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT

38-54 kg 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT

55-70 kg 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT

71 kg 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT

Tabel 3. Dosis paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1 Tahap

Pengobatan

Lama Pengobatan

Dosis per hari / kali Jumlah

hari/kali menelan obat Tablet Isoniasid @ 300 mg Kaplet Rifampisin @ 450 mg Tablet Pirazinamid @ 500 mg Tablet Etambutol @ 250 mg Intensif 2 bulan 1 1 3 3 56 Lanjutan 4 bulan 2 1 - - 48

(28)

Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru: a. Pasien baru TB paru BTA positif.

b. Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif  c. Pasien TB ekstra paru

Tabel 4. Dosis untuk paduan OAT KDT Kategori 2 Berat Badan Tahap Intensif  Tiap hari RHZE (150/75/400/275) + S Tahap Lanjutan 3 kali seminggu RH (150/150) + E (400) Selama 56 hari Selama 28 hari Selama 20 minggu 30-37 kg 2 tablet 4KDT + 500 mg Streptomisin inj. 2 tablet 4KDT 2 tablet 2KDT + 2 tablet Etambutol 38-54 kg 3 tablet 4KDT + 750 mg Streptomisin inj. 3 tablet 4KDT 3 tablet 2KDT + 3 tablet Etambutol 55-70 kg 4 tablet 4KDT + 1000 mg Streptomisin inj. 4 tablet 4KDT 4 tablet 2KDT + 4 tablet Etambutol 71 kg 5 tablet 4KDT + 1000 mg Streptomisin inj. 5 tablet 4KDT 5 tablet 2KDT + 5 tablet Etambutol

Tabel 5. Dosis paduan OAT Kombipak untuk Kategori 2

Tahap Pengobatan Lama Pengobatan Tablet Isoniasid @ 300 mg Kaplet Rifampisin @ 450 mg Tablet Pirazinamid @ 500 mg Etambutol Streptomisin Injeksi Jumlah/ kali menelan obat Tablet @ 250 mg Tablet @ 400 mg Tahap Intenif  (dosis harian 2 bulan 1 bulan 1 1 1 1 3 3 3 3 -0,75 gr  -56 28 Tahap Lanjutan (dosis 3x seminggu) 4 bulan 2 1 - 1 2 - 60

Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)

Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:

a. Pasien kambuh b. Pasien gagal

c. Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default ) Catatan:

(29)

b. Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.

c. Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest sebanyak  3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).

Tabel 6. Dosis KDT untuk Sisipan

Berat Badan Tahap Intensif tiap hari selama 28 hari RHZE (150/75/400/275)

30-37 kg 2 tablet 4KDT

38-54 kg 3 tablet 4KDT

55-70 kg 4 tablet 4KDT

71 kg 5 tablet 4KDT

Tabel 7. Dosis OAT Kombipak untuk Sisipan Tahap Pengobatan Lamanya Pengobatan Tablet Isoniasid @ 300 mg Kaplet Rifampisin @ 450 mg Tablet Pirazinamid @ 500 mg Tablet Etambutol @ 250 mg Jumlah hari/kali menelan obat Tahap Intensif  (dosis harian) 1 bulan 1 1 3 3 28

Penentuan dosis terapi kombinasi dosis tetap 4 obat berdasarkan rentang dosis yang telah ditentukan oleh WHO merupakan dosis yang efektif atau masih termasuk dalam batas dosis terapi dan non toksik. Pada kasus yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / dokter spesialis paru / fasiliti yang mampu menanganinya.

B. Tatalaksana TB Anak 

Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik  over diag nosis maupun under diag nosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama. Pengambilan dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB anak perlu kriteria lain dengan menggunakan sistem skor .

Unit Kerja Koordinasi Respirologi PP IDAI telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunakan sistem skor (scor ing  system), yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai. Pedoman tersebut secara resmi digunakan

(30)

oleh program nasional penanggulangan tuberkulosis untuk diagnosis TB anak. Lihat tabel 8. tentang sistem pembobotan (scor ing system) gejala dan pemeriksaan penunjang.

Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan 6 (>6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti tuberkulosis). Bila skor kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi pleura, foto tulang dan sendi,

funduskopi, CT-Scan, dan lain lainnya.

Tabel 8. Sistem skoring (scoring system) gejala dan pemeriksaan penunjang TB Parameter 0 1 2 3 Jumlah Kontak TB Tidak  jelas Laporan keluarga, BTA (-) atau tidak  tahu, BTA tidak 

jelas

BTA (+)

Uji Tuberkulin Negatif Positif ( 10

mm, atau 5 mm pada keadaan imunosupresi) Berat badan/ keadaan gizi

Bawah garis merah (KMS) atau BB/U

< 80 %

Klinis gizi buruk  (BB/U < 60%) Demam tanpa sebab 2 minggu Batuk 3 minggu Pembesaran kelenjar linfe koli, aksila, inguinal 1 cm, jumlah > 1, tidak nyeri Pembengkakan tulang/sendi panggul, lutut, falang Ada pembengkakan

Foto toraks Normal/ tidak jelas

Kesan TB Jumlah

(31)

b. Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya seperti Asma, Sinusitis, dan lain-lain.

c. Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung didiagnosis tuberkulosis.

d. Berat badan dinilai saat pasien datang ( moment opname).--> lampirkan tabel badan badan. e. Foto toraks toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak 

f. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.

g. Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)

h. Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut. Perlu perhatian khusus jika ditemukan salah satu keadaan di bawah ini:

1. Tanda bahaya:

a. kejang, kaku kuduk  b. penurunan kesadaran

c. kegawatan lain, misalnya sesak napas

2. Foto toraks menunjukkan gambaran milier, kavitas, efusi pleura 3. Gibbus, koksitis

Gambar 8. Alur Tatalaksana Pasien TB Anak Pada Unit Pelayanan Kesehatan Dasar

(32)

Pada sebagian besar kasus TB anak pengobatan selama 6 bulan cukup adekuat. Setelah pemberian obat 6 bulan, lakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang. Evaluasi klinis pada TB anak merupakan parameter terbaik untuk menilai keberhasilan pengobatan. Bila dijumpai perbaikan klinis yang nyata walaupun gambaran radiologik tidak  menunjukkan perubahan yang berarti, OAT tetap dihentikan.

Kategori Anak (2RHZ/ 4RH)

Prinsip dasar pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan. OAT pada a nak diberikan setiap hari, baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak.

Tabel 9. Dosis OAT Kombipak pada anak 

Jenis Obat BB < 10 kg BB 10 - 19 kg BB 2 - 32 kg

Isoniasid 50 mg 100 mg 200 mg

Rifampisin 75 mg 150 mg 300 mg

Pirazinamid 150 mg 300 mg 600 mg

Tabel 10. Dosis OAT KDT pada anak  Berat badan (kg) 2 bulan tiap hari

RHZ (75/50/150)

4 bulan tiap hari RH (75/50)

5-9 1 tablet 1 tablet

10-19 2 tablet 2 tablet

20-32 4 tablet 4 tablet

Keterangan:

a. Bayi dengan berat badan kurang dari 5 kg dirujuk ke rumah sakit b. Anak dengan BB 15-19 kg dapat diberikan 3 tablet.

c. Anak dengan BB 33 kg , dirujuk ke rumah sakit. d. Obat harus diberikan secara utuh, tidak boleh dibela h

e. OAT KDT dapat diberikan dengan cara : ditelan secara utuh atau digerus sesaat sebelum diminum.

Pengobatan Pencegahan (Profilaksis) untuk Anak 

Pada semua anak, terutama balita yang tinggal serumah atau kontak erat dengan penderita TB dengan BTA positif, perlu dilakukan pemeriksaan menggunakan sistem skoring. Bila hasil evaluasi dengan skoring system didapat skor < 5, kepada anak tersebut diberikan Isoniazid (INH) dengan dosis 5-10 mg/kg BB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum

(33)

pernah mendapat imunisasi BCG, imunisasi BCG dilakukan setelah pengobatan pencegahan selesai.

C. Efek Samping OAT

Sebagian besar pasien TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.

Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat (terlihat pada tabel 4 & 5), bila efek  samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan.

1. Isoniazid (INH)

Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks. Pada keadaan tersebut pengobatan dapat diteruskan. Kelainan lain ialah menyerupai defisiensi piridoksin

(syndrom pellagra).

Efek samping berat dapat berupa hepatitis imbas obat yang dapat timbul pada kurang lebih 0,5% pasien. Bila terjadi hepatitis imbas obat atau ikterik, hentikan OAT dan pengobatan sesuai dengan pedoman TB pada keadaan khusus

2. Rifampisin

Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simtomatik ialah :

a. Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang

b. Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu maka n, muntah kadang-kadang diare c. Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan

d. Efek samping yang berat tetapi jarang terjadi ialah :

e. Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus

f. Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang

(34)

Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata, air liur. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolisme obat dan tidak berbahaya. Hal ini harus diberitahukan kepada pasien a gar dimengerti dan tidak perlu khawatir.

3. Pirazinamid

Efek samping utama ialah hepatitis imbas obat (penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat. Kadang-kadang terjadi reaksi demam, mual, kemerahan dan reaksi kulit yang lain.

4. Etambutol

Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Meskipun demikian keracunan okuler tersebut tergantung pada dosis yang dipakai, jarang sekali terjadi bila dosisnya 15-25 mg/kg BB perhari atau 30 mg/kg BB yang diberikan 3 kali seminggu. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak  diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi

5. Streptomisin

Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur pasien. Risiko tersebut akan meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi ekskresi ginjal. Gejala efek samping yang

terlihat ialah telinga mendenging (tinitus), pusing dan kehilangan keseimbangan. Keadaan ini dapat dipulihkan bila obat segera dihentikan atau dosisnya dikurangi 0,25gr. Jika pengobatan diteruskan maka kerusakan alat keseimbangan makin parah dan menetap (kehilangan keseimbangan dan tuli).

Reaksi hipersensitiviti kadang terjadi berupa demam yang timbul tiba-tiba disertai sakit kepala, muntah dan eritema pada kulit. Efek samping sementara dan ringan (jarang terjadi) seperti kesemutan sekitar mulut dan telinga yang mendenging dapat terjadi segera setelah suntikan. Bila reaksi ini mengganggu maka dosis dapat dikurangi 0,25gr Streptomisin dapat menembus barrier plasenta sehingga tidak boleh diberikan pada wanita hamil sebab dapat merusak syaraf pendengaran janin.

(35)

Tabel 11. Efek Samping Minor OAT dan Penatalaksanaannya

Efek samping Kemungkinan Penyebab Tatalaksana

Minor OAT diteruskan

Tidak nafsumakan, mual, sakit perut

Rifampisin Obat diminum malam sebelum tidur 

Nyeri sendi Pirazinamid Beri aspirin/allopurinol

Kesemutan sampai dengan rasa terbakar di kaki

INH Beri vitamin B6 1x100 mg/hari

Warna kemerahan pada air  seni

Rifampisin Beri penjelasan, tidak perlu diberi apa-apa

Tabel 12. Efek Samping Mayor OAT dan Penatalaksanaannya

Efek samping Kemungkinan Penyebab Tatalaksana

Mayor Hentikan pengobatan

Gatal dan kemerahan pada kulit

Semua jenis OAT Beri antihistamin dan

dievaluasi ketat

Tuli Streptomisin Streptomisisn dihentikan,

ganti etambutol Gangguan keseimbangan

(vertigo dan nistagmus)

Streptomisin Streptomisisn dihentikan,

ganti etambutol Ikterik/Hepatitis Imbas Obat

(penyebab lain disingkirkan)

Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT

sampai ikterik menghilang dan boleh diberikan hepatoprotektor 

Muntah dan bingung

(suspect d r ug-induced pr e-icter ic hepatitis)

Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT dan lakukan uji fungsi hati

Gangguan penglihtatan Etambutol Hentikan Etambutol

Kelainan sistemik, termasuk  syok dan purpura

Rifampisin Hentikan Rifampisin

Catatan : Penatalaksanaan efek samping obat:

1. Efek samping yang ringan seperti gangguan lambung yang dapat diatasi secara simptomatik 

2. Pasien dengan reaksi hipersensitif seperti timbulnya r ash pada kulit, umumnya disebabkan oleh INH dan rifampisin. Dalam hal ini dapat dilakukan pemberian dosis rendah dan desensitsasi dengan pemberian dosis yang ditingkatkan perlahan-lahan dengan pengawasan yang ketat. Desensitisasi ini tidak bias dilakukan terhadap obat lainnya

3. Kelainan yang harus dihentikan pengobatannya adalah trombositopenia, syok atau gagal ginjal karena rifampisin, gangguan penglihatan karena etambutol, gangguan nervus VIll karena streptomisin dan dermatitis exfoliative dan agranulositosis karena thiacetazon

Gambar

Gambar 1. Penyebaran Penyakit Tuberkulosis di Seluruh DuniaGambar 1. Penyebaran Penyakit Tuberkulosis di Seluruh Dunia 1010
Gambar 2. Gambaran mikroskopik M. Tuberculosis dengan Pewarnaan Ziehl Neelsen
Gambar 3. Skema Perkembangan Sarang Tuberkulosis Post Primer dan Perjalanan
Gambar 4. Patogenesis Tuberkulosis 11
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari pengertian-pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen pendidikan dimasa depan merupakan manajemen pendidikan yang dirancang atau disusun

a) Yang dimaksud dengan sastra pengaruh peralihan dalam sastra Indonesia lama ialah sastra Indonesia lama yang mengandung unsur Hindu dan Islam. Karya sastra yang termasuk

Tujuan penulisan Laporan Tugas Akhir ini adalah untuk mengetahui peran dan strategi public relations dalam meningkatkan brand image di Lorin Solo Hotel.. Metode penelitian

Misalnya ada tindakan mengambil satu bola secara acak dari wadah yang berisi N bola yang diberi nomor 1, 2, .., N dengan peluang masing-masing bola terambil adalah sama.?.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Natalia dan Wahidahwati (2016) mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pengungkapan Sustainability

PENGARUH KEMAMPUAN GURU DALAM MENGELOLA KELAS TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA.. DI MTs AMIN DARUSSALAM

Evaluasi satu tahun pasca operasi menunjukkan pasien telah mampu secara aktif melakukan gerakan fleksi dari siku dengan kekuatan skala 3 serta fleksi dari jari-jari dengan