• Tidak ada hasil yang ditemukan

protap ortopedi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "protap ortopedi"

Copied!
167
0
0

Teks penuh

(1)

I. TRAUMA VERTEBRA CERVICAL

Tujuan utama dari manajemen trauma vertebra adalah : 1. Painless stable spine (stabilitas vertebra bebas nyeri) 2. Mencegah komplikasi pada medulla spinalis

Gangguan stabilitas ada 2 macam :

1. Gangguan stabilitas permanen

Terjadi bila lesi / kerusakan lewat diskus atau jaringan lunak. Dalam hal ini mutlak diperlukan stabilisasi anterior, posterior atau kombinasi anterior dan posterir tergantung dari kerusakannya.

2. Gangguan stabilitas temporer

Terjadi bila lesi lewat komponen tulang. Tindakan stabilitas konservatif, kecuali bila ada desakan fragmen ke spinal canal yang menimbulkan spinal encroachment dengan neurologic deficit.

Kriteria untuk melihat adanya instabilitas secara radiologis :

 Dislokasi facet >50%

Los of paralelism dari facet joint

Vertebrae body angles >110 pada posisi fleksi

Widening interspinous space

 Pelebaran ADI ( Atlanto Dental Interval) >3,5mm pada dewasa dan >5mm pada anak-anak

Pelebaran body mass C1 terhadap corpus C2 (axis) >7mm pada foto AP

PENANGANAN CIDERA AKUT CERVICAL TANPA GANGGUAN NEUROLOGIS

1. Cervical Sprain Derajat I dan II oleh karena Whiplash Injury :  Plain foto cervical AP / Lat tidak tampak kelainan

Pasang Collar brace selama 6 minggu

Ulangan dinamic foto setelah 3 – 6 minggu pasca trauma untuk melihat adanya chronic instability

2. Dislokasi Cervical Spine

 Sebaiknya dilakukan emergency closed reduction dengan atau tanpa anestesi. Dianjurkan tanpa anestesi tapi cukup dengan premedikasi.

(2)

Keuntungan teknik ini adalah masih adanya kontrol otot-otot leher yang dapat mencegah over stretching dari medulla spinalis.

 Reposisi dilakukan dengan pertolongan image intensifier proyeksi lateral. Bila fasilitas tidak ada, sebaiknya dikerjakan dengan gradual traction memakai crutch field dengan bandul bertahap dan kontrol x-ray proyeksi lateral.

OPERASI

Tujuan Stabilitas

 Stabilitas mutlak diperlukan untuk mencegh kerusakan medulla spinalis akibat instabilitas

 Pada kondisi stabil, penyembuhan jaringan lunak akan lebih baik.

Indikasi Operasi

Instability ( C1≥2)

Spinal canal enrochment >30%

Neurologic deficit (complete / incomplete)

Waktu Operasi

Dianjurkan urgent : herniasi discus dan burst fracture yang menimbulkan canal enroachment tanpa posterior ligamentum instability.

 Posterior untuk : bilateral facet dislocation yang disertai putusnya posterior ligament complex.

Standar tenaga

(3)

3. Fracture of the Atlas (Jefferson’s fracture)

MOI : axial loading : menghasilkan bursiting fracture os atlas dengan

displacement fragment secara sentripetal.

Sign & symptom

 Nyeri leher bagian atas atau occipital neuralgia dan torticalis

 Kadang-kadang tidak dapat mempertahankan kepada dalm posisi tegak (sense of stability) kepala ditopang dengan kedua tangan

Deficit neurologis sangat jarang terjadi oleh karena terdapat disporporsi yang besar antara spinal cord dan spinal canal pad cervical bagian atas  Bila terdapat kelumpuhan biasanya dalam bentuk pentaplegia yang

berakibat fatal dan penderita tidak sempat masuk rumah sakit

Diagnostik

Foto standar AP (open Mouth View) terjadi displacement body mass  Foto laterl : fraktur dri arcus posterior

 CT-scan

Konsultasi

 Ahli rehabilitasi medis

Therapy

Konservatif dengan minerva jacket atau halo traction selama 3 bulan  Operatif : bila disertai deng ruptur ligament transversum (dilakukan

stabilisasi posterior dengan posterior fusion antara occipital, vertebrae cervicl 1 dan vertebral cervical 2

 Rupture ligament : transversum bisa dilihat pada foto AP terdapat lateral displacement dari body mass C1 terhadap C2 >7mm

(4)

Informed Consent

 Perlu secara tertulis

Standar tenaga

 Ahli Ortopedi

4. Fracture os odontoid

 MOI : Kejatuhan benda berat di kepala kkl  Sign & Symptoms :

 Nyeri pada setiap pergerakan leher

 Nyeri pada leher bagian belakang : occipital neuralgia  Torticolis dan accipito cervical instability

 Neurologic deficit akibat terangsangnya n. occipitalis mayor dan menimbulkan occipital neuralgia atau rasa tebal pada daerah occipital  Penyulit : Pentaplegia akibat penekanan batang otak oleh odontoi

berakhir dengan kematian

Diagnostik :

 Foto proyeksi AP/lat  Tomografi AP/lat

 Kalau perlu dikerjakan dynamic x-ray untuk memastikan ada tidaknya instability

Pada proyeksi lateral : terjadi instability bila ADI > 3,5 mm pada dewasa, ADI > 5 mm pada anak-anak.

Pada foto proyeksi open mouth menurut Anderson & Alanzo dibagi 3 tipe: Type I : fracture diujung odontoid

Type II : fracture di basis odontoid : paling sering terjadi non union Type III : fracture ditubuh C2 (body of C2)

(5)

Therapy

 Konservatif : immobilisasi dengan cructh field, kemudian dilanjutkan dengan minerva jacket

 Operatif : bila terdapat instability C1 & C2

Informed Consent

 Perlu secara tertulis

Standar tenaga

 Ahli Ortopedi

5. Traumatic Spondylolisthesis of The Axis (Hangman’s Fracture)

Definisi

 Fraktur dislokasi pedikel vertebrae C2  MOI

Axial loading pada posisi extensi cervical putusnya part. interarticular VC2 putusnya anterior longitudinal ligament robeknya diskus anterior C2 & C3 serta pelebarannya part. interarticular & pergeseran ke posterior instability

Diagnostik

 Foto proyeksi lateral : terdapat fraktur part inter articularis dengan subluksasi anterior dari VC1 dan body vertebrae C2 terhadap C3

Konsultasi

 Ahli rehabilitasi medis

Therapy

Pada type I dan II (stabil) dapat konservatif dengan minerva jacket, four boster brace atau halo cast selama 8 – 12 minggu

(6)

 Pada type III dimana terjadi dislokasi terhadap C3 dilakukan operatif dengan stabilisasi interval

Informed Consent

 Perlu secara tertulis

Standar tenaga

 Ahli Ortopedi

6. Lower cervicl spine injury (VC3 – 7)

MOI

 Axial loading  fracture kompresi  Hyperflexi

 Whiplash injury (extensi & diikuti flexi)  Distraksi & rotasi

Type fracture

 Type vertikal  Type kompresi

 Unilateral facet dislokasi  Bilateral facet dislokasi  Tear drop

(7)

 “clay schoveler” fracture

Sign & symptom

 Nyeri leher pasca trauma, kaku leher dan gangguan pergerakan oleh karena spasme otot-otot pada vertebral

 Bila terdapat lesi spinal cord, antara lain :  anterior cord syndrome

 brown sequard syndrome  complete transection  central syndrome

Diagnostik

 Foto cervical standard AP / Lat

 Tidak jelas

Dynamic cervical proyeksi lateral

 Terdapat instability bila :

Displacement facet joint >50%Loss of paralelisme dari facet jointVertebrae body angle > 110

Pelebaran interspinosus

Pergeseran vertebrae body ke anterior >3,55mm

 Bila tidak jelas Tomogram

 Tidak jelas

CT-scan dengan atau tanpa kontras MRI

3 TD (tri dimentional tomogram)

Konsultasi

 Ahli rehabilisi medis

Therapy

 Stabil misal pada type kompresi  konservatif dengan collar brace minerva jacket 8 – 12 mg.

 Harus dievaluasi radiologis agar tidak timbul kyphosis deformity  problem static & neurologis

(8)

 Operatif : pada type kompresi dengan kyphosis pada dislokasi

Informed Consent

 Perlu secara tertulis

Standar tenaga

 Ahli Ortopedi

7. Dislokasi cervical bawah

MOI

 Sering pada “whiplash”  terjadi robekan komponen posterior kompleks & herniasi discus

Sign & Symptom

 Nyeri leher yang menjalar ke bahu dan kedua lengan pergerakan leher terbatas oleh karena spasme otot-otot paravertebral

(9)

 Kelumpuhan keempat anggota gerak oleh karena penekanan tau penyempitan spinal canal atau herniasi discus

 Gangguan dapat berupa :

 brown sequard misal pada unilateral facet dislokasi  anterior facet syndrome

 complete transection  central cord syndrome

Diagnostik

 Foto standar cervical AP / Lat

 bila tidak tampak oleh karena auto reposisi

 Dynamic lateral atau test white (traksi leher 3 – 5 kilo dan dokontrol apakah ada “pelebaran interdistal” pada foto atau image intensifier proyeksi lateral

 Mielografi dikerjakan bila ada kecurigaan herniasi diskus  CT-scan with / without contras

 MRI

Konsultasi

 Ahli rehabilisi medis  Ahli jiwa

Therapy

 Mutlak perlu stabilisasi setelah reposisi

 Posterior stabilisasi & fusi : bila tidak ada herniasi discus

 Anterior dekompresi dilanjutkan posterior fusi dan stabilisasi bila ada herniasi discus

 Tidak pernah dilakukan laminectomy

Informed Consent

 Perlu secara tertulis

Standar tenaga

 Ahli Ortopedi

Revaliditas

 Cidera cervical dengan neurologic deficit diatas segmen thoracl akan terjadi gangguan sistem sympatis  harus diperhatikan sistem respirasi, pencernaan, urogenital, kulit dan masalah kejiwaan  multidisipliner approach

(10)

 Prognosa

 Baik bila : type stabile tanpa ganggua neurologia incomplete neurology deficti pada brown sequard dan central cord syndrome

(11)

Catatan :

X-ray dynamic dikerjakan dengan image intensifier atau dengan hati-hati memflexikan leher dan dibuat foto polos lateral pada vertebra cervicalis (dilakukan oleh yang berpengalaman)

BAGAN TATALAKSANA DIAGNOSIS CIDERA KECURIGAAN FRAKTUR

VERTEBRA CERVICALIS PLAIN PHOTO VERTEBRA

CERVICALIS AP / LAT FRAKTUR (+) FRAKTUR (+) TRAKSI CRUCTH NEUROLOGIS (+) NEUROLOGIS (+) MACAM CIDERA TRAKSI CRUCTH FIELD TRAKSI GLISON HORISONTA

L COMPLEXPOST ULANGAN PLAIN PHOTO AP/LAT

POSISI KHUSUS : DYNAMIC X-RAY CURIGA CERVICAL 1 & 2 : OPEN

MOUTH VIEW FRAGMEN DALAM FORAMEN FRAKTUR (-) TOMOGRA FI FRONTAL / CT-SCAN MYELOGRAFI CT MYELOGRAFI NEUROLOGIS (+) NEUROLOGIS (+) TAA LEPAS TRAKSI GLISON

(12)

II. FRAKTUR & DISLOKASI VERTEBRATEORACOLUMBAL Batasan :

Yang dimaksud dengan cedera tulang belakang disini ialah fraktur atau fraktur dislokasi dari tulang belakang, bisa tanpa disertai gangguan pada medulla spinalis.

Klasifikasi

1. Dibagi 2 tipe :

 Stabil terdiri dari :  Fleksi  Ekstensi  Lateral bending  Kompresi vertikal  Tidak stabil  Fraktur rotasi

 Fraktur tipe “Shearing”  Fleksi dislokasi

2. Menurut Frans Dennis :

 Tipe kompresi

 Tipe burs

 Tipe seat bealt

 Fraktur dislokasi 3. Menurut R. Louis

 Stabil

 Tidak stabil : sementara / permanen

Diagnosis

1. Pemeriksaan fisik

Didapatkan nyeri tulang punggung, memar atau deformitas penderita diminta menggerakkan kedua tungkai untuk mencari kemungkinan gangguan neurologi pada kedua ekstremitas bawah. Apakah ada kiposis, skoliosis post traumatik. Perlu diingat fraktur daerah thorakal tidak jarang disertai, fraktur costa atau tanda-tanda trauma thoraks. (Gambar 1. Sistematis pemeriksaan penderita)

(13)

Foto polos proyeksi AP / Lat kalau perlu tomografi untuk melihat jenis frakturnya. CT-scan dengan sagital rekonstruksi. MRI. (Gambar 2. Penatalaksanaan cedera tulang belakang secara skematis)

Managemen

1. Stabil terapi konservatif dengan :

Body jacket / plaster selama 8 – 12 minggu

2. Tidak stabil sementara ada 2 pilihan :

Bisa konservatif, dapat juga operatif dengan melakukan, stabilisasi interna terutama bila penderita dengan gangguan neurologis

Indikasi pembedahan :  Problem instabilitas

 Problem statik, bial ada kifosis 25%

 Penyempitan kanalis spinalis 30%

 Adanya gangguan neurologis

Pembedahan yang dikerjakan :  Reposisi

 Dekompresi terhadap penekanan korda spinalis

 Stabilisasi dengan fiksasi internal

Konsultasi

 Ahli Rehabilitasi medis

Perawatan

1. Pre-stabilisasi

 Positioning : tempat tidur kasur dengan alas keras, beberapa bantal dengan bantalan pasir. (Gambar 3. Posisi tidur penderita dengan diganjal bantal

 Turning setiap 2 jam (Log Roll) Dengan keuntungan

 Mencegah ulkus dekubitus  Meningkatkan sirkulasi darah  Membantu fungsi ginjal

 Mencegah statis paru-paru

 Memberikan kesempatan komunikasi (Gambar 4: cara memiringkan penderita)

(14)

(Gambar 5 : cara mengangkat penderita untuk tempat tidur)  Terapi latihan luas gerak sendi

 Dengan tujuan mencegah kontraktur

2. Post stabilisasi

 Latihan seperti sebelumnya

 Hari ke 3 latihan tegak

 Latihan pindah tempat

 Latihan berdiri

 Latihan ambulasi

Informed Consent

 Perlu secara tertulis

Standar tenaga  Ahli Ortopedi

(15)

(Gambar 1. Sistematis pemeriksaan penderita)

(Gambar 2. Penatalaksanaan cedera tulang belakang secara skematis) THORACOLUMBAR INJURY

AP, Lateral radiography CT-scan

Serial bed rest druing resuscitation and evaluation serial neurologic exam

Stable injuries

Isolated compression fracture of the vertebral body

Hyperesteration injury Transverse process fracture

Unstable injury

Flexion distraction

injury Flexion rotationinjury injuryBurst injuryShaft

Chance

injury distractionSpinal

Closed reduction Body chest immobilization Symptomatis treatment Open reduction internal fixation

Method plastic body jacket early rehabilitation

(16)
(17)
(18)
(19)

III. TRAUMA BAHU

1. Dislokasi sendi sternoklavikula Definisi

Terpisahnya sebagian atau seluruh bagian yang membentuk sendi sternoklavikula akibat ruda paksa sekitar sendi tersebut.

Klasifikasi

Berdasarkan arah dislokasi terhadap bidang koroner dibagi :

 Dislokasi anterior : klavikula berada di anterior sternum

 Dislokasi posterior : klavikula berada di posterior sternum

Prosedur diagnosa Klinis :

Anamnesa

 Arah gaya dari anterior dan lateral pada bahu  anterior disloaksi

 Arah gaya dari anterior dada  posterior dislokasi

Pemeriksaan

 Nyeri dan pembengkakan daerah medial klavikula

 Pada posterior dislokasi  teraba cekungan pada sisi lateral

 Manubrium sterni

 Gejala dan tanda gangguan viscera dan vaskuler (terutama ada dislokasi posterior)

Radiologis

 AP plain foto  bandingkan kanan dan kiri

 Foto khusus :

 40 – 450 proyeksi kaudal – kranial  Hobb’s view

Penanganan Emergency

 Perbaikan kondisi umum dan trauma lain

 Adanya gangguan viscera dan atau vasculer  perlu reduksi segera (pada post dislokasi) bersama bedah thorax

Definitif

 Anterior dislokasi  biasanya konservatif (shoulder sling  3 minggu)

(20)

 Asimptom konservatif

 Simptom (+) reduksi tertutup  bila gagal  reduksi terbuka  fiksasi dengan suture sintetis

Komplikasi

 Gangguan visera / vaskuler (pada posterior dislokasi)

 Fiksasi dengan pin / screw  migrasi (+)

Rehabilitasi

 Sling bahu  3 – 4 minggu

 Paska Op :

 Sling bahu 3 – 4 minggu

 Isometric exercise  lat. flexi dan ext. rotasi  6 minggu  lat. Strenghthening

Konsultasi

 Ahli rehabiltiasi medis

 Bedah Thoraks

Informed consent  Perlu secara tertulis

Standar tenaga  Ahli Ortopedi

(21)

2. Fraktur Klavikula Definisi

Terputusnya kontiyuitas tulang klavikula akibat ruda paksa

Klasifikasi :

 Setara patah tulang panjang

 Sub klasifikasi untuk fraktur 1/3 distal :

 Fraktur diantara lig. coracoclavicula & coraco acromial  Fraktur tepat di medial perlekatan lig. coracoclavicula  Fraktur pada artic. surface sendi acromiaclvicula

Prosedur diagnosa Klinis :

Penderita

 Nyeri, pembengkakan dan krepitasi pada daerah clavicula

 Adakah gejala dan tanda trauma penyerta (vasculer dan atau plexus brachialis, trauma thorax)

Radiologis  AP radiologis

 atau : 200 kaudo kranial AP view

Penanganan Emergency

 Tindakan khusus (-)

 Pada trauma penyerta (+) atasi

 Pada open fraktur debridement

Definitif

 Closed fraktur close reduction + sling / figure of eight bandage

 Open reduction  indikasi pada :  Open fraktur

(22)

 Fraktural bilateral

 Ipsi lateral scapular fraktural / glenoid neck fraktur  Scapulothoratic disosiasi

 Flail chest  Non union

 Displaced fraktur 1/3 distal + ruptur coracoclavi.ligamen

Komplikasi

 Injuri vasculer / nervus

 Pneumothorax

 Infeksi

Informed Consent  Perlu secara tertulis

Standar tenaga  Ahli Ortopedi

Rehabilitasi

 7 – 10 hari setelah figure of & perdarahan exercise meningkat, flexi dan extensi rotasi dengan bantuan

 Paska bedah (ORIF)

 Langsung post of nyeri (-)isometric exercise (2-3 minggu)  Minggu 3 – 6 : assisted ROM & pendulum exercise

 Minggu 6 – 12 : aktif exercise

(23)

3. Akromio klavikula injuri Definisi

Rudapaksa yang menyebabkan lesi pada ligamen akromioklavikula dengan atau tanpa lesi pada perletakannya pada tulang.

Klasifikasi : dasar : tingkat parah injuri penyerta pada soft tissue

Grade I : Injuri kapsul yang stabil

Grade II : Kapsul disrupsi total + lig. Coraclavicula sebagian

Grade III : Kapsul dan lig. Coraclavicula disrupsi total + klavikula displaced superior

Grade III : Dibagi menjadi :

Grade IV : Klavikula displace superior (perlekatan deltoid & trapezius terputus total)

Grade VI : Subcoracoid dislocation

Prosedur diagnosa Klinis

 Edema, ekimosis, nyeri didaerah AC joint

 Deformitas (+) pada injuri yang parah

 Catat :

 Status vasculer / sensorik / motoris  Injuri thorax sekitarnya

 Kondisi daerah proksimal ekstremitas sebelahnya

Radiologis

 Radiologi thorax AP

 Kalau perlu

(24)

 Stress foto

Penanganan Emergency

 Tidak diperlukan kecuali diperlukan explore injury art axillres & trauma yang parah

Definitif

 Grade I & II  konservatif

 Grade III

 Rekonstruksi : weaver – bunn proc  Indikasi lain :

 Grade III + ipsilateral trauma thorax / periscapsular injuri

Komplikasi

 Pada Grade III  degeneratif arthritis simptomatic  perlu reseksi clavicula distal

 Chronic instability pada Grade III  perlu reseksi distal clavicula + rekonstruksi lig. Coracoclavic

Rehabilitasi

 Shouler sling 3 – 4 minggu + isometric deltoid exercise

 Akhir minggu 3 – 4 minggu pendular exercise

 6 – 8 minggu post op : aktif ROM

Standar tenaga

 Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

(25)

4. Fraktur Skapula Definisi

 Hilangnya kontiyuitas dari masing-masing tulang skapula

Klasifikasi

 Berdasarkan regio anatomi yang terkena corpus, collum, glenoid atau acromion

Prosedur diagnosa Klinis

 Cacat trauma : kepala, thorax, abdomen, spinal, pelvis

 Lokal : kontusi, edema, nyeri didaerah shoulder girdle

 Cacat injuri penyerta :

 AC disruption fr. Clavicula  Arteri axillaris

 Nervus axillaris & muskulokutaneus  Flexus brachialis

Radiologis

 Skapula proyeksi : AP / Lat / axillary view

Khusus : indikasi  Arteriografi  CT-scan  EMG Penanganan  Emergency

 Tidak diperlukan kecuali ada lesi pembuluh darah

 Definitif

Indikasi operasi (ORIF)  Displaced fr. Akromion

 Displaced (>2-3 mm) fr. Korpus

 Fr. Collum dengan ipsilateral fr. Clavicula

Komplikasi

 Loss of motion sendi scapulothoracus & glenohumeral

 Injury n. suprascapulla & axillaris

(26)

 Segera nyeri hilang : deltoid isometric exercise

 Shoulder sling dipakai s/d wound healing

 Wound healing (+) : isometric exercise + assisted ROM exercise

 4 – 6 minggu post op : aktif ROM

 6 – 8 minggu post op : strengthening exercise

Informed Consent  Perlu secara tertulis

Standar tenaga  Ahli Ortopedi

(27)

5. Glenohumeral dislokasi Definisi

 Terpisahnya sebagian atau seluruh bagian yang membentuk sendi glenohumeral akibat rudapaksa

Klasifikasi

 Dasar : displacement caput humeri : anterior / posterior / inferior dislokasi

Prosedur diagnose Klinis

 Anterior dislokasi

 Posisi menahan lengan atas adduksi (menempel pada sisi badan)  Deformitas bisa nampak langsung atau teraba

 ROM aktif / pasif menurun  Catat status vasculer / nervus

 Posterior dislokasi

 Posisi lengan atas exorotasi & slight abduksi  Teraba “kosong” pada regio deltoid anterior

 Inferior dislokasi

 Teraba caput di aksila

 Daerah kosong regio deltoid

 Radiologis

 AP / Lat & axillary view (rutin)  Post. Dislokasi  perlu CT-scan  Arteriografi / EMG

Penanganan Emergency

 Atasi trauma  prioritas (ABC)

 Closed reduction dalam selaksasi & analgesia adekwat (tehnik Bigellow, stimson, Hippocrates)

 Post reduksi  shoulder sling + velpeau

Definitf

 Indikasi open reduction

(28)

Komplikasi

 Reccurent dislokasi

 Posterior dislokasi sering misdiagnosed

Rehabilitasi

 Segera deltoid isometric exercise

 2 – 3 minggu post op : streeching exercise untuk internal & eksternal rotation

Standar tenaga

 Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

(29)

IV. TRAUMA LENGAN ATAS (HUMERUS) 1. Fraktur proximal humerus

Definisi

 Hilangnya kontiyuitas bagian proximal (metafisier) os humerus

Klasifikasi

 Neer classification :

 Dasar : displacement 4 fragmen utama yaitu tuberositas major & minor, caput & shaft humerus

 Dibagi :  Two part  Three part  Four part Prosedur diagnosa Klinis

 Deformitas shoulder, kontusio, edema, nyeri

 Catat status vasculer / nervus

Radiologis

 AP / Lat, axillary view

Penanganan Emergency

 Tidak diperlukan kec. Adanya injuri a.axillaris

Definitif

 Indikasi operasi :

 Fr. Collum chirurgium yang unstable (kontak (-)) antar fragmen  Kontak partial (+) dengan ipsilateral trauma ext. atas

 Displaced (>55 mm) fr. Three or four part pada usia muda  Displaced berat (>1mm) fr. Three or four part pada usia tua

Komplikasi

 Maluion tuberositas

 Degeneration arthritis caput humerus

 Osteonecrosis simptomatik

(30)

 2 – 3 hari post trauma, bila kondisi fr. Stabil segera isometric exercise  meningkat sampai latihan strengthening pada minggu VI.

Standar tenaga

 Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

(31)

2. Fraktur shaft humerus Definisi

 Hilangnya kontiyuitas diafisis os humerus

Klasifikasi

 Fraktur diaphysis tulang panjang ditambah :  Closed atau open ?

 Pola fraktur ?

 Tingkat komunitifnya ?

Prosedur diagnosa Klinis

 Simptom  fraktur diafisis tulang panjang

 Catat fungsi saraf-saraf : radialis, medianus, musculocutaneus, ulnaris

 Catat status vaskuler

Radiologis

 AP / Lat view nampak kedua sendi

Penanganan Emergency

 Reduksi  immobilisasi dengan U-shape coaptation sugar-tong splint & collar & cuf

Definitif

 Indikasi operasi  Open fraktur

 Defisit neurologis yang progressif  Multiple trauma

 Fr. Humerus bilateral  Lesi humerus bilateral  Lesi floatig elbow  Konservatif gagal

 Open fraktur Grade III  ext. fiksasi

Komplikasi

 Delayed / non union

(32)

Rehabilitasi

 Splint coaptasi dipertahankan 10 hari – 2 minggu  abduction pillow  aktif ROM shoulder

 Post op :

 Shoulder sling dengan elbow flexi 90  Nyeri hilang  aktif ROM

Standar tenaga

o Ahli Ortopedi o Residen Ortopedi

(33)

Kepustakaan :

1. De Palma : Fractures & dislocation of the shoulder Girdle in De Palma : The Management of Fractures & Dislocation (an atlas), Vol 1, 1970, p. 436-538.

2. De Palma : Injuries of the ligaments & capsule of the glenohumeral joint (subluxation & dislocation), in De Palma : the management of factures & dislocation (an atlas), Vol. 1, 19070, p. 560-602.

3. Charles P. Rockwood ; DP. Green : Fractures & dislocation of the shoulderin : Frctures in adults, Charles A. Rockwood & David P. Green, 1984, p.675-950.

(34)

V. TRUMA LENGAN BAWAH (ANTERBRACHII) Definisi

 Yang dimaksud dengan antebrachi adalah batang (shaft) tulang radius dan ulna

Klasifikasi fraktur antebrachi :

 Fraktur antebrachii, yaitu pada kedua tulang radius dan ulna

 Fraktur ulna (nighstick fracture), yaitu fraktur hanya pada tulang ulna

 Fraktur Montegia, yaitu fraktur ulna proksimal yang disertai dengan dislokasi sendi radioulna proksimal

 Fraktur radius, yaitu fraktur hanya pada tulang radius

 Fraktur Galeazi, yaitu fraktur radius distal disertai dengan dislokasi sendi radioulna distal

1. Fraktur antebrachii Diagnosa

Klinis

 Didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti udem deformitas “false movement”, krepitasi dan nyeri

Radiologis

 Anteropresterior dan lateral, akan didapatkan adanya diskontinuitas tulang

Prosedur tetap

 Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum, kemudian imobilisasi dengan gips (long arm cast). Posisi antebrachii tergantung letak fraktur, pada fraktur antebrachii 1/3 proksimal diletakkan dalam posisi supinasi, 1/3 tengah dalam posisi netral dan 1/3 distal dalam posisi pronasi. Gips supinasi gips dipertahankan 4 – 6 minggu.

 Bila reposisi tertutup tidak berhasil (angulasi lebih dari 100 pada semua arah ) maka dilakukan internal fiksasi.

 Pada fraktur terbuka terlebih dahulu dilakukan “debridement” kemudian dilakukan tindakan seperti diatas. Sedangkan pada fraktur terbuka derajat III dilakukan eksternal fiksasi

Standar tenaga

o Ahli Ortopedi o Residen Ortopedi

(35)

2. Fraktur Ulna (nightstik fracture) Diagnosa

Klinis

 Didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti udem deformitas “false movement” dan nyeri.

Radiologis

 Anteroposterior dan lateral, akan didapatkan adanya diskontinuitas.

Prosedur tetap

 Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum, kemudian imobilisasi dengan gips (long arm cast), dengan posisi lengan netral, selama 4 – 6 minggu.

 Bila reposisi tertutup gagal atau komplikasi nonunion “debridement” kemudian dilakukan tindakan seperti diatas, kecuali pada fraktur terbuka derajat III dilakukan eksternal fiksasi

Standar tenaga

o Ahli Ortopedi o Residen Ortopedi

(36)

3. Fraktur Montegia Diagnosa

Klinis

 Didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti edema nyeri terutama pada tempat fraktur dan sendi radioiulner proksimal, deformitas, false movement dan krepitasi

Radiologis

 Anteroposterior dan lateral, akan didapatkan adanya kontinuitas tulang

Klasifikasi

 Bado 1, dislokasi kaput radius ke anterior

 Bado 2, dislokasi kaput radius ke posterior

 Bado 3, dislokasi radius ke lateral

 Bado 4, dislokasi kaput radius disertai fraktur radius dan ulna

Prosedur Tetap

 Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum, serta imobilisasi dengan gips (long arm cast), dengan posisi lengan supinasi, selama 4 – 6 minggu.

 Bila reposisi tertutup gagal maka dilakukan fiksasi interna, post operasi dilakukan tes pada sendi radioulner bila tidak stabil imobilisasi dengan gips pada posisi lengan supinasi selama 3 minggu dilakukan fiksasi internal.

 Pada fraktur terbuka terlebih dahulu dilakukan “debridement” kemudian imobilisasi, sedangkan pada derajat III dilakukan eksternal fiksasi.

Standar tenaga

o Ahli Ortopedi o Residen Ortopedi

(37)

4. Fraktur radius Diagnosa Klinis

 Didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti deformitas, false movement” krepitasi dan nyeri.

Radiologis

 Anteroposterior dan lateral, akan didapatkan adanya diskontinuitas tulang

Prosedur tetap

 Dilakukan reposisi tertutup kemudian imobilisasi dengan lengan pronasi pada fraktur 1/3 distal, netral pada fraktur 1/3 tengah dan supinasi pada fraktur 1/3 proksinasi. Imobilisasi selama 4 – 5 minggu

 Bila reposisi tertutup dilakukan fiksasi internal

 Pada fraktur terbuka dilakukan “debridement” kemudian reposisi imobilisasi, sedangkan pada derajat III dilakukan eksternal fiksasi.

Standar tenaga

o Ahli Ortopedi o Residen Ortopedi

(38)

5. Fraktur Galeazi Diagnosa

Klinis

 Didapatkan adanya tanda-tanda fraktur seperti edema deformitas, false movement krepitasi dan nyeri.

Radiologis

 Anteroposterior dan lateral, akan didapatkan adanya diskontinuitas tulang pada tulang radius disertai dislokasi sendi radioulner

Prosedur tetap

 Dilakukan reposisi tertutup dengan anestesi umum, kemudian imobilisasi dengan gips (long arm cast), pada posisi supinasi, selama 4 – 6 minggu.

 Bila reposisi tertutup gagal maka dilakukan fiksasi interna, post operasi dilakukan stabilitas sendi radioulner, bila tidak stabil di imobilisasi dengan gips pada posisi supinasi selama 3 minggu.

 Pada fraktur terbuka terlebih dahulu dilakukan “debridement” kemudian reposisi imobilisasi, sedangkan pada derajat III dilakukan fiksasi eksterna.

Perawatan

 Pada reposisi tertutup segera dilakukan fisioterapi dengan kontraksi isometrik pada otot-otot lengan dan gerakan aktif pada tangan. Observasi tanda-tanda adanya kompartemen sindrom. Lengan dielevasi. Ganti gips

(39)

pada hari ke 7 – 10 dengan kontrol radiologis terlebih dahulu. Kontrol radiologis diulang pada minggu ke 4. Pada dislokasi tanpa fraktur gips dapat dibuka pada minggu ke 3.

 Pada penderita dengan internal fiksasi, bila dapat dicapai fiksasi yang stabil dapat segera dilakukan fisioterapi dengan gerakan aktif setelah bebas nyeri. Evaluasi radiologi pada minggu ke 2,4,8.

Standar tenaga

o Ahli Ortopedi o Residen Ortopedi

(40)

Kepustakaan :

1. Anderson, LD : Fracture of the shaft of the radius and ulna in rockwood CA; Green, DP (eds) : Fractures in Adult, Philadelphia, JB Lippincot Company, p. 511-550, 1984.

2. Amadia, PC : Taleisnik, J : Fractures of the carpal Bones in Green, Dp, (eds) : Operative Hand Surgery, Vol 13rded.

3. Crenshaw, AH : Fractures of shoulders girdle, Arm and forearm in crenshaw, AH (eds) : Campbell’s operative Orthopaedics Vol. 2 8th ed. St Louis : Mosby Year Book, p. 989-1054, 1992.

4. Doybyns, JH, Lincshield, RL : Fractures in Adult, Philadelphia, JB. Lippincot Comp., p.411-450, 1984

5. Tile, M: Fractures of the radius and ulna in Schatzker, J: Tile M. (eds) : The rationale of operative fractures care, Berlin Heidelberg, Springer-Verlag. P.103-129, 1987. 6. Wright, PE : Wrist in Crenshaw, AH (eds) : Campbell’s operative Orthopaedics, Vol.

(41)

VI. TRAUMA PERGELANGAN TANGAN Wrist :

 Merupakan regio yang meliputi tulang karpalia dan bagian metafise serta permukaan sendi tulang radius dan ulna

Klasifikasi

1. Fraktur distal radius

 Fraktur Colle’s fraktur yang terletak 1 inchi dari sendi radioulner distal dengan “displaced” fragmen distal ke dorsal

 Fraktur Smith’s kebalikan dari fraktur Colle’s (reverse Colle’s) denga “displaced” fragmen distal ke palmar

2. Fraktur dislokasi radiokarpal

 Fraktur dislokasi tepi dorsal (Barton’s type colle’s fracture)

 Fraktur dislokasi radiokarpal

 Fraktur styloid radius (Chaufeur’s fracture)

 Fraktur dislokasi tepi palmar (Barton’s type Smith’s fracture) 3. Dislokasi sendi radioulner

 Dorsal dislokasi

 Palmar dislokasi 4. Fraktur karpalia

 Fraktur skafoid

 Chip fraktur dorsal

 Instabilitas karpal post trauma dengan atau tanpa dislokasi

 Fraktur lunatum

 Fraktur tulang karpalia lainnya

Standar tenaga  Ahli Ortopedi

(42)

1. Fraktur radius distal Definisi

 Fraktur yang terjadi pada bagian metafisi distal os radius dengan atau tanpa perluasan garis fraktur ke artikuler (permukaan sendi)

Klasifikasi

 Klasifikasi AO :

 Fraktur extraartikuler :

 Fraktur extraartikuler ulna dengan radius intak  Fraktur extraartikuler radius, simple & implikasi  Fraktur extraartikuler radius, multifragmen  Fraktur artikuler partial

 Fraktur artikuler partial radius dengan garis fraktur sagital

 Fraktur artikuler partial radius dengan dibagian sisi dorsal (Barton)  Fraktur artikuler partial radius dibagian sisi volar (reserve Barton,

Goyran Smith II)  Fraktur artikuler komplit

 Fraktur artikuler komplit radius, artikuler simple, metafisis simple

 Fraktur artikuler komplit radius, artikuler simple, metafisis multifragmen

 Fraktur artikuler komplit radius, multifragmen

Diagnostik

 Pemeriksaan fisik

 Edema & pembengkakan di distal radius

 Fraktur dengan angulasi ke dorsal  single-fork deformity

 Segera evaluasi fungsi neurovasculer, khususnya nervus medianus

 Pemeriksaan penunjang

 Foto standard AP / Lat dari seluruh lengan bawah dan tangan  Foto oblik lengan bawah distal

(43)

 EMG : bila lesi saraf (+)

Penanganan  Emergensi

 Pada anak dan orang tua  lokal anesthesi (hematom blok)  immobilisasi dengan gips sirkuler

 Definitif

 Faktor yang mempengaruhi optimalisasi  Stabilisasi fraktur

 Besarnya displacement  Kualitas tulang

 Usia & aktifitas penderita  Ketersediaan peralatan  Macam

 Reduksi tertutup dan splint

 Reduksi tertutup dan pinning perkutan  Fiksasi eksterna

 Reduksi terbuka dan fiksasi interna  Fiksasi dan interna

Komplikasi

 Hilangnya reduksi awal

 Malunion

 Instabilitas radio-ulnar distal

 Reflex sympathetic dystrophy (RSD)

 Non union (jarang)

Standar tenaga  Ahli Ortopedi

(44)

2. Dislokasi radio karpal Definisi

 Hilangnya hubungan / cerai sendi radius dengan baris proksimal os karpalia baik pada sebelah sisi dorsal maupun volarnya.

Klasifikasi

 Type I : isolated radiocarpal joint injuries

 Type II : dislokasi dengan injuri interkarpalia

Diagnostik

 Pemeriksaan fisik

 Penampilan  mirip fraktur distal radius

 Periksa apakah terdapat lesi neurovaskuler (khususnya n. medianus)  Periksa juga apakah terdapat injuri pada bagian proximal lengan

 Pemeriksaan penunjang

 Standar foto AP / Lat antebrachii dan manus

 Tomografi atau CT-scan  melihat aligment karpus

Penanganan  Emergensi

 Reposisi harus segera dilakukan  Dislokasi ke dorsal

 Dislokasi ke volar imobilisasi dalam slight volar flexi

 Definif

(45)

 Tipe II  sebagian besar dengan reduksi terbuka karpus, fixasi dengan k-wire dan ligamen repair  LAC 8 minggu  latihan ROM aktif setelah  3 bulan

 Komplikasi

 Loss of reduction

 Neurovasculer : CTS, RSD  Significant joint stifness

Standar tenaga

 Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

3. Instabilitas karpalia Definisi

 Ketidakstabilan tulang karpalia akibat lesi traumatik pada ligamen interkarpalia

Klasifikasi

Klasifikasi Green & O’brein  Major carpal dislocation

 Dorsal perilunate / volar lunate dislocation (paling banyak terjadi)  Dorsal trans-scaphoid perilunate dislocation

 Transradial styloid perilunate dislocation  Scaphocapitate syndrome

 Volar perilunate / dorsal dislocation  Complete dislocation og the scapoid  Capitate – hamate diastasis

 Carpal instability, dissociative  Radial carpal instabilities

 Scapholunate dissection (paling sering)  Dorsiflexion instability (disi) (paling sering)  Ulnar capal instabilities

(46)

 Triquetrolunate instability (visi)  Volarflexion carpal instability)  Central carpal instability

 Carpal instability, non dissociative

 Non dissociative instability of the proximal carpal row  Mid carpal joint

 Radiocarpal

Diagnostik

 Pemeriksaan fisik

 Pembengkakan, ekimosis, deformitas didaerah wrist dan loss of motion, pain

 Kemungkinan terjadi lesi neurovasculer (n.medianus dan ulnaris)

 Pemeriksaan penunjang

 Plain foto AP & terutama lat dan oblique scaphoid view : evaluasi terhadap sudut-sudut penting : scapholunate, capitate-lunate & radioulnate

 Tomogram & CT-scan

 Kasus – kasus akut dan khronis : perlu videotaped arthograms, bone scan, arthrography

Penanganan  Emergency

 Segera immobilisasi dengan cukup padding dan long arm splint  urgent definit

 Definitif

 Penanganan tergantung lama waktu berselang  Instability <3 minggu  akut

 Instability 3 minggu – 4 bulan  sub akut  Instability > 4 bulan  kronis

 Instability akut  pertahankan anatomi os karpalia

 Instability krnonis & sub akut rekonstruksi ligament + fiksasi interkarpalis

 Komplikasi

(47)

 Loss of motion

Standar tenaga

 Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

4. Injuri sendi radio-ulner distal Definisi

 Cerai sendi radio-ulner distal akibat lesi traumatik pada struktur-struktur ligamen penyetabilisasi sendi tersebut.

Klasifikasi

 Tidak klasifikasi baku

 Bowers mengelompokkan kedalam kelompok-kelompok :  Fraktur akut

 Injuri sendi akut

 Injuri or late-aapearing joint disruption  Gangguan sendi kronis

 Snapping tendon ECU  Fixed rotational deformities

(48)

Diagnostik

Pemeriksaan fisik

 Periksa seluruh extremitas atas (nyeri, limitas ROM dan instabilitas)

Pemeriksaan penunjang

 Plain foto AP & Lat anterbrachii pada rotasinya yang normal dan view dengan center pada wrist dan elbow, oblique view untuk mengetahui apakah terdapat fraktur non displaced atau chip fraktur

 Tomografi : small fractures ?, displacmenet large fragment ?

 CT-scan pembanding dengan yang sehat

 Arthrography : ruptur TFCC ?

Penanganan Emergensi :

 Ulna displaced ke dorsal  splint anterbrachii posisi supinasi

 Ulna displaced ke volar  splint anterbrachii posisi pronasi

Definitif

 Coba dengan konservatif (cast) dalam 6 minggu

 Bila sendi tetap tak stabil dengan konservatif  operatif

 Operatif :

 Fraktur styloid  TBW (Tension Band Wiring)  Rekonstruksi ligament

 Post op : cast long arm (LAC) 6 minggu dalam mid rotasi Lat ROM & strengthening esercise dan split s/d 3 bulan.

Komplikasi

 Post traumatic arthritis

 Ulnar neuritis dan kompresi kronis n.ulnaris

 Adheis tendon dan stifnes

Standar tenaga  Ahli Ortopedi

(49)

5. Fraktur Skapoid Definisi

 Fraktur yang terjadi pada os scaphoid yang dapat disertai dengan fraktur radius distal dan dislokasi transchapoid perilunate

Klasifikasi

Klasifikasi Russe

 Fraktur horinzontal (900) terhadap axis longus radius)

 Fraktur transvers (dalam bidang aixs scaphoid)

 Fraktur vertikal (sejajar dengan axis longus radius) paling tidak stabil

Klasifikasi lain : displaced atau non displaced (translasi > 1mm dan

(50)

Diagnostik

Pemeriksaan fisik

 Pembengkakan, berkurangnya ROM wrist, nyeri pada snuf box, berkurangnya kekuatan genggam.

Pemeriksaan penunjang

 Plain foto AP / Lat dengan posisi wrist netral dan deviasi ke ulna, oblique view dengan wrist pronasi

 Bila foto awal : fraktur tidak ada, tapi klinis suspek fraktur  thumb spica cast  2 minggu foto ulang

 Bila dalam foto ulangan : fraktur tetap tidak ada tapi klinis suspek fraktur  bone scan

 Tomogram sesuai bidang axis scaphoid sering menolong

Penanganan Emergensi

 Long arm thumb spica cast

Definitif

 Non displaced fraktur thumb spica cast  6 minggu dengan posisi wrist netral flexi dan deviasi ke radial ringan + thumb posisi fungsional.

 Displaced >1 mm + dislokasi perilunate  operatif + bone graft

 Fraktur dengan sudut radiolunate >150 dan fraktur dengan sudut scapholunate >600  operasi + bone graft.

 Post op : thumb spica cast klinisi  cast bisa dilepas dan latihan sendi.

Komplikasi  Non union  Malunion Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

(51)

VII. TRAUMA REGIO MANUS

 Distal dari metacarpal (ossa carpalis masuk regio wrist)

 Fungsi terpenting adalah gerakan ibu jari terhadap jari telunjuk / jari tengah (50%)

1. Fraktur

Penanganan Fraktur Secara umum :

 Stabil  gips atau bidai (MP angulasi lebih dari 600, tidak melebihi distal palmar crease tidak stabil  ORIF (pinning, plating)

Komplikasi : rotasi (patokan arah jari kedua sampai empat adalah os

scaphoid)

 Intraatikuler  debridement + k.wire

Bila luka kotor dilakukan delayed primary closure ( 3-5 hari). Tertutup  bebat dengan compression dressing, fiksasi jari sebelah, fore slab / back posisi jari MP 60 – 900 dengan IP joint ekstensi

Secara khusus

 Fraktur basis metacarpal I (Bennet’s fracture)

 Merupakan fraktur dislokasi intraatikuler, tidak stabil perlu reduksi anatomis, lebih disukai pinning (terbuka atau tertutup) penanganan yang sama pada fraktur basis metacarpal V.

 Fraktur shaft metacarpal

 Disebabkan gaya torsi, umumnya stabil karena periosteum dan soft tissue sekitarnya, bila stabil  reduksi tertutup (komplikasi : rotasi), tidak stabil  percutan k.wire atua platting small fragmen.

 Fraktur neck metacarpal

 Gerakan AP metacarpal jari 1 dan 2 minimal  perlu reduksi near anatomic jari 3 (200) jari 5 (30 – 500). Reduksi tertutup dengan general anesthesi + relaksan (dipertahankan 2 minggu) bila tidak stabil ORIF (k.wire).

 Fraktur head metacarpal

 Merupakan fraktur intraartikuler, sering rotasi  perlu reduksi anatomis.

(52)

 Fraktur basis phalang proksimal  fleksi sendi MP 900 selama 2 minggu bila gagal reduksi tertutup  ORIF

 Fraktur volar-sendi interphalang (IP) = Wilson’s fracture

 Bila fragmen lebih 150 permukaan sendi  open pinning, pullet out wire looped. Kurang dari 150  reduksi tertutup, flexi phalang 45 – 500 (selama 4 minggu)

 Fraktur avulsi phalang distal pada insersi tendon ekstensor (baseball fracture)  Fragmen kecil  hiperekstensi sendi 6 – 8 minggu

 Terapi yang sama untuk “mallet Fingger” (ruptur tendon ekstensor proksimal dari insersi) bidai distal phlang posisi hiperekstensi(sendi PIP bebas). Bila fragmen lebih dari 300 permukaan sendi  ORIF dengan k.wire atau pulled out wire

 Boutonniere = button hole

 Ruptur sentral slip traumatik dari ekspansi ekstensor dekat sendi PIP ( persisten flexion deformity).

 Terapi  perbaikan tendon, immobilisasi dengan k.wire sendi PIP posisi ekstensi penuh selama 3 minggu dilanjutkan fisioterapi fleksi aktif.

Standar tenaga

 Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

(53)

2. Ruptur dan dislokasi ligamen

 Ligamen kolateral dapat ruptur dengan atau tanpa dislokasi

 Cara reduksi :

 Dislokasi sendi MP  perlu terbuka (vollar app) karena head MC interposisi dengan soft tissue palmar sendi

 Dislokasi dorsal sendi PIP  reduksi tertutup dengan atau anestesi lokal

 Terapi post reduksi  pressure dressing (bila edema), bidai sendi MP 900 fleksi sendi IP ekstensi sampai bengkak dan nyeri hilang dilanjutkan fisioterapi 10 hari kemudian.

 Game keeper’s thumb

 Ruptur ligamen kolateral ulna disertai subluksasi kerah radier (fungsi pinch lemah)

 Terapi : ruptur inkomplit scaphoid cast 6 – 8 minggu ruptur komplit  tidak stabil, open repair + gips 8 minggu.

Standar tenaga

(54)

3. Laserasi tendon ekstensor Terapi : repair sekunder Standar tenaga

 Ahli Ortopedi

 Residen Ortopedi

4. Ruptur tendon flexor Dibagi menjadi 3 zone :  Zona 1 ( zona hijau)

 Pertengahan phalang media distal sampai finger tip

 Zona 2 (zona merah)

 Distal palmar crease sampai pertengahan phalang media proksimal

 Zona 3 (zona kuning)

 Proksimal dari palmar crease distal

Terapi

 Zona 1  ruptur diperbaiki primer

 > 1 cm, stump distal dieksisi – proksimal dijahit ke periosteal flap dengan bannel pullout wire

 < 1 cm, terapi sebagai zona 2

 Zona 2  perlu keterampilan tinggi (hand surgeon)

 Unutk pemula hanya jahit diikuti delayed repair ruptur tendon ibu jari sebaiknya dikerjakan primer

 Zona 3  diperbaiki primer, namun perlu keterampilan tinggi untuk hasil yang baik

Standar tenaga  Ahli Ortopedi

(55)

5. Terapi definitif finger tip

Golden period dapat diperpanjang menajdi 10 –12 jam bila luka bersih dan diberi AB

 Skin loss <<  hanya hebat

Skin loss >> split thickness antebrachii atau hipothenar

 Bila kuku intak  full thickness skin graft akan memberi bantalan diatas tulang

 Tulang terkena  potong sedikit tulang sampai bersih dengan knabel + tutup primer

Standar tenaga  Ahli Ortopedi

 Residen Ortopedi

6. Tenosynovitis non infeksi  Tipe akut

 Terjadi dalam beberapa jam dengan nyeri hebat saat menggerakkan tendon yang bersangkutan disertai hangat dan warna kemerahan

 Tipe kronik

 Tampak sebagai fenomena tringger dari tendon fleksor, didapatkan disproporsi tendon sheath dan isinya. Keluhan nyeri dan kaku pada jari, sekali difleksikan tidak dapat atau sulit mengektensikan sendi DIP, sering teraba nodul diproksimal tendon sheath

Predileksi :

 Diistirahatkan dengan immobilisasi + NSAID  Injeksi steroid pada tendon sheath

 Insisi tendon sheath mengurangi fenomena tringger

Standar tenaga

 Ahli Ortopedi

7. Gigitan manusia

 Merupakan trauma yang serius

(56)

Komplikasi trauma tangan

 Biasanya iatrogenik dan dapat dihindrai

Immobilisasi yang pendek dan segera diikuti latihan aktif dimungkinkan bila vaskularisasi tangan baik, ukuran tulang kecil, vaskularisasi cancellous cukup banyak

(57)

8. Compartemen syndrome manus  Dasar : iskemia otot saraf

 Gejala utama adalah :

 Nyeri yang menetap, progresif dan tidak hilang dengan imobilisasi, nyeri saat streching otot pasif merupakan tanda klinis yang dapat dipercaya  Parestesi atau berkurangnya sensasi merupakan tanda penting kedua  Kelemahan otot yang progressif (paralise) merupakan tanda yang sangat

penting

 Terakhir, palpasi daerah compartemen akan terasa tegang dan nyeri

 Cara menilai ;

 Compartemen tangan instrinsik :

 Passive abduksi dan adduksi jari akan meningkatkan nyeri (posisi sendi MP ekstensi dan fleksi sendi PIP)

 Compartemen ibu jari adduktor :

 Menarik ibu jari ke arah abduksi palmar, streching otot-otot adduktor  Otot-otot thenar :

 Radial abduksi ibu jari  Otot-otot hipothenar :

 Ekstensi dan abduksi jari kelingking

Terapi : satu-satunya cara adalah dekompresi

 Immediate fasciotomy merupakan cara terbaik untuk penyembuhan yang lebih baik (kalau bisa hindari nervus cutaneus dan vena besar, skin flap untuk menutup nervus medianus, release n.medianus pada carpal tunnel dan canal guyon, insisi pada wrist harus dihindari)

9. Replantasi  Terminologi

 Replantasi : penyembuhan kembali bagian yang teramputasi secara komplit

 Revaskuler : rekonstruksi bagian amputasi yang tidak putus seluruhnya

(58)

 Indikasi lain : setiap bagian dari anak kecil, wrist atau anterbrachii, elbow dan humerus, digit distal dari insersi tendon fleksor superfisialis sampai 4 mm kulit dorsal nail plare harus utuh.

 Kontra indikasi : crush injury, multipel level amputasi, disertai penyakit dan kelainan mental, longed warm ischemic time

 Warm ischemic time : < 6 jam utuk amputasi proksimal corpus, > 12 jam untuk phalang.

 Cold ischemic tim : > 12 jam untuk amputasi proksimal, prognosa jelek

 Penanganan & preservasi :

 Stump dilakukan bebat tekan

 Puntung (amputat) dimasukkan dalam plastik yang kedap air  Amputat dalam plastik dimasukkan dalam termos terisi air + es

 Operasi teknik replantasi phalang dan manus :  Identifikasi vasa dan nervus

 Debridement

 Shorthening dan fixir tulang  Repair tendon extensor  Repair tendon flexor  Anastomose arteri  Repair nervus  Anastomose vena  Penutupan luka Standar tenaga  Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

(59)

VIII. TRAUMA PANGGUL 1. Fraktur pelvic ring

Batasan

Pelvic girdle dibentuk oleh 2 tulang innominate (os coxae) yang berartikulasi dibagian anterior yang disebut symphisis pubis dan dibagian posterior dengan os sacrum (sacro illiac joint). Pelvic ring dibentuk oleh dua arcus yang penting dalam menahan weight bearing forces yaitu femoro sacral arch dan ischial arch

Klasifikasi

Menurut Marvin Tile disruption of pelvic ring dibagi :

 Stable

 Unstable

 Miscellaneous :  Complex :

 Associcated acetabular disruptions

 Bilateral sacroiiliac dislocation with intact anterior arch Menurut Marvin Tile symphisialisis dibagi 3 grade

 Symphisis open < 2,5 cm

 Symphisis open >25, cm

 Symphisis open 2,5 cm with peroneal wound

Diagnosis Klinis

(60)

 Plain

 Plevic AP

 Inlet & outlet view

 Internal & external oblique view

 CT-scan

Prosedur Tetap

Indikasi pemasangan external fiksasi pelvic

 Stabel pelvic fracture dengan severe pelvic hemorrhage

 Stabel pelvic fracture yang memerlukan early mobilization

 Poly trauma

 Unstabel pelvic (vertical share injuries) Indikasi pemasangan C-clamp

 Unstabel pelvic (vertical shear injuries) / rupture posterior sacro illiac lig. Indikasi pemasangan internal fiksasi

 Rupture post sacro illiac lig. 1-2 hari setelah pemasangan C-clamp dan keadaan stabil

 Symphisialisis Gr. II & III

Komplikasi Awal  Loss of reduction  Sepsis  Thrombo phlebitis Lanjut

 Leg. Length discrepansy

 Low back pain

 Pelvic oblique

 Lumbo sacral plexus palsy

 Sacro illiac arthritis

Standar tenaga

 Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

(61)

MANAGEMENT FRACTURE PELVIC

FRACTURE OF PELVIC RING (808) Clinical Evaluation Urologi Abdominal & thoracic Neurologic Resuscitation Radiographic evaluation AP

Inlet & outlet view Internal & eksternal view

A

B

Minor fracture patterns

 Avulsion Fr.

 Isolated single break in the ring

 Illiac wing fractures  Straddle fractures

Major pelvis fracture (Malgaine Pattern) Stable Injuries Unstable Injuries Symphisis treatment Polytrauma Significant hemorrhage Need for early mobilizaion

Reduction of Hemipelvic Stabilization External Pelvic Traction Internal fixation

C

D

E

F

(62)

Continued hemorrhagic > 15-10 unit of blood Intravenous fluids and blood transfusion

UNSTABLE PELVIC FRACTURE

General resuscitation Measures

Minimize of the patient

A

Monitor vital sign, CVP urine output, hematokrit Physical sign Suggestive of major Vesel injuries Hemorrhage subsides stable vital sign

> 4- 6 unit of blood within 12 – 24 hour Emergency application of pelvic external fixator or pneumatic throuser Continued hemorrhagic >10 – 12 unit of blood with

in first 24 – 36 hours

Arteriography

Multiple bleed site

Selective transcatheter arterial embolization MANAGEMENT HEMORRHAGIC SHOCK PADA UNSTABLE PELVIC

FRACTURE

Surgical exploration

Laparostomy Vessel repair

B

Major vessel injuries

C

E

F

G

(63)

1. Fraktur pelvic wing

 Tidak mempengaruhi stabilitas pelvic

 Terapi konservatif, kecuali pada :  Open fracture

 Multiple fracture dengan terapi operatif

2. Fracture acetabulum

Biomekanik : Fraktur yang disebabkan gerakan caput femur ke pelvic misal pada dashboard injury

Evaluasi cedera

 Caput femur

 Patella, posterior cruciatum ligament

 Fracture pelvic dan acetabulum Posisi caput femur sangat penting :

 Fleksi : fraktur posterior wall dan atau dislokasi post hip

 External rotasi : fraktur anterior wall

 Internal rotasi : fraktur posterior wall

 Abduksi : Fraktur inferior medial wall

 Abduksi : Fraktur superolateral

Klasifikasi (Letourei)

 Tipe posterior dengan / tanpa dislokasi posterior  Fraktur posterior collum

 Tampak pada allar dan obturator view  ORIF plating

 Fraktur posterior wall

 Fraktur permukaan sendi posterior  Jika fragmen besar – ORIF plating

 Fraktur posterior wall dan posterior collumn  ORIF plating

 Posterior wall dengan fraktur transverse  Sering : 20% kasus

 ORIF plating

 Identifikasi cedera posterior, n.ischiadicus dan avascular necrosis

(64)

 Fraktur collumn anterior  Melalui rumus pubis superior

 Prognose baik karena buka weight bearing  Jika sampai Dome superior, harus ORIF  Fraktur anterior wall : jarang

 Fraktur anterior collumn, anterior wall dan fraktur transverse

 Tipe transverse dengan atau tanpa dislokasi central  Fraktur transverse

 Membelah kedua collumn

 Displacement dapat ringan sampai komplit dislokasi central caput femur ke pelvis

 Tipe fraktur

 Bersama fraktur transverse, biasanya membelah acetabulum secara vertikal

 Komponen vertikal dapat ke anterior / posterior ke foramen obturator  Trauma yang lebih kuat dibanding transverse

 Komponen T sangat bermakna karena reduksi 1 collum tak akan mereduksi yang lain seperti pada tipe transverse

 Fraktur transverse dan acetabular wall  Fraktur double collum

 “Floating” acetabulum tidak melekat dengan rangka tubuh  Fraktur membelah kedua collum diatas level acetabulum  Spur sight sangat karakteristik

X-ray

 Pelvis – AP

 Alar dan obturator view

 CT-scan :

 Bila terdapat :

 Fraktur dinding acetabulum  Fragmen dalam sendi

 Mengetahui derajat komunitif

Indikasi operasi  Inkongruitas sendi

(65)

 Fraktur Dome superior

 Instabilitas Hip

 Lesi n. ischiadicus post reposisi

 Disertai fraktur femur ipsilateral

 Politrauma

Kontraindikasi

 Keadaan umum tidak stabil

 Komunitif fraktur

Non operatif

 Fraktur undisplaced dan stable

Standar tenaga  Ahli Ortopedi

(66)

3. Fracture collum femur

Klasifikasi : yang sering dipakai adalah, berdasarkan :  Lokasi anatomi fraktur

 Intrakapsular :  Subcapital type  Transcervical type  Extrakapsular

 Basecervical type

 Sudut fraktur (Pauwel)

 Tipe 1 adalah 30° dari horisontal (stabil)

 Tipe II adalah fraktur 50° dari horisontal (tidak stabil)

 Tipe III adalah fraktur 70° dari horisontal (sangat tidak stabil)

 Displacement fragmen fraktur :

 Garden I : adalah fraktur inkomplit atau impacted  Garden II : adalah fraktur komplit tanpa displacement

 Garden III : Adalah fraktur komplit dengan partial displacement  Garden IV : Adalah fraktur komplit dengan total displacement

Standar diagnosis Pemeriksaan fisik

 Tidak memberikan deformitas yang jelas

 Perkusi pada trokhanter major, nyeri

X-ray

 Rutin dengan AP & lateral view

 Bila tak jelas diulang 10 – 14 hari

 Tomogram atau bone scan

Terapi  Garden I

 Internal fiksasi dengan multiple pins atau screwing

 Garden II

 Internal fiksasi dengan pinning / screwing

(67)

 Garden III dan IV (displaced)  Non operatif

 Traksi dilanjutkan sepica cast

 Pinning perkutan dengan lokal anesthesi

 Closed reduction dan spica cast dalam abduksi  Operatif

 Dilakukan operasi urgent namun penderita setatusnya seoptimal mungkin

Pada anak muda OMPG atau (osteomuscular pedicle graft) Pada orang tua hemiarthroplasty dengan Austin Moore Prothesis (AMP) atau bipolar prosthesis

Rehabilitasi

 Muda : non weight bearing 8 – 12 minggu

 Tua : full weight bearing

Komplikasi

Tomboembolic disease : sebagai penyebab utama kematian post operatif. Insiden venous thrombosis adalah 40% mungkin memerlukan terapi pencegahan dengan heparin, detuan, aspirin atua anti koagulan yang lain infeksi :

 Infeksi dapat lebih kuat dengan adanya deep sepsis, terapi antibiotika preoperatif selama signifikan menurunkan insidens

 Non union

 Sekarang terjadi hanya kurang dari 5%  Jika caput femur viabel, maka :

 Bila collum femur adekuat  osteotomi + bonegraft (Diton’s ostectomy)

 Bila collum femur tak adekuat  brachettatau colona procedure  Jika caput femur non viabel  arhtroplasty

Aseptic necuosin – insiden sangat bervariasi

 Menurut massie, bila operasi dilakukan dalam 12 jam trauma, insiden adalah 25%. Bila ditunda 13 – 24 jam insiden naik menajdi 30%. Antara 24 – 48 jam insiden 40% dan menjadi 100% setelah 1 minggu. Terapu alternatif antara lain simptomatis, osteotomi, bone grafting, endoprosthesis dan total hip arthroplasty

(68)

Standar tenaga

 Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

(69)

4. Fraktur intertrochanter Definisi

 Adalah fraktur yang terjadi dalam sepanjang garis antara trochanter major dan minor

Klasifikasi

 Menurut Boyd dan Grivin (berdasarkan mudahnya dalam memperoleh dan mempertahankan reduksi)

 Tipe I : fraktur disepanjang grais intertrochanter non displaced  Tipe II : Fraktur komunitif dengan multiple fraktur pada korteks

 Tipe III : Pada dasarnya fraktur subtrochanter dengan paling sedikit satu fraktur lewat proksimal dan ke distal / di trochanter minor

 Tipe IV : fraktur trochanter dan shaft proksimal dengan paling sedikit dua bidang

Standar diagnosis Pemeriksaan klinis  Shortening

 Deformitas eksterna rotasi

 Nyeri

Radiologis

 AP view dalam internal rotasi

 Lateral view

Terapi

Non operatif

 Dianjurkan bila tidak dapat distabilisasi dengan adekuat dengan open reduction

 Cara yang sering adalah skeletal traksi, untuk mempertahankan aligment dan menghindari varus, shortening dan eksternal rotasi. Setelah 6 – 8 minggu, pasang hemispica dan lepas hemispica seletah 10 – 12 minggu kemudian partial weight bearing.

(70)

Operatif

 Adalah merupakan terapi pilihan untuk tercapainya stabilitas dan mobilisasi dini.

 Stabilisasi ditentukan oleh :  Kualitas tulang

 Geometri fragmen  Reduksi

 Design implant

 Penempatan implant

Macam-macam pilihan operasi antara lain

Non displaced

 Nail plate (dynamic hip screw, ewett)

 Intramedullary nail (ender nail, zicket)

Displaced

 Nail plate, setelah direduksi

 Osteotomy (Dimon & Hunghston, Samiento Valgus osteotomy)

 Hemiarthroplasty pada orang tua, penderita debil

Standar tenaga  Ahli Ortopedi

 Residen Ortopedi

Rehabilitasi

 Full weight bearing segera (pada penderita tua), kecuali pada type IV dan usia muda

Komplikasi

 Mortalitas : angka mortalitas 10% dirumah sakit menurut Sherk, mortalitas adalah 52% pada penderita operasi dan 55% pada penderita non operasi

 Infeksi : insiden infeksi luka post operasi 1,7 – 16,9% faktor-faktor yang mempengaruhi adalah :

 Penderita tua  Operasi lama

(71)

 Dekat perineus

 Varus deformity : relatif sering terjadi menyebabkan, nyeri, lemah, shortening

 Rotational deformity

 Penetrasi nail : terjadi pada sepertiga dari kegagaln terapi, hanya 1,3% yang memerlukan pengambilan nail

 Non union : jarang terjadi dan insiden kurang dari 2%

 Aseptic necrosis – jarang, insiden 0,8%

(72)

Fraktur Subtrochanter Definisi

 Fraktur yang terjadi diantara trochanter minor sampai 5 cm ke distal

Klasifikasi : menurut Sceinshmeir

 TipeI : non displaced (displacement <2 mm)

 Tipe II : two-part fractures

 TipeIIA : Fracture transversal

 Tipe IIB : Fraktur spiral, trochanter minor di fragment proksimal

 Tipe IIC : Fraktur spiranl trochanter minor difragmen distal

 TipeIII : Three-part fractures

 Tipe IIIA : Fraktur spiral, trochanter minor merupakan fragmen sendiri

 Tipe IIIB : Fraktur spiral, fragmen ketiga adalah butterfly

 Tipe IV : Fraktur komunitif dengan empat atau lebih fragmen

 Tipe V : Fraktur subtrochanter-intertrochanter

Standar diagnosis Pemeriksaan klinis  Shortening

 Deformitas eksternal rotasi

 Nyeri

Terapi

 Non operatif

 Dilakukan pada fraktur yang sangat komunitif, dimana internal fiksasi stabil tak dapat dicapai.

 Traksi dan hemispica atau cast brace

 Sering berakibat deformitas varus dan rotasi

 Operatif

 Pilihan terapi asalkan dapat dicapai osteosintesis yang stabil  Macam implant :

 Fixed – angle nail plate (jewett type)  Angled blade plate (ABP)

 DHS

(73)

Standar tenaga

 Ahli Ortopedi  Residen Ortopedi

Rehabilitasi

 Mobilisasi segera dengan kruk 1 hari post op

 Type A dan B : PWB 10 – 15 kg segera

 Type C : PWB setelah 8 – 10 minggu atau setelah adanya bridging callus disisi medial

Komplikasi

 Yang sering adalah  Non union  Mal union

Referensi

Dokumen terkait