• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengenalan Proteksi Sistem Tebaga Listrik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengenalan Proteksi Sistem Tebaga Listrik"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

DIKLAT BERBASIS KOMPETENSI

PENGENALAN PROTEKSI SISTEM TENAGA

LISTRIK

Kode kursus : C 0200 1033

Jenjang I

PT PLN (PERSERO) JASA PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

UNIT DIKLAT SEMARANG

(2)

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

Diklat Pengenalan Proteksi Sistem Tenaga Listrik merupakan diklat jenjang I dalam bidang sistem proteksi. Materi yang disampaikan meliputi prinsip dasar proteksi untuk seluruh sistem tenaga listrik mulai dari pembangkitan sampai dengan distribusi. Dengan mempelajari dasar sistem proteksi pada seluruh sistem diharapkan memberikan manfaat dalam mempelajari sistem proteksi pada tingkat yang lebih tinggi dan spesifik. Diklat ini juga bermanfaat bagi mereka yang bekerja bukan dalam bidang proteksi namun dalam pekerjaannya terkait dengan sistem proteksi.

Untuk mengefektifkan serta mempermudah proses pembelajaran khususnya bagi para pemula, maka sistematika diklat dimulai dari membahas sistem yang paling sederhana yaitu sistem proteksi distribusi. Selanjutnya secara berurutan diteruskan mempelajari sistem yang lebih kompleks yaitu proteksi trafo kemudian proteksi penghantar terakhir pembangkit.

Sesuai dengan kaidah dasar diklat jenjang I, maka pembelajaran dilaksanakan didalam kelas saja (In Class Training), tidak ada On the Job Training. Namun untuk menunjang pemahaman peserta, selama belajar di kelas diberikan pula peragaan dengan peralatan-peralatan sesuai dengan yang terpasang di lapangan.

Besar harapan para penyusun agar diklat ini bermanfaat baik bagi para peserta kursus maupun perusahaan. Para penyususn juga mengucapkan terima kasih atas bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Selanjutnya kritik dan saran dari para pembaca dan peserta diklat sangat diharapkan demi perbaikan buku dan diklat ini.

Semarang, 27 Desember 2007, Tim Penyusun

(3)

TIM PENYUSUN

(Sesuai SK Manajer Udiklat Semarang)

Sugiartho (Dasar Proteksi, Final Editor) Udji Widayat (Proteksi Distribusi)

Sukirno (Proteksi Distribusi)

Satto Riyanto (Proteksi Trafo dan Busbar) Burhanuddin Arifin (Proteksi Trafo dan Busbar) Gulung Suyoto (Proteksi Penghantar) Ida Bagus Anom Arsana (Proteksi Pembangkit) Martin Ichwandono (Proteksi Pembangkit)

(4)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI

DAFTAR ISI iii BAB I. DASAR PRO

BAB I. DASAR PRO BAB I. DASAR PRO

BAB I. DASAR PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIKTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIKTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK TEKSI SISTEM TENAGA LISTRIK 1

1.1. Fault Clearing System (FCS) 2

1.1.1. Trafo instrumen 3

1.1.2. Relai 5

1.1.3. Pemutus Tenaga (PMT) 6

1.1.4. Sumber arus searah (DC source) 7

1.1.5. Pengawatan 7

1.1.6. Sistem Komunikasi 7

I.2. Persyaratan unjuk kerja sistem proteksi 8

1.3. Gangguan pada sistem tenaga listrik 9

1.3.1. Gangguan hubung singkat 9

1.3.2. Hal-hal yang terkait dengan gangguan tanah 12

BAB II. BAB II. BAB II.

BAB II. PROTEKSI SISTEM DISTRIBUSIPROTEKSI SISTEM DISTRIBUSIPROTEKSI SISTEM DISTRIBUSI PROTEKSI SISTEM DISTRIBUSI 13131313

2.1. Sistem Distribusi 13

2.2. Pengaman sistem distribusi 15

2.2.1. Pentanahan Sistem Distribusi 15

2.2.2. Pola Pengaman Sistem Distribusi 16

2.3. Fuse / pengaman lebur 19

2.3.1. Prinsip Kerja Pengaman Lebur 19

2.3.2. Konstruksi Pengaman Lebur 19

2.3.3. Karakteristik Fuse / Pengaman Lebur 19

2.4. Relai arus lebih 23

2.4.1. Karakteristik Relai Arus Lebih 23

2.4.2. Sambungan relai arus lebih 25

(5)

2.5. PBO dan SSO 26

2.5.1. Penutup balik otomatis 26

2.5.2. Saklar seksi otomatis 28

2.6. Relai frekuensi kurang 30

BAB III. PROTEKSI TRAFO DAN BAB III. PROTEKSI TRAFO DAN BAB III. PROTEKSI TRAFO DAN

BAB III. PROTEKSI TRAFO DAN BUSBARBUSBARBUSBAR31BUSBAR3131 31

3.1. Proteksi transformator 31

3.1.1. Proteksi elektrik 31

3.1.2. Relai Differensial 33

3.1.3. Wiring Diferensial 35

3.1.4. Relai diferensial impedansi tinggi 37

3.2. Proteksi busbar 37

3.2.1. Proteksi busbar tunggal 37

3.2.2. Proteksi busbar ganda 38

BAB IV. PROTEKSI PENGHANTAR BAB IV. PROTEKSI PENGHANTAR BAB IV. PROTEKSI PENGHANTAR

BAB IV. PROTEKSI PENGHANTAR 40404040

4.1. Rele jarak 41

4.1.1. Pemasangan Relai Jarak 41

4.1.2. Karakteristik Rele Jarak 42

4.1.3. Penyetelan Daerah Kerja Rele Jarak 46

4.2. Tele proteksi 47

4.3. Pengaman Saluran Kabel Tegangan Tinggi (SKTT) 49 4.4. Relai penunjang sistem Proteksi Penghantar 51

4.4.1. Recloser 51

4.4.2. Rele synchro check 53

BAB V. BAB V. BAB V.

BAB V. PROTEKSI PEMBANGKITPROTEKSI PEMBANGKITPROTEKSI PEMBANGKIT54PROTEKSI PEMBANGKIT5454 54

5.1. Gejala gangguan pada Generator 54

5.1.1. Gangaguan listrik 54

5.1.2. Gangguan Mekanis / panas 55

5.1.3. Gangguan sistem 56

(6)

5.2. Diagram proteksi generator 59 5.2.1. Generator dengan kapasitas kecil 59 5.2.2. Pembangkit dengan kapasitas besar 59

5.2.2.1. Proteksi Generator PLTU 59

5.2.2.2. Proteksi Generator PLTG 63

5.2.2.3. Proteksi Generator PLTP 65

5.2.2.4. Proteksi Generator PLTA 67

5.2.2.5. Proteksi Generator PLTD 68

5.3. Prinsip kerja dan karakteristik relai proteksi Pembangkit 69

5.3.1. Relai Arus Lebih 69

5.3.2. Relai Diferensial 70

5.3.3. Relai stator hubung tanah 70

5.3.4. Proteksi rotor hubung tanah 71

5.3.5. Relai Arus Lebih Urutan negatip 71

5.3.6. Relai Fluksi Lebih 72

5.3.7. Relai Daya Balik 73

5.3.8. Relai kehilangan Penguat medan 75

5.3.9. Relai Lepas Sinkron 78

5.3.10. Relai tegangan seimbang 78

5.3.11. Relai tegangan Lebih dan tegangan kurang 80

5.3.12. Relai jarak 80 LAMPIRAN LAMPIRAN LAMPIRAN LAMPIRAN i DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA DAFTAR PUSTAKA

(7)

BAB I BAB I BAB I BAB I

DASAR PROTEKSI SISTEM TENAGA L DASAR PROTEKSI SISTEM TENAGA L DASAR PROTEKSI SISTEM TENAGA L

DASAR PROTEKSI SISTEM TENAGA LISTRIKISTRIKISTRIKISTRIK

Suatu sistem tenaga listrik terdiri dari rangkaian peralatan yang sangat memungkinkan untuk mengalami gangguan, baik sebagai akibat dari faktor luar maupun dari kerusakan peralatan itu sendiri. Untuk itulah diperlukan sistem proteksi yang pada prinsipnya bertugas sebagai berikut :

1. Mendeteksi gangguan yang terjadi dengan cara mengenali gejala gangguan yang dapat berupa perubahan besaran tegangan, arus, sudut fasa maupun frekuensi.

2. Membebaskan (memisahkan) bagian sistem yang terganggu dari sistem yang tidak terganggu.

Sistem proteksi tidak bisa menghilangkan datangnya gangguan, namun dengan adanya sistem proteksi yang bekerja dengan baik maka beberapa kerugian dan kemungkinan timbulnya bahaya atau kerusakan dapat dihindarkan. Berikut ini adalah beberapa manfaat dari adanya sistem proteksi :

1. Mencegah kerusakan lebih jauh dari peralatan yang terganggu. Peralatan yang terganggu tentu telah mengalami kelainan atau kerusakan awal. Apabila peralatan tersebut tidak dibebaskan dari tegangan tentu kerusakan akan menjadi semakin besar.

2. Mencegah bahaya terhadap manusia dan properti. Gangguan hubung singkat yang melalui peralatan atau properti (misal rumah, pohon) tentu akan membahayakan kalau tidak segera dibebaskan dari tegangan, karena semua benda yang bersentuhan dengan sistem akan mempunyai tegangan sentuh yang membahayakan bagi manusia.

3. Mencegah meluasnya pemadaman atau gangguan. Bila gangguan yang terjadi pada suatu tempat tidak segera dipisahkan, maka gejala gangguan akan dirasakan oleh seluruh atau sebagian besar sistem sehingga bisa menimbulkan gangguan yang meluas atau bahkan bisa mengakibatkan pemadaman total (black out).

(8)

4. Mengurangi stress pada peralatan yang tidak terganggu. Gejala gangguan yang terjadi pada suatu tempat akan dirasakan oleh peralatan yang tidak terganggua disekelilingnya. Misalnya gangguan hubung singkat maka akan mengalirkan arus yang sangat besar yang melewati komponen sistem (peralatan) disekitarnya dan ini menimbulkan stress pada peralatan tersebut yang pada akhirnya bisa mengurangi umur (life time) peralatan. Pemilik sistem tenaga listrik tentu berharap setiap saat proteksi yang terpasang bisa bekerja normal sesuai yang diharapkan. Namun demikian perlu dimaklumi bahwa proteksi itu sendiri merupakan rangkaian dari beberapa peralatan yang masing-masing mempunyai kemungkinan rusak atau gagal beroperasi. Semakin besar harapan yang diminta akan semakin besar pula sumber daya yang harus diberikan pada sistem proteksi. Untuk itu diperlukan keputusan yang logis, yang mempertimbangkan keseimbangan antara tingkat keperluan dan biaya yang harus dikeluarkan. Sebagai contoh kompleksitas proteksi pada sistem tegangan menengah tentu tidak perlu sama dengan proteksi pada sistem tegangan tinggi. 1111.1. Fault Clearing System (FCS)..1. Fault Clearing System (FCS)..1. Fault Clearing System (FCS)..1. Fault Clearing System (FCS).

Implementasi suatu sistem proteksi pada dasarnya diwujudkan sebagai rangkaian peralatan yang saling terkait dan bekerja sama. Rangkaian peralatan tersebut dinamakan Fault Clearing System, sebagaimana disampaikan dalam gambar I-1, sedangkan peralatan-peralatan yang dirangkai adalah sebagai berikut :

1. Trafo instrumen (instrument transformer) 2. Relai (Relay)

3. Pemutus Tenaga (Circuit breaker) 4. Suplai arus searah (DC supply) 5. Pengawatan (Wiring)

(9)

Suplai DC CT PT Relai PMT HV / MV Gambar 1 Gambar 1 Gambar 1

Gambar 1----1 Fault Clearing System1 Fault Clearing System1 Fault Clearing System1 Fault Clearing System

1.1.1. 1.1.1. 1.1.1.

1.1.1. Trafo iTrafo iTrafo iTrafo instrumennstrumennstrumen nstrumen

Berupa trafo arus (current transformer/CT) dan trafo tegangan (potential transformer/PT). Trafo arus berfungsi untuk mendeteksi arus yang mengalir pada sistem tenaga kemudian mentransfer ke arus yang cukup kecil sehingga bisa dipakai sebagai masukan Relai atau alat ukur. Dengan adanya trafo arus maka gangguan arus lebih dapat dideteksi. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan trafo arus :

1. Ratio, adalah perbandingan antara arus primer dengan arus sekunder. Ratio CT dinyatakan 1000/5 artinya bila sisi primer mengalir arus 1000 amper maka sisi sekunder mengalir arus 5 amper. Sisi sekunder trafo arus sudah tertentu yaitu 1 amper atau 5 amper.

2. Klas ketelitian, adalah ukuran kesalahan. Klas ketelitian CT pengukuran berbeda dengan CT proteksi. Klas CT proteksi ditulis 5P20 artinya ketika CT dialiri arus sebesar 20 kali nominal, kesalahannya maksimum 5%. 3. Kejenuhan. CT proteksi bekerja pada arus yang sangat besar karena

(10)

nominalnya atau lebih. Dalam keadaan seperti ini, CT tidak boleh jenuh karena kalau jenuh maka arus sekunder menjadi kecil sekali. CT pengukuran dibuat cepat jenuh karena arus yang diukur besarnya hanya sekitar arus nominalnya saja.

4. Burden, menyatakan kemampuan CT pada beban nominal dalam volt amper (VA), perlu diperhatikan pada CT pengukuran. Burden 50 VA dengan arus sekunder 5 amper, maka tegangan maksimum 50/5 atau 10 volt, jadi peralatan yang terrangkai dengan CT mempunyai impedansi maksimum 10/5 atau 2 ohm.

Trafo tegangan berfungsi untuk mendeteksi tegangan pada sistem tenaga kemudian mentransfer ke tegangan rendah (110/ 3 atau 100/ 3 volt) untuk

dipakai sebagai masukan Relai atau alat ukur. Dengan adanya trafo tegangan maka terjadinya gangguan tegangan baik lebih atau kurang bisa dideteksi.

Gambar 1 Gambar 1 Gambar 1

(11)

1.1. 1.1. 1.1.

1.1.2. Relai.2. Relai.2. Relai.2. Relai.

Merupakan peralatan pengambil keputusan dalam sistem proteksi. Dengan melihat masukan dari trafo instrumen dan mempertimbangkan setting yang diterapkan pada relai tersebut, maka relai dapat mengambil keputusan untuk memberi order trip atau tidak kepada peralatan pemutus (PMT). Ada banyak macam relai yang digunakan sesuai dengan keperluan peralatan yang diproteksi. Relai harus mempunyai kecepatan kerja. Dari waktu ke waktu relai telah berkembang dari sistem elektro mekanik menjadi sistem elektronik, kemudian elektro mekanik menjadi sistem elektronik, kemudian elektro mekanik menjadi sistem elektronik, kemudian elektro mekanik menjadi sistem elektronik, kemudian menjadi numerik dan saat ini sudah banyak yang berbasis microprocessor

menjadi numerik dan saat ini sudah banyak yang berbasis microprocessor menjadi numerik dan saat ini sudah banyak yang berbasis microprocessor

menjadi numerik dan saat ini sudah banyak yang berbasis microprocessor. Relai pada generasi terakhir memberikan unjuk kerja yang lebih baik serta waktu kerja yang lebih cepat daripada relai terdahulu. Gambar I-3 memberikan gambaran cara kerja relai.

Gambar I Gambar IGambar I

Gambar I----3. Blok diagram Relai3. Blok diagram Relai3. Blok diagram Relai3. Blok diagram Relai

Pada prinsipnya Relai mempunyai komponen utama yaitu perangkat input, perangkat setting, perangkat pengolah dan perangkat output. Gejala sistem yang dideteksi oleh CT atau PT diterima oleh perangkat input kemudian diteruskan ke perangkat pengolah. Pada elemen pengolah dilakukan pemrosesan yang pada dasarnya adalah membandingkan nilai gejala sistem dengan nilai setting, apabila nilai gejala sistem melebihi nilai setting maka diberikan perintah ke perangkat output untuk bekerja. Perangkat output bekerja dengan membuat perubahan

(12)

status dari kontak output (misal dari terbuka menjadi tertutup) yang selanjutnya bisa dimanfaatkan untuk mengerjakan pemutus tenaga, alarm, indikator dan sejenisnya.

Gambar I Gambar I Gambar I

Gambar I----4. Relai Numerik4. Relai Numerik4. Relai Numerik4. Relai Numerik

1.1.3.

1.1.3. 1.1.3.

1.1.3. Pemutus Tenaga (PMT).Pemutus Tenaga (PMT).Pemutus Tenaga (PMT).Pemutus Tenaga (PMT).

Adalah peralatan untuk memutuskan rangkaian sistem tenaga dalam keadaan berbeban maupun mengalami gangguan. Karena arus yang diputus adalah arus gangguan, maka PMT harus mempunyai kemampuan memutus arus yang sangat besar, yaitu sampai dengan 40 kiloamper atau bahkan lebih. Disamping itu PMT juga harus bisa bekerja dengan cepat (sekitar 20 – 60 mili detik) agar pemutusan rangkaian yang terganggu tidak terlambat.

Dalam hal terjadi gangguan yang mengakibatkan relai bekerja, maka relai menyambungkan tripping coil dari PMT ke suplai dc sehingga trippng coil bekerja. Bekerjanya tripping coil membuat mekanik PMT bekerja menggerakkan kontak PMT sehingga membuka (trip).

(13)

Gambar 1 Gambar 1Gambar 1

Gambar 1----5. PMT Tegangan tinggi5. PMT Tegangan tinggi5. PMT Tegangan tinggi 5. PMT Tegangan tinggi

1.1.4. 1.1.4. 1.1.4.

1.1.4. Sumber arus searah (DC source).Sumber arus searah (DC source).Sumber arus searah (DC source).Sumber arus searah (DC source).

Berupa baterai yang berfungsi untuk memberi suplai kepada relai dan rangkaian kontrol / proteksi. Batere harus mempunyai tegangan yang cukup untuk menghidupkan relai dan peralatan lainnya seperti tripping coil, relai bantu dan lain lain. Batere juga harus mempunyai kapasitas ampere-hour (Ah) yang cukup sehingga dalam hal tidak ada suplai dari rectifier, batere masih mampu bekerja beberapa saat.

1.1.5. 1.1.5. 1.1.5.

1.1.5. Pengawatan (Wiring).Pengawatan (Wiring).Pengawatan (Wiring).Pengawatan (Wiring).

Keseluruhan peralatan proteksi tersebut diatas harus dirangkai sehingga merupakan suatu sistem yang disebut Fault Clearing System (FCS).

1.1.6. 1.1.6. 1.1.6.

1.1.6. Sistem Komunikasi.Sistem Komunikasi.Sistem Komunikasi.Sistem Komunikasi.

Dalam beberapa hal, agar sistem proteksi bisa berjalan sesuai dengan yang diperlukan, diperlukan koordinasi antar relai yang dapat dilaksanakan melalui media komunikasi. Media komunikasi yang lazim dipakai dalam sistem proteksi antara lain pilot cable, fiber optic dan power line carrier (PLC).

(14)

I.2. Persyaratan unj I.2. Persyaratan unj I.2. Persyaratan unj

I.2. Persyaratan unjuk kerja sistem proteksi.uk kerja sistem proteksi.uk kerja sistem proteksi. uk kerja sistem proteksi.

Agar bisa memberikan manfaat yang maksimum, sesuai yang telah dibahas didepan, suatu sistem proteksi harus memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut :

1. Sensitif.Sensitif.Sensitif.Sensitif. Sistem harus bisa mendeteksi gangguan terkecil yang ada pada kawasan pengamanannya. Dengan sistem proteksi yang sensitif maka seluruh gangguan yang ada pada kawasan pengamanannya akan dilihat dan direspons. Kawasan pengamanan adalah bagian dari sistem tenaga listrik dimana bila disitu ada gangguan, maka sistem proteksi yang terkait harus bekerja. Gambar 1-6 merupakan contoh kawasan pengamanan.

Gambar 1 Gambar 1 Gambar 1

Gambar 1----6666. Kawasan Pengamanan. Kawasan Pengamanan. Kawasan Pengamanan. Kawasan Pengamanan

2. Selektif. SSelektif. SSelektif. SSelektif. Suatu sistem proteksi dikatakan selektif apabila bisa memilih daerah yang terganggu saja yang dipisahkan. Pada prinsipnya sistem proteksi hanya boleh bekerja bila ada gangguan pada kawasan

DAERAH PENGAMANAN GENERATOR DAERAH PENGAMANAN GENERATOR -TRAFO DAERAH PENGAMANAN BUSBAR DAERAH PENGAMANAN BUSBAR DAERAH PENGAMANAN TRANSMISI DAERAH PENGAMANAN BUSBAR TM DAERAH PENGAMANAN TRAFO TENAGA DAERAH PENGAMANAN JARINGAN TM

(15)

pengamannya. Bila gangguan terletak pada kawasan pengamanan utama maka proteksi harus bekerja cepat. Bila gangguan terjadi diluar kawasan pengamanannya maka sistem proteksi tidak boleh bekerja.

3. Cepat. Cepat. Cepat. Cepat. Untuk mencapai manfaat yang maksimum (yang telah dibahas didepan), sistem proteksi harus bekerja cepat dalam memisahkan gangguan. Apabila pemisahan daerah yang terganggu tidak dilaksanakan dengan cepat maka kerusakan peralatan akan berlanjut. Untuk proteksi cadangan biasanya diberi tunda waktu untuk memberi kesempatan proteksi utama bekerja terlebih dulu, namun tunda waktu ini hanya seperlunya saja dan tidak boleh berlebihan. Kecepatan proteksi memisahkan bagian yang terganggu dikenal sebagai ’Clearing Time’. Clearing time merupakan penjumlahan seluruh waktu kerja peralatan proteksi mulai dari relai, relai bantu dan PMT. Menurut standar PLN

(SPLN 52-1) clearing time untuk sistem 150 kV maksimum adalah 120 120 120 120 ms, sedangkan untuk sistem 70 kV maksimum 150150150 ms. 150

4. Andal. Andal. Andal. Andal. Sistem proteksi harus setiap saat siap melaksanakan fungsinya dan tidak salah kerja. Keandalan pada prinsipnya mempunyai tiga aspek :

a. Dependability, yaitu tingkat kepastian bekerjanya.... Proteksi yang mempunyai dependability tinggi dapat dipastikan selalu bekerja apabila kondisi mengharuskan bekerja.

b. Security, yaitu tingkat kepastian untuk tidak salah kerja. Proteksi yang mempunyai security tinggi menjamin untuk tidak salah kerja. c. Availability, yaitu kesiapan beroperasinya. Angka availability

menunjukkan perbandingan antara waktu dimana proteksi dalam keadaan siap dengan waktu total terpasangnya.

Salah satu contoh dalam mewujudkan keandalan sistem proteksi antara lain dengan membuat sistem ganda, yaitu dua unit proteksi yang dipasang untuk mengamankan satu kawasan. Proteksi ini hanya dipasang pada sistem tenaga yang memerlukan proteksi yang sangat andal, misal sistem 500 kV. Contoh lain adalah penerapan proteksi dengan pola

(16)

utama-cadangan, dimana apabila proteksi utama gagal bekerja masih ada proteksi cadangan meskipun dengan waktu kerja yang lebih tinggi.

1.3. Gangguan pada sistem tenaga listrik. 1.3. Gangguan pada sistem tenaga listrik. 1.3. Gangguan pada sistem tenaga listrik. 1.3. Gangguan pada sistem tenaga listrik.

Gangguan yang dirasakan oleh sistem proteksi bisa berupa sistem fault dan non sistem fault. Sistem fault adalah gangguan yang benar benar terjadi pada sistem tenaga listrik. Non sistem fault adalah gangguan yang dirasakan oleh sistem proteksi tetapi sebenarnya pada sistem tenaga gangguan tersebut tidak ada. Gangguan ini bisa berupa kerusakan atau kelainan sistem proteksi sendiri. 1.3.1. Gangguan hubung

1.3.1. Gangguan hubung 1.3.1. Gangguan hubung

1.3.1. Gangguan hubung singkat.singkat.singkat. singkat.

Gangguan pada sistem tenaga listrik yang sering terjadi adalah gangguan hubung singkat. Gangguan hubung singkat bisa disebabkan oleh kerusakan isolasi, tegangan lebih (surja hubung, petir), dan faktor lingkungan. Gangguan hubung singkat berakibat terjadinya arus hubung singkat yang sangat besar dan juga merubah sudut fase arus.

Pada prinsipnya setiap gangguan hubung singkat akan membentuk rangkaian tertutup mulai dari titik gangguan sampai dengan pusat pembangkit. Dengan demikian apabila gangguan terjadi pada jaringan distribusi maka arus gangguan akan mengalir melewati jaringan didtribusi, trafo gardu induk, jaringan transmisi dan akhirnya sampai pusat pembangkit. Besarnya arus hubung singkat dan sudut fasenya tergantung pada jenis gangguan, besarnya sistem pembangkitan, impedansi sumber sampai dengan titik gangguan serta impedansi gangguan itu sendiri.

Jenis gangguan hubung singkat pada dasarnya adalah sebagai berikut : 1. Gangguan tiga fasa

2. Gangguan fasa – fasa

3. Gangguan satu fasa ke tanah

Untuk mengetahui besarnya arus gangguan hubung singkat, diperlukan perhitungan (analisa) hubung singkat yang dilakukan dengan software tertentu misalnya Dig Silent, PSS/E, ETAPS dan lain-lain. Dalam perhitungan arus hubung singkat dikenal impedansi urutan yaitu :

(17)

 Impedansi urutan positif, Z1  Impedansi urutan negatif, Z2  Impedansi urutan nol, Z0

Pengertian tentang impedansi urutan tersebut dibahas dalam analisa sistem tenaga, namun pada setiap peralatan sistem data impedansi tersebut telah tersedia.

Gangguan tiga fasa merupakan gangguan seimbang yang menimbulkan arus gangguan (arus hubung singkat) terbesar. Besarnya gangguan hubung singkat ini dapat dinyatakan dalam rumus berikut :

1

Z E

I = (1-1)

Dimana I adalah arus gangguan yang mengalir pada setiap fasa dan E adalah tegangan fasa-fasa.

Adapun bila sistem mengalami gangguan fasa-fasa, maka arus gangguan mengalir pada kedua fasa yang terganggu. Besarnya arus tersebut dapat dinyatakan dengan rumus :

2 1 Z Z E I + = (1-2)

Pada jaringan transmisi dan transformator besarnya Z1 sama dengan Z2, sehingga arus gangguan fasa-fasa besarnya ½ dari arus gangguan 3 fasa.

Dalam hal sistem mengalami gangguan satu fasa ketanah, maka arus gangguan hanya mengalir pada fasa yang terganggu. Besarnya arus gangguan dinyatakan dengan rumus :

0 2 1 3 Z Z Z E I + + = (1-3)

(18)

Dimana I adalah arus hubung singkat yang mengalir pada fasa yang terganggu dan E adalah tegangan fasa-fasa.

1.3.2. Hal 1.3.2. Hal 1.3.2. Hal

1.3.2. Hal----hal yang hal yang hal yang terkait denganhal yang terkait denganterkait dengan gangguan tanah.terkait dengan gangguan tanah. gangguan tanah. gangguan tanah.

Pada gangguan satu fasa ketanah, pentanahan sistem mempengaruhi besarnya arus gangguan sedang hubungan belitan trafo menentukan apakah arus gangguan tanah bisa lewat atau tidak. Pentanahan sistem (system grounding) adalah sistem menghubungkan titik netral trafo ke tanah. Pada prinsipnya ada 3 macam sistem pentanahan :

1. Pentanahan solid /efektif/ langsung, yaitu netral trafo dihubungkan ketanah secara langsung. Dalam hal ini arus gangguan tanah hanya dibatasioleh impedansi sistem seperti rumus 1-3.

2. Pentanahan dengan impedansi, yaitu titik netral trafo dihubungkan ke tanah dengan impedansi yang bisa berupa resistor maupun reaktor (misal peterson coil). Dalam hal ini arus gangguan tanah dibatasi oleh besarnya impedansi pentanahan, sehingga rumus 1-3 menjadi :

T Z Z Z Z E I 3 0 2 1 3 + + + = (1-4)

dimana ZT adalah nilai impedansi pentanahan.

3. Pentanahan mengambang, yaitu titik netral trafo tidak dihubungkan ke tanah. Dalam hal ini bila terjadi gangguan satu fasa ketanah maka arus gangguan tidak bisa mengalir.

Hal lain yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan gangguan tanah adalah hubungan belitan (vektor group) trafo. Arus gangguan tanah bisa mengalir apabila pada trafo ada belitan delta atau pada sisi yang lain diketanahkan juga.

(19)

BAB II BAB II BAB II BAB II

PROTEKSI SISTEM DISTRIBUSI PROTEKSI SISTEM DISTRIBUSIPROTEKSI SISTEM DISTRIBUSI PROTEKSI SISTEM DISTRIBUSI 2222.1. .1. .1. .1. Sistem Sistem Sistem Sistem DistribusiDistribusiDistribusiDistribusi

Secara garis besar pengusahaan Sistem Tenaga Listrik dibagi menjadi tiga bagian utama, yaitu Sistem Pembangkitan, Sistem Penyaluran (Transmisi & Gardu Induk), dan Sistem Distribusi. Dengan demikian Sistem Distribusi merupakan bagian akhir dari rangkaian komponen pada sistem tenaga listrik (Gambar 2-1).

Gambar 2 Gambar 2 Gambar 2

Gambar 2----1 : Sistem Tenaga Listrik1 : Sistem Tenaga Listrik1 : Sistem Tenaga Listrik1 : Sistem Tenaga Listrik

Sistem Distribusi merupakan rangkaian komponen listrik mulai dari sisi sekunder trafo gardu induk (sisi tegangan Menengah) hingga sisi tegangan rendah di pelanggan/ konsumen (gambar 2-2).

Gambar 2 Gambar 2 Gambar 2

Gambar 2----2 : Sistem Distribusi 2 : Sistem Distribusi 2 : Sistem Distribusi 2 : Sistem Distribusi

Jaringan Tegangan Menengah (JTM)

G ar d u I n d u k Sekering T.M. Trafo Distribusi Rel T.R. Sekering T.R.

Jaringan Tegangan Rendah (JTR) Sambungan Rumah

Gardu Distribusi Tiang

(20)

Sesuai dengan gambar 2-2 maka bagian-bagian utama sistem distribusi adalah : 1. Jaringan Tegangan Menengah (JTM 20 KV)

2. Gardu Hubung

3. Gardu Distribusi (Trafo) 4.

4. 4.

4. Jaringan Tegangan Rendah (JTR 220/380 V)

Selanjutnya berdasarkan konfigurasinya, jaringan distribusi tegangan menengah dibedakan dalam tiga macam, yaitu:

1. 1. 1.

1. Sistem RadialSistem RadialSistem RadialSistem Radial....

Gambar 2 Gambar 2Gambar 2

Gambar 2----3 : Jaringan Distribusi Radial3 : Jaringan Distribusi Radial3 : Jaringan Distribusi Radial 3 : Jaringan Distribusi Radial

2. 2. 2.

2. Sistem Loop Sistem Loop Sistem Loop Sistem Loop

Gambar 2 Gambar 2 Gambar 2

Gambar 2----4: Jaringa4: Jaringa4: Jaringa4: Jaringan Distribusi Loopn Distribusi Loopn Distribusi Loop n Distribusi Loop GI

(21)

3. 3. 3.

3. Sistem Spindle.Sistem Spindle.Sistem Spindle.Sistem Spindle.

Gambar 2 Gambar 2Gambar 2

Gambar 2----5 : Jaringan Distribusi Spindle5 : Jaringan Distribusi Spindle5 : Jaringan Distribusi Spindle 5 : Jaringan Distribusi Spindle

2. 2. 2.

2.2222. PPPPengaman sistem distribusi engaman sistem distribusi engaman sistem distribusi engaman sistem distribusi 2.

2. 2.

2.2.2.2.2.1. Pentanahan Sistem Distribusi1. Pentanahan Sistem Distribusi1. Pentanahan Sistem Distribusi1. Pentanahan Sistem Distribusi

Ada empat pola pengaman sistem distribusi yang telah diterapkan di lingkungan PLN. Perbedaan pola-pola tersebut didasarkan atas jenis pentanahan sistem (pentanahan titik netral trafonya). Pada dasarnya ada 4 macam macam pentanahan titik netral trafo yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pentanahan dengan Tahanan Tinggi (High Resistance), mengutamakan keselamatan umum, sehingga meskipun dengan saluran udara masih layak memasuki daerah perkotaan.

2. Pentanahan Langsung (Solid Grounding) yaitu sistem distribusi dengan pentanahan secara langsung, mengutamakan faktor ekonomi, sehingga dengan saluran udara elektrifikasi dapat dilaksanakan di luar kota sampai ke daerah yang terpencil.

3. Pentanahan dengan Tahanan Rendah (Low Resistance), dimaksudkan untuk memperoleh hasil optimum dari kombinasi antara faktor ekonomi dan keselamatan umum, dan jaringan dapat mempergunakan saluran udara bagi daerah luar kota maupun kabel bagi daerah padat dalam kota.

Saluran cadangan G ar d u h u b u n g G ar d u i n d u k Gardu distribusi

(22)

4. Pentanahan Mengambang / tidak ditanahkan /Floating, untuk saat ini sudah tidak digunakan di PLN karena ketika terjadi gangguan tanah arus gangguan terlalu kecil sehingga tidak terdeteksi oleh relai proteksi.

2. 2. 2.

2.2.2.2.2.2. Pola Pengaman Sistem Distribusi 2. Pola Pengaman Sistem Distribusi 2. Pola Pengaman Sistem Distribusi 2. Pola Pengaman Sistem Distribusi

Pola I , untuk sistem distribusi dengan pentanahan tahanan tinggi : Pola I , untuk sistem distribusi dengan pentanahan tahanan tinggi : Pola I , untuk sistem distribusi dengan pentanahan tahanan tinggi : Pola I , untuk sistem distribusi dengan pentanahan tahanan tinggi :

 Sistem distribusi 20 KV fasa tiga , 3 kawat dengan pentanahan Netral melalui tahanan tinggi 500 ohm.

 Karena tahanannya tinggi, maka arus gangguannya rendah.

 Diperlukan rele yang sensitif untuk dapat mendeteksi arus gangguan yang kecil.

 Pola ini diterapkan di Jawa Timur. Proteksi terpasang:

 PMT dipasang di pangkal penyulang (feeder) dilengkapi dengan : o OCR untuk membebaskan gangguan antar fasa.

o Directional Ground Fault Relay (DGFR) untuk membebaskan gangguan fasa-tanah.

 PBO dikoordinasikan dengan SSO dan Pengaman Lebur (PL) jenis Fuse Cut Out (FCO).

Gambar 2-6 : Pengaman Sistem Distribusi Pola I

Y

SSO SSO PMT OCR GFR PBO PL PL NGR 500 Ohm

(23)

Pola II Pola II Pola II

Pola II , untuk s , untuk s , untuk s , untuk sistem istem istem distribusi dengan istem distribusi dengan distribusi dengan Pentanahan Langsung distribusi dengan Pentanahan Langsung Pentanahan Langsung :::: Pentanahan Langsung

 Sistem distribusi 20 KV fasa tiga , 4 kawat dengan pentanahan Netral secara langsung.

 Kawat Netral ditanahkan di setiap tiang sepanjang JTM dan JTR, dipergunakan sebagai netral bersama TM & TR (Common Neutral).

 Karena tahanannya sangat kecil, maka arus gangguannya besar, sehingga diperlukan rele yang dapat bekerja dengan cepat.

 Pola ini diterapkan di Jawa Tengah dan DIY.

Gambar 2 Gambar 2Gambar 2

Gambar 2----7 : Pentanahan Langsung pada Sistem Dist7 : Pentanahan Langsung pada Sistem Dist7 : Pentanahan Langsung pada Sistem Distribusi 7 : Pentanahan Langsung pada Sistem Distribusi ribusi ribusi

Proteksi terpasang :

 PMT dipasang di pangkal penyulang (feeder) dilengkapi dengan : o OCR untuk membebaskan gangguan antar fasa.

o GFR untuk membebaskan gangguan fasa-tanah.

 PBO dikoordinasikan dengan SSO dan Pengaman Lebur (PL) jenis FCO

Gambar 2 Gambar 2Gambar 2

Gambar 2----8 : Pengaman Sistem Distribusi Pola II8 : Pengaman Sistem Distribusi Pola II8 : Pengaman Sistem Distribusi Pola II8 : Pengaman Sistem Distribusi Pola II

SSO SSO PMT OCR GFR PBO PL PL

Y

Solid Grounding R S T N

(24)

Pola III Pola III Pola III

Pola III, untuk s, untuk s, untuk sistem , untuk sistem istem distribusi dengan istem distribusi dengan distribusi dengan Pentanahan Tahanan Rendahdistribusi dengan Pentanahan Tahanan RendahPentanahan Tahanan Rendah Pentanahan Tahanan Rendah

 Sistem distribusi 20 KV fasa tiga , 3 kawat dengan pentanahan Netral melalui tahanan rendah 40 ohm untuk SUTM atau 12 Ohm untuk SKTM.  Pola ini diterapkan di Jawa Barat, DKI dan Luar Jawa.

 Karena tahanannya relatif rendah, maka arus gangguannya relatif tinggi, sehingga diperlukan rele yang dapat bekerja dengan cepat.

Proteksi terpasang:

 PMT dipasang di pangkal penyulang (feeder) dilengkapi dengan : o OCR untuk membebaskan gangguan antar fasa.

o GFR untuk membebaskan gangguan fasa-tanah.

 PBO dikoordinasikan dengan SSO dan Pengaman Lebur (PL) jenis Fuse Cut Out (FCO).

 Pada sistem Spindle dengan saluran kabel, pengamannya dengan rele arus lebih tanpa penutup balik (atau di blok) dan atau pelebur.

Gambar 2 Gambar 2Gambar 2

Gambar 2----9 : Pengaman Sistem Distribusi Pola III9 : Pengaman Sistem Distribusi Pola III9 : Pengaman Sistem Distribusi Pola III 9 : Pengaman Sistem Distribusi Pola III

Pola IV , untuk sistem distribusi dengan Pentanahan Mengambang Pola IV , untuk sistem distribusi dengan Pentanahan Mengambang Pola IV , untuk sistem distribusi dengan Pentanahan Mengambang Pola IV , untuk sistem distribusi dengan Pentanahan Mengambang

 Sistem distribusi 6 KV fasa tiga , 3 kawat dengan pentanahan mengambang atau netral tidak ditanahkan (Floating).

Y

SSO SSO PMT OCR GFR PBO PL PL NGR 40 Ohm

(25)

 Pola ini pernah ada dan terakhir diterapkan di Sulawesi dan Sumatera Selatan/ Jambi. Karena sistem 6 KV telah diganti menjadi 20 KV, maka pola IV ini sudah tidak dikembangkan lagi.

2.3. Fuse / pengaman lebur. 2.3. Fuse / pengaman lebur. 2.3. Fuse / pengaman lebur. 2.3. Fuse / pengaman lebur.

Fuse atau Pengaman Lebur (PL) berfungsi sebagai pengaman pada sistem distribusi terhadap arus gangguan yang terjadi pada jaringan distribusi atau trafo distribusi.

Letak pemasangan Fuse / Pengaman Lebur : • Percabangan JTM / Branch Line

• Sisi primer trafo pada Gardu Distribusi Tiang / Tembok. 2.3.1.

2.3.1. 2.3.1.

2.3.1. Prinsip Kerja Pengaman LeburPrinsip Kerja Pengaman LeburPrinsip Kerja Pengaman LeburPrinsip Kerja Pengaman Lebur

Jika arus yang melewati Pengaman Lebur melebihi nilai arus rating nominal dari Pengaman Lebur maka elemen lebur akan panas dan terus meningkat jika telah mencapai titik leburnya maka elemen akan melebur.

2.3.2. 2.3.2. 2.3.2.

2.3.2. Konstruksi Pengaman LeburKonstruksi Pengaman LeburKonstruksi Pengaman LeburKonstruksi Pengaman Lebur

Pengaman Lebur yang banyak digunakan pada jaringan distribusi adalah jenis letupan dengan konstruksi type Fuse Cut Out (FCO), seperti gambar 2-10.

Fuse tersebut tidak dilengkapi dengan alat peredam busur api, sehingga bila digunakan untuk daya yang besar maka fuse tidak mampu meredam busur api yang timbul pada saat terjadi gangguan akibatnya timbul ledakan. Karena itu fuse ini dikategorikan sebagai pengaman jenis letupan.

2.3.3. Karakteristik Fuse / 2.3.3. Karakteristik Fuse / 2.3.3. Karakteristik Fuse /

2.3.3. Karakteristik Fuse / Pengaman LeburPengaman LeburPengaman Lebur Pengaman Lebur

Ada dua tipe Karakteristik fuse yang banyak digunakan yaitu : • Fuse Link tipe pemutusan cepat ( K )

• Fuse Link tipe pemutusan lambat ( T ).

Perbedaan antara kedua tipe ini terletak pada kecepatan pemutusannya. Gambar 2-11.a dan 2-11.b menunjukkan contoh karakteristik fuse.

(26)

Gambar 2 Gambar 2Gambar 2

(27)

Gambar 2 Gambar 2Gambar 2

(28)

Gambar 2 Gambar 2 Gambar 2

(29)

2.4. Relai arus lebih / over current relay ( 2.4. Relai arus lebih / over current relay ( 2.4. Relai arus lebih / over current relay (

2.4. Relai arus lebih / over current relay (OCROCROCROCR))))

Pada sistem tenaga listrik Relai Arus Lebih pada umumnya digunakan sebagai :  Pengaman utama Jaringan Tegangan Menengah (Distribusi).

 Pengaman utama untuk trafo tenaga kapasitas kecil.  Pengaman cadangan untuk trafo tenaga kapasitas besar.  Pengaman untuk generator dengan kapasitas kecil ( < 5 MW ).  Pengaman utama untuk motor.

OCR bekerja berdasarkan kenaikan arus yang terdeteksi oleh relai. Jika rele dilewati arus yang melebihi nilai pengamanan tertentu (arus setting/ setelan waktu tertentu), maka rele akan bekerja.

2. 2. 2.

2.4.4.4.4.1111. Karakteristik Relai Arus Lebih . Karakteristik Relai Arus Lebih . Karakteristik Relai Arus Lebih . Karakteristik Relai Arus Lebih

Karakteristik OCR memberikan hubungan antara arus input dengan waktu kerja relai. Berdasarkan karakteristiknya, relai arus lebih diklasifikasikan sbb :

1. Relai arus lebih seketika.

2. Relai arus lebih dengan tunda waktu.

Selanjutnya relai arus lebih dengan tunda waktu dibedakan menjadi : 1. Relai arus lebih tunda waktu definite

2. Relai arus lebih tunda waktu invers

Relai Arus Lebih Seketika (disebut juga instant atau moment) mempunyai waktu kerja (mulai kerja sampai selesainya kerja) sangat cepat / waktunya pendek (20– 100 milli detik), sedangkan untuk Relai Arus Lebih dengan tunda waktu (time delayed), jangka waktu relai mulai pick-up sampai selesai kerja diperpanjang dengan nilai waktu tertentu.

Relai Arus Lebih Relai Arus Lebih Relai Arus Lebih

Relai Arus Lebih InverseInverseInverse Inverse

Jangka waktu relai mulai pick-up sampai selesai kerja relai diperpanjang dengan nilai waktu yang tergantung dari besarnya arus inputnya. Semakin besar arus yang lewat rele, maka semakin cepat rele bekerja,dan sebaliknya. Karakteristik OCR Inverse ada 4 macam:

1. Normal Inverse 2. Very Inverse

(30)

3. Extremelly Inverse 4. Long Time Inverse Relai Arus Lebih

Relai Arus Lebih Relai Arus Lebih

Relai Arus Lebih DefiniteDefiniteDefinite Definite

Jangka waktu relai mulai pick-up sampai selesai kerja diperpanjang dengan nilai waktu tertentu dan tidak tergantung dari besarnya arus inputnya.

Kombinasi invers Kombinasi invers Kombinasi invers

Kombinasi invers ---- definite definite definite definite

Jangka waktu kerja relai merupakan kombinasi dari Inverse dan definite. Rele mulai pick-up sampai selesai diperpanjang dengan nilai waktu tertentu dan tergantung dari besarnya arus yang menggerakkannya, dan pada nilai arus tertentu rele harus kerja dengan definite time.

Gambar 2 Gambar 2 Gambar 2

Gambar 2----12. Karakteristik Relai Arus Lebih :12. Karakteristik Relai Arus Lebih :12. Karakteristik Relai Arus Lebih : 12. Karakteristik Relai Arus Lebih : a. instant, b.definite, c.invers, d kombinasi a. instant, b.definite, c.invers, d kombinasi a. instant, b.definite, c.invers, d kombinasi a. instant, b.definite, c.invers, d kombinasi

a) t

b)

t

t set

I set Instant I

I set Definite I

c)

t

d) t

(31)

2.4.2. Sambungan relai arus le 2.4.2. Sambungan relai arus le 2.4.2. Sambungan relai arus le

2.4.2. Sambungan relai arus lebihbihbih (Gambar 2-13.a dan 2-13.b) : bih

Pada penyulang TM, relai arus lebih untuk pengaman gangguan antar fasa pada umumnya dipasang pada fasa R dan T (gambar 2-13), namun bisa juga dipasang pada ketiga fasa (R,S dan T). Untuk pengaman gangguan fase-tanah dipasang satu relai setiap penyulang yaitu pada titik bintang CT dan biasa disebut sebagai Ground Fault Relay (GFR).

Gambar 2 Gambar 2 Gambar 2

Gambar 2----13.Pemasangan OCR dan GFR13.Pemasangan OCR dan GFR13.Pemasangan OCR dan GFR13.Pemasangan OCR dan GFR

2.4.3. Relai Arus Lebih Berarah (Directional Over Current Relay) 2.4.3. Relai Arus Lebih Berarah (Directional Over Current Relay) 2.4.3. Relai Arus Lebih Berarah (Directional Over Current Relay) 2.4.3. Relai Arus Lebih Berarah (Directional Over Current Relay)

Adalah relai arus lebih yang bekerja hanya bila terjadi gangguan pada lokasi / arah didepannya. Relai ini mempunyai dua elemen :

 Elemen arah (directional element , directional unit), berfungsi untuk menentukan arah kerja relai .

 Elemen kerja ( operation element over current unit ) berfungsi untuk mendeteksi besaran arus gangguan .

Dalam menentukan arah relai ini bekerjanya menggunakan dua besaran listrik ,yaitu tegangan sebagai referensi dan arus sebagai besaran kerja (sudut fasanya tergantung pada lokasi gangguan ).

Relai arus lebih berarah digunakan untuk pengaman gangguan tanah pada sistem distribusi dengan pentanahan tahanan tinggi (pola I).

(32)

2.5. PBO dan SSO 2.5. PBO dan SSO 2.5. PBO dan SSO 2.5. PBO dan SSO 2.

2. 2.

2.5.1. Penutup balik otomatis (PBO) 5.1. Penutup balik otomatis (PBO) 5.1. Penutup balik otomatis (PBO) 5.1. Penutup balik otomatis (PBO)

PBO (Recloser) adalah PMT yang dilengkapi dengan peralatan kontrol dan relai penutup balik. Relai penutup balik adalah relai yang dapat mendeteksi arus gangguan dan memerintahkan PMT membuka (trip) dan menutup kembali. PBO dipasang pada SUTM yang sering mengalami gangguan hubung singkat fasa ke tanah yang bersifat temporer. Fungsi PBO adalah :

 Menormalkan kembali SUTM yang trip akibat gangguan temporer.  Pengaman seksi pada SUTM agar dapat melokalisir daerah yang

terganggu. Jenis

Jenis Jenis

Jenis----jenis jenis jenis Reclosing relay.jenis Reclosing relay.Reclosing relay. Reclosing relay.

Berdasarkan tipe perintahnya, reclosing relay dibedakan dalam dua jenis, yaitu : 1.

1. 1.

1. SingleSingleSingleSingle----shot Reclosing Relayshot Reclosing Relayshot Reclosing Relay shot Reclosing Relay

 Relai hanya dapat memberikan perintah reclosing ke PMT satu kali dan baru dapat melakukan reclosing setelah blocking time terakhir.

 Bila terjadi gangguan pada periode blocking time, PMT trip dan tidak bisa reclose lagi (lock – out ).

Gambar 2 Gambar 2 Gambar 2

Gambar 2----15 : Single shot reclosing relay15 : Single shot reclosing relay15 : Single shot reclosing relay15 : Single shot reclosing relay

2. Multi Shot Reclosing Relay 2. Multi Shot Reclosing Relay 2. Multi Shot Reclosing Relay 2. Multi Shot Reclosing Relay.

 Relai ini dapat memberikan perintah reclosing ke PMT lebih dari satu kali. Dead time antar reclosing dapat diatur sama atau berbeda..

Close Trip Dead Time Bloking Time Waktu Relai Look Out

(33)

 Bila terjadi gangguan , relai OCR/GFR memberikan perintah trip ke PMT. Pada saat yang sama juga mengerjakan (mengenergizing) Reclosing relay.

 Setelah dead time t 1 yang sangat pendek ( kurang dari 0,6 detik), relai memberi perintah reclose ke PMT .

 Jika gangguan masih ada , PMT akan trip kembali dan reclosing relai akan melakukan reclose yang kedua setelah dead time t 2 yang cukup lama (antara 15- 60 detik).

 Jika gangguan masih ada, maka PMT akan trip kembali dan reclosing relai akan melakukan reclose yang ke tiga setelah dead time t 3 .

 Bila gangguannya juga masih ada dalam periode blocking tR, maka PMT akan trip dan lock out.

 Penggunaan multi shot reclosing harus doisesuaikan dengan siklus kerja (duty cycle) dari PMT.

Gambar 2 Gambar 2Gambar 2

Gambar 2----16 : Diagram waktu kerja Multi Shot Reclosing Relai16 : Diagram waktu kerja Multi Shot Reclosing Relai16 : Diagram waktu kerja Multi Shot Reclosing Relai 16 : Diagram waktu kerja Multi Shot Reclosing Relai

Keterangan gambar : t1 = dead time dari reclosing pertama t2 = dead time dari reclosing kedua t3 = dead time dari reclosing ketiga tR 1 = blocking time dari reclosing pertama tR 2 = blocking time dari reclosing kedua tR 3 = blocking time dari reclosing ketiga

Sifat Sifat Sifat

Sifat----sifat PBOsifat PBOsifat PBOsifat PBO

PBO mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :

Open Close t1 tR tR tR t2 t3 Lock Out

(34)

 Operasi cepat (fast tripping): untuk antisipasi gangguan temporer.

 Operasi lambat (delayed tripping) : untuk koordinasi dengan pengaman di hilir.

 Bila gangguan telah hilang pada operasi cepat maka PBO akan reset kembali ke status awal. Bila muncul gangguan setelah waktu reset, PBO mulai menghitung dari awal.

 Repetitive : reset otomatis setelah recloser success.

 Non repetitive : memerlukan reset manual (bila terjadi gangguan permanen dan bila gangguan sudah dibebaskan).

 PBO atau Recloser adalah relai arus lebih sehingga karakteristik PBO dan OCR adalah sama (lihat karakteristik OCR).

2.5.2. Saklar seksi otomatis (SSO) 2.5.2. Saklar seksi otomatis (SSO) 2.5.2. Saklar seksi otomatis (SSO) 2.5.2. Saklar seksi otomatis (SSO) Pengertian dan Fungsi SSO

Pengertian dan Fungsi SSO Pengertian dan Fungsi SSO Pengertian dan Fungsi SSO

 SSO atau Auto Seksionalizer adalah saklar yang dilengkapi dengan kontrol elektronik/ mekanik yang digunakan sebagai pengaman seksi Jaringan Tegangan Menengah.

 SSO sebagai alat pemutus rangkaian/beban untuk memisah-misahkan saluran utama dalam beberapa seksi, agar pada keadaan gangguan permanen, luas daerah (jaringan) yang harus dibebaskan di sekitar lokasi gangguan sekecil mungkin.

 Bila tidak ada PBO atau relai recloser di sisi sumber maka SSO tidak berfungsi otomatis (sebagai saklar biasa).

Klasifikasi SSO Klasifikasi SSO Klasifikasi SSO Klasifikasi SSO

 Penginderaan : berdasarkan tegangan (AVS) atau berdasarkan Arus (Sectionalizer).

 Media Pemutus : Minyak, Vacum, Gas SF6.  Kontrol : Hidraulik atau Elektronik

 Phase : Fasa tunggal atau Fasa tiga

(35)

Prinsip Kerja SSO Prinsip Kerja SSO Prinsip Kerja SSO Prinsip Kerja SSO

 SSO bekerjanya dokoordinasikan dengan pengaman di sisi sumber (relai recloser atau PBO) untuk mengisolir secara otomatis seksi SUTM yang terganggu.

 SSO pada pola ini membuka pada saat rangkaian tidak ada tegangan tetapi dalam keadaan bertegangan harus mampu menutup rangkaian dalam keadaan hubung singkat.

 SSO ini dapat juga dipakai untuk membuka dan menutup rangkaian berbeban. Saklar ini bekerja atas dasar penginderaan tegangan.

 SSO dilengkapi dengan alat pengatur dan trafo tegangan sebagai sumber tenaga penggerak dan pengindera.

 Prinsip kerja SSO dengan sensor tegangan dijelaskan pada AVS di bawah.

Prinsip Kerja AVS Prinsip Kerja AVS Prinsip Kerja AVS Prinsip Kerja AVS

Gambar 2-17 di bawah sebagai ilustrasi Sistem Distribusi yang terbagi dalam 3 seksi dengan pengaman penyulang sebuah PMT dan dua buah AVS.

Gambar 2-17: Sistem Pengaman JTM dengan PMT dan AVS

(36)

Prinsip operasi AVS : Prinsip operasi AVS : Prinsip operasi AVS : Prinsip operasi AVS :

 Dalam hal terjadi gangguan pada seksi III maka PMT penyulang trip, tegangan hilang. Setelah t3, semua AVS trip.

 PMT masuk kembali (reclose pertama), seksi I bertegangan.

 Setelah t1 menerima tegangan, AVS1 masuk, seksi II bertegangan.  Setelah t2 menerima tegangan, AVS2 masuk, seksi III bertegangan.  Apabila gangguan masih ada maka PMT trip kembali, AVS1 dan AVS2

lepas setelah t3.

 PMT reclose yang kedua. AVS1 masuk setelah t1 sedangkan AVS2 sudah lock-out (karena pada saat masuk pertama AVS2 hanya merasakan tegangan sebentar atau lebih kecil dari t2, sehingga menyimpulkan gangguan ada pada seksi berikutnya atau seksi III).

2.6. 2.6. 2.6.

2.6. Relai frekuensi kurang / under frequency relay (UFR)Relai frekuensi kurang / under frequency relay (UFR)Relai frekuensi kurang / under frequency relay (UFR)Relai frekuensi kurang / under frequency relay (UFR)

Relai Frekuensi Kurang (UFR) bekerja dengan indikator frekuensi terukur melalui trafo tegangan yang di pasang pada tegangan fasa-fasa. UFR pada penyulang TM digunakan untuk program pengurangan beban terencana (load shedding) dengan mengetripkan penyulang tertentu.

(37)

BAB III BAB III BAB III BAB III

PROTEKSI TRANSFORMATOR DAN BUSBAR PROTEKSI TRANSFORMATOR DAN BUSBAR PROTEKSI TRANSFORMATOR DAN BUSBAR PROTEKSI TRANSFORMATOR DAN BUSBAR 3.1. Proteksi transformator

3.1. Proteksi transformator 3.1. Proteksi transformator 3.1. Proteksi transformator

Transformator (trafo) merupakan peralatan utama gardu induk. Komponen trafo terdiri atas kumparan, inti besi dan minyak isolasi, oleh karena itu maka pada trafo terdapat parameter elektrik maupun non elektrik khususnya temperatur dan hal ini yang membuat proteksi trafo terdiri atas proteksi elektrik maupun non elektrik. Dibawah ini tabel proteksi trafo sesuai dengan SPLN 52-1.

Tabel 1 Tabel 1 Tabel 1

Tabel 1----1. Jenis Proteksi Trafo1. Jenis Proteksi Trafo1. Jenis Proteksi Trafo1. Jenis Proteksi Trafo

No Jenis Proteksi Kapasitas (MVA) ≤ 10 10<÷<30 ≥ 30

1 Rele Suhu + + +

2 Rele Bucholz + + +

3 Rele Jansen + + +

4 Rele Tekanan Lebih + + +

5 Rele Differensial - - +

6 Rele Tangki Tanah - + -

7 Rele Hubung Tanah Terbatas (REF) - - +

8 Rele Beban Lebih ( OLR ) - + +

9 Rele Arus Lebih ( OCR ) + + +

10 Rele Hubung Tanah ( GFR ) + + +

11 Pelebur ( Fuse ) + - -

Perlu diperhatikan bahwa jenis proteksi terpasang pada trafo tidak sama untuk ukuran kapasitas yang berbeda, karena disesuaikan dengan tingkat

kepentingannya. 3.1.1.

3.1.1. 3.1.1.

3.1.1. Proteksi elektrik. Proteksi elektrik. Proteksi elektrik. Proteksi elektrik.

Trafo mempunyai proteksi elektrik utama (main) maupun cadangan (back-up). Dibawah ini digambarkan proteksi elektrik terpasang pada trafo daya ukuran 30 MVA atau lebih (gambar 3-1).

(38)

Gambar 3 Gambar 3 Gambar 3

Gambar 3----1. Proteksi elektrik trafo1. Proteksi elektrik trafo1. Proteksi elektrik trafo1. Proteksi elektrik trafo

Pengaman utama trafo pada prinsispnya adalah relai diferential yang bekerja bila terjadi gangguan fasa-fasa maupun fasa-tanah. Diferential yang terpasang pada trafo terdiri dari dua macam :

1. Terpasang antara sisi primer dan sekunder [3]

2. Terpasang antara netral dengan fasa, baik sisi primer [4] maupun sisi sekunder [2], disebut restricted earth fault / REF.

Dalam hal terjadi gangguan pada kawasan pengamanannya (antara dua CT), maka pengaman utama mentripkan PMT trafo disisi primer maupun sekunder.

Pengaman cadangan trafo adalah OCR untuk gangguan fasa-fasa dan GFR untuk gangguan fasa-tanah disisi primer [5] yang mentripkan PMT sisi primer saja. Adapun OCR/GFR sisi sekunder [1] merupakan pengaman cadangan jauh (remote back-up) bagi penyulang keluar. Proteksi no [6] adalah stand by earth fault, bekerja bila terjadi gangguan hubung singkat diluar trafo khususnya untuk mengamankan peralatan pentanahan (NGR).

1 2 3 4 5 6 150 kV 20 kV CT 2 CTN 1 CTN 2 CTN 2 R 1 2 3 4 5 6 150 kV 20 kV CT 2 CTN 1 CTN 2 CTN 2 R 1 2 3 4 5 6 150 kV 20 kV CT 2 CTN 1 CTN 2 CTN 2 R

(39)

Selanjutnya dalam tabel 3-2 disampaikan beberapa kemungkinan gangguan yang bisa terjadi pada trafo beserta pengaman apa yang bekerja dan bagaimana akibatnya bila gangguan tidak segera diisolasi.

Tabel 3 Tabel 3Tabel 3

Tabel 3----2. Gangguan dan proteksi trafo.2. Gangguan dan proteksi trafo.2. Gangguan dan proteksi trafo. 2. Gangguan dan proteksi trafo.

Proteksi No Jenis Gangguan Utama Back up Akibat 1 Hubung singkat di dalam daerah pengamanan trafo Diffrensial REF Bucholz Tangki Tanah Tek. lebih OCR GFR Kerusakan pada isolasi, kumparan atau inti Tangki meng-gembung 2 Hubung singkat diluar daerah pengamanan trafo OCR GFR SBEF OCR GFR Kerusakan pada isolasi atau kumparan atau NGR

4 Gangguan sistem pen-dingin

Rele suhu - Kerusakan isolasi

5 Gangguan pada OLTC

Jansen Tek lebih

- Kerusakan OLTC

6 Tegangan lebih OVR - Kerusakan isolasi

3.1.2. Relai Differensial ( 3.1.2. Relai Differensial ( 3.1.2. Relai Differensial ( 3.1.2. Relai Differensial ( 87 ) 87 ) 87 ) 87 )

Relai diferensial bekerja berdasarkan hukum Kirchoff yaitu jumlah arus yang melalui satu titik sama dengan nol. Pada relai diferensial yang dimaksud suatu titik adalah daerah yang diamankan (protected zones) yang dibatasi trafo arus yang tersambung ke relai diferensial. Pada keadaan tanpa gangguan atau

(40)

gangguan di luar daerah yang diamankan, jumlah arus yang melalui daerah yang diamankan sama dengan nol. Pada keadaan gangguan di dalam daerah yang diamankan, jumlah arus yang melalui daerah yang diamankan tidak sama dengan nol. Gambar 3-2 menunjukkan kondisi normal (tidak ada gangguan) atau ada gangguan diluar kawasan pengamanannya. Dalam hal ini i1 = i2 dan berlawanan arah, sehingga arus yang masuk relai nol, relai tidak bekerja. Apabila terjadi gangguan dalam kawasan pengamanannya maka i2 berubah arah sehingga arus yang masuk ke relai = i1+i2, tidak sama dengan nol sehingga relai bekerja. Gambar 3 Gambar 3 Gambar 3

Gambar 3----2. Prinsip pengaman diferensial2. Prinsip pengaman diferensial2. Prinsip pengaman diferensial2. Prinsip pengaman diferensial

Dalam praktek, relai diferensial tersebut mengalami beberapa permasalahan sebagai berikut :

1. Adanya perbedaan karakteristik CT sisi primer dengan sekunder. Hal ini mengakibatkan output CT tidak selalu sama.

2. Adanya perubahan ratio trafo dikarenakan perubahan posisi on load tap changer (OLTC)

3. Adanya magnetizing inrush current, yaitu arus yang mengalir pada sisi primer saja yang terjadi pada saat trafo diberi tegangan.

R KAWASAN PENGAMANAN

CT1 I1 CT2 I2

(41)

Permasalahan no.1 dan no.2 diatasi dengan penggunaan relai diferensial bias, yaitu relai dengan kumparan penahan (restrain) sehingga tidak selalu bekerja meskipun ada perbedaan antara i1 dan i2. Karakteristik relai diferensial bias disampaikan pada gambar 3-3. Karakteristik tersebut menjelaskan hubungan antara arus penahan (restrain) dengan arus operasi. Relai akan bekerja apabila terletak pada daerah TRIP, sedangkan apabila pada posisi BLOK maka relai tidak bekerja. Arus operasi IO = i1-i2 sedangkan arus restrain IR = (i1+i2)/2. Relai

disetting dengan Iomin yaitu arus minimum relai kerja dan slope V%. Padaumumnya IO min diset 0,3 arus nominal relai sedangkan V% di set 30 %.

Gambar 3 Gambar 3 Gambar 3

Gambar 3----3. Karakteristik diferensial bias.3. Karakteristik diferensial bias.3. Karakteristik diferensial bias.3. Karakteristik diferensial bias.

3. 3. 3.

3.1.31.31.31.3. Wiring Diferensial.. Wiring Diferensial.. Wiring Diferensial.. Wiring Diferensial.

Pada diferensial trafo daya ada dua variabel yang dibandingkan antara primer dan sekunder yaitu besar arus dan arah atau sudut fasenya. Dalam keadaan normal atau keadaan gangguan luar maka variabel sisi primer harus sama dengan sisi sekunder. Untuk merealisasikan hal ini maka diperlukan

penyesuaian sudut fase denganwiring dan penyesuaian besarnya arus dengan ACT. Syarat wiring dapat dilihat dalam tabel 3-3 berikut.

SLOPE V% % min 0 g I 01 I 02 I 0 I ∆ R I ∆ TRIP BLOK 0 I R I R

I

I

V

=

0

%

(42)

Tabel 3 Tabel 3 Tabel 3

Tabel 3----3. Syarat wiring diferensial trafo3. Syarat wiring diferensial trafo3. Syarat wiring diferensial trafo3. Syarat wiring diferensial trafo

Sambungan ACT Sambungan Sisi Trafo Sambungan CT Primer Sekunder Y Y Y D D Y Y Y Y D D Y

Contoh penerapan wiring secara lengkap untuk trafo dengan hubungan belitan Yy0 disampaikan dalam gambar 3-4. Dengan perkembangan teknologi

elektronika, relai diferensial sudah mampu mengakomodir segala kondisi CT sehingga sangat mudah penerapannya.

Gambar 3 Gambar 3Gambar 3

Gambar 3----4. wiring diferensial trafo Yy04. wiring diferensial trafo Yy04. wiring diferensial trafo Yy0 4. wiring diferensial trafo Yy0

TRAFO DAYA YY0 CT1 CT2 P1 P1 P1 S1 P1 S1 YD1 ACT1 YD1 ACT2 RELAI DIFERENSIAL R I S I T I r I s I t I T R i i' − ' i −r' it' Y0 Y0

(43)

3.1.4. Relai diferensial impedansi tinggi. 3.1.4. Relai diferensial impedansi tinggi. 3.1.4. Relai diferensial impedansi tinggi. 3.1.4. Relai diferensial impedansi tinggi.

Pada relai diferensial dengan impedansi tinggi, besaran yang dilihat oleh relai adalah tegangan yang timbul pada sekunder CT pada saat terjadi gangguan internal, oleh karena itu setting relai ini adalah tegangan saja. Persyaratan pemakaian relai ini adalah CT yang tersambung harus sama.

Relai diferensial impedansi tinggi biasa digunakan pada : 1. Proteksi generator

2. Proteksi REF pada trafo 3. Proteksi busbar.

3.2. 3.2. 3.2.

3.2. Proteksi Proteksi Proteksi Proteksi busbarbusbarbusbar busbar

Gangguan pada busbar relatif jarang (sekitar 7 % ) dibandingkan dengan gangguan pada penghantar (sekitar 60 %) dari keseluruhan gangguan, tetapi dampaknya akan jauh lebih besar dibandingkan pada gangguan penghantar, terutama jika pasokan yang terhubung ke pembangkit tersebut cukup besar. Dampak yang dapat ditimbulkan oleh gangguan di bus jika gangguan tidak segera diputuskan antara lain adalah :

1. Kerusakan instalasi

2. Timbulnya masalah stabilitas transient,

3. Dimungkinkan OCR dan GFR di sistem bekerja sehingga pemutusan menyebar.

Proteksi busbar pada prinsipnya adalah menjumlah seluruh arus yang keluar dan masuk busbar, yang dalam keadaan normal harus sama dengan nol. Desain proteksi busbar harus benar-benar selektif dan tidak mengijinkan terjadi malakerja karena PMT yang ditripkan oleh proteksi busbar cukup banyak.

3.2.1. Proteksi busbar tunggal. 3.2.1. Proteksi busbar tunggal. 3.2.1. Proteksi busbar tunggal. 3.2.1. Proteksi busbar tunggal.

Gambar 3-5 menunjukkan proteksi untuk single busbar yang dibagi menjadi dua (zone). Kelompok CT ke-1 yaitu a,b dan c merupakan daerah proteksi relai diferensial untuk zone 1 dan kelompok CT ke-2 yaitu d,e dan f untuk zone 2.

(44)

Gambar 3 Gambar 3Gambar 3

Gambar 3----5555. Proteksi . Proteksi . Proteksi busbar. Proteksi busbarbusbarbusbar tunggal tunggal tunggal tunggal

Sedangkan kelompok CT ke-3 yaitu g,h,j dan k berfungsi sebagai check zone yang berfungsi memastikan bahwa gangguan merupakan gangguan internal dan untuk mencegah mal operasi jika ada kelainan pada proteksi busbar masing-masing zone (misalnya ada wiring yang terbuka atau terhubung singkat). Jika terjadi gangguan pada zone 1, maka jumlah arus dari CT a, b dan c tidak sama dengan nol, akibatnya ada arus yang melalui relai R1. Hal ini juga dirasakan oleh relai R3 yang akan menutup kontaknya untuk memberi tegangan positip, dan dengan menutupnya kontak dari relai R1 maka sinyal trip akan dikirim ke PMT yang dilingkupi CT a,b dan c. Dengan demikian zone 1 dapat diisolir dari sistem. Jika ada rangkaian arus yang terbuka pada zone proteksi, maka pada saat beban yang cukup besar atau pada saat ada gangguan eksternal, akan menyebabkan proteksi busbar pada zone tersebut tidak stabil atau relai dari busbar tersebut akan menutup kontaknya. Tetapi dengan adanya chek zone, relai tersebut tidak mendapat tegangan positip sehingga mal operasi dapat dicegah.

3.2.1. Proteksi busbar 3.2.1. Proteksi busbar 3.2.1. Proteksi busbar

3.2.1. Proteksi busbar gandagandaganda.... ganda

Proteksi busbar ganda disampaikan dalam gambar 3-6. Tampak pada gambar bahwa sistem tersebut mengakomodasi manuver rel melalui Disconector Switch

R1 R2 R3 + Check system a b e f d c g h j k Sektor 1 Sektor 2

(45)

(DS) atau Pemisah (PMS). Dengan bantuan kontak bantu pada posisi masing-masing DS maka secara otomatis zone dari relai busbar akan mengikuti posisi dari DS. R1 R2 1 2 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8

(46)

BAB IV BAB IV BAB IV BAB IV

PROTEKSI PENGHANTAR PROTEKSI PENGHANTARPROTEKSI PENGHANTAR PROTEKSI PENGHANTAR

Penghantar merupakan komponen sistem penyaluran yang mempunyai kriteria spesifik sehingga memerlukan penerapan sistem proteksi yang spesifik pula. Kriteria spesifik tersebut adalah :

1. Penghantar terletak diantara dua gardu induk yang berbeda lokasi.

2. Penghantar terletak di alam terbuka sehingga memungkinkan terjadinya gangguan dari pengaruh alam.

3. Pada umumnya di kedua ujung penghantar terhubung dengan sistem sehingga membebaskan penghantar harus dilakukan dengan membuka PMT dikedua ujungnya.

Pada umumnya proteksi utama penghantar adalah relai jarak meskipun ada beberapa relai lain yang bisa diterapkan misalnya diferensial. Tabel 4-1 menunjukkan standar proteksi penghantar di PLN sesuai SPLN No. 51-1 tahun 1984 bagian A.

Tabel 4 Tabel 4 Tabel 4

Tabel 4----1. Pola Proteksi Penghantar1. Pola Proteksi Penghantar1. Pola Proteksi Penghantar 1. Pola Proteksi Penghantar

Sistem 70 kV Sistem 70 kV Sistem 70 kV Sistem 70 kV Pengaman Pengaman Pengaman

Pengaman GangguanGangguanGangguanGangguan RelaiRelaiRelaiRelai Fasa-fasa Relai Jarak

Utama

Fasa-tanah Relai tanah selektif Relai tanah terarah

Fasa-fasa Relai arus lebih waktu terbalik (tak terarah)

Cadangan

Fasa-tanah Relai arus lebih waktu terarah, waktu tertentu atau waktu terbalik.

Sistem 150 kV Sistem 150 kV Sistem 150 kV Sistem 150 kV

Pengaman Gangguan Relai

Fasa-fasa Relai Jarak yang dilengkapi sistem teleproteksi

Utama

Fasa-tanah Relai Jarak yang dilengkapi sistem teleproteksi

Fasa-fasa Relai arus lebih waktu terbalik (tak terarah)

Cadangan

(47)

4.1. Rele jarak (distance relay) (21) 4.1. Rele jarak (distance relay) (21) 4.1. Rele jarak (distance relay) (21) 4.1. Rele jarak (distance relay) (21)

Rele Jarak (Distance Relay) merupakan rele pengaman utama (Main Protection) SUTT/SUTET yang fungsinya untuk mendeteksi gangguan phasa-phasa dan phasa-tanah. Disamping sebagai pengaman utama, rele jarak juga berfungsi sekaligus sebagai pengaman cadangan (Back Up) untuk seksi berikutnya.

4.1.1. Pemasangan Relai Jarak. 4.1.1. Pemasangan Relai Jarak. 4.1.1. Pemasangan Relai Jarak. 4.1.1. Pemasangan Relai Jarak.

Rele Jarak mendapatkan input tegangan sekunder dari Trafo Tegangan dan arus sekunder dari Trafo Arus. Gambar 4-1 menunjukkan contoh pemasangan rele jarak di SUTT ( 150 kV), sedangkan untuk sistem 500 kV disampaikan dalam gambar 4-2.

Gambar 4 Gambar 4Gambar 4

Gambar 4----1. Rangkaian Relai distans pada sistem 150 kV1. Rangkaian Relai distans pada sistem 150 kV1. Rangkaian Relai distans pada sistem 150 kV 1. Rangkaian Relai distans pada sistem 150 kV

Pada sistem 500 kV dengan konfigurasi busbar 11/2 CB terpasang dua unit proteksi distans yang sama ( a dan b) yang dihubungkan pada CT yang berbeda. Tujuan pemasangan dua unit ini adalah untuk keperluan keandalan.

DIST CT PT BUS PMT Penghantar/Lin e

(48)

Gambar 4 Gambar 4Gambar 4

Gambar 4----2222. Rangkaian Relai distans pada sistem . Rangkaian Relai distans pada sistem . Rangkaian Relai distans pada sistem . Rangkaian Relai distans pada sistem 500500500500 kV kV kV kV

Prinsip kerja relai distans adalah membandingkan impedansi gangguan yang diukur dengan impedansi setting. Impedansi gangguan diperoleh dengan membandingkan tegangan terukur dengan arus terukur. Selanjutnya beroperasinya relai jarak dapat dijelaskan sebagai berikut :

− Apabila nilai impedansi gangguan lebih kecil dari pada impedansi setting, artinya gangguan ada dalam daerah setting, maka rele akan bekerja. − Apabila nilai impedansi gangguan lebih besar dari pada impedansi setting

maka rele tidak akan bekerja.

Setting relai distans adalah nilai impedansi dan bisa dibuat dalam tiga nilai yaitu :

 Z1 = Setting Zone 1, relai kerja apabila impedansi gangguan < nilai Z1  Z2 = Setting Zone 2, relai kerja apabila impedansi gangguan < nilai Z2  Z3 = Setting Zone 3, relai kerja apabila impedansi gangguan < nilai Z3

Nilai impedansi setting Z1 < Z2 < Z3, begitu pula nilai setting waktu tundanya. Hal ini diperlukan untuk pengaturan koordinasi.

4.1.2. Karakteristik Rele Jarak 4.1.2. Karakteristik Rele Jarak 4.1.2. Karakteristik Rele Jarak 4.1.2. Karakteristik Rele Jarak

Karakteristik relai jarak merupakan penerapan langsung dari prinsip dasar relai jarak, karakteristik ini biasa digambarkan didalam diagram R-X. Ada bermacam-macam karakteristik relai jarak, antara lain :

LP-a-DEF LP-b-DEF LP-a-DEF LP-b-DEF PT PT CT CT BUS-A BUS-B

(49)

1. Karakteristik Impedance 2. Karakteristik Mho

3. Karakteristik Offset Mho 4. Karakteristik Reactance

5. Karakteristik Reactance dengan starting Mho 6. Karakteristik Quadrilateral Karakteristik impedance. Karakteristik impedance. Karakteristik impedance. Karakteristik impedance. Gambar 4 Gambar 4Gambar 4

Gambar 4----3. Karakteristik Impedance.3. Karakteristik Impedance.3. Karakteristik Impedance. 3. Karakteristik Impedance.

Ciri-ciri karakteristik Impedance :

 Merupakan lingkaran dengan titik pusatnya ditengah-tengah, sehingga mempunyai sifat non directional. Untuk diaplikasikan sebagai pengaman SUTT perlu ditambahkan relai directional.

 Mempunyai keterbatasan mengantisipasi gangguan tanah high resistance.  Karakteristik impedance sensitif oleh perubahan beban, terutama untuk SUTT

yang panjang sehingga jangkauan lingkaran impedansi dekat dengan daerah beban. R X ZL Z1 Z2 Z3 Directional

(50)

Karakteristik Mho Karakteristik Mho Karakteristik Mho Karakteristik Mho.... Gambar 4 Gambar 4Gambar 4

Gambar 4----4. Karakteristik Mho.4. Karakteristik Mho.4. Karakteristik Mho.4. Karakteristik Mho.

Ciri-ciri karakteristik Mho :

 Titik pusatnya bergeser sehingga mempunyai sifat directional.

 Mempunyai keterbatasan untuk mengantisipasi gangguan tanah high resistance.

 Untuk SUTT yang panjang dipilih Zone-3 dengan karakteristik Mho lensa geser.

Gambar 4 Gambar 4 Gambar 4

Gambar 4----5 Karakteristik Mho5 Karakteristik Mho5 Karakteristik Mho5 Karakteristik Mho Z1,Z2 parsial Cross

Z1,Z2 parsial Cross Z1,Z2 parsial Cross

Z1,Z2 parsial Cross----polarise Mho, Z3 Lensa geserpolarise Mho, Z3 Lensa geserpolarise Mho, Z3 Lensa geserpolarise Mho, Z3 Lensa geser

R X ZL Z1 Z2 Z3 R X ZL Z1 Z2 Z3

(51)

Karakteristik Reaktance Karakteristik Reaktance Karakteristik Reaktance Karakteristik Reaktance.... Gambar 4 Gambar 4 Gambar 4

Gambar 4----6. Karakteristik Reaktance dengan Starting Mho6. Karakteristik Reaktance dengan Starting Mho6. Karakteristik Reaktance dengan Starting Mho6. Karakteristik Reaktance dengan Starting Mho

Ciri-ciri karakteristik Reactance:

 Karateristik reaktance mempunyai sifat non directional. Untuk aplikasi di SUTT perlu ditambah relai directional.

 Dengan seting jangkauan resistif cukup besar maka relai reactance dapat mengantisipasi gangguan tanah dengan tahanan tinggi.

Karakteristik Quadril Karakteristik Quadril Karakteristik Quadril

Karakteristik Quadrilateralateralateral ateral

Ciri-ciri Karakteristik Quadrilateral :

 Karateristik quadrilateral merupakan kombinasi dari 3 macam komponen yaitu reactance, berarah dan resistif.

 Dengan seting jangkauan resistif cukup besar maka karakteristik relai quadrilateral dapat mengantisipasi gangguan tanah dengan tahanan tinggi.  Umumnya kecepatan relai lebih lambat dari jenis mho.

R Z X Z1 Z2 Z3

(52)

Gambar 4 Gambar 4Gambar 4

Gambar 4----7. Karakteristik Quadrilateral7. Karakteristik Quadrilateral7. Karakteristik Quadrilateral 7. Karakteristik Quadrilateral

4.1.3. 4.1.3. 4.1.3.

4.1.3. Penyetelan Daerah Kerja Rele JarakPenyetelan Daerah Kerja Rele JarakPenyetelan Daerah Kerja Rele JarakPenyetelan Daerah Kerja Rele Jarak

Seperti telah disampaiakn pada bab 4.1.1. setting relai jarak terdiri dari tiga daerah pengamanan yaitu Zone-1, Zone-2, Zone-3 yang masing-masing mempunyai setelan impedansi Z1, Z2 Z3 dan mempunyai setelan waktu t1,t2,t3. Setting (setelan) Zone-1 adalah 80% dari impedansi saluran atau :

 Zone-1 = 0,8 x ZL1

 Waktu t1 = 0 dt atau instant. Setting Zone-2 :

 Zone-2 min = 1,2 x ZL1 dan  Zone-2 mak = 0,8 (ZL1 + 0,8ZL2)  Waktu t2 = 0,4 dt. Setting Zone-3 :  Zone-3 min = 1,2 (ZL1 + 0,8ZL2)  Zone-3 mak = 0,8 (ZL1 + 1,2ZL2)  Waktu t3 = 1,4 dt.

Gambar 4-8 menunjukkan jangkauan setting relai jarak yang terpasang di Gardu Induk A untuk memproteksi saluran dari GI A ke arah GI B dan GI C.

X R Z Z1 Z2 Z3

(53)

Gambar 4-8. Setting jangkauan dan waktu relai jarak.

4.2. Tele proteksi

Agar gangguan sepanjang SUTT dapat ditripkan dengan seketika pada kedua sisi ujung saluran, maka relai jarak perlu dilengkapi fasilitas teleproteksi. Tele proteksi pada dasarnya berfungsi sebagai sarana koordinasi antar dua relai jarak yang terpasang pada gardu-gardu induk diujung saluran. Dari sisi penerapan model teleproteksi, proteksi penghantar dibagi dalam empat pola yaitu :

1. Pola dasar (Basic)

2. Pola Permissive Under reach Transfer Trip (PUTT) 3. Pola Permissive Over reach Transfer Trip (POTT) 4. Pola Blocking

Pola Dasar Pola Dasar Pola Dasar Pola Dasar

Ciri-ciri Pola dasar :

 Tidak ada fasilitas sinyal PLC

 Untuk lokasi gangguan s.d 80% panjang SUTT relai bekerja pada zone-1.  Untuk lokasi gangguan di atas 80% s.d 100 % panjang SUTT rele bekerja

pada zone-2. A B C Zone-1 (A) Zone-2 (A) Zone-3 (A) L1 L2

Gambar

Gambar 1----1 Fault Clearing System 1 Fault Clearing System 1 Fault Clearing System 1 Fault Clearing System
Gambar IGambar IGambar I
Gambar IGambar IGambar I
Gambar 1 Gambar 1 Gambar 1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Aspek yang dinilai pada pemilihan pengawas sekolah berprestasi dan berdedikasi di daerah khusus terdiri dari tiga komponen, yaitu penguasaan kompetensi pengawas sekolah, prestasi

Banyaknya peserta yang menyelesaikan hanya soal pertama satu orang lebih banyak dari yang menyelesaikan soal pertama dan paling sedikit satu soal lainnya.. Diantara semua peserta

Dalam sistem tertutup tidak ada bahan yang masuk atau yang masuk atau keluar, massa dalam sistem tertutup harus

Yakni negeri Makah, sebagaimana ditegaskan oleh Imam Ibnu Katsir, beliau menjelaskan, &#34;Tidak ada perselisihan dalam masalah ini. dimana Allah Shubhanahu wa Ta’alla

Kandungan kimia dalam metabolit sekunder Actinomycetes lainnya mengandung banyak senyawa kimia yang berasal dari beberapa jalur biosintesis, seperti asam amino dan

Uji kecernaan menggunakan sampel bahan pakan (konsentrat dan rumput gajah) dimasukan ke dalam tabung fermentor, lalu ditambah dengan larutan saliva Mac Dougall sebanyak 12 ml

Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui pertumbuhan relatif ikan komet dengan perbandingan persentase pakan rayap dan pelet, mengetahui rasio konversi pakan

latar Tidak tepat dalam memilih tempat yang mengukuhkan terjadinya peristiwa, tidak tepat memilih waktu yang sesuai dengan peristiwa dalam cerita, dan tidak tepat menggambarkan