• Tidak ada hasil yang ditemukan

laporan garam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "laporan garam"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISISPERBANDING

AN KADAR KIO3 dalam

GARAM REFINAdan

GARAM DESA NJONO

(GROBOGAN)

AKADEMI TEKNOLOGI KULIT YOGYAKARTA

LAPORAN PRAKTIKUM

2009

TBKKP.TPL.2008 WWW.HIMABATPL08.WORDPPRESS.COM 2009

(2)

2

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Garam adalah salah satu kebutuhan pokok manusia yang dalam kehidupan sehari-hari banyak digunakan sebagai:

- Bahan tambahan bumbu pada makanan, karena makanan yang kandungan Na-nya kurang dari 0,3% terasa hambar.

- Sebagai pengawet makanan seperti ikan asin, sawi asin, asinan buah-buahan.

- Sebagai bahan dasar pembuatan senyawa kimia (NaOH, Na2SO4,

NaHCO3, Na2CO3).

Setiap manusia pada umumnya mengkonsumsi garam, yang jumlahnya berbeda-beda tergantung kebiasaan masing-masing individu. Oleh karena itu penambahan iod pada produk garam, adalah merupakan cara yang sangat efektif dalam menutupi kekurangan tubuh manusia akan kebutuhan iod. Dalam rangka menunjang program pemerintah dibidang kesehatan masyarakat, setiap produsen garam diwajibkan menambahkan iod pada produk garamnya.

Menurut penelitian, manusia yang kekurangan iod dalam konsumsi makanannya dapat mengalami penyakit gondok. Sedang pada anak-anak dapat menyebabkan pertumbuhan yang terhambat. Oleh karena itu kekurangan iod pada rakyat Indonesia diharapkan tidak ada lagi bila semua garam yang diproduksi sudah mengandung iod.

Grobogan adalah salah satu kabupaten di Jawa Tengah. Jika dilihat dari letak geografisnya, Grobogan jauh dari Laut Jawa (±77 km) maupun Samudra Hindia (±132 km). Namun, anehnya di Grobogan ini terdapat suatu desa yang merupakan produsen garam yaitu di Desa Njono. Di desa tersebut hampir semua sumber airnya terasa asin dan dapat digunakan untuk membuat garam.

(3)

3

Namun dalam proses pembuatannya berbeda dengan daerah-daerah produsn garam lainnya. Misalkan di daerah Pati yang menggunakan lahan persawahan yang digenangi air laut, kemudian dikeringkan secara alami dengan bantuan sinar matahari. Sedangkan di Desa Njono ini dengan menggunakan air dari sumber air sumur penduduknya yang asin lalu dituang dalam suatu wadah yang terbuat dari bambu yang dibelah dua.

Dalam pembuatan garam di Desa Njono tersebut masih sangat tradisional dan tidak ada penambahan zar-zat lain termasuk iodium (KIO3) untuk

meningkatkan harga jual. Sebelumnya Dinas Perindustrian dan Perdagangan pernah mencoba menambahkan iodium pada proses pembuatannya, namun setelah penambahan itu justru garam tidak dapat terbentuk (pembuatan gagal).

Dari sinilah yang mendasari kami melakukan praktikum untuk membandingkan kandungan iodium pada garam Refina yang sudah jelas lulus standar SNI dengan garam Desa Njono, Kec. Karadenan, Kab. Grobogan yang jauh dari laut tetapi dapat memproduksi garam dan banyak dikonsumsi warga.

Gambar 1. Sumber air dan proses pembuatan garam

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah:

1. Untuk mengetahui kadar iodium (KIO3) dalam garam meja Refina dan garam

desa Njono.

2. Mengetahui mutu dari garam meja Refina dan garam desa Njono berdasarkan standar SNI.

(4)

4

C. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalahnya yaitu:

1. Berapakah kadar iodium dalam garam meja Refina dan garam desa Njono? 2. Bagaimanakah mutu dari garam meja Refina dan garam desa Njono

berdasarkan standar SNI?

D. Tinjauan Pustaka

Garam pada umumnya diperoleh melalui proses penguapan air laut, sehingga kemurniannya sangat tergantung pada kualitas air laut yag digunakan. Bila air laut tercemar limbah pabrik, sampah, tumpahan minyak, dll. Maka sangat besar kemungkinan garam yang dihasilkan mengandung banyak zat-zat yang tidak diinginkan bahkan dapat membahayakan kesehatan manusia.

Menurut peneletian yang dilakaukan oleh para ahli kesehatan, orang yang kekurangan iod dalam konsumsi makanannya dapat mengalami penyakit gondok. Sedang pada anak-anak dapat menyebabkan pertumbuhan yang terhambat. Oleh karena itu kekurangan iod pada rakyat Indonesia diharapkan tidak ada lagi bila semua garam yang diproduksi sudah mengandung iod.

Garam beryodium merupakan istilah yang biasa digunakan untuk garam yang telah difortifikasi (ditambah) dengan yodium. Di. Indonesia, yodium ditambahkan dalam garam sebagai zat aditif atau suplemen dalam bentuk kalium yodat (KIO3). Penggunaan garam beryodium dianjurkan oleh WHO untuk digunakan di seluruh dunia dalam menanggulangi GAKY. Cara ini dinilai lebih alami, lebih murah, lebih praktis dan diharapkan dapat lestari di kalangan masyarakat.

Hasil Survei Nasional Garam Beryodium yang dilakukan setiap tahun oleh Badan Pusat Statistik terintegrasi dengan SUSENAS (1) menunjukkan bahwa secara nasional persentase rumah tangga yang mengkonsumsi garam beryodium dengan kandungan cukup sejak tahun 1997-2002 hanya berkisar antara 62-68%. Jika dilihat dari sisi produksi dan distribusi, hasil survei tersebut menunjukkan

(5)

5

bahwa garam yang beredar di masyarakat masih banyak yang tidak/kurang memenuhi syarat kandungan yodium. Hal ini diduga disebabkan karena:

• Banyak produsen garam yang menggunakan yodium kurang dari jumlah yang dipersyarat-kan (30-80 ppm yodium sebagai KIO3), atau

• Kandungan yodium hilang / berkurang selama masa penyimpanan atau transportasi.

Berdasarkan SNI No. 01-3556 tahun 1994 dan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 77/1995 tentang proses, pengepakan dan pelabelan garam beriodium, iodium yang ditambahkan dalam garam adalah sebanyak 30-80 mg KIO3/ kg garam (30-80 ppm). Dan sampai saat ini mutu garam konsumsi terbagi menjadi dua yaitu :

Mutu I: Garam beriodium Mutu II: Garam tidak beriodium

Disamping itu beberapa persyaratan-persyaratan lain yang diperlukan dan jenis analisis kimia yang dapat diterapkan pada setiap persyaratan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Syarat Mutu Garam

No Jenis Uji Mutu I Mutu II Jenis Analisis

1 Natrium klorida Min 94,7% Min 94,4% Argentometri

2 Air Maks 5% Maks 10% Gravimetri

3 Iodium sebagai KIO3

40 ppm, ±25%

Negative Iodometri

4 Oksida besi 100 ppm 100 ppm Komplekso

5 Bagian yang tak larut dalam air

Maks 1% Maks 2% Gravimetri

6 Kalsium dan magnesium sbg Ca

Maks 2% Maks 2% Komplekso

(6)

6

8 Logam berbahaya Negative Negative Kualitatif

9 Warna Putih Putih Organoleptic

10 Rasa Asin Asin Organleptic

11 Bau Tidak berbau Tidak berbau Organoleptic

E. Hipotesis

Pada kemasan garam Refina dicantumkan kandungan iodium sebagai KIO3 adalah sebanyak 30 mg/kg (30 ppm) yang telah memenuhi standar SNI.

Namun untuk garam dari desa Njono, Grobogan mungkin hanya mengandung lebih sedikit iodium dibandingkan dengan garam Refina karena air yang

digunakan dalam proses pembuatan berasal dari sumber air yang terletak jauh dari laut.

(7)

7

BAB II

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

A. Bahan yang Digunakan

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah: 1. Garam meja Refina

2. Garam desa Njono 3. Aquades

4. Larutan HCl pekat 5. Indicator Amylum 6. Larutan KI 20%

7. Larutan Na2S2O3 0,01 N

8. K2Cr2O7 Gambar 2. Sampel Garam

B. Alat-alat yang Digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah: 1. Erlenmeyer 250 ml 2. Neraca analitik 3. Buret 4. Gelas beker 100 ml 5. Pipet volume 5 ml, 1 ml 6. Gelas ukur 100 ml 7. Pipet tetes 8. Kaca arloji 9. Corong

(8)

8

C. Langkah Kerja

 Standarisasi Larutan Na2S2O3

Cara kerjanya adalah:

Menimbang 0,25 g kalium dikromat menggunakan timbangan analitik kemudian larutkan dengan aquades hingga 50 ml menggunakan labu takar.

Memipet 10 ml larutan tersebut menggunakan pipet volume dan masukkan dalam Erlenmeyer.

Tambahkan 0,5 ml HCl, 1 ml dan 1 ml larutan KI 20% sambil dikocok sampai homogen. Lalu tutup Erlenmeyer dengan plastic dan simpan di tempat gelap selama ±10 menit.

Mentitrasi dengan larutan natrium thhiosulfat sampai terjadi perubahan warna menjadi kuning dan tambahkan indicator amilum sebanyak 1 ml dan titrasi kembali dengan larutan natrium thiosulfat sampai larutan menjadi biru jernih.

Ulangi langkah diatas sebanyak 2 kali, lalu catat data yang diperoleh.

Gambar 3. Titrasi standarisasi

 Penetapan Kadar KIO3

Cara kerjanya adalah:

Menimbang 2 gram sampel garam Refina, kemudian larutkan dengan aquades hingga 100 ml menggunakan labu takar. Lalu saring dengan kertas saring agar endapan menghilang.

(9)

9

Memipet larutan sebanyak 25 ml, masukkan dalam Erlenmeyer.

Tambahkan 0,5 ml H2SO4, 0,5 ml indicator amylum dan 1 ml larutan

KI sambil dikocok sampai homogen.

Segera titrasi dengan larutan natrium thhiosulfat 0,01 N sampai warna biru tepat menghilang.

Lakukan langkah diatas untuk sampel garam desa Njono.

Ulangi langkah diatas sebanyak 2 kali, lalu catat data yang diperoleh.

Gambar 4. Rangkaian Alat Titrasi

D. Rumus Perhitungan

 Perhitungan Standarisasi Na2S2O7

Untuk standarisasi Na2S2O7 maka berlaku rumus:

N K2Cr2O7 =

N Na2S2O7 =

 Perhitungan Penetapan Kadar KIO3

Untuk penetapan kadar KIO3, maka berlaku rumus:

N KIO3 =

(10)

10

BAB III

ANALISA DAN PEMBAHASAN

A. Perhitungan

Dari hasil praktikum yang telah kami lakukan, maka diperoleh data yang merupakan data untuk perhitungan. Adapun hasil dari perhitungannya sebagai berikut.

 Perhitungan Standarisasi Larutan Na2S2O3

Berat K2Cr2O7 = 0,25 gram

Tabel 2. Titrasi Standarisasi

Titrasi V. K2Cr2O7 V. Na2S2O3 Perubahan Warna

1 10 ml 32,4 ml Coklat kekuningan →

kuning → biru bening

2 10 ml 31,8 ml Coklat kekuningan →

kuning → biru bening

3 10 ml 33,9 ml Coklat kekuningan →

kuning → biru bening

Rerata 10ml 32,7 ml

Maka dapat dihitung sebagai berikut:

Diket: m K2Cr2O7 : 0,25 gram Dit: N Na2S2O7

BM K2Cr2O7 : 147 V larutan : 50 ml: 0,05 lt V K2Cr2O7 : 10 ml: 0,01 lt V Na2S2O3 : 32,7 ml: 0,0327 lt Jawab: N K2Cr2O7 = N Na2S2O3 =

(11)

11

=

=

= 0,034 N

= 0,01 N

 Perhitungan Penetapan Kadar KIO3

Garam Refina

Tabel 3. Titrasi Garam Refina

Titrasi V. sampel V. Na2S2O3 Perubahan warna

1 25 ml 0,2 ml Biru → bening

2 25 ml 0,3 ml Biru → bening

Rerata 25 ml 0,25 ml

Diket: berat sampel : 2 gr Dit: kadar KIO3

N Na2S2O3 : 0,01 N V Na2S2O3 : 0,25 ml: 0,00025 lt V KIO3 : 25 ml: 0,025 lt BE KIO3 : 214 Jawab: N KIO3 = = = 0,0001 N

Kadar KIO3 (% berat) =

x 100%

=

(12)

12 Garam Desa Njono

Tabel 4. Titrasi Garam Desa Njono

Titrasi V. sampel V. Na2S2O3 Perubahan warna

1 25 ml 1,5 ml Biru → bening

2 25 ml 1,8 ml Biru → bening

Rerata 25 ml 1,65 ml

Diket: berat sampel : 2 gr Dit: kadar KIO3

N Na2S2O3 : 0,01 N V Na2S2O3 : 1,65 ml: 0,00165 lt V KIO3 : 25 ml: 0,025 lt BE KIO3 : 214 Jawab: N KIO3 = = = 0,00066 N

Kadar KIO3 (% berat) =

x 100%

=

= 0,17655% = 1765,5 ppm

B. Pembahasan

Dalam praktikum kali ini Metode yang digunakan adalah metode iodometri, yaitu iodat yang ada dalam contoh garam direaksikan dengan KI dalam suasana asam sehingga akan dihasilkan I2. I2 yang terbentuk dititrasi dengan

Na2S2O3 menggunakan indicator amylum. Dan rumus persamaannya sebagai

berikut:

(13)

13

I2 + 2 S2O3 → 2 I- + S4O6

2-Pada standarisasi natrium thyosulfat digunakan kalium dikromat sebagai standar primernya karena sifatnya stabil, mudah diperoleh dalam kemurnian tinggi, dan inert tehadap asam. Dan digunakan natrium thiosulfat sebagai larutan standarnya karena mudah diperoleh dalam keadaan murni, higroskopis, dan murah harganya. Lalu ditambahkan HCl untuk memberikan suasana asam dan sebagai reduktor. Lalu ditambahkan larutan KI 20% dan indicator amylum sebagai peruduksi dan katalisator.

Lalu pada penetapan kadar KIO3, garam sampel yang telah dilarutkan

ditambah HCl, lalu indicator amylum dan larutan KI. Fungsinya sama seperti pada tahap standarisasi. Dalam praktikum, kami terlebih dulu menggunakan H2SO4 dan Kristal KI, namun ternyata larutan sama sekali tidak berubah warna

menjadi biru. Lalu kami mengganti H2SO4 dan Kristal KI dengan HCl dan larutan

KI 20%. Setelah itu baru larutan bisa berwarna biru. Hal ini dapat dikarenakan fungsi dari H2SO4 adalah untuk memberi suasana asam, padahal seharusnya

pemberian larutan asam disini adalah untuk mengendapkan larutan. Dan penggunaan krital KI terlalu pekat sehingga perlu dibuat yang lebih rendah konsentrasinya. Lalu untuk indicator kami menggunakan amylum, karena warna yang terjadi dalam larutan tersebut akan lebih sensitive dengan menggunakan larutan amylum sebagai katalisatornya. Amylum dengan I2 dalam larutan KI

bereaksi menjadi suatu kompleks Iodium yang berwarna biru meskupun konsentrasi I2 sangat kecil.

Untuk garam Refina diperoleh kadar iodium yang sangat besar sekali yaitu 267 ppm, dan garam Desa Njono sebesar 1765,5 ppm. Hasil yang diperoleh sangat tidak wajar karena mengingat pada kemasan garam Refina hanya 30 ppm dan untuk garam desa Njono melebihi Refina. Karena untuk garam desa Njono pernah diusahakan pemberian zat iodium oleh pemerintah setempat, tapi justru tidak dapat membentuk garam. Pada waktu praktikum pun kami melakukan beberapa kali percobaan dengan cara kerja yang berbeda, karena tidak didapat perubahan warna yang seharusnya. Dan pada garam desa Njono ini tidak terjadi

(14)

14

perubahan warna biru yang jelas seperti yang terjadi pada garam Refina, tapi hanya warna biru samar yang hamper tidak terlihat, hingga pada volume titrasi yang telah melewati volume pada garam Refina warnannya tidak berubah. Hal ini dapat diduga bahwa garam desa Njono tidak mengandung iodium sama sekali, atau hal ini dapat disebabkan oleh banyak hal, antara lain:

1. Hilangnya sebagian karena sifat volatilnya 2. Terjadinya oksidasi udara terhadap larutan iodida 3. Kesalahan praktikan

(15)

15

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang telah kami lakukan dan pembahasan sebelumnya, maka dapat kami simpulkan bahwa:

1. Kadar iodium dalam garam Refina adalah sebesar 267 ppm dan untuk garam desa Njono sebesar 1765,5 ppm

2. Dari hasil perhitungan garam desa Njono lebih berkualitas daripada garam Refina, namun menurut kenyataan garam Refina laebih bermutu.

B. Saran

Praktikum yang kami laksanakan sangat kurang sempurna, untuk itu penulis mengharap kritik dan saran untuk perbaikan. Dan perlu dilakukan praktikum lebih lanjut untuk memperoleh data dan hasil yang akurat.

Gambar

Gambar 1. Sumber air dan proses pembuatan garam
Tabel 1. Syarat Mutu Garam
Gambar 3. Titrasi standarisasi
Tabel 3. Titrasi Garam Refina
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dari 4 jenis penyimpanan yang dilakukan, rata-rata persentase penurunan kandungan Iodium terkecil terdapat pada garam yang disimpan dalam wadah kaca yang tidak

23 Oleh karena itu, dari hasil survei yang dilakukan ini terbukti juga bahwa persentase rumah tangga responden yang menggunakan garam halus dengan kandungan iodium yang cukup

Perbandingan jumlah Iodium yang dilepaskan melalui warna larutan dari Garam konsumsi yang memenuhi standar (gambar kiri) dengan yang tidak memenuhi standar (kanan).

Sebagian besar responden mengalami penurunan nyeri setelah melakukan kumur air garam, hal ini karena kandungan yang terdapat di dalam garam itu sendiri yakni iodium dan anti bakteri

Penggunaan garam beriodium standar di daerah dengan konsumsi makanan sumber iodium sudah cukup tinggi, masih memberikan nilai iodium urin yang normal pada anak sekolah di daerah

Pada Gambar 3 berikut ini dapat dijelaskan, bahwa beberapa lokasi pembuatan garam rakyat sudah memenuhi kriteria Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3556-2000) untuk garam

Kualitas produk garam yang diperoleh dari lahan geomembran HDPE, sedikit agak rendah, di bawah standar kualitas SNI, hal ini disebabkan oleh proses produksi garam pada musim yang sudah

Indonesia berpotensi untuk menjadi penghasil Pemurnian Garam dengan Metode Rekristalisasi di Desa Bunder Pamekasan untuk Mencapai SNI Garam Dapur Faikul Umam Program Studi