• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan-yield line

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab 4 Hasil Dan Pembahasan-yield line"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

28

Analisa pelat lantai gedung rawat inap RSUD Surodinawan Kota Mojokerto dengan menggunakan teori garis leleh membutuhkan beberapa tahap perhitungan dan analsis yaitu perhitungan momen nominal pelat, penentuan kondisi perletakan, penentuan pola garis leleh, analisis teori garis leleh dengan metode kerja virtual, kontrol keamanan pelat terhadap kondisi batas pelat dan momen batas pelat

4.1 Perhitungan Momen Nominal Pelat

Analisis teori garis leleh dengan metode kerja virtual membutuhkan nilai momen dalam penyelesaian persamaannya. Dalam penelitian ini, momen yang dipakai adalah momen nominal (Mn). Hal ini disebabkan momen nominal (Mn) memiliki nilai lebih besar daripada momen ultimit (Mu). Hal ini juga dimaksudkan untuk memberikan faktor keamanan.

4.1.1 Momen Nominal Pelat di Lapangan

Berikut adalah contoh perhitungan momen untuk pelat dengan type A:

Type : A

Tebal : 12 cm

Selimut beton : 2 cm (sesuai dengan SNI 03-2487-2002 untuk beton yang tidak berhubungan langsung dengan cuaca atau tanah)

Tulangan Lapangan : arah x 10-250: 3,14 cm2 arah y 10-300: 2,62 cm2 a. Menghitung momen tahanan penampang arah x

 Menghitung tinggi efektif dari persamaan 2.11:

(2)

2 1 5 , 0 12    d d = 9,5 cm (4.1)

 Menghitung a dari persamaan 2.12: c

a1 c

a0,85 (4.2)

 Menghitung tegangan tekan dari persamaan 2.13 b a f Cc'  85 , 0 100 ) 225 ( 85 , 0 ' a C kg a C 19125 (4.3)  Menghitung tegangan tarik dari persamaan 2.14

y f As T   2400 ) 14 , 3 (   T kg T 7536 (4.4)

 Dengan keseimbangan ∑ H = 0 maka T

C

(4.5) Persamaan 4.3 dan 4.4 disubtitusikan ke persamaan 4.5. Persamaan 4.5 menjadi:

T C

(3)

7536 19125'a 19125 7536  a cm a 0,394 (4.6)

 Menghitung lengan momen Z dari persamaan 2.15. Persamaan 4.1 dan 4.6 disubtitusikan ke Persamaan 2.15. a d Z 2 1   ) 394 , 0 ( 2 1 5 , 9   Z cm Z 9,303 (4.7)

 Menghitung momen nominal (Mn) per meter dari Persamaan 2.16. Persamaan 4.4 dan 4.7 disubtitusikan ke Persamaan 2.30

Z T Mn   303 , 9 7536  n M m kgcm Mn 70107,308 / m kgm Mn 701,073 / (4.8) b. Menghitung momen nominal arah y

 Menghitung tinggi efektif dari persamaan 2.11:

d = h – 0,5 Φ tulangan tarik – Φ tulangan tarik arah x - selimut beton 2 1 1 5 , 0 12     d

(4)

d = 8,5 cm (4.9)  Menghitung a dari persamaan 2.12.

c a1

c

a0,85 (4.10)

 Menghitung tegangan tekan dari persamaan 2.13 b a f Cc'  85 , 0 100 ) 225 ( 85 , 0 ' a C kg a C19125' (4.11)

 Menghitung tegangan tarik dari persamaan 2.14

y f As T   2400 ) 62 , 2 (   T kg T 6288 (4.12)

 Dengan keseimbangan ∑ H = 0 maka T

C

Persamaan 4.11 dan 4.12 disubtitusikan ke Persamaan 4.5. Persamaan 4.5 menjadi:

T C

(5)

6288 19125'a 19125 6288  a cm a 0,329 (4.13)

 Menghitung lengan momen Z dari persamaan 2.15. Persamaan 4.9 dan 4.13 disubtitusikan ke Persamaan 2.15. a d Z 2 1   ) 329 , 0 ( 2 1 5 , 8   Z cm Z 8,336 (4.14)  Menghitung momen nominal (Mn) per meter dari persamaan 2.16. Persamaan

4.12 dan 4.14 disubtitusikan ke Persamaan 2.16 Z T Mn   336 , 8 6288  n M kgcm Mn 52414,37 kgm Mn 524,143 (4.15)

Hasil perhitungan momen nominal lapangan dari jumlah tulangan yajng terpasang untuk masing-masing tipe pelat ditabelkan dalam Tabel 4.1 (lihat Lampiran Tabel ). Momen nominal pelat hanya dipengaruhi oleh luas tulangan, mutu tulangan, mutu beton dan tebal pelat. Sehingga besarnya momen nominal tidak berpengaruh pada bentuk tipe-tipe pelat yang ada. Tebal pelat rencana yang dimiliki besar yang sama masing-masing tipe pelat yaitu 12 cm dan tulangan arah x dan y yang terpasang

(6)

berjumlah sama pada setiap tipe pelat. Ini disebabkan tulangan pelat hanya meneruskan dari pelat sebelumnya sehingga hasil perhitungan untuk momen nominal di lapangan adalah nilai momen nominal lapangan untuk semua tipe pelat dalam penelitian ini.

4.1.2 Momen Nominal Pelat di Tumpuan

Dari data sekunder yaitu data shop drawing (lihat Lampiran Gambar), kondisi tumpuan terpasang tulangan susut pada arah y. Tulangan susut yang terpasang pada tumpuan tidak berpengaruh terhadap penambahan momen nominal pelat pada tumpuan. Sehingga momen nominal pelat di tumpuan hanya ditimbulkan akibat tulangan pokok saja.

Berikut adalah contoh perhitungan momen untuk pelat dengan type A:

Type : A

Tebal : 12 cm

Selimut beton : 2 cm (sesuai dengan SNI 03-2487-2002 untuk beton yang tidak berhubungan langsung dengan cuaca atau tanah)

Tulangan tumpuan : arah x 10-125: 6,28 cm2 arah y 10-150: 5,24 cm2 a. Perhitungan momen nominal arah x

 Menghitung tinggi efektif dari persamaan 2.11: d = h – 0,5 Φ tulangan tarik – selimut beton

2 1 5 , 0 12    d d = 9,5 cm (4.16)

(7)

 Menghitung a dari persamaan 2.12: c

a1 c

a0,85 (4.17)

 Menghitung tegangan tekan dari persamaan 2.13: b a f Cc'  85 , 0 100 ) 225 ( 85 , 0 ' a C kg a C19125' (4.18)

 Menghitung tegangan tarik dari persamaan 2.14:

y f As T  2400 ) 28 , 6 (   T kg T 15072(4.19)

 Dengan keseimbangan ∑ H = 0 maka, T

C

Persamaan 4.18 dan 4.19 disubtitusikan ke persamaan 4.5. Persamaan 4.5 menjadi:

T C

15072 19125'a

(8)

19125 15072  a cm a 0,788 (4.20)

 Menghitung lengan momen Z dari persamaan 2.15. Persamaan 4.16 dan 4.20 disubtitusikan ke persamaan 2.15: a d Z 2 1   ) 788 , 0 ( 2 1 5 , 9   Z cm Z 9,106 (4.21)  Menghitung momen nominal (Mn) per meter dari persamaan 2.16. Persamaan

4.19 dan 4.21 disubtitusikan ke persamaan 2.16: Z T Mn   106 , 9 15072  n M m kgcm Mn 137245,03 / m kgm Mn 1372,450 / (4.22) b. Menghitung momen nominal arah y

 Menghitung tinggi efektif dari persamaan 2.11:

d = h – 0,5 Φ tulangan tarik – Φ tulangan tarik arah x - selimut beton 2 1 1 5 , 0 12     d d = 8,5 cm (4.23)

(9)

c a1

c

a0,85 (4.24)

 Menghitung tegangan tekan dari persamaan 2.13 b a f Cc'  85 , 0 100 ) 225 ( 85 , 0 ' a C kg a C19125' (4.25)

 Menghitung tegangan tarik dari persamaan 2.14

y f As T   2400 ) 24 , 5 (   T kg T 12576(4.26)

 Dengan keseimbangan ∑ H = 0 maka, T

C

Persamaan 4.25 dan 4.26 disubtitusikan ke persamaan 4.5. Persamaan 4.5 menjadi:

T C

12576 19125'a

(10)

19125 12576  a cm a 0,658 (4.27)

 Menghitung lengan momen Z dari persamaan 2.15. Persamaan 4.23 dan 4.27 disubtitusikan ke persamaan 2.15: a d Z 2 1   ) 658 , 0 ( 2 1 5 , 8   Z cm Z 8,171 (4.28)  Menghitung momen nominal (Mn) per meter dari persamaan 2.16. Persamaan

4.26 dan 4.28 disubtitusikan ke persamaan 2.16 Z T Mn   171 , 8 12576  n M m kgcm Mn 102761,206 / m kgm Mn 1027,612 / (4.29)

Hasil perhitungan momen nominal di tumpuan dari jumlah tulangan yang terpasang untuk masing-masing tipe pelat ditabelkan pada Tabel 4.2 (lihat Lampiran Tabel). Hal yang sama dengan momen nominal di lapangan, besarnya momen nominal di tumpuan tidak dipengaruhi bentuk pelat yang bervarian dan sampel pelat memiliki tebal pelat yang sama. Sehingga hasil perhitungan momen nominal di tumpuan pelat dapat dipakai untuk semua tipe pelat yang ada dalam penelitian ini.

(11)

4.2 Penentuan Kondisi Perletakan Pelat

Penentuan kondisi perletakan pelat penting dalam teori garis leleh. Perletakan yang berbeda di sisi pelat dapat menyebabkan perlakuan yang berbeda pada pelat dan menghasilkan momen nominal yang berbeda. Perletakan pelat akan dinotasikan sesuai dengan Tabel 2.1. Pada semua sampel pelat yang ada, perletakan akan diasumsikan. Sesuai dengan subbab 3.1.5, perletakan pelat diasumsikan jepit. Berikut ini adalah hasil penentuan kondisi perletakan pelat masing-masing type:

(a) (b)

(c) (d) Sumber: Hasil Analisis Sendiri

(12)

(e) (f) (g) (h) (i) (j) Sumber: Hasil Analisis Sendiri

(13)

(k)

Sumber: Hasil Analisis Sendiri

Gambar 4.1c Asumsi Perletakan Pelat Masing-Masing Tipe 4.2.1 Perhitungan nilai fixity ratio (i) pelat

Perletakan pelat yang berjenis jepit memiliki fixity ratio akibat momen tumpuan. Nilai momen nominal di lapangan dan tumpuan didapat dari Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 (lihat Lampiran Tabel) sebagai berikut:

a. Mu lapangan: arah x sebesar 701,073 kgm/m dan arah y sebesar 524,143 kgm/m b. Mu tumpuan: arah x sebesar 1372,450 kgm/m dan arah y sebesar 1027,612

kgm/m

sehingga nilai fixity ratio (i) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 2.1. Perhitungan nilai fixity ratio (i) sebagai berikut:

 arah x: m n m x i '  kgm kgm x i 073 , 701 450 , 1372  958 , 1  x i (4.30)  arah y

(14)

m n m y i '  kgm kgm y i 143 , 524 612 , 1027  961 , 1  y i (4.31)

Nilai fixity ratio (i) dari perhitungan arah x sebesar 1,958 dan arah y sebesar 1,961. Menurut Gunawan dan Margaret (1992), nilai fixity ratio yang dihasilkan perletakan digolongkan dalam perletakan jepit sempurna yaitu nilai fixity ratio (i) antara 1,5 – 2. Nilai fixity ratio (i) yang akan dipakai semua tipe pelat dalam penelitian ini untuk analisis kerja virtual adalah nilai fixity ratio (i) dari perhitungan arah x yaitu sebesar 1,958. Ini disebabkan dalam perhitungan semua momen nominal arah y baik di lapangan dan tumpuan diubah ke dalam momen arah x lapangan pada tahap akhir perhitungan.

4.2.2 Perhitungan nilai μ transformasi affine

Semua sampel tipe pelat yang dipakai dalam penelitian ini bersifat ortotropis. Ini dibuktikan dari perbedaan jumlah tulangan terpasang antara arah x dan y. Untuk mempermudah perhitungan, pelat ortotropis diubah ke pelat isotropis dengan transformasi affine. Nilai rasio μ untuk sampel masing-masing tipe pelat didapat dari persamaan 4.27. Nilai momen yang dipakai adalah nilai momen nominal pelat baik arah x dan y. Perhitungan rasio μ adalah sebagai berikut:

 Nilai rasio μ dari momen lapangan menggunakan persamaan 2.5:

x m y m   (2.9) 073 , 701 143 , 524  

(15)

748 , 0 

(4.32)

 Nilai rasio μ dari momen tumpuan menggunakan persamaan 2.5:

x m y m   450 , 1372 612 , 1027   749 , 0   (4.33)

Nilai rasio μ didapat dari momen lapangan sebesar 0,748 dan dari momen tumpuan sebesar 0,749. Perhitungan selanjutnya dipakai nilai rasio μ dengan nilai yang terbesar yaitu 0,749.

4.3 Penentuan Pola Garis Leleh

Tahap penentuan pola garis leleh menggunakan anggapan-anggapan pada subbab 2.1.3 dan aturan dasar pada subbab 2.3 dalam menentukan pola garis leleh. Setiap bentuk pelat diambil tiga sampel pola garis leleh yang dimungkinkan terbentuk terkecuali pada sampel bentuk pelat tipe J dan K. Pada sampel pelat tipe J dan K hanya pola yang sudah ditentukan yang hanya dapat dianalisis dengan metode yang sudah ditetapkan yaitu metode analisis kerja virtual. Pola garis leleh dari masing-masing tipe pelat telah ditentukan sebagai berikut:

(16)

(1) (2) (3) Sumber: Hasil Analisis Sendiri

Gambar 4.2 Penentuan Pola Garis Leleh Pada Pelat Tipe A

(1) (2) (3) Sumber: Hasil Analisis Sendiri

Gambar 4.3 Penentuan Pola Garis Leleh Pada Pelat Tipe B

(1) (2) (3) Sumber: Hasil Analisis Sendiri

(17)

(1) (2) (3) Sumber: Hasil Analisis Sendiri

Gambar 4.5 Penentuan Pola Garis Leleh Pada Pelat Tipe D

(1) (2) (3) Sumber: Hasil Analisis Sendiri

Gambar 4.6 Penentuan Pola Garis Leleh Pada Pelat Tipe E

(1) (2) (3)

Sumber: Hasil Analisis Sendiri

(18)

(1) (2) (3) Sumber: Hasil Analisis Sendiri

Gambar 4.8 Penentuan Pola Garis Leleh Pada Pelat Tipe G

(1) (2) (3) Sumber: Hasil Analisis Sendiri

Gambar 4.9 Penentuan Pola Garis Leleh Pada Pelat Tipe H

(1) (2) (3) Sumber: Hasil Analisis Sendiri

(19)

(1) (2) Sumber: Hasil Analisis Sendiri

Gambar 4.11 Penentuan Pola Garis Leleh Pada Pelat Tipe J

Sumber: Hasil Analisis Sendiri

Gambar 4.12 Penentuan Pola Garis Leleh Pada Pelat Tipe K

4.4 Analisis Teori Garis Leleh Dengan Metode Kerja Virtual

Pada tahap ini, sampel pelat dengan pola garis leleh yang ditentukan pada tahap sebelumnya akan dianalisis dengan metode kerja virtual untuk mengetahui beban maksimum. Karena pelat bersifat ortotropis, pelat harus diubah menjadi isotropis ekuivalen dengan transformasi affine. Transformasi affine sesuai dengan subbab 2.3.1. Momen arah y juga berubah karena perubahan pelat ortotropis ke isotropis ekuivalen. Momen arah y Muy berubah menjadi μ.Mux baik di lapangan dan

(20)

tumpuan. Momen negatif pelat yaitu momen tumpuan Mu’ berubah menjadi i.Mu lapangan baik arah y dan arah x karena fixity ratio. Pada titik perpotongan garis-garis leleh diberikan lendutan sebesar δ yang bernilai 1 satuan (Gunawan dan Margaret, 1992). Hasil analisis kerja virtual pada pelat adalah beban batas merata dengan satuan kg/m2.

4.4.1 Perhitungan Beban Batas Masing-Masing Tipe Pelat

Berikut adalah contoh perhitungan analsis teori garis leleh menggunakan metode kerja virtual untuk pelat tipe A pola kesatu:

Sumber: Hasil Analisis Sendiri

Gambar 4.13 Dimensi Pelat Tipe A Pola Garis Leleh Kesatu Diketahui dari gambar 4.13:

Lx : 5,00 m δ : 1 satuan Mu : Momen lapangan

Ly : 2,50 m μ : 0,749 Mu’ : Momen Tumpuan

α : 45o Muy’ : iy.Muy

L1 : 1,25 m Mux’ : ix.Mux

L2 : 1,25 m Muy : μ.Mux

ix : 1,958 Muy’ : μ.Mux’ a. Rotasi (θn)

(21)

Rotasi terjadi pada setiap bidang segmen yang dibentuk oleh garis-garis leleh. Sumbu rotasi setiap segmen berada di perletakan. Berikut adalah rotasi yang dibentuk setiap segmen:

Tabel 4.3. Rotasi segmen yang dibentuk

Segmen θ x y AEB /L1 DFC /L1 BEFC /L2 AEFD /L2 b. Kerja dalam

Gambar 4.14. Kerja Dalam Pelat Tipe A Pola Garis Leleh Kesatu Persamaan 2.8 yang dipakai untuk menghitung kerja dalam pelat.

              0 0 0 mux x y muy y x l n un m   

(22)

Tabel 4.4. Kerja Dalam Masing-Masing Segmen

Segmen Kerja dalam

0 y

muxxmuyyx0 AEB (Mux +Mux’). x. Ly

DFC (Mux +Mux’). x. Ly

BEFC (Muy +Muy’). y. Lx

AEFD (Muy +Muy’). y. Lx

Jadi total kerja dalam :

  

         Lx y uy m y m Ly x ux m ux m Ly x ux m ux m l n un m  '  '  '  0 Lx y uy m y m        ' (4.34)

                Lx y uy m y m Ly x ux m ux m l n un m  2 '  2 '  0 (4.35)

Rotasi yang terjadi di setiap segmen disubtitusikan ke persamaan 4.35.

                  Lx L uy m y m Ly L ux m ux m l n un m 2 ' 2 1 ' 2 0    (4.36)

Persamaan 4.36 menandakan pelat masih bersifat ortotropis. Sehingga harus diubah ke pelat isotropis ekuivalen dengan trasformasi affine. Muy berubah menjadi .Mux, dan Muy’ berubah menjadi .Mux’

              Lx L ux m ux m Ly L ux m ux m l n un m 2 ' 2 1 ' 2 0     (4.37) Persamaan 4.37 dipengaruhi fixity ratio (i) berubah menjadi

              Lx L ux m x i ux m Ly L ux m x i ux m l n un m 2 2 1 2 0    

 

 

                    Lx L x i ux m Ly L x i ux m l n un m 2 1 1 1 2 0    

 

                     Lx L Ly L x i ux m l n un m 2 1 1 2 0     (4.38)

(23)

Kemudian data yang diketahui disubtitusikan ke persamaan 4.38

                     5 25 , 1 1 749 , 0 5 , 2 25 , 1 1 958 , 1 1 2 0 mux l n un m

2,00 2,996

) 958 , 2 ( 2 0    l mux n un m

14,778

2 0 mux l n un m    ux m l n un m 29,556 0    (4.39) Jadi total kerja dalam yang terjadi pada pelat tipe A pola garis leleh ke-1 adalah 29,556 Mux.

c. Kerja luar

Gambar 4.15. Kerja Luar Pelat Tipe A Pola Garis Leleh Kesatu

Persamaan 2.9 yang dipakai untuk menghitung kerja luar pelat akibat beban yang diterima pelat.

Kerja Luar  

u W

1) Kerja luar segmen ABE

Lendutan pada titik berat segmen ABE = 

3 1

Luas segmen ABE = 2 1 1

L Ly

(24)

Kerja luar segmen = 3 1 . 1 2 1 qu L Ly (4.40) 2) Kerja luar segmen AEFD

Segmen AEFD = Segmen AEI + Segmen IEFJ + Segmen JFD  Segmen AEI

Lendutan pada titik berat segmen AEI =  3 1

Luas segmen AEI = 21L2L1

Kerja Luar segmen = 3 1 . 1 2 2 1   L qu L (4.41)  Segmen IEFJ

Lendutan pada titik berat segmen IEFJ =  2 1

Luas segmen IEFJ =

Lx2L1

L2

Kerja Luar segmen =

Lx2L1

L2qu.12(4.42)  Segmen JFD

Besar kerja luar JFD sama dengan kerja luar segmen AEI yaitu Kerja Luar segmen = 3

1 . 1 2 2 1 qu L L (4.43) Jadi total kerja luar segmen AEFD adalah

Segmen AEFD = Segmen AEI + Segmen IEFJ + Segmen JFD

Segmen AEFD =  3 1 . 1 2 2 1 qu L L +

2 1 . 2 1 2     L L qu Lx +  3 1 . 1 2 2 1 qu L L Segmen AEFD =       3 1 . 1 2 2 1 2 L L qu +

2 1 . 2 1 2     L L qu Lx (4.44)

(25)

3) Kerja luar segmen DFC

Kerja luar segmen DFC sama dengan segmen ABE Kerja Luar segmen = 3

1 . 1 2 1   L qu Ly

4) Kerja luar segmen BEFC

Kerja luar segmen BEFC sama dengan segmen AEFD

Kerja luar segmen = 

     3 1 . 1 2 2 1 2 L L qu +

2 1 . 2 1 2     L L qu Lx 5) Total kerja luar

Kerja luar = ABE +DFC+BEFC+AEFD

Kerja luar =  3 1 . 1 2 1 qu L Ly +  3 1 . 1 2 1 qu L Ly +       3 1 . 1 2 2 1 2 L L qu +

 2 1 . 2 1 2     L L qu Lx +      3 1 . 1 2 2 1 2 L L qu +

 2 1 . 2 1 2     L L qu Lx (4.45) Kerja luar =       3 1 . 1 2 1 2 Ly L qu +

                 2 1 . 2 1 2 3 1 . 1 2 2 1 2 2 L L qu Lx L L qu (4.46) Data yang diketahui disubtitusikan ke persamaan 4.46

Kerja luar =       ) 1 ( 3 1 . ) 25 , 1 ( ) 5 , 2 ( 2 1 2 qu +

                 (1) 2 1 . ) 25 , 1 ( ) 25 , 1 ( 2 5 ) 1 ( 3 1 . ) 25 , 1 ( ) 25 , 1 ( 2 1 2 2 qu qu

Kerja luar = 1,042 qu + 2(0,521 qu + 1,563 qu) Kerja luar = 1,042 qu + 2(2,084 qu)

(26)

Kerja luar = 5,21 qu (4.47) d. Menghitung beban maksimum

Beban maksimum pelat didapatkan dari persamaan 2.7 0 l n un m u W   

Persamaan 4.39 dan 4.47 disubtitusikan ke persamaan 2.7 ux m qu 29,556 21 , 5  21 , 5 556 , 29 mux qu (4.48) Nilai Mux adalah nilai momen tahanan penampang lapangan arah x sebesar 701,073 kgm/m didapat dari Tabel 4.1 sehingga persamaan 4.48 menjadi

21 , 5 073 , 701 556 , 29  qu 2 / 142 , 3977 kg m qu(4.49)

Jadi qu sebesar 3977,142 kg/m2 atau 3,977 t/m2

Proses perhitungan beban batas masing-masing tipe pelat dapat dilihat di Lampiran Perhitungan. Hasil perhitungan beban batas pelat dengan metode kerja virtual pelat tipe A pada pola garis leleh kesatu sebesar 3977,142 kg/m2 atau 3,977 t/m2. Pelat tipe A pola kedua menghasilkan beban batas sebesar 4746,626 kg/m2 atau 4,747 t/m2. Pelat tipe A pola ketiga menghasilkan beban batas sebesar 3977,289 kg/m2 atau 3,977 t/m2. Hasil perhitungan beban batas pelat tipe lain ditabelkan pada Tabel 4.3.

(27)

Tabel 4.5 Beban Batas Pelat Masing-Masing Tipe

No Tipe

Beban batas (qu)

Luasan pola garis leleh

ke-1 ke-2 ke-3 (m2)

1 A 3,977.142 4,746.626 3,977.289 12.5 2 B 6,958.102 7,492.030 7,529.133 6.59 3 C 11,447.555 9,319.547 8,745.062 7.84 4 D 18,980.665 18,068.079 19,086.285 4.29 5 E 5,368.103 4,125.567 3,489.031 10.76 6 F 11,132.102 12,623.741 10,224.480 8.07 7 G 5,803.910 5,457.558 9,974.859 8.21 8 H 6,195.467 5,747.405 6,547.672 7.84 9 I 3,569.290 4,238.217 5,249.119 12.17 10 J 6,637.313 6,539.498 - 7.66 11 K 5,051.648 - - 12.89

Satuan beban batas adalah kg/m2 Sumber: Hasil analisa sendiri

Pada mekanisme kehancuran garis leleh dipilih beban batas yang terkecil (Gunawan dan Margaret,1992). Hal ini disebabkan oleh mekanisme kehancuran garis leleh yang dipakai adalah upper bound theory. Upper bound theory memberikan harga beban batas qu yang lebih besar daripada beban batas qu yang sebenarnya menimbulkan keruntuhan. Beban batas yang terkecil pelat tipe A adalah dari pola kesatu yaitu sebesar 3977,142 kg/m2 atau 3,977 t/m2. Total beban batas setiap tipe pelat dari beban batas yang terkecil ditabelkan pada Tabel 4.6

(28)

Tabel 4.6 Total Beban Batas Masing-Masing Tipe Pelat No Tipe Pola garis leleh

Beban batas (qu) Luasan Total beban batas (kg/m2) (m2) (kg) 1 A ke-1 3,977.142 12.5 49,714.275 2 B ke-1 6,958.102 6.59 45,853.892 3 C ke-2 9,319.547 7.84 73,065.248 4 D ke-2 18,068.079 4.29 77,512.059 5 E ke-3 3,489.031 10.76 37,541.974 6 F ke-3 10,224.480 8.07 82,511.554 7 G ke-2 5,457.558 8.21 44,806.551 8 H ke-2 5,747.405 7.84 45,059.655 9 I ke-1 3,569.290 12.17 43,438.259 10 J ke-2 6,539.498 7.66 50,092.555 11 K ke-1 5,051.648 12.89 65,115.743

Sumber: Hasil analisa sendiri

Dari perhitungan beban batas pelat, hubungan antara beban batas pelat dengan luasan pelat didapatkan dari Tabel 4.7.

Tabel.4.7 Ratio Lx/Ly Masing-masing Tipe Pelat

No Tipe Lx/Ly Beban batas (qu) (kg/m2) Luasan (m2) 1 A 2,00 3.977,142 12,5 2 B 0,75 6.958,102 6,59 3 C 0,94 9.319,547 7,84 4 D 0,90 18.068,079 4,29 5 E 0,93 3.489,031 10,76 6 F 0,39 10.224,480 8,07 7 G 0,92 5.457,558 8,21 8 H 1,63 5.747,405 7,84 9 I 1,15 3.569,290 12,17 10 J 0,77 6.539,498 7,66 11 K 1,11 5.051,648 12,89

Sumber: Hasil analisa sendiri

Hubungan antara beban batas pelat dan luasan pelat untuk bentuk segitiga dan bentuk segiempat ditampilkan dalam Gambar 4.16 dan 4.17 (lihat Lampiran Gambar)

(29)

untuk kondisi fc 22,5 MPa; fy 240 MPa; dan luas tulangan yang terpasang. Dari Gambar 4.16 dan 4.17, dapat diketahui bahwa nilai beban batas semakin kecil jika luasan pelat semakin luas. Pernyataan ini tidak berlaku untuk pelat tipe J dan K karena pelat tipe J dan K memiliki terdapat bukaan. Ini terlihat dari garis eksponensial yang menunjukkan penurunan ketika pelat memiliki nilai luasan yang semakin besar dengan nilai R2 untuk bentuk segitiga sebesar 0,982 dan bentuk segiempat sebesar 0,910

Untuk nilai Lx/Ly 0,30-1,00; fc’ 22,5 MPa; fy 240 MPa; dan Asxlapangan = 3,14 cm2; Asx tumpuan=6,28 cm2;As

ylapangan = 2,62 cm2;Asytumpuan = 5,24 cm2 Sumber : hasil analisis Sendiri

Gambar 4.16 Hubungan Antara Beban Batas (qu) dengan luasan Pelat Bentuk Segitiga 9,319.547 18,068.079 10,224.480 y = -1336ln(x) + 37499 R² = 0.982 0.000 2,000.000 4,000.000 6,000.000 8,000.000 10,000.000 12,000.000 14,000.000 16,000.000 18,000.000 20,000.000 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Be ba n Ba ta s (k g/ m 2) Luasan (m2)

Hubungan Antara Beban Batas (qu)dengan

Luasan Pelat Bentuk Segitiga

(30)

4.5 Kontrol Keamanan Beban Ultimit dengan Beban Batas Pelat

Kontrol keamanan beban ultimit nominal dengan beban batas pelat bertujuan untuk memeriksa kondisi pelat saat kondisi beban ultimit nominal pelat tercapai. . 4.5.1 Perhitungan Beban Ultimit Pelat

Beban ultimit nominal pelat didapat dari persamaan analisis elastic untuk menghitung momen pelat dua arah. Contoh perhitungan beban ultimit nominal diambil pelat tipe A pola kesatu. Data pelat tipe A pola kesatu diketahui sebagai berikut:

Lx/Ly : 2,00 MnxLapangan : 701,073 kgm/m Ly : 2,50 m MnxTumpuan : 1372,45 kgm/m Lx : 5,00 m

Rumus yang digunakan dari Tabel koefisien momen distribusi pelat dua arah (lihat Lampiran Tabel). Momen nominal pelat di tumpuan digunakan untuk mencari Wn.

x L W Tumpuan Mnx   ny 2 001 , 0 (4.50) ) 82 ( ) 5 , 2 ( 001 , 0 / 45 , 1372 2 n W m kgm (4.51) n W   (2,5) (82) 001 , 0 45 , 1372 2 n W m kg/ 2 95 , 2677 (4.52) Beban yang dihasilkan adalah beban ultimit nominal pelat (Wn) sehingga perlu direduksi dengan factor reduksi Ø sebesar 0,8 untuk lentur tanpa beban aksial sesuai dengan SNI 2847-2002 sehingga Wnmenjadi,

u W m kg/ 2  95 , 2677 (4.53) u W m kg/ 2(0,8) 95 , 2677 u W m kg/ 2 36 , 2142 (4.54)

(31)

Hasil perhitungan beban ultimit pelat digunakan control untuk semua tipe pelat dalam penelitian ini karena beban ultimit pelat tidak berpengaruh terhadap bentuk masing-masing tipe pelat.

4.5.2 Kontrol Keamanan

Dalam tahap ini, semua beban batas yang dihasilkan dari teori garis leleh dengan penyelesaian metode kerja virtual digunakan sebagai acuan terhadap kontrol keamanan beban ultimit. Hasil kontrol keamanan beban ultimit terhadap beban batas pelat ditabelkan dalam Tabel 4.8. Hasil penelitian menunjukkan nilai sebesar 1,666 – 3,248 untuk pelat yang berbentuk segiempat kecuali untuk pelat tipe J dan K karena terdapat bukaan pada pelat. Sedangkan nilai untuk pelat berbentuk segitiga sebesar 4,35 – 8,434. Dengan hasil nilai ratio > 1 untuk semua pelat, hal ini menunjukkan bahwa pelat tidak akan mengalami keruntuhan ketika pelat mencapai beban ultimit,.

Tabel 4.8 Kontrol Keamanan Beban Ultimit Terhadap Beban Batas No Tipe Beban ulitimit (q) Beban batas (qu) (kg/m2) (kg/m2) 1 A 2142.360 3,977.142 1.856 2 B 2142.360 6,958.102 3.248 3 C 2142.360 9,319.547 4.350 4 D 2142.360 18,068.079 8.434 5 E 2142.360 3,489.031 1.629 6 F 2142.360 10,224.480 4.773 7 G 2142.360 5,457.558 2.547 8 H 2142.360 5,747.405 2.683 9 I 2142.360 3,569.290 1.666 10 J 2142.360 6,539.498 3.052 11 K 2142.360 5,051.648 2.358

(32)

4.6. Kontrol Keamanan Momen Pelat

Momen yang terjadi akibat beban ultimit yang dianalisis dengan teori garis leleh dengan momen nominal dari tulangan yang terpasang ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keamanan pelat jika beban ultimit dianggap sebagai beban batas pelat.

4.6.1 Perhitungan Momen Batas

Perhitungan momen batas akibat beban ultimit yang dianggap sebagai beban batas pelat diambil dari persamaan pada perhitungan beban batas kerja virtual. berikut adalah contoh perhitungan momen batas akibat beban ultimit yang dianggap sebagai beban batas pelat:

a. Pelat tipe A pola garis leleh kesatu

Perhitungan momen batas akibat beban ultimit menggunakan persamaan dari persamaan 4.48 yaitu: 21 , 5 556 , 29 mux qu

kemudian nilai qu dari nilai hasil perhitungan beban ultimit pada bab 4.5.1 sebesar 2142,36 kg/m2. Nilai qu disubtitusikan ke persamaan 4.48 menjadi:

21 , 5 556 , 29 36 , 2142  mux (4.55) ux m 673 , 5 36 , 2142  ux m  673 , 5 36 , 2142 ux m m kgm/  65 , 377

sehingga nilai mux sama dengan 377,65 kgm/m. Nilai mux ditambah 10% untuk mencegah corner lever (Kennedy dan Goodchild, 2004).

(33)

ux m   101, 36 , 377 ux m m kgm/  415 , 415

b. Pelat tipe A pola garis leleh kedua

Untuk pola garis leleh kedua, menghitung momen batas menggunakan persamaan 10 Lampiran Perhitugan A.1 yaitu:

647 , 5 217 , 38 mux qu (10)

Kemudian nilai qu sebesar 2142,36 kg/m2 disubtitusikan ke persamaan 10 Lampiran Perhitungan A.1 sehingga menjadi:

647 , 5 217 , 38 36 , 2142  mux ux m 768 , 6 36 , 2142  ux m  768 , 6 36 , 2142 ux m m kgm/  542 , 316

Nilai mux ditambah 10% untuk mencegah corner lever (Kennedy dan Goodchild, 2004). Nilai mux menjadi:

ux m   101, 542 , 316 ux m m kgm/  196 , 348

c. Pelat tipe A pola garis leleh ketiga

Untuk pola garis leleh kedua, menghitung momen batas menggunakan persamaan 10 Lampiran Perhitungan A.2 yaitu:

167 , 4 64 , 23 ux m qu (10)

(34)

Kemudian nilai qu sebesar 2142,36 kg/m2 disubtitusikan ke persamaan 10 Lampiran Perhitungan A.2 sehingga menjadi:

167 , 4 64 , 23 36 , 2142  mux ux m 621 , 5 36 , 2142  ux m  673 , 5 36 , 2142 ux m m kgm/  64 , 377

Nilai mux ditambah 10% untuk mencegah corner lever (Kennedy dan Goodchild, 2004). ux m   101, 64 , 377 ux m m kgm/  40 , 415

Hasil perhitungan momen batas untuk masing-masing tipe pelat ditabelkan dalam Tabel 4.9. Hasil perhitungan momen batas ini adalah momen batas pada daerah lapangan arah x. Ini disebabkan semua persamaan momen tumpuan arah y, mome lapangan arah y, dan momen tumpuan arah x saat perhitungan diubah ke momen lapangan arah x dengan transformasi affine untuk momen di arah y dan fixity ratio untuk momen tumpuan.

Berikut adalah contoh untuk menentukan momen lapangan arah y, momen tumpuan arah x dan arah y:

a. Pelat tipe A pola garis leleh kesatu

Tabel 4.9 memiliki nilai momen arah x untuk pelat tipe A pola kesatu sebesar 415,415 kgm/m.

 Momen tumpuan arah x Menggunakan persamaan 2.1

(35)

m n m x i ' 

Nilai ixdidapat dari persamaan 4.30 yaitu sebesar 1,958.

415 , 415 ' 958 , 1  mux ' 415 , 415 958 , 1  mux ' / 382 , 813 kgm mmux

 Momen lapangan arah y

Persamaan 2.5 digunakan untuk mencari momen lapangan arah y

x m y m  

Nilai  didapatkan dari persamaan 4.33 yaitu sebesar 0,749. 415 , 415 749 , 0 y my m  415,415 749 , 0 y m m kgm/  146 , 311

 Momen tumpuan arah y

Momen tumpuan arah y didapatkan dari my dikalikan dengan ix ' 958 , 1 145 , 311  muy ' / 221 , 609 kgm mmuy

(36)

Tabel 4.9 memiliki nilai momen arah x untuk pelat tipe A pola kedua sebesar 348,196 kgm/m.

 Momen tumpuan arah x Menggunakan persamaan 2.1 m n m x i ' 

Nilai ixdidapat dari persamaan 4.30 yaitu sebesar 1,958.

196 , 348 ' 958 , 1  mux ' 196 , 348 958 , 1  mux ' / 767 , 681 kgm mmux

 Momen lapangan arah y

Persamaan 2.5 digunakan untuk mencari momen lapangan arah y

x m y m  

Nilai  didapatkan dari persamaan 4.33 yaitu sebesar 0,749. 196 , 348 749 , 0 y my m  348,196 749 , 0 y m m kgm/  798 , 260

 Momen tumpuan arah y

(37)

' 958 , 1 798 , 260  muy ' / 644 , 510 kgm mmuy

c. Pelat tipe A pola garis leleh ketiga

Tabel 4.9 memiliki nilai momen arah x untuk pelat tipe A pola ketiga sebesar 415,40 kgm/m.

 Momen tumpuan arah x Menggunakan persamaan 2.1 m n m x i ' 

Nilai ixdidapat dari persamaan 4.30 yaitu sebesar 1,958.

40 , 415 ' 958 , 1  mux ' 40 , 415 958 , 1  mux ' / 353 , 813 kgm mmux

 Momen lapangan arah y

Persamaan 2.5 digunakan untuk mencari momen lapangan arah y

x m y m  

Nilai  didapatkan dari persamaan 4.33 yaitu sebesar 0,749. 40 , 415 749 , 0 y my m  415,40 749 , 0

(38)

y m m kgm/  135 , 311

 Momen tumpuan arah y

Momen tumpuan arah y didapatkan dari my dikalikan dengan ix ' 958 , 1 134 , 311  muy ' / 201 , 609 kgm mmuy

Hasil perhitungan untuk pelat masing-masing tipe ditabelkan dalam Tabel 4.9 untuk momen batas di lapangan arah x. Tabel 4.10 untuk momen batas di tumpuan arah x, Tabel 4.11 momen batas di lapangan arah y (lihat Lampiran Tabel), dan Tabel 4.12 Momen batas tumpuan arah y (lihat Lampiran Tabel).

Tabel 4.9 Momen Batas Lapangan Arah X Masing-Masing Tipe Pelat

No Tipe

Momen batas (qu) pola garis leleh

ke-1 ke-2 ke-3

1 A 415.415 348.196 415.400 2 B 237.442 220.520 219.434 3 C 144.323 177.277 192.822 4 D 87.044 91.440 86.562 5 E 307.771 400.465 473.526 6 F 148.413 130.876 161.587 7 G 284.661 302.726 165.631 8 H 266.670 287.459 252.326 9 I 462.878 389.821 312.072 10 J 250.413 252.641 -11 K 327.051 -

-Momen batas ditambah 10% untuk mencegah corner lever. -Momen batas memiliki satuan kgm/m.

Sumber: Hasil analisa sendiri

Untuk kontrol momen, diambil nilai yang terbesar dari momen lapangan dan tumpuan baik arah x dan y.

(39)

4.6.2 Kontrol Momen Batas Terhadap Momen Nominal Pelat

Kontrol momen batas terhadap momen nominal bertujuan untuk memeriksa keamanan pelat jika beban ultimit dianggap beban batas yang menghasilkan beban batas. Jika momen batas dari beban ultimit yang dianggap beban batas lebih besar dari momen nominal akibat tulangan terpasang maka pelat tersebut dinyatakan tidak aman. Jika sebaliknya maka kondisi pelat dinyatakan aman. Kontrol momen ditabelkan dalam Tabel 4.13 untuk momen lapangan arah x, Tabel 4.14 untuk momen tumpuan arah x (lihat Lampiran Tabel), Tabel 4.15 untuk momen lapangan arah y (lihat Lampiran Tabel). Tabel 4.16 untuk momen tumpuan arah y (lihat Lampiran Tabel).

Tabel 4.13 Kontrol Momen Batas di Lapangan Arah X Terhadap Momen Nominal

No Tipe Pola garis leleh Momen batas (Mu) Momen nominal (Mn) (kgm/m) (kgm/m) 1 A ke-1 415.415 702.073 1.690 2 B ke-1 237.442 702.073 2.957 3 C ke-2 177.277 702.073 3.960 4 D ke-2 91.440 702.073 7.678 5 E ke-3 473.526 702.073 1.483 6 F ke-3 161.587 702.073 4.345 7 G ke-2 302.726 702.073 2.319 8 H ke-2 287.459 702.073 2.442 9 I ke-1 462.878 702.073 1.517 10 J ke-2 252.641 702.073 2.779 11 K ke-1 327.051 702.073 2.147

Gambar

Gambar 4.1a Asumsi Perletakan Pelat Masing-Masing Tipe
Gambar 4.1b Asumsi Perletakan Pelat Masing-Masing Tipe
Gambar 4.1c Asumsi Perletakan Pelat Masing-Masing Tipe
Gambar 4.2 Penentuan Pola Garis Leleh Pada Pelat Tipe A
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pengembangan dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi ini dinas pariwisata telah melakukan beberapa hal, seperti penggunaan website yaitu

Untuk pembangunan Terminal Kijing di Kalimantan Barat yang merupakan ekstensi dari Pelabuhan Pontianak sendiri direncanakan akan dikerjakan dengan 2 tahap serta

Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam proses operasi perusahaan, tidak dimaksudkan

Kapasitor unit tanpa fuse biasanya tidak digunakan untuk tegangan sistem lebih kecil dari 35 kV atau minimal diperlukan 10 elemen seri agar bank kapasitor masih tetap dapat

Penyakit Diabetes melitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan

Hasil penelitian menunjukan bahwa proses pemesinan menggunakan parameter sesuai kondisi di lapangan membutuhkan waktu yang lebih singkat dan biaya pemesinan lebih rendah

Tabel 4.71 Rekapitulasi Uses and Gratification Kepuasan yang diharapkan Remaja Cipondoh-Tangerang atas Film Bioskop Trans TV Dan Sinetron Harapan Cinta dengan faktor Informasi yang

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi pada usahatani padi sawah; 2) Mengetahui tingkat efisiensi teknis yang