• Tidak ada hasil yang ditemukan

Resume Buku Argumentasi Hukum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Resume Buku Argumentasi Hukum"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

RESUME BUKU

ARGUMENTASI HUKUM

(Legal Argumentation/Legal Reasoning)

Langkah-langkah Legal Problem Solving dan Penyusunan Legal Opinion

Prof. Dr. Philipus M. Hadjon, S.H. Dr. Tatiek Sri Djatmiati, S.H., M.S GADJAH MADA UNIVERSITY PRESS

Argumentasi hukum adalah sebuah keterampilan ilmiah dalam menemukan solusi hukum. Bentuk analisis untuk mencapai sebuah solusi hukum adalah dengan adanya legal opini. Selama ini dalam penidikan hukum di Indonesia, argumentasi hukum belum mendapat porsi yang seharusnya didalam kurikulum pendidikan hukum. Dalam buku ini, penulis bertujuan untuk menjelaskan bagaimana seharusnya argumentasi hukum itu terbentuk. Selain itu juga penulis bertujuan untuk memberikan dorongan dalam hal peningkatan kemahiran dalam argumentasi hukum untuk penstudi hukum maupun praktisi hukum.

BAB I. ILMU HUKUM SEBAGAI SUI GENERIS 1. KARAKTER NORMATIF ILMU HUKUM

Ilmu hukum adalah ilmu jenis sendiri dikarenakan dalam kualitas ilmiah sulit dikelompokkan dalam satu cabang keilmuan. Ilmu hukum memiliki karakter yang khas. Ciri khas ilmu hukum adalah sifatnya yang normatif. Dalam dunia hukum di Indonesia, pembelajaran tentang ilmu hukum lebih banyak bersifat empiris dengan menerapkan metode-metode penelitian sosial untuk dikaitkan dalam kajian hukum normatif. Hal ini kemudian membentuk pemikiran yang memandang hukum sebagai fenomena sosial. Selain itu, penelitian hukum yang sifatnya normatif diklasifikasikan sebagai penelitian kualitatif karena penelitian itu menyangkut data dan konsekuensi pada analisisnya mengkaji dari metode penelitian sosial sehingga dikatakan sebagai penelitian empiris.

(2)

Sebenarnya meskipun dalam penelitian hukum normatif tidak menyertakan data statistik seperti dalam analisis kuantitatif, tidak serta merta menjadikan penelitian hukum normatif diidentifikasikan sebagai penelitian kualitatif.

Dalam pengkajian atau penelitian ilmu hukum, seharusnya beranjak dari hakikat keilmuan hukum. Untuk menjelaskan tentang hakikat keilmuan hukum itu sendiri terdapat dua pendekatan, yaitu pendekatan dari falsafah ilmu dan pendekatan dari sudut pandang teori hukum. Falsafah ilmu membedakan ilmu membedakan ilmu dari dua sudut pandangan, yaitu pandangan positivistik yang melahirkan ilmu empiris dan pandangan normatif yang melahirkan ilmu normatif. Ilmu hukum normatif kajiannya khas, sedangkan ilmu hukum empiris dapat dikaji melalui penelitian kualitatif atau kuantitatif tergantung sifat datanya. Kemudian dari pandangan teori hukum, ilmu hukum dibagi atas tiga lapisan utama, yaitu dogmatik hukum, teori hukum, dan filsafat hukum. Ketiga lapisan ilmu hukum ini memberi dukungan pada praktik hukum. Dengan kata lain, mengedepankan penelitian hukum empiris dan meremehkan penelitian hukum normatif adalah sikap yang tidak benar, selain itu jangan mengempiriskan segi-segi normatif ilmu hukum dan begitu juga sebaliknya untuk tidak menormatifkan segi-segi empiris dalam penelitian hukum. Kajian normatif sebaiknya berpegang pada tradisi keilmuan hukum itu sendiri dan kajian ilmu hukum empiris sebaiknya digunakan metode penelitian empiris yang sesuai.

2. TERMNIOLOGI ILMU HUKUM

Kepustakaan bahasa Indonesia yang masih sangat terbatas dan tidak tajam dalam segi bahasa hukum membuat berbagai macam istilah bahasa hukum asing dari berbagai negara mendapat pengertian yang kurang tepat. Banyak istilah hukum asing yang mempunyai pengertian secara luas dan sempit jika diadopsi menggunakan istilah hukum di Indonesia, sehingga muncul berbagai macam penafsiran dari istilah-istilah hukum tersebut yang membuat dalam sebuah penelitian hukum perlu untuk benar-benar mengkaji arti dari istilah-istilah bahasa hukum agar sesuai dengan maksud yang dituju.

(3)

3. JENIS ILMU HUKUM

Dari segi objeknya, ilmu hukum dibedakan menjadi ilmu hukum normatif dan ilmu hukum empiris. Perbedaan mendasar antara ilmu hukum normatif dan ilmu hukum empiris adalah hubungan dasar sikap ilmuan dan juga teori kebenaran. Dalam ilmu hukum empiris sikap ilmuan adalah sebagai penonton yang mengamati gejala-gejala obyeknya yang dapat ditangkap oleh pancaindra. Dalam ilmu hukum normatif, yuris secara aktif menganalisis norma, sehingga peranan subyek sangat menonjol. Dari segi kebenaran ilmiah, kebenaran hukum empiris adalah kebenaran korespondensi, artinya bahwa sesuatu itu benar karena didukung oleh fakta. Dalam ilmu hukum normatif dengan dasar kebenaran pragmatik yang pada dasarnya adalah konsensus sejawat sekeahlian.

4. LAPISAN ILMU HUKUM

Secara kronologis, perkembangan ilmu hukum diawali oleh filsafat dan disusul oleh dogmatik hukum (hukum positif). Dari kedua disiplin ilmu tersebut terdapat kesenjangan yang sangat besar, sehingga membutuhkan satu disiplin ilmu untuk menjadi jembatan tengah yang menghubungkan antara filsafat dan dogmatik hukum tersebut. Disiplin tengah tersebut berawal dari ajaran hukum umum yang terdiri dari asas-asas hukum dari berbagai sistem hukum yang kemudian berkembang menjadi sebuah teori hukum.

Dari ketiga lapisan disiplin ilmu hukum tersebut mempunyai karakteristik khusus masing-masing mengenai konsep, eksplanasi, dan sifat atau hakikat keilmuannya. Dan ketiga lapisan disiplin ilmu hukum tersebut akan diarahkan ke praktik hukum, dimana praktik hukum ini mempunyai dua aspek utama yaitu pembentukan hukum dan penerapan hukum. Selain pandangan terhadap ketiga lapisan disiplin ilmu hukum tersebut, terdapat juga pendapat yang memposisikan bahwa dogmatik hukum itu sejajar dengan ilmu hukum praktis, yang fungsinya sebagai solusi hukum, dan dalam pembentukannya membutuhkan keterampilan ilmiah berupa argumentasi hukum yang hakikatnya adalah memberi alasan atau penjelasan.

(4)

BAB II. LOGIKA DAN ARGUMENTASI HUKUM 1. KESALAHPAHAMAN TERHADAP PERAN LOGIKA

Teori argumentasi mengkaji bagaimana menganalisis, merumuskan suatu argumentasi secara cepat untuk membentuk argumentasi secara jelas dan rasional. Dalam argumentasi hukum, banyak terjadi perbedaan pendapat dalam menempatkan peran logika formal. Untuk memahami logika, orang harus sangat mengerti tentang penalaran. Penalaran adalah satu bentuk pemikiran. Bentuk pemikiran secara sederhana ada tiga, yaitu pengertian atau konsep, proposisi, dan penalaran. Untuk benar-benar memahami penalaran maka ketiga bentuk pemikiran tersebut harus dipahami bersama-sama. Hal ini dikarenakan tidak ada proposisi tanpa pengertian dan tidak ada penalaran tanpa proposisi.

2. KESESATAN (FALLACY)

Kesesatan dalam penalaran bisa terjadi karena yang sesat itu, karena suatu hal, kelihatan tidak masuk akal. Menurut R.G Soekadijo, terdapat lima model kesesatan hukum, tetapi apabila digunakan secara tepat dalam bidang hukum menurut Irving. M. Copy justru hal tersebut bukan kesesatan dalam penalaran hukum, model tersebut yaitu :

Argumentum ad ignorantiam

Kesesatan terjadi apabila orang yang mengargumentasikan suatu proposisi sebagai benar karena tidak terbukti salah atau suatu proposisi salah karena tidak terbukti benar.

Argumentum ad verecundiam

Menolak atau menerima suatu argumentasi bukan karena nilai penalarannnya, tetapi karena orang yang mengemukakannya adalah orang yang berwibawa, berkuasa, ahli, dapat dipercaya.

Argumentum ad hominem

Menolak atau menerima suatu argumentasi atau usul bukan karena penalaran, tapi karena keadaan orangnya.

Argumentum ad misericordiam

Suatu argumentasi untuk menimbulkan belas kasihan.

Argumentum ad baculum

Menerima atau menolak suatu argumentasi hanya karena suatu ancaman.

(5)

3. KEKHUSUSAN LOGIKA HUKUM

Argumentasi hukum merupakan satu model argumentasi khusus, ada 2 hal yang menjadi dasar :

 Tidak ada hakim ataupun pengacara yang mulai berargumentasi dari suatu keadaan hampa. Argumentasi hukum selalu dimulai dari hukum positif. Seseorang dapat bernalar dari asas-asas yang terdapat dalam hukum positif.

 Argumentasi hukum atau penalaran hukum berkaitan dengan kerangka prosedural yang didalamnya berlangsung argumentasi rasional dan diskusi rasional.

Menurut E.T Feteris et.al. terdapat tiga lapisan argumentasi hukum yang rasional, yaitu :

a. Lapisan logika b. Lapisan dialektik c. Lapisan prosedural

Pengertian argumentasi hukum terdapat artian luas dan sempit. Dalam arti luas menyangkut dengan aspek psikologi dan aspek biographi. Dalam arti sempit berkaitan dengan kajian logika suatu keputusan.

Tipe argumentasi dibedakan dengan 2 cara : 1) Dari bentuk atau struktur

2) Dari jenis-jenis alasan yang digunakan untukk mendukung konklusi.

Bentuk-bentuk logika dalam argumentasi dibedakan atas argumentasi deduksi dan non deduksi dan beberapa karakteristik logika yang berkaitan dengan bentuk-bentuk tersebut.

BAB III. DASAR-DASAR DALAM ARGUMENTASI HUKUM 1. DARI LOGIKA TRADISIONAL

Tanpa argumentasi tidak ada rasionalitas. Sehingga dengan pendekatan fungsional dapat dirumuskan syarat-syarat argumentasi yang rasional. Dengan pendekatan ini maka suatu argumentasi terdiri atas dialog dan diskusi.

Kriteria argumentasi rasional dengan pendekatan ini berkaitan dengan : a) Bentuk argumentasi

(6)

c) Prosedur atau hukum acara

Dengan titik logika tradisional, model argumentasi yang lazim adalah argumentasi deduksi. Argumentasi deduksi yaitu penerapan suatu aturan hukum pada suatu kasus. Dalam argumentasi deduksi harus memperhatikan prinsip-prinsip logika yang digunakan dalam dunia hukum dan peradilan.

Dalam logika hukum, harus selalu mengingat 3 perbedaan pokok yang berkaitan dengan hakekat hukum, sumber-sumber hukum, dan jenis-jenis hukum.

 Hakekat

Didalam suatu negara atau masyarakat terdapat hukum positif dan norma moral. Penerapan logika hanya dibatasi pada penegakan hukum positif sebagai hukum formal.

 Sumber-sumber hukum

Terdapat berbagai sumber hukum baik produk legislatif maupun yurisprudensi, dan juga harus diperhatikan hierarki sumber-sumber hukum.

 Jenis-jenis hukum

Hukum positif membedakan hukum publik dan hukum privat. Prinsip-prinsip hukum publik berbeda dengan hukum privat. 2. BATAS JUSTIFIKASI DEDUKSI

Tidak semua aturan hukum produk legislatif dirumuskan dalam bentuk verbal secara tepat. Banyak aturan hukum yang menimbulkan kebingungan karena rumusannya yang terbuka maupun rumusan yang kabur. Sehingga menyebabkan aturan hukum tidak dapat diterapkan apabila kebingungan itu belum teratasi.

Dalam menghadapi norma hukum yang demikian, maka dibutuhkan langkah rechtsvinding (menemukan norma konkrit untuk diterapkan pada fakta hukum terkait.) Menurut Montesquieu terdapat 3 model tipe rechtsvinding :

a. Hakim adalah corong Undang-Undang.

b. Didalam negara monarki terdapat Undang-Undang yang menjadi pedoman bagi para hakim. Jika pedoman itu tidak

(7)

ada, Undang-Undang menjadi jiwa atau spirit untuk mencarinya.

c. Interpretasi menurut jiwa Undang-Undang.

Tetapi model yang dikembangkan Montesquieu ini ternyata tidak cukup untuk menemukan norma terkait dengan fakta hukum. Sehingga dewasa ini, model rechtsvinding yang dikemukakan oleh J.J.H Bruggink meliputi metode interpretasi dan metode penalaran konstruksi hukum. Penalaran hukum atau konstruksi hukum terdiri atas nalar analogi dan gandengannya dan ditambah bentuk ketiga yaitu penghalusan hukum atau penyempitan hukum.

Menurut Bruggink mengelompokkan interpretasi dalam 4 model yaitu :

1) Interpretasi bahasa 2) Historis undang-undang 3) Sistematis

4) Kemasyarakatan

Terdapat prinsip contextualism dalam interpretasi. Menurut Ian McLeod terdapat 3 asas dalam contextualism yaitu :

a. Asas Noscitur a Sociis

Suatu hal diketahui dari associatednya. Artinya suatu kata harus diartikan dalam rangkaiannya.

b. Asas Ejusdem Generis

Sesuai genusnya, artinya satu kata dibatasi makna secara khusus dalam kelompoknya.

c. Asas Expressio Unius Exclusio Alterius

Artinya, kalau satu konsep digunakan untuk satu hal, berarti tidak berlaku untuk hal lain.

Dalam melakukan interpretasi terdapat 5 model analisis :

 Mengajukan pertanyaan

 Interpretasi

 Ringkasan

 Investigasi dengan model dialektik dan antitesis

 Klasifikasi, pembedaan, debat dan akhirnya menarik hal khusus yang berkaitan dengan logika.

3. PENALARAN (KONSTRUKSI HUKUM)

Disamping interpretasi juga terdapat 3 bentuk konstruksi hukum yaitu analogi, penghalusan atau penyempitan hukum, dan argumentum a

(8)

contrario. Dari 3 bentuk penalaran hukum tersebut dapat membantu sesorang dalam melakukan analisa logika untuk menentukan suatu argumentasi hukum.

4. KONFLIK NORMA

Dalam menghadapi satu kasus hukum, tidak jarang bisa terjadi penerapan 2 aturan atau lebih pada kasus tersebut. Pertentangan antara norma dalam undang-undang akan menjadi sebuah persoalan. Maka diperlukan penyelesaian konflik norma untuk mengetahui norma mana yang harus diterapkan.

Ada tipe penyelesaian yang berkaitan dengan asas preferensi hukum (asas lex superior, lex spesialis, lex posterior) yaitu :

 Pengingkaran

Langkah yang memperthankan bahwa tidak ada konflik norma antara dua aturan yang berlaku.

 Reinterpretasi

Dibedakan menjadi dua cara, yang pertama dengan mengikuti asas-asas preferensi, menginterpretasikan kembali norma yang yang utama dengan lebih fleksibel, dan cara yang kedua dengan menginterpretasi norma preferensi dan kemudian menerapkan norma tersebut dengan menyampingkan norma yang lain.

 Pembatalan

Ada 2 macam yaitu abstrak formal dan praktikal.

 Pemulihan

Mempertimbangkan pemulihan dapat membatalkan satu ketentuan.

5. PENALARAN INDUKSI

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penalaran induksi di pengadilan adalah merumuskan fakta, mencari hubungan sebab akibat, dan mereka-reka probabilitas. Langkah induksi ini dibatasi oleh asas hukum pembuktian. Selain itu hubungan kausal juga memainkan peranan penting dalam penanganan perkara. Dalam hukum, hubungan kausal

(9)

sangat tergantung dari jenis hukum atau macam-macam hukum. Kemudian probabilitas, probabilitas dalam hukum tergantung dari standar pembuktian. Probabilitas merupakan konsep sentral dalam penalaran induktif.

6. DIALEKTIK DAN RETORIKA

Terdapat beberapa tahapan argumentasi dialektik dan retorik. Langkah dialektik diawali dengan paparan argumentasi yang saling berbeda untuk menyusun dalil-dalil hukum. Langkah selanjutnya adalah menyusun argumentasi untuk memtahkan dalil lawan. Berdasarkan argumentasi tersebut disusunlah legal opini. Langkah retorik diawali dengan usaha menarik simpati kemudian langkah selanjutnya adalah langkah argumentasi yang sampai kepada legal opini.

7. LEGAL REASONING DALAM COMMON LAW SYSTEM

Dalam sistem Anglosaxon terdapat 2 tipe argumentasi hukum, yaitu :

a. Berdasarkan preseden, ada 3 langkah :

 Identifikasi landasan yang tepat atau preseden

 Identifikasi kesamaan dan perbedaan yang didasarkan kepada preseden dengan kasus yang dihadapi atau dengan menganalisis fakta dibandingkan atau dipertentangkan dengan preseden.

 Tentukan apakah dari kesamaan-kesamaan atau perbedaan faktual lalu memutuskan apakah mengikuti preseden atau tidak.

b. Berdasarkan aturan hukum

 Pengundangan suatu aturan lazimnya mendahului kasus. Titik tolaknya adalah aturan bukan kasus.

 Asas supremasi legislatif, sehingga hakim memainkan peran yang sub-ordinasi, hakim tidak boleh merubah bahasa aturan.

(10)

BAB IV. LANGKAH PEMECAHAN MASALAH HUKUM DAN LEGAL OPINION

1. STRUKTUR ARGUMENTASI HUKUM

Tiga lapisan argumentasi hukum yang rasional adalah : 1) Lapisan logika

Lapisan ini masuk wilayah logika tradisional. Isu utama dalam lapisan ini adalah apakah alur premis sampai kepada konklusi dari suatu argumentasi itu logis. Langkah penalaran deduksi, analogi, abduksi, dan induksi menjadi fokus.

2) Lapisan dialektik

Dengan dialektik, suatu argumentasi tidak monoton. Suatu argumentasi diuji terutama dengan argumentasi pro-kontra. Proses dialektik dalam argumentasi menguji kekuatan nalar suatu argumentasi. Kekuatan nalar terletak pada kekuatan logika. Dengan demikian dialektik berkaitan dengan logika. 3) Lapisan prosedur

Hukum acara merupakan aturan main dalam proses argumentasi dalam penanganan perkara di pengadilan. Dengan demikian prosedur dialektik di pengadilan diatur oleh hukum acara.

2. LANGKAH-LANGKAH ANALISIS HUKUM (PEMECAHAN MASALAH HUKUM)

Fakta hukum bisa berupa perbuatan, peristiwa, atau keadaan. Pengumpulan fakta hukum didasarkan pada ketentuan tentang alat bukti. Pencarian kebenaran fakta hukum harus didasarkan pada ketentuan-ketentuan dan asas-asas hukum yang relevan.

Kemudian dengan pengklasifikasian hakekat permasalahan hukum. Pertama-tama berkaitan dengan pembagian hukum positif. Hukum positif diklasifikasikan dalam hukum publik dan hukum privat, hakekat permasalahan hukum dalam sistem peradilan kita berkaitan dengan lingkungan pengadilan yang dalam penanganan perkara berkaitan dengan kompetensi absolut pengadilan.

(11)

Identifikasi dan pemilihan isu hukum yang relevan membantu dalam menyimpulkan fakta hukum. Isu hukum yang berisi pertanyaan fakta dan pertanyaan tentang hukum. Pertanyaan tentang fakta pada akhirya menyimpulkan fakta hukum yang sebenarnya yang didukung oleh alat bukti. Dengan demikian identifikasi isu hukum berkaitan dengan konsep hukum. Dari konsep hukum menjadi dasar, dipilah-pilah elemen pokok.

Dalam penemuan hukum yang berkaitan dengan isu hukum tidak cukup hanya dengan berdasarkan norma hukum yang tertulis langsung diterapkan pada fakta hukum. Maka dibutuh langkah rechtsvinding yang menggunakan 2 teknik, yang pertama adalah teknik interpretasi dan yang kedua adalah teknik penalaran atau konstruksi hukum yang meliputi analogi, penghalusan atau penyempitan hukum, dan argumentum a contrario. Fungsi dari rechtsvinding adalah menemukan norma konkrit untuk diterapkan pada fakta hukum terkait.

Setelah menemukan norma konkrit maka langkah berikutnya adalah menerapkan norma konkrit tersebut kepada fakta hukum.

3. MENULIS LEGAL OPINION

Dalam menulis legal opini, terdapat kerangka susunan yang dapat dijadikan dasar penulisan legal opini, kerangka susunan tersebut yaitu :

 Summary

Didalam summary harus memuat rumusan singkat fakta hukum, daftar isu hukum, dan ringkasan legal opini.

 Fakta hukum

Fakta harus dirumuskan secara lengkap tetapi tidak perlu terlalu panjang yang berisi intisari dari fakta hukum tersebut.

 Isu hukum

Isu hukum harus dirumuskan secara lengkap dan berurutan. Setiap isu hukum diikuti dengan pertanyaan hukum.

 Analisis isu hukum

Analisis dimulai dengan urutan isu hukum, pada tiap isu ditelusuri ketentuan hukum, yurisprudensi, dan pendapat akademis. Lalu menuliskan ketentuan hukum yang ditemukan terkait isu hukum tersebut. Kemudian melakukan identifikasi problematika hukum dan memberikan pendapat atas

(12)

bagaimana ketentuan hukum tersebut diterapkan dalam isu hukum tersebut.

 Kesimpulan

Kesimpulan berisi tentang rumusan pendapat hukum yang berkenaan dengan fakta hukum tersebut.

Dengan buku ini, para penstudi maupun praktisi hukum menjadi lebih mengerti dan memahami tentang apa dan bagaimana sebuah argumentasi hukum itu dibentuk.

Pemahaman tentang penalaran logika dalam melihat suatu isu hukum dibuat menjadi sistematis dan terkonsep. Pembelajaran tentang argumentasi hukum yang kurang dalam kurikulum pendidikan hukum di Indonesia membuat buku ini sangat bermanfaat bagi kalangan mahasiswa dan praktisi hukum.

Menurut pandangan saya, buku argumentasi hukum ini sudah sangat bagus dalam menjelaskan tiap-tiap aspek yang dibutuhkan dalam membangun suatu argumentasi hukum. Saran yang dapat diberikan kepada penulis buku, sebaiknya dalam setiap penulisan istilah hukum dari bahasa asing disertai dengan arti dalam istilah hukum di Indonesia untuk membantu pembaca dalam lebih memahami arti dari istilah hukum yang dimaksud.

Referensi

Dokumen terkait

Kompetensi Umum Menjelaskan konsep-konsep dasar dari ilmu hukum dan hukum positif atau tata hukum di Indonesia.. Kompetensi Khusus Menjelaskan

Bagaimana kaitan antara disiplin ilmu anda keteknikan dengan ilmu hukum, sehingga mempelajari ilmu hukum secara obyektif memang memiliki arti yg amat penting, jelaskan..

Ia beranggapan, bahwa hukum Belanda akan janggal bagi suatu negeri yang mempunyai penduduk berjuta-juta manusia yang bukan beragama Nasrani, sedangkan penduduk

Pengertian Menurut Disiplin Hukum : cabang filsafat tingkah laku/ etika yang mengkaji “ hakikat ‟/ makna terdalam dari hukum  Obyek  Hukum... PENGERTIAN, KONSEP,

Menurut penulis, hukum lingkungan merupakan sebuah cabang dalam disiplin ilmu hukum yang berkaitan dengan pengaturan hukum terhadap perilaku atau kegiatan-kegiatan sybjek hukum

Metalografi merupakan disiplin ilmu yang mempelajari tentang karakteristik mikrostruktur suatu logam, paduan logam dan material lainnya serta hubungannya dengan sifat-sifat

Akan tetapi jikalau konsep ilmu dalam ilmu hukum dipandang sebagai konsep yang khas dan berbeda dengan konsep umum pada ilmu-ilmu alam maka ilmu hukum menjadi suatu

Dalam pola ketiga ini dimungkinkan adanya peleburan antara “ilmu agama” dan “ilmu umum” sehingga membentuk paradigma dan bangunan epistemologi keilmuan baru bagi suatu disiplin ilmu