• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISA STABILITAS MODEL INFEKSI HTLV-I PADA SEL CD4 + T DENGAN LAJU INFEKSI NONLINIER DAN RESPON IMUN CTL YANG TERTUNDA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISA STABILITAS MODEL INFEKSI HTLV-I PADA SEL CD4 + T DENGAN LAJU INFEKSI NONLINIER DAN RESPON IMUN CTL YANG TERTUNDA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012

M-241

ANALISA STABILITAS MODEL INFEKSI HTLV-I

PADA SEL CD4

+

T DENGAN LAJU INFEKSI NONLINIER

DAN RESPON IMUN CTL YANG TERTUNDA

Nur Aini S., Subiono

Pascasarjana Matematika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Keputih Sukolilo Surabaya, Indonesia

e-mail: aini10@mhs.matematika.its.ac.id

Abstrak

Human T-cell Lymphotropic Virus type I (HTLV-I) merupakan anggota retrovirus yang menyebabkan penyakit Adult T-cell Leukemia (ATL) dan dapat menyerang susunan syaraf pusat yang menimbulkan penyakit “Tropical Spastic Paraparesis” (TSP) atau “HTLV-I Associated Myelopathy” (HAM). HTLV-I menyerang sel CD4+T yang merupakan salah satu komponen sistem imun sehingga menyebabkan terjadinya respon imun yang kuat dari sel CD8+T atau Cytotoxic T-Lymphocyte (CTL). Stimulus antigen yang membangkitkan CTL membutuhkan periode waktu yaitu respon CTL pada waktu t bergantung pada populasi antigen pada waktu sebelumnya yaitu − . Dalam makalah ini dibahas analisa stabilitas dari model infeksi HTLV-I pada sel CD4+T dengan respon imun CTL yang tertunda. Pada model ini diasumsikan laju infeksi antara sel CD4+T yang sehat dan yang terinfeksi adalah nonlinier, yaitu pada saat jumlah individu yang terinfeksi sangat banyak atau mencapai titik jenuh maka laju infeksi semakin menurun. Hal ini disebabkan karena adanya suatu tindakan perlindungan terhadap individu yang terinfeksi. Parameter waktu tunda dan parameter tindakan perlindungan terhadap individu yang terinfeksi menyebabkan terjadinya bifurkasi.

Kata kunci: bifurkasi, HTLV-I, model infeksi virus, respon imun CTL, waktu tunda.

PENDAHULUAN

Human T-cell Lymphotropic Virus type I (HTLV-I) merupakan anggota retrovirus yang menyebabkan penyakit “Adult T-cell Leukemia” (ATL) dan dapat menyerang susunan saraf pusat serta menimbulkan penyakit “Tropical Spastic Paraparesis” (TSP) atau “HTLV-I Associated Myelopathy” (HAM) (Kumala W, 1999). Virus HTLV-I terutama menginfeksi sel CD4+T walaupun sel CD8+T juga bisa digunakan sebagai sel inang (Mylonas I, 2010).

Pada penelitian Kumala W (1999) telah ditemukan daerah endemik virus HTLV-I di Indonesia yaitu pada suku Bisman Asmat di Irian Jaya. Sebagian besar individu yang terinfeksi HTLV-I akan terus membawa virus tersebut selama hidupnya (Lang J, 2011). Penyakit yang disebabkan oleh virus HTLV-I dengan tingkat keganasan tinggi memberikan kesulitan dalam hal pengobatan. Beberapa pengobatan kemoterapi atau pemakaian obat antiviral ternyata tidak efektif dan hasilnya kurang memuaskan. Mengenai pemberian vaksin, masih dalam penjajakan pembuatannya, karena pengembangan pembuatan vaksin untuk infeksi retrovirus sangat sulit (Kumala W, 1999). Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah model matematika infeksi virus HTLV-I sehingga dapat membantu dalam pengembangan terapi obat antiviral.

Banyak peneliti yang mengkaji tentang model infeksi HTLV-I. Katri P (2004) meneliti sifat-sifat dinamik infeksi HTLV-I pada sel CD4+T. Cai L (2011) meneliti tentang analisis dinamik model matematika infeksi HTLV-I pada sel CD4+T. Lang J (2011) meneliti tentang kestabilan dan osilasi periodik transien dari model matematika respon CTL pada infeksi HTLV-I. Y.Li M (2012) meneliti tentang sifat-sifat dinamik model infeksi HTLV-I pada sel CD4+T dengan respon imun CTL yang tertunda. Pada penelitian Katri P, Lang J dan Y.Li M diasumsikan laju infeksi antara sel CD4+T yang susceptible dan yang terinfeksi adalah bilinier. Sedangkan pada penelitian Cai L diasumsikan laju infeksi antara sel CD4+T yang susceptible dan yang terinfeksi adalah nonlinier.

(2)

M-242

Ada beberapa proses transmisi suatu penyakit. Pertama adalah laju infeksi bilinier , S dan I masing-masing adalah jumlah individu yang susceptible dan individu yang terinfeksi dalam suatu populasi. Laju infeksi bilinier sering digunakan dalam penelitian-penelitian model epidemi (Enatsu Y dkk, 2011). Kedua adalah laju infeksi nonlinier atau , , > 0 adalah efek dari faktor kejenuhan atau crowded, yaitu pada saat jumlah individu yang terinfeksi sangat banyak atau mencapai titik jenuh maka laju infeksi semakin menurun. Hal ini disebabkan karena adanya suatu tindakan pencegahan terhadap individu yang susceptible ( ) atau tindakan perlindungan terhadap individu yang terinfeksi ( ) (Kaddar A, 2009).

Wang Z (2012) melakukan penelitian tentang stabilitas dan bifurkasi model infeksi virus dengan laju infeksi nonlinier dan respon imun yang tertunda. Waktu tunda memiliki peran yang penting dalam sifat model dinamik respon imun. Dalam penelitian Wang KF dkk (2007) menyatakan bahwa stimulus antigen yang membangkitkan CTL mungkin membutuhkan periode waktu yaitu respon CTL pada waktu t mungkin bergantung pada populasi antigen pada waktu sebelumnya yaitu − .

Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut, akan diusulkan suatu penelitian tentang analisa stabilitas model infeksi HTLV-I pada sel CD4+T. Model yang digunakan adalah pengembangan dari model Y.Li M (2012) dengan asumsi laju infeksi antara sel CD4+T yang susceptible dan yang terinfeksi adalah nonlinier dan respon imun CTL bergantung pada waktu tunda. Model ini berbentuk persamaan diferensial tundaan. Untuk menganalisa kestabilannya digunakan pendekatan ruang kompleks dan teorema dari Forde, JE (2005). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sifat-sifat atau perilaku dinamik khususnya kestabilan dari model infeksi virus HTLV-I pada sel CD4+T dengan laju infeksi nonlinier dan respon imun yang tertunda sehingga dapat digunakan sebagai pedoman dalam pengembangan terapi obat antiviral.

PEMBAHASAN

Model Infeksi Virus HTLV-I

Pada bagian ini akan dibahas model infeksi virus HTLV-I pada sel CD4+T. Model matematika diambil dari penelitian Y.Li M (2012) dengan memodifikasi laju infeksi pada sel CD4+T. Model infeksi virus ini terdiri dari tiga variabel yaitu populasi sel CD4+T yang sehat, populasi sel CD4+T yang terinfeksi virus HTLV-I dan populasi sel CTL yang masing-masing dinotasikan dengan ( ), ( ) dan ( ).

dengan dan masing-masing adalah laju produksi sel CD4+T dan sel CTL. Parameter , dan masing-masing merepresentasikan laju kematian alami pada sel CD4+T yang sehat, sel CD4+T yang terinfeksi dan sel CTL. adalah laju kontak antara sel CD4+T yang sehat dan yang terinfeksi dan adalah laju kematian yang diakibatkan oleh sel CTL pada sel CD4+T yang terinfeksi. Pada penelitian Y.Li M (2012) laju infeksi antara sel CD4+T yang susceptible dan yang terinfeksi adalah bilinier yaitu ( ) ( ).

Sedangkan pada penelitian ini diasumsikan

laju infeksi antara sel CD4+T yang susceptible dan yang terinfeksi adalah non linier yaitu ( ) ( )

( ) dengan merepresentasikan faktor tindakan yang dilakukan terhadap sel CD4+T yang terinfeksi. Diasumsikan semua parameter , , , , , , dan adalah konstanta positip.

Syarat awal dari (1) didefinisikan di ruang Banach berikut ini:

dengan dan adalah ruang Banach fungsi kontinu dari interval ke . Kemudian norma dari didefinisikan sebagai

untuk setiap .

 

 

   

 

t y t y t x t x d t x     1 1 

 

   

 

t d y

 

t y

   

t z t y t y t x t y     2 1 

 

t y

t

 

z t

d z

 

t z 3

1,2,3

 

 

 

 

 

 

 

,0, 3 : 1 , 2 , 3 , ,0

0         z y x R C C

, , : 0, 0, 0

3 0      x y z x y z R

3

0 , 0 , R C

,0

3 0  R sup0

 

C

(1)

(3)

Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012

M-243

Teorema 1.1

Solusi dari (1) terbatas dan berada di dalam domain .

dengan dan .

Bukti:

Dari persamaan pertama pada (1) yaitu ̇ ( ) = − ( ) − ( ) ( )( ) maka diperoleh

sehingga dan . Selanjutnya dengan

menambahkan persamaan pertama dan kedua pada (1) yaitu

maka diperoleh dengan

sehingga dan . Jika seluruh

persamaan pada (1) dijumlahkan maka didapat

dengan

sehingga dan untuk maka

diperoleh .

Sistem persamaan (1) memiliki sebuah titik setimbang bebas penyakit yaitu , 0,0 dan dua buah titik setimbang endemik yaitu ( ̅, , 0) dan ( ∗,,) dengan

, ,

, , ,

Titik setimbang , 0,0 merepresentasikan suatu kondisi dimana semua populasi sel CD4+T adalah sehat atau tidak ada sel CD4+T yang terinfeksi ( = 0) sehingga tidak menyebabkan adanya pertumbuhan sel CTL ( = 0). Titik setimbang ( ̅, , 0) merepresentasikan suatu keadaan dimana terdapat populasi sel CD4+T yang terinfeksi ( ≠ 0) namun sel CTL belum sempat diproduksi ( = 0). Sedangkan titik setimbang ( ∗,,) merepresentasikan suatu keadaan semua populasi sel CD4+T yang sehat, sel CD4+T yang terinfeksi dan sel CTL ada di dalam sistem.

Dari uraian tersebut di atas dapat dinyatakan bahwa:

1. Jika ≤ 1 maka terdapat satu titik setimbang yaitu , 0,0 . 2. Jika ≤ 1 < maka terdapat satu titik setimbang yaitu ( ̅, , 0). 3. Jika > 1 maka terdapat satu titik setimbang yaitu ( ∗, ∗, ∗).

Selanjutnya disebut sebagai Angka Reproduksi Dasar (Basic Reproduction Number) untuk infeksi virus yaitu angka yang menyebabkan terjadinya infeksi dalam populasi. Sedangkan disebut sebagai Angka Reproduksi Dasar (Basic Reproduction Number) untuk respon CTL yaitu angka yang menyebabkan terjadinya respon CTL.

Kestabilan Lokal

Sistem persamaan (1) merupakan sistem persamaan diferensial tundaan nonlinier sehingga untuk menganalisa kestabilan maka sistem (1) dilinierisasi dengan menggunakan deret Taylor di

                d z y x d y x d x R z y x ; ~ ; : , , 1 3 0

1, 2

min ~ d d d  d  min

d1,d2,d3

 

t d x

 

t x  1

 

1 1 d t Ce d t x  

 

1 sup lim d t x t   

 

t y

 

t d x

 

t d y

 

t y

   

t zt x    1  2  x

 

ty

 

t  d

x

 

ty

 

t

~  

1, 2

min ~ d d d 

 

 

d t Ce d t y t x ~ ~    

 

 

d t y t x t ~ sup lim   

 

 

 

 

 

 

                   t z t y t x d t z d t y d t x d t z t y t x   1 2 3 

1, 2, 3

min d d d d 

 

 

d t Ce d t z t y t x            t

 

 

d t z t y t x t       sup lim     1 2 d d x

       1 0 1 2 2 1 2 1 1 d R d d d d d d y 2 1 0 d d R

3 1 1 3 3 * d d d d d x     3 * d y 

1 1

2 * R d z

 3 1 1 3 2 1 d d d d d R    0 R 1 R

(4)

M-244

sekitar titik setimbang . Misalkan , maka didapat sistem yang linier yaitu

dengan adalah matriks Jacobian untuk parameter non delay dan adalah matriks Jacobian untuk parameter delay dan didapatkan:

(2)

(3)

Selanjutnya untuk menentukan kestabilan titik setimbang, maka akan dicari persamaan karakteristik dari sistem persamaan (1). Persamaan karakteristik diperoleh dari

dengan adalah matriks identitas berukuran 3x3.

Kestabilan pada Titik Setimbang , ,

Secara biologi, jika < 1 maka virus tidak akan menyebar. Hal ini dikarenakan suatu kondisi dimana tidak terdapat sel CD4+T yang terinfeksi sehingga mengakibatkan titik setimbang

, 0,0 stabil.

Teorema 1.2

Diketahui titik setimbang , 0,0 .

(i). Jika ≤ 1 maka , 0,0 stabil untuk setiap ≥ 0. (ii). Jika > 1 maka , 0,0 tidak stabil untuk setiap ≥ 0. Bukti:

Diketahui titik setimbang pada saat sel CD4+T belum terinfeksi adalah , 0,0 sehingga dari persamaan (2) dan persamaan (3) diperoleh matriks Jacobian yaitu

dan

dengan persamaan karakteristik

dan akar-akar karakteristiknya adalah:

x

*,

y

*,

z

*

uxx*;vyy*; wzz*

                                   t w t v t u J w v u J w v u 0    0 J J

 *,*,* 3 2 2 2 1 0 0 0 1 1 0 1 1 z y x d y z d y x y y y x y y d J                               *, *,* 0 0 0 0 0 0 0 z y x y z J            0 0 3     s e J J I s I3                        3 2 1 1 1 0 0 0 0 0 0 d d d d d J              0 0 0 0 0 0 0 0 0 J

2

3

0 1 1             d s d d s d s  0 1 1 d  s

(5)

Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012

M-245

Nilai eigen dapat bernilai positip atau negatip bergantung pada nilai . Jika maka bernilai positip sehingga titik setimbang tidak stabil untuk setiap . Sebaliknya jika

maka bernilai tak positip sehingga titik setimbang stabil untuk setiap . Jadi titik setimbang stabil jika dan hanya jika untuk setiap . Hal ini menginterpretasikan bahwa adanya waktu tunda tidak mempengaruhi kestabilan dari . Hal ini terjadi karena pada titik setimbang ini tidak terdapat populasi sel CTL yang membutuhkan waktu tunda dalam proses produksinya.

Kestabilan pada Titik Setimbang ( , , )

Dari teorema 1.2 yaitu jika maka , 0,0 menjadi tidak stabil dan pada saat yang sama kestabilan akan cenderung pada titik setimbang ( ̅, , 0). Selanjutnya < 1 merepresentasikan suatu keadaan dimana tidak terjadi respon CTL sehingga mengakibatkan titik setimbang ( ̅, , 0) stabil dalam domain Ω.

Teorema 1.3

Titik setimbang ( ̅, , 0) stabil untuk setiap ≥ 0 jika dan hanya jika ≤ 1 < . Bukti:

Diketahui titik setimbang endemik namun belum tidak ada respon CTL yaitu ( ̅, , 0) dengan dan sehingga dari persamaan (2) dan persamaan (3) diperoleh matriks Jacobian yaitu:

dan

dengan persamaan karakteristik

(4) Jika tidak ada waktu tunda ( = 0) maka persamaan (4) menjadi

Akar-akarnya adalah

(5) Dari persamaan (5) didapat bahwa jika maka bernilai negatip dan jika maka bernilai positip. Selanjutnya dua akar-akar karakteristik yang lainnya yaitu dan diberikan oleh persamaan berikut:

(6) dengan

1

1 2 0 2 1 2 2 1 2             d R d d d d d s   0 3 3  d  s 2 s R0 R0 1 s2 0 P 0 R0 1 2 s P0 0 0 P R0 1 0 0 P 1 0  R     1 2 d d x

       1 0 1 2 2 1 2 1 1 d R d d d d d d y

                             3 2 2 2 1 0 0 0 1 1 0 1 1 d y d y x y y y x y y d J            y J 0 0 0 0 0 0 0 0

1

1

1

1 1 2 0 2 2 1 2 1 2 2 3                                            d d y d y y d x s d d y y y x s e y d s s

1

1

1

1 1 2 0 2 2 1 2 1 2 2 3                                           d d y d y y d x s d d y y y x s y d s

1 1

1 1 3 3 1 3 1         R d d d d d y d s 1 1 R s1 R1 1 s1 2 s s3 0 2 1 2   As A s

(6)

M-246 dan

Selanjutnya dengan menggunakan aturan Routh-Hurwitz maka diperoleh:

dengan sehingga .

Karena memenuhi kriteria Routh-Hurwitz sehingga persamaan (6) memiliki akar-akar yang bertanda negatip pada bagian realnya. Oleh karena itu titik setimbang ( ̅, , 0) adalah stabil untuk = 0 jika dan hanya jika ≤ 1 < .

Selanjutnya untuk ≠ 0 persamaan karakteristiknya adalah

(7) Persamaan (7) ekivalen dengan

(8)

atau

(9)

Persamaan (9) telah diselesaikan dengan persamaan (6) yaitu jika maka persamaan (9) memiliki akar-akar yang bertanda negatip pada bagian realnya. Sedangkan pada persamaan (8) memiliki banyak akar-akar karakteristik. Telah dibahas bahwa untuk = 0 jika maka akar polinomial (8) adalah real negatip. Sedangkan untuk nilai yang bervariasi ( > 0) maka terjadi perubahan tanda bagian real pada akar karakteristik. Misalkan persamaan karakteristik (8) memiliki akar imajiner murni = ( > 0).

Untuk > 0, jika ( > 0) adalah akar dari persamaan (8) maka

Dengan memisahkan antara bagian real dan bagian imajiner maka diperoleh

(10)

(11)

Persamaan (10) dan (11) masing-masing dikuadratkan, kemudian dijumlahkan dan diperoleh

(12)

Jika atau ekivalen dengan maka persamaan (12) memiliki akar imajiner murni. Akibatnya, persamaan (8) memiliki akar real negatip untuk > 0 sehingga tidak terjadi perubahan tanda pada bagian realnya atau tidak terjadi bifurkasi. Dengan kata lain titik setimbang ( ̅, , 0) stabil untuk > 0 jika dan . Hal ini menginterpretasikan bahwa adanya waktu tunda juga tidak mempengaruhi kestabilan dari . Waktu tunda dibutuhkan untuk memproduksi sel CTL. Sedangkan pada titik setimbang , sel CTL tidak diproduksi walaupun terdapat sel CD4+T yang terinfeksi sehingga titik setimbang akan tetap stabil untuk setiap ≥ 0 jika ≤ 1 < .

2 1 2 1 1 1 y d d y y x A       

1 2 2 2 1 2 1 1 y d d d y y d x A      

0 1 1 2 1 1       y d y d d A

0 1 2 1 2     y y d d A

   1 0 1 1 d R d y R0 1

1

1

1

1 1 2 0 2 2 1 2 1 2 2 3                                            d d y d y y d x s d d y y y x s e y d s s 0 3     s e y d s

1

1

1

1 1 2 0 2 2 1 2 1 2 2                               d d y d y y d x s d d y y y x s 1 0  R 1 1 R 0 3     i e y d i

 

 

cos sin

0 3       d y i i

 

  cos 3 y d 

 

  ysin 0 2 2 2 3 2   d y 2 3 2 2 d y  0 2 3 2 2   d y

The image part

with relationship ID rId3198 was not found in the file.

1

1

R The image part with relationship ID rId3200 was not found in the f…

1 P 1 P Th e im ag

(7)

Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012

M-247

Kestabilan pada Titik Setimbang ( ∗,,)

Teorema 1.4 (Forde, JE, 2005)

Titik setimbang ( ∗, ∗,) stabil untuk = 0 dan menjadi tidak stabil untuk > jika dan hanya jika , dan semuanya tak positip dan

(

):

> 1

(

):

atau

,

dan

dengan

, dan

Bukti:

Diketahui titik setimbang endemik yaitu ( ∗, ∗, ∗) dengan , , sehingga dari persamaan (2) dan persamaan (3) diperoleh matriks Jacobian

dan .

Persamaan karakteristiknya diberikan oleh

(13)

dengan

Jika tidak ada waktu tunda ( = 0) maka persamaan (13) menjadi

(14)

Selanjutnya dengan menggunakan aturan Routh-Hurwitz maka diperoleh:

(15)

(16)

dengan sehingga pertidaksamaan (16) terpenuhi jika dan hanya jika > 1.

Kemudian dapat dibuktikan bahwa .

0  C C0 2 3 0   B A 4

2 3



2 3

9

2 0      AC A B C AB B 2 2 1 2 1 B 2A A A   BA22 B22 2A3A12B1B3 CA32 B32

3 1 1 3 3 * d d d d d x     3 * d y 

1 1

2 *  d R z

                              3 * * 2 2 * * * * 2 * * * * 1 0 0 0 1 1 0 1 1 d y z d y x y y y x y y d J            * * 0 0 0 0 0 0 0 y z J

2 2 3

0 1 3 2 2 1 3        s e B s B s B A s A s A s

* * 1 * 2 2 * * 3 1 1 1 y y d z d y x d A        

* * * * 2 * * 3 * * 1 2 1 2 * 1 * 3 1 * 3 3 2 2 * 3 * 2 1 1 1 1 1 y z y y d y y d y z d d d y d x d d z d d d y d x A                

* * * 3 * * 3 2 * 3 1 3 2 1 2 * 3 1 * 3 1 1 1 y z y d y y d d z d d d d d y d d x A           * 1 y B 

1 * * 2 * 2 * 2 * * * 2 1 1 d y y y d y y y x B        

* 2 * 2 2 1 * 2 * * * 1 3 1 1 y y d d d y y y x d B       

2

2 2

3 3

0 1 1 3        A B s A B s A B s

0 1 * 1 * * 2 1 1 1         y d y z d d B A

0 1 * * * 3 1 1 3 3 3       y z y d d d d B A

1 1

2 *  d R z

A1B1



A2B2

 

A3B3

0

(8)

M-248

(17) Dari pertidaksamaan (15), (16) dan (17), maka persamaan karakteristik (14) memenuhi kriteria Routh-Hurwitz jika dan hanya jika > 1. Jadi jika > 1 saat = 0, maka titik setimbang ( ∗,,) stabil. Hal ini terjadi karena saat = 0 semua akar-akar karakteristik (13) berada di sebelah kiri sumbu imajiner. Perubahan kestabilan hanya dapat terjadi saat akar-akar karakteristik (13) melewati sumbu imajiner dan selanjutnya berada di sebelah kanan sumbu imajiner. Misalkan persamaan (13) memiliki akar imajiner murni yaitu = .

Untuk > 0, jika ( > 0) adalah akar dari persamaan (13) maka

Dengan memisahkan antara bagian real dan bagian imajiner maka diperoleh

(18)

(19)

Persamaan (18) dan (19) masing-masing dikuadratkan, kemudian dijumlahkan dan diperoleh (20) Misalkan

, , dan

Maka persamaan (20) dapat ditulis sebagai berikut:

(21)

Jika ( > 0) adalah akar imajiner murni dari persamaan (13), maka persamaan (21) harus memiliki akar real positip .

Persamaan (21) adalah persamaan polinomial derajat tiga dan mempunyai akar-akar bilangan real

positif jika atau , dan . Dengan

demikian adalah akar imajiner murni dari persamaan (13). Dengan kata lain, terdapat nilai kritis ( ) sehingga persamaan (13) memiliki akar imajiner murni. Untuk > maka sebuah akar berada di sebelah kanan sumbu imajiner yang menyebabkan titik setimbang tidak stabil. Selanjutnya akan ditentukan nilai yang menyebabkan terjadinya perubahan kestabilan pada titik setimbang yaitu

;

Nilai yang terkecil merupakan suatu nilai yang menyebabkan perubahan kestabilan titik setimbang sehingga didapatkan

Jadi jika memenuhi ( ) – ( ) maka titik setimbang stabil untuk ∈ [0, ), pada saat = terjadi bifurkasi dan untuk > titik setimbang tidak stabil. Hal ini menginterpretasikan bahwa kestabilan sistem pada titik setimbang dipengaruhi oleh keberadaan waktu tunda. Artinya bahwa jumlah sel CTL pada waktu sekarang yang dipengaruhi jumlah CTL dan sel yang terinfeksi sebelum waktu satuan waktu dapat merubah sifat atau perilaku sistem.



 

y

d

y d y d

y z B A B A B A * 1 * 1 * 1 2 * 3 3 2 2 1 1 1 1         



*2 * 3 1 2 z d d y z d



2 1 2

1 *

0 2 * 2 1 2 1 2         d dd d d z y d d d d y

 

3  1

 

2  2

 

3

1

 

2  2

 

3

i 0 e B i B i B A i A i A i

1 2 2 3

cos

 

sin

 

0 3 2 2 1 3          i A iA A B iB B  i 

2 3

cos

 

2 sin

 

0 1 3 2 1      A A B B  B 

 



 

 2 3 sin 2 cos 1 2 3 B B B A     

2

2 2

32

0 2 3 2 3 1 1 3 2 2 2 2 4 2 2 1 2 1 6           A B A A B A A BB A B 2   2 2 1 2 1 B 2A A A   3 1 1 3 2 2 2 2 B 2A A 2BB A B    32 2 3 B A C  0 2 3    A B C 2  0  C C0 2 B3 0 A 4

B23AC



A2 3B

9CAB

2 0



k B B B A B A A B B arccos 2 1 2 2 2 2 3 2 1 2 3 2 3 3 1 3 2 1                   k0,1,2,...



                2 2 2 2 3 2 1 2 3 2 3 3 1 3 2 1 0 cos 1 B B B A B A A B B arc c

(9)

Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 2 Juni 2012

M-249

KESIMPULAN

Dari analisa yang dilakukan pada sistem model infeksi HTLV-I maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Model infeksi HTLV-I pada selCD4+T dengan laju infeksi non linier dan respon imun CTL yang tertunda memiliki tiga titik setimbang yaitu , 0,0 , ( ̅, , 0) dan ( ∗,,). 2. = dan = ( ) masing-masing adalah angka reproduksi dasar untuk

infeksi virus HTLV-I dan respon CTL. Jika ≤ 1 maka virus tidak menyebar sehingga hanya terdapat sebuah titik setimbang bebas penyakit yaitu , 0,0 . Jika > 1 maka virus mulai menginfeksi sel CD4+T yang sehat sehingga terdapat dua titik setimbang endemik yaitu ( ̅, , 0) dan ( ∗,,). Jika ≤ 1 maka sel CTL tidak diproduksi sehingga hanya terdapat satu titik setimbang endemik yaitu ( ̅, , 0). Jika > 1 maka sel CTL mulai diproduksi dan dapat mengembangkan responnya untuk melawan virus HTLV-I sehingga terdapat satu titik setimbang endemik yaitu ( ∗, ∗,).

3. Kestabilan sistem pada titik setimbang , 0,0 dan ( ̅, , 0) tidak dipengaruhi oleh waktu tunda sehingga kedua titik setimbang ini stabil untuk setiap ≥ 0. Hal ini dikarenakan waktu tunda hanya diperlukan untuk memproduksi sel CTL, sedangkan kedua titik setimbang ini merepresentasikan suatu keadaan dimana tidak terdapat sel CTL.

4. Adanya waktu tunda mempengaruhi kestabilan sistem pada titik setimbang ( ∗, ∗,) yaitu titik setimbang ( ∗, ∗,) stabil untuk ∈ [0, ) dan terjadi bifurkasi pada saat = . Sedangkan saat > titik setimbang ( ∗,,) menjadi tidak stabil dan terjadi osilasi periodik.

DAFTAR PUSTAKA

Cai L, Li X, Ghosh M. (2011), “Global Dynamics of A Mathematical Model for HTLV-I Infection of CD4+ T-Cells”, Journal of Applied Mathematical Modelling, 35. 3587-3595.

Enatsu Y, dkk. (2011), “Global Stability of SIRS Epidemic Models With A Class of Nonlinear Incidence Rates And Distributed Delays”, J.Acta Mathematica Scientia.

Forde JE. (2005), Delay Differential Equation Models in Mathematical Biology, Dissertation Ph.D, University of Michigan.

Kaddar A. (2009), “On The Dynamics of A Delayed SIR Epidemic Model With A Modified Saturated Incidence Rate”, Electronic Journal of Differential Equations. Vol. 2009. No. 133, pp. 1-7.

Katri P, Ruan S. (2004), “Dynamics of Human T-cell Lymphotropic Virus I (HTLV-I) Infection of CD4+ T-cells”, Biological Modelling, 327, 1009-1016.

Kumala, W. (1999), “Epidemiologi dan Penanganan Infeksi Human T-cell Leukemia”. Jurnal Kedokteran Trisakti, Mei-Agustus 1999, Vol.18, No.2.

Lang J, Y.Li M. (2011), “Stable and Transient Periodic Oscillations in A Mathematical Model for CTL Response to HTLV-I Infection”, J.Mathematical Biology.

Mylonas I, dkk. (2010). “HTLV Infection and Its Implication in Gynaecology And Obstetrics”, Arch Gynecol Obstet 282:493-501.

Y.Li M, Shu H. (2012), “Global Dynamics of Mathematical Model for HTLV-I Infection of CD4+T cells With Delayed CTL Response”, Nonlinear Analysis, 13. 1080-1092.

Wang KF. (2007), “Complex Dynamic Behavior in A Viral Model With Delayed Immune Response”, Physica D, 226. 197-208.

Wang Z., Xu R. (2012), “Stability and Hopf Bifurcation in A Viral Infection Model With Nonlinear Incidence Rate and Delayed Immune Response”, Communications in Nonlinear Science Numerical Simulation, 17. 964-978.

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Logo PT Telkom Indonesia Tbk digambarkan memiliki makna sederhana dan modern oleh perusahaan, yang seharusnya dapat membentuk pencitraan merek yang positif di kalangan anak

Bila Anda melakukan pemesanan di Amway2u, transaksi Anda akan dienkripsi dengan menggunakan teknologi enkripsi Secure Socket Layer (SSL). Enkripsi merangkai informasi yang

Pada hasil wawancara lebih lanjut dengan seorang guru wali kelas III SMP “X” Purwokerto lainnya diperoleh data bahwa para siswa yang tergolong underachiever di kelas III

Program percepatan swasembada daging sapi nasional 2010 diharapkan dapat memacu peningkatan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia agar setara dengan negara-negara lain

Pendidikan memiliki fungsi sebagai pendorong atau pengantar peserta didik dalam mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya, untuk menjadi manusia yang lebih baik.

2) Sebelum kejadian kandas LCT. Cipta Harapan XII telah bernavigasi dengan aman dan selamat dari Pelabuhan Ketapang sampai dengan alur luar di sekitar Buoy merah

keterlambatan terjadi pada minggu ke 7 pada yang disebabkan oleh bobot pekerjaan yang mengalami penurunan sehingga berpengaruh pada pekerjaan pembetonan dan

Dari hasil perhitungan menggunakan ‘slender body method’ untuk mengkaji komponen interferensi hambatan padalambung Catamaran, maka dapat disimpulkan bahwa koefisien