• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAHULUAN. peternakan dan perikanan. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENDAHULUAN. peternakan dan perikanan. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Secara umum, pengertian dari pertanian adalah suatu kegiatan manusia yang meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, holtikultura, peternakan dan perikanan. Sejarah Indonesia sejak masa kolonial sampai sekarang tidak dapat dipisahkan dari sektor pertanian dan perkebunan, karena sektor-sektor ini memiliki arti yang sangat penting dalam menentukan pembentukan berbagai realitas ekonomi dan sosial masyarakat di berbagai wilayah Indonesia. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di Indonesia adalah sebagai petani dan perkebunan, sehingga sektor - sektor ini sangat penting untuk dikembangkan di negara kita (Subianto, 2011).

Industri perkebunan mulai berkembang di Nusantara dalam bentuk usaha-usaha perkebunan berskala besar pada awal abad ke-19. Sejak awal itu hingga menjelang kemerdekaan Indonesia, para pelaku usaha dari Belanda, Inggris, Belgia, dan lain-lain, mulai membuka perkebunan-perkebunan karet, teh, kopi, tebu, kakao, kina dan beberapa jenis rempah, lengkap dengan fasilitas pengolahannya terutama di pulau Jawa dan Sumatera. Berkembangnya usaha perkebunan pada masa-masa itu telah mendorong terbukanya wilayah-wilayah baru yang terpencil, berkembangnya sarana dan prasana umum, serta kolonisasi. Sejalan dengan perkembangan waktu, perkebunan memodernisasi dirinya, dengan diterapkannya sistem manajemen yang lebih baik serta diaplikasikannya berbagai tekhnologi di bidang kultur teknis maupun pengolahan hasil

(2)

Perkebunan mempunyai fungsi ekonomi, yaitu peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat serta penguatan struktur ekonomi wilayah dan nasional; fungsi ekologi, yaitu peningkatan konservasi tanah dan air, penyerap karbon, penyedia oksigen, dan penyangga kawasan lindung; dan sosial budaya, yaitu sebagai perekat dan pemersatu bangsa (Junaidi, 2010).

Salah satu pendukung untuk mempercepat kemajuan dibidang pertanian yaitu sektor perkebunan yang diintegrasikan ke sektor pertanian. Oleh sebab itu PTPN (Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara) tidak lari dari makna pasal UUD 1945 dengan mencetuskan Tri Dharma perkebunan yaitu, pertama peningkatan produksi dan pemasaran dari berbagai jenis komoditi perkebunan, baik untuk kepentingan konsumsi dalam dan luar negeri maupun peningkatan ekspor non migas guna meningkatkan devisa Negara. Kedua, peningkatan kesempatan kerja dengan cara memperluas lapangan kerja dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya serta meningkatkan kesejahteraan petani dan karyawan pada khususnya. Ketiga, memelihara pelestarian sumber daya alam dan lingkungan, air dan kesuburan tanah menjamin eksistensi usaha (Ananda, 2010).

Hal yang paling penting dalam proses pemenuhan hak dasar rakyat adalah masalah kesejahteraan. Hak dasar yang diakui adalah terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih. Dalam UUD 1945 pasal 28b ayat 1 mengamanatkan bahwa : setiap orang mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan, dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi

(3)

meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia (Ananda, 2010).

PT. Perkebunan Nusantara II (Persero) merupakan Perusahaan Perkebunan Milik Negara (BUMN). Perusahaan ini mempunyai produktivitas yang tinggi dalam mengelola hasil-hasil perkebunan, hal ini sangat dipengaruhi oleh tingkat produktivitas kerja yang tinggi juga dari para karyawannya. Mustahil jika perusahaan ini dapat maju tanpa etos kerja yang tinggi dari para karyawannya. Targetan dan tujuan perusahaan dapat tercapai akibat kerja keras dari para karyawan dalam mencapai visi dan misi perusahaan. Oleh karena ujung tombak perusahaan ini adalah karyawan, maka penting sekali perusahaan memperhatikan kondisi karyawannya. Dalam hal ini kesejahteraan karyawan sangatlah dibutuhkan untuk menunjang efektifitas pekerjaan dan juga agar tercapainya target perusahaan.

Dalam penelitian Ananda (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan karyawan tetap di perkebunan adalah faktor gaji/penghasilan, bonus, lembur, insentif, beras dan minyak, layanan kesehatan, dan pendidikan. Berbeda halnya dengan karyawan tidak tetap (seperti karyawan outsourcing atau biasa disebut karyawan harian lepas), yang tidak mendapatkan bonus, lembur, insentif, beras, layanan kesehatan dan pendidikan dari perusahaan perkebunan. Yang mereka dapatkan hanya gaji/penghasilan yang diberikan berdasarkan prestasi kerja. Sehingga faktor-faktor tersebut tidak bisa digunakan untuk mengukur kesejahteraan karyawan outsourcing.

Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan menyatakan bahwa karyawan outsourcing (kontrak) adalah pekerja yang memiliki hubungan

(4)

kerja dengan pengusaha berdasarkan pada Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). Bila merujuk kepada aturan yang berlaku, jenis hubungan kerja PKWT hanya dapat diterapkan empat untuk jenis pekerjaan, yaitu pekerjaan yang sekali selesai, pekerjaan yang bersifat musiman, pekerjaan dari suatu usaha baru, produk baru atau kegiatan baru, serta pekerjaan yang sifatnya tidak teratur (pekerja lepas) (Budiadji, 2008).

Menurut penelitian terdahulu, dalam hal ini Ananda (2010), Iskandar (2010), Lenny (2003), dan Hasibuan B. (2008), faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan adalah jumlah tanggungan keluarga, pendapatan keluarga, umur, tabungan, beban hutang keluarga, dan lokasi tempat tinggal.

Dengan demikian, peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan karyawan outsourcing PT Perkebunan Nusantara II Unit Kebun Sawit Seberang.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, penulis merumuskan masalah yaitu sejauh mana tingkat kesejahteraan karyawan outsourcing di daerah penelitian?, bagaimana pengaruh jumlah tanggungan keluarga, penghasilan/gaji, umur, tabungan, beban hutang keluarga, dan lokasi tempat tinggal terhadap kesejahteraan karyawan outsourcing di daerah penelitian?, dan bagaimana status kemiskinan karyawan outsourcing di daerah penelitian menurut Profesor Sayogyo?

(5)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui sejauh mana tingkat kesejahteraan karyawan outsourcing di daerah penelitian; untuk mengetahui pengaruh jumlah tanggungan keluarga, penghasilan/gaji, umur, tabungan, beban hutang keluarga, dan lokasi tempat tinggal tehadap kesejahteraan karyawan outsourcing di daerah penelitian ; dan untuk mengetahui status kemiskinan karyawan outsourcing menurut Profesor Sayogyo.

Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pertanian di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, sebagai masukan bagi pihak PT. Perkebunan Nusantara II Unit Kebun Sawit Seberang untuk lebih dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan outsourcing, serta sebagai bahan informasi dalam bentuk penelitian kepada pihak-pihak yang membutuhkan informasi mengenai kesejahteraan karyawan outsourcing di perkebunan.

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan identifikasi masalah, maka yang menjadi hipotesis penelitian adalah, tingkat kesejahteraan karyawan outsourcing adalah rendah; jumlah tanggungan keluarga, penghasilan/gaji, umur, tabungan, beban hutang keluarga, dan lokasi tempat tinggal berpengaruh nyata terhadap kesejahteraan karyawan outsourcing; dan status kemiskinan karyawan outsourcing Profesor Sayogyo adalah miskin.

(6)

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN

KERANGKA PEMIKIRAN

Tinjauan Pustaka

Kesejahteraan kalau diartikan secara harfiah mengandung makna yang luas dan mencakup berbagi segi pandangan atau ukuran-ukuran tertentu tentang suatu hal yang menjadi ciri utama dari pengertian tersebut. Kesejahteraan bermula dari kata sejahtera yang berarti aman, sentosa dan makmur, selamat (terlepas dari segala macam gangguan, kesukaran) tak kurang satu apapun. Sedangkan kesejahteraan adalah keamanan atau keselamatan (kesenangan hidup); kemakmuran (Basri, 1995).

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kesejahteraan sosial dapat di artikan, kesejahteraan sosial adalah suatu kondisi atau keadaan sejahtera fisik, mental, maupun sosial, dan tidak hanya perbaikan-perbaikan penyakit-penyakit sosial tertentu saja. Kemudian pengertian tersebut disempurnakan, menjadi : suatu kegiatan yang terorganisasi dengan tujuan membantu penyesuaian timbal balik antara individu-individu dengan lingkungan sosial mereka. Tujuan ini dicapai secara seksama melalui teknik-teknik dan metode-metode dengan maksud agar supaya memungkinkan individu-individu, kelompok-kelompok, maupun komunitas-komunitas memenuhi kebutuhan-kebutuhan dan memecahkan masalah-masalah penyesuaian diri mereka terhadap perubahan pola-pola masyarakat, serta melalui tindakan kerja sama untuk memperbaiki kondisi-kondisi ekonomi dan sosial.

(7)

Berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 Tentang ketentuan-ketentuan Pokok kesejahteraan Sosial, kesejahteraan sosial ialah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial materiil maupun spirituil yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan kententraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga serta masyarakat dengan penunjang tinggi hak-hak asasi serta kewajiban manusia sesuai pancasila (Suharto, 2005).

Dunkam (1999) mengemukakan yang dimaksud kesejahteraan sosial adalah bagian kegiatan yang terorganisir dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan dari segi sosial melalui pembangunan dan bantuan kepada orang untuk memenuhi kebutuhan di dalam berbagai situasi seperti kehidupan keluarga dan anak, kesehatan, penyesuaian sosial, waktu senggang dan hubungan sosial (Ananda, 2010).

Jadi, dari pengertian kesejahteraan sosial diatas maka dapat disimpulkan bahwa kesejahteraan masyarakat adalah suatu cara dan penghidupan sosial materiil dan spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan, dan ketentraman lahir batin yang meningkat bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmani, rohani dan sosial bagi diri, keluarga dan masyarakat (Ananda, 2010).

Tenaga Kerja

Menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan

(8)

sesudah waktu kerja. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Karyawan

Karyawan/pegawai adalah seseorang pekerja tetap yang bekerja dibawah perintah orang lain dan mendapat kompensasi serta jaminan. Sedangkan buruh/kuli adalah seorang pekerja harian atau honorer yang bekerja dibawah perintah orang lain dan menerima balas jasa yang besarnya tertentu

(Hasibuan, 2000).

Ada 3 jenis perikatan kerja karyawan di perkebunan yaitu :

1. Perikatan permanen (kontrak tahunan, sistem dan beban kerja sama dengan SKU (Syarat Kerja Umum), hanya saja hari kerja dibatasi dibawah 20 hari), sistem kerja berdasarkan 1 HK (7 jam kerja) dan target kerja secara bersamaan ditentukan sepihak oleh perusahan, upah antara Rp 29.000,- s/d Rp 31.500 tanpa jaminan sosial.

2. Perikatan semi permanen (kontrak borongan, model kerja sopir-kernet yang kita sebut “paket hemat”, kepastian kerja tergantung pada fruktuasi panen, jam kerja ada yang ½ HK (4 jam), ada yang 1 HK (8 jam) tergantung pada fruktuasi panen tanpa jaminan sosial.

3. Outsourcing (buruh kontrak) baik resmi dan tidak resmi, kepastian kerja ukuranya ½ HK (4 jam kerja), kompensasi upah sekitar Rp 8.000 s/d 15.000,- tanpa jaminan sosial (Situmorang, 2011).

(9)

Karyawan Outsourcing

Outsourcing adalah penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain. Outsourcing diatur dalam UU 13/2003 dan Kepmenakertrans 220/MEN/X/2004 tentang syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain. Beberapa ketentuan pokok dalam outsourcing adalah penyelenggara outsourcing harus berbadan hukum, hak-hak normatif harus diberikan kepada karyawan outsourcing, bila hak-hak normatif tidak diberikan maka demi hukum karyawan outsourcing itu menjadi karyawan dari perusahaan pemberi pekerjaan. Karyawan outsourcing bisa merupakan karyawan tetap ataupun kontrak, hal itu bergantung kepada sifat pekerjaannya (apakah memenuhi syarat untuk kontrak) dan juga bergantung kepada kebijakan pengelola outsourcing itu (Budiadji, 2008).

Ir. R. Malau, Asisten Kepala Unit Kebun Sawit Seberang (2011) mengatakan, bahwa outsourcing di perkebunan berbeda dengan outsourcing di perusahaan pada umumnya. Outsourcing yang terjadi di perkebunan terdiri dari dua jenis, yang pertama yaitu tenaga kerja yang berasal dari masyarakat perkebunan, yang kedua, perusahaan menyerahkan tanggung jawab kepada pihak ketiga, yaitu CV atau pemborong untuk mencari orang yang digunakan sebagai tenaga lepas yang dahulu disebut Karyawan Harian Lepas (KHL).

Karyawan outsourcing dulunya bernama KHL,dan masyarakat di daerah perkebunan sampai sekarang masih menggunakan nama KHL untuk pekerjaannya. Alasan perubahan nama ini karena perusahaan memberatkan adanya peraturan Tenaga Kerja, dimana KHL yang merupakan buruh tidak tetap yang telah bekerja melewati 3 bulan harus diangkat menjadi karyawan tetap.

(10)

Sehingga dengan adanya peraturan tersebut, perusahaan mengganti nama menjadi karyawan outsourcing, karena sangat memberatkan pihak perusahaan perkebunan apabila harus mengangkat banyaknya KHL yang telah bekerja selama 3 tahun atau lebih sebagai karyawan tetap. Penggantian nama ini dimulai sejak awal tahun 2007. Besarnya pemberian upah kepada karyawan outsourcing dinilai berdasarkan prestasi kerja, dimana prestasi kerja ini berdasarkan pekerjaannya. Sistem kerja outsourcing adalah borongan. Contohnya, bagi karyawan outsourcing yang bertanggung jawab dalam membersihkan piringan pohon kelapa sawit, diberikan upah sesuai berapa banyak pohon atau berapa hektar yang telah dikerjakannya. Begitu juga dengan karyawan outsourcing lainnya.

Untuk memperjelas status karyawan outsourcing di perkebunan khususnya di PTPN II yaitu, karyawan outsourcing merupakan karyawan/buruh tidak tetap, yaitu buruh kontrak yang hanya bekerja dalam jangka waktu tertentu, dan hanya mendapatkan upah tanpa menerima bonus ataupun insentif seperti karyawan tetap. Mereka dibayar berdasarkan prestasi kerja.

Bagi karyawan tetap yang telah mendapatkan SKU (Syarat Kerja Umum) nasibnya sedikit lebih baik dibandingkan karyawan outsourcing. Ini karena karyawan tetap memperoleh pelayanan Jamsostek dan mendapatkan catu beras. Sedangkan karyawan outsourcing tidak mendapatkan proteksi apa-apa. Meskipun beban dan resiko kerjanya sama dengan buruh tetap. Upah karyawan outsourcing diberikan harian, Status legal karyawan outsourcing juga tidak menentu, karena sewaktu-waktu dapat saja dipecat dan tanpa ada kompensasi (Budiadji, 2008).

(11)

Kesejahteraan Karyawan

Hasibuan (2003) menyatakan bahwa pada hakekatnya konteks kesejahteraan sosial juga meliputi kesejahteraan karyawan, meskipun dalam hal ini pengertian kesejahteraan karyawan berbeda dari pengertian kesejahteraan sosial. Kesejahteraan karyawan adalah balas jasa pelengkap (material dan nonmaterial) yang ditentukan berdasarkan kebijaksanaan. Tujuannya adalah untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi fisik dan mental karyawan agar produktifitas kerjanya meningkat.

Menurut Suharto (2005) tujuan pemberian kesejahteraan karyawan antara lain sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan kesetiaan dan keterikatan karyawan pada perusahaan 2. Memberikan ketenangan dan pemenuhan kebutuhan bagi karyawan beserta

keluarganya

3. Memotivasi gairah kerja, disiplin, dan produktivitas kerja karyawan 4. Menurunkan tingkat absensi dan turnover karyawan

5. Menciptakan lingkungan dan suasana kerja yang baik serta nyaman 6. Membantu lancarnya pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan 7. Memelihara kesehatan dan meningkatkan kualitas kerja karyawan 8. Mengefektifkan pengadaaan karyawan

9. Membantu pelaksanaan program pemerintah dalam meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia

10. Mengurangi kecelakaan dan kerusakan peralatan perusahaan

(12)

Memberikan kesejahteraan karyawan misalnya dengan kenaikan upah kerja karyawan, memberikan santunan atau bahkan bantuan-bantuan sosial lainnya agar si karyawan dapat hidup dengan layak serta dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Agar beban tidak terlalu berat maka diberikan upah yang layak memenuhi kebutuhannya dan juga berupa santunan lainnya guna menunjang kesejahteraannya (Hasibuan B, 2008).

Perusahaan Perkebunan

Dalam Undang-undang No. 8 Tahun 2004 tentang perkebunan, yang dimaksud dengan perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkana kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat. Perusahaan perkebunan adalah pelaku usaha perkebunan warga negara Indonesia atau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia yang mengelola usaha perkebunan dengan skala tertentu. Skala tertentu adalah skala usaha perkebunan yang didasarkan pada luas lahan usaha, jenis tanaman, teknologi, tenaga kerja, modal, dan kapasitas pabrik yang diwajibkan memiliki izin usaha (Junaidi, 2010).

Perkebunan diselenggarakan dengan tujuan meningkatkan pendapatan masyarakat, meningkatkan penerimaan negara, meningkatkan devisa penerimaan negara, menyediakan lapangan kerja, meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing, memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam

(13)

negeri, dan mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan (Junaidi, 2010).

Salah satu hasil kekayaan alam yang diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan rakyat, dan meningkatkan pendapatan asli daerah adalah pembangunan dan perkembangan perkebunan. Lebih jauh lagi, perkebunan merupakan suatu andalan komoditas unggulan dalam menopang pembangunan perekonomian nasional Indonesia, baik dari sudut pandang pemasukan devisa Negara maupun dari sudut pandang peningkatan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, dengan cara membuka lapangan kerja yang sangat terbuka luas.

Komoditas perkebunan yang sangat mengalami perkembangan pesat, yakni perkebunan kelapa sawit, yang saat ini menggeser kedudukan perkebunan rakyat. Pergantian minat membuka perkebunan karet ke perkebunan sawit dilatarbelakangi suatu pertimbangan dari sektor perekonomian. Pengelolaan perkebunan karet, hasil panennya membutuhkan waktu yang panjang. Sementara perkebunan, kelapa sawit membutuhkan waktu yang pendek. Secara proporsional, pada umumnya sawit baru menghasilkan pada tahun ke-4, sehingga disebut TM (tanaman menghasilkan). Umur ekonomisnya mencapai 25 tahun dengan total produksi TBS (tandan buah segar) 553 ton atau rata-rata 24 ton TBS/Ha/tahun atau setara dengan 6 ton Crude Palm Oil (CPO) atau minyak sawit mentah/Ha/tahun (tendemannya 25%). Dengan harga TBS Rp. 600/Kg, nilainya Rp. 14,4 juta/Ha/tahun. Kalau dalam bentuk CPO, dengan harga Rp. 4.300/Kg, maka nilainya sekitar Rp. 28,5 juta/Ha/tahun. Selain itu pendapatan yang diperoleh dari mengelola dan memanfaatkan perkebunan sawit hasilnya lebih

(14)

banyak dibandingkan dengan mengelola dan memanfaatkan kebun karet. Dengan mengacu pada kondisi ini, pemerintah berusaha mendorong para pengusaha atau pemilik modal untuk menanamkan investasi modalnya di bidang kelapa sawit tersebut (Supriadi, 2010 : 544).

Kemiskinan

Prof. Sayogyo (IPB Bogor, 1971) mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan seseorang untuk memenuhi standar minimum kebutuhan dasar, khususnya beras.

BPS dan Departemen Sosial (2002) telah membuat definisi lengkap dari kemiskinan dan garis kemiskinan, yaitu kemiskinan merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold). Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per hari dan kebutuhan non makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya (Suharto, 2005).

SMERU dalam Suharto (2005 : 132) menunjukkan bahwa kemiskinan memiliki beberapa ciri :

1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan, sandang, dan papan).

2. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi).

(15)

3. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk pendidikan dan keluarga).

4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massal. 5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan keterbatasan sumber alam. 6. Ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.

7. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian yang berkesinambungan.

8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.

9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar, wanita korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok marjinal dan terpencil).

Penyebab Kemiskinan menurut Lubis (2006) dalam Iskandar dkk (2010) adalah :

1. Faktor alamiah, yaitu kondisi lingkungan yang miskin, ilmu pengetahuan yang tidak memadai, adanya bencana alam, dan lain-lain.

2. Faktor non-alamiah, yaitu kesalahan kebijakan ekonomi, korupsi, kondisi politik, dan kesalahan dalam mengelola sumber daya alam.

Landasan Teori

Hasil penelitian Ananda (2010) “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Karyawan DI PTPN IV Kebun Air Batu”, melalui alat uji regresi linier berganda, ada empat faktor yang berpengaruh nyata dan positif terhadap kesejahteraan karyawan, yaitu faktor gaji, bonus, insentif, dan layanan kesehatan.

(16)

Hasil penelitian Iskandar dkk (2010) “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Keluarga”, mengatakan bahwa kesejahteraan keluarga banyak dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi : pendapatan, pendidikan, pekerjaan, jumlah anggota keluarga, umur, kepemilikan aset, dan tabungan. Sedangkan faktor eksternal meliputi : kemudahan akses finansial pada lembaga keuangan, akses bantuan pemerintah, akses dalam kredit barang/peralatan, dan lokasi tempat tinggal. Berdasarkan 4 indikator digunakan untuk dibandingkan yaitu BKKBN; BPS; Pengeluaran Pangan; dan Persepsi Keluarga, maka faktor internal yang memberikan pengaruh positif pada kesejahteraan keluarga adalah pendapatan dan kepemilikan aset. Sedangkan faktor eksternal yang berpengaruh positif adalah tempat tinggal dan kredit uang/barang.

Dalam penelitian Lenny (2003) “Analisis Tingkat Upah dan Kesejahteraan Karyawan pada Beberapa Perusahaan Industri di Kota Medan” mengatakan bahwa tingkat kesejahteraan dinilai dalam konsep kemiskinan mutlak dimana garis kemiskinan merupakan pembatas antara keadaan miskin dan tidak miskin. Upah secara langsung sangat mempengaruhi tingkat kesejahteraan, yang dihitung berdasarkan tingkat upah yang disetarakan beras untuk menggambarkan taraf kehidupan karyawan menurut klasifikasi Prof. Sayogyo.

Penelitian Hasibuan B. (2008) “Upaya PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) di Kebun Marihat untuk Meningkatkan Kesejahteraan Karyawan”, mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan karyawan secara positif adalah upah yang dapat memenuhi kebutuhan papan, sandang, pangan dan fasilitas rumah tangga; penyediaan fasilitas penerangan; pemberian jaminan sosial; santunan sosial; fasilitas air bersih; dan kemampuan menyekolahkan anak.

(17)

Sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh negatif atau faktor penyebab tidak sejahtera seorang karyawan adalah tidak tersedia transportasi untuk karyawan rendahan, kecuali mandor afdeling; jaminan sosial tenaga kerja yang tidak memenuhi; pelayanan rumah sakit yang kurang baik; fasilitas peribadatan yang kurang memadai; penyedian fasilitas tempat olahraga yang kurang memadai; dan fasilitas MCK (mandi cuci kakus) yang kurang memadai.

Hal yang paling penting dalam proses pemenuhan hak dasar rakyat adalah masalah kesejahteraan. Hak dasar yang diakui adalah terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih. Dalam UUD 1945 pasal 28b ayat 1 mengamanatkan bahwa : setiap orang mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan, dan mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya demi kesejahteraan umat manusia.

Indikator kesejahteraan rakyat menurut BPS (2008) adalah : (1) kependudukan; (2) kesehatan dan gizi; (3) pendidikan; (4) ketenagakerjaan; (5) taraf dan pola konsumsi; (6) perumahan dan lingkungan; dan (7) sosial lainnya.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan adalah jumlah tanggungan keluarga, pendapatan keluarga, umur, tabungan, beban hutang keluarga, dan lokasi tempat tinggal. Perbedaan indikator kesejahteraan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan karyawan dapat dilihat di tabel 1.

(18)

Tabel 1. Perbedaan Indikator Kesejahteraan dengan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Karyawan

INDIKATOR KESEJAHTERAAN MENURUT BPS (2008) FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEJAHTERAAN KARYAWAN • Kependudukan

• Kesehatan dan Gizi • Pendidikan

• Ketenagakerjaan • Taraf Pola Konsumsi • Perumahan dan Lingkungan • Kegiatan Sosial

• Jumlah tanggungan keluarga • Penghasilan/gaji

• Umur • Tabungan

• Beban hutang keluarga

• Jarak rata-rata lokasi tempat tinggal dari pusat layanan pendidikan, kesehatan dan perdagangan terdekat

Pratiwi (2009) menyatakan, yang menjadi variabel independent dalam faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan karyawan antara lain :

1. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga adalah orang yang hidupnya ditanggung oleh kepala keluarga yang tinggal dalam satu rumah tangga, termasuk kepala rumah tangga itu sendiri. Karena semakin banyak jumlah tanggungan keluarga, maka kebutuhan keluarga dapat semakin tidak terpenuhi, maka semakin rendah tingkat kesejahteraan keluarga.

2. Penghasilan/gaji

Pada penjelasan pasal 88 UU No. 13/2003, yang dimaksud dengan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak adalah jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil pekerjaannya sehingga mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/ buruh dan keluarganya secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan, pendidikan, kesehatan, rekreasi, dan jaminan hari tua.

(19)

Pendapatan adalah jumlah uang yang dihasilkan rumah tangga selama satu bulan bekerja. Pendapatan dapat berupa bantuan dari orang yang tinggal bersama dalam satu rumah tangga. Cara pengukuran tinggi rendahnya tingkat pendapatan total keluarga ini berdasarkan jumlah kecukupan pemenuhan kebutuhan keluarga dalam sebulan, yaitu lebih besar dari satu juta ( > Rp. 1.000.000,-). Semakin tinggi pendapatan keluarga maka kebutuhan keluarga semakin terpenuhi, maka semakin tinggi juga tingkat kesejahteraan keluarga.

3. Umur

Menurut Elisabeth yang dikutip Nursalam (2003), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dari pengalaman dan kematangan jiwa. 4. Tabungan

Tabungan adalah menyimpan sebagian pendapatan seseorang yang tidak dibelanjakan sebagai cadangan yang dapat digunakan sewaktu-waktu bila diperlukan. Semakin tinggi pendapatan keluarga, kesempatan untuk menabung akan semakin besar. Dan akhirnya semakin tinggi tingkat kesejahteraan keluarga. 5. Beban Hutang Keluarga

Hutang Piutang adalah memberikan sesuatu yang menjadi hak milik pemberi pinjaman kepada peminjam dengan pengembalian di kemudian hari sesuai perjanjian dengan jumlah yang sama. Semakin banyak beban hutang keluarga, maka seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan keluarga melalui

(20)

pendapatan yang telah diterima. Oleh karena itu, semakin sedikit hutang seseorang, maka tingkat kesejahteraan seseorang akan semakin tinggi.

6. Jarak rata-rata lokasi tempat tinggal dari pusat layanan pendidikan, kesehatan dan perdagangan terdekat

Dalam pengertian sehari-hari, jarak merupakan estimasi jarak fisik dari dua buah posisi berdasarkan kriteria tertentu (misalnya jarak tempat tinggal dengan lokasi kerja). Semakin jauh jarak antara lokasi tempat tinggal seseorang dengan pusat layanan pendidikan, kesehatan dan perdangan terdekat, maka semakin rendah tingkat kesejahteraan. Karena kesempatan untuk mendapat pelayanan pendidikan, kesehatan, dan perdagangan jauh lebih kecil yang disebabkan oleh jarak.

Pelaksanaan pembangunan tidak semata-mata diarahkan hanya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi juga ditekankan pada peningkatan pemerataan pendapatan, yang pada gilirannya diharapkan dapat mengurangi kesenjangan pendapatan yang juga nantinya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam kaitannya dengan penanggulangan kemiskinan, pemerintah telah melaksanakan berbagai penanggulangan kemiskinan. Secara teoritis, semakin banyaknya program penanggulangan kemiskinan menjadikan jumlah kemiskinan dapat ditekan serendah mungkin. Sistem desentralisasi juga memungkinkan pelayanan kepada masyarakat miskin semakin cepat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sayangnya, dari sejumlah hasil penelitian tentang program-program pengentasan kemiskinan, ternyata hasilnya sama dengan sebelum digulirkan program pengentasan kemiskinan tersebut (Ananda, 2010).

(21)

Pada dasarnya konsep kemiskinan dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan. Kebutuhan dibatasi pada kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang hidup secara layak. Jika tingkat pendapatan tidak dapat mencapai kebutuhan minimum maka orang atau keluarga itu disebut miskin. Tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan miskin dan tidak miskin, ini sering disebut garis kemiskinan (poverty line), dan dikenal sebagai garis kemiskinan mutlak (absolute).

Ada pula yang disebut kemiskinan relatif, kemiskinan ini tidak ada garis kemiskinannya. Seseorang yang tinggal di kawasan elit, yang sebenarnya memiliki pendapatan sudah cukup mencapai kebutuhan minimum, tetapi pendapatannya masih jauh lebih rendah dari rata-rata pendapatan masyarakat sekitarnya. Orang atau keluarga tersebut merasakan dia masih miskin, karena kemiskinan relatif ini lebih banyak ditentukan oleh kondisi lingkungan

(Tarigan dan Lily, 2006).

Menurut Tarigan dan Lily (2006), garis kemiskinan ditentukan oleh kebutuhan minimum, kebutuhan minimum ini dipengaruhi oleh :

1. Adat/kebiasaan/selera 2. Tingkat pembangunan 3. Iklim/lingkungan/daerah 4. Umur/jenis kelamin/suku

5. Status sosial (Tarigan dan Lily, 2006).

Patokan atau garis kemiskinan yang digunakan untuk menentukan taraf hidup golongan masyarakat tertentu mendasarkan pada kriteria Sajogyo (1982),

(22)

yang pendekatannya memakai data pengeluaran rumah tangga. Besar pengeluaran rumah tangga ini disetarakan nilainya dalam bentuk ekuivalen beras perkapita sebagai indikator kemiskinan. Beliau membedakan tingkat ekuivalen konsumsi beras di daerah pedesaan dan perkotaan. Untuk daerah pedesaan, apabila seseorang hanya mengkonsumsi ekuivalen beras kurang dari 240 Kg/Kapita /Orang/Tahun, maka yang bersangkutan digolongkan sangat miskin, sedangkan untuk daerah perkotaan ditentukan sebesar ekuivalen beras 360 Kg/Kapita /Orang/Tahun.

Kerangka Pemikiran

Dalam setiap perusahaan, karyawan secara tidak langsung mempengaruhi peningkatan produksi. Maka dari itu perusahaan berhak untuk memberikan kompensasi yang sesuai, baik itu kompensasi langsung maupun tidak langsung kepada karyawannya. Kompensasi langsung yang berupa upah/gaji dan kompensasi tidak langsung berupa kesejahteraan karyawan.

Dalam aspek kesejahteraan sosial, dampak kehadiran perkebunan tidak mengalami perbaikan yang berarti. Padahal dalam berbagai kesempatan pemerintah sering mengatasnamakan perbaikan kesejahteraan, mengentaskan kemiskinan dan pengangguran untuk pengembangan dan perluasan perkebunan dengan cara mengundang investasi.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa kehidupan buruh, terutama karyawan outsourcing tidak mengalami kesejahteraan yang baik. Akses untuk mendapat kesehatan di lingkungan pekerjaan dan pelayanan kesehatan dari pemerintah juga tidak memadai. Aspek pendidikan bagi mereka dan anak-anak mereka juga cukup mahal jitka dibandingkan dengan besar upah mereka sebagai

(23)

buruh. Faktor lain yang juga ikut mempengaruhi kesejahteraan mereka adalah jumlah tanggungan, penghasilan/gaji, umur, tabungan, beban hutang keluarga, dan lokasi tempat tinggal.

Kemiskinan juga berpengaruh dalam peningkatan kesejahteraan. Oleh karena itu, peneliti juga merasa perlu untuk meneliti tingkat kemiskinan dilihat dari pengeluaran/konsumsi rumah tangga berdasarkan ukuran yang telah ditentukan.

PTPN II memiliki sejumlah karyawan, yang akan mempengaruhi produktivitas perusahaan tersebut. Maka perusahaan dalam hal ini seharusnya dapat memberikan kesejahteraan yang sesuai dengan pekerjaan karyawan baik itu karyawan tetap maupun tidak tetap (outsourcing). Tapi dalam kenyataan, karyawan outsourcing tidak mendapatkan kesejahteraan yang layak. Kesejahteraan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang apabila faktor-faktor tersebut dapat dipenuhi maka karyawan outsourcing termasuk dalam kategori tinggi tingkat kesejahteraannya. Tapi dengan mengetahui keadaan di lapangan, bahwa karyawan outsourcing hanya mendapatkan upah atau gaji tanpa bonus, insentif, ataupun jamsostek yang biasa diperoleh karyawan tetap, peneliti mempunyai dugaan bahwa tingkat kesejahteraan mereka rendah. Karena tidak semua faktor-faktor kesejahteraan dapat dipenuhi. Apabila tingkat kesejahteraan rendah, maka tingkat kemiskinan juga rendah, yaitu miskin.

(24)

Keterangan :

= menyatakan pengaruh

= menyatakan faktor yang mempengaruhi

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesejahteraan Karyawan Outsourcing PT. Perkebunan Nusantara II Unit Kebun Sawit Seberang

PTPN II Karyawan Outsourching Kesejahteraan rendah tinggi sedang Jumlah tanggungan keluarga Penghasilan/gaji umur tabungan beban hutang keluarga

lokasi tempat tinggal

Kemiskinan

Tidak miskin miskin

Gambar

Tabel 1. Perbedaan Indikator Kesejahteraan dengan Faktor-faktor yang  Mempengaruhi Kesejahteraan Karyawan
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Faktor-faktor yang Mempengaruhi  Tingkat Kesejahteraan Karyawan Outsourcing  PT

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya dengan kondisi kelarutan KMK tertinggi yang diperoleh pada penggunaan konsentrasi larutan NaOH, 50% (b/v) dan rasio kitosan terhadap monokloro asetat optimum

6. Nilai tambah yang diperoleh mahasiswa setelah melaksanakan PPL 1. Banyak hal positif yang didapat setelah melaksanakan PPL 1 ini. Praktikan memeroleh pengalaman secara

Dari pengambilan data yang telah dilakukan dapat ditemukan bahwa, siswa kelas V SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo sangat menyukai membaca utuk mengisi waktu luangnya, hal ini dapat

Penelitian ini fokus pacta perilaku konsumtif remaja di Surabaya terhadap barang dan jasa simbol perayaan Valentine's Day serta sikap remaja di Surabaya terhadap perayaan

akan ditinggal pacar ini yang mendorong mereka untuk melakukan.

Menyatakan bahwa Penelitian Skripsi ini adalah hasil pekerjaan saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan saya tidak berisi materi yang telah dipublikasikan atau ditulis oleh orang

Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak etanol, fraksi metanol, fraksi n-heksan, dan fraksi kloroform Bintang Laut Linckia laevigata terhadap bakteri Escherichia

Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melinatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan,