• Tidak ada hasil yang ditemukan

KECERDASAN EMOSIONAL, KOMPETENSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL. Andri Nurtantiono Abstract

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KECERDASAN EMOSIONAL, KOMPETENSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL. Andri Nurtantiono Abstract"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

Kecerdasan Emosional, Kompetensi Kepemimpinan Transformasional KECERDASAN EMOSIONAL,

KOMPETENSI KEPEMIMPINAN TRANSFORMASIONAL Andri Nurtantiono

annurtantiono@gmail.com Abstract

Transformational leadership is the ability of leaders to motivate followers to reach beyond what is normally done. Competence or ability to realize one's own feelings, aware of the feelings of others, distinguish between them, and use information to guide one's thinking and behavior is the competence of Emotional Intelligence (Emotional Quotient / Emotional Intelligence). Emotional Intelligence is Intrapersonal dimension, as an indicator of awareness and self-expression, interpersonal used to measure the social awareness and interpersonal relationships, Stress Management is used for Management and Control of Emotion, Adaptation is used as an indicator of the ability to Managing Change, and General Mood is used as an indicator of Motivation self.

Keywords: leadership, Transformational Leadership, Emotional Intelligence

I. Pendahuluan

Era globalisasi tentu saja membawa banyak perubahan-perubahan baik yang bersifat positif maupun negatif. Sisi positifnya adalah pada saat sekarang ini informasi/pengetahuan mudah diperoleh meskipun juga mengalami masa yang cepat, sedangkan sisi yang lain adalah bahwa permasalahan yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari semakin kompleks dan sekaligus tidak pasti. Perubahan yang demikian drastis seringkali menjadikan organisasi menghadapi permasalahan-permasalahan yang semakin kompleks yang tidak hanya menyangkut masalah finansial, namun seringkali juga sumber daya manusia. Perubahan yang demikian tidak hanya menuntut seorang manajer yang mempunyai

kepandaian intelektual yang tinggi, yang mampu menghitung seberapa banyak alokasi dana, berapa perkiraan keuntungan yang harus diperolehnya, dan perhitungan perkembangan perusahaan secara angka saja. Justru pada saat – saat dinamika perusahaan naik turun, diperlukan seseorang yang mampu menyeimbangkan kepentingan organisasi dengan tanpa meninggalkan sumber daya khususnya sumber daya manusia yang terlibat di dalamnya, atau dengan kata lain dibutuhkan suatu kepemimpinan yang tepat. Menurut Tanaka (1998) kepemimpinan memang menempati posisi sentral dalam manajemen.. Tugas seorang pemimpin memang berkaitan dengan kegiatan manajemen dan kepemimpinan. Melakukan kegiatan

(2)

Kecerdasan Emosional, Kompetensi Kepemimpinan Transformasional

Manajemen berarti mengerjakan segalanya secara benar, dan melakukan kegiatan kepemimpinan berarti mengerjakan hal-hal yang benar. Dalam melaksanakan kegiatan manajemen, seorang pemimpin dituntut untuk dapat memenuhi kedua persyaratan di atas secara menyeluruh. Seringkali para pemimpin menemui dilema dalam pengambilan keputusan karena hal benar yang dibenarkan secara manajemen dalam kesempatan yang lain, artinya dimensi waktu bisa menegatifkan pengambilan keputusan sebelumnya (Gunawan Samsu, 2009)

Untuk lebih mengantisipasi hal tersebut, maka dibutuhkan seorang pemimpin yang visioner dan efektif. Pemimpin Visioner berarti seorang pemimpin yang dalam bertindak, berpikir tidak hanya dalam era sekarang saja tetapi memandang jauh ke depan. Ia menetapkan tujuan perusahaan dalam visi dan misi, ia menetapkan kebijakan dengan melihat baik buruknya alternatif dan resiko atau akibat yang akan terjadi, sudah dipertimbangkan baik-baik. Setiap persoalan dipandang secara bijak diambil hikmahnya, jika baik diambil, jika buruk kemudian diperbaiki agar tetap mengarah dan fokus ke masa depan. Agustian, Ary Ginanjar (2008) seseorang yang visioner

adalah mereka yang memiliki tujuan jangka panjang. Mereka bekerja bukan untuk sesuatu yang bersifat fisik dan sementara, namun untuk kepentingan orang banyak. Menurut Gunawan Samsu (2008) ”Seorang visioner punya kearifan untuk bersinergi dengan visioner lainnya, dengan semangat saling memperkuat seperti layaknya ikatan sapu lidi. Seorang visoner juga harus punya kesabaran untuk merangkai tiap batang sapu lidi untuk menjadi ikatan yang kuat. Hal ini berarti bahwa seorang visioner haruslah seorang yang peduli dan empati dengan orang lain khususnya anak buah atau anggota-anggotanya”. Sedangkan pemimpin efektif adalah seorang pemimpin yang mampu memimpin dengan segala ucapan, perbuatan dan sikap atau perilaku hidup yang mendorong dan mengantarkan bawahan pada tujuan yang hendak dicapai (Riyadiningsih dan Ratna, 2007). Riyadiningsih dan Ratna (2007) menyatakan bahwa kepemimpinan yang efektif akan sangat berpengaruh terhadap kinerja bawahan dalam suatu organisasi. Hal ini mengindikasikan bahwa bawahan akan memiliki kinerja tinggi jika kepemimpinannya efektif. Kinerja bawahan tinggi dengan sendirinya akan berimbas pada kinerja organisasi yang tinggi pula.

II. Pembahasan

Pemimpin Efektif dan Transformasional Ukuran yang paling banyak digunakan untuk mengukur efektivitas pemimpin adalah seberapa jauh unit organisasi pemimpin tersebut berhasil menunaikan tugas pencapaian

sasarannya (Yukl, 2006). Contoh ukuran kinerja yang obyektif mengenai pencapaian kinerja atau sasaran adalah keuntungan, margin keuntungan, peningkatan penjualan, pangsa pasar, penjualan dibanding

(3)

Kecerdasan Emosional, Kompetensi Kepemimpinan Transformasional

target penjualan, pengembalian atas investasi, produktivitas, biaya per unit keluaran, biaya yang berkaitan dengan anggaran pengeluaran dan seterusnya. Sedangkan ukuran subyektifnya adalah tingkat efektivitas yang dihasilkan oleh pemimpin tertinggi, para pekerja atau bawahan.

Sikap para pengikut terhadap pemimpin adalah indikator umum lainnya dari pemimpin yang efektif (Yukl, 2006). Seberapa baik pemimpin tersebut memenuhi kebutuhan dan harapan pengikutnya ? Apakah para pengikut menyukai, menghormati dan mengagumi pemimpinnya ? Apakah pengikut benar-benar mau mengerjakan keinginan pemimpinnya ? Indikator berikutnya adalah berdasar kontribusi pemimpin pada kualitas proses kelompok yang dirasakan oleh para pengikut. Apakah pemimpin mampu meningkatkan kohesivitas anggota kelompok, kerjasama anggota, motivasi anggota, penyelesaian masalah, pengambilan keputusan dan mendamaikan konflik antar anggota ? Apakah pemimpin berkontribusi terhadap efisiensi pembagian peran, pengorganisasian aktivitas, pengakumulasian sumber-sumber dan kesiapan kelompok untuk menghadapi perubahan atau krisis ? Apakah pemimpin dapat memperbaiki kualitas kehidupan kerja, membangun rasa percaya diri pengikutnya, meningkatkan ketrampilan mereka dan berkontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan psikologis para pengikutnya ?

Dalam kebanyakan konteks organisasi, kepemimpinan

transformasional dianggap sebagai gaya kepemimpinan yang lebih efektif dibandingkan dengan transaksional dan secara konsisten ditemukan meningkatkan kinerja organisasi yang lebih besar (Lowe dan Kroeck, 1996). Kepemimpinan transformasional secara tradisional didefinisikan sebagai perwujudan komponen-komponen karisma, stimulasi intelektual, dan pertimbangan individual (Avolio et al., 1999). Dimensi karisma terkait dengan pemimpin yang menanamkan kebanggaan, iman, dan rasa hormat pada bawahan dan yang menetapkan visi dan misi untuk sebuah tim melalui keterampilan komunikasi yang baik. Stimulasi Intelektual ciri seorang pemimpin yang meningkatkan kecerdasan, rasionalitas, kehati-hatian dalam pemecahan masalah, dan yang mendorong bawahan untuk melakukan inovatif dalam menyelesaikan suatu masalah. Seorang pemimpin yang memberikan perhatian pribadi kepada bawahan, memperlakukan setiap karyawan sebagai seorang individu, dan mengambil minat dalam jangka panjang pengembangan kepribadian setiap karyawan merupakan komponen kepemimpinan transformasional Kepemimpinan Transformasional (Sivanathan, Niroshaan dan G.Chinthia F, 2002) adalah kemampuan pemimpin untuk memotivasi pengikutnya untuk mencapai melebihi apa yang mulanya dianggap mungkin. Bass (1985) mengusulkan empat faktor karakteristik kepemimpinan transformasional yang sering disebut sebagai ”Four I’s :

(4)

Kecerdasan Emosional, Kompetensi Kepemimpinan Transformasional

1 . Pengaruh ideal/Idealized Influence yakni pengikut mengidealkan dan meniru perilaku pemimpin terpercaya mereka;

2 Inspirasional motivasi/Inspirational Motivation yaitu pengikut termotivasi oleh pencapaian tujuan yang sama;

3. Stimulasi intelektual/Intellectual Stimulation yakni pengikut didorong untuk melepaskan diri dari cara berpikir lama dan didorong untuk mempertanyakan nilai-nilai, keyakinan dan harapan mereka; dan

4. Pertimbangan

individual/Individualized

Consideartion yaitu kebutuhan pengikut yang ditujukan baik secara individu dan tujuan keadilan (Bass dan Avolio, 1997).

Kepemimpinan

transformasional secara konsisten menunjukkan efek menguntungkan pada berbagai hasil individu dan organisasi (Bass, 1998). Sebagai contoh, Barling et al. (1996) menemukan bahwa komitmen organisasi bawahan berkorelasi positif dengan perilaku kepemimpinan transformasional supervisor mereka. Kelloway dan Barling (1993) juga telah menunjukkan prediksi kuat kesetiaan seseorang kepada organisasinya

adalah sejauh mana dipraktikkan kepemimpinan transformasi. Selain itu, hubungan yang positif juga telah ditemukan antara kepemimpinan transformasional dan motivasi bawahan (Masi dan Cooke, 2000). Beberapa penelitian yang lain menunjukkan bukti-bahwa kepemimpinan transformasional secara positif berhubungan dengan kinerja bisnis intinya (Barling et al., 1996; Howell dan Avolio, 1993). Menurut Bass (1998) kepemimpinan transformasi adalah berhubungan secara positif dengan efektivitas pemimpin (Bass, 1998).

Karena hasil organisasi positif berhubungan dengan kepemimpinan transformasi, para peneliti mengeksplorasi faktor-faktor yang memprediksi perilaku kepemimpinan transformasional (Rost, 1991). Faktor yang banyak dinyatakan adalah kecerdasan emosional (Sosik dan Megerian, 1999; Barling et al., 2000) Avolio mengemukakan bahwa para pemimpin yang efektif adalah orang-orang yang mempunyai gaya kepemimpinan transformasional daripada gaya kepemimpinan transaksional (1995). Kepemimpinan Transformasional lebih berdasarkan emosi dibandingkan dengan kepemimpinan transaksional dan melibatkan tingkat emosional tinggi (Yammarino dan Dubinsky, 1994). Kompetensi Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient)

Kompetensi didefinisikan sebagai kapabilitas atau kemampuan (Boyatzis,2008) dan kompetensi Kecerdasan Emosional (EQ) merujuk pada kemampuan seseorang untuk menyadari perasaan sendiri, sadar akan perasaan orang lain, membedakan

diantara keduanya, dan menggunakan informasi untuk membimbing seseorang berpikir dan perilaku. Definisi ini terdiri dari tiga kategori kemampuan: evaluasi dan ekspresi emosi, regulasi emosi dan menggunakan emosi dalam pengambilan keputusan. Goleman

(5)

Kecerdasan Emosional, Kompetensi Kepemimpinan Transformasional

(Polychroniou, PV, 2009) memberikan definisi yang sama: "kemampuan untuk mengatur perasaan kita sendiri dan orang-orang lain, untuk memotivasi diri kita sendiri, dan untuk mengelola emosi dengan baik dalam diri kita sendiri dan dalam berhubungan orang lain "Bar-On (Stein, SJ. Et al, 2009) menyatakan bahwa orang dengan tingkat emosional lebih tinggi memiliki kemampuan untuk menangani situasi yang menekan tanpa kehilangan kontrol dan dapat mempertahankan ketenangannya ketika berhubungan dengan orang lain bahkan ketika intens mengalami emosi. Sosik dan Megerian (Stein, SJ. Et al, 2009) menyatakan bahwa orang yang cerdas secara emosional merasa lebih aman dalam kemampuan mereka untuk mengontrol dan pengaruh peristiwa kehidupan dan, sebagai hasilnya, individu memberikan fokus pada orang lain serta merangsang intelektual dan memotivasi pengikutnya.

Stein dan Book (2000) berpendapat bahwa para pemimpin dengan kecerdasan emosional yang lebih besar akan menjadi pemimpin yang efektif. Barling dari suatu studi menemukan bahwa para manajer di pabrik yang kecerdasan emosionalnya ditingkatkan (diperhatikan dan dijaga) menunjukkan pengaruh yang lebih besar pada faktor pengaruh ideal , inspirasional motivasi dan pertimbangan individual (Barling et al., 2000). Menurut Goleman (2000) kecerdasan emosi berperan dua kali lipat bahkan lebih dalam menentukan kesuksesan seseorang di tempat kerja. Bahkan jika

dikombinasikan dengan kecerdasan spiritual (ESQ) mampu menjadi benteng dalam pelaksanaan tanggungjawab atas pekerjaaannya (Hidayat, Riskin, 2008)

Kepedulian dan sikap berempati terhadap bawahan atau pengikutnya merupakan salah satu indikator adanya kecerdasan emosional pada orang tersebut. Semenjak ditemukannya konsep EQ (Kecerdasan Emosi) oleh Daniel Goleman, peduli dan empati menjadi sesuatu yang teramat penting. Masyarakat barat yang cenderung individualis seakan tersadarkan akan pentingnya nilai-nilai yang selama ini dianggap kurang penting terhadap kesuksesan seseorang. Peduli berarti mampu untuk memahami kebutuhan orang lain, merasakan persaannya serta menempatkan diri dalam posisi orang lain. Seseorang yang memiliki kepedulian tinggi adalah orang yang peka, yang bukan saja perhatian pada dirinya sendiri (self-centered), melainkan juga tertuju kepada orang lain (extra centered sensitivity) sehingga mudah merasa iba pada orang lain. Kepedulian membuat orang melihat keluar dari dirinya dan menyelami perasaan dan kebutuhan orang lain, lalu menanggapi dan melakukan perbuatan yang diperlukan untuk orang-orang disekelilingnya (ESQ Nebula, 2009).

Ada dua jenis cara pandang, pertama melalui cermin dan kedua melalui kaca jendela. Seseorang yang self centered memandang hanya melalui kaca cermin sehingga yang ia lihat hanya dirinya sendiri. Sedangkan seorang extracetered memandang melalui kaca jendela, yang dilihat bukanlah dirinya sendiri,

(6)

Kecerdasan Emosional, Kompetensi Kepemimpinan Transformasional

melainkan orang lain dan kebutuhannya. Orang yang perhatiannya tertuju kepada orang lain akan bersikap :

1). Lebih sadar akan kepentingan dan kebutuhan orang lain

2) Perhatiannya terhadap kepentingan diri sendiri berkurang.

3) Bertambah kesadarannya bahwa setiap orang memiliki keunikan sendiri-sendiri.

4) Bertambah keinginan untuk memberikan bantuan dan pertolongan bagi orang lain 5) Berkurangnya rasa kesedihan,

karena melihat bahwa orang lain banyak yang kurang beruntung.

Empati yang secara umum dikenal sebagai kebijakan universal, sangat berkaitan dengan kebajikan lainnya seperti cinta, toleransi, kebaikan, kepedulian, penerimaan dan lain-lain. Daniel Goleman menganggap empati sebagai komponen besar dalam kecerdasan emosi sebab empati memungkinkan seseorang memahami dan memprediksi emosi dan kebutuhan orang lain. Pengetahuan tersebut dapat membantu kita untuk mempengaruhi orang lain. Empati dapat menjadi kunci menaikkan intensitas dan kedalaman hubungan

dengan orang lain (Connecting with). Menurut Daniel Goleman (ESQ Nebula, 2009), meningkatkan empati dapat melalui beberapa cara yaitu : 1. Understanding Others yaitu

cepat menangkap isi perasaan dan pikiran orang lain.

2. Service orientation yaitu memberikan pelayanan yang dibutuhkan orang lain, bukan mengambil apalagi memanipulasi 3. Developing Others yaitu

memberikan masukan-masukan positip atau membangun orang lain

4. Leveraging Others yaitu mengambil manfaat dari perbedaan, bukan menciptakan konflik dari perbedaan, dan 5. Political Awareness yaitu

memahami aturan main yang tertulis atau yang tidak tertulis dalam hubungannya dengan orang lain

Sikap peduli dan empati dapat meningkatkan emosi positip, dimana emosi positip akan mendorong orang untuk bereaksi positip juga.Dengan demikian jika pemimpin menginginkan ada respon yang baik dan motivasi untuk bekerja menjadi lebih baik adalah dengan menumbuhkan sikap peduli dan empati .

Pengukuran Kecerdasan Emosional Selain kepedulian dan empati, ada beberapa dimensi ketrampilan yang lain yang ada dalam kecerdasan emosional. Dimensi ketrampilan tersebut meliputi

Intrapersonal sebagai indikator

Kesadaran-diri dan ekspresi diri,

Interpersonal digunakan untuk

mengukur Kesadaran sosial dan

hubungan interpersonal , Manajemen Stress digunakan untuk

Manajemen dan Pengendalian Emosi, Adaptation digunakan sebagai indikator kemampuan untuk Mengelola Perubahan,dan General

Mood digunakan sebagai indikator

Motivasi diri. Pengukuran dimensi ketrampilan dan indikator

(7)

Kecerdasan Emosional, Kompetensi Kepemimpinan Transformasional

kecerdasan emosional dapat dilakukan dengan menggunakan Emosional Quotient Inventory (EQ-i). Menurut Bar-On (Stein, SJ. Et al, 2009) model EQ-i melibatkan daftar kemampuan dan ketrampilan pribadi, emosional, dan sosial. Skor yang lebih tinggi pada hasil EQ-i ini mengimplikasikan ketrampilan Emotional Intelligence yang kuat dan lebih positif memprediksikan sebagai efektif dalam memenuhi tuntutan dan tantangan. Sebaliknya, skor EQ-i yang lebih rendah menunjukkan keterampilan EI yang buruk dan mengurangi kemampuan untuk menjadi efektif dalam memenuhi tuntutan dan tantangan .

Keandalan dari EQ-i telah diselidiki oleh sejumlah peneliti seperti Matthews, Newsome, Petrides dan Furnham (Stein, SJ. Et al, 2009) dengan konsensus temuan mengungkapkan bahwa instrumen

ini dapat diandalkan, konsisten, dan stabil. Bar-On melaporkan bahwa Reliabilitas konsistensi internal EQ-i secara keseluruhan adalah 0,76 dan Keandalan tes-tes ulang 0,85 setelah satu bulan dan 0,75 setelah empat bulan (Stein, SJ. Et al, 2009).

Slaski dan Cartwright (Stein, SJ. Et al, 2009) menemukan bahwa hasil metode pengukuran EQ-i secara signifikan berkorelasi dengan semangat (0,55), stres (0,41), kesehatan umum (0,50), dan peringkat kinerja Supervisor (0.22) dalam penelitian mereka terhadap manajer retail. Studi lain pada manajer Inggris, Slaski dan Cartwright menemukan bahwa pelatihan dalam kecerdasan emosional menghasilkan peningkatan skor EQ-i dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.

Tabel I. Karakteristik Ketrampilan dan Arah Pengukuran Kecerdasan emotional (Emotional Intelligence)

Karakteristik Ketrampilan Arah Pengukuran Intrapersonal

1. Anggapan Diri (Self Regard) 2. Kesadaran Emosi Diri (Emotional Self Awareness 3. Ketegasan (Assertiveness)

4. Kemandirian (independence) 5. Aktualisasi diri (Self Actualization)

Kesadaran-diri dan ekspresi diri: 1. Kemampuan Memahami, mengerti dan menerima diri sendiri

2. Kemampuan mengetahui dan memahami emosi seseorang 3. Kemampuan mengekspresikan emosi seseorang dan diri sendiri 4. Menjadi mandiri dan bebas dari ketergantungan emosional pada orang lain

5. Berusaha untuk mencapai tujuan pribadi dan mengaktualisasikan potensi seseorang

Interpersonal 1. Empati (Empaty)

2. Tanggung jawab sosial

Kesadaran sosial dan hubungan interpersonal:

1. Kemampuan mengetahui dan memahami bagaimana orang lain merasa

(8)

Kecerdasan Emosional, Kompetensi Kepemimpinan Transformasional

(Social Responsibility)

3. Hubungan interpersonal yang saling memuaskan (Interpersonal

Relationship)

2. Kemampuan mengidentifikasi

dengan salah satu kelompok sosial dan bekerjasama dengan orang lain

3. Kemampuan membangun hubungan dan berhubungan baik dengan yang lain

Stress Management

1. Toleransi Stres (Stress Tolerance)

2. Pengendalian Rangsangan (Impulse Control)

Manajemen dan Pengendalian Emosi

1.Kemampuan mengelola emosi 2.Kemampuanmengendalikan emosi

Adaptability

1. Uji Realitas (Reality Testing)

2. Fleksibilitas (Flexibility)

3. Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Mengelola Perubahan:

1.Kemampuan seseorang untuk merasakan dan berpikir obyektif dengan kenyataan eksternal 2.Kemampuan beradaptasi dan menyesuaikan perasaan seseorang dan berpikir untuk situasi baru

3.Kemampuan memecahkan masalah secara efektif memecahkan masalah alamiah personal dan interpersonal

General Mood

1. Optimis (Optimism)

2. Kebahagiaan (Happiness)

Motivasi Diri:

1.Menjadi positif dan melihat sisi terang kehidupan

2.Merasa puas dengan diri sendiri dan kehidupan pada umumnya

Sumber : Stein, SJ. et al, 2009

III. Kesimpulan

Perubahan-perubahan dalam era globalisasi yang semakin kompleks membutuhkan seorang pemimpin yang visioner dan efektif. Visioner ditunjukkan dengan kepedulian dan empatinya seorang pemimpin, sedangkan pemimpin yang efektif terlaksana jika seorang pemimpin mampu memimpin dengan segala ucapan, perbuatan dan sikap atau perilaku hidup yang mendorong dan mengantarkan bawahan pada tujuan yang hendak dicapai.

Seorang pemimpin yang mampu memberikan perhatian pribadi pada bawahan, memperlakukan setiap karyawan sebagai individu yang unik, dan melakukan pengembangan kepribadian terhadap setiap karyawan merupakan komponen kepemimpinan transformasional. Perilaku yang ditunjukkan dalam kepemimpinan transformasional adalah cerdas secara emosional, dimana dimensi Emotional

(9)

Kecerdasan Emosional, Kompetensi Kepemimpinan Transformasional

Intelligence adalah Intrapersonal, sebagai indikator Kesadaran-diri dan ekspresi diri, Interpersonal digunakan untuk mengukur Kesadaran sosial dan hubungan interpersonal , Manajemen Stress digunakan untuk Manajemen dan

Pengendalian Emosi, Adaptation digunakan sebagai indikator kemampuan untuk Mengelola Perubahan, dan General Mood digunakan sebagai indikator Motivasi diri.

Daftar Referensi :

1. Avolio, B.J., Bass, B.M. and Jung, D.I.,1999, “Re-examining the components

of transformationaland transactional leadership using the multi-factor leadership questionnaire”, Journal of Occupational and Organizational Psychology, Vol. 72, pp. 441-462.

2. Agustian, Ary Ginanjar, 2008, Visioner, ESQ Magazine, No. 9/Thn IV/Agustus 2008, PT.Arga Tilanta

3. Barling,J ,Weber,T and kelloway,EK, 1996,”Effect of transformational

leadership training and attitudinal and fiscal outcomes, S field experiment”, Journal of Apllied Psychology, Vol. 81, pp 823-832

4. Barling,J ,Stater,F and Kelloway,EK, 2000, “Transformational leadership and

emotional intelligence : an exploratory study”, Leadership and

Organizational Development Journal, Vol.21, pp 157-161

5. Bass,B.M., 1985, Leadership and performance Beyond Expectation, Free Press, New York,NY

6. Bass, BM, 1998, Transformational Leadership Indutrial. Military, and

Educational Impact, Lawrence Erlhaum Associates, Mahwah, NJ

7. Bass,B.M. and Avolio, BJ, 1997, Full Range Leadership Development,

Manual for the Multifactor Leadership Questionaire, Mind Garden, Palo

Alto, CA.

8. Boyatzis,RE, 2008; “Competencies in the twenty-first century”, Journal of Management Development, Vol. 25, No.7, pp 607-623.

9. ESQ Nebula, 2009, Peduli dan Empati, ESQ Nomor 11, Product Leader Pahami Suara Hati Konsumen, PT Arga Tilanta, Jakarta

10. Hidayat, Riskin, 2008, Sinergi Parktek ESQ dan Budaya Organsiasi dalam

mencapai kinerja perusahaan yg tinggi dan berkelanjutan keunggulan Kompetitif, Jurnal Bisnis & manajemen Vol. 8, No.1, 2008, 71-82

11. Howell,JM and Avolio,BJ, 1993, “Transformational leadership, transactional

leadership, locus of control and support for innovation : key predictors of consolidated business unit performance”, Journal of Apllied Psychology,

Vol. 78, pp 891-902

12. Goleman, D, 2000, Kecerdasan Emosional : mengapa Emotional Intelligence

lrebih penting daripada IQ, Penerbit Gramedia Pustaka Utama

13. Gunawan Samsu ,2008, , Visi Seorang Visioner, ESQ Magazine, No. 9/Thn IV/Agustus 2008, PT.Arga Tilanta.

(10)

Kecerdasan Emosional, Kompetensi Kepemimpinan Transformasional

14. Gunawan Samsu, 2009, Esensi Manajemen dan Kepemimpinan Spiritual, ESQ Nebula, Product Leader, Pahami Suara Hati Konsumen, PT. Arga Tilanta, Jakarta

15. Lowe,KB and Kroeck,KG, 1996, ”Effectiveness.correlateds of transformational andtransaktional leadership : a meta analytic review”,

Leadership Quarterly, Vol.7, pp.385-426.

16. Masi, RJ and Cooke,RA, 2000, “Effect of transformational leadership on

subordinate motivation, empowering norms, and organizational procuctivity”, International Journal of Organizational Analysis, Vol. 8,

pp.16-47

17. Polychroniou, PV, 2009, Relationship between emotional intelligence and transformational leadership of supervisors : The impact on team effectiveness, Team Performance Management, Vol. 15 No. 7/8 2009,

pp 343-356, Emerald Group Publishing Limited.

18. Riyadiningsih,H dan Ratna Pujiastuti, 2007, Analisis Tipe kepemimpinan

dalam meningkatkan Kinerja Organisasi, Jurnal Bisnis & Manajemen

Vol.7, No.2, hal 147-156

19. Rost, JC, 1991,”Leadership for the Twenty-first Century”, Greenwood, New York, NY

20. Sivanathan, Niroshaan dan G.Chinthia F, 2002, Emotiuonal Intelligence,

moral reasoning, and transformational leadership, Ledership &

Organization Development Journal, 23/4 pp 198-204

21. Sosik,JJ and Megerian,LF, 1999, ”Understanding leader emotional

intelligence and performance : the role of self other agreement on transformational leadership perceptions”, Group and Organizational

Management, Vol 24, pp 367-390.

22. Stein, SJ. Et al, 2009, Emotional intelligence of leaders : a profile of top

executives, Leadership & Organization Development Journal, Vol. 30

No. 1, 2009, pp 87-101, Emerald Group Publishing Limited.

23. Stein, SJ and Book,HE, 2000,The EQ Edge : Emotional Intelligence and Your

Succes, Stoddart Publishing, Toronto

24. Tanaka, 1998, “Plato on Leadership” Journal of Business Ethics, Vol 17,:pp 785-798.

25. Yammarino,FJ and Dubinsky,AJ, 1994, ”Transformational leadership theory:

using levels of analysis to determine boundary conditions”, Personnel

Psychology, Vol.47, pp. 787-811.

(11)

Referensi

Dokumen terkait

11 Daniel Goleman, mendefinisikan kecerdasan emosional dengan kemampuan mengenali perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan

Kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik

4 Kecerdasan emosi atau emotional intelligence merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri,

Kecerdasan emosi dan kepercayaan diri yang baik akan membuat karyawan mampu mengenali perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri

Goleman (2005) mendefinisikan kecerdasan emosional dengan kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan

Selain itu Daniel Goleman dalam Patton (2000,2) mengatakan bahwa kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali perasaan sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi

Menurut Goleman (2003:512), kecerdasan emosional atau emotional intelligence adalah “kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan

Goleman 2003 mengatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan suatu kapasitas dalam mengenali perasaaan-perasaan diri sendiri dan orang lain, dalam memotivasi diri sendiri dan mengelola