• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambar 1. Komponen Kegiatan Pengembangan Koleksi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Gambar 1. Komponen Kegiatan Pengembangan Koleksi"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Evaluasi Koleksi

Dalam ilmu perpustakaan istilah untuk membangun koleksi perpustakaan dikenal dengan istilah pengembangan koleksi (collection development). Kegiatan pengembangan koleksi mencakup semua kegiatan untuk memperluas koleksi yang ada di perpustakaan mulai dari kegiatan seleksi sampai evaluasi. Koleksi perpustakaan harus terbina dari suatu seleksi yang sistematis dan terarah disesuaikan dengan tujuan, rencana dan anggaran yang tersedia.(Seminar dan Yulia, 2004).

Dari definisi di atas dijelaskan bahwa evaluasi adalah komponen dari kegiatan pengembangan koleksi. Evans (2000) menggambarkan evaluasi adalah salah satu komponen dari pengembangan koleksi. Gambar 1. Menunjukkan komponen kegiatan pengembangan koleksi.

Gambar 1. Komponen Kegiatan Pengembangan Koleksi

Definisi evaluasi menurut Evans (2000) adalah komponen terakhir dalam proses pengembangan koleksi. Evaluasi bisa digunakan untuk berbagai tujuan yang

(2)

berbeda baik internal maupun eksternal perpustakaan. Agar evaluasi berjalan efektif, kebutuhan-kebutuhan masyarakat pengguna harus dipertimbangkan, yang pada akhirnya terkait dengan community analysis.

Evaluasi koleksi adalah kegiatan menilai koleksi perpustakaan baik dari segi ketersediaan koleksi bagi pengguna maupun pemanfaatan koleksi oleh pengguna. Tujuan dari evaluasi koleksi pada perpustakaan perguruan tinggi adalah :

1. mengetahui mutu, lingkup, dan kedalaman koleksi

2. menyesuaikan koleksi dengan tujuan dan program perguruan tinggi 3. mengikuti perubahan, perkembangan sosial budaya, ilmu dan teknologi 4. meningkatkan nilai informasi

5. mengetahui kekuatan dan kelemahan koleksi

6. menyesuaikan kebijakan penyiangan koleksi (Dirjen DIKTI, 2005)

Sementara itu, pada tingkat yang lebih luas evaluasi koleksi bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh koleksi yang ada dapat memenuhi kebutuhan informasi pengguna. Kebutuhan informasi pada lingkungan perguruan tinggi harus meliputi informasi tingkat dasar, informasi yang mendukung perkuliahan untuk tingkat sarjana dan informasi subjek khusus untuk kebutuhan penelitian (American Library Association, 1990).

Perpustakaan melakukan evaluasi untuk beberapa alasan, seperti:

 Untuk mengembangkan program pengadaan yang cerdas dan realistis berdasarkan pada data koleksi yang sudah ada

 Untuk menjadi bahan pertimbangan pengajuan anggaran untuk pengadaan koleksi berikutnya

 Untuk menambah pengetahuan staf pengembangan koleksi terhadap keadaan koleksi

Pengembangan koleksi yang efektif bertujuan untuk menghasilkan suatu rencana kebijakan koleksi yang dapat memperbaiki kelemahan dari koleksi

(3)

perpustakaan dan mempertahankan keunggulan dari koleksi perpustakaan saat ini. Faktor yang menjadi penyebab perpustakaan gagal dalam memformulasikan atau memperbaiki kebijakan pengembangan koleksinya antara lain karena kurangnya pengetahuan mengenai kekuatan koleksi, pengguna koleksi serta tingkat pemanfaatan koleksi yang dapat mendukung kebijakan pengembangan koleksi di perpustakaan (Evans, 2000)

2.2 Evaluasi Koleksi di Perpustakaan Perguruan Tinggi

Evaluasi koleksi perpustakaan difokuskan dengan penentuan kekuatan dan kelemahan koleksi perpustakaan. Penilaian terhadap koleksi seringkali memakan waktu (time consumming) dan menuntut biaya yang tinggi. Akan tetapi, kegiatan ini diperlukan untuk menjamin bahan literatur perpustakaan tetap mutakhir dan relevan (Peters, 1998). Pustakawan dituntut untuk senantiasa proaktif dalam mengidentifikasi peta kekuatan dan kelemahan koleksi.

Dengan melakukan evaluasi koleksi, pustakawan dapat mengetahui seberapa baik atau seberapa buruk bahan literatur yang tersedia dalam memenuhi kebutuhan atas perguruan tinggi. Dengan demikian akan tercipta sebuah komunikasi antara pustakawan, staf pengajar, pengguna perpustakaan dalam merespon kebutuhan informasi (Hernon, 1990). Evaluasi koleksi dapat dilakukan dengan dua cara, yakni kuantitatif dan kualitatif. Evaluasi koleksi secara kuantitatif dapat menggambarkan keadaan jumlah koleksi perpustakaan. Pada kenyataannya, seringkali evaluasi koleksi tidak dapat dilakukan secara kuantitatif sehingga perlu pendekatan kualitatif yang menekankan pada mutu kelengkapan dan kedalaman koleksi. Pendekatan kualitatif dapat memberikan data yang lebih bernilai yang tidak dapat terungkapkan oleh pendekatan kuantitatif, pendekatan kualitatif mulai banyak digunakan dalam bidang pendidikan, manajemen, bisnis, ilmu informasi dan perpustakaan(Matthew, 1992).

Evaluasi koleksi adalah sebuah pendekatan logis dan sistematis dalam mengetahui kekuatan dan kelemahan koleksi dalam perpustakaan. Ada tiga tahapan dalam kegiatan evaluasi :

(4)

1. Tahap Persiapan (Preparation)

Pada tahap ini, perpustakaan menentukan tujuan yang akan dicapai dan sarana yang diperlukan untuk melakukan evaluasi. Selain itu, diperlukan pula sumber daya staf yang terlatih. Kegiatan selanjutnya adalah menentukan “wilayah” yang harus dievaluasi.

2 Tahap Penelitian Evaluasi ( evaluation research)

Pada tahap ini pertanyaan-pertanyaan penelitian dikembangkan dan diimplementasikan secara khusus. Dilakukan pula perancangan bentuk dan metodologi evaluasi untuk mengetahui efektifitas program, koleksi serta administrasi perpustakaan.

3 Tahap Pengembangan Keorganisasian ( organizational development)

Pada tahap terakhir ini, perpustakaan dapat memperkirakan hasil evaluasi dan membuat penilaian berkaitan dengan jasa atau aktivitas yang seharusnya diperbaiki atau dikembangkan (Hernon, 1990).

Evaluasi koleksi merupakan salah satu dari kegiatan pembinaan koleksi yang bertujuan untuk mengetahui secara lebih jelas siapa yang dilayani perpustakaan, koleksi apa saja yang dapat dimanfaatkan untuk perencanaan pengembangan bahan literatur lebih lanjut, bagaimana menilai koleksi agar relevansinya dapat dipertahankan (Pendit, 2009). Pengembangan koleksi perpustakaan harus selalu diarahkan kepada pemakai dan bukan hanya untuk memperoleh koleksi standar yang relatif. Evaluasi koleksi sebagai dasar pengembangan koleksi juga mencegah perpustakaan dikendalikan oleh individu atau keadaan yang memaksakan pembelian bahan literatur secara acak atau tidak sesuai dengan visi dan misi perpustakaan (IFLA, 2001).

Data hasil evaluasi koleksi dapat diformulasikan oleh staf pengembangan koleksi sebagai dasar perencanaan untuk terus memelihara koleksi yang kuat dan

(5)

memperbaiki koleksi yang lemah. Semua aktifitas evaluasi harus sejalan dengan fungsi dan tujuan perpustakaan, serta kebutuhan komunitas. Bila evaluasi koleksi dilakukan secara rutin, akan meringankan tugas dan proses tersebut akan membawa koleksi perpustakaan semakin dekat dengan kebutuhan komunitas yang dilayani.

2.3 Jurnal Elektronik

Arus informasi dalam ilmu pengetahuan modern tumbuh jauh melebihi batas-batas yang memungkinkan untuk dapat menanganinya dengan menggunakan pendekatan konvensional. Komunikasi ilmiah pada semua tingkat dengan cepat disambungkan dengan berbagai teknologi informasi yang muncul. Beberapa tahun terakhir ditandai dengan berbagai perkembangan yang luar biasa dalam dunia informasi, khususnya dengan adanya integrasi berbagai jaringan yang berbeda ke dalam dunia informasi global, jaringan komputer secara signifikan telah mentransformasikan pertukaran informasi dalam ilmu pengetahuan. Perkembangan jurnal-jurnal elektronik dan pertumbuhan distribusi jurnal-jurnal yang ada secara elektronik menjanjikan sebuah literatur ilmiah. Perubahan paling radikal disebabkan oleh layanan-layanan informasi hypermedia World Wide Web (WWW) yang memberikan berbagai kesempatan dalam pertukaran informasi tanpa batas secara virtual.

Jurnal elektronik mengikuti beberapa model dalam penerbitannya. Jurnal elektronik adalah terbitan serial seperti bentuk tercetak tetapi bentuk elektronik, biasanya terdiri atas tiga format yaitu: teks, teks dan grafik serta full image (dalam bentuk pdf) (Tresnawan, 2006). Di masa yang akan datang, nampaknya jurnal yang diterbitkan secara full text dalam bentuk elektronik akan berkembang lebih pesat. Hal ini seiring dengan kemajuan di bidang teknologi informasi sebagai penopang utama penerbitan jurnal elektronik (Odlyzko, 2001).

Jurnal elektronik dapat juga diartikan sebagai salah satu cara menyebarluaskan jurnal tercetak lewat jaringan digital. Jurnal elektronik bisa sepenuhnya dalam format digital, atau setengah digital misalnya data jurnal dengan abstrak dalam format digital. Jurnal juga ada yang lahir sudah berbentuk digital dan tidak punya media dalam bentuk hardcopy (tercetak) dimana akses

(6)

terhadap jurnal elektronik tersebut ada yang sifatnya free based (gratis) maupun fee based (berbayar) (Lancaster, F.W and Sandore, Beth). Selanjutnya mengenai perbandingan jurnal elektronik dengan jurnal tercetak menurut Tresnawan (2006) dapat dipaparkan pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1. Perbandingan Jurnal Elektronik dan Jurnal Tercetak

No Kriteria Elektronik Tercetak

1 Kemutakhiran Mutakhir Mutakhir

2 Kecepatan diterima Cepat Lambat

3 Penyimpanan Sangat mengirit tempat Makan tempat

4 Pemanfaatan 24 Jam Terbatas Jam Buka

5 Kesempatan Akses Bisa bersamaan Antri

6 Penelusuran Otomatis tersedia Harus dibuat

7 Waktu Penelusuran Cepat Lama

2.4 Koleksi Jurnal Elektronik di Perguruan Tinggi

Bagi sebagian besar Perguruan Tinggi, berlangganan jurnal ilmiah internasional terlalu mahal dan tidak terjangkau dengan anggaran yang ada. Di beberapa negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand, pemerintah negara tersebut melanggankan jurnal internasional secara nasional (nation-wide subscribtion) untuk seluruh atau sebagian besar perguruan tinggi mereka. Melalui langganan secara nasional tersebut bisa diperoleh harga per mahasiswa atau per titik akses yang jauh lebih rendah daripada berlangganan secara sendiri-sendiri. Dengan kemajuan teknologi informasi, saat ini sebagian besar jurnal internasional terkemuka sudah tersedia dalam bentuk media digital (e journal). Salah satu sumber informasi di internet untuk pengembangan layanan perpustakaan adalah jurnal elektronik (e journal) (Tresnawan, 2006). Perpustakaan tentunya perlu menyediakan koleksi elektronik demi memenuhi tuntutan IPTEK yang terus berkembanga. Dengan adanya koleksi elektronik diharapkan perpustakaan dapat menyediakan informasi sesuai kriteria informasi yang dibutuhkan oleh civitas akademika yaitu cepat, hemat waktu, biaya serta tenaga dan terkini.

(7)

Bentuk koleksi elektronik pertama kali muncul pada sekitar awal tahun 70an dalam bentuk pangkalan data terpasang (online database) komersial. Pangkalan data ini dapat diakses secara jarak jauh melalui hubungan dial-up dan tersedia melalui penyedia (vendor). Keberadaan pangkalan data komersial ini merupakan perkembangan yang cukup signifikan pada waktu itu. Hal tersebut memungkinkan pengguna untuk dapat mengakses informasi dari jarak jauh dan melakukan penelusuran teks lengkap (Full-Text-Searching) (Rowley, J. 2001).

Perkembangan jenis sumberdaya ini meningkat luar biasa cepat dan juga sangat mempengaruhi masyarakat perguruan tinggi di Indonesia dalam hal pemanfaatan sumberdaya tersebut. Keragaman media dan cara penyebarannya yang semakin menambah marak koleksi jurnal sebuah perpustakaan membuat pustakawan semakin ditantang dan dituntut untuk benar-benar selektif mengikuti perkembangan jurnal elektronik agar tidak salah menentukan kebijakan dalam melanggan jurnal untuk lembaganya. Beberapa vendor penyedia informasi menghimpun jurnal elektronik ke dalam pangkalan data berupa pangkalan data terpasang (online database) jurnal elektronik dan CD ROM. Saat ini, umumnya pangkalan data jurnal elektronik terpasang dapat diakses langsung melalui jaringan internet, sedangkan jurnal CD ROM biasanya merupakan kumpulan jurnal elektronik beragam subjek, lengkap dengan fasilitas penelusuran dan memanfaatkan CD ROM sebagai media penyimpanan datanya (Woodward, et.al 1998). Pemanfaatan jurnal elektronik membutuhkan keterampilan penelusuran elektronis, mengunduh artikel, navigasi di dalam halaman artikel maupun antar artikel, sampai mencetak artikel, dimana keterampilan ini tidak dibutuhkan untuk membaca jurnal tercetak.

2.5 Metode Conspectus

Metode conspectus belum terlalu dikenal baik oleh masyarakat maupun di kalangan pustakawan di Indonesia. Metode ini lebih banyak berkembang di Amerika Serikat, Inggris dan Canada. Conspectus RLG merupakan salah satu standar yang diformat oleh Research Libraries Group (RLG) untuk menilai intensitas koleksi, kekuatan dan kelemahan koleksi dari satu atau beberapa

(8)

perpustakaan. Metode ini dapat diterapkan baik di perpustakaan umum, perpustakaan khusus maupun perpustakaan perguruan tinggi. Kode yang dibangun oleh Research Libraries Group dimaksudkan sebagai sarana atau alat untuk membandingkan intensitas koleksi yang sifatnya standar dan ditujukan bagi kegiatan pemanfaatan bersama koleksi antar beberapa perpustakaan.

Berdasarkan standar ini manajer perpustakaan harus mengevaluasi koleksi perpustakaannya subjek demi subjek. Kriteria koleksi yang dievaluasi meliputi segala jenis bahan, baik buku, majalah atau jurnal, laporan penelitian, maupun bahan non tercetak seperti bentuk mikro, CD ROM, atlas, rekaman suara maupun video. Evaluasi yang dilakukan bisa menurut urutan nomor kelas dengan notasi DDC (Dewey Decimal Classification), UDC (Universal Decimal Classification) dan LCC (Library of Congress Classification) ataupun menurut subjek. Namun pada umumnya studi tentang conspectus ini menggunakan standar yang banyak digunakan di wilayah yang hendak dicakup dalam penelitian. Meskipun demikian, hal itu tidak sepenuhnya menjadi patokan karena dalam perkembangannya, kebanyakan studi tentang Conspectus menggunakan pembagian berdasarkan subjek disiplin ilmu yang berkembang saat ini (Forcier, 1988).

2.6. Conspectus sebagai Sebuah Pendekatan Evaluasi Koleksi

Conspectus adalah seperangkat kode standar, alat, survai yang digunakan untuk memberikan penilaian koleksi secara sistematis (Powell, Nancy, 1992). Metode conspectus dapat memberikan penilaian berdasarkan subjek terhadap kekuatan koleksi perpustakaan. Pada masing-masing subjek, perpustakaan menandai dengan kode alfanumerik yang mengindikasikan tingkat dan bahasa koleksi yang ada.

WLN Collection Assessment Manual 4th juga menjelaskan lebih spesifik tentang karakteristik dan elemen dari conspectus:

(9)

1) Struktur

Struktur conspectus disusun secara hirarkis dimulai dari pembagian divisi yang luas sampai pembagian subjek yang sangat spesifik. Perpustakaan dapat menggunakan salah satu atau seluruh dari hirarki ini. Struktur conspectus adalah sebagai berikut:

a. Divisi adalah hirarki yang paling pertama dari conspectus. Terdapat 24 divisi yang tidak diatur berdasarkan skema klasifikasi

b. Kategori adalah pembagian lebih lanjut dari divisi. Terdapat 500 penjabaran kategori yang diidentifikasi berdasarkan skema klasifikasi Library of Congress (LC) maupun Dewey.

c. Subjek adalah hirarki yang ketiga karenanya lebih bersifat spesifik dan terdiri atas 4000 subjek.

2) Kode Standar

Conspectus menggunakan nilai tingkatan numerik untuk memberikan gambaran mengenai Current Collection, Acquisition Commitment, dan Collection Goal. Penilaian numerik menggunakan indikator skala 0-5 di mana masing-masing level adalah kode standar yang menjelaskan jenis aktivitas yang dapat didukung oleh aras koleksi (collection level).

a. Acquisition Commitment (AC) menjelaskan tingkat pertumbuhan koleksi. AC merefleksikan aras aktivitas aktual mengenai sejauh mana koleksi berkembang, dan bukan aras yang direkomendasikan oleh kebijakan pengembangan koleksi.

b. Collection Goal (CG) mengindikasikan kebutuhan informasi aktual dan kebutuhan informasi yang dapat diantisipasi berdasarkan misi, program, dam pengguna perpustakaan. Indikator pada kegiatan ini merefleksikan penambahan atau penghapusan kurikulum yang mendorong perubahan prioritas pengembangan koleksi pada perpustakaan.

(10)

c. Current Collection (CC) menggambarkan kekuatan koleksi relatif dalam suatu area subjek tertentu. Kekuatan koleksi meliputi seluruh bahan literatur dalam berbagai format, seperti monograf, jurnal, mikrofilm, bahan audio-visual, peta, realia, dan lain sebagainya. Termasuk juga bahan literatur yang disirkulasikan serta koleksi yang disirkulasikan. Pemilihan CL mendeskripsikan sumber daya perpustakaan secara menyeluruh. Indikator level dalam conspectus dijelaskan pada Tabel 2 :

Tabel. 2 Indikator level untuk AC,CG dan CL

Kode Aras Deskripsi

0 Out of Scope (Diluar Cakupan)

Perpustakaan tidak, belum, atau tidak merencanakan untuk mengoleksi bahan literatur pada subjek tersebut, karena subjek tersebut dianggap tidak relevan dengan kebutuhan pengguna atau di luar tujuan lembaga induk

1

1a

1b

Minimal Level

Minimal Level Uneven Coverage (Aras Minimal, Cakupan Tidak Merata)

Minimal Level Even Coverage

(Aras Minimal, Cakupan Merata)

Koleksi yang dimiliki merupakan karya-karya utama (basic work) dalam suatu subjek pengetahuan. Bahan literatur tersebut akan selalu di-review secara berkala untuk memperoleh informasi yang mutakhir, sedangkan edisi lama akan diambil di rak.

Pada tingkat ini, perpustakaan hanya memiliki bahan literatur yang terbatas pada karya-karya utama dan tidak memperlihatkan cakupan subjek yang sistematis

Pada tingkat ini perpustakaan hanya memiliki sedikit literatur-literatur pada suatu subjek, namun memiliki sejumlah literatur inti yang ditulis oleh pengarang-pengarang utama serta cakupan bahan literatur yang dimiliki cukup representatif.

(11)

Lanjutan

Kode Aras Deskripsi

2

2a

2b

Basic Information Level (Aras Informasi Dasar)

Basic information Level (Introductory)

(Aras Informasi Dasar, Pengantar)

Basic Information Level (Advance)

(Aras Informasi Dasar, Mahir)

Perpustakaan menyimpan koleksi yang selektif dalam rangka penyebaran disiplin ilmu atau subjek yang bersangkutan.

Cakupan bahan literatur antara lain :

1. Kamus atau ensiklopedi bidang ilmu 2. Akses ke pangkalan data bibliografi 3. Edisi terseleksi dari karya-karya utama

pada disiplin ilmu yang bersangkutan 4. Penelitian-penelitian penting

menyang-kut aspek historisnya 5. Buku Pegangan

6. Jurnal-jurnal ilmiah utama pda disiplin ilmu yang bersangkutan

Penekanan pada tingkat ini adalah menyediakan bahan literatur utama (core material) untuk mendefinisikan suatu subjek.

Koleksi pada tingkat ini mencakup bahan rujukan utama dan karya-karya yang dapat memberikan penjelasan lebih lanjut seperti : 1) Buku teks

2) Kajian historis dari perkembangan suatu subjek

3) Karya umum yang berkaitan dengan topik-topik utama pada suatu subjek yang dilengkapi dengan tabel, skema, dan illustrasi

4) Jurnal-jurnal ilmiah terseleksi

Pada tingkat ini bahan literatur yang dimiliki hanya disediakan dalam rangka pengumpulan informasi dasar tentang suatu subjek atau pengantar bagi mahasiswa baru Pada tahap yang lebih lanjut ini, perpustakaan mengoleksi bahan literatur dasar tentang subjek tertentu dengan cakupan yang lebih luas dan lebih dalam untuk mendefinisikan dan memperkenalkan suatu subjek. Karya-karya dasar dalam bentuk :

(12)

Lanjutan

Kode Aras Deskripsi

1) Buku teks

2) Kajian historis, bahan literatur rujukan berkaitan dengan topik-topik tertentu dari suatu subjek

3) Jurnal-jurnal ilmiah yang selektif

Informasi dasar tahap lanjut yang disediakan untuk mendukung mata kuliah dasar mahasiswa, di samping memenuhi kebutuhan informasi dasar bagi universitas.

3

3a

Study/Instructional Support Level (Aras Pendukung Kebutuhan Instruksional /Kajian

Study or Instructional Support Level, Introductory

(Aras Pendukung Kebutuhan

Instruksional/kajian, pengantar)

Yang ditekankan pada tingkat ini adalah bahan literatur yang dikoleksi perpustakaan harus mendukung suatu disiplin ilmu. Bahan literatur yang tersedia meliputi cakupan yang lebih luas untuk karya utama dalam berbagai format, sejumlah bahan retrospektif yang bernilai klasik, koleksi yang lengkap dari karya-karya penulis penting pada suatu disiplin ilmu, koleksi terpilih untuk karya-karya penulis sekunder, jurnal-jurnal terpilih untuk cakupan subjek, akses menuju pangkalan data CD ROM, dan bahan rujukan utama yang berisi bibliografi yang mendukung subjek yang bersangkutan.

Tingkat ini merupakan subdivisi dari tingkat 3 yang memberikan sumber dalam rangka memelihara cabang pengetahuan dari suatu subjek. Koleksi pada tahap ini sama dengan apa yang tercakup pada tingkat 3 yang meliputi karya-karya utama dari suatu bidang disiplin ilmu dalam berbagai format, bahan literatur retrospektif klasik, jurnal-jurnal utama dari suatu subjek, akses menuju pangkalan data CD ROM, serta bahan rujukan yang mencakup informasi bibliografi yang berhubungan dengan bidang disiplin ilmu yang bersangkutan. Yang menjadi perbedaan dengan tingkat sebelumnya adalah meskipun bahan literatur mendukung perkuliahan program sarjana dan program kajian mandiri namun tidak cukup untuk mendukung progra magister

(13)

Lanjutan

Kode Aras Deskripsi

3b Study or Instructional

Support Level, Advanced

(Aras Pendukung Kebutuhan

Instruksional/Kajian, Tingkat Lanjut)

Pada aras ini, koleksi mencakup bahan literatur yang dianggap memenuhi syarat untuk memelihara suatu bidang disiplin ilmu. Koleksi meliputi jurnal-jurnal utama dari topik-topik primer dan sekunder dari suatu subjek, bahan literatur penting retrospektif, literatur substantif yang memberikan kedalaman kajian untuk kepentingan riset dan evaluas, akses menuju pangkalan data CD ROM, bahan rujukan yang berisi sumber bibliografis utama pada suatu subjek. Pada tingkat ini, bahan literatur sudah memadai untuk program sarjana dan magister.

4 Research Level (Aras

Penelitian

Pada tingkat riset ini, perpustakaan mengoleksi bahan literatur yang tidak dipublikasikan seperti hasil penelitian, tesis dan disertasi. Termasuk juga di dalamnya laporan penelitian hasil penemuan baru, hasil eksperimen ilmiah, dan informasi penting untuk kepentingan penelitian. Bahan literatur juga mencakup rujukan penting dan monograf terseleksi, jurnal-jurnal ilmiah yang lebih luas dan beragam. Bahan literatur lama tetap disimpan untuk kepentingan kajian historis. Tingkat ini ditujukan untuk program doktor dan penelitian murni

5 Comprehensive Level (Aras

Komprehensif) Pada tingkat komprehensif atau menyeluruh ini, bahan literatur mencakup semua koleksi yang ada pada tingkat-tingkat sebelumnya yang tersedia dalam berbagai format serta cakupan bahasa yang lebih luas.

Sumber : Washington Research Library Consortium, 1992

Sumber daya informasi elektronik diasumsikan sama dengan bahan literatur tercetak sepanjang kebijakan koleksi perpustakaan memungkinkan penggunaan sumber informasi elektronik, misalnya jurnal elektronik atau informasi yang tersimpan dalam pangkalan data lokal. Informasi online bersifat ekuivalen dengan bahan literatur tercetak jika :

(14)

1. Ketersediaan akses ke sumber informasi elektronik sama tersedianya dengan bahan literatur tercetak

2. Terdapat terminal-terminal pengaksesan yang cukup

3. Perolehan sumber informasi elektronik tidak meminta biaya tambahan kepada pengguna (IFLA, 2001)

Indikator kedalaman koleksi mempresentasikan sebuah aras-aras yang berkelanjutan dari Basic Information Level sampai Research Level. Perbedaan dalam tiap aras diukur berdasarkan kualitas dan kuantitas bahan literatur. Setiap kenaikan tingkat suatu bahan literatur akan mencakup unsur, format dan karakteristik pada aras sebelumnya. Artinya adalah bahan literatur yang ada pada Research Level (4) mengandung karakteristik yang tidak hanya terdapat pada aras tersebut juga mencakup karakteristik aras-aras sebelumnya, yakni Basic Information Level (1), Study (2), Instructional Support (3)

3. Kode Cakupan Bahasa

Cakupan bahasa sangat berkaitan erat dengan aras koleksi, Selain itu representasi bahan berbahasa Inggris dan bahasa lainnya merupakan salah satu dimensi penting dalam menjelaskan keadaan koleksi.

Tabel 3 Indikator Cakupan Bahasa

Kode Jenis Penjelasan

E English Bahan literatur berbahasa Inggris mendominasi, sedangkan koleksi dalam bahasa lain hanya tersedia sedikit atau bahkan tidak sama sekali

F Selected non-English Language

Bahan literatur yang bukan berbahasa Inggris tersedia secara terseleksi untuk melengkapi bahan literatur berbahasa Inggris

W Wide Selection Language

Seleksi yang luas dari koleksi dalam berbagai bahasa dan tidak ada kebijakan membatasi bahan literatur berdasarkan bahasa tertentu

Y One-Non English Language

Bahan literatur didominasi oleh salah satu bahasa selain bahasa Inggris

(15)

Seperangkat kode bahasa diberikan kepada subjek tersebut untuk mengidentifikasi variasi bahasanya. Adapun kode-kode bahasa tersebut antara lain, E untuk literatur berbahasa Inggris, F untuk literatur terseleksi yang bukan berbahasa Inggris, Y untuk literatur dengan seleksi yang luas dari koleksi dalam berbagai bahasa, dan W untuk bahan literatur didominasi oleh salah satu bahasa

selain bahasa Inggris (Nissinger, 1992).

2.7. Penerapan Metode Conspectus di Perpustakaan

Metode Conspectus mempunyai tujuan utama yaitu untuk memfasilitasi pengambilan keputusan tentang pengembangan koleksi dengan berdasarkan kebutuhan informasi penggguna dengan ketersediaan dana yang dimiliki. Evaluasi bahan literatur metode conspectus dapat menggambarkan pemetaan skala prioritas dalam hal kebijakan pengembangan sumber daya informasi perpustakaan (Fragkou-Batsion, 2005).

Penerapan metode conspectus pernah dilakukan oleh Fragkou, di 5 (lima) perpustakaan di Yunani khusus untuk subjek fisika, kimia dan informatika. Ini merupakan penerapan metode conspectus yang pertama kalinya untuk koleksi jurnal ilmiah. Fragkou menggunakan metode conspectus sebagai alat analisis deskriptif tentang kedalaman, keluasan, format dan kelengkapan koleksi jurnal bidang fisika, kimia dan informatika yang mengarah pada evaluasi koleksi pada lima perpustakaan di Yunani tersebut. Gambaran mengenai koleksi inti (core list) adalah tujuan akhir dari penelitian oleh Fragkou. Metode conspectus model evaluasi koleksi yang membantu penyusunan kebijakan pengembangan koleksi dapat menjadi dasar bagi kerjasama perpustakaan yang lebih luas dalam konteks lokal, wilayah, negara dan internasional (IFLA, 2001). Penerapan metode conspectus kebanyakan dilakukan pada perpustakaan Perguruan Tinggi karena untuk mengetahui kekuatan spesialisasi subjek, sedangkan di perpustakaan umum adalah sebagai alat untuk menilai kekuatan koleksi perpustakaan yaitu sesuai dengan visi, misi serta tujuan dari perpustakaan.

(16)

2.8. Tipe Penelitian Deskriptif

penelitian deskriptif, yaitu jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perlakuan terhadap objek yang diteliti. Penelitian deskriptif mempunyai ciri-ciri (1) berhubungan dengan keadaan yang terjadi saat itu, (2) menguraikan satu variabel saja atau beberapa variabel namun diuraikan satu persatu, dan (3) variabel yang diteliti tidak dimanipulasi atau tidak ada perlakuan. Tujuan utama digunakannya metode ini adalah untuk menggambarkan sifat suatu keadaan yang sementara berjalan pada saat penelitian dilakukan dan untuk memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu (Sevilla, 1993)

Penelitian deskriptif disebut juga penelitian taksonomi (taxonomic research) yang dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial dengan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang akan diteliti. Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antarvariabel dan tidak juga dimaksudkan untuk menarik generaliasi yang menjelaskan variabel-variabel anteseden penyebab kenyataan sosial.

2.9. Database Jurnal Elektronik EBSCO

EBSCOhost Research Database merupakan sebuah sistem informasi dan referensi ilmiah yang dapat diakses secara online melalui internet. EBSCO menyediakan akses ke berbagai basis data yang menyediakan informasi ilmiah dalam bentuk fulltext maupun hanya sekedar informasi bibliografis dalam berbagai bidang ilmu. Salah satu basis data dari EBSCO adalah Academic Search Complete (ASC) yang didesain khusus untuk perguruan tinggi, merupakan basis data full-text ilmiah multidisiplin yang paling komprehensif dan berharga. Selain berisi full-text basis data ini juga berisi indeks dan abstrak lebih dari 11.600 jurnal. Koleksi ilmiah ini menawarkan unmatched cakupan informasi full-text dalam berbagai bidang ilmu seperti : peternakan, biologi, kimia, matematika, teknik sipil, teknologi pertanian, ilmu dasar, science, kedokteran hewan, zoologi dan bidang lainnya. Saat ini EBSCO banyak digunakan (dilanggan) oleh berbagai

(17)

perguruan tinggi di Indonesia, diantaranya Universitas Gajah Mada, Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, Universitas Brawijaya dan sebagainya

2.10. Klasifikasi Universal Decimal Classification (UDC)

Sistem klasifikasi Universal Decimal Classification (UDC) adalah sistem klasifikasi bahan perpustakaan yang dikembangkan oleh pakar bibliografi Belgia, Paul Otlet dan Henri la Fontaine pada akhir abad ke-19. Bagan klasifikasi ini dikembangkan berdasarkan bagan klasifikasi Dewey Decimal Classification (DDC), dengan menggunakan tambahan simbol-simbol untuk mengindikasikan berbagai aspek dari subjek dan hubungan antar subjek. Oleh karena itu bagan tersebut mengandung elemen faset dan analisis-sintetik. Bagan klasifikasi ini kebanyakan digunakan perpustakaan khusus karena dapat membuat subjek yang spesifik. Universal Decimal Classification (UDC) terus dimodifikasi dan diperluas selama beberapa tahun untuk menyesuaikan diri dengan pertumbuhan ilmu pengetahuan dan secara terus menerus dikembangkan untuk menyesuaikan dengan perkembangan. Universal Decimal Classification (UDC) dapat digunakan untuk mengklasifikasi berbagai bentuk media dan tidak terbatas pada buku atau media tercetak saja, tetapi juga dapat digunakan untuk mengklasifikasi film, video, rekaman suara, peta, jurnal dan koleksi museum. Sistem klasifikasi Universal Decimal Classification (UDC) didasarkan pada sistem desimal dan membagi ilmu pengetahuan ke dalam sepuluh kelompok utama. Untuk memudahkan membaca, angka dalam Universal Decimal Classification (UDC) diberi titik setelah 3 digit. Misalnya angka 61 adalah Ilmu Kedokteran, kemudian subdivisi di bawahnya adalah 611 Anatomi. Subdivisi di bawah anatomi kemudian diberi titik sebelumnya seperti 611.1, 611.2 dan seterusnya. Pada bagan/tabel utama didaftar sepuluh kelas ilmu pengetahuan. Masing-masing kelas tersebut kemudian dibagi ke dalam sepuluh bagian lagi. Adapun kelas utama dari Universal Decimal Classification (UDC) adalah sebagai berikut :

0 Umum

1 Filsafat dan Psikologi 2 Agama, Teologi

(18)

3 Ilmu Sosial 4 Kosong 5 Ilmu Alam 6 Teknologi 7 Seni

8 Bahasa, Linguistic dan Susastera 9 Geografi, Biografi dan Sejarah

Gambar

Tabel 1. Perbandingan Jurnal Elektronik dan Jurnal Tercetak  No Kriteria  Elektronik  Tercetak

Referensi

Dokumen terkait

Teknik pembiusan dengan penyuntikkan obat yang dapat menyebabkan pasien mengantuk, tetapi masih memiliki respon normal terhadap rangsangan verbal dan tetap dapat mempertahankan

Untuk perlakuan pada media formulasi limbah cair pabrik kelapa sawit hambatan makan yang paling rendah pada perlakuan LCPKS 75 % + 0,4 g gula merah + 30 ml air kelapa +

Yang terakhir sambutan Bupati di saung…, di Lembur Kuring itu mengajak kepada semua segenap lapisan masyarakat dengan melalui semua kepala desa bahwa Pilkada harus

Menyerahkan faktur ke bagian gudang / petugas gudang untuk dilakukan proses pengambilan alkes di gudang sesuai dengan faktur yang diterima.. Petugas gudang mengeluarkan barang

Pasal 35 huruf c Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang mengartikan bahwa perkara tindak pidana tersebut dapat dikesampingkan

Video merupakan sajian gambar dan suara yang di tangkap oleh sebuah kamera, yang kemudian di susun kedalam urutan frame untuk di baca dalam satuan detik.. Animasi

Penelitian ini dilakukan untuk menyelesaikan menganalisa tentang bagaimana penerapan shore power connection di pelabuhan Terminal Teluk Lamong.. Dengan jumlah

Accordingly, it is put forward that the scale can use to determine the middle and elementary school students’ reading anxiety for research on reading anxiety.. Keywords: