Prediksi Parameter-parameter Biofisik Tanaman Padi Dari Data Groundspectrometer dan Hyperspectral Pesawat Terbang Dengan Menggunakan Data Turunan Pertama
Teknik Partial Least Square Regression (PLSR)
Muhammad Iqbal Habibie 1, Arief Darmawan 1 ,
1 Pusat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi,
Jl. M.H Thamrin no. 8 Jakarta 10340, Email : [email protected], [email protected]
Abstrak
Kabupaten Indramayu merupakan salah satu sentra produksi padi terbesar di Jawa Barat. Di dalam perhitungan besar produktivitas padi pada daerah ini biasanya masih mengandalkan pada teknologi konvensional yang ada (ubinan) sehingga akurasi datanya rendah dan selain itu membutuhkan waktu yang relatif lama. Estimasi variable-variabel biofisik tanaman seperti; Indeks Luas Daun (LAI), Klorofil (SPAD) dan produktivitas sebenarnya bisa diduga dan bahkan untuk jumlah produktivitas dapat diprediksi sebelum masa panen tiba (sejak umur tanaman masih relatif muda) dengan memanfaatkan teknologi penginderaan jauh. Teknologi hiperspektral penginderaan jauh merupakan pengembangan dari teknologi penginderaan jauh multispektral, yang memiliki ratusan band yang sempit sehingga mampu menyajikan spektral yang kontinu pada setiap objek yang diamati. Dengan memanfaatkan data hyperspektral berbasis darat (grounspectrometer) dan pesawat terbang (HyMap) yang memiliki resolusi rentang panjang gelombang 350 nm hingga 2500 nm (116 band) akan dibangun suatu model prediksi produktivitas padi di Kabupaten Indramayu ini. Data-data pengukuran variabel-variabel biofisik tanaman dilakukan secara simultan dengan pengukuran spektral tanaman. Model prediksi produktivitas yang dibangun merupakan analisis nilai regresi partial least-square regression (PLSR) antara nilai turunan data spektral terhadap variabel-variabel tanaman. Hasil yang diperoleh menjelaskan bahwa data turunan pertama dalam memprediksi LAI, SPAD dan produktivitas (yield) memiliki nilai akurasi yang lebih baik dibanding dengan menggunakan data asli.
1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang
Beras adalah bahan makanan pokok rakyat Indonesia dan sebagian masyarakat dunia. Padi merupakan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia, sebagai sumber karbohidrat utama mayoritas penduduk dunia. Produksi padi dunia menempati urutan ke-3 dari semua serealia setelah jagung dan gandum. Negara produsen padi: Cina, India, Indonesia dan Thailand sebagai pengekspor beras utama. Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk kebutuhan beras dunia semakin meningkat. Saat ini Indonesia sudah mampu mencapai swasembada beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Kendala yang dihadapi saat ini adalah kesulitan dalam hal memantau perkembangan tanaman padi ini secara cepat, akurat dan kontinu sehingga dapat memperkirakan produktivitas pada suatu area yang diamati.
Oleh karena itu saat ini dibutuhkan suatu teknologi perhitungan produktivitas yang handal yang dapat mencakup area yang luas, waktu yang cepat serta hasil yang cukup akurat. Teknologi penginderaan jauh adalah suatu teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam berbagai aplikasi yang diinginkan (Barrett and Curtis, 1982 dalam Chwen-Ming Yang et.al, 2004). Sejak dua dekade lalu, pemanfaatan teknologi penginderaan telah banyak telah banyak dan secara luas digunakan untuk pembangunan model-model estimasi produktivitas pada beberapa komoditas tanaman pertanian seperti padi (Chwen-Ming Yang et al., 2004), gandum (Mirik M., et al., 2005 dan Alexandre Cândido Xavier et al., 2006) dan jagung (Uno Y., et al., 2003 dan Corp, L.A et al., 2010).
Penginderaan jauh umumnya sangat berkaitan erat dengan radiasi matahari yang dipantulkan. Para ilmuwan dan pengguna citra penginderaan jauh (fotografi atau citra satelit) menggunakan informasi panjang gelombang tersebut dalam menganalisis suatu objek yang kemudian disebut sebagai spectral signatures. Melalui interpretasi data penginderaan jauh/citra satelit, kita akan mengembangkan pemahaman kita mengenai pattern recognition dan bagaimana reaksi dari pantulan sinar matahari yang mengenai suatu objek. Ide dasarnya adalah bahwa sinar pantul terdiri dari kontinum panjang gelombang dan panjang gelombang tersebut akan memberikan respon yang berbeda tergantung pada objek yang dikenai.
Gambar 1.1. Total radiasi yang mengenai suatu objek yang dikenal sebagai radiasi datang (incident radiation).
Topik kajian penelitian yang dibahas adalah pemanfaatan data penginderaan jauh dalam bidang bidang pertanian yang tentu saja terkait dengan masalah vegetasi. Untuk menganalisis vegetasi, spektral dari suatu vegetasi dan hubungannya antara karakteristik spektral dengan parameter-parameter biofisik harus ditentukan terlebih dahulu melalui pengukuran laboratorium dan data lapangan sebelum mengaplikasikannya. Riset-riset terdahulu telah mengembangkan model-model prediksi dan beberapa indeks spektral dari transformasi spektral dari beberapa panjang gelombang untuk meningkatkan pengukuran secara radiometrik pada suatu tanaman dan untuk memonitor serta mengevaluasi perkembangan jenis tanaman yang diamati.
Metode Partial Least Square Regression (PLSR) yang diperkenalkan oleh Wold sekitar tahun 1960-an untuk econometric adalah salah satu metode regresi yang kemudian menjadi suatu teknik analisis regresi yang sangat diandalkan dan popular dalam berbagai aplikasi keilmuan dan penelitian 1,2). PLSR adalah suatu teknik regresi peubah banyak yang mudah digunakan dalam mencari hubungan antara beberapa peubah. PLSR bekerja secara iterative untuk menemukan suatu hubungan antara data masukan pada ruang X multi dimensi dan keluarannya yaitu variance multi dimensi dari ruang Y. Dengan memilih beberapa komponen dalam tiap langkah pemrosesan, dan setelah pemrosesan beberapa kompnen pertama, teknik ini dapat menemukan model yang optimalnya (Helland 1988,Martens dan Naes 1989 dalam 3).
Penelitian ini bertujuan melakukan analisis data turunan dengan metode PLSR pada beberapa biofisik tanaman terhadap nilai spectral reflektansi dari data Hiperspektral. Kemudian melihat semakin banyak PC-Component maka semakin besar nilai R-Square. 1.3. Lingkup Penelitian
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data ground spectroradiometer (FieldsSpec), data hiperspektral wahana pesawat (airborne hyperspectral), HyMap yang memiliki 126 band dengan rentang panjang gelombang 350 – 2500 nm lebar band (bandwidths) 15 – 20 nm, dan data pengukuran biofisik tanaman seperti LAI, SPAD dan panen (ubinan). HyMap memiliki signal to noise ratio, SNR (>500:1). Dengan keterbatasan data yang ada (terutama data hiperspektral satelit dan pesawat) maka pengambilan data diusahakan dalam waktu yang sama atau paling tidak hampir sama. Hal ini bertujuan untuk menghindari pengaruh perbedaan waktu tanam pada lokasi studi agar identifikasi varietas berdasarkan nilai spektralnya akurat.
1.3.1. Lokasi Penelitian (Region of Interest, ROI)
Lokasi penelitian dilakukan di sawah beririgasi daerah Indramayu (15 km x 30 km) (19 km x 22 km), Jawa Barat (Gambar 1.3) dari tanggal 25 Juni – 1 Juli 2008. Pertimbangan dalam penentuan wilayah studi ini adalah karena Kabupaten Indramayu merupakan daerah sentra produksi padi di Jawa Barat untuk beberapa varietas seperti Ciherang, ketan dan IR-42 dan alih fungsi lahan di kedua daerah ini termasuk cepat (Ditjen. Pengelolaan Lahan dan Air, 2010) sehingga perlu dilakukan pengamatan yang akurat dan kontinu. Selain itu, khususnya di Kabupaten Subang telah memiliki sarana dan prasarana pendukung penelitian tanaman padi seperti laboratorium dan lahan percobaan yang memadai.
Selama survei berlangsung, ada 3 fase pertumbuhan padi yang diukur yaitu, fase vegetatif, reproduktif dan pematangan (ripening). Data spektral yang diperoleh dikelompokkan sesuai dengan fase pertumbuhannya. Selanjutnya, secara simultan dilakukan pengukuran beberapa variabel tanaman seperti indeks luas daun (LAI) dan klorofil (SPAD) dengan menggunakan alat LICOR-LAI 2000 untuk LAI dan Chlorophyll Meter (SPAD-502 Minolta) untuk klorofil.
Gambar 1.2. Wilayah studi di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat.
2. Bahan dan Metoda (Teknik Analisis)
Metodologi penyelesaian masalah terdiri dari tahapan-tahapan proses yang mengacu pada metodologi pengolahan citra dan kerangka pikir yang telah dikembangkan. Metodologi tersebut terdiri dari beberapa tahapan yaitu:
1. Pewilayahan objek pada citra (termasuk pemutakhiran luas baku sawah) dengan pendekatan spasial. Pada metodologi ini akan dilakukan transformasi warna dan penapisan dan keluarannya adalah citra yang sudah terklasifikasi secara spasial (unsupervised).
2. Pemberian label pada area objek dengan mempertahankan batas antara objek berdasarkan pendekatan spasial dan pemberian label sesuai dengan pustaka vektor ciri spektral. Keluarannya adalah citra yang sdh terklasifikasi yang diperoleh secara nilai spektral (supervised).
3. Perhitungan estimasi panen, LAI dan klorofil (SPAD) akan diturunkan dari nilai reflektan asli maupun turunan dengan metode PLSR. Pengukuran in situ dilakukan dengan alat FieldSpec Pro pada saat cuaca cerah antara pukul 10.00 dan 14.00 waktu setempat. Diasumsikan pada waktu tersebut, sudut zenith matahari mendekati normal (tegak lurus) sehingga akan meminimalkan nilai gangguan pada pengukuran spektral.
3. Hasil dan Pembahasan.
3.1 Analisis PLSR terhadap LAI,SPAD dan panen
Di dalam PLSR seluruh panjang gelombang dilibatkan model kemudian hubungannya terhadap parameter-parameter biofisik tersebut diubah kedalam variable laten. Nilai koefisien determinasi, R2 model yang diperoleh dari hasil perhitungan merupakan gambaran seberapa dekat hubungan antara nilai spektral dari data FieldSpec dengan parameter-parameter biofisik tersebut. Sedangkan nilai R2 tes adalah model regresi yang diperoleh dari data FieldSpec kemudian di uji(dites) dengan data Hymap. Nilai R2 tes untuk SPAD dan panen menunjukkan nilai yang jauh lebih rendah dari R2 model. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal:
1. Data pengukuran SPAD dan panen merupakan data titik(point) sedangkan data LAI merupakan data spasial karena pengukurannya melalui perekaman fraksi cahaya yang diterima sensor pada suatu area sampling.
2. Untuk R2 tes terhadap data panen menunjukkan nilai yang sangat kecil. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh kesalahan pengukuran hasil produksi dilapangan sebab pengukuran hasil mencakup satu quadrat(10 mx10m) yang kemudian nilainya dikonversi ke dalam produksi per hektar. Sehingga jika terjadi kesalahan pada pengukuran quadrat maka akan terjadi bias pada nilai produksi perhektarnya. Selain itu, data panen yang diperoleh jumlahnya sangat sedikit sekali disbanding dengan data spektral yang ada.
3. Data spektral yang diperoleh dari perekaman dengan alat FieldSpec merupakan data titik sedangakan data HyMap merupakan data spasial. Dalam perekaman data Hymap tidak hanya spektral objek yang terekam juga spektral-spektral dari objek-objek di sekitarnya sehingga diperlukan proses pemurnian spektral objek lebih lanjut.
3.2 Hasil
PLSR, Indramayu
Di dalam PLSR, seluruh panjang gelombang dilibatkan di dalam model, dan kontribusi dari seluruh panjang gelombang ini dibuat secara tidak langsung melalui peubah laten.
3.2.1. LAI
Table 3.1. LAI
LV_number Reflectance-LAI FDR-LAI SDR-LAI
RSquare RMSE RSquare RMSE RSquare RMSE
1 0.569 0.115 0.624 0.151 0.553 0.484
3 0.801 0.552 0.902 0.411 0.872 0.462 4 0.904 0.407 0.932 0.348 0.903 0.409 5 0.93 0.353 0.944 0.317 0.919 0.377 6 0.938 0.333 0.946 0.313 0.927 0.361 7 0.948 0.306 0.952 0.294 0.94 0.328 8 0.95 0.301 0.955 0.288 0.947 0.309 9 0.952 0.296 0.96 0.271 0.95 0.302 10 0.955 0.287 0.964 0.258 0.956 0.284 11 0.961 0.266 0.967 0.248 0.959 0.275 12 0.965 0.255 0.969 0.239 0.962 0.263 13 0.967 0.247 0.971 0.232 0.967 0.248 14 0.969 0.241 0.976 0.213 0.968 0.243 15 0.973 0.225 0.979 0.199 0.97 0.237
Gambar 3.1 Grafik nilai loading weight terhadap Yield dari regresi FDR, SDR ROI Indramayu Model estimasi LAI dengan metode PLSR menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan PCR. Hal ini terlihat dari penggunaan jumlah komponen utama yang lebih sedikit. Dengan menggunakan 3 peubah laten, model estimasi ini sudah dapat mencapat tingkat akurasi lebih dari 80%. Dari tabel terlihat bahwa penggunaan data turunan pertama memiliki tingkat akurasi tertinggi. Panjang gelombang optimal seperti yang ditampilkan pada gambar 3.1 adalah sebagai berikut:
FDR: 0.7356 µm, 0.7067 µm, 0.7356 µm, 1.1236 µm SDR: 0.7497 µm, 0.6923 µm, 0.7211 µm, 1.2932 µm 3.2.2. SPAD Table 3.2 SPAD LV_number Reflectance-SPAD FDR-SPAD SDR-SPAD
RSquare RMSE RSquare RMSE RSquare RMSE 1 0.265 0.24 0.517 0.69 0.505 1.673 2 0.153 1.449 0.51 1.987 0.497 1.988 3 0.438 1.973 0.567 1.966 0.568 1.966 4 0.525 1.982 0.614 1.928 0.614 1.929 5 0.568 1.965 0.663 1.875 0.658 1.882 6 0.591 1.95 0.673 1.86 0.67 1.865 7 0.646 1.894 0.689 1.835 0.688 1.837 8 0.684 1.843 0.732 1.758 0.706 1.808 9 0.699 1.819 0.758 1.7 0.723 1.777 10 0.726 1.769 0.777 1.652 0.755 1.708 11 0.75 1.717 0.809 1.558 0.771 1.669 12 0.773 1.661 0.836 1.468 0.811 1.554 13 0.809 1.558 0.847 1.429 0.834 1.474 14 0.815 1.541 0.872 1.325 0.86 1.377 15 0.83 1.488 0.884 1.272 0.876 1.306
Gambar 3.2. Grafik nilai loading weight terhadap Yield dari regresi FDR, SDR ROI Indramayu
Sama halnya dengan estimasi LAI, pada estimasi SPAD dengan metode PLSR ini juga menunjukkan tingkat akurasi yang lebih baik dari metode PCR. Dengan menggunakan 4 peubah laten, tingkat akurasi sudah mencapai 60%. Panjang gelombang optimal seperti yang ditampilkan pada gambar 3.2 adalah sebagai berikut:
FDR: 0.7356 µm, 0.7067 µm, 0.9266 µm, 1.138 µm SDR: 0.7497 µm, 0.6923 µm, 1.1236 µm, 1.1669 µm 3.2.3. Yield
Table 3.3 Yield
LV_number Reflectance-YieldRSquare RMSE RSquareFDR-YieldRMSE RSquareSDR-YieldRMSE
1 0.046 0.113 0.033 0.094 0.04 0.105 2 0.16 0.658 0.287 0.815 0.256 0.797 3 0.311 0.781 0.431 0.882 0.519 0.888 4 0.444 0.88 0.505 0.897 0.561 0.888 5 0.489 0.887 0.55 0.884 0.607 0.871 6 0.534 0.885 0.662 0.843 0.652 0.846
7 0.623 0.858 0.73 0.786 0.742 0.778 8 0.672 0.833 0.761 0.757 0.758 0.762 9 0.796 0.715 0.786 0.727 0.784 0.73 10 0.84 0.652 0.851 0.634 0.82 0.682 11 0.864 0.609 0.882 0.573 0.868 0.601 12 0.892 0.552 0.895 0.543 0.878 0.581 13 0.9 0.532 0.921 0.479 0.908 0.513 14 0.913 0.5 0.944 0.408 0.921 0.478 15 0.934 0.44 0.956 0.362 0.944 0.409
Gambar 3.3 Grafik nilai loading weight terhadap Yield dari regresi FDR, SDR ROI Indramayu Secara umum terlihat bahwa model estimasi produktivitas dan estimasi parameter biofisik dengan metode PLSR adalah lebih baik dibandingkan dengan model estimasi dengan metode PCR. Dari tabel 3.3 terlihat bahwa dengan menggunakan minimal 5 peubah laten, tingkat akurasi yang dihasilkan sudah lebih tinggi dari metode PCR. Dari model estimasi ini juga terlihat bahwa penggunaan data-data reflektan turunan memiliki tingkat akurasi yang sedikit lebih baik. Gambar 3.3 memperlihatkan panjang gelombang optimal pada model yaitu untuk FDR: 0.7211 µm, 0.7067 µm, 1.1525 µm, 1.307 µm dan untuk SDR: 0.6923 µm, 0.7211 µm, 0.9426 µm, 1.2932 µm
4). Kesimpulan
Pada penelitian ini telah dilakukan data turunan dengan metode PLSR pada beberapa biofisik tanaman terhadap nilai spectral reflektansi dari data Hiperspektral.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari ketiga data tersebut bahwa data turunan pertama PLSR lebih akurat dari data original. Kemudian melihat semakin banyak PC-Component maka semakin besar nilai R-Square.
1). Carrascal, L.M, Ismael Galvan dan Oscar Goldo(2009). Partial least squares regression as an alternative to current regression methods used in ecology. Oikos 118,681-690.
2). N. Yatawara 91996). Multivariate Process Monitoring with Partial Least Squares Regression: A case study. IIQP Reasearch report RR-96-09.
3). Gaston Sanchez(2009). Understanding Partial Least Squares Path Modeling (An introduction with R). Academic Paper Universitat Politècnica de Catalunya (UPC), Spain. 4). Muhammad Hasrul Ma’ruf, Estraksi titik Wajah menggunakan Partial Least Square, Fasilkom UI, 2007