• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ALTERNATIF PENYALURAN DAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V ALTERNATIF PENYALURAN DAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB V

ALTERNATIF PENYALURAN

DAN PENGOLAHAN AIR BUANGAN

V.1. Umum

Berdasarkan data-data primer maupun sekunder yang telah dikumpulkan, maka kondisi wilayah perencanaan yang diperoleh adalah sebagai berikut:

 Luas daerah perencanaan : 21.261m2  Jumlah rumah yang akan dibangun : 141 unit  Kepadatan penduduk : 331 jiwa/Ha  Kedalaman muka air tanah : 40 m

 Suplai air bersih : 100 %  Kemiringan tanah : 1.5-4 %

 Koefisien permeabilitas tanah : 7 x 10-2cm/det.

Ujung Berung Regency memiliki kepadatan yang tinggi (>150 jiwa/Ha) dengan suplai air bersih yang tergolong tinggi pula (100%). Berdasarkan kriteria kepadatan penduduk dan suplai air bersih yang terdapat pada metode pengelolaan yang dapat dilakukan adalah on-site sanitation komunal.

Untuk menentukan alternatif sistem sistem penyaluran air buangan yang lebih tepat, dapat dilakukan dengan menggunakan diagram alir yang telah mempertimbangkan semua faktor-faktor yang penting. Diagram alir pemilihan alternatif penyaluran air buangan dapat dilihat sebagai berikut :

(2)

Gambar 5.1 Diagram Alir Pemilihan Alternatif Sistem Penyaluran Air Buangan (DPU, 1993)

dimana: Kt = Koefisien permeabilitas tanah

P = Kepadatan penduduk(jiwa/Ha) Hat = Tinggi muka air tanah

Sab = Suplai air bersih

Dengan menggunakan diagram alir diatas, maka sistem penyaluran air buangan yang cocok diterapkan di daerah perencanaan adalah sistem on-site sanitation dan alternatif yang dapat digunakan sebagai sistem penyaluran air buangan yaitu Small Bore Sewerage. Sistem ini memiliki kelebihan dan kekurangan yang dapat dilihat pada tabel berikut :

(3)

Tabel 5.1 Kelebihan dan Kekurangan Small Bore Sewerage (DPU, 1993)

Kelebihan Kekurangan

Cocok digunakan untuk daerah dengan kepadatan sedang sampai tinggi, terutama daerah yang telah menggunakan septic tank tetapi tanah sekitarnya sudah tidak mampu lagi menyerap efluen dari septic tank.

Biaya pemeliharaan yang relatif murah.

Mengurangi kebutuhan air, karena saluran tidak mengalirkan benda padat sehingga tidak memerlukan bangunan penggelontor.

Mengurangi kebutuhan pengolahan, misalnya screening.

Memerlukan lahan untuk peletakan tangki.

Kemungkinan dapat

terjadi clogging karena diameter pipa yang kecil.

Untuk dapat menentukan sistem pengolahan yang akan digunakan, terlebih dahulu ditentukan beberapa alternatif yang diperkirakan akan dapat memenuhi tujuan pengolahan yang ditetapkan. Dari beberapa alternatif yang diajukan tersebut, kemudian dipilih salah satu alternatif terbaik sebagai alternatif terpilih. Dalam mengajukan alternatif pengolahan terlebih dahulu perlu dipertimbangkan beberapa hal, antara lain :

1. Beban Pengolahan

Kualitas dan kuantitas influen harus dipertimbangkan dalam menentukan beban pengolahan. Selain itu juga perlu diketahui kualitas efluen yang ditetapkan. Dengan demikian alternatif yang diajukan diperkirakan akan dapat memenuhi tujuan pengolahan.

2. Efisiensi Pengolahan

Efisiensi pengolahan tergantung pada kemampuan unit-unit pengolahan yang ada dalam mereduksi parameter pencemar. Efisiensi pengolahan dari beberapa unit yang tersedia biasanya telah diketahui melalui literatur yang didapat dari berbagai percobaan dan data-data dari unit pengolahan yang telah ada sebelumnya.

3. Aspek Teknis

Hal-hal yang dipertimbangkan dari aspek teknis adalah ketersediaan lahan, kemudahan teknis pelaksanaan, dan pengadaan material dalam pembangunan unit pengolahan. Selain itu juga dipertimbangkan segi operasionalnya, menyangkut ketersediaan tenaga ahli peralatan,

(4)

4. Aspek Ekonomi

Aspek ekonomi merupakan dasar pertimbangan yang penting. Yang dipertimbangkan dalam aspek ini adalah masalah pembiayaan untuk konstruksi dan operasional.

5. Aspek Lingkungan

Pengaruh keberadaan instalasi terhadap lingkungan sekitar harus dipertimbangkan dalam memilih alternatif pengolahan. Pengaruh buruk yang akan ditimbulkan harus seminimal mungkin.

V.2. Small Bore Sewer Dan Komponennya

Sistem penyaluran air buangan yang ditetapkan di wilayah perencanaan adalah sistem small bore sewer yang memanfaatkan sistem pengolahan yang telah diterapkan oleh pihak pengembang yaitu septic tank sebagai tangki interseptor.

Sistem small bore sewer merupakan saluran air buangan dengan diameter kecil untuk menerima limbah cair buangan septic tank yang bebas buangan padat. Sistem ini didesain untuk mengalirkan bagian cair buangan rumah tangga. Pasir, lemak dan benda padat lain yang dapat mengganggu saluran dipisahkan dari aliran pada tangki interseptor yang dipasang di ujung setiap sambungan yang menuju saluran. Padatan yang terakumulasi pada tangki diangkat secara periodik. Secara umum sistem small bore sewer memiliki komponen berupa (Mara, 1996):

 Sambungan rumah

Dibuat pada inlet tangki interseptor, semua air buangan memasuki sistem melalui bagian ini.

 Tangki interseptor

Didesain untuk menampung aliran selama 12-24 jam untuk memisahkan padatan dari cairannya. Volumenya dapat menyimpan endapan yang akan diambil secara periodik.

 Saluran

Berupa pipa yang berukuran kecil (50-100 mm), dengan kedalaman yang cukup untuk mengalirkan air buangan dari tangki interseptor dengan sistem gravitasi dan dibuat sesuai dengan topografi yang ada.

 Manhole

Sebagai jalan masuk dalam pemeliharaan saluran serta menggelontor saluran serta untuk penggelontor selama perbersihan saluran.

(5)

 Vent

Untuk memelihara kondisi aliran yang bebas.

 Sistem pemompaan (jika diperlukan)

Untuk mengangkat efluen dari tangki interseptor ke saluran untuk mengatasi perbedaan elevasi yang diperlukan bagi sistem saluran dengan area yang luas.

V.2.1. Sambungan Rumah

Sambungan rumah adalah cabang atau pertemuan antara saluran air buangan dari rumah dengan saluran pengumpul. Pertemuan tersebut adalah pertemuan antara pipa persil dengan pipa servis.

Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada sambungan rumah adalah (Masduki, 2000):

 Tidak boleh mengganggu kelancaran aliran pada sambungan utama.

 Perubahan aliran tidak terlalu tajam (sudut pertemuan < 450) bila air buangan masuk ke dalam saluran pengumpul dalam arah horizontal.

 Diameter minimum adalah 50 mm dengan kemiringan 1-2%.

Gambar 5.2 Skema Small bore sewer (Mara, 1996)

V.2.2 Tangki Interseptor V.2.2.1. Fungsi

Tangki interseptor memiliki fungsi (Mara, 1996) yaitu:

 Sedimentasi.

Merupakan fungsi utama tangki yaitu untuk menurunkan kadar suspended solid dalam air buangan. Tangki didesain untuk menghasilkan kondisi tenang selama periode waktu yang cukup, sehingga suspended solid akan mengendap dan floatable solid akan terapung ke permukaan. Baffle inlet

(6)

 Penyimpanan.

Tangki interseptor berfungsi untuk menghindari seringnya pengambilan solid. Tangki dirancang dengan volume yang cukup untuk menyimpan lumpur dan busa hingga tiga tahun atau lebih tanpa mengganggu fungsi sedimentasi.

 Penguraian.

Penyimpanan solid dalam jangka waktu yang lama menyebabkan terjadinya proses penguraian lumpur secara anaerob. Bakteri anaerob menghancurkan senyawa organik menjadi senyawa terlarut dan gas-gas seperti H2, CO2, H2S dan CH4. Proses penguraian menimbulkan pengaruh

pada kinerja tangki:

 Reduksi volume lumpur.

 Dapat direduksi hingga 50-80 % (tergantung temperatur) sehingga mengurangi beban pemompaan lumpur.

 Pencampuran (mixing).

 Gelembung udara pada selimut lumpur akan mengaktifkan mikroorganisme bila dekomposisi padatan secara anaerob dan padatan organik tetap pada fase cair.

 Turbulensi.

 Timbulnya gelembung akan mengapungkan solid, sehingga akan keluar tangki.

 Gas-gas berbahaya.

 Akumulasi gas yang diproduksi dalam tangki dapat menimbulkan ledakan. Gas-gas ini ada yang bersifat toksik maupun antitoksik.

 Penurunan aliran (tangki rata-rata).

 Fungsi terpenting tangki adalah mengurangi aliran puncak dengan membatasi gelombang aliran. Aliran 11 l/jam dapat berkurang hingga 4 l/jam. Penurunan bertambah seiring dengan peningkatan luas

(7)

V.2.2.2. Jumlah Sambungan Rumah Yang Dilayani

Setiap tangki interseptor akan mencapai hasil yang optimal bila hanya melayani satu sambungan rumah karena pendimensian tangki interseptor hanya akan memperhitungkan kapasitas untuk satu rumah saja.

V.2.2.3. Bahan dan Konstruksi

Tangki interseptor harus terbuat dari pasangan yang tahan terhadap korosi, kedap air, dan tahan lama harus kuat menahan beton dan gaya-gaya yang timbul akibat tekanan air dan tanah. Bahan yang dapat digunakan adalah:

 Dinding dan dasar bak: batu, batu merah, dan beton. Sedangkan untuk plesteran digunakan mortar dari semen dan pasir.

 Plat penutup tangki: beton bertulang, kayu, dan plat besi.

Saluran pembuangan air limbah : pipa tanah liat, pipa beton, pipa asbes semen, dan PVC.

V.2.2.4. Bentuk dan Volume

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam mendesain septic tank antara lain : 1. Perbandingan panjang (P) dan lebar (L) untuk septic tank berbentuk empat

persegi panjang adalah 2 : 1 sampai 4 : 1.

2. Tangki yang berukuran kecil hanya melayani satu keluarga dapat berbentuk bulat dengan diameter minimum 1,2 m dan kedalaman minimum (Hmin) 1 m.

3. Waktu detensi (td) dalam tangki 1-3 hari.

4. Waktu retensi hidrolik minimum merupakan waktu yang dibutuhkan sehingga pengendapan terjadi. Nilai th tidak boleh kurang dari 0,2 hari.

Persamaan yang digunakan untuk menghitung waktu retensi hidrolik minimum (Mara, 1996) adalah:

th = 1,53 – 0,3 log (P x q)……….………...….(5.1)

dimana: th = Waktu retensi hidrolik minimum (hari)

P = Populasi per rumah (orang) q = Debit air buangan (l/orang/hari)

(8)

7. Volume sludge digestion dan penyimpanan, atau disebut juga volume lumpur dalam tangki dihitung dengan rumus (Mara, 1996):

VL = 40 x 10-3 (P x N)………….……….(5.3)

dimana:

N = Periode pengerukan lumpur (tahun)

Angka 40 adalah akumulasi lumpur per orang per tahun (l/orang/tahun) 8. Volume yang dibutuhkan untuk pengendapan dihitung dengan rumus

(Mara, 1996):

Vh = 10-3 (P x q) th………...(5.4)

dimana: Vh = Volume tangki (m3)

th = Waktu retensi hidrolik minimum (hari)

P = Populasi per rumah (orang) q = Debit air buangan (l/orang/hari)

9. Tinggi air dalam septic tank sekurang-kurangnya (Hmin) 1 m dan

maksimum 2.1 m.

10.Tinggi tangki adalah tinggi air di dalam tangki ditambah tinggi ruang bebas (freeboard) sebesar 20-40 cm dan ruang simpan lumpur.

11.Tinggi ruang simpan lumpur (HL) = L

V

P x L ………...……….(5.5)

12.Berdasarkan pengalaman penerapan septic tank di Indoensia, untuk air buangan domestik 1000 l/hari (1 m3/hari), akan menghasilkan busa dalam tangki sebesar 0,4 m3. Karena itu kedalaman busa merupakan fungsi dari luas permukaan tangki (Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemukiman, 1997) Kedalaman busa (Hb) = L x P 0,4

per 1 m3 air buangan…………...……..(5.6)

13.Tinggi daerah bebas lumpur (Hp) = Vh

P x L………...……(5.7)

14.Lebar tangki sekurang-kurangnya 0,7 m dan panjang minimal 1,5 m. 15.Dasar tangki dapat dibuat horisontal atau dengan kemiringan tertentu

untuk memudahkan pengurasan lumpur. 16.Dinding tangki harus tegak.

Tutup tangki harus dibuat dengan beton, dengan tinggi maksimum terbenam dalam tanah adalah 0,4 m untuk memudahkan inspeksi.

(9)

V.2.2.5. Inlet dan Outlet

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mengatur inlet dan outlet dalam tangki karena hal ini juga merupakan bagian penting dalam mendesain tangki interseptor :

1. Pipa inlet harus sama atau lebih besar ukurannya dengan sambungan rumah. Pipa inlet harus berupa T agar proses pengendapan dalam tangki tidak terganggu oleh tekanan air yang tiba-tiba dan tidak mengganggu lapisan busa.

2. Outlet tangki lebih kecil atau sama dengan diameter saluran, seperti juga pada inlet, pipa outlet harus berupa T agar busa tidak terbawa keluar tangki.

3. Pipa outlet harus diletakkan 5-10 cm lebih rendah dari pipa inlet.

4. Sebagai alternatif dari penggunaan pipa T dapat pula dipakai sekat/baffle yang terbuat dari papan kayu/plat form.

5. Pipa inlet harus terbenam 20-30 cm dibawah permukaan cairan dan menonjol 10-15 cm diatas permukaan air.

6. Jarak pipa inlet / outlet terhadap dinding tegak adalah 10-30 cm.

V.2.2.6. Ventilasi

Tangki harus dilengkapi dengan pipa udara untuk mengeluarkan gas yang dihasilkan dari proses penguraian zat organik oleh mikroba. Pipa udara harus terbuat dari bahan yang tahan korosi dengan diameter 50-200 mm. Ujung pipa udara perlu dilengkapi dengan pipa U atau pipa T sedemikian rupa, sehingga lubang pipa udara menghadap ke bawah dan ditutup dengan kawat kasa.

V.2.2.7. Manhole

Tangki harus dilengkapi dengan lubang pemeriksaan yang terbuat dari plat beton atau plat baja sebagai lubang untuk pengurasan lumpur dan keperluan-keperluan lainnya. Lubang pemeriksaan berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 0,6 x 0,6 m2.

(10)

V.2.2.8 Penempatan Tangki Interseptor

Penempatan tangki interseptor atau septic tank di perumahan Ujung Berung Regency berada di depan rumah. Penempatan ini akan memudahkan penyambungan ke perpipaan air buangan yang direncanakan di tengah jalan.

Dimensi septic tank tersebut dibuat tipikal untuk setiap rumah. Jadi dimensi septic tank untuk setiap jenis rumah adalah sama.

V.2.2.9. Operasi dan Pemeliharaan

Walaupun periode pengurasan lumpur direncanakan n tahun sekali, tetapi pemeriksaan septic tank harus dilakukan 12-18 bulan sekali untuk septic tank yang melayani kebutuhan rumah tangga dan setiap 6 bulan sekali untuk instansi non domestik.

Hal-hal yang harus dilakukan untuk pemeriksaan ini adalah:

1. Mengukur jarak antara lapisan bawah scum dengan mulut bawah pipa outlet (jarak ini tidak boleh kurang dari 7,5 cm).

2. Mengukur tebal lapisan lumpur. Tebal lapisan lumpur tidak boleh lebih dari 50 cm.

Pengambilan lumpur dapat dilakukan dengan cara penimbaan atau pemompaan. Lumpur/scum yang telah dikeluarkan dari tangki biasanya masih membahayakan kesehatan. Karena itu pengolahan lumpur dapat dilakukan dengan cara :

 Ditimbun dalam galian yang berbentuk saluran yang dalamnya 60 cm.  Dicampur dengan sampah dan dibuat kompos.

 Diolah dalam suatu instalasi pengolahan lumpur tinja.

V.2.3. Perkembangan Small Bore Sewer

Small bore sewer (Mara, 1996) adalah suatu cara penyaluran air buangan ke unit pengolahan air buangan dengan memanfaatkan elevasi antara hulu dengan hilir dengan memanfaatkan energi perbedaan elevasi antara hulu (upsteam) dan hilir (downstream). Karena itu penentuan dimensi Small bore sewer tergantung pada:

 Lokasi.

 Kedalaman dan ukuran saluran.  Gradien hidrolis.

(11)

Gradien harus dibuat dengan teliti, untuk menjaga kehilangan tekanan hidrolis masih dalam batas energi yang tersedia.

V.2.3.1 Tata Letak Sistem

Tata letak (layout) merupakan salah satu hal yang penting dalam perancangan sistem perpipaan, karena harus mengikuti pola aliran alami, biasanya meliputi:

 Batas-batas daerah yang dilayani jaringan pipa.

 Jalur-jalur pipa disusun untuk menentukan pola aliran yang ekonomis.  Penentuan jalur pipa induk.

Tata letak dapat dikembangkan dari peta-peta daerah yang dilayani pipa:

 Elevasi.  Jalan pipa.  Bangunan.  Batas wilayah.

Tata letak dimulai dengan memilih outlet dan batas daerah pelayanan. Daerah pelayanan didesain mengikuti saluran drainase alami. Dalam batas ini jalur saluran harus memperhatikan hal-hal berikut :

 Lokasi dan elevasi tangki interseptor.  Hak milik tanah dan kemudahan.  Stasiun pompa.

 Pengembangan masa depan.

 Rencana jaringan bawah tanah lainnya (PAM, PLN, TELKOM)  Gangguan pada permukiman dan lalu lintas.

Lokasi dan elevasi outlet tangki interseptor serta topografi lokasi menentukan jalur dan kedalaman yang diperlukan saluran. Hal-hal penting lainnya yang turut dipertimbangkan adalah overflow, biaya untuk pembebasan tanah sekitar jalur serta konstruksi. Jalur yang berbelok-belok tidak dapat diabaikan, tetapi harus direncanakan dengan baik sehingga tidak menimbulkan pengaruh pada kekuatan pipa. Demikian pula bagi rumah-rumah yang terletak bersisian jalan, penentuan jalur hendaknya dapat melayani kedua sisi tersebut sehingga dapat menghemat biaya yang harus dikeluarkan.

(12)

V.2.3.2 Desain Hidrolis

Small bore sewer dapat didesain untuk aliran saluran terbuka dan aliran saluran bertekanan (Mara, 1996). Berbeda dengan sistem konvensional yang didesain untuk aliran terbuka saja. Persamaan Manning dapat dipergunakan untuk aliran penuh maupun tidak penuh, dengan persamaan sebagai berikut:

2 1 3 2 1 V x R x S n  ……….………...(5.8)

dimana: V = kecepatan aliran rata-rata (m/detik). R = jari-jari hidrolis saluran (m).

S = kemiringan saluran (m/m). n = koefisien kekasaran Manning

Koefisien kekasaran pipa dihubungkan dengan bahan pipa, variasi dimensi bagian dalam, sambungan, penyesuaian dan pembuatan. Kandungan dan perkembangan biologis akan menambah kekasaran dinding pipa sesuai dengan penambahan waktu. Oleh karena itu koefisien untuk desain harus berdasarkan kekasaran maksimum. Nilai n bervariasi antara 0,011-0,015 tetapi pada umumnya yang sering dipakai adalah nilai n sebesar 0,013.

Perawatan gradient yang dilakukan secara teliti setiap hari untuk menjaga kecepatan membersihkan sendiri tidak dibutuhkan dalam sistem small bore sewer karena sistem ini didesain hanya untuk mengalirkan bagian cair dari air buangan.

V.2.3.3 Sistem Saluran

Sistem saluran yang biasa dipergunakan dalam penyaluran air buangan telah diuraikan pada bab sebelumnya. Pada sistem small bore sewer, saluran air buangan hanya terdiri dari pipa persil dan pipa servis, walaupun begitu, jika memang dibutuhkan pipa lateral maka dapat digunakan pula.

(13)

V.2.3.4 Perlengkapan Sistem Saluran Yang Dibutuhkan

Perlengkapan saluran yang diperlukan dalam sistem saluran small bore sewer berupa perlengkapan yang biasa digunakan dalam penyaluran air buangan (seperti yang diuraikan pada bab sebelumnya).

V.3. Perencanaan Sistem Pengolahan

Ada berbagai cara yang bisa dilakukan untuk mengolah air limbah. Pengolahan biologis secara alami merupakan salah satu alternatif pengolahan yang tidak membutuhkan biaya tinggi. Pengolahan biologi secara alami adalah penggunaan bermacam kolam, pengolahan dengan lahan, dan sistem wetland. Sistem wetland khususnya wetland yang sengaja dibuat (constructed wetland) telah menjadi perhatian khusus selama 30 tahun terakhir.

Terdapat berbagai macam pengolahan lanjutan air buangan untuk sistem on-site, di antaranya Conventional System, Anaerobic Upflow Filter, Mound System, Intermittent Sand Filter, Recirculating Sand Filter, Water Separation System, dan Constructed Wetland. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.. Berdasarkan pertimbangan pada rata-rata efektifitas pemulihan nutrient, biaya konstruksi, operasi dan pemeliharaan yang ada, tabel 5.2 dan 5.3 menampilkan perbandingan untuk masing-masing sistem pengolahan. Dari perbandingan tersebut, sistem pengolahan dengan menggunakan Constructed Wetland menunjukkan hasil dan kemampuan yang paling optimal sehingga paling cocok diterapkan di daerah perencanaan.

(14)

Tabel 5.3 Biaya Sistem Pengolahan Setempat (ESP USAID, 2006)

Constructed Wetland adalah sebuah daerah yang dirancang dan dibuat oleh manusia, yang terdiri dari media/substrat, vegetasi, kehidupan satwa dan air menyerupai lahan basah alami yang dipergunakan dan dimanfaatkan bagi kepentingan manusia (Hammer, 1989). Constructed Wetland adalah sistem pengolahan terencana/terkontrol yang telah didesain dan dikonstruksi untuk menggunakan proses alami yang melibatkan vegetasi wetland, tanah, dan mikroorganisme untuk mengolah air limbah. Wetland adalah sistem yang tidak membutuhkan biaya tinggi, efisiensi sumber daya, low maintenance tetapi dapat menyisihkan polutan. Selain itu constructed wetland merupakan pengolahan air buangan yang berkelanjutan (sustainable), berwawasan lingkungan (ecologycal), menggunakan bahan lokal serta dapat diimplementasikan ke dalam kehidupan yang memiliki latar budaya lokal. Selain itu kemampuannya dalam memulihkan nutrient sangat tinggi. Kelemahannya memerlukan lahan yang relatif luas, oleh sebab itu disarankan dalam penerapannya di dahului dengan metode pengolahan yang lain. Penyisihan polutan pada Constructed Wetland terjadi melalui beberapa macam mekanisme seperti sedimentasi, filtrasi, volatisasi, adsorbsi, absorbsi, dekomposisi oleh mikroorganisme dan penyisihan oleh tanaman.

Wetland buatan terutama sangat cocok diaplikasikan di negara-negara berkembang karena sangat fleksibel dalam ukuran maupun fungsi yang diperlukan. Sistem ini cocok diterapkan di Indonesia, karena selain lahan yang dibutuhkan masih tersedia, juga iklim tropis yang sangat mendukung, menyediakan lingkungan yang sangat baik untuk lahan basah buatan karena temperatur yang lebih hangat dapat meningkatkan aktivitas biologis dan efisiensi penyisihan. Di Asia Tenggara, Thailand dan Malaysia adalah negara yang banyak

(15)

menggunakan teknologi ini. Di Afrika dan Amerika Latin seperti Brasil, teknologi ini mulai berkembang dengan penekanan fungsi untuk menyisihkan patogen. Sedangkan di negara maju seperti Amerika, Australia, dan negara-negara Eropa pemakaian teknologi ini sudah banyak dan terus meningkat. Sejak tahun 1970-an, di AS telah dibangun sekitar 1600 unit dan di Eropa beroperasi sekitar 5000 unit wetland buatan untuk pengolahan air limbah. Pada tahun 2002, diketahui jumlah unit wetland buatan telah melebihi 8000 unit, yang tersebar di seluruh dunia terutama di negara maju (Mander, 2003). Walaupun memiliki sejumlah keunggulan, teknologi wetland buatan seperti teknologi pengolah air limbah lainnya juga mempunyai keterbatasan (Hammer, 1989).

Keunggulan wetland buatan dibandingkan dengan fasilitas pengolahan limbah konvensional adalah :

1. Biaya investasi, operasi, dan pemeliharaan yang lebih murah.

2. Pengoperasian dan perawatan lebih mudah sehingga dapat dilakukan oleh tenaga lokal.

3. Mempunyai efisiensi yang cukup tinggi.

4. Relatif toleran terhadap berbagai tingkat konsentrasi bahan pencemar sebagai akibat fluktuasi hidrolis dan jumlah bahan pencemar yang memasuki sistem.

5. Dapat menghilangkan logam-logam berat yang tidak dapat diolah dengan cara konvensional.

6. Bahan pencemar di dalam air limbah dapat didaur ulang untuk menjadi biomassa yang bernilai ekonomis.

7. Cocok dikembangkan di pemukiman yang kecil, daerah pertanian, daerah pertambangan yang mampunyai lahan yang cukup luas.

8. Memberikan keuntungan yang tidak langsung seperti mendukung fungsi ekologis, kawasan hijau, habitat satwa, dan juga untuk kawasan rekreasi. Beberapa keterbatasan wetland buatan dibandingkan dengan fasilitas pengolahan limbah konvensional adalah :

1. Memerlukan lahan yang luas.

2. Kriteria desain dan operasi masih belum jelas.

(16)

Gambaran pengolahan air limbah domestik dengan wetland buatan dapat dilihat pada Gambar 5.4. Black water yang telah mengalami pengolahan pendahuluan dengan tangki imhoff, tangki septik, dan lain-lain, digabungkan dengan grey water kemudian dialirkan ke sistem wetland buatan. Effluen dari wetland dapat digunakan untuk berbagai keperluan.

Gambar 5.4 Sistem Pengolahan Air Limbah Domestik dengan Wetland Buatan

( www.Constructed wetland /The Reed bed.com)

V.3.1 Tipe Wetland Buatan

Ada tiga tipe utama dari wetland buatan, yaitu : 1. Free Water Surface (FWS)

2. Horizontal Subsurface Flow (HSF) 3. Vertical Flow System (VFS)

V.3.1.1 Free Water Surface (FWS)

Pada tipe ini air mengalir secara keseluruhan di atas permukaan tanah, dalam hal ini air mengalir langsung dari satu kolam ke kolam lain tanpa merembes ke dalam tanah. Permukaan air tidak terlindung atau bersentuhan langsung dengan udara luar. Proses pengendapan merupakan mekanisme pengolahan utama pada tipe ini. Kolam berisi tanaman terapung, lapisan tanah di dasar kolam berfungsi sebagai media akar. Kedalaman air berkisar dari hanya beberapa centimeter sampai 0,8 m, tergantung dari tujuan dibangunnya lahan basah buatan ini. Kedalaman yang sering dipakai adalah 0,3 m.

Free Water Surface terdiri dari kolam atau saluran saluran yang paralel dengan lapisan tanah di bagian dasar kedap air. Hal ini dapat dilakukan dengan cara melapisinya dengan tanah liat atau liner lain sebelum diisi dengan substrat. Pengolahan awal air limbah biasanya digunakan terlebih dahulu dan selanjutnya

(17)

terjadi pengolahan dimana air limbah mengalir pelan melewati batang dan akar tanaman yang ditanam di atas kolam.

V.3.1.2 Horizontal Subsurface Flow (HSF)

Pada tipe ini kolam digali sampai kedalaman tertentu kemudian diisi dengan media/substrat seperi tanah, pasir, kerikil. Kedalaman media berkisar antara 0,3-0,6 m. Vegetasi dari horizontal subsurface flow ini ditanam di media lapisan paling atas. Tanaman yang sering digunakan adalah tumbuhan yang biasa hidup di lingkungan basah seperti jenis cattail, bulrush, sedges, reeds, rushes, dll. Tinggi permukaan dipertahankan selalu berada sekitar 15 cm di bawah permukaan media dengan mengatur ketinggian outlet agar berada di bawah permukaan media. Keuntungan dari tipe horizontal subsurface flow ini adalah tidak adanya genangan air yang dapat menimbulkan bau dan menjadi tempat nyamuk berkembang biak. Kekurangan tipe ini adalah bakteri menghasilkan biofilm yang dapat menyumbat pori-pori media sehingga menyebabkan clogging. Selain itu sering terjadi aliran pendek yang menyebabkan menurunnya efisiensi pengolahan. Biaya konstruksi yang dibutuhkan untuk tipe ini juga jauh lebih tinggi dari tipe free water surface. Tipe horizontal subsurface flow dapat dilihat pada Gambar 5.5

Gambar 5.5 Wetland Buatan Tipe Horizontal Subsurface Flow

( www.Constructed wetland /wastewater treatment system.com)

Ada beberapa patokan logis yang perlu diperhatikan dalam konstruksi horizontal subsurface wetland, diantaranya adalah :

(18)

 Tidak cocok digunakan untuk pengolahan air limbah yang mempunyai beban suspended solid yang amat tinggi. Karena itu dianjurkan adanya unit pengolahan pendahuluan seperi bak sedimentasi, tangki septik, tangki imhoff, dll.

 Bila disesain dan dibuat konstruksi yang baik, operasinya akan mudah dan proses pengolahannya berjalan secara alamiah dan berfungsi dengan sendirinya dalam kurun waktu yang cukup lama yaitu 15-20 tahun.

 Perlu diatur agar aliran terdistribusi secara merata pada seluruh lebar zona inlet tersebut.

 Menggunakan media kerikil dengan bentuk relatif bulat dan ukuran yang hampir sama.

 Menggunakan arang sebagi karbon aktif untuk mengurangi dan mengabsorbsi deterjen pada air limbah grey water.

V.3.1.3 Vertical Flow System (VFS)

Salah satu kelemahan tipe aliran horizontal adalah kemungkinan terjadinya aliran pendek, dimana air limbah melewati jalur terpendek untuk keluar dari system. Hal ini menyebabkan air limbah tidak mencapai zona akar secara merata dan proses pengolahan menjadi kurang efektif. Untuk mengatasi masalah aliran pendek adalah membuat wetland dengan aliran vertikal. Pada dasarnya tipe ini hampir sama dengan tipe horizontal subsurface flow, hanya berbeda pada arah aliran air limbah.

Pada aliran vertikal dapat dibuat dengan aliran vertikal menurun dan vertikal menanjak. Untuk aliran vertikal menurun, air dialirkan ke dalam wetland buatan dari lapisan atas media dan saluran outlet dibuat di dasar media. Air akan mengalir ke bawah dengan melewati zona akar dengan gaya gravitasi. Akan tetapi aliran air dari atas juga masih ada kemungkinan untuk mengalir langsung ke bawah tanpa tersebar dengan merata di zona akar. Untuk itu dapat dibuat aliran vertikal menanjak, dimana air limbah masuk dialirkan melalui pipa ke dasar wadah, sedangkan saluran outlet dibuat di atas media. Ketika masuk, air akan menggenang di dasar untuk kemudian secara perlahan-lahan naik dari lapisan bawah ke lapisan atas melalui zona akar. Kalau genangan sudah mencapai lapisan paling atas media dengan sendirinya air akan keluar melalui saluran outlet. Dalam sistem aliran vertikal menanjak ini, air akan mempunyai kesempatan yang lebih

(19)

lama berkontak dengan zona akar. Wetland buatan tipe vertical flow system dapat dilihat pada Gambar 5.6

Gambar 5.6 Wetland Buatan Tipe Vertical Flow System

( www.Constructed wetland /wastewater treatment system.com)

V.3.2 Komponen-komponen Wetland Buatan

Agar pengolahan air limbah efektif maka wetland buatan membutuhkan beberapa komponen penting (Hammer, 1989), yaitu:

1. Substrat/ media (tanah, pasir, kerikil, dll) dengan berbagai tingkat konduktivitas hidrologis.

2. Tumbuhan akuatik, baik yang tumbuh melekat pada substrat maupun yang mengapung dalam air.

3. Genangan air baik yang mengalir di atas atau di bawah permukaan tanah. 4. Mikroorganisme aerob dan anaerob

5. Hewan yang bertulang belakang dan tidak bertulang belakang.

Komponen biotik dan abiotik tersebut saling berinteraksi sehingga membentuk keseimbangan jaring-jaring makanan dan perpindahan energi. Ketika air limbah masuk ke dalam sistem tersebut, bahan pencemar yang terkandung di dalamnya akan menjadi salah satu bahan baku dalam mata rantai makanan yang akan didegradasi oleh mikroorganisme dan diserap oleh tanaman. Komponen-komponen ini dapat divariasikan sesuai dengan kebutuhan pengolahan air limbah yang dibutuhkan.

V.3.2.1 Substrat/Media

(20)

mempengaruhi waktu detensi sistem. Semakin besar nilai konduktivitas maka nilai waktu detensi semakin kecil.

Pemilihan media yang akan digunakan tergantung pada karakteristik air limbah, tujuan utama pengolahan yang diinginkan, karakteristik desain yang akan digunakan. Pasir baik untuk pertumbuhan tanaman, penetrasi akar tanaman dapat menjadi lebih dalam. Media pasir akan cepat mengalami clogging jika beban suspended solid pada air buangan cukup tinggi. Kerikil dapat mengatasi masalah clogging, akan tetapi kurang baik untuk aktivitas dan perkembangbiakan bakteri dibandingkan tanah dan pasir. Tanah baik untuk pertumbuhan tanaman, penetrasi akar tanaman dapat lebih dalam. Tanah juga dapat menyerap senyawa- senyawa organik dan nutrien yang terdapat air buangan. Tanah liat sering digunakan sebagai media untuk penyisihan fosfor. Karakteristik beberapa media yang digunakan untuk wetland ditunjukkan pada Tabel 5.4

Tabel 5.4 Karakteristik Beberapa Media Untuk Wetland Buatan (Reed 1995) Jenis Media Ukuran

D10 (mm) Porositas, (%) Konduktivitas hidrolis, ks (m3/m2/d) Medium sand Coarse sand Gravelly sand Fine gravel Medium gravel Coarse rock 1 2 8 16 32 128 26-30 28-32 30-35 35-38 36-40 38-45 50-500 100-1.000 500-5.000 1.000-10.000 10.000-50.000 50.000-250.000 Media Tanah

Tanah merupakan penutup terluar bumi yang terdiri dari lapisan-lapisan bahan yang tersusun longgar bahan organik dan organik. Tanah merupakan medium alami tempat tanaman hidup, berkembang biak, dan mati. Tanah menyediakan dukungan fisik yang diperlukan bagi sistem perakaran dan juga berfungsi sebagai reservoir udara, air, dan nutrien yang juga penting bagi tanaman.

Ditinjau dari sudut kimia-biologi, tanah merupakan campuran kompleks dari elemen-elemen batuan, organisme hidup, dan materi organik. Tanah bagian atas terdiri dari humus yang merupakan materi organik dalam bentuk yang halus. Tanah lapisan atas mampu menyerap dan menyimpan air dari ion-ion nitritif, dapat berfungsi sebagai buffer guna menstabilkan pH, mempunyai stuktur yang

(21)

memudahkan akar masuk ke dalam tanah, mempermudah sirkulasi air dan udara dalam tanah.

Karakteristik Fisik Tanah

Sifat-sifat fisik tanah sangat bergantung pada ukurannya. Umumnya partikel tanah menempati lebih dari separoh rongga dalam tanah. Rongga yang terdapat diantara partikel disebut ruang pori, ditempati oleh air dan udara. Kepadatan tanah didefenisikan sebagai massa per satuan volume tanah kering yang mencerminkan ruang pori total dari tanah. Tanah berpasir memiliki struktur butir tunggal karena adanya keseragaman ukuran partikelnya sedangkan pada tanah lempung berpasir atau tanah lempung bergeluh, partikel-partikelnya mengelompok membentuk agregat.

Kestabilan agregat tanah bergantung pada bahan organik dalam masing-masing tanah tersebut dan keadaan alami hasil mikroba yang mengikat partikel-partikel tanah menjadi satu. Agregasi tanah merupakan faktor penting dalam pertumbuhan tanaman, karena pergerakan udara, air dan perpindahan energi saling berkaitan dengan porositas tanah.

Permeabilitas tanah atau sering disebut konduktivitas hidrolis merupakan kemampuan tanah untuk menghantarkan atau melewatkan cairan. Suatu tanah dengan nilai permeabilitas tinggi berarti tanah tersebut mudah dilewati air. Dengan demikian untuk tanah dengan permeabilitas tinggi, akan mempercepat waktu kontak antar limbah dengan butir tanah.

Karakteristik Kimia Tanah

Tanah merupakan medium nutrien-nutrien yang dibutuhkan oleh tanaman. Nutrien tersebut adalah Carbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), Fosfor (P), Belerang (S), Kalium (K), Calsium (Ca), Magnesium (Mg), Besi (Fe), Mangan (Mn), Seng (Zn), Tembaga (Cu), Molibdeum (Mo), Boron (B), dan Chlor (Cl).Fe, Cu, Mo, B, dan CL dianggap sebagai unsur mikro karena hanya dibutuhkan dalam jumlah kecil dan sisanya dibutuhkan dalam jumlah besar.

Tiga komponen utama tanah yang menyediakan nutrien bagi tanaman adalah bahan organik, turunan bahan batuan induk, serpih-serpih lempung. Nutrien

(22)

Bahan organik dalam tanah merupakan sumber potensial dari N, P, dan S untuk pertumbuhan tanaman. Penguraian bahan organik secara mikrobiologi merupakan langkah penting untuk melepaskan ikatan nutrien di dalam sisa bahan organik sehingga menjadi bentuk yang tersedia (dapat dimanfaatkan). Mineral anorganik berasal dari batuan (pasir dan geluh) yang menjadi bentuk yang tersedia bagi tanaman setelah mengalami dekomposisi mineral. Sebaliknya, serpih-serpih lempung yang berasal dari tanah menyediakan mineral-mineral sekunder. Mineral-mineral lempung tersusun dari tiga tipe mineralogy yaitu kaolinit, mont morilonit, dan ilit.

Fiksasi Ion dalam Tanah

Diperkirakan sekitar 5 % dari nitrogen total yang berada di permukaan tanah dan 60 % dari nitrogen total yang berada di bawah tanah berada dalam bentuk ammonium yang tidak dapat bertukar (terikat). Sifat tanah yang mempertahankan ion NH4 ini dikenal sebagai fiksasi ammonium, yang mekanismenya sangat rumit.

Ion ammonium menggantikan kation-kation lain dalam tanah seperti Ca, Mg, Na, dan H di dalam kisi mineral-mineral lempung. Selama proses ini, kisi dari mineral-mineral lempung mengkerut dan ion-ion ammonium terperangkap dalam bentuk yang tidak dapat dipertukarkan (terikat).

Fiksasi kalium juga terjadi dalam mekanisme yang serupa. Sebagian besar fosfor yang ditambahkan dalam tanah juga terikat seperti halnya senyawa-senyawa tidak larut lainnya yaitu besi, aluminium, ortokalsium, fosfat, dan apatit. Anion-anion organik seperti sitrat, tartarat, asetat, oksalat, malat, dan lain-lain dapat membebaskan fosfor yang terikat.

V.3.2.2 Vegetasi dalam Wetland Buatan

Tanaman adalah komponen penting dalam wetland buatan yaitu mentransfer oksigen melalui akar dan sistem rhizome menuju bagian dasar media dan meyediakan suatu media di bawah air untuk tempat melekatnya mikroorganisme. Selain itu tanaman air juga menyerap bahan pencemar dari air limbah untuk menjadi biomassa yang dapat bernilai ekonomis tergantung jenis tanamannya.

Para peneliti menemukan bahwa beberapa tanaman air dapat menyerap zat-zat organik dan beberapa komponen organik dari air. Tanaman akan melahirkan suatu micro ecosystem yang menghasilkan sinergi yang positif terhadap proses

(23)

pengolahan limbah. Tanaman tersebut mengarsorbsi dan meleburkan material-materail terlarut tersebut ke dalam struktur metabolisme mereka sendiri. Kadar unsur hara anorganik ideal yang dibutuhkan oleh tanaman ditunjukkan pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Kadar Unsur Hara Anorganik Ideal yang Dibutuhkan Tanaman (Wheatley 1987) Unsur hara anorganik Komposisi ideal bagi tanaman (mg/l) Nitrat (sebagai N)

Ammonia nitrogen (sebagai N) Fosfor (sebagai P) Kalium Kalsium Magnesium Besi Mangan Natrium Klor 40-45 0,1 90-100 90-100 125 85 8-12 1 60 50

Fungsi tanaman air dalam pengolahan air limbah dengan wetland buatan adalah sebagai berikut

1. Akar dan atau batang yang terendam dalam air:

 sebagai tempat tumbuhnya bakteri

 sebagai media absorbsi dan filtrasi dari solid 2. Batang dan atau daun pada atau di atas permukaan air:

 mengurangi sinar matahari sehingga dapat mencegah pertumbuhan alga  mengurangi egek angin dari air

 meningkatkan transfer oksigen ke akar

Tujuan utama pemanfaatan tanaman ini adalah untuk untuk menjaga kondisi konduktivitas hidrolis dari bidang pengolahan dan menyediakan sarana transfer oksigen dari udara ke akar (rhizosfer) dimana dilakukan degradasi.

Oleh karena itu pada daerah akar akan terjadi degradasi materi organik secara aerob dan anaerob. Tanaman berfungsi seperti suatu pompa biologis yang mengkonversi energi sinar matahari menjadi energi kimia dan membawa oksigen dari permukaan daun dan batang untuk dilepaskan di akar, sehingga dapat memungkinkan terjadinya degradasi senyawa organik dan anorganik media wetland, seperti pada Gambar 5.7.

(24)

Gambar 5.7 Zona Akar Tanaman Pada Wetland ( www.Constructed wetland /wastewater

treatment system.com)

V.3.3 Mekanisme Penyisihan Parameter Pencemar

Prinsip utama pengolahan dalam wetland buatan ini adalah memanfaatkan mikroorganisme dan tanaman dalam menguraikan limbah. Air limbah yang dialirkan ke media wetland, akan diserap dan dicerna oleh mikroorganisme dan tanaman air yang hidup dalam wetland. Tumbuhan yang hidup di wetland membutuhkan unsur hara yang terkandung dalam air. Selain itu rapatnya tumbuhan akuatik memperlambat aliran air yang masuk ke perairan sehingga membantu proses pengendapan partikel tersuspensi dalam air buangan.

Secara tidak langsung tanaman berperan penting dalam mendukung kehidupan mokroorganisme pengurai limbah seperti bakteri, jamur, alga, dan protozoa. Batang, cabang, dan daun tanaman akuatik yang berada di dalam media dan genangan air memperluas area tempat mikroorganisme hidup.

Akar tanaman akuatik di dalam media tanah akan mengeluarkan oksigen sehingga akan terbentuk zona rhizosfer yang kaya oksigen. Zona rhizosfer ini akan terbentuk di seluruh permukaan rambut akar, sehingga semakin besar luas permukaan akar maka zona rhizosfer yang terbentuk akan semakin besar. Oksigen akan mengalir ke akar melalui batang setelah berdifusi dari atmosfer melalui pori-pori daun (Brix, 1987). Diperkirakan oksigen yang dilepas oleh akar tumbuan akuatik berkisar antara 5-45 mg tiap satu meter persegi luas permukaan akar (Reed, et, al, 1995). Tumbuhan akuatik mampu memasok oksigen ke dalam tanah di bawah permukaan air sebanyak 0,2-10 cm3 oksigen per batang per menit (Brix, et al, 1992).

Dalam wetland buatan terdapat suatu saling ketergantungan yang erat antara tanaman dan mikroorgansime. Tanaman menyediakan tempat hidup dan memasok oksigen ke dalam media sehingga membantu mikroorganisme dalam

(25)

mendegradasai bahan pencemar. Sebaliknya tumbuhan membutuhkan mikroorganisme untuk menguraikan bahan pencemar menjadi unsur hara yang dapat diserap oleh tanaman.

Ditinjau secara fisik kimiawi, dan biologis, mekanisme penyisihan bahan pencemar dari air buangan dapat terjadi melalui proses-proses berikut (Wildeman dan Laudon, 1989):

1. Filtrasi suspended solid dan koloidal yang terdapat dalam air.

2. Asimilasi bahan pencemar ke dalam jaringan akar dan daun tanaman. 3. Pengikatan atau pertukaran bahan pencemar dengan substrat seperti tanah

dan pasir.

4. Presipitasi dan netralisasi melalui pembentukan NH3 dan HCO3

-(bikarbonat) dari peruraian bahan biologis oleh aktivitas bakteri.

5. Presipitasi logam dengan oksidasi dan reduksi yang dikatalisir oleh aktivitas bakteri.

Proses di atas dapat terjadi secara simultan, atau didominasi oleh salah satu diantaranya tergantung dari keadaan fisik, kimia, dan biologis yang terdapat di lingkungan wetland.

Beberapa mekanisme penghilangan bahan pencemar dan bahan pencemar yang diolah ditunjukkan pada Tabel 5.6

Rumus yang digunakan dalam penentuan dimensi Constructed Wetland adalah berdasarkan Constructed Wetlands and Aquatic Plant Systems for Municipal Wastewater Treatment, US EPA 1988 adalah sebagai berikut :

1. Nilai KT (konstanta reaksi orde pertama pada temperatur tertentu)

KT = K20 x 1,06 (t-20) ...(5-8)

dimana t = temperatur

K20 = konstanta orde reaksi pertama pada temperatur 20o

2. Penyisihan BOD5

Ce/Co = exp (-KTt)... (5-9) dimana

Co = influent BOD5, mg/L

(26)

3. Waktu retensi hidraulik (t): t = L x W x d ÷ Q... (5-10) dimana : L = panjang (m) W = lebar (m) d = kedalaman (d)

Q = debit air buangan (m3/detik)

1. Luas permukaan , As :

As= [Q x (In Co - In Ce)] ÷ (KT x d x n)... (5-11) dimana :

Ce = effluent BOD5, mg/L Co = influent BOD5, mg/L

KT = konstanta pada temperatur tertentu berdasarkan orde reaksi pertama t = waktu retensi hidraulik, hari

Q = debit air buangan, m3/hari d = kedalaman, m

n = porositas

5. Luas Penampang, Ac :

Ac = Q ÷ k x s x S ...(5-12) dimana :

ks = konduktivitas hidraulik media, m3/ m 2 - d S = slope

Q = debit air buangan, m3/hari

6. Lebar Penampang , W :

W = Ac ÷ d ...(5-13) dimana :

Ac = Luas penampang, m2 d = kedalaman, m

(27)

Tabel 5.6 Mekanisme Penghilangan Bahan Pencemar dalam Wetland (Stowell, 1980)

Mekanisme Bahan Pencemar (a) Keterangan

Fisika:

* Sedimentasi P -Partikel padat yang dapat mengendap S -Koloida partikel padat

I -BOD, nitrogen, fosfor, logam berat, bahan organic yang sukar terurai, bakteri dan virus

Pengaruh gravitasi bumi

* Penyaringan S -Partikel padat yang dapat mengendap Partikel tersaring secara mekanis ketika air melewati substrat/media, massa akar, atau fauna air.

* Adsorbsi S -Koloida partikel padat Gaya tarik antar partikel

(gaya Van der Waals)

Kimiawi :

* Presipitasi P -Fosfor, logam berat Pembentukan partikel padat

dalam bentuk yang tidak terlarut atau bersama-sama dengan bahan lain (ko-presipitasi)

* Adsorbsi P -Fosfor, logam berat

S -Bahan organik yang sukar terurai

Adsorpsi pada permukaan

substrat/media atau

tanaman

* Penguraian P -Bahan organik yang sukar terurai Proses penguraian senyawa yang kurang stabil karena pengaruh sinar matahari, oksidasi, dan reduksi

Biologi:

* Metabolisme mikroba

P -Koloida partikel padat, BOD, nitrogen, bahan organik yang sukar terurai, logam berat.

Penghilangan koloida

partikel padat oleh bentos yang tersuspensi dalam air. Degradasi senyawa organic oleh mikroba. Nitrifikasi dan denitrifikasi oleh bakteri. Oksidasi logam yang diperantarai oleh mikroba.

* Metabolisme tanaman (b)

S -Bahan organik yang sukar terurai, bakteri, dan virus

Pengangkatan dan

metabolisme bahan organik oleh tanaman. Sejumlah eskskresi oleh akar bersifat toksik bagi organisme yang berasal dari usus manusia/ * Absorbsi oleh

tanaman

S -Nitrogen, fosfor, logam berat, bahan organik yang sukar terurai

Dalam keadaan yang sesuai , bahan-bahan pencemar tersebut akan diserap oleh

tanaman dalam jumlah

yang signifikan.

* Kematian

alami

P -Bakteri dan virus Dalam lingkungan yang

tidak mendukung,

(28)

Keterangan : (a) P: efek primer, S: efek sekunder, I: efek tambahan (efek sampingan yang terjadi bersamaan dengan proses penghilangan bahan pencemar lain)

(b) Metabolisme termasuk reaksi biosintesis dan katabolisme

V.4. Perencanaan Jalur Saluran

Perencanaan jaringan pengumpul yang dilakukan dengan menentukan beberapa alternatif jalur penyaluran air buangan yang akan diperiksa secara teknis, sehingga jalur yang dipilih merupakan sistem penyaluran yang secara teknis cukup baik. Jalur saluran sedapat mungkin ditempatkan di jalan untuk mempermudah pemeliharaan dan perbaikan apabila terjadi kerusakan.

Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan jalur saluran adalah: A. Kemiringan lahan, sistem penyaluran akan lebih ekonomis jika air

buangan mengalir mengikuti kemiringan lahan.

B. Servis area, melayani seluruh daerah pelayanan untuk masing-masing blok.

C. Jarak pipa terpendek. D.

V.4.1. Alternatif Jalur Yang Diusulkan

(29)

Gambar 5.9 Alternatif Jalur II

Gambar 5.10 Alternatif Jalur III

Perbandingan antara alternatif jalur I ,jalur II dan jalur III dapat dilihat pada Tabel 5.7 di bawah ini.

(30)

Tabel 5.7 Perbandingan Alternatif Jalur Perpipaan I, II dan III.

Alternatif I Alternatif II Alternatif III

● WC terletak pada sebelah barat laut (2 buah), timur, dan selatan. Dengan total

luas lahan yang

dibutuhkan sebanyak 251m2.

● Panjang pipa total 1135,82 m.

● Jalur pipa terjauh menuju WC adalah 137,05 m, jika rata-rata kecepatann alir 1 m/s, maka waktu alir yang dibutuhkan adalah 2,28 menit.

● Jumlah manhole 12 buah.

● WC terletak pada sebelah barat laut, timur, dan selatan (2 buah). Dengan total luas lahan yang dibutuhkan sebanyak 251m2.

●Panjang pipa total 1093,11 m.

● Jalur pipa terjauh menuju WC adalah 119,3 m, jika rata-rata kecepatann alir 1 m/s, maka waktu alir yang dibutuhkan adalah 1,99 menit.

●Jumlah manhole 12 buah.

● WC terletak pada sebelah barat laut (2 buah), timur, dan selatan. Dengan total luas lahan yang dibutuhkan sebanyak 251m2.

●Panjang pipa total 1023,7m

● Jalur pipa terjauh menuju WC adalah 105 m, jika rata-rata kecepatann alir 1 m/s, maka waktu alir yang dibutuhkan adalah 1,75 menit.

●Jumlah manhole 13 buah.

V.4.2. Pemilihan Alternatif Jalur Dari Segi Teknis

Dari segi teknis, pemilihan alternatif jalur air buangan menggunakan metode Koefisien Pentingnya Faktor (KPF) atau weighted ranking technique (Operating Research, 1982).

Kriteria pemilihan berdasarkan penilaian beberapa parameter (metode pembobotan atau weighting methode) memberikan penilaian seobjektif mungkin dengan menampilkan beberapa parameter yang cukup representatif, sehingga menekan penyimpangan yang mungkin terjadi.

Penyusunan berdasarkan langkah-langkah berikut :

a. Mempertimbangkan parameter-parameter penting yang akan dipertimbangkan dalam proses pemilihan keputusan dan menyusun data-data untuk masing-masing alternatif.

b. Membandingkan nilai Koefisien Pentingnya Faktor (KPF) tiap parameter dengan :

Nilai 1 : Lebih penting. Nilai 0.5 : Sama penting. Nilai 0 : Kurang penting.

(31)

c. Memberikan pembobotan pada masing-masing parameter dengan menambahkan total nilai kepentingan tiap parameter.

d. Membandingkan alternatif satu dengan lainnya untuk tiap parameter, dengan memperhatikan segi teknis dan keuntungan lainnya dengan penilaian:

Nilai 1 : Lebih penting. Nilai 0.5 : Sama penting. Nilai 0 : Kurang penting.

e. Masing-masing parameter dikalikan dengan bobotnya.

f. Total nilai keuntungan dan kepentingan teknis tiap alternatif ditambahkan. Parameter atau faktor teknis yang digunakan untuk pembobotan adalah sebagai berikut (Joni Mulyadi, 1995) :

1. Waktu alir

Penilaian tertinggi diberikan pada waktu alir yang lebih singkat. 2. Jumlah manhole, clean out dan pompa

Penilaian tertinggi diberikan pada jumlah manhole, clean out dan pompa yang lebih sedikit.

3. Panjang saluran

Penilaian tertinggi diberikan pada panjang saluran yang lebih pendek, sehingga secepat mungkin air buangan terkelola dengan baik.

Hasil perbandingan alternatif jaringan penyaluran air buangan dengan model Koefisien Pentingnya Faktor (KPF) dan hasil penilaian untuk masing-masing alternatif disajikan pada Tabel 5.8 dan 5.9.

Tabel 5.8 Pembobotan Nilai Faktor Teknis

Kriteria Pemilihan TP WA JM P Bobot Total Panjang (TP) 1 1 0 2

Waktu Alir (WA) 1 1 0 2 Jumlah Manhole (JM) 1 1 0 2

Tabel 5.9 Penilaian Tiap Faktor Untuk Setiap Alternatif

KPA Hasil Pembobotan (KPF X KPA) Faktor Teknis Bobot

KPF

Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 1 Alternatif 2 Waktu alir 1,5 1 0,5 1,5 0,75

Jumlah

(32)

Hasil penilaian terhadap setiap alternatif dari masing-masing parameter dapat dilihat pada tabel di bawah. Kemudian dilakukan pemilihan alternatif yang memiliki total nilai yang paling tinggi dari ketiga alternatif tersebut. Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 5.10. Terlihat total nilai untuk alternatif III lebih besar dibanding alternatif I dan alternatif II, maka alternatif jalur yang terpilih sebagai jalur Sistem Penyaluran dan Pengolahan Air Buangan Ujung Berung Regency adalah alternatif III.

Tabel 5.10 Pemilihan Alternatif Jalur

Alternatif I Alternatif II Alternatif III Kriteria Penilaian Bobot

Nilai Total Nilai Total Nilai Total Total Panjang 2 1 2 2 4 3 6 Waktu Alir 2 1 2 2 4 3 6 Jumlah Manhole 2 3 6 3 6 2 4

TOTAL 10 14 16

V. 5 Usaha Pemanfaatan Hasil Pengolahan

Saat ini banyak daerah yang kekurangan air dan terjadi penurunan kualitas lingkungan yang kritis. Limpasan dari saluran pembuangan mengotori air permukaan, rembesan dari saluran pembuangan, septic tank, dan toilet mengotori air tanah. Teknologi sanitasi konvensional toilet siram-saluran buangan-IPAL, tidak dapat menyelesaikan masalah ini di daerah yang kekurangan sumber daya seperti air, biaya, dan kapasitas institusi. Perlu adanya kebijakan yang baru tentang sanitasi yang memasukan alternatif ekologis didalamnya. Pendekatan yang lebih holistik menuju sanitasi yang ekonomis dan ekologis ditawarkan oleh konsep ”sanitasi ekologis (ecological sanitation)”. Teknologi sanitasi ekologis selangkah lebih maju dalam prinsip sanitasi lingkungan.

Sanitasi ekologis adalah metode yang aman untuk memulihkan nutrient (nutrient recovery) dari excreta manusia lalu mendaurulang kembali ke lingkungan dan sistem produksi. Kondisi inilah yang diharapkan dapat terwujud di daerah perencanaan. Salah satu bentuk usaha yang dilakukan adalah dengan memanfaatkan hasil pengolahan dari Constructed Wetland. Di mana air limbah domestik mengandung 99,9 % air dan 0,1 % zat padat, dimana zat padat tersebut

(33)

terbagi atas, lebih kurang 70 % zat organik (tenutama protein, karbohidrat dan lemak) serta sisanya 30 % anorganik terutama pasir, garam-garam dan logam (Kusnoputranto, 1997). Setelah melalui proses pengolahan di Constructed Wetland , hasilnya dapat digunakan untuk mengkondisikan tanah bagi pertanian, mengembalikan bagian yang penting dari nutrient dan elemen penting lainnya ke tanah. Seperti penyiraman tanaman di sekitar daerah perencanaan dengan mengalirkannya secara kontinu melalui sistem tanki dan pemompaan. Kondisi ini secara tidak langsung merupakan bentuk dari daur ulang air yang merupakan konsep dari sanitasi ekologis. Selain itu, Constructed Wetland bisa menghasilkan produk- produk yang bermanfaat jika dikelola dengan baik.

Gambar

Gambar 5.1 Diagram Alir  Pemilihan Alternatif Sistem Penyaluran Air Buangan (DPU, 1993)
Tabel 5.1 Kelebihan dan Kekurangan Small Bore Sewerage (DPU, 1993)
Gambar 5.3 Sistem Saluran Small Bore Sewer
Tabel 5.2  Rata–Rata Efektifitas Sistem Pengolahan Setempat (ESP USAID, 2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan antara dukungan sosial dengan subjective well-being pada siswa SMA Saverius Karangmalang Sragen,

SIMPULAN Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun, batang dan akar Talinum triangulare dapat menghambat pertumbuhan bakteri baik Staphylococcus aureus

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis dan pengaruh vermikompos yang berbeda terhadap perubahan parameter fisika tanah gambut seperti warna tanah, serat

Biasanya dengan menghentikan dulu intercourse, pada intercourse kedua subyek dan isterinya bisa mencapai orgasme bersama-bersama karena dari awal intercourse subyek dan

Metode yang mudah, sederhana, dan murah dilakukan untuk isolasi dan identifikasi senyawa kurkumanoid pada genus Curcuma adalah ekstraksi menggunakan alat sohxlet

Berdasarkan hasil penelitian di kawasan karst Gunung Kendeng Pati Jawa Tengah didapatkan 6 gua yang diamati (Gua Pancur, Gua Serut, Gua Pawon, Gua Bandung, Gua

Budaya etis organisasi merupakan suatu pola tingkah laku, kepercayaan yang telah menja- di suatu panutan bagi semua anggota organisasi, tingkah laku disini merupakan suatu

Poerpoint merupakan program dari Microsoft )ffice yang dibuat oleh Poerpoint merupakan program dari Microsoft )ffice yang dibuat oleh  perusahaan Microsoft dan dipergunakan