• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Guru Fisika dalam Pembentukan Kara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Peran Guru Fisika dalam Pembentukan Kara"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

A. Latar Belakang

Dewasa ini banyak kejadian yang menimpa sebagian pelajar mengindikasikan adanya penurunan kualitas karakter mereka. Tawuran antar pelajar dan antar mahasiswa, terjadi di berbagai tempat. Tawuran tersebut kadang dipicu oleh masalah-masalah yang sepele. Kejadian lain yang masih menjamur bahkan mungkin setiap hari dilakukan siswa, yaitu contek masal. Kejadian ini tidak hanya melibatkan para siswa tetapi juga guru kelas yang seharusnya membimbing mereka untuk menjadikan siswa berkarakter yang baik.

Tidaklah mengherankan apabila banyak pihak menuntut peningkatan kualitas pelaksanaan pendidikan karakter pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada gejala sosial yang berkembang seperti dikemukakan di atas. Bahkan di kota-kota besar tertentu, kejadian tersebut telah sampai pada taraf yang sangat mengkhawatirkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah pembinaan pelajar diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam peningkatan kualitas pendidikan karakter. Karakter pelajar perlu dibina agar tetap baik dan mengarah pada perilaku positif. Pembinaan karakter pelajar menjadi tanggung jawab kita semua, pendidik, pemerintah, masyarakat, dan lebih-lebih orang tua. Karakter pelajar yang baik akan menjadi salah satu modal yang sangat baik bagi yang bersangkutan dan masyarakat luas untuk menjadi tenaga kerja yang handal. Karakter pelajar yang baik akan mengarahkan pelajar untuk berperilaku yang baik pula.

Berbagai upaya untuk menjaga dan mebina kualitas karakter yang baik telah dilakukan oleh berbagai pihak. Pemerintah melalui Kemendikbud telah memasukkan pembinaan karakter melalui semua mata pelajaran dengan memasukkan unsur-unsur karakter ke dalam rencana pembelajaran guru-guru. Orang tua dengan penuh kesadaran membina karakter putra-putrinya dan menjaga mereka dari pengaruh yang kurang baik terhadap karakter mereka. Masyarakat melalui berbagai komponen seperti komite sekolah, organisasi kepemudaan, dan organisasi lainnya ikut pula berperan serta dalam membina karakter pelajar.

(2)

fisika.Walaupun tidak semua unsur karakter bisa dibinamelalui pendidikan fisika, pendidikan fisika tentu sajamasih memiliki sumbangan yang berarti dalam upayamenjaga kualitas karakter yang baik.

B. Hakikat Pendidikan Karakter

Semua orang membicarakan pendidikan karakter. Bahkan tema utama yang diangkat dalam rangka memperingati Hardiknas tahun 2010 adalah “Pendidikan karakter dalam rangka membangun peradaban bangsa” dan Hari Sumpah Pemuda “Membangun Karakter Pemuda Demi Bangsa”. Selain itu, di berbagai tempat dan papan poster terpampang pendidikan karakter. Apa sebenarnya pendidikan karakter?

Perlu dilihat terlebih dahulu tentang hakikat pendidikan. Pendidikan adalah proses internalisasi budaya ke dalam diri seseorang dan masyarakat sehingga membuat orang dan masyarakat menjadi beradab. Pendidikan bukan merupakan sarana transfer ilmu pengetahuan saja, tetapi lebih luas lagi yakni sebagai sarana pembudayaan dan penyaluran nilai (enkulturasi dan sosialisasi) (Adnan, 2010). Lebih lanjut dijelaskan bahwa seorang anak harus mendapatkan pendidikan yang menyentuh 3 dimensi dasar kemanusiaan: (1) afektif yang tercermin pada kualitas keimanan, ketaqwaan, akhlak mulia, (2) kognitif yang tercermin pada kapasitas piker dan daya intelektualitas untuk menggali dan mengembangkan , dan (3) psikomotorik yang tercermin pada kemampuan mengembangkan keterampilan teknis, kecakapan praktis, dan kompetensi kinestetis.

Menurut tokoh pendidikan kita, Ki Hadjar Dewantara dari Taman Siswa Yogyakarta yang memberikan teladan dengan ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tutwuri handayani (didepan memberi contoh, di tengah ikut berkarya, dan di belakang turut mendukung), pernah mengatakan pesan bahwa, “Hidup haruslah diarahkan pada kemajuan, keberadaban, budaya, dan persatuan.” Pesan tersebut disampaikan di Taman Siswa Yogyakarta.

Dukungan pendapat tersebut disampaikan oleh Prof. Wuryadi (Adnan, 2010) bahwa manusia pada dasarnya baik secara individu dan kelompok, memiliki apa yang jadi penentu watak dan karakternya yaitu dasar dan ajar. dasar, dapat dilihat sebagai apa yang disebut modal biologis (genetik) atau hasil pengalaman yang sudah dimiliki (teori konstruktivisme), sedangkan ajar adalah kondisi yang sifatnya diperoleh dari rangkaian pendidikan atau perubahan yang direncanakan atau diprogram.

(3)

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Dalam rangka mewujudkan pendidikan karakter pemerintah melakukan berbagai upaya untuk mengimplementasikan di sekolah dan kampus. Namun demikian, kita harus menrujuk pendapat Stiles (1998) bahwa “Pembangunan karakter tidak dapat dilakukan dengan serta merta tanpa upaya sistematis dan terprogram sejak dini” (Furqon, 2010).

C. Eksistensi Guru Kreatif dan Profesional dalam Pendidikan Karakter

“Guru yang baik terwujud dari hati.” (Barbara Dorff, guru sekolah lanjutan teladan dari texas) dan “Hal yang paling indah tentang mengajar adalah bahwa semakin banyak kita memberi, maka semakin banyak pula yang akan kita peroleh kembali.” (Richard Sprecher, guru teladan dari Montgomery Country, Maryland) (Fakhrudin, 2009:98).

Guru menjadi kata kunci untuk mewujudkan pendidikan karakter. Guru sebagai orang yang dipercaya dan diteladani oleh murid harus memberikan contoh karakter yang kuat. Hal ini akan menjadi dasar yang kuat bagai seorang guru untuk membentuk karakter siswanya. Dengan demikaan, akan terwujud filosofi guru digugu (dipercaya) dan ditiru (diteladani). Akan tetapi apabila perilaku guru tidak dapat menjadi teladan bagi siswanya, justru menjadi “tontonan”.

Seorang guru harus mendidik. Hal ini sejalan dengan tujuan pendidikan yang disamapaikan Santoso (1981:33, Hidayatullah, 2010:18) bahwa tujuan setiap pendidikan yang murni adalah menyusun harga diri yang kukuh-kuat dalam jiwa pelajar, supaya mereka kelak dapat bertahan dalam masyarakat. Selanjutnya dijelaskna pula bahwa pendidikan bertugas mengembangkan potensi individu semaksimal mungkin dalam batas-batas kemampuannya, sehingga terbentuk manusia yang pandai, terampil, jujur, tahu kemmapuan, dan batas kemampuannya. Merujuk pemikiran di atas, berarti pembentukan karakter dan watak menjadi salah satu tanggung jawab dan tugas seorang guru dalam mendidik peserta didiknya.

(4)

Kesadaran menjadi guru kreatif dan berkarakter yang menjadi contoh dan teladan harus dimiliki oleh guru TK, SD, SMP/MTs, SMA/MA/K tanpa terkecuali. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut harus dilakukan secara bersama-sama antara dinas pendidikan, pemerintah, stakeholder pendidikan, dan semua elemen bangsa. Dengan duduk bersama para pemangku kepentingan pendidikan memikirkan kepentingan bangsa dan generasi penerus secara komit maka akan terwujud pendidikan karakter bangsa.

D. Membangun Karakter dari Pendidikan Fisika

Membangun karakter melalui pendidikan fisika berarti mengintegrasikan pendidikan karakter ke dalam pelajaran fisika. Nucci dan Narvaez (2008) menyatakan bahwa pendidikan karakter tidak sama dengan mengontrol tingkah laku, disiplin, pelatihan, atau indoktrinasi; pendidikan karakter memiliki cakupan lebih luas dan memiliki tujuan yang lebih ambisius. Karakter adalah terminologi inklusif untuk individu sebagai keutuhan. Konsekuensinya, pendidikan karakter memiliki banyak hal yang harus dikerjakan pendidik untuk pembentukan dan transformasi seseorang dengan melibatkan pendidikan di sekolah, keluarga, dan melalui partisipasi individu dalam jaringan sosial masyarakat. Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan karakter di sekolah harus melibatkan semua pemangku kepentingan sekolah. Seluruh pemangku kepentingan sekolah harus juga berkarakter dalam menyelenggarakan pendidikan karakter. Dengan kata lain, jangan hanya siswa dibina agar berkarakter tetapi penyelenggaranya dan warga sekolah lainnya tidak berkarakter. Ini berarti bahwa pembina pendidikan karakter harus menjadi orang di garis paling depan dalam memberi teladan untuk berkarakter yang baik.

Secara yuridis-konseptual, keharusan matapelajaran fisika menumbuhkembangkan karakter siswa sudah diamanatkan dalam peraturan perundangan terkait. Misalnya, dalam Permendiknas nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi, khususnya untuk rumpun matapelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di mana pelajaran fisika termasuk di dalamnya, dinyatakan bahwa kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dimaksudkan untuk:

(1) mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi (untuk jenjang SD), memperoleh kompetensi dasar (untuk jenjang SMP) dan kompetensi lanjut (untuk jenjang SMA) ilmu pengetahuan dan teknologi, serta

(5)

no 23 Tahun 2006 tentang SKL (Standar Kompetensi Lulusan), khususnya pada SKL rumpun matapelajaran Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Dinyatakan bahwa lulusan SMA harus menunjukkan sejumlah kemampuan dan sikap, antara lain:

(1) berpikir logis, kritis, kreatif, dan inovatif secara mandiri,

(2) mengembangkan budaya belajar untuk pemberdayaan diri,

(3) kompetitif, sportif, dan etos kerja untuk mendapatkan hasil yang terbaik dalam bidang iptek,

(4) menganalisis dan memecahkan masalah kompleks,

(5) menganalisis fenomena alam dan sosial sesuai dengan kekhasan daerah masing-masing,

(6) memanfaatkan lingkungan secara produktif dan bertanggung jawab, dan

(7) berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun melalui berbagai cara termasuk pemanfaatan teknologi informasi.

Khusus untuk pelajaran Fisika, Permendiknas tentang standar isi menyatakan bahwa tujuan pelajaran Fisika di SMA adalah agar peserta didik memiliki kemampuan-kemampuan sebagai berikut.

i. Membentuk sikap positif terhadap fisika dengan menyadari keteraturan dan keindahan alam serta mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa.

ii. Memupuk sikap ilmiah yaitu jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis dan dapat bekerjasama dengan orang lain.

iii. Mengembangkan pengalaman untuk dapat merumuskan masalah, mengajukan dan menguji hipotesis melalui percobaan, merancang dan merakit instrumen percobaan, mengumpulkan, mengolah, dan menafsirkan data, serta mengomunikasikan hasil percobaan secara lisan dan tertulis.

(6)

v. Menguasai konsep dan prinsip fisika serta mempunyai keterampilan mengembangkan pengetahuan dan sikap percaya diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berdasarkan telaah beberapa peraturan perundangan tersebut dapat disimpulkan bahwa pelajaran Fisika di SMA (atau IPA di jenjang SD dan SMP) juga berfungsi untuk menyiapkan generasi muda Indonesia yang berkarakter kuat. Meskipun kata “karakter” tidak dinyatakan secara eksplisit, banyak indikator manusia berkarakter yang muncul dalam rumusan-rumusan tersebut. Misalnya mengagungkan kebesaran Tuhan Yang Maha Esa (sebagai salah satu indicator ketaqwaan terhadap Tuhan), memiliki kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah (jujur, obyektif, terbuka, ulet, kritis, kreatif, dan mandiri), percaya diri dan beretos kerja tinggi untuk mendapatkan hasil kerja yang terbaik, bertanggung jawab dalam memanfaatkan lingkungan secara produktif; dan dapat bekerjasama dengan orang lain (berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun).

Dalam hal membangun karakter melalui pendidikan fisika, guru fisika (IPA) harus melakukan segala sesuatu agar mampu mempengaruhi karakter siswa. Dengan kata lain, guru fisika harus mampu membantu membentuk karakter siswa sesuai dengan nilai-nilai yang dimiliki oleh mata pelajaran fisika. Cara sederhana yang harus dilakukan guru fisika adalah memberi teladan dengan mendemontrasikan perilaku guru yang berkarakter baik dalam pembelajaran. Sebagai contoh, guru fisika menyajikan materi pelajaran dengan kreatif, menghormati pandangan siswanya walaupun berbeda, dan lain-lain. Selain itu, guru-guru fisika harus dengan sadar menerapkan berbagai model pembelajaran agar dampak sertaannya makin Membangun dan mengembangkan karakter dilakukan beberapa tahap.

 Tahap pertama adalah tahap pengetahuan. Untuk siswa yang sudah dewasa, mereka harus mengetahui karakter yang baik dan yang tidak baik beserta alasannya. Mengetahui karakter yang baik saja masih belum cukup karena banyak siswa mengetahui sesuatu baik tetapi tidak melaksanakan.

(7)

 Tahap ketiga pengembangan karakter adalah kebiasaan. Seseorang yang memiliki pengetahuan karakter yang baik belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika ia tidak terbiasa untuk melakukan karakter tersebut. Membangun dan mengembangkan karakter melalui pendidikan fisika tidak berhenti sampai pada ranah kognitif tetapi harus dilanjutkan sampai ke penghayatan nilai-nilai karakter dalam ranah afektif. Agar terjadi keinginan sangat kuat (tekad) pada diri siswa untuk mengamalkan nilai-nilai karakter yang baik maka guru perlu membimbing mereka sampai pada pemilikan tekad tersebut.

E. Cara Guru Fisika Memupuk Karakter Melalui Keteladanan

Pendidikan karakter tidak bisa hanya dilakukan dengan kata-kata, nasehat, atau slogan. Keteladan adalah yang paling diperlukan siswa. Dalam konteks pendidikan karakter melalui pelajaran Fisika, maka keteladan guru fisika sangat menentukan keberhasilannya. Secara teoretis, berdasarkan Undang Undang Guru dan Dosen serta Permendiknas nomor 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru, guru fisika semestinya telah memiliki sejumlah kompetensi yang pantas diteladankan ke para siswa. Sebagai misal, terkait dengan kompetensi kepribadian, guru fisika dituntut:

1. bertindak sesuai dengan norma agama, hukum, sosial, dan kebudayaan nasional Indonesia,

2. menampilkan diri sebagai pribadi yang jujur, berakhlak mulia, dan teladan bagi peserta didik dan masyarakat,

3. menampilkan diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,

4. menunjukkan etos kerja, tanggungjawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru, dan rasa percaya diri, dan

5. menjunjung tinggi kode etik profesi guru.

Jika guru fisika senantiasa menunjukkan kepribadian tersebut di hadapan para siswa, maka setiap hari siswa akan melihat keteladanan itu sehingga secara alami akan menyerap karakter tersebut.

(8)

 Senantiasa menunjukkan sikap positif terhadap fisika

Guru fisika perlu senantiasa menunjukkan sikap positifnya terhadap fisika sekaligus apresiasinya terhadap keteraturan alam ciptaan Tuhan. Guru fisika perlu menyiptakan sebanyak mungkin kesempatan untuk menunjukkan sikap itu seraya mengajak siswanya untuk bersikap yang sama. Guru fisika juga perlu senantiasa menunjukkan sikap ilmiah (jujur, objektif, cermat, selalu ingin tahu, tidak mudah percaya terhadap opini yang belum teruji, terbuka terhadap pandangan orang lain, dan mau bekerjasama) sebagai buah dari sikap positifnya terhadap fisika. Keteladanan seperti itu sangat diperlukan siswa. Jika guru menunjukkan sikap sebaliknya, maka segala nasehat dan ajakan guru tentang itu sangat sulit bisa diikuti siswa. Adalah sangat tidak mungkin mengharapkan siswa memiliki sikap-sikap itu jika gurunya sendiri tidak memilikinya, apalagi menunjukkan perilaku yang sebaliknya.

 Senantiasa menunjukkan perilaku sebagai profesional

Guru fisika perlu secara konsisten menunjukkan etos kerja yang tinggi dan bertanggungjawab terhadap tugasnya. Guru fisika memiliki peluang lebih besar menunjukkan sikap profesional itu sebab mereka harus melakukan banyak upaya untuk bisa menyiapkan pembelajaran fisika yang baik. Misalnya menyiapkan set-up percobaan, menghadirkan fenomena nyata ke dalam kelas, dan melayani siswa dengan berbagai latar belakang kemampuan agar bisa belajar fisika dengan baik. Sebagai profesional, guru fisika hendaknya juga selalu menunjukkan motivasi yang tinggi untuk meningkatkan wawasan, kemampuan, dan ketrampilannya. Semakin sering siswa melihat keteladan itu dari guru semakin besar peluang siswa menyerap sikap profesional tersebut.

 Membangun komunitas belajar yang sehat

(9)

Keteguhan menciptakan dan menjaga komunitas belajar yang sehat sekaligus dapat mendidik siswa untuk berinteraksi dengan orang lain dengan baik.

F. Cara Guru Fisika Memupuk karakter Melalui Pembelajaran Fisika

Dalam memupuk Karakter melalui pembelajaran fisika yang baik, disini guru harus bisa kreatif berkreasi agar pembelajaran fisika yang disajikan menarik. Guru harus bisa membuat suasana pembelajaran fisika menyenangkan, santai tapi serius, agar siswa juga merasakan nyaman. Selain itu perlu juga ditanamkan nilai-nilai agama serta norma-norma yang terkait dengan pembelajaran fisika. Hal-hal yang perlu dilakukan guru fisika dalam membelajarkan fisika dengan karakter adalah sebagai berikut:

 Dalam mengajarkan pelajaran fisika, Guru harus bersikap profesional dengan

tidak melakukan penilaian secara subyektif sehingga siswa selalu merasa puas dengan materi dan nilai yang diberikan guru

 Guru harus mampu mengaitkan pelajaran fisika dengan religi. Contohnya ketika

Guru mengajarkan tentang tata surya, saat mempelajari gerak rotasi dan revolusi, guru mengaitkan hal tersebut dengan Kebesaran Allah. Guru menunjukkan bahwa segala sesuatu yang ada di jagad raya ini sangatlah besar, mestinya penciptanya juga sangatlah Agung.

 Dalam pemupukan Akhlak mulia

Pelajaran Fisika bisa digunakan untuk memupuk akhlak mulia yang berkaitan dengan aspek interpersonal (berinteraksi dengan orang lain) dan aspek intrapersonal (misalnya jujur, cermat, ulet, rasa ingin tahu, tidak mudah percaya terhadap pernyataan yang belum jelas kebenaran nya, dan bersedia meninggalkan pandangan yang ternyata terbukti salah). Pelajaran fisika bisa mengembangkan karakter-karakter tersebut melalui pemahaman dan pemerolehan (akuisisi). Tentu saja guru dituntut menyiapkan dan merencanakannya dengan baik. Pemahaman. Pemahaman terhadap nilai-nilai akhlak mulia bisa dilakukan melalui diskusi dan refleksi mendalam manakala hal itu muncul dalam pembelajaran. Misalnya, pentingnya menaati peraturan lalulintas dan berhati-hati dalam berkendaraan (untuk melindungi keselamatan diri

(10)

km/jam? (2) Berapa jarak aman iring-iringan mobil saat melaju dengan kecepatan 80 km/jam? (3) Mengapa kecepatan maksimum dalam kota rata-rata 40 km/jam?

Pada topik tumbukan, misalnya perlu dibahas secara mendalam hal-hal berikut: (1) pentingnya menggunakan sabuk keselamatan (safety belt) saat berkendaraan serta melengkapi mobil dengan kantung udara (air bag), (2) pengaruh ukuran mobil terhadap keselamatan penumpang saat terjadi kecelakaan (semakin panjang dan semakin berat akan semakin aman), dan (3) sekurang-kurangnya ada tiga jenis tumbukan saat terjadi tabrakan, yaitu tumbukan antara mobil dengan benda yang ditabrak, tumbukan antara penumpang dengan bagian-bagian mobil, dan tumbukan antar-organ dalam tubuh. Kesadaran akan skala tentang besaran-besaran terkait juga penting dibahas. Misalnya, tingkat kerusakan (besarnya gaya impuls) berdasarkan kecepatan saat terjadi tabrakan. Dengan menghitung gaya impuls pada berbagai kecepatan saat suatu mobil bertabrakan dan gaya impuls yang dialami mobil itu jika dijatuhkan dari ketinggian tertentu (misalnya dari lantai 1, lantai 2, lantai 3 dst suatu bangunan) kemudian membandingkan keduanya, siswa akan memiliki “gambaran” tingkat kerusakan atau kerasnya benturan yang diakibatkan tabrakan pada kecepatan tertentu.

G. Kesimpulan

Pribadi yang berkarakter adalah pribadi yang bermoral yaitu pribadi yang mengenal kebaikan, menginginkan kebaikan, dan yang melaksanakan hal-hal yang baik. Pembentukan pribadi yang berkarakter tidak terjadi dalam jangka waktu yang singkat tetapi memerlukan waktu yang lama. Dan untuk dapat mengaktualisasikan nilai-nilai karakter tersebut maka perlu adanya intervensi dan habituasi (pemberdayaan dan pembudayaan) dan juga adanya komponen pendukung lainnya.

Guru berkarakter bisa ditunjukkan bagaimana cara ia mempersiapkan materi pembelajaran, bagaimana cara ia mengajar siswa, dan bagaimana cara ia memperlakukan siswa antara satu dengan yang lainnya. Guru berkarakter juga ditunjukkan dalam keteladanannya dan contoh tingkahnya yang baik.

(11)

H. Daftar Pustaka

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama. (2010). Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama.Jakarta: Kemendiknas.

Lickona, T. (1991). Educating for Character, How Our Schools can Teach Respect and Responsibility. New York: Bantam Books.

Martin R., Sexton, C., Franklin, T. & Gerlovich, J. (2005). Teaching Science for All Children, Inquiry Methods for Constructing Understanding. New Jersey: Pearson Education, Inc

Patta Bundu. (2006). Penilaian Keterampilan Proses dan Sikap Ilmiah dalam Pembelajaran Sains Sekolah Dasar. Jakarta: Depdiknas.

Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas. (2010).Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kemendiknas.

Trowbridge, L. W., Bybee, R. W., & Powell, J. C. (2000). Teaching Secondary School Science: Strategies for Developing Scientific Literacy. New Jersey: Prentice Hall, Inc

Referensi

Dokumen terkait

Dengan tersusunnya Pedoman Penulisan Kerja Praktek, Skripsi dan Seminar oleh Tim Dosen Institut Pertanian (INTAN) Yogyakarta, diharapkan ada keseragaman penulisan Laporan Kerja

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dengan 10% tepung ampas kelapa fermentasi dengan ragi tape dapat meningkatkan konsumsi ransum menjadi 70,17 gram/ekor/hari,

Berdasarkan hasil analisis finansial investasi kapal khusus angkutan ternak baru dengan skenario rute Celukan Bawang-Tanjung Priok- Cirebon, menunjukkan, bahwa investasi

 Menyebutkan isi teks yang berhubungan dengan lingkungan tidak sehat di sekolah.  Menuliskan laporan sederhana dari hasil pengamatan tentang lingkungan tidak sehat di

Aceh adalah daerah provinsi yang merupakan kesatuan masyarakat hukum yang bersifat istimewa yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri

Hasil uji Chi-Squared rasio seks jernang menunjukkan bahwa rasio jantan dengan betina pada jernang yang tumbuh alami (pada habitat Bengayoan dan Tebo dalam

Norma norma yang terbentuk dalam kehidupan masyarakat berperan serta dalam proses ekonomi, aspek kepercayaan mendasari terciptanya sebuah sistem ekonomi yang

Metode penelitian yang di gunakan adalah analisa jaringan komunikasi yaitu untuk mengidentifikasi struktur jaringan komunikasi yang terbentuk di antara karyawan dan