• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

18 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Nilai Hasil Belajar Mata Pelajaran Produktif 1. Konsep Belajar

Pada dasarnya belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan (Jihad, 2013:1). Hamalik (2003) menyajikan dua definisi tentang belajar, yaitu: (a) belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is a defined as the modification or strengthening of behavior througth experiencing), (b) belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Sedangkan Slameto (2010) merumuskan belajar sebagai suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses yang dapat merubah diri seseorang, berubahan yang terjadi dari hasil belajar tersbut dapat ditandai dari perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaan serta perubahan aspek-aspek yang ada pada individu tersebut.

(2)

2. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah segala sesuatu yang menjadi milik siswa sebagai akibat dari kegiatan belajar yang dilakukannya (Jihad, 2013:15). Menurut Hamalik (2003) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian dan sikap, serta apersepsi dan abilitas. Benyamin Bloom (Jihad, 2013:14) mengemukakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan perilaku dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu.

Menurut Pemendikbud Tahun 2006 Nomor 21 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah, sasaran pembelajaran mencakup pengembangan tiga ranah. Tiga ranah tersebut adalah ranah pengetahuan (kognitif), ranah sikap (afektif) dan ranah keterampilan (psikomotorik). Ranah pengetahuan diperoleh melalui aktivitas “mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta”. Ranah sikap diperoleh dari aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai, menghayati dan mengamalkan”. Sedangkan ranah keterampilan diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji dan mencipta”.

Jihad (2013:16) menyatakan bahwa hasil belajar yang dicapai siswa erat kaitannya dengan rumusan tujuan instruksional yang direncanakan oleh guru sebelumnya yang dikelompokkan dalam tiga kategori, yakni domain kognitif, afektif dan psikomotorik.

Pada domain kognitif, dibagi menjadi 6 tingkatan. Pengetahuan (knowledge) merupakan jenjang yang paling rendah meliputi penjenjangan

(3)

tentang hal-hal yang bersifat khusus atau universal, mengetahui metode dan proses, pengingatan terhadap suatu pola, struktur atau seting. Tingkat yang kedua adalah pemahaman (comprehansion), jenjang ini setingkat di atas pengetahuan meliputi penerimaan dalam komunikasi secara akurat, menempatkan hasil komunikasi dalam bentuk penyajian yang berbeda, mereorganisasikannya setingkat tanpa merubah pengertian dan dapat mengeksporasikan. Tingkat berikutnya adalah aplikasi atau penggunaan prinsip atau metode pada situasi yang baru. Tingkat yang keempat merupakan analisa, jenjang ini menyangkut kemampuan peserta didik dalam memisah-misah (breakdown) terhadap suatu materi menjadi bagian-bagian yang membentuknya, mendeteksi hubungan di bagian-bagian-bagian-bagian itu dan cara materi tersebut diorganisir. Tingkat yang kelima merupakan sintesa, meliputi peserta didik untuk menempatkan bagian-bagian atau elemen bersama-sama sehingga membentuk keseluruhan yang koheren. Jenjang yang paling atas adalah evaluasi, meliputi kemampuan peserta didik dalam mengambil keputusan atau dalam menyatakan pendapat tentang nilai suatu tujuan, ide, pekerjaan, pemecahan masalah, metode, materi dan lain-lain. Dalam pengambilan keputusan tersebut termasuk juga kriteria yang dipergunakan sehingga menjadi akurat dalam menstandartkan penilaian.

Domain yang kedua yakni kemampuan sikap (afektif). Pada domain yang kedua terdiri dari lima tingkatan. Tingkatan pertama yakni menerima atau memperhatikan, meliputi sifat sensitif terhadap adanya eksistensi suatu fenomena tertentu atau stimulus dan kesadaran yang

(4)

merupakan perilaku kognitif, termasuk di dalamnya keinginan untuk menerima dan memperhatikan. Tingkat yang kedua adalah merespon, dalam jenjang ini peserta didik dilibatkan secara puas dalam suatu subjek tertentu, fenomena atau suatu kegiatan sehingga ia akan mencari-cari dan menambah kepusasan dari bekerja dengannya atau terlibat di dalamnya. Level ketiga adalah penghargaan, pada level ini, perilaku peserta didik menjadi konsisten atau stabil, tidak hanya dalam persetujuan terhadap suatu nilai tetapi juga pemilihan terhadapnya dan keterikatan pada suatu pandangan atau ide tertentu. Level keempat adalah mengorganisasikan, dalam jenjang ini peserta didik membentuk suatu nilai yang dapat menuntun perilaku, meliputi konseptualisasi dan mengorganisasikan. Jenjang yang terakhir atau kelima adalah mempribadi atau mewatak, terdapat internalisasai, nilai-nilai telah mendapatkan tempat pada diri peserta didik, diorganisir ke dalam suatu sistem yang bersifat internal.

Domain yang ketiga adalah Psikomotorik, pada domain ini terdapat lima tingkatan. Tingkatan pertama adalah menirukan, apabila ditunjukkan kepada peserta didik suatu action yang dapat diamati, maka ia akan mulai membuat suatu tiruan terhadap action itu sampai pada tingkat sistem otot-ototnya dan dituntun oleh dorongan kata hati menirukan. Tingkat yang kedua adalah manipulasi, pada tingkat ini peserta didik dapat menampilkan suatu action seperti yang diajarkan dan juga tidak hanya pada seperti yang diamati. Peserta didik mulai dapat membedakan antara satu set action dengan yang lain, menjadi mampu memilih action yang diperlukan dan mulai memiliki keterampilan dalam memanipulasi. Jenjang

(5)

yang ketiga yaitu keseksamaan (precision), meliputi kemampuan anak didik dalam penampilan yang telah sampai pada tingkat perbaikan yang lebih tinggi dalam memproduksi suatu kegiatan tertentu. Tahap yang keempat adalah artikulasi (articulation), pada tahap ini peserta didik telah dapat mengkoordinasikan serentetan aksi dengan menetapkan urutan secara tepat di antara action yang berbeda-beda. Tahap tertinggi adalah naturalisasi, merupakan tahapan jika peserta didik tersebut telah dapat melakukan secara alami aksi atau sejumlah aksi yang urut dan action tersebut ditampilkan dengan pengeluaran energi yang minimum.

Untuk memperoleh hasil belajar, dilakukanlah evaluasi atau penilaian yang merupakan tindak lanjut atau cara untuk mengukur tingkat pengetahuan peserta didik. kemajuan prestasi belajar peserta didik tidak saja diukur dari tingkat penguasaan ilmu pengetahuan tetapi juga sikap dan keterampilan. Dengan demikian penilaian hasil belajar peserta didik mencakup segala hal yang dipelajari di sekolah, baik menyangkut pengetahuan, sikap, dan keterampilan.

3. Nilai Hasil Belajar Mata Pelajaran Produktif

Keberhasilan aktivitas belajar siswa ditentukan dengan adanya kegiatan penilaian yang dilaksanakan oleh guru. Kedudukan penilaian sangan penting bagi keberhasilan penunaian tugas melaksanakan pembelajaran. Pada akhir suatu program pendidikan ataupun pelatihan pada umumnya dilakukan suatu penilaian.

Tujuan dari dilakukannya penilaian adalah untuk mengetahui apakah suatu program pendidikan, pengajaran, atau pelatihan tersebut

(6)

telah dikuasai oleh pesertanya atau belum (Jihad, 2013:53). Angka atau nilai tertentu basanya dijadikan patokan (passing grade) untuk menentukan penguasaan program tersebut. Jika dianggap telah menguasai maka ia dinyatakan lulus, sebaliknya jika dianggap belum menguasai maka ia dinyatakan tidak lulus.

Untuk mengukur hasil belajar siswa biasanya guru melakukan evaluasi dengan menggunakan instrumen penilaian. Instrumen penilaian dibedakan menjadi 2, yakni tes dan non tes. Alat 3 jenis penilaian tes, yaitu (a) tes tertulis, (b) tes lisan, dan (c) tes perbuatan. Secara rinci teknik penilaian siswa dapat dilakukan dengan: (a) ulangan harian, (b) tugas kelompok, (c) kuis, (d) Ulangan Blok, (e) pertanyaan lisan, (f) Tugas Individu. Sedangkan untuk instrumen penilaian non tes, dapat melalui: (a) pengamatan, (b) skala sikap, (c) angket, dan (d) catatan harian. Aspek-aspek yang diekspoitasi dalam menilai non tes antara lain: catatan perilaku harian dan laporan aktivitas di luar kelas.

Sekolah menengah kejuruan mempunyai kekhususan yang tertuang dalam kurikulum yang dioperasionalkan, merujuk pada permendiknas 22 tahun 2006, meliputi tiga kelompok mata pelajaran yakni: kelompok normatif, kelompok adaptif dan kelompok produktif. Kekhususan tersebut terletak pada kelompok mata pelajaran produktif yang terdiri dari sejumlah mata pelajaran yang dikelompokkan dalam dasar kompetensi kekhususan dan kompetensi kejuruan. Mata pelajaran produktif merupakan segala mata pelajaran yang dapat membekali pengetehuan teknik dasar keahlian kejuruan. Dalam penelitian ini hasil belajar yang digunakan sebagai salah

(7)

satu variabel adalah mata pelajaran produktif. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil mata pelajaran produktif merupakan tingkat penguasaan kompetensi siswa baik dari sisi pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam mata pelajaran yang mengajarkan pengetahuan teknik dasar keahlian kejuruan yang ditunjukkan dengan nilai tes atau angka yang diberikan oleh guru.

Pada kelompok C1 Dasar Bidang Keahlian terdapat 1 mata pelajaran produktif (1) Gambar Teknik; pada C2 Dasar Program Keahlian yang terdiri dari mata pelajaran (1) Teknologi Dasar Otomotif; (2) Pekerjaan Dasar Teknik Otomotif; dan (3) Teknik Listrik Dasar Otomotif dan (4) Simulasi Digital merupakan kelompok mata pelajaran teori kejuruan; sedangkan untuk kelompok C3 Paket Keahlian yang terdiri dari mata pelajaran (1) Pemeliharaan Mesin Kendaraan Ringan; (2) Pemeliharaan Sasis dan Pemindah Tenaga Kendaraan Ringan; dan (3) Pemeliharaan Listrik Kendaraan Ringan merupakan mata pelajaran praktik kejuruan. (Permendikbud RI No. 70 Tahun 2013).

B. Efikasi Diri

1. Konsep Efikasi Diri

Baron dan Byrne (2004); Omrod (2006) mengemukakan bahwa efikasi diri merupakan penilaian individu terhadap kemampuan atau kompetensinya untuk mencapai suatu tujuan dan menghasilkan sesuatu. Naqiyah (2009) mengartikan bahwa efikasi diri sebagai: (a) struktur kognitif berupa penilaian terhadap tingkat keyakinan dan pengharapan diri untuk

(8)

sukses dalam melakukan aktivitas dan kegiatan sehari-hari, (b) pengaruh dan pengontrol perilaku, dan (c) aspek perilaku yang sangat luas dari penyelesaian tugas-tugas yang umum hingga yang rumit, membingungkan, tidak pasti, dan penuh dengan ketegangan. Menurut Alwisol (2010), efikasi diri mengacu pada keyakinan yang berkaitan dengan kemampuan dan kesanggupan seseorang untuk mencapai dan menyelesikan tugas-tugas dengan target dan waktu yang telah ditentukan. Pendapat lain dikemukakan oleh Majid (2009:108) bahwa efikasi diri didefinisikan sebagai keyakinan penilaian diri berkenaan dengan kompetensi seseorang untuk sukses dalam tugas-tugasnya. Efikasi diri menunjuk pada perasaan seseorang bahwa dirinya mampu dan berkompeten melakukan suatu tugas secara sukses seperti yang diharapkan (Widyarini, 2009:25)

Manfaat yang dirasakan bahwa efikasi diri merupakan kunci keberhasilan dalam mempengaruhi perilaku secara langsung, tujuan dan aspirasi, harapan, persepsi, hambatan dan peluang dalam lingkungan sosial (Bandura, 1997). Efikasi diri mengacu pada anggapan seseorang terkait dengan kemampuan dirinya dalam mengorganisasi dan melakukan pola kegiatan yang diperlukan untuk mencapai pekerjaan yang ditentukan (Majid, 2009:108). Sehingga efikasi diri yang dimiliki seseorang tidak berkaitan dengan keterampilan yang dimiliki seseorang, melainkan lebih berkaitan dengan penilaian atas apa yang dapat dilakukan dengan keterampilan yang mereka miliki. Orang yang memiliki tingkat efikasi diri tinggi cenderung dapat menyelesaikan tugas dan kegiatan yang sulit dengan perasaan tenang, sebaliknya, orang yang efikasi dirinya rendah (ragu akan kemampuan

(9)

dirinya), maka mereka percaya bahwa apa yang mereka kerjakan lebih sulit dari yang sesungguhnya (Chaer, 2016:112).

2. Karakteristik Efikasi Diri

Santrock (2009) dan Lifiatno (2012) menyatakan bahwa efikasi diri mempengaruhi pilihan aktivitas siswa. Siswa dengan efikasi diri rendah, cenderung menghindari banyak tugas, sedangkan siswa dengan efikasi diri tinggi menghadapai tugas belajar dengan keinginan yang besar.

Efikasi diri mempengaruhi individu ketika dihadapkan pada suatu tugas belajar. Individu yang menganggap dirinya tidak mampu menyelesaikan tugas akan berhenti dalam waktu singkat karena merasa tidak menguasai kemampuan yang dibutuhkan dalam menyelesaikan tugas tersebut. Sebaliknya, individu yang memiliki efikasi diri tinggi akan beranggapan bahwa dirinya mampu mengerjakan tugas tersebut sehingga dapat mengerahkan upayanya untuk menyelesikan tugas tersebut (Permatasari, 2010).

Pendapat dari Naqiyah (2009) menjelaskan bahwa ciri-ciri individu yang memiliki efikasi diri ditandai dengan menganggap tugas yang sulit sebagai tantangan, dan terpacu untuk memecahkannya. Jika individu tersebut mengalami kegagalan, maka individu tersebut akan dengan cepat memperbaiki memperbaiki dan menata diri kembali. Sebaliknya, orang yang memiliki efikasi diri yang rendah bercirikan ragu terhadap dirinya dan menghindari tugas-tugas yang sulit, kurang memiliki aspirasi, dan berkomitmen rendah dalam mencapai tujuan.

(10)

3. Sumber Efikasi Diri

Bandura (1997:195) menyatakan bahwa efikasi diri dapat diperoleh, dipelajari, dan dikembangkan dari empat sumber informasi. Sumber-sumber tersebut adalah: (a) enactive attainment and performance accomplishment (pengalaman keberhasilan dan pencapaian prestasi), yaitu sember ekspektasi efikasi diri yang berdasar pada pengalaman individu secara langsung, misalnya individu yang pernah memperoleh suatu prestasi akan terdorong meningkatkan keyakinan penilaian terhadap efikasi dirinya; (b) vicarious experience (pengalaman orang lain), yaitu mengamati perilaku dan pengalaman orang lain sebagai proses belajar individu, melalui model ini efikasi diri individu dapat meningkat, terutama jika merasa memiliki kemampuan yang setara atau bahkan merasa lebih baik dari pada orang yang menjadi subjek belajarnya; (c) verbal persuasion (persuasi verbal), yaitu individu mendapat bujukan atau sugesti untuk percaya bahwa ia dapat mengatasi masalah-masalah yang akan dihadapinya, akan tetapi efikasi diri yang tumbuh dengan metode ini biasanya tidak bertahan lama; (d) physiological stare and emotionalarousal (keadaan fisiologis dan psikologis), yaitu situasi yang menekan kondisi emosional.

Newlin (2006:1) mengemukakan terdapat tiga sumber yang penting dalam efikasi diri, yakni: (a) seseorang melihat pelaksanaan tugasnya sendiri atau apa yang telah mereka perbuat pada waktu lampau, pelaksanaan tugas yang berhasil akan mendorong efikasi diri seseorang menjadi tinggi; (b) informasi penting bersumber dari berbagai pengalaman atau pengamatannya terhadap kinerja orang lain, ketika melihat seseorang depat melaksanakan

(11)

tugas dengan baik maka akan dapat meningkatkan efikas diri; dan (c) informasi penting yang bersumber dari persuasi verbal, argumen yang didukung oleh kemampuan untuk melaksanakan tugas dapat meningkatkan efikasi diri.

4. Indikator Efikasi Diri

Dalam penelitian ini efikasi diri yang memiliki empat indikator yang dikembangkan dari dua sumber, yakni: (1) aspek keyakinan diri terkait dengan kemampuan individu (strength) dalam menghadapi tugas/pekerjaan (Bandura, 1997); (2) aspek keyakinan diri dalam mengatasi masalah yang muncul (Hanifah dan Agustin, 2012:32); (3) keyakinan diri terkait dengan bidang atau tugas pekerjaan (generality) (Bandura, 1997); dan (4) keyakinan diri dalam mencapai target/hasil yang diharapkan (Hanifah dan Agustin, 2012:32).

C. Nilai Praktek Kerja Lapangan (PKL)

1. Pengertian Praktik Kerja Lapangan (PKL)

Pembelajaran adalah proses di mana peserta didik dapat mengembangkan potensi dan karakter yang dimiliki (Direktorat PSMK, 2015). Pembelajaran dapat berlangsung di manapun, tidak hanya terjadi di sekolah. Lingkungan keluarga dan masyarakat juga bisa dilakukan proses pembelajaran. Pembelajaran dapat memberikan kesempatan dan mengembangkan potensi yang ada dalam diri peserta didik. Diharapkan dalam proses pembelajaran kemampuan peserta didik, baik spiritual, sosial, pengetahuan dan keterampilan, akan semakin meningkat.

(12)

Kemampuan-kemampuan tersebut kelak akan diperlukan untuk kehidupan dirinya, kehidupan bermasyarakat, berbangsa serta berkontribusi dalam kesejahteraan hidup umat manusia. Untuk merealisasikan jalannya proses pembelajaran secara efektrif dan efisien, setiap satuan pendidikan melakukan penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran dapat berlangsung di sekolah, keluarga, maupun masyarakat. Program pembelajaran yang berlangsung di masyarakat salah satunya adalah Praktik Kerja Lapangan (PKL). PKL merupakan program khusus yang diselenggarakan guna merealisasikan proses pembelajaran yang efektif dan efisien, setiap satuan pendidikan melakukan penyusunan program pembelajaran. Program pembelajaran dapat berlangsung di sekolah, di lingkungan keluarga, dan di masyarakat. Program pembelajaran yang diprogramkan secara khusus untuk diselenggarakan di masyarakat antara lain berupa permagangan/Praktik Kerja Lapangan (PKL). Berdasarkan Peraturan Kementerian Ketenaga Kerjaan dan Transmigrasi No. 22 Tahun 2009, pemagangan adalah:

Bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja yang lebih berpengalaman dalam proses produksi barang dan/atau jasa di perusahaan, dalam rangka menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.

Sedangkan pengertian PKL menurut Direktorat PSMK (2015) adalah program yang disusun bersama antara sekolah dan masyarakat (industri) untuk memenuhi kebutuhan peserta didik, sekaligus merupakan wahana kontribusi dari dunia kerja terhadap upaya pengembangan pendidikan di SMK. Sehingga dapat disimpulkan bahwa PKL merupakan bagian dari program bersama antara SMK dan Industri yang dilaksanakan di Dunia

(13)

Usaha/Dunia Industri (DU/DI). Peserta didik SMK dalam program ini didorong untuk berlatih bekerja di suatu industri. Melalui pelatihan ini diharapkan peserta didik dapat belajar untuk meningkatkan kemampuannya dan mengerti suasana pekerjaan di industri. Program PKL mendorong peserta didik untuk dapat menguasai sepenuhnya aspek-aspek kompetensi yang dituntut kurikulum, dan di samping itu mengenal lebih dini dunia kerja yang menjadi dunianya kelak setelah menamatkan pendidikannya.

2. Tujuan dan Manfaat Pemagangan/Praktik Kerja Lapangan Pentingnya pemagangan menurut Pedoman untuk Pengusaha Program Pemagangan di Indonesia (2015): (1) Mempromosikan formasi pembelajaran dan keterampilan, memfasilitasi tenaga kerja dengan menjembatani antara dunia pendidikan dan dunia kerja; (2) Membantu perusahaan dalam pemenuhan kebutuhan tenaga kerja; (3) Menyediakan pelatihan keterampilan bagi kaum muda untuk mempersiapkan mereka dalam menghadapi dunia kerja.

Tujuan Praktik Kerja Lapangan (PKL) (Direktorat PSMK, 2015), antara lain sebagai berikut: (1) Mengaktualisasikan model penyelenggaraan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) antara SMK dan Institusi Pasangan (DU/DI) yang memadukan secara sistematis dan sistemik program pendidikan di sekolah (SMK) dan program latihan penguasaan keahlian di dunia kerja (DU/DI); (2) Membagi topik-topik pembelajaran dari Kompetensi Dasar yang dapat dilaksanakan di sekolah (SMK) dan yang dapat dilaksanakan di Institusi Pasangan (DU/DI) sesuai dengan sumberdaya yang tersedia di masing-masing pihak; (3) Memberikan pengalaman kerja langsung (real)

(14)

kepada peserta didik dalam rangka menanamkan (internalize) iklim kerja positif yang berorientasi pada peduli mutu proses dan hasil kerja; (4) Memberikan bekal etos kerja yang tinggi bagi peserta didik untuk memasuki dunia kerja dalam menghadapi tuntutan pasar kerja global.

Terdapat beberapa manfaat magangan menurut Pedoman untuk Pengusaha Program Pemagangan di Indonesia (2015), yakni manfaat bagi perusahaan dan manfaat bagi pemagang. Manfaat magang bagi perusahaan: dapat menghasilkan tenaga kerja sesuai dengan standar industri dan kebutuhan perusahaan masing-masing. Pemagangan dapat menumbuhkan suasana kerja yang mendorong terciptanya inovasi dari peserta magang atau pekerja di perusahaan yang bersangkutan.

Sedangkan manfaat magang bagi pemagang itu sendiri adalah mendapatkan kesempatan untuk menerima pelatihan, bukan hanya untuk mengasah ketrampilan yang sesuai dengan standar industri/perusahaan, namun juga untuk mendapatkan secara langsung pelatihan secara teknikal dan ketrampilan kerja inti yang dapat meningkatkan kinerja mereka. Selain penguasaan keterampilan teknis, pemagangan juga membentuk ketrampilan non-teknis (soft-skills) peserta pemagangan juga.

3. Penilaian PKL

Penilaian hasil belajar peserta didik selama pelaksanaan program PKL dilakukan secara menyeluruh mencakup ranah sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Penilaian hasil belajar peserta didik di Institusi Pasangan/Industri dilakukan oleh pembimbing industri, sedangkan instrumen penilaiannya disiapkan oleh sekolah. Prinsip-prinsip penilaian hasil belajar

(15)

peserta didik di Institusi Pasangan/Industri adalah sama dengan penilaian hasil belajar di sekolah. Penilaian dibagi menjadi 3 ranah, yakni ranah sikap, ranah pengetahuan dan ranah keterampilan.

a. Penilaian hasil belajar ranah sikap

Pada penilaian hasil belajar ranah sikap terdapat 4 indikator penilaian, yakni: (1) Jujur memiliki 4 kriteria yaitu: (a) menyampaikan sesuatu berdasarkan keadaan yang sebenarnya, (b) tidak menutupi kesalahan yang terjadi, (c) tidak melihat data/pekerjaan orang lain, (d) mencantumkan sumber belajar dari yang dikutip/dipelajari; (2) Tanggung jawab memiliki 4 kriteria yaitu: (a) melaksanaan tugas piket secara teratur, (b) berperan serta aktif dalam kegiatan diskusi, (c) mengajukan usul pemecahan masalah, (d) mengerjakan tugas sesuai yang ditugaskan; (3) Disiplin memiliki 4 kriteria yaitu: (a) tertib dalam mengikuti instruksi, (b) mengerjakan tugas tepat waktu, (c) tidak melakukan kegiatan yang tidak diminta, (d) tidak membuat kondisi tempat kerja menjadi tidak kondusif; (4) Santun memiliki 4 kriteria yaitu: (a) berinteraksi dengan teman secara ramah, (b) berkomunikasi dengan bahasa yang tidak menyinggung perasaan, (c) menggunakan bahasa tubuh yang bersahabat, serta (d) berperilaku sopan.

Nilai akhir ranah sikap diperoleh dari modus (skor yang paling sering muncul) dari keempat aspek sikap di paragraf sebelumnya. Ada 4 kategori nilai sikap, yakni: sangat baik jika memperoleh nilai akhir 4, baik jika memperoleh nilai akhir 3, cukup jika memperoleh nilai akhir 2, dan kurang jika memperoleh nilai akhir 1.

(16)

b. Penilaian hasil belajar ranah pengetahuan

Penilaian ranah pengetahuan dapat dilakukan, yakni tes tanya jawab dan tes tertulis. Tes tanya jawab dapat dilakukan dengan cara: (1) pembimbing memberi pertanyaan kepada peserta didik, (2) pertanyaan yang diajukan harus sesuai dengan IPK yang akan dicapai, (3) disiapkan pedoman penskoran 1 – 4 (rubrik). Sedangkan untuk tes tertulis dapat dilakuka dengan: (1) membuat soal bentuk uraian atau soal pilihan ganda, (2) Instrumen soal mengacu IPK yang akan dicapai, (3) Disiapkan pedoman penskoran 1- 4 (rubrik).

c. Penilaian hasil belajar ranah keterampilan

Penilaian ranah keterampilan dapat dilakukan melalui: Soal penugasan mengacu IPK yang akan dicapai dan menyiapkan instrumen observasi dan pedoman penskoran 1- 4 (dilengkapi dengan rubrik).

D. Kesiapan Kerja

1. Definisi Kesiapan Kerja

Menurut Slameto (2010:113) kesiapan adalah keseluruhan kondisi seseorang yang membuatnya siap untuk memberi respon/tanggapan di dalam cara tertentu terhadap suatu situasi. Kesiapan juga dapat diartikan sebagai kemampuan, keinginan dan untuk melakukan kegiatan tertentu yang bergabung pada tingkat kematangan pengalaman-pengalaman sebelum serta kondisi mental yang sesuai (Sumarsih, 2010).

(17)

Konsep kesiapan kerja menurut Widodo (2009) merupakan upaya memiliki keterampilan sesuai dengan kebutuhan diri sendiri dan masyarakat sehingga seseorang setelah lulus dari sebuah lembaga pendidikan dapat diserap di dunia kerja. Menurut Yanto (2006:9) kesiapan kerja memiliki pengertian sebagai suatu kondisi yang menunjukkan adanya keserasian antara kematangan fisik, mental serta pengalaman sehingga individu mempunyai kemampuan untuk melakukan suatu kegiatan tertentu dalam hubungannya dengan pekerjaan atau kegiatan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kesiapan kerja merupakan keseluruhan kondisi individu, baik kemampuan (fisik, mental, pengalaman) dan keinginan untuk melakukan kegiatan tertentu yang berhubungan dengan pekerjaan.

Kesiapan kerja diperlukan mencetak calon tenaga kerja yang tangguh dan berkualitas serta siap bersaing di dunia kerja. Terdapat beberapa hal yang mengakibakan rendahnya kesiapan kerja yang dimiliki remaja, diantaranya: (a) kurangnya usaha yang dilakukan untuk mencari pekerjaan; (b) sedikitnya informasi pekerjaan yang dimiliki; (c) kurang matangnya perencanaan karir (Widodo, 2009).

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesiapan Kerja

Tiga aspek yang mencakup kesiapan kerja menurut Slameto (2010:113) diantaranya adalah: (1) kondisi fisik, mental dan emosional; (2) kebutuhan, motivasi dan tujuan; (3) keterampilan, pengetahuan dan pengertian (Slameto, 2010:113). Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi Kesiapan Kerja dari penelitian yang dilakukan oleh Sari (2012), menyebutkan berapa faktor yang mempengaruhi tingkat kesiapan

(18)

kerja siswa SMK antara lain: (a) pengalaman praktik luar (PLK), (b) bimbingan vokasional, (c) motivasi belajar, (d) latar belakang ekonomi keluarga, (e) hasil belajar sebelumnya, dan (f) informasi pekerjaan. Sedangkan usaha-usaha yang dilakukan untuk menunjang kesiapan kerja adalah dengan belajar, memotivasi diri, mencari bantuan modal, dan aktif mencari informasi pekerjaan.

Dirwanto (2008) menyatakan bahwa terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kesiapan kerja siswa SMK, diantaranya: a) kepercayaan diri. Kepercaan diri yang tinggi dengan bekal pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja. b) kreativitas. Siswa yang memiliki kreatifitas akan lebih yakin dengan apa yang akan dilakukannya. Dengan kreativitas suatu pekerjaan akan mudah dikenal dan dipelajari sehingga mudah dalam menguasainya dalam waktu singkat. c) kedewasaan. faktor dari dalam diri yang memiliki pengaruh kuat diantaranya adalah perkembangan kognitif yang terkait dengan sikap intelektual seseorang. Siswa yang memiliki sikap intelektual yang baik akan lebih cepat bertindak untuk mengambil langkah yang diperlukan dan cepat berdaptasi dengan lingkungan kerja. d) motivasi. Dengan adanya motivasi belajar akan mendorong perbuatan belajar. Siswa yang memiliki motivasi belajar tinggi akan tergerak untuk terus belajar teori maupun praktik untuk memperoleh hasil yang optimal. Siswa dengan belajar sungguh-sungguh akan mampu menguasai keterampilan kerja sebanyak mungkin, maka siswa akan lebih memiliki kesiapan kerja. e) pengetahuan. Pengetahuan dan wawasan sangat bermakna dalam memilih pekerjaan yang akan dilakukannya. Pengetahuan

(19)

akan membantu siswa untuk mengenal berbagai objek yang ada dalam pekerjaan. Jika siswa memiliki banyak pengetahuan, maka ia dapat mempersiapkan dirinya terhadap suatu jenis pekerjaan, karena itu siswa akan menjadi siap kerja. f) keterampilan. Semakin terampil seseorang mengenai bidang ilmu yang akan dikerjakannya, maka akan semakin berhasilorang tersebut dalam melakukan tugas pekerjaannya nanti.

3. Indikator Kesiapan Kerja Siswa SMK

Merujuk pada penelitian dari Dirwanto (2008), maka terdapat 3 aspek kesiapan kerja, yakni aspek psikologis atau mental siswa; aspek pengetahuan yang dimiliki siswa, baik pengetahuan secara kompetensi maupun kemampuan tentang lapangan kerja yang akan digelutinya; serta aspek keterampilan yang dimiliki siswa.

E. Hubungan Antar Variabel

1. Nilai Hasil Belajar Mata Pelajaran Produktif dengan Nilai Praktik Kerja Lapangan

Dari hasil penelitian Pratomo (2014) menghasilkan kesimpulan bahwa prestasi belajar mata pelajaran produktif memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan prestasi PKL dengan koefisien korelasi sebesar 0,225 dan memiliki sumbangan efektif sebesar 4%. Penelitan lain dari penelitian Ramadhan (2015) menyatakan bahwa penguasaan mata diklat produktif dan motivasi belajar secara bersama-sama memberikan kontribusi yang signifikan sebesar 61,5% terhadap keberhasilan PKL. Sehingga dapat disimpulkan

(20)

bahwa jika nilai prestasi belajar mata pelajaran produktif tinggi maka nilai prestasi PKL juga akan tinggi.

2. Efikasi Diri dengan Nilai Praktik Kerja Lapangan

Dari penelitian yang dilakukan oleh Stevani (2014) praktik kerja industri dan keterampilan siswa memiliki pengaruh yang signifikan terhadap efikasi diri siswa. Setelah dilakukan praktik kerja industri dengan baik maka siswa akan mendapatkan pengalaman langsung bagaimana dunia kerja yang sebenarnya, meningkatkan keterampilan yang dimiliki oleh siswa serta memberikan efikasi diri pada siswa. Efikasi diri pada siswa akan memicu nilai praktik kerja lapangan. Diharapkan jika siswa memiliki keyakinan diri yang tinggi dalam menghadapi berbagai persoalan maka akan dapat mengerahkan berbagai upaya dalam menghadapi persoalan (Permatasari, 2010). Dalam penelitian Santrock (2009) dan Lifiatno (2012) siswa yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan akan menghadapi tugas/pekerjaan dengan keinginan yang besar. Senada dengan penelitian Naqiyah (2009) individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan menganggap tugas/pekerjaan yang rumit menjadi tantangan dan terpacu untuk memecahkannya. Sehingga semakin tinggi efikasi diri yang dimiliki siswa, maka akan semakin tinggi nilai Praktik Kerja Lapangan yang didapatkan.

3. Nilai hasil belajar Mata pelajaran Produktif dengan Kesiapan Kerja Dari hasil penelitian Lestari (2015) didapatkan kesimpulan bahwa terhadap pengaruh yang positif dan signifikan pengalaman PKL, hasil belajar mata diklat produktif dan dukungan sosial keluarga terhadap kesiapan kerja dengan koefisien determinasi sebesar 32,7%. Penelitian lain dari Mu’ayati

(21)

(2014) menunjukkan bahwa penguasaan mata diklat produktif berpengaruh sebesar 8,70% terhadap kesiapan kerja. Hasil senada didapatkan dari penelitian Margunani (2012) bahwa ada pengaruh penguasaan mata diklat produktif terhadap kesiapan kerja siswa sebesar 18,15%. Dari beberapa penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar mata pelajaran produktif memiliki pengaruh terhadap kesiapan kerja pada siswa.

4. Efikasi Diri dengan Kesiapan Kerja

Pada penelitian Utami (2013) dapat dilihat bahwa efikasi diri memiliki hubungan yang signifikan terhadap kesiapan kerja. Senada dengan hal tersebut, penelitian dari Yuwanto (2014) menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif sebesar 35,7% antara efikasi diri dengan kesiapan kerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa, semakin tinggi efikasi diri maka akan semakin tinggi pula kesiapan kerjanya.

5. Nilai Praktik Kerja Lapangan dengan Kesiapan Kerja

Nilai Praktik Kerja Lapangan yang didapat siswa didapat dari hasil pengalaman PKL yang dilakukan selama program tersebut berlangsung. Dari penelitan Valid (2013) didapatkan bahwa terdapat pengaruh positif dan signifikan antara pengalaman PKL terhadap kesiapan kerja siswa. Penelitian lain dari Muyasaroh (2013) menyebutkan bahwa ada pengaruh yang signifikan pengalaman PKL terhadap kesiapan kerja. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengalaman PKL dapat meningkatkan kesiapan kerja dari siswa setelah lulus dari sekolah. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin baik pengalaman industri maka semakin baik kecenderungan siswa dapat meningkatkan kesiapan kerja.

(22)

F. Kerangka Berpikir

Tingginya angka pengangguran dan rendahnya keterserapan kerja lulusan SMK disebabkan karena rendahnya kualitas lulusan. Kualitas lulusan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti rendahnya kompetensi SMK, minimnya sarana dan prasarana yang dimiliki SMK, kurangnya waktu praktik siswa SMK baik di praktik di sekolah maupun di Industri, ketidak sesuaian guru pengajar dengan bidang kejuruan yang diampunya sehingga mengakibatkan kurang siapnya siswa menghadapi dunia kerja.

Kesiapan kerja sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor. Dari berbagai penelitian yang ada, faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan kerja adalah faktor internal atau dari dalam diri siswa dan faktor eksternal atau faktor yang di dapat siswa dari luar/lingkungan. Faktor internal berupa fisik, mental, pengetahuan, wawasan, kecerdasan, bakat, minat serta sifat dan sikap pribadi yang di dalamnya meliputi keyakinan siswa untuk dapat menyelesaikan tugas/pekerjaan (efikasi diri). Sedangkan faktor eksternal siswa didapat dari latar belakang ekonomi keluarga, bimbingan vokasional, prestasi belajar yang didapat sebelumnya, pengalaman saat praktik luar serta informasi pekerjaan yang didapat.

Pada penelitian ini menggunakan empat variabel, yakni kesiapan kerja itu sendiri dan ditunjang dengan 3 faktor yakni: nilai hasil belajar mata pelajaran produktif (eksternal), efikasi diri (internal) dan nilai PKL (eksternal). Kerangka berpikir kemengapaan memilih variabel-variabel tersebut akan dijabarkan pada kerangka berpikir di bawah ini:

(23)
(24)

Pengalaman PKL siswa didukung oleh beberapa faktor antara lain SDM yang ada, fasilitas yang digunakan dan komunikasi yang dibangun selama proses PKL berlangsung. SDM yang mempengaruhi pengalaman PKL secara tidak langsung antara lain adalah guru pengajar di sekolah dan pembimbing selama di industri (mentor). Guru pengajar di industri dan mentor yang memiliki kemampuan yang baik akan memiliki pengaruh yang baik bagi pengalaman PKL siswa. Begitu pula jika peralatan praktik siswa baik di sekolah maupun di industri akan mempengaruhi pengalaman PKL siswa. Dari segi komunikasi antara sekolah dengan siswa (sosialisasi program PKL, kurikulum PKL, aturan PKL) akan menumbuhkan pemahaman siswa tentang manfaat PKL.

Efikasi diri siswa secara tidak langsung dipengaruhi oleh prestasi belajar siswa sebelumnya, fisik dan mental serta pengalaman dari orang lain. Fisik dan mental yang sehat pasti akan mempengaruhi kepercayaan diri seseorang. Efikasi diri yang didasari dari prestasi belajar siswa sebelumnya seperti individu yang pernah memperoleh suatu prestasi akan terdorong meningkatkan keyakinan penilaian terhadap efikasi dirinya. Pengalaman orang lain seperti perilaku mengamati pengalaman orang lain sebagai proses belajar individu dapat meningkatkan efikasi diri individu

Sedangkan prestasi belajar sebelumnya di pengaruhi oleh berbagai faktor seperti: disiplin belajar, dukungan dari orang tua/individu lain, SDM seperti kemampuan mengajar guru bidang studi, berbagai fasilitas yang digunakan selama proses belajar, serta komunikasi yang dibangun selama proses belajar seperti pemberian motivasi akan mempengaruhi prestasi belajar siswa.

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Ho : tidak ada perbedaan penilaian konsumen yang signifikan terhadap iklan Sampoerna A Mild jika ditinjau dari perbedaan respon Pelajar SMU dengan Mahasiswa S1 terhadap

Delahunt B, Cheville JC, Martignoni G et al (2013) The International Society of Urological Pathology (ISUP) grading system for renal cell carcinoma and other prognostic parameters..

Selama ini pengajaran mata kuliah tata bahasa hanya berfokus pada kuliah mimbar yang begitu membosankan, maka pada makalah ini penulis akan mencoba melakukan

Dengan kata lain, penalaran adalah bagian tertentu dari pekerjaan memecahkan masalah yang dengan demikian merupakan bagian dari bermatematika (doing mathematics). Intinya,

Tahap selanjutnya yaitu proses image enhancement menggunakan AHE, MAHE, CLAHE dan SCLAHE dimana setiap metode akan diaplikasikan pada tiap citra input tanpa elemen RGB dan

Abdullah bin Mubarok berkata, “Sungguh mengembalikan satu dirham yang berasal dari harta yang syubhat lebih baik bagiku daripada bersedeqah dengan seratus ribu dirham”..

Berdasarkan dari penelitian yang di lakukan pada Koperasi Syariah Arrahmah Banjarmasin, berikut ini adalah hasil dan analisis penelitian tentang kinerja keuangan

Sehingga dapat disusun suatu logika bahwa variabel efisiensi operasi yang diproksikan dengan Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) berpengaruh negative