• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fotogrametri Jarak Dekat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Fotogrametri Jarak Dekat"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

4 BAB II

DASAR TEORI II.1. Desain Jalur Terbang

Dalam pekerjaan fotogrametri dipengaruhi oleh foto yang mempunyai kualitas baik. Pemotretan udara dengan tujuan tertentu dapat direncanakan, yaitu desain jalur terbang pemotretan. Proses pengambilan jalur terbang biasanya diambil jarak yang terpanjang untuk melakukan perekaman, hal ini untuk memperoleh kestabilan pesawat di saat pemotretan.

Gambar 2.1. Desain Jalur Terbang

Hal perlu diperhatikan dalam perencanaan jalur terbang yaitu foto-foto tersebut pada umumnya dibuat sedemikian sehingga daerah yang digambarkan foto udara yang berurutan di dalam satu jalur terbang yang disebut pertampalan. Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain (Laporan Praktikum Pengantar Fotogrametri Kelompok 4, 2014) :

1. Tampalan ke Depan (Overlap)

Tampalan ke depan ialah tampalan antara foto yang berurutan sepanjang jalur terbang.

Gambar 2.2. Tampalan ke depan (overlap) Keterangan :

G = luas liputan

B = basis atau jarak antara stasiun pemotretan sebuah pasangan foto stereo. PE = pertampalan ke depan (endlap)

(2)

5 100 *         G B G PE ...(2.1) 2. Tampilan ke Samping (SideLap)

Tampalan ke samping ialah tampalan antara jalur terbang yang berhimpitan secara berurutan.

Gambar 2.3. Tampalan ke samping (sidelap) Keterangan :

G = luas liputan

W = jarak antara jalur terbang yang berurutan atau jalur-jalur terbang yang berhimpitan

PS = pertampalan ke samping (sidelap)

100 *         G W G PS ...(2.2) 3. Luas Liputan

Setelah memilih skala foto rata-rata dan dimensi format kamera, daerah permukaan lahan yang terliput dapat langsung dihitung dengan persaman berikut;

Sr df G / ...(2.3) Dimana: Sr = skala rata-rata Df = dimensi foto 4. Tinggi Terbang

Berbicara tentang tinggi terbang sangat erat kaitan dengan skala. Untuk itu, setelah memilih panjang fokus kamera dan skala foto rata-rata yang dikehendaki, tinggi terbang rata-rata di atas permukaan tanah dapat ditetapkan secara otomatis sesuai dengan persaman skala;

(3)

6 r r h H f s   r r f h s H ( * ) ………..(2.4) Dimana: H = tinggi terbang

hr = tinggi terbang terhadap tinggi tanah rata-rata sr = skala rata-rata

f = panjang fokus kamera

5. Jarak antar Strip Jalur Terbang

G PS

W (100 )%* ………...(2.5) Dimana:

W = adalah jarak antara dua jalur penerbangan PS = pertampalan ke samping (sidelap)

G = luas liputan 6. Jarak Basis Udara

G PE

B(100 )%* ………(2.6) B = adalah jarak antara basis udara

PE = pertampalan ke depan (endlap) G = luas liputan

7. Jumlah Foto dalam 1 Strip Jalur Terbang

) 1 ( 1 1 * )% 100 ( ) ( / factor safety G PE p nf strip foto Jumlah      ……….(2.) Dimana : P = panjang daerah

pf = panjang sisi bingkai foto G = luas liputan

(4)

7 8. Jumlah Strip Jalur Terbang

) 1 ( 1 )% 100 ( factor safety G PS l ns      ………...(2.) Dimana : l = lebar daerah

pf = panjang sisi bingkai foto G = luas liputan

9. Untuk foto metric pf = lf = G = 23cm, s = bilangan skala foto

Cara ini hanya dapat digunakan untuk bentuk daerah yang mempunyai bentuk persegi empat atau kombinasi bentuk persegi empat.

Gambar 2.4. Total foto

Gambar 2.5. Pola Pemotretan

R

(5)

8 II.2 Titik Kontrol Tanah (Ground Control Point)

Menurut Wahid dan Taufik (2009), GCP (Ground Control point) atau titik kontrol tanah adalah proses penandaan lokasi yang berkoordinat berupa sejumlah titik yang diperlukan untuk kegiatan mengkoreksi data dan memperbaiki keseluruhan citra yang akhirnya disebut sebagai proses rektifikasi. Tingkat akurasi GCP sangat tergantung pada jenis GPS yang digunakan dan jumlah sampel GCP terhadap lokasi dan waktu pengambilan.

Lokasi ideal saat pengambilan GCP adalah perempatan jalan, sudut jalan, perpotongan jalan pedestrian, kawasan yang memiliki warna menyolok, persimpangan rel dengan jalan dan benda/ monumen/ bangunan yang mudah diidentifikasi atau dikenal. Perlu dihindari pohon, bangunan, dan tiang listrik selain sulit diidentifikasi, karena kesamaannya yang tinggi.

Dapat didefinisikan sebagai sebuah titik pada permukaan bumi dari lokasi yang dikenal (yaitu tetap dalam suatu sistem koordinat yang ditetapkan) yang digunakan untuk geo-referensi sumber data gambar, seperti gambar penginderaan jauh atau scan peta. Dasar untuk titik kontrol tanah dan titik cek adalah bahwa mereka harus memiliki kualitas yang tiga kali lebih baik dari spesifikasi, yaitu 0.8 m RMSE untuk 2,5 juta RMSE spesifikasi. Titik kontrol tanah (GCP) berfungsi sebagai titik titik sekutu antara sistem koordinat foto dengan sistem koordinat peta, sedangkan titik ikat merupakan titik sekutu antara foto yang saling bertampalan. GCP diadakan dengan 2 cara,yaitu secara pre-marking atau post-marking. Pre-marking adalah mengadakan titik target sebelum pemotretan udara dilaksanakan, sedangkan post-marking adalah mengidentifikasi obyek yang terdapat pada foto udara baru kemudian ditentukan koordinat petanya. Untuk TP selalu diadakan dengan cara post-marking, yaitu mengidentifikasi obyek yang sama yang terpotret pada daerah bertampalan. GCP umumnya diusahakan menyebar di pinggir foto, sedangkan titik ikat dibuat sebanyak 6 buah per model dengan distribusi mengikuti aturan Gruber.

Nilai koordinat UTM diperoleh dari pengecekan di peta, penentuan titik ikat dilakukan secara manual, yaitu dengan cara identifikasi visual obyek-obyek yang tampak jelas pada daerah pertampalan antar foto.teknik ini menghasilkan akurasi yang cukup baik, terutama jika di bantu dengan fasilitas zooming dan penampilan secara tiga dimensi. Tetapi teknik ini memiliki kelemahan yaitu membutuhkan waktu yang lama, apabila jika jumlah foto yang akan diproses cukup banyak. Ada teknik lain yang dapat dipergunakan untuk

(6)

9 mengidentifikasi TP secara otomatis, yaitu dengan menggunakan cara korelasi silang. Pada prakteknya, teknik ini dapat mengidentifikasi obyek yang tidak terletak di daerah pertampalan, sehingga masih perlu dilakukan manual editing untuk menjamin ketepatannya. (Harintaka,dkk. 2006)

Gambar 2.6. Ground Control Point

Dalam pemotretan udara, titik kontrol tanah ini diperlukan untuk triangulasi udara. Triangulasi udara adalah cara penentuan koordinat titik kontrol minor secara fotogrametris. Titik kontrol minor adalah titik kontrol tanah perapatan yang mengacu pada titik kontrol tanah hasil premarking.Titik kontrol minor ini sering disebut dengan postmark, karena ditentukan setelah pemotretan. Titik kontrol tanah berfungsi sebagai data masukan untuk proses hitungan titik bantu minor atau ikatan bantu secara fotogrametris. Hasil dari pekerjaan triangulasi udara ini adalah koordinat titik kontrol minor, baik titik kontrol penuh (X, Y, Z), titik kontrol planimetris (X,Y) dan tinggi (Z) yang telah diratakan.

Tahapan triangulasi udara ini sangat penting karena titik-titik kontrol minor yang diperoleh dari proses ini akan memberikan kerapatan titik kontrol tanah. Titik-titik kontrol tanah inilah yang digunakan untuk rektifikasi. Rektifikasi adalah suatu proses pekerjaan untuk memproyeksikan citra ke bidang datar dan menjadikan bentuk konform (sebangun) dengan sistem proyeksi peta yang digunakan, juga digunakan mengorientasikan citra sehingga mempunyai arah yang benar. Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan atau pemilihan titik yang akan digunakan untuk rektifikasi ini adalah bahwa titik-titik kontrol tanah tersebut harus tersebar merata pada area pemotretan, mampu mewakili kondisi medan

(7)

10 yang sesungguhnya, dan jumlahnya makin banyak makin baik. Hal ini berkaitan dengan ketelitian dari hasil rektifikasi.

Titik kontrol tanah yang terdistribusi merata pada area pemotretan akan memberikan hasil rektifikasi yang lebih presisi. Selain itu, perlu dilakukan pemasangan titik kontrol tanah pada daerah-daerah ekstrim, agar diperoleh titik-titik kontrol tanah yang mewakili kondisi medan yang sesungguhnya. Hal ini berkaitan dengan pergeseran relief. Semakin banyak titik kontrol tanah yang digunakan untuk rektifikasi, akan semakin banyak kontrol hitungan yang digunakan, sehingga semakin teliti hasil rektifikasi.

III.3. Mosaik Foto

Mosaik foto ialah serangkaian foto daerah tertentu yang disusun menjadi satu lembar foto. Ini dimaksudkan untuk menggambarkan daerah penelitian secara utuh. Mosaik dapat memberikan gambaran yang lebih menyeluruh tentang lokasi yang diamati. (Hanafah, 2012)

Gambar 2.7. Mosaik Foto

Secara detil Wolf (1983) menyatakan mosaik foto udara merupakan gabungan dari dua atau lebih foto udara yang saling bertampalan sehingga terbentuk paduan citra (image) yang berkesinambungan dan menampilkan daerah yang lebih luas.

Ditinjau dari teknik pembuatannya, Wolf (1983) menyebutkan ada tiga jenis mosaik, yaitu mosaik terkontrol, tidak terkontrol, dan semi terkontrol.

Mosaik terkontrol adalah mosaik yang dibuat dari foto yang telah direktifikasi atau menghilangkan kesalahan oleh kemiringan sumbu kamera (tilt) dan rationing (menyeragamkan skala di seluruh bagian foto) sehingga semua foto telah mempunyai skala yang sama. Mosaik terkontrol memenuhi spesifikasi tertentu tentang ketelitian peta.

Mosaik tidak terkontrol adalah mosaik yang dibuat dari foto yang belum direktifikasi serta belum diseragamkan skalanya. Mosaik semi terkontrol adalah mosaik yang disusun

(8)

11 dengan menggunakan foto udara yang mempunyai beberapa titik kontrol, tetapi foto tersebut tidak terektifkasi dan dapat mempunyai skala yang tidak seragam.

Dari ketiga jenis mosaik tersebut. Mosaik terkontrol dan semi terkontrol memiliki kesamaan, yaitu memerlukan ketersediaan titik kontrol. Keharusan untuk tersedianya titik kontrol tersebut mempunyai konsekuensi waktu pemrosesan yang lama, yaitu saat identifikasi titik kontrol pada setiap foto dan biaya yang relatif untuk penyediaan atau pengadaan titik kontrol setiap foto.

Menurut Nurdinansa (2013), mosaik foto udara secara manual dilakukan dengan mengurutkan nomor seri foto udara dan disusun secara manual dengan mengandalkan kemampuan visual mata secara berurutan serta menumpang tindihkan kenampakan yang sama pada foto-foto yang bertampalan (overlap). Menyusun mozaik secara manual ini dilakukan sekedar untuk memperoleh gambaran umum wilayah yang dikaji. Dalam penyusunan foto udara ini setiap foto udara yang disusun maupun ditumpang tindih memiliki skala foto yang sama, nomor seri yang berurutan dan merupakan daerah pertampalan.

Gambar 2.8. Skema Susunan Mosaik

Dari penyusunan mosaik secara manual ini ditemukan susunan foto udara yang saling tumpang tindih memiliki susunan tidak lurus atau agak bergeser ke atas atau ke bawah yang mengindikasikan dalam pemotretan pesawat mengalami gangguan sehingga hasil pemotretan tidak bisa lurus. Penyimpangan tersebut dikenal dengan Drif dan Crab.

Drif adalah perpindahan atau pergeseran lateral pesawat udara dari garis terbang yang direncanakan, yang disebabkan oleh gerakan angin, kesalahan navigasi atau penyebab-penyebab yang lain. Hasilnya dapat berupa suatu celah (gab) diantara foto udara yang berdekatan. Crab merupakan keadaan yang disebabkan kegagalan mengorientasikan kamera sehubungan dengan garis terbang yang direncanakan. Dalam penyusunan foto udara secara manual diperlukan kecermatan dan ketelitian, terutama dalam menyusun maupun menumpang tindihkan foto udara. Seringkali yang tidak diperhatikan adalah pengurutan nomor seri foto udara. Hal tersebut cukup menghambat dalam proses penyusuan mosaik foto udara secara manual.

(9)

12 III.4. Macam-macam Mosaik

1. Uncontrolled Digital Mosaics

Mosaik-mosaik yang tidak terkontrol dibuat dari kombinasi foto udara tanpa perubahan skala dan hanya memakai gambar dari fotografi untuk penyesuaian. Pergeseran relief akan menimbulkan perubahan bentuk (deformasi) pada mosaik dan bahkan menimbulkan ketidaksinambungan pada beberapa tempat. Walaupun pergeseran relief dapat dikurangi dengan memakai kamera-kamera yang berjarak fokus panjang, kita ketahui bahwa hampir untuk semua survei sumber-sumber alam, kamera-kamera dengan sudut-sudut besar mempunyai keuntungan-keuntungan. Tinggi terbang yang yang lebih rendah dan rasio tinggi basis yang lebih baik, yang memungkinkan perbedaan yang lebih tepat dari perbedaan-perbedaan ketinggian, semuanya merupakan keuntungan-keuntungan yang mengimbangi kesulitan-kesulitan yang diakibatkan oleh ketidak serasian mosaik-mosaik.

Kamera dengan jarak-jarak fokus yang panjang hanya dipakai dalam hal-hal tertentu, misalnya pada survei-survei kehutanan skala besar, karena pemandangan pada permukaan yang terdapat di bawah pohon-pohon. Mosaik-mosaik yang tidak terkontrol yang kualitas cukup baik, hanya dapat diperoleh dalam keadaan dimana permukaan hampir selurunya datar, dengan syarat bahwa skala daripada rangkaian foto adalah sama pada seluruh permukaan daripada mosaik-mosaik tersebut. (Sugiarti, 2012)

2. Semicontrolled Digital Mosaics

Mosaik semi kontrol dilakukan rektifikasi foto yang digabungkan tanpa titik kontrol, dimana titik kontrol digunakan untuk membatasi foto yang direktifikasi. Ini berarti bahwa dalam satu dan hal lain posisi relatif dari titik utama dari tiap-tiap foto udara terhadap foto-foto di sisinya harus diketahui. Dalam hal dimana permukaan tidak datar, diharapkan beberapa metode triangulasi radial, terutama template slot (slotted template), bahkan jika tidak ada titik kontrol permukaan yang diketahui. Hasilnya adalah bahwa dalam sembarang sistem koordinat yang dipakai untuk bagan template slot dan pada skala foto yang diperkirakan, koordinat-koordinat dari semua titik utama dan enam titik yang lain pada tiap foto diketahui.

Dengan memakai posisi-posisi ini perpindahan relief akan menghasilkan ketidak cocokan akan tetapi hal ini lebih baik daripada memakai kecocokan sebagai petunjuk untuk merangkaikan mosaik tersebut. Dapat menguntungkan bahkan posisi

(10)

13 relatif, misal saja penyimpangan-penyimpangan geologis dari suatu sifat yang terbatas dengan orang spesialis, sementara mencatat ciri-cirinya dapat denagn mudah menilai dengan jalan memasukkan nilai perkiraan dari pergeseran relief. (Sugiarti, 2012) 3. Controlled Digital Mosaics

Mosaik-mosaik yang terkontrol sepenuhnya. Diperoleh jika mendapat kemungkinan untuk membuat bagan slotted template normal dengan foto-foto udara dari permukaan yang datar, bagan mana disesuaikan antara titik-titik dan kontrol permukaan.

Dalam hal yang demikian akan diperoleh minimal empat titik-titik yang telah diketahui pada tiap-tiap foto. Setelah menggambarkan koordinat-koordinat dari titik-titik ini pada lembar yang terpisah pada skala yang dibutuhkan untuk mosaik terakhir, gambar negatif semula dapat ditegakkan. Ini berarti bahwa dengan pemakaian alat mekanik optik, yang disebut rectified (alat penegak), gambar-gambar dari titik yang diketahui diberikan tanda pada gambar negatif, dapat dibuat berhimpit dengan titik pada lembaran yang terdahulu. Dengan menggantikan lembaran tersebut dengan emulsi foto pada bahan yang tidak menyusut, akan diperoleh sebuah gambar positif yang merupakan proyeksi vertikal yang murni dari permukaan dengan skala mosaik. Dengan cara ini pengaruh perbedaan skala antara gambar-gambar negatif dan pengaruh ujung (tip) dan kemirinagn dari sumbu optik dari kamera fotografik dapat dihilangkan dnagn positif-positif yang diluruskan ini terbentuklah mosaik tadi. Pada lembaran dasar koordinat-koordinat yang sama dipetakan, yang mana digunakan untuk prosedur pelurusan.

Hasilnya ialah bahwa masing-masing foto udara terbentuk tepat dalam posisinya. Pada foto mosaik yang demikian suatu sistem koordinat grid benar-benar memenuhi syarat. Dalam hal ini kita memperoleh peta foto (photo map). Grid pada peta foto ini dengan sendirinya merupakan grid yang sama digunakan untuk memetakan titik-titik kontrol. Jelas bahwa dengan sistem yang demikian sekalipun, tidak ada mosaik terkontrol yang baik dengan keserasian yang baik pula antara gambar-gambarnya, yang dapat dibuat dari foto-foto udara dari permukaan yang bergunung-gunung atau berbukit-bukit. Perbaikan kecil dapat diperoleh dengan memakai bagian tengah saja daripada tiap-tiap gambar, dimana untuk permukaan datar penegakan (pelurusan) hanya dapat diterima untuk foto udara kedua.

Untuk mosaik-mosaik yang terkontrol penuh, menyederhanakan penegakan (rektifikasi) dalam hal mana mengalami penyusutan untuk mempersamakan skala dari

(11)

14 semua foto udara. Untuk permukaan yang berbukit atau bergunung-gunung, satu-satu metode yang diterima untuk mosaik-mosaik yang tepat yang memenuhi spesifikasi peta-peta normal pada saat ini adalah pemakaina arthophotoscope yang kompleks itu, yang mengaruhi pergeseran relief dan kemiringan. Suatu mosaik yang terdiri dari beberapa orhtophoto dengan memakai grid membentuk sebuah peta (ortho) foto. (Sugiarti, 2012)

II.5. Digital Surface Modelling

Digital Surface Model (DSM) adalah sebuah model permukaan pantulan gelombang pertama yang memuat fitur-fitur elevasi terrain alami sebagai tambahan dari fitur- fitur vegetasi alami dan buatan, seperti bangunan.Atau secara sederhana, DSM (Digital Surface Model) dapat diartikan sebagai data ketinggian permukaan objek yang ada di muka bumi seperti pepohonan dan bangunan. (Aronoff, 1991)

Gambar 2.1 Digital Surface Model Sumber data DSM meliputi :

1. FU stereo

2. Citra satelit stereo

3. Data pengukuran lapangan: GPS, Theodolith, EDM, Total Station, Echosounder 4. Peta Topografi

5. Linier array image

6. Data hasil DTM atau DEM 7. Pengukuran langsung di lapangan

(12)

15 Atau dapat pula bersumber dari :

1. Data bersumber dari Teknologi Pemetaan dengan Airborne IFSAR.

2. Data bersumber dari informasi tematik satu lembar peta dapat diturunkan dari Citra SAR.

Metode pembuatan DSM pinsipnya hampir sama dengan DTM yaitu sebagai berikut :

1. Airborne laser scanningSebuah sistem laser khas udara mulai beroperasi di band inframerah dekat dimana panjang gelombang adalah 1040-1060 nm.Biasanya pulsa pendek, 10 ns (10 kHz) dalam durasi dan menengah untuk daya tinggi. Penyimpangan balok adalah ca. 1 mrad. Beberapa sistem memungkinkan pencatatan gema beberapa dari satu pulsa laser, misalnya pertama dan terakhir, atau bahkan yang tambahan secara berkala. Selain informasi rentang intensitas juga dicatat. Posisi pesawat diperkirakan dengan GPS dan sikap dari pistol laser dengan INS. Dengan informasi orientasi gema dapat diberikan koordinat dunia nyata dan mereka mengkonversi langsung ke geocoded / informasi titik dirujuk. Setiap kesalahan dalam hasil orientasi dalam kesalahan lokasi untuk poin (misalnya 1999b Baltsavias p.207-212)

2. Photogrammetric akuisisi data

Elemen sentral dari fotogrametri yang membuatnya berbeda dari ALS adalah: data yang diperoleh dengan bingkai pasif (hanya bingkai sensor atau kamera udara dan foto udara metrik diperlakukan sini seterusnya) sensor; transformasi geometris ditentukan oleh proyeksi pusat dan geometri perspektif; orientasi dalam dari kamera udara metrik biasanya mapan (bundel stabil sinar) dan gambar kualitas geometrik dan radiometrik yang tinggi; objek yang terdeteksi pada gambar-gambar ini biasanya lebih kecil daripada dalam kasus ALS; koordinat 3D diperoleh tidak langsung; dan teori kesalahan pengukuran 3D - mapan untuk fotogrametri. Metode fotogrametri analitis dan digital telah menyebabkan peningkatan tingkat otomatisasi fotogrametri. i) Otomatis fitur pengukuran (titik) fotogrametri, ii) solusi otomatis masalah korespondensi stereo (pencocokan gambar) dan iii) akurasi data capture seperti stereoskopis adalah masalah utama dalam DSM, sehingga secara otomatis pembuatan DSM menggunakan data fotogrametri.

(13)

16 II.6. Layout Peta

Menurut Yunirwan (2013), layout peta ialah menyusun penempatan-penempatan dari pada peta judul, legenda, skala, sumber data, penerbit , macam-macam proyeksi dan lain-lainnya. Semua informasi yang diletakkan pada peta harus diatur secara tepat di atas lembar peta sehingga dapat menjamin optimal dalam mudahnya dibaca dan kelihatan ekonomis. Dengan memperhatikan beberapa unsur di dalamnya antara lain :

1. Judul Peta

Judul peta merupakan merupakan komponen yang sangat penting, karena sebelum memperhatikan isi peta pasti judul yang terlebih dahulu dibacanya. Judul peta hendaknya memuat informasi yang sesuai dengan isi peta. Selain itu, judul peta jangan sampai menimbulkan penafsiran ganda pada peta.

2. Skala Peta

Peta merupakan kenampakan permukaan bumi yang digambarkan pada bidang datar yang jauh lebih kecil dari kenyataannya. Perbandingan antara ukuran/besarnya kenampakan yang digambar dalam peta dengan kenampakan aslinya disebut skala peta. Skala peta adalah perbandingan antara jarak yang memisahkan kedua titik di peta dengan jarak sebenarnya antara dua titik yang sama di permukaan bumi. Atau skala adalah perbandingan jarak antara dua titik sembarang di peta dengan jarak sebenarnya di permukaan bumi, dengan satuan ukuran yang sama. Skala ini sangat erat kaitannya dengan data yang disajikan.

Dengan singkatnya dapat dinyatakan:

Angka perbandingan yang dinyatakan harus menggunakan satuan ukuran yang sama, misalnya cm, yard, inci, dan sebagainya. Jarak yang dimaksud di peta adalah jarak horizontal yaitu jarak yang diproyeksikan dari hasil pengukuran di lapangan. Bila ingin menyajikan data yang rinci, maka digunakan skala besar, misalnya 1 : 5000. Sebaliknya, apabila ingin ditunjukkan hubungan kenampakan secara keseluruhan, digunakan skala kecil, misalnya skala 1 : 1.000.000.

Contoh:

Skala 1 : 500.000 artinya 1 bagian di peta sama dengan 500.000 jarak yang sebenarnya, apabila dipakai satuan cm maka artinya 1 cm jarak di peta sama dengan 500.000 cm (5 km) jarak sebenarnya di permukaan bumi.

(14)

17 3. Simbol Peta

Pada peta, ada simbol-simbol, gunanya agar informasi yang disampaikan tidak membingungkan. Simbol-simbol dalam peta harus memenuhi syarat, sehingga dapat menginformasikan hal-hal yang digambarkan dengan tepat.

Syarat-syarat peta adalah sebagai berikut: a. Sederhana

b. Mudah Dimengerti c. Bersifat Umum

Macam-macam simbol peta:

1) Macam-macam simbol peta berdasarkan bentuknya. Bentuk-bentuk simbol yang digunakan pada peta berbeda-beda tergantung dari jenis petanya.

a) Simbol titik, digunakan untuk menyajikan tempat atau data posisional, seperti simbol kota, pertambangan, titik triangulasi (titik tertinggi) tempat dari permukaan laut dan sebagainya.

b) Simbol garis, digunakan untuk menyajikan data geografis misalnya sungai, batas wilayah, jalan, dan sebagainya.

c) Simbol luasan (area), digunakan untuk menyajikan kenampakan area misalnya rawa, hutan, padang pasir, dan sebagainya.

d) Simbol aliran, digunakan untuk menyatakan alur dan gerak.

e) Simbol batang, digunakan untuk menyatakan harga / dibandingkan harga lainnya / nilai lainnya.

f) Simbol lingkaran, digunakan untuk menyatakan kuantitas (jumlah) dalam bentuk persentase.

g) Simbol bola, digunakan untuk menyatakan isi (volume), makin besar simbol bola menunjukkan isi (volume) makin besar dan sebaliknya makin kecil bola berarti isi (volume) makin kecil.

2) Macam-macam simbol peta berdasarkan sifatnya. Simbol-simbol yang kita lihat pada peta, ada yang menyatakan jumlah dan ada yang hanya membedakan. Berdasarkan sifatnya, simbol dibedakan menjadi dua macam yaitu:

a) Simbol yang bersifat kualitatif

Simbol ini digunakan untuk membedakan persebaran benda yang digambarkan. Misalnya untuk menggambarkan daerah penyebaran hutan, jenis tanah, penduduk, dan lainnya.

(15)

18 b) Simbol yang bersifat kuantitatif

Simbol ini digunakan untuk membedakan atau menyatakan jumlah. 3) Macam-macam simbol berdasarkan fungsinya

Penggunaan simbol pada peta tergantung pada fungsinya. Untuk menggambarkan bentuk-bentuk muka bumi di daratan, di perairan, atau bentuk-bentuk budaya manusia. Berdasarkan fungsinya simbol peta dibedakan menjadi:

a) Simbol daratan digunakan untuk simbol-simbol permukaan bumi di daratan. Contoh: gunung, pegunungan, gunung api.

b) Simbol perairan digunakan untuk simbol-simbol bentuk perairan. c) Simbol budaya digunakan untuk simbol-simbol bentuk hasil budaya.

4. Warna

Penggunaan warna pada peta harus sesuai maksud/tujuan di pembuat peta dan kebiasaan umum.

a) Laut, danau digunakan warna biru.

b) Temperature (suhu) digunkan warna merah atau coklat. c) Curah hujan digunakan warna biru atau hijau.

d) Dataran rendah (pantai) ketinggian 0 sampai 200 meter dari permukaan laut digunakan warna hijau.

e) Daerah pegunungan tinggi/dataran tinggi (2000 sampai 3000 meter) digunakan warna coklat tua.

f) Warna berdasarkan sifatnya, ada dua macam yaitu warna bersifat kualitatif dan bersifat kuantitatif.

5. Legenda atau Keterangan

Legenda pada peta menerangkan arti dari simbol-simbol yang terdapat pada peta. Legenda itu harus dipahami oleh pembaca peta, agar tujuan pembuatan peta itu mencapai sasaran. Legenda biasanya diletakkan di pojok kiri bawah peta. Selain itu legenda peta dapat juga diletakkan pada bagian lain peta, sepanjang tidak mengganggu kenampakan peta secara keseluruhan.

6. Sumber dan Tahun Pembuatan Peta

Sumber memberi kepastian kepada pembaca peta, bahwa data dan informasi yang disajikan dalam peta tersebut benar-benar absah (dipercaya/akurat). Selain

(16)

19 sumber, bisa juga memperhatikan tahun pembuatannya. Pembaca peta dapat mengetahui bahwa peta itu masih cocok atau tidak untuk digunakan pada masa sekarang atau sudah kadaluarsa karena sudah terlalu lama.

7. Lattering

Para ahli kartografer membuat kesepakatan untuk membuat tulisan (lattering) pada peta sebagai berikut :

a) Nama geografis ditulis dengan bahasa dan istilah yang digunakan penduduk setempat.

b) Nama jalan yang ditulis harus sesuai dengan arah jalan tersebut. c) Nama kota ditulis dengan empat cara, yaitu :

- Di bawah simbol kota - Di atas simbol peta

- Di sebelah kiri simbol peta - Di sebelah kanan simbol peta

8. Proyeksi Peta

Proyeksi peta adalah suatu sistem ayng memberikan antara posisi titik-titik di Bumi dan di peta. Permasalahan utama dalam proyeksi peta adalah penyajian bidang lengkung permukaan bumi ke bidang datar. Bidang lengkung tidak dapat dibentangkan menjadi bidang datar tanpa mengalami perubahan (distorsi). Cara penggambaran dari bidang lengkung bentk bidang datar dilakukan dengan menggunakan rumus matematika. Secara umum, proyeksi peta dapat digolongkan berdasarkan pertimbangan ekstrinsik dan instrinsik.

a) Pertimbangan Ekstrinsik 1) Bidang Proyeksi

Ditinjau dari macam bidang proyeksi yang digunakan, sistem proyeksi peta dapat dibedakan menjadi:

a) sistem proyeksi azimuthal (azimuthal zenithal projection); b) sistem proyeksi kerucut (conical projection);

c) sistem proyeksi silinder (mercator projection) 2) Persinggungan

Ditinjau dari persinggungannya, proyeksi peta dapat dibedakan menjadi: a) tangen,yaitu apabila bola Bumi bersinggungan dengan bidang proyeksi;

(17)

20 b) scan, yaitu apabila bola Bumi berpotongan dengan bidang proyeksi; c) polysuperficial terdiri atas banyak bidang proyeksi.

3) Posisi Sumbu Simetri terhadap Bidang Proyeksi

Ditinjau dari posisi sumbu simetri terhadap bidang proyeksi, proyeksi peta dapat dibedakan menjadi :

a) proyeksi normal apabila sumbu simetri berimpit dengan sumbu bumi; b) proyeksi miring apabila sumbu simetri membentuk sudut dengan sumbu

bumi;

c) proyeksi transversal apabila sumbu simetri tegak lurus sumbu bumi atau terletak pada bidang ekuator.

b) Pertimbangan Intrinsik 1) Sifat-Sifat Asli

Ditinjau dari sifat-sifat asli yang dipertahankan, proyeksi peta dapat dibedakan menjadi:

a) proyeksi ekuivalen apabila luas daerah dipertahankan sama, artinya luas di atas peta sama dengan luas di atas muka bumi setelah dikalikan skala; b) proyeksi konform apabila sudut-sudut dipertahankan sama;

c) proyeksi ekuidistant apabila jarak dipertahankan sama, artinya jarak di atas peta sama dengan jarak di atas muka bumi setelah dikalikan skala.

2) Generasi

Ditinjau dari generasinya, proyeksi peta dapat dibedakan menjadi: a) Geometris yaitu proyeksi perspektif atau proyeksi sentral;

b) Matematis tidak dilakukan proyeksi, semuanya diperoleh dengan perhitungan matematis;

c) semi Geometris sebagian peta diproyeksikan secara geometris dan sebagian titik-titik diperoleh dengan hitungan matematis.

9. Inset peta

Inset adalah peta kecil tambahan dan memberikan kejelasan yang terdapat di dalam peta. Inset bersifat menjelaskan wilayah pada peta utama.

Berdasarkan fungsinya, inset di bedakan menjadi 3 macam yaitu :

1) Inset yang berfungsi untuk menunjukkan lokasi relatif wilayah yang tergambar pada peta utama. Inset ini memiliki skala lebih kecil dari petautama, untuk menjelaskan letak/hubungan antara wilayah pada petautama dengan wilayah lain di sekelilingnya.

(18)

21 Misalnya : lokasi relatif Pulau Kalimantan sebagai peta utama terlihat posisinya dengan pulau-pulau lain di sekitarnya pada inset peta wilayah Indonesia

2) Inset yang berfungsi memperbesar/memperjelas sebagian kecil wilayah pada peta utama. Inset ini memiliki skala lebih besar dari peta pokok, mempunyai kegunaan untuk menjelaskan bagian dari peta pokok yang dianggap penting.Misalnya : lokasi permukiman yang penting pada suatu kota diperbesar sehingga menjadi lebih jelas.

3) Inset yang berfungsi untuk menyambung wilayah pada peta utama.Inset ini memiliki skala sama besar dengan peta utama dan juga merupakan peta utama yang disambung. Fungsi menyambung ini bertujuan untuk :

a) Menggambarkan wilayah pada peta utama yang terpotong karena keterbatasan pada media kertas/halaman.

b) Menggambar wilayah yang terpencar

10. Garis Tepi Peta (Border)

Garis tepi merupakan garis pembatas peta yang mengelilingi peta,berguna untuk membantu saat menggambar pulau, kota, ataupun wilayah yang dimaksud tepat ditengah-tengahnya

Gambar

Gambar 2.2. Tampalan ke depan (overlap)  Keterangan :
Gambar 2.3. Tampalan ke samping (sidelap)  Keterangan :
Gambar 2.5. Pola Pemotretan
Gambar 2.6.  Ground Control Point
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai contoh pada materi cara bertamu dengan unggah- ungguh yang tepat, maka dapat dibuat wayang karakter pemilik rumah (orang tua) dan yang bertamu

Untuk penyeimbangnya agar tubuh tetap sehat, maka kita akan memberi motivasi pada diri kita sendiri untuk selalu menumbuhkan ketenangan, rasa sabar, dan semangat

Berdasarkan hasil tersebut juga penelitian ini tidak mendukung dan menolak hasil penelitian yang telah dikemukakan oleh beberapa peneliti yang menyebutkan bahwa

Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Alloh SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaik an Tugas Akhir yang berjudul “ Rancang Bangun Sistem Informasi

Metode tersebut digunakan untuk menarik kesimpulan dari data yang diperoleh terkait dengan Internalisasi nilai- nilai akhlak pada mata pelajaran Biologi kelas XI SMA

Pada masa sekarang dolmen masih digunakan sebagai medium ritus adat baik yang berhubungan dengan kepemimpinan seperti pelantikan raja, sistem sosial seperti upacara panas pela

Hubungan sosial atau hubungan antar manusia yang didasari dengan ajaran-ajaran Islam. akan membuat keharmonisan dan ketentraman satu sama

Ini tidak sama untuk menyimpan bilangan bulat sederhana seperti itu adalah untuk menyimpan surat atau angka floating-point yang besar; meskipun mereka semua diwakili menggunakan