• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. daging dalam waktu yang relatif cepat dan singkat atau sekitar 4-5 minggu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. daging dalam waktu yang relatif cepat dan singkat atau sekitar 4-5 minggu"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Broiler

Broiler merupakan ternak yang paling ekonomis bila dibandingkan dengan ternak lain, kelebihan yang dimiliki adalah kecepatan pertambahan/produksi daging dalam waktu yang relatif cepat dan singkat atau sekitar 4 - 5 minggu produksi daging sudah dapat dipasarkan atau dikonsumsi (Murtidjo, 2003).

Menurut Rasyaf (2004) yang dimaksud dengan broiler adalah ayam yang muda jantan atau betina yang berumur dibawah 8 minggu dengan bobot tertentu, pertumbuhan yang cepat dan timbunan daging baik serta banyak. Sedangkan menurut Siregar (2005) broiler adalah ayam muda yang berumur kurang dari 8 minggu, daging lembut, empuk, dan gurih dengan bobot hidup berkisar antara 1,5-2,0 kg per ekor.

Broiler di Indonesia adalah ayam ras pedaging jantan atau betina yang dipotong pada umur 5-6 minggu, dimana ayam tersebut masih muda dan mempunyai daging yang masih lunak (Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000).

Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan Broiler

Menurut Anggorodi (1990) pertumbuhan pada hewan merupakan suatu fenomena universal yang bermula dari suatu sel telur yang dibuahi dan berlanjut sampai hewan mencapai dewasannya. Pertambahan bobot badan dan bobot dari jaringan seperti berat daging, tulang, jantung, otak dan jaringan lainnya, diartikan sebagai pertumbuhan.

(2)

mendukung. Namun begitu kemampuan bertumbuh tidak akan lebih dari kemampuan genetiknya. Pertumbuhan dan produksi dapat dipengaruhi oleh nilai nutrisi dari bahan ransum yang digunakan (Anonimous, 1982).

Pertumbuhan biasanya mulai perlahan-lahan kemudian berlangsung lebih cepat dan akhirnya perlahan-lahan lagi atau sama sekali terhenti. Pola seperti ini

menghasilkan kurva pertumbuhan yang berbentuk sigmoid (S). Tahap cepat pertumbuhan terjadi pada saat kedewasaan tubuh hampir tercapai (Anggorodi, 1990).

Kebutuhan Nutrisi Broiler

Untuk keperluan hidupnya dan untuk produksi ayam membutuhkan sejumlah unsur nutrisi yaitu protein yang mengandung asam amino seimbang dan berkualitas, energi yang berintikan karbohidrat dan lemak, vitamin dan mineral (Rasyaf, 1997).

Penggolongan zat-zat nutrisi adalah karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin dan air. Fungsi karbohidrat pada unggas adalah sebagai energi dan panas serta disimpan sebagai lemak jika berlebihan, sementara karena lemak mudah tengik, maka sebagian besar ransum mengandung tidak lebih dari sekitar 4-5 % lemak.

Protein adalah unsur pokok alat tubuh dan jaringan lunak tubuh ternak unggas. Zat tersebut diperlukan untuk pertumbuhan, pengelolaan dan produksi telur serta merupakan bagian semua enzim dalam tubuh. Zat-zat mineral dan vitamin merupakan nutrisi mikro penting untuk mencegah penyakit defisiensi. Sementara air mempunyai peranan penting sebagai stabilisator suhu (Anggorodi, 1990).

(3)

Persyaratan mutu ransum untuk anak ayam (broiler starter) berbeda dengan mutu ransum broiler pada masa akhir (broiler finisher). Perbedaan ini sesuai dengan kebutuhan nutrisi broiler sesuai dengan fase hidupnya. Perbedaan ransum tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel. 1. Persyaratan kebutuhan zat makanan broiler pada periode starter

No. Parameter Satuan Persyaratan

1 Kadar air % Maks. 14.00

2 Protein kasar % Min. 19.00

3 Lemak kasar % Maks. 7.40

4 Serat kasar % Maks. 6.00

5 Abu % Maks. 8.00

6 Kalsium (Ca) % 0.90 - 1.20

7 Fosfor (P) total % 0.60 - 1.00

8 Fosfor (P) tersedia % Min. 0.40

9 Total alfatoxin µg/kg Maks. 50.00

10 Energi termetabolis (EM) Kkal/kg Min. 2900 11 Asam amino :

Lisin % Min. 1.10

Metionin % Min. 0.40

Metionin + sistin % Min. 0.60

Sumber : Badan Standardisasi Nasional (2006)

Tabel 2. Persyaratan mutu untuk broiler masa akhir (broiler finisher)

No. Parameter Satuan Persyaratan

1 Kadar air % Maks. 14.00

2 Protein kasar % Min. 18.00

3 Lemak kasar % Maks. 8.00

4 Serat kasar % Maks. 6.00

5 Abu % Maks. 8.00

6 Kalsium (Ca) % 0.90 - 1.20

7 Fosfor (P) total % 0.60 - 1.00

8 Fosfor (P) tersedia % Min. 0.40

9 Total alfatoxin µg/kg Maks. 50.00

10 Energi termetabolis (EM) Kkal/kg Min. 2900 11 Asam amino :

Lisin % Min. 0.90

Metionin % Min. 0.30

Metionin + sistin % Min. 0.50

(4)

Pada penyusunan formulasi ransum secara praktis, perhitungan kebutuhan nutrien hanya didasarkan pada kebutuhan energi dan protein, sedangkan kebutuhan nutrien yang lain disesuaikan. Apabila ternak menunjukkan gejala defisien maka perlu ditambahkan suplemen terutama vitamin dan mineral. Tingkat kandungan energi pakan harus disesuaikan dengan kandungan proteinnya, karena protein sangat penting untuk pembentukan jaringan tubuh dan produksi.

Apabila energi terpenuhi namun proteinnya kurang maka laju pertumbuhan dan produksi akan terganggu. Oleh karena itu, perlu diperhitungkan keseimbangan antara tingkat energi dan protein sehingga penggunaan pakan menjadi efisien (Suprijatna, Umiyati dan Ruhyat, 2005).

Awal Pemberian Ransum

Di peternakan komersil seringkali Day Old Chick (DOC) tidak langsung diberi makan, tetapi dipuasakan tiga hari, dengan tujuan mengoptimalkan sisa kuning telur dan peradangan sisa kuning telur (omphalistis) menjadi berkurang.

Faktanya adalah broiler yang dipuasakan akan mengalami penyerapan sisa kuning telur menjadi lebih lama, sehingga peluang untuk terinfeksi oleh kuman lingkungan menjadi jauh lebih besar (Noy dan Sklan, 1996 dalam Unandar 1997). Pemberian ransum pada broiler seawal mungkin memang berpengaruh terhadap perkembangan usus. Vili akan berkembang sempurna, peristaltik akan dipacu seawal mungkin sehingga sistem transport dalam usus berlangsung baik.

Enzim pankreas dan garam empedu digertak seawal mungkin, seiring dengan makanan yang masuk. Berat badan berbeda nyata sejalan dengan penyerapan ransum yang maksimal, sehingga broiler yang diberi ransum lebih dini mempunyai penampilan akhir lebih baik (Sulistyonigsih, 2004).

(5)

Konsumsi broiler yang diberi ransum hari ke-1, ternyata konsumsi ransumnya lebih tinggi sebesar 4.8% daripada broiler yang diberi ransum hari ke-2 (Sulistyonigsih, 2004).

Hal ini diperjelas oleh pendapat Widjaja (1999) yang menyatakan bahwa pada hari pertama saja hanya 50% dari kebutuhan energi dan 43% dari kebutuhan protein yang dapat dipenuhi dari sisa kuning telur yang ada. Hari ketiga biasanya peternak baru mulai memberi ransum pada anak ayam, ternyata sisa kuning telur yang ada hanya mensuplai 6% dari kebutuhan energi dan 10% untuk kebutuhan protein.

Selanjutnya Unandar (1997) menyatakan ada beberapa efek negatif akan muncul jika terjadi keterlambatan pemberian ransum/minum pada tahap awal kehidupan dari ayam (lebih dari 2 hari). Efek negatif tersebut antara lain bobot badan tidak akan mencapai bobot standar.

Kuning telur dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pada masa embrional dalam telur hingga menetas. Sisa kuning telur yang mengandung air (50%), protein (28%) diantaranya meternal antibodi (7%), dan lipid (20%), dianggap memenuhi kebutuhan DOC.

Kenyataanya sisa kuning telur ini sangat terbatas dan hanya cukup untuk mempertahankan kehidupannya bukan untuk pertumbuhannya. Pada hari pertama saja hannya 50% dari kebutuhan energi dan 43% dari kebutuhan protein yang dapat dipenuhi dari sisa kuning telur yang ada. Hari ketiga biasanya peternak baru mulai memberi ransum pada DOC, ternyata sisa kuning telur yang ada hanya mensuplai 6% dari kebutuhan energi dan 10% untuk kebutuhan protein

(6)

(Widjaja, 1999). Kebutuhan yang dapat dipenuhi dari kuning telur seperti yang tertera dalam Tabel 3.

Tabel 3. Kebutuhan energi dan protein yang terpenuhi dari kuning telur

Umur (Hari)

Energi Kasar Protein

Diet Yolk Diet Yolk

(Kcal) (%) (Kcal) (%) (Kcal) (%) (Kcal) (%)

1 9.30 50 9.40 50 0.46 57 0.35 43 2 19.80 74 6.80 26 0.97 56 0.77 44 3 35.10 94 2.40 6 1.72 90 0.20 10 4 54.20 98 0.90 2 2.66 94 0.17 6 5 69.00 100 0.40 0 3.39 99 0.04 1 Sumber : Widjaja (1999)

Proses utama yang terjadi dalam pertumbuhan DOC, yaitu : Hiperplasia (pertambahan jumlah sel - sel tubuh) dan hipertrofi (perbesaran ukuran sel tubuh). Proses hiperplasia lebih besar daripada hipertropia pada minggu pertama dan kedua, minggu ketiga seimbang dan berikutnya hipertropia lebih dominan. Tentu saja apabila persedian sel - sel tidak ada jumlah yang cukup pada minggu pertama, akan sangat sulit untuk mencapai pertumbuhan maksimal pada minggu - minggu selanjutnya.

Manfaat yang dapat dilihat dari pemberian ransum awal adalah : a. Sistem pencernaan makanan

Pemberian ransum akan marangsang perkembangan usus. Vili dapat berkembang sempurna. Motilitas/peristaltik juga dipacu seawal mungkin, sehingga sistem transport dalam usus berlangsung baik. Enzim pankreas dan garam empedu digertak seawal mungkin, seiring dengan makanan yang masuk. b. Sistem imunitas

- Antibodi maternal

Metabolisme yang sempurna akan mendukung proses penyerapan antibodi maternal (dari induk). Antibodi maternal menjadi kunci pertahanan tubuh di

(7)

minggu awal, pada saat organ limfoid belum merespon secara maksimal dan menghasilkan antibodi aktif jika penyerapan zat kebal induk tidak maksimal, berarti ayam tidak akan mendapat perlindungan yang lebih baik terhadap

serangan bibit penyakit dari lingkungan, sehingga kematian akan lebih tinggi dan penampilan ayam tidak bisa maksimal (Unandar 1997).

- Menstimulasi perkembangan jaringan limfoid sepanjang usus. Jaringan yang paling mudah untuk menggertak sistem kekebalan lokal adalah dengan pemberian ransum sedini mungkin. Gut Associated Lymphoid Tisue (GALT) seperti ceca tonsil, peyer patches di sepanjang usus akan segara beraktivitas maksimal beberapa saat setelah adanya gertakan ransum. Puasa justru akan menstimulasi sekresi korticosteroid yang menghambat proliferasi sel - sel tubuh yang bertanggung jawab pada sistem imun.

- Jaringan limfoid lain (Bursa fabricius)

Antigen di dalam usus ternyata dapat menggertak sel - sel epitel bursa. Hasil penelitian menyatakan, bobot bursa DOC yang dipuasakan dan yang segera diberi makan ternyata berbeda sangat nyata. DOC yang diberi ransum sedini mungkin mempunyai bobot bursa lebih besar.

c. Penampilan Broiler

Berat badan dan konversi ransum berbeda nyata sejalan dengan penyerapan ransum yang maksimal dan sistem pertahanan tubuh yang dapat diandalkan. Pada beberapa penelitian, ternyata jika proses penyerapan sisa kuning telur berjalan secara normal, maka kondisi seperti ini akan mengaktivasi organ yang berkaitan dengan proses pada broiler (Noy et al., 1996; Unandar 1997). Kita dapat melihat pada Gambar 1 proses terjadinya efek lanjut stresor lanjut pada DOC

(8)

Gambar 1. Efek lanjut stresor pada DOC (Unandar, 2002) Stresor DOC Stresor Stresor ACTH ( adenokortikotropil hormone ) Omphalitis Daya tahan tubuh Kontaminasi kuman Terlambat tumbuh Gangguan nutrisional Absorpsi zat kebal induk Kuning telur yang

persisten

Aktivitas fisiologis tubuh (Absorpsi kuning telur)

Peka terhadap penyakit

(9)

Kegunaan Kuning Telur (Yolk) pada DOC

Banyak pendapat yang menyatakan bahwa anak ayam sejak berumur satu sampai dua hari masih mempunyai cadangan makanan yang tertimbun dalam tubuh berupa sisa – sisa kuning telur (yolk). Cadangan makanan tersebut masih cukup untuk memenuhi kebutuhan DOC selama 48 jam sejak menetas. Sebagian ahli lainnya berpendapat, sekalipun mempunyai sisa – sisa kuning telur, bahwa DOC masih membutuhkan makanan.

Pendapat ini pun masuk akal, sebab pertumbuhan pertama dari DOC berlangsung sangat cepat, sehingga banyak membutuhkan zat putih telur (protein). Karena itu sisa – sisa kuning telur tadi tidak mencukupi kebutuhan DOC untuk mendukung pertumbuhan tubuhnya (Muslim, 1993).

Pada perkembangan embrio selanjutnya, kuning telur merupakan sumber energi. Selama penetasan, kuning telur terdiri dari 20% adalah berat badan DOC dan mengandung 20 – 40% lemak serta 20 – 25% protein. Menjelang berakhirnya masa inkubasi sisa kuning telur terkumpul di dalam rongga abdominal. Bagi DOC yang baru menetas, kuning telur tersedia sebagai energi sedangkan protein untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan.

Sisa kuning telur cukup untuk kelangsungan hidup DOC hingga umur 3 – 4 hari tanpa diberikan ransum, tetapi tidak dapat mendukung perkembangan saluran pencernaan dan sistem kekebalan ataupun pertambahan berat badan.

Selanjutnya kebanyakan protein berisi berbagai biomolekuler berharga seperti maternal antibodi yang digunakan untuk kekebalan pasif yang berguna daripada sebagai sumber asam amino. Pecahan lipid dari kuning telur sebagian

(10)

besar berisi trigliserida, phospolipid dan sejumlah kecil ester kolesterol serta asam lemak tidak bebas.

Pada saat penetasan DOC, kuning telur dimanfaatkan baik oleh endositosis dari kandungan kuning telur ke dalam sirkulasi atau oleh batang kuning telur ke dalam usus halus. Pergerakan anti peristaltik mentransfer kuning telur ke usus halus dimana acyl – lipid di cerna oleh enzim lipase dari pankreas dan diserapnya (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).

Pemberian Ransum yang Lebih Awal Dapat Mempercepat Penyerapan Kuning Telur

Sisa kuning telur pada umumnya akan habis hingga 4 hari setelah menetas. Studi terbaru mengindikasikan bahwa sisa kuning telur digunakan lebih cepat oleh DOC yang sudah mendapatkan ransum lebih awal pada saat menetas adalah 6,5 gram, yang berkurang menjadi 0,4 gram dalam waktu 96 jam pada DOC yang diberi ransum segera setelah menetas (Gambar 2), tetapi berat kuning telur yang tersisa pada DOC yang dipuasakan 24 dan 48 jam adalah 0,7 gram dan 1,5 gram setelah 96 jam.

Hal ini disebabkan karena gerakan anti peristaltik yang mentransfer kuning telur hingga ke duodenum karena dirangsang dengan kehadiran makanan di dalam saluran usus. Tetapi pada proses penetasan DOC di perunggasan komersial, DOC akan ditransfer dari inkubator ketika sebagian besar telah terlepas dari kerabang telur. Diikuti dengan proses selanjutnya seperti sexing, vaksinasi dan pengemasan yang dilakukan sebelum dimasukkan ke dalam box untuk dikirim. Jadi dalam kenyataannya, DOC seringkali tidak mendapatkan air minum dan ransum, yang menyebabkan kelangsungan hidup dan pertumbuhan terlambat.

(11)

Oleh karena setelah penetasan merupakan periode kritis untuk perkembangan dan kelangsungan hidup bagi DOC (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).

Gambar 2. Grafik pengaruh pemberian ransum yang awal dan terlambat terhadap isisa kuning telur pada DOC. (Sumber : Charoen Pokphand iBulletin Service, 2006)

Efek Kuning Telur (Yolk) di Dalam Pertambahan Berat Badan

Studi terbaru mengenai day old chick (DOC) broiler menjelaskan bahwa setelah penetasan, DOC yang mendapatkan ransum lebih cepat akan dicapai berat lebih besar dibandingkan dengan DOC yang dipuasakan 48 jam (Gambar 3).

(12)

Gambar 3. Grafik pengaruh ketiadaan ransum setelah penetasan

(0 – 48 jam) terhadap berat badan broiler pada interval 48 jam

Sedangkan pada DOC yang diberi ransum segera dan dipuasakan 24 jam tidak ada perbedaan yang signifikan terhadap berat badan. Dilaporkan juga dari studi lain bahwa broiler yang tidak diberi ransum dan air minum dalam kurun waktu 48 jam setelah menetas dapat menurunkan berat badan 7,8 % dibandingkan dengan DOC yang diberi ransum segera setelah menetas.

Pada percobaan lain dilaporkan bahwa pullet dan DOC yang dipuasakan selama 48 jam atau lebih akan memperlambat pertambahan berat badan dan perkembangan usus, menurunkan areal penyerapan usus dan membatasi kapasitas pengambilan nutrien yang penting, jadi merupakan kontribusi untuk pertumbuhan terlambat di kemudian hari akan menurun.

Pemberian ransum yang lebih cepat pada DOC akan meningkatkan persentase daging dada yang dihasilkan hingga 7 – 9% jika dibandingkan dengan DOC yang dipuasakan. Hal ini berkaitan dengan perbedaan perkembangan kerangka dan otot atau efek jangka panjang dengan pemberian ransum yang lebih awal (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).

(13)

Keterlambatan pemberian ransum ternyata memberikan efek yang negatif terhadap pertambahan berat badan broiler. Keterlambatan pemberian ransum setelah 15 jam pengiriman DOC menyebabkan pertambahan berat badan broiler lebih lambat. Pada hari ke-7 sampai hari ke-8, broiler yang diberikan ransum lebih awal menghasilkan berat badan yang lebih tinggi 20 g dibandingkan berat badan broiler yang terlambat 15 jam diberi ransum (Gambar 4).

Pengaruh keterlambatan ini terlihat sangat signifikan pada umur 35 – 40 hari. Perbedaan berat badan mencapai 80 g yang mana dapat mengurangi pendapatan peternak broiler (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).

Gambar 4. Grafik Pengaruh berat badan terhadap keterlambatan pemberian ransum setelah 15 jam pengiriman DOC. (Sumber : Charoen Pokphand Bulletin iService, 2006)

Efek Kuning Telur (Yolk) Terhadap Saluran Pencernaan

Pada saat penetasan, anatomi sistem pencernaan DOC belum sempurna dan kapasitas fungsi awalnya belum berkembang seluruhnya. Saluran pencernaan mengalami perubahan morfologi (bertambahnya panjang usus serta kepadatan dan tinggi vili) dan perubahan fisiologi (meningkatnya produksi pankreas dan enzim pencernaan) termasuk meningkatnya area permukaan pencernaan dan penyerapan.

(14)

Segera setelah periode penetasan, berat usus halus akan meningkat lebih cepat dari berat tubuh dan akan terus meningkat hingga maksimum sampai umur 6 – 10 hari. Namun organ pencernaan seperti gizzard (rempela) ukurannya tidak menunjukkan peningkatan perubahan paralel dalam ukuran yang relatif.

Keberadaan nutrisi pada lumen usus akan merangsang pertumbuhan vili usus. Morfologi epithelium usus terutama dipengaruhi oleh ketiadaan makanan. Hal ini dilaporkan bahwa tinggi vili duodenum dan perputaran sel usus secara signifikan berkurang pada DOC yang dipuasakan 24 jam. Dilaporkan juga bahwa tidak adanya ransum dan air minum dalam 24, 48 dan 72 jam setelah anak ayam menetas akan mempengaruhi perkembangan vili usus.

Jadi, pengaruh peningkatan pertumbuhan dari pemberian ransum yang lebih awal dapat diterangkan dengan perubahan perkembangan saluran pencernaan. Data hasil penelitian mengungkapkan bahwa pemberian ransum lebih awal pada DOC setelah menetas (dalam waktu 24 – 48 jam) akan mempengaruhi perkembangan saluran pencernaan (Tabel 4).

Tabel 4.iPengaruh bagian organ tertentu (% berat badan) terhadap ketiadaan ransum pada umur 4 hari

Ketiadaan ransum setelah penetasan Hati Proventriculus dan Gizzard

Pankreas Duodenum Jejenum Ileum

0 jam 3.76 7.91 0.38 2.94 2.82 2.12

24 jam 3.71 8.03 0.36 2.89 2.85 2.07

48 jam 3.24 7.80 0.20 2.78 2.39 1.65

Sumber : Charoen PokphandiBulletin Service, 2006

Broiler yang diberikan ransum lebih awal akan meningkatkan permukaan penyerapan usus, menuju ke assimilasi nutrisi yang lebih besar dan tumbuh lebih baik.

(15)

Usus halus akan berkembang lebih baik dengan adanya makanan, namun jika ransum eksogenous tidak ada maka DOC akan berkembang dipacu dengan mengkonsumsi ransum dan enzim ini akan terus menerus disekresikan relatif konstan jika DOC mengkonsumsi ransum.

DOC yang mencerna makanan maka aktifitas enzim tripsin, amilase dan lipase akan meningkat yang berkorelasi dengan peningkatan berat usus dan berat badan. Pengambilan nutrisi seperti glukosa dan metionin adalah rendah (25 – 30%) segera setelah DOC menetas. Pemberian ransum yang rendah natrium akan menurunkan pengambilan nutrisi di usus sehingga disarankan nutrisi penting diberikan di awal periode penetasan.

Pankreas, hati dan usus halus berkembang cepat setelah DOC menetas, sehingga hal ini perlu diperhatikan. Pemberian ransum lebih awal akan merangsang perkembangan organ tersebut, meningkatkan kapasitas pencernaan dan penyerapan usus. Total aktifitas enzim pencernaan cenderung meningkat selama periode setelah bereaksi dengan adanya makanan dalam usus (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2006).

Pematangan Sistem Pencernaan

Disamping kemampuan day old chick (DOC) dalam mengatur temperatur tubuhnya pematangan yang sempurna dari saluran pencernaan adalah hal yang sama penting terhadap performance broiler. Sebelum DOC pipping (mematuk kerabang telur) pada hari ke-19 inkubasi, embrio akan mulai menarik kuning telurnya ke dalam tubuhnya dan pada akhir hari ke-20 di dalam telur, keseluruhan kuning telur telah diserap.

(16)

Residu kuning telur kaya akan lemak yang penting sebagai sumber energi untuk DOC dan selanjutnya merupakan pematangan dari semua organ menjadi sempurna dan kontrol fisiologis (Charoen Pokphand Bulletin Service, 2007).

Analisis Usaha

Menurut Riyanto (1978) analisis ekonomi peternakan adalah usaha untuk mengetahui keadaan usaha peternakan secara finansial. Analisis ekonomi tersebut dapat diketahui darimana datangnya dana, untuk apa dana itu digunakan dan sejauh mana keuntungan (profit) yang dicapai.

Setelah mengetahui analisis tersebut maka pimpinan perusahaan akan dapat mengambil kebijaksanaan tentang penjualan produk yang hendak dicapai dan menekan tingkat kesalahan agar tidak mengalami kerugian. Disamping itu, pimpinan perusahaan dapat juga mengetahui laba yang diperoleh atau kerugian yang akan diderita dengan tingkat penjualan yang dapat dicapai perusahaan (Sirait, 1987).

Analisis usaha ternak merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu usaha ternak komersial. Melalui usaha ini dapat dicari langkah pemecahan berbagai kendala yang dihadapi. Analisis usaha peternakan bertujuan mencari titik tolak untuk memperbaiki kendala yang dihadapi. Hasil analisis ini dapat digunakan untuk merencanakan perluasan usaha baik menambah cabang usaha atau memperbesar skala usaha.

Berdasarkan data tersebut dapat diukur keuntungan usaha dan tersedianya dana yang riil untuk periode selanjutnya. Menurut Suharno dan Nazaruddin (1994) gambaran mengenai usaha ternak yang memiliki prospek cerah dapat dilihat dari analisis usahanya.

(17)

Analisis dapat juga memberikan informasi lengkap tentang modal yang diperlukan, penggunaan modal, besar biaya untuk bibit (bakalan), ransum dan kandang, lamanya modal kembali dan tingkat keuntungan yang diperoleh.

Analisis usaha merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk membantu pimpinan usaha peternakan dalam melengkapi informasi yang dibutuhkan untuk mengambil keputusan dalam merencanakan usaha. Namun

sayang kegiatan ini jarang dilakukan oleh para peternak dipedesaan ( Kartadisastra, 1994).

Total Biaya Produksi

Biaya produksi dalam pengertian ekonomi produksi dibagi atas biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang harus dikeluarkan ada atau tidak ada ayam di kandang, biaya ini harus tetap keluar. Misalnya : Gaji pegawai bulanan, penyusutan, bunga atas modal, pajak bumi dan bangunan dll. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan bertalian dengan jumlah produksi broiler yang dijalankan.

Semakin banyak ayam akan semakin besar pula biaya variabel secara total. Misalnya : Biaya untuk makanan, biaya pemeliharaan, biaya tenaga kerja harian dan lain – lain (Rasyaf,1995).

Total Hasil Produksi

Pendapatan usaha merupakan seluruh penerimaan yang diperoleh oleh suatu usaha peternakan, baik yang berupa hasil pokok (penjualan broiler, baik itu hidup atau karkas) maupun hasil samping (penjualan tinja dan alas “litter) (Rasyaf, 1995).

(18)

(Murtidjo, 1993), menyatakan bahwa penerimaan merupakan nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Soeharjo dan Patong (1973), menyatakan bahwa penerimaan merupakan hasil perkalian dari produksi total dengan harga perolehan satuan. Produksi total adalah hasil utama dan sampingan, sedangkan harga addalah harga pada tingkat usahatani atau harga jual petani.

Penerimaan dalam usahatani meliputi seluruh penerimaan yang dihasilkan selama periode pembukuan yang sama,, sedangkan pendpatan adalah penerimaan dengan biaya produksi (Tohir, 1991).

Menurut Gunawan dkk (1993) menyebutkan bahwa dalam analisis pendapatan diperlukan dua keterangan pokok yaitu keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Dengan kata lain analisis pendapatan bertujuan untuk mengukur keberhasialan suatu usaha.

Pane dan Ismed (1986) yang menyatakan bahwa pakan salah satu faktor yang mempengaruhi pendapatan selain memiliki kandungan nutrisi yang cukup juga harus ekonomis.

Rugi/Laba

Keuntungan (laba) suatau usaha secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut : K = TR - TC dimana : K = keuntungan TR = total penerimaan TC = total pengeluaran

(19)

Soekartawi (1995) mendefinisikan laba sebagai nilai maksimum yang dapat didistribusikan oleh suatu satuan usaha dalam suatu periode. Untuk memperoleh angka yang pasti mengenai tingkat keuntungan atau kerugian suatu usaha, hal yang terpenting yang perlu dilakukan adalah pencatatan, baik untuk pos-pos pengeluaran (biaya) maupun pos - pos pendapatan. Sekecil apapun biaya dan pendapatan tersebut harus dicatat.

Laporan laba rugi menggambarkan besarnya pendapatan yang diperoleh pada suatu periode ke periode berikutnya. Kemudian juga akan tergambar jenis-jenis biaya yang akan dikeluarkan berikut jumlahnya dalam periode yang sama (Kasmir dan Jakfar, 2003).

Memperoleh suatu laba (keuntungan) dari setiap usaha adalah suatu sasaran dalam berusaha. Jadi, jika merencanakan suatu usaha walaupun sederhana sekalipun diperlukan analisa usaha dengan harapan mendapatkan keuntungan. Ini tidak terlepas dari modal saja tetapi juga manajeman dan pemasaran hasil produksi. Padahal tujuan perusahaan pada umumnya adalah mendapatkan laba (keuntungan), menampung tenaga kerja, menaikkan pendapatan masyarakat dan daerah, serta melangsungkan hidup dan usaha ternak tersebut (Karo – karo et all., 1995).

Bila dalam suatu usaha peternakan dapat mengontrol konsumsi harga pakan serendah mungkin tanpa mengabaikan kualitas dari pakan tersebut maka akan diperoleh keuntungan dari usaha peternakan tersebut (Murtidjo, 1993).

(20)

Income Over Feed Cost (IOFC)

Income Over Feed Cost (IOFC) adalah selisih total pendapatan dengan biaya ransum yang digunakan selama usaha penggemukan ternak. IOFC ini merupakan barometer untuk melihat seberapa besar biaya ransum yang merupakan biaya terbesar dalam usaha penggemukan ternak.

IOFC diperoleh dengan menghitung selisih pendapatan usaha peternakan dikurangi biaya ransum. Pendapatan merupakan perkalian antara produksi peternakan atau pertambahan bobot badan akibat perlakuan dengan harga jual (Prawirokusumo, 1990).

B/C Ratio (Benefit Cost Ratio)

Efisiensi usaha tani ditentukan dengan menggunakan konsep benefit cost ratio (BCR), yaitu imbangan antara total penghasilan (out put) dengan total biaya (input). Nilai BCR > 1 menyatakan usaha tersebut menguntungkan. Semakin besar nilai BCR maka usaha dinyatakan semakin efisien (Karo - karo et al., 1995).

B/C Ratio adalah nilai atau manfaat yang diperoleh dari setiap satuan biaya yang dikeluarkan. Dimana B/C Ratio diperoleh dengan cara membagikan total penerimaan dengan total pengeluaran. Kadariah (1987) menyatakan bahwa untuk mengetahui tingkat efisiensi suatu usaha dapat digunakan parameter yaitu dengan mengukur besarnya pemasukan dibagi besarnya pengeluaran, dimana bila B/C Ratio > 1 : Efisien

B/C Ratio = 1 : Impas

(21)

Soekartawi dkk (1995) menyatakan bahwa suatu usaha dapat dikatakan memberikan manfaat bila nilai B/C Ratio diatas 1 (> 1). Semakin besar nilai B/C Ratio maka semakin efisien usaha tersebut dan sebaliknya semakin kecil nilai B/C Ratio maka semakin tidak efisien usaha tersebut.

Break Event Point (BEP)

Break even point adalah titik pulang pokok, dimana total revenue = total cost. Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek, terjadinya titik pulang pokok atau TR = TC tergantung pada lama arus penerimaan sebuah proyek dapat menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya (Kasmir dan Jakfar, 2005).

Break Event Point (BEP) adalah kondisi dimana suatu usaha dinyatakan tidak untung dan tidak rugi dan disebut titik impas. Jadi analisa BEP (break event point) atau titik keseimbangan adalah suatu teknik yang digunakan seorang manajer perusahaan yang mengetahui pada jumlah produksi berapa usaha yang

dijalankan tidak memperoleh keuntungan atau tidak menderita kerugian (Sigit, 1991).

Menurut Rahardi dkk. (1993) break event point (BEP) dimaksudkan untuk mengetahui titik impas (tidak untung dan juga tidak rugi) dari usaha bisnis yang diusahakan tersebut. Jadi dalam keadaan tersebut pendapatan yang diperoleh sama dengan modal usaha yang dikeluarkan.

Gambar

Tabel 2. Persyaratan mutu untuk broiler masa akhir (broiler finisher)
Tabel 3. Kebutuhan energi dan protein yang terpenuhi dari kuning telur  Umur
Gambar 1. Efek lanjut stresor pada DOC (Unandar, 2002) Stresor
Gambar 2. Grafik pengaruh pemberian ransum yang awal dan terlambat terhadap isisa kuning telur  pada DOC
+4

Referensi

Dokumen terkait

Apabila Pertandingan terhenti sebelum berakhirnya durasi normal Pertandingan karena alasan force majeure atau alasan lain termasuk tetapi tidak terbatas pada

Dari tabel ini dapat diketahui bahwa antara padi hibrida terdapat perbedaan yang sangat nyata pada hasil gabah, dan nyata pada umur tanaman, tinggi tanaman, jumlah

JUMLAH TENAGA KEPERAWATAN DI SARANA KESEHATAN KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2009 NO UNIT KERJA TENAGA KEPERAWATAN PERAWAT BIDAN SARJANA KEPW DIII PERAWAT JUMLAH RASIO TERHADAP

Salah satu bentuk verifikasi adalah Internal Audit yang dengan kompetensi dan keahliannya sebagai profesional Auditor mampu melakukan audit secara efektif terhadap integrasi

patofisiologi antara lain: 1) Penurunan aliran darah serebral akut, seperti pada sinkop vasovagal, gangguan jantung, penyumbatan pembuluh darah paru dan obstruksi

Beberapa penelitian sebelumnya lebih banyak membahas dari sudut pandang kaum perempuan dalam industri Public Relations, namun belum banyak penelitian yang menggali dari sudut

c. Mahasiswa dan Lulusan: 1) Secara kuantitatif, jumlah mahasiswa baru yang diterima Prodi PAI relatif stabil dan di atas rata-rata dibandingkan dengan jumlah

Sistem informasi administrasi surat masuk dan surat keluar yaitu sebuah sistem yang dapat membantu kinerja kepegawaian yang mengurus dibidang surat-menyurat